Weekly outline

  • Fonologi 2020/2021 Kelas A

    Assalamualaikum wr.wb. Selamat piang semuanya. Salam sejahtera buat kita semua. Tabik puun.

    Semoga kalian selalu sehat dalam lindungan Allah. Aamiin..

    Selamat berjumpa dengan saya, Dr.Sumarti, M.Hum., biasa dipanggil Bu Marti, pengampu mata kuliah Fonologi Bahasa Indonesia. Saya telah menjadi dosen di Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia sejak Maret 1994. Sarjana saya dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Magister Humaniora dari Universitas Padjadjaran (UNPAD) BKU Linguistik, dan Doktor Pendidikan saya dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Demikian sedikit perkenalan saya. Terima kasih.  Mengingat kita belum pernah berjumpa, saya tampilkan foto agar suatu saat ketik bertemu, kalian mengenali saya.

    Perkuliahan Fonologi pada semester ganji 2020/2021 ini dilakukan  secara daring. Hal ini disebabkan kita masih dalam kondisi pandemi covid 19. Materi perkuliahan akan saya share sebagai pemicu melalui vclass, sedangkan pertemuan diskusi kita gunakan vicon zoom dibantu dengan WA grup. Untuk memudahkan komunikasi, kita gunakan WAG.

    Harap sso kalian aktif dan tidak lupa sehingga bisa mengakses vclass. Jika belum punya, disilakan melapor pada UPT TIK. Baiklah, teman-teman, mari kita mulai pebelajaran Fonologi dengan melafazkan basmallahirrahmaanirrahiim.

  • Kontrak Perkuliahan

    A. Pendahuluan

    Assalamualaikum wr.wb., selamat siang, salam sejahtera buat kita semua. tabiik puun.

    Dalam pertemuan pertaa ini, mari kita pahami bersama kontrak perkuliahan mata kuliah Fonologi agar kalian bisa sukses lulus dengan nilai maksimal. Dalam kontrak perkuliahan, kalian akan memahami deskripsi mata kuliah,mabfaat, materi, strategi pembelajaran, referensi, penilaian, dan tata tertib perkuliahan.

    B. Petunjuk Belajar

    1. Baca dan pahami kontrak perkuliahan berikut.

    2. Silakan bertanya jika ada yang belum dipahami terkait penjelasan

        dalam kontrak perkuliahan

    3. Kerjakan prates yang telah disediakan secara individual

    4. Kumpulkan jawaban prates tersebut melalui vclass atau WAG

    C. Uraian Materi

    Sehubungan penyajian materi perkuliahan disajikan mulai minggu kedua, pada bagian ini akan disampaikan kontrak perkuliahan sebagai pedoman mengikuti perkuliahan. Kontrak perkuliahan terdiri atas deskripsi mata kuliah, manfaat mata kuliah, materi perkuliahan, strategi perkuliahan, kriteria penilaian, daftar referensi, dan tata tertib perkuliahan.

    Selain kontrak perkuliahan, disajikan juga topik materi perkuliahan selama 16 pertemuan, silakan kalian pahami dan siapkan bahan bacaan terkait materi tersebut. Baiklah, kontrak perkuliahan saya sampaikan dalam bentuk file seperti berikut ini.

  • Pengantar Materi Fonologi

    Assalamualaikum wr.wb., selamat pagi semuanya, salam sejahtera buat kita semua. Tabik pun. Semoga Anda semuanya dalam keadaan sehat dan berbahagia. Aamiin. Pada pertemuan kedua ini, saya akan mengantarkan konsep fonologi beserta ruang lingkup kajiannya agar kalian memperoleh gambaran secara umum sehingga mudah memehami penjelasan konsep secara khusus nantinya.

    Seperti biasa, LMS dalam vclass ini selalu diawali bagian pendahuluan, petunuk belajar, uraian materi, ringkasan materi, referensi, dan tugas atau perlatihan.

    Petunjuk Belajar

    Untuk mencapai tujuan pada pembelajaran perkuliahan Fonologi pertemuan kedua ini, Anda hendaknya mengikuti petunjuk belajar sebagai berikut.

    1. Identifikasi capaian pembelajaran pada pertemuan kedua ini

    2. Bacalah dengan cermat uraian materi beserta ringkasannya

    3. Kembangkan pemahaman Anda dengan membaca referensi yang

        diberikan.

