Dampak program Transmigrasi

Secara umum pelaksanaan transmigrasi telah menunjukkan keberhasilan dalam berbagai pembangunan. Namun, di balik keberhasilan tersebut, berbagai stigma negatif melekat pada program transmigrasi. Terkait dengan stigma negatif ini, Siswono (2003) juga mengemukakan beberapa aspek yang menyebabkan terpuruknya citra program transmigrasi yang bermuara pada penolakan di berbagai daerah. Di antaranya adalah: (a) terlalu berpihaknya kepada etnis pendatang (transmigran) dalam pemberdayaan dan pembinaan masyarakat di unit pemukiman transmigrasi (UPT) dan kurang memperhatikan penduduk sekitar. Perbedaan ini, mengakibatkan perkembangan UPT relatif lebih cepat ketimbang desa-desa sekitarnya sehingga menimbulkan kecemburuan yang berdampak sangat rentan terhadap konflik; (b) sistem pemberdayaan dan pembinaan masyarakat transmigrasi dilaksanakan dengan pendekatan sentralistik, yang mengakibatkan budaya lokal nyaris tidak berkembang, sementara budaya pendatang lebih mendominasi; proses perencanaan kawasan permukiman transmigrasi kurang dikomunikasikan dengan masyarakat sekitar. Akibatnya, masyarakat sekitar permukiman transmigrasi tidak merasa terlibat, dan karenanya tidak ikut bertanggung jawab atas keberadaannya; (d) adanya pembangunan permukiman transmigrasi yang eksklusif sehingga dirasakan kurang adanya keterkaitan secara fungsional dengan lingkungan sekitarnya; (e) adanya pemukiman transmigrasi yang tidak layak huni, layak usaha dan layak berkembang dan justru menjadi desa tertinggal.