PRETEST

PRETEST

PRETEST

by siti nuraini -
Number of replies: 4

Bagaimana revisi UU di MK mengancam Konsitusi di Indonesia ?

Isu tentang bagaimana Undang-Undang Cipta Kerja yang baru saja diundangkan oleh DPR menjadi permasalahan yang hangat dibincangkan beberapa kalangan masyarakat. Beberapa dari mereka pun turut menyampaikan aspirasi mereka yang dirasa tidak tersampaikan kepada wakil rakyat mereka, sehingga mereka turun ke jalan dan berdemonstrasi.

Kini, UU Cipta Kerja hampir kecil kemungkinan bagi DPR untuk mengubahnya lagi, sementara Presiden tidak melihat adanya urgensi untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) untuk mengatasi keresahan masyarakat tentang UU tersebut. Satu-satunya jalan kini yang dapat diambil masyarakat atas keresahan mereka adalah dengan mengajukan permohonan pengujian ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Walaupun demikian, masyarakat yang terlalu fokus soal permasalahan yang terdapat pada UU Cipta Kerja rupanya telah membuat mereka terdistraksi dari salah satu UU yang dapat mengancam demokrasi konstitusional di Indonesia. Wujud ancaman tersebut ada pada Revisi UU MK.

UU tersebut bermasalah tidak hanya secara formil atau dalam pembentukannya saja, tapi juga dalam materialnya atau dalam substansi yang dimuatnya. Menurut Siaran Pers Koalisi Save Mahkamah Konstitusi tahun 2020, UU itu dibentuk secara terburu-buru, tanpa mempertimbangkan urgensi di masa pandemi yang menunjukan tidak adanya 'sense of crisis', tidak ada urgensi yang jelas untuk mengubah ketentuan-ketentuan di dalamnya, serta bertentangan dengan asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang diatur dalam UU Nomor 12 Tahun 2011. Asas-asas yang tidak diindahkan adalah transparansi (Pasal 88) dan partisipasi publik (Pasal 96).


Isu tentang bagaimana Undang-Undang Cipta Kerja yang baru saja diundangkan oleh DPR menjadi permasalahan yang hangat dibincangkan beberapa kalangan masyarakat. Beberapa dari mereka pun turut menyampaikan aspirasi mereka yang dirasa tidak tersampaikan kepada wakil rakyat mereka, sehingga mereka turun ke jalan dan berdemonstrasi.

Kini, UU Cipta Kerja hampir kecil kemungkinan bagi DPR untuk mengubahnya lagi, sementara Presiden tidak melihat adanya urgensi untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) untuk mengatasi keresahan masyarakat tentang UU tersebut. Satu-satunya jalan kini yang dapat diambil masyarakat atas keresahan mereka adalah dengan mengajukan permohonan pengujian ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Walaupun demikian, masyarakat yang terlalu fokus soal permasalahan yang terdapat pada UU Cipta Kerja rupanya telah membuat mereka terdistraksi dari salah satu UU yang dapat mengancam demokrasi konstitusional di Indonesia. Wujud ancaman tersebut ada pada Revisi UU MK.

UU tersebut bermasalah tidak hanya secara formil atau dalam pembentukannya saja, tapi juga dalam materialnya atau dalam substansi yang dimuatnya. Menurut Siaran Pers Koalisi Save Mahkamah Konstitusi tahun 2020, UU itu dibentuk secara terburu-buru, tanpa mempertimbangkan urgensi di masa pandemi yang menunjukan tidak adanya 'sense of crisis', tidak ada urgensi yang jelas untuk mengubah ketentuan-ketentuan di dalamnya, serta bertentangan dengan asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang diatur dalam UU Nomor 12 Tahun 2011. Asas-asas yang tidak diindahkan adalah transparansi (Pasal 88) dan partisipasi publik (Pasal 96).

Minimnya transparansi dan partisipasi publik yang menjadi unsur penting dalam demokrasi, tidak dihiraukan oleh DPR dalam proses pembentukan UU tersebut. Hal ini juga menurut peneliti KoDe Inisiatif, Violla Reininda, adalah inkonstitusional karena tidak mematuhi Pasal 1 ayat (2) dan (3) Undang-Undang Dasar 1945 yang mengatur bahwa kedaulatan ada di tangan rakyat dan patuh terhadap norma hukum karena Indonesia adalah negara hukum.