    4. Kerjakan tugas perlatihan dengan sebaik-baiknya.

    A. Pendahuluan

    Secara representatif, konsep dan ruang lingkup fonologi dibahas pada pertemuan kedua ini. Untuk itu capaian perkuliahan hari ini ialah mahasiswa dapat memahami konsep fonologi beserta ruang lingkup kajiannya. Dengan capaian perkuliahan ini, mahasiswa diharapkan mencapai indikator pembelajaran sebagai berikut, mampu

    1) mengidentifikan batasan fonologi, fonemik, dan fonetik

    2) membedakan konsep bunyi, fonem, dan huruf;

    3) menjelaskan jenis-jenis fonetik;

    4) mengidentifikasi bagaimana bunyi bahasa terjadi;

    5) mengidentifikasi bunyi-bunyi bahasa Indonesia;

    6) menentukan kaitan kajian fonologi dan ejaan.

    B. Uraian Materi

    Bahasa sebagai fenomna yang memadukan bagian dunia makna dan bagian dunia bunyi mempunyai tiga subsistem, yaitu subsistem fonologis, subsistem gramatikal, dan subsistem leksikal. Ilmu tentang bunyi pada umumnya diuraikan dan diteliti di dalam fonologi. Subsistem fonologis mencakup segi-segi bunyi bahasa yang bersangkutan dengan artikulatoris, aspek auditif, maupun dengan aspek fungsinya dalam berkomunikasi.

    Fonologi yang memandang bunyi bahasa sebagai ujaran yang dikeluarkan alat ucap manusia disebut fonetik. Semntara itu, bunyi bahasa juga dikaji sebagai bagian dari struktur kata yang berfungsi pembeda makna disebut fonemik. Dengan demikian, fonologi memiliki dua kajian, yaitu fonetik dan fonemik.

    Fonetik dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu fonetik organis, fonetik akustik, dan fonetik auditoris (Verhaar, 1977:12; Marsono, 1999:2; Muslich, 2008: 8). Berikut uraian masing-masing jenis fonetik tersebut.

    1. Fonetik Organis (fonetik artikulatoris, fonetik fisiologis)

    Fisiologis adalah suatu bidang ilmu pengetahuan yang mengkaji tentang fungsi fisiologis manusia. Manusia yang normal mampu menghasilkan berbagai bunyi bahasa dengan menggerakkan atau memanfaatkan organ-organ tuturnya. Fonetik yang mempelajari bagaimana mekanisme alat-alat bicara yang ada dalam tubuh manusia menghasilkan bunyi bahasa. Bagaimana bunyi bahasa itu diucapkan dan dibuat serta bagaimana bunyi bahasa diklasifikasikan berdasarkan artikulasinya. Fonetik jenis ini banyak berkaitan dengan linguistik sehingga para linguis khususnya para ahli fonetik cenderung dimasukkan ke dalam linguistik.

     

    1. Fonetik Akustik

    Fonetik akustik mempelajari bunyi bahasa dari segi bunyi sebagaii  gejala fisis. Bunyi-bunyi diselidiki frekuensi getarannya, amplitudo, intensitas, dan timbrenya. Ilmu yang mempelajari hakikat bunyi dan mengklasifikasikan bunyi berdasarkan hakikat bunyi tersebut. Fonetik jenis ini banyak berkaitan dengan fisika dalam laboratorium fonetis, berguna untuk pembuatan telepon, perekaman, piringan hitam, dan sebagainya.

     

    1. Fonetik Auditoris

    Fonetik auditoris mempelajari bagaimana mekanisme telinga menerima bunyi bahasa sebagai getaran udara.  Bidang fonetik jenis ini cenderung dimasukkan ke dalam neurologi ilmu kedokteran.  Dengan kata lain, kajian fonetik auditoris meneliti bagaimana seorang pendengar menanggapi bunyi-bunyi yang perlu diproses sebagai bunyi-bunyi bahasa bermakna, dan apakah ciri bunyi-bunyi bahasa yang dianggap penting oleh pendengar dalam usahanya untuk membeda-bedakan setiap bunyi bahasa yang didengar.