Secara substansi menunjukan adanya usaha transaksi politik dengan para hakim konstitusi yang sedang menjabat saat ini, atau sebagai 'kado' bagi mereka, dengan harapan putusan-putusan yang dilahirkan nanti akan memihak DPR dan Pemerintah akibat transaksi tersebut. Perubahan yang dilakukan adalah dalam ketentuan jabatan hakim konstitusi, yang memuat adanya perubahan dalam usia minimal seseorang dapat menjadi hakim konstitusi. Awalnya, pada UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, usia minimal yang diatur dalam Pasal 16 ayat 1 huruf c adalah 40 tahun, sedangkan pada perubahan terbarunya usia minimal dinaikan menjadi 60 tahun.

Jika hakim yang saat ini sedang menjabat telah menginjak usia 60 tahun ke atas, maka dia dapat diperpanjang masa jabatannya. Hal ini membuat adanya hakim yang menjabat saat ini dapat tetap melanggengkan posisi mereka di MK, namun dengan usia mereka yang lebih tua dikhawatirkan akan berpengaruh kepada kualitas putusan dan pendapat hakim yang dikeluarkan nanti.

Ancaman selanjutnya ada pada ketentuan pada Pasal 59. Pada Pasal 59 di UU No. 8 Tahun 2011 sebagai perubahan pertama terhadap UU MK, bahwa selain putusan MK terhadap suatu perkara pengujian UU terhadap UUD disampaikan pada DPR, Presiden, dan Mahkamah Agung (MA) sebagaimana ketentuan pada ayat (1), baik DPR maupun Presiden harus segera menindaklanjuti putusan tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam ayat (2). Pada revisi UU MK terbaru, ketentuan pada ayat (2) dihapus, sehingga tidak lagi ada norma yang menimbulkan kewajiban bagi DPR dan Presiden untuk menindaklanjuti putusan MK, sehingga kekuatan putusan 'disunat' dan mengancam proses 'checks and balances'.

Apa implikasinya? Tidak ditindaklanjutinya suatu putusan, maka pembuat UU telah mengabaikan konstitusi. Bagaimana tidak? UU dapat saja berisi hal yang secara formil bertentangan dengan amanat konstitusi dan telah melanggar hak konstitusional warga negara, sehingga MK memutuskan untuk membatalkan suatu UU yang dimohonkan untuk diuji. Jika tidak ada tindak lanjut, maka negara telah mengabaikan konstitusi yang harusnya menjadi pedoman dalam menjalankan kekuasaan mereka berdasarkan konsep negara hukum.

Perubahan-perubahan tersebut menunjukan bahwa ada usaha dari DPR dan Pemerintah untuk melakukan 'court-packing' terhadap MK. MK dilemahkan secara kelembagaan melalui UU itu sehingga merusak demokrasi, karena akan mengurangi kekuatan putusan mereka untuk memengaruhi politik hukum Indonesia, sehingga mengurangi efektifitas checks and balances antara cabang-cabang kekuasaan. Padahal, MK menjadi pionir dalam menjaga demokrasi konstitusional di Indonesia pasca Reformasi, menjaga cabang-cabang kekuasaan negara agar tetap pada jalur konstitusional, dan tidak terpengaruh oleh kubu politik manapun.

Selain itu, perubahan ini juga dianggap tidak mendukung perlindungan hak-hak warga negara secara progresif. Tidak dibahasnya mengenai kewenangan MK untuk menerima dan menyelesaikan perkara pengaduan konstitusional (constitutional complaint), constitutional question, dan memberikan kewenangan penuh menguji peraturan perundangan dalam satu atap di MK menjadi bukti bahwa kekuatan-kekuatan politik dalam DPR dan Pemerintah tidak menginginkan MK memiliki pengaruh kuat untuk meredam mereka, sehingga berpotensi besar untuk mengancam demokrasi yang telah dicita-citakan sejak Indonesia lepas dari belenggu Orde Baru yang otoriter.

Cara yang dapat digunakan untuk mencegah terjadinya kerusakan pada demokrasi Indonesia yang disebabkan oleh revisi UU MK adalah mengajukan permohonan pengujian revisi UU MK itu sendiri ke MK. Bukti-bukti bahwa revisi UU MK dapat merusak khittah MK sebagai pengawal konstitusi sudah terlihat jelas dan dapat menjadi argumen kuat untuk membatalkan revisi itu karena inkonstitusional.

Praktik untuk MK menguji UU yang membentuk mereka sendiri sudah lazim dilakukan dalam beberapa perkara yang pernah dimohonkan dan diputus. Salah satunya dalam Perkara Nomor 066/PUU-II/2004 yang menyatakan Pasal 50 UU MK yang mengatur bahwa UU yang dapat diujikan adalah UU yang diundangkan setelah amandemen UUD 1945 tidak mengikat secara hukum. Sehingga dengan pengalaman tersebut, MK berwenang untuk menguji UU yang membentuk kelembagaan mereka.

Agar kekuatan untuk menolak revisi itu semakin besar sehingga putusan MK dapat memuaskan masyarakat dan lebih menjaga demokrasi, menurut Stefanus Hendrianto dorongan dari masyarakat dalam mengawasi dan memberikan dukungan untuk memutus suatu perkara pengujian akan sangat berpengaruh pada kualitas putusannya nanti. Dorongan dari kalangan ahli hukum dan aktivis demokrasi serta masyarakat luas dapat memengaruhi hasil dari putusan nanti yang akan memihak kehendak mereka. Meski menurutnya strategi untuk menggaet suara masyarakat oleh MK dinilai politis, namun hal itu akan sangat memengaruhi hasil akhir perkara nanti.

Masyarakat harus sadar bahaya yang akan muncul ketika revisi UU MK nanti telah berjalan selama beberapa saat setelah diundangkan, apalagi dengan munculnya rencana masyarakat dari berbagai kalangan untuk memohonkan pengujian UU Cipta Kerja. Ada langkah yang sebelumnya wajib dilakukan untuk dapat menyelamatkan demokrasi kita, yakni untuk menyelamatkan MK dari campur tangan politik, agar putusan yang dikeluarkan memihak pada masyarakat.

 

 Analisis Soal 

  1. Hal positif apa yang anda dapatkan setelah membaca artikel tersebut dan hal apa yang harus dibenahi dalam konsep berbangsa dan bernegara sesuai dengan artikel tersebut!
  2. Apa sebenarnya hakikat dari konstitusi itu dan apa pentingnya konstitusi bagi suatu negara, seperti halnya Indonesia dengan adanya UUD NRI 1945?
  3. Sebutkan contoh perilaku pejabat negara yang tidak konstitusional! Layakkah mendapat hukuman yang maksimal atau di beri kesempatan untuk memperbaiki kehidupannya?


In reply to siti nuraini

Re: PRETEST

by Jesiyanti 2206061014 -
nama : jesiyanti
npm : 2206061014

Bicara tentang konstitusi, berarti bicara tentang 2 hal pengertian dari kosntitusi. Apa sih sebenarnya pengertian dari konstitusi itu? Pertama dalam arti luas "konstitusi" digunakan untuk menggambarkan keseluruhan sistem pemerintahan suatu negara, kumpulan aturan yang membentuk dan mengatur pemerintahan.
Kostitusi sebuah negara merupakan kulminasi dari shared value yang diyakini bersama sebuah bangsa untuk mengorganisir negara sesuai dengan kondisi sosial dan politik yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Konstitusi di sebuah negara tidak dibangun di ruang hampa, tetapi lahir dari kondisi sosial dan politik masyarakat yang menyelimutinya kemudian menjadi 1 Mochtar Kusumaatmadja dan Arief Sidharta, Pengantar Ilmu Hukum, Alumni, bandung, 2000, halaman. 10 kesepakatan bersama yang dituangkan dalam konstitusi.
Sebenarnya perubahan konstitusi sebuah negara bukanlah sebuah hal yang tabu dilakukan. Dalam perkembangannya konstitusi di Indonesia mengalami bebrapa perubahan. Ada beberapa perubahan konstitusi atau undang undang dasar yang pernah berlaku di Indonesia.

Konstitusi pertama, periode 18 agustus 1945-27 desember 1949. Disahkan pada 18 agustus 1945 oleh panitia persiapan kemerdekaan Indonesia (PPKI), ketuanya, Ir. Soekarno, wakilnya Dr. M.Hatta. Nashkah UUD disiapkan BPUPKI utk persiapan kemerdekaan Indonesia. UUD yg disahkan PPKI dianggap sah karena merupakan hasil dari revolusi bangsa Indonesia utk merdeka dari penjajah.

konstitusi kedua: Merupakan UUD RIS 27 desember 1949 sampai dengan 17 agustus 1950.Konstitusi dihasilkan dari keinginan belanda utk berkuasa kembali di Indonesia melalui agresi militer I (1947) dan II (1948). Konstitusi ini disetujui 14 desember 1949. Sejak 1950 tersusunlah naskah UUD RIS. Dengan berdirinya RIS maka RI tetap ada dan menjadi salah satu negara bagian dari RIS sama seperti Negara Indonesia Timur, negara pasundan, negara sumatera timur, negara jawa timur, dsb. UUD 1945 hanya berlaku dalam wilayah RI saja, diluar itu berlaku konstitusi RIS. Konstitusi RIS hanya bersifat sementara.

Konstitusi ketiga : UUDS 1950. dibentuk utk menyatukan kembali bentuk negara kesatuan republik Indonesia karena RIS tidak bertahan lama.Naskah UUDS disahkan oleh BP KNP, DPR dan senat RIS pd 14 agustus 1950 dan mulai berlaku 27 agustus 1950. UUD 1950 merupakan perubahan atas UUD RIS melalui Psl 190, psl 127 (a) dan Pasal 191 mengatur tentang prosedur perubahan UUD RIS.

Konstitusi keempat : kembali ke UUD 1945 ( 5 juli 1959-19 oktober 1999).Situasi politik pasca pemilu 1955 utk memilih anggota konstituante tidak kondusif karena konstituante tidak dapat bersidang sebagamana mestinya Konstituante tidak berhasil merumuskan UUD yang tetap utk menggantikan UUDS 1950.Presiden Soekarno mengambil kebijakan mengeluarkan Dekrit Presiden melalui Kepres pada tanggal 5 juli 1959. Dekrit presiden tersebut dapat diterima dan konstitusional sebagai keadaan keadaan yang bersifat staatsnoodrecht (hukum tata negara darurat).

rujukan : https://www.kompasiana.com/haura117/6387457848feef36323171f2/perubahan-konstitusi-dan-konstitusi-di-indonesia
In reply to siti nuraini

Re: PRETEST

by hottua simarmata 2206061005 -
1. Sikap positif terhadap Pancasila dapat diwujudkan dengan tidak melakukan pola hidup yang berlebihan, menjunjung perdamaian, menghindari kekerasan, bersikap terbuka, dan menghindari sikap kedaerahan yang berlebihan.
2. Konstitusi itu pada hakikatnya merupakan hukum dasar yang tertinggi dan menjadi dasar berlakunya peraturan perundang-undangan lainnya yang lebih rendah, para penyusun atau perumus Undang-Undang Dasar selalu menganggap perlu menentukan tata cara perubahan yang tidak mudah. Karena undang-undang adalah alat politik untuk mencapai tujuan negara,” kata Suhartoyo. Selain itu, ungkap Suhartoyo, konstitusi berfungsi sebagai perlindungan dan menjamin hak-hak konstitusional seluruh warga negara.
3. Melanggar apa yang menjadi isi Konstitusi atau melanggar aturan dan norma yang telah ditetapkan di dalam konstitusi. 2. Menyalahgunakan konstitusi untuk kepentingan pribadi atau kelompok, ataupun untuk memperkaya diri sendiri (korupsi).
4. Perubahan itu dilakukan karena Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Orde Lama dianggap kurang mencerminkan pelaksanaan Undang-Undang Dasar 1945 secara murni dan konsekuen. Salah satu keberhasilan yang dicapai oleh bangsa Indonesia pada masa reformasi adalah reformasi konstitusional (constitutional reform).
In reply to siti nuraini

Re: PRETEST

by Suci Erly Suryani 2206061008 -
NAMA : SUCI ERLY SURYANI
NPM : 2206061008
PRODI : ADMINISTRASI PERKANTORAN

1. Hal positif yang dapat saya simpulkan adalah kesadaran pentingnya menjaga konstitusi dan proses hukum yang adil dan transparan dalam menyelesaikan sengketa hukum terkait konstitusi.

Kita juga dapat mengetahui bagaimana cara mencegah terjadinya kerusakan pada demokrasi Indonesia yang disebabkan oleh revisi UU MK caranya adalah menyelematkan MK dari campur tangan politik agar putusan yang dikeluarkan memihak pada masyarakat.

Hal yang harus dibenahi adalah perlindungan terhadap independensi MK dan proses revisi UU yang tidak terburu-buru dan melibatkan partisipasi publik yang luas serta dilakukan secara terbuka dan transparan.

2. Hakikat dari konstitusi adalah dokumen hukum tertinggi yang mengatur kekuasaan negara, hak dan kewajiban warga negara, serta hubungan antara pemerintah dan rakyat. Konstitusi penting bagi suatu negara karena memberikan kerangka kerja dan aturan-aturan yang mengatur kehidupan negara dan rakyat, serta melindungi hak-hak dan kebebasan masyarakat dari penyalahgunaan kekuasaan pemerintah. UUD NRI 1945 sebagai konstitusi Indonesia menegaskan prinsip demokrasi, hak asasi manusia, dan pembangunan nasional yang berkelanjutan.

3. Contoh perilaku pejabat negara yang tidak konstitusional antara lain korupsi, penyalahgunaan kekuasaan, nepotisme, dan pelanggaran hak asasi manusia. Perilaku-peilaku tersebut merusak sistem demokrasi dan mengancam kestabilan negara. Pejabat negara yang terbukti melakukan perilaku tidak konstitusional seharusnya mendapat hukuman yang sesuai dengan hukum yang berlaku, termasuk hukuman maksimal dan berat jika perbuatannya merugikan negara dan masyarakat. Namun, jika mereka bersedia memperbaiki kesalahannya, maka kesempatan untuk memperbaiki kehidupannya dapat diberikan.

4. Indonesia mengalami beberapa kali perubahan konstitusi sepanjang sejarahnya. Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perubahan konstitusi, seperti kekuasaan politik, ideologi, situasi sosial-ekonomi, dan perubahan pandangan politik.

Beberapa perubahan konstitusi bertujuan untuk memperkuat kekuasaan pemerintah, sementara yang lain bertujuan untuk memperkuat hak asasi manusia dan demokrasi.

Sejak kemerdekaan Indonesia, telah terjadi empat kali perubahan konstitusi, yaitu:

Konstitusi RIS (27 Desember 1949 - 17 Agustus 1950), sebagai hasil penggabungan negara-negara bagian Indonesia yang telah merdeka secara terpisah.
Konstitusi UUDS (17 Agustus 1950 - 5 Juli 1959), sebagai konstitusi negara kesatuan setelah RIS bubar.
Konstitusi UUD 1945 (5 Juli 1959 - sekarang), sebagai konstitusi negara kesatuan dan konstitusi yang masih berlaku hingga saat ini.
Amandemen Konstitusi UUD 1945 (1999 - sekarang), terdiri dari empat paket amandemen yang mengubah beberapa ketentuan dalam UUD 1945.
In reply to siti nuraini

Re: PRETEST

by AULIYA AGUSTIN -
Nama : Auliya Agustin
Npm : 2206061007
MK : PPKN
JAWABAN PRETEST PERTEMUAN 5
1) Hal yang dapat saya simpulkan adalah Konstitusi harus dijadikan sebagai pegangan tertinggi sekalipun Presiden harus di bawah konstitusi. Konstitusi adalah kesepakatan tertinggi dan pegangan tertinggi untuk semua masyarakat.
Hal yang harus di benahi yaitu pemerintah harus ikut serta bertanggung jawab dalam
Dalam mengemban amanat untuk memberikan kesadaran berbangsa dan bernegara
Untuk masyarakatnya.

2) • Konstitusi itu pada hakikatnya merupakan hukum dasar yang tertinggi dan menjadi dasar berlakunya peraturan perundang-undangan lainnya yang lebih rendah, para penyusun atau perumus Undang-Undang Dasar selalu menganggap perlu menentukan tata cara perubahan yang tidak mudah.
• Penting, karena Konstitusi adalah pemberi pegangan sekaligus pedoman dalam menjalankan kekuasaan negara. Tanpa kosntitusi, sebuah negara tidak akan mencapai tujuan yang sesuai dengan harapan masyarakatnya. Tanpa konstitusi, tidak ada yang mengatur hak-hak asasi warga negaranya.