    Proses terjadinya bunyi bahasa dapat diuraikan secara ringkas sebagai berikut.anusia Sumber  energi utama dalam hal terjadinya bunyi bahasa ialah adanya udara dari paru-paru. Udara dihisap ke dalam paru-paru dan dihembukan keluar bersama-sama waktu sedang bernapas. Udara yang dihembuskan (atau dihisap untuk sebagian kecil bunyi bahasa) itu kemudian mendapatkan hambatan di berbagai tempat alat bicara dengan berbagai cara sehingga terjadilah bunyi-bunyi bahasa.Tempat atau alat bicara yang dilewati di antaranya batang tenggorok, pangkal tenggorok, kerongkongan, rongga mulut, rongga hidung, atau rongga hidungbersama alat yang lain.

    Pada waktu udara mengalir keluar pita suara dalam keadaan terbuka. Jika udara tidak mengalami hambatan pada alat bicara maka bunyi bahasa tidak akan terjadi, seperti dalam keadaan bernapas.  Syata proses terjadinya bunyi bahasa secara garis besar dapat dibagi empat, yaitu proses mengalirnya udara, proses fonasi, proses artikulasi, dan proses oro-nasal. Bagan terjadinya bunyi dapat Anda lihat dalam Marsono (1999:5). Dengan memahami bagan terjadinya bunyi bahasa tersebut, Anda akan dapat melafalkan setiap bunyi bahasa indonesia seuai dengan cara artikulasi dan daerah artikulasi dengan benar.

    Selanjutnya, untuk mengetahui klasifikasi bunyi bahasa Indonesia, silakan Anda unduh kemudian membaca file ppt yg saya unggah berikut.

    C. Ringkasan

    Fonologi adalah bidang linguistik atau ilmu bahasa yang mengkaji bunyi-bunyi bahasa. Ada dua aspek kajian fonologi, yaitu fonetik dan fonemik. Fonetik mengkaji bunyi bahasa yang keluar dari alat ucap manusia, sedangkan fonemik mengkaji bunyi bahasa dalam struktur kata sebagai pembeda makna. Dengan demikian, fonetik tidak bersifat fungsional, sedangkan fonemik bersifat fungsional.

    Bunyi bahasa Indonesia diklasifikasi atas  vokal, diftong, konsonan, semivokal, dan kluster. Bunyi vokal terjadi pada saat udara keluar tidak mendapat hambatan atau tidak ada proses artikulasi, sedangkan konsonan terjadi ketika udara keluar dari paru-paru mendapat hambatan di dalam rongga mulut atau hidung. 

    D. Daftar Referensi

    1. Alwi, Hasan. 2003. Tata  Bahasa  Baku  Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustakan
    2. Chaer, Abdul. 2009. Fonologi Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta
    3. Marsono. 1999. Fonetik. Yogyakarta: Gadjah Mada Press
    4. Muslich, Masnur. 2008.Fonologi.  Jakarta: Bumi Aksara
    5. Verhaar. 2004. Asas-Asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada Press

    E. Tugas

    1. Silakan kalian membentuk kelompok dengan anggota 3 orang.

    2. Buat makalah sesuai dengan topik yang telah dtentukan.

    3. Presentasikan makalah yang sudah dibuat secara kelompok, mulai

       pertemuan minggu depan (minggu ketiga).  

  • Ruang Lingkup Kajian Fonologi

    Assalamualaikum wr.wb., selamat pagi semuanya, salam sejahtera buat kita semua. Tabik pun. Semoga Anda semuanya dalam keadaan sehat dan berbahagia. Aamiin. Pada pertemuan ketiga ini, kita akan menyimak presentasi kelompok 1 yang membahas ruang lingkup kajian fonologi

    Seperti biasa, LMS dalam vclass ini selalu diawali bagian pendahuluan, petunuk belajar, uraian materi, ringkasan materi, referensi, dan tugas atau perlatihan.

    A. Pendahuluan

    Fonoogi merupakan salah satu tataran linguistik. Cakupan besar kajian fonologi meliputi fonetik dan fonemik. Di dalam uraian materi berikut akan dipaparkan kajian tersebut secara umum sebagai rujukan kelompok satu dalam membuat makalah dan mempresentasikannya. Agar Anda dapat mencapai tujuan perkuliahan dalam pertemuan ketiga