3) Contohnya pejabat yang melakukan tindak melanggar aturan hukum seperti kekerasan, pemaksaan maupun tindak korupsi.
Hal tersebut tertuang pada ketentuan pasal 335 ayat (1) butir 1 Kitab Undang-Undang Hukum pidana (KUHP) Juncto UU NO.73 Tahun 1958. Yang berbunyi “Diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun atau denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah: 1. barang siapa secara melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, dengan memakai kekerasan, sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan, atau dengan memakai ancaman kekerasan, sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan”.

4) diantaranya adalah UUD 1945, UUD RIS, UUDS 1950 dan kembali lagi ke UUD 1945 hingga mengalami perubahan sampai ke 4 (empat) kalinya dan berlaku hingga saat ini. Perubahan konstitusi di Indonesia disebabkan oleh faktor eksternal dan faktor internal serta dipengaruhi oleh kondisi politik hukum yang ada kemudian berdampak pula pada berubahnya sistem ketatanegaraan di Indoensia.
Periode :
• Periode 18 Agustus 1945 – 27 Desember 1949
(Penetapan Undang-Undang Dasar 1945)
Saat Republik Indonesia diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945, Republik yang baru ini belum mempunyai undang-undang dasar. Sehari kemudian pada tanggal 18 Agustus 1945 Rancangan Undang-Undang disahkan oleh PPKI sebagai Undang-Undang Dasar Republik Indonesia setelah mengalami beberapa proses.

• Periode 27 Desember 1949 – 17 Agustus 1950
(Penetapan konstitusi Republik Indonesia Serikat)
Perjalanan negara baru Republik Indonesia ternyata tidak luput dari rongrongan pihak Belanda yang menginginkan untuk kembali berkuasa di Indonesia. Akibatnya Belanda mencoba untuk mendirikan negara-negara seperti negara Sumatera Timur, negara Indonesia Timur, negara Jawa Timur, dan sebagainya. Sejalan dengan usaha Belanda tersebut maka terjadilah agresi Belanda 1 pada tahun 1947 dan agresi 2 pada tahun 1948. Dan ini mengakibatkan diadakannya KMB yang melahirkan negara Republik Indonesia Serikat. Sehingga UUD yang seharusnya berlaku untuk seluruh negara Indonesia itu, hanya berlaku untuk negara Republik Indonesia Serikat saja.
• Periode 17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959
(Penetapan Undang-Undang Dasar Sementara 1950)
Periode federal dari Undang-undang Dasar Republik Indonesia Serikat 1949 merupakan perubahan sementara, karena sesungguhnya bangsa Indonesia sejak 17 Agustus 1945 menghendaki sifat kesatuan, maka negara Republik Indonesia Serikat tidak bertahan lama karena terjadinya penggabungan dengan Republik Indonesia. Hal ini mengakibatkan wibawa dari pemerintah Republik Indonesia Serikat menjadi berkurang, akhirnya dicapailah kata sepakat untuk mendirikan kembali Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bagi negara kesatuan yang akan didirikan jelas perlu adanya suatu undang-undang dasar yang baru dan untuk itu dibentuklah suatu panitia bersama yang menyusun suatu rancangan undang-undang dasar yang kemudian disahkan pada tanggal 12 Agustus 1950 oleh badan pekerja komite nasional pusat dan oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan senat Republik Indonesia Serikat pada tanggal 14 Agustus 1950 dan berlakulah undang-undang dasar baru itu pada tanggal 17 Agustus 1950.
• Periode 5 Juli 1959 – sekarang
(Penetapan berlakunya kembali Undang-Undang Dasar 1945)
Dengan dekrit Presiden 5 Juli 1959 berlakulah kembali Undang-Undang Dasar 1945. Dan perubahan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Orde Lama pada masa 1959-1965 menjadi Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Orde Baru. Perubahan itu dilakukan karena Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Orde Lama dianggap kurang mencerminkan pelaksanaan Undang-Undang Dasar 1945 secara murni dan konsekuen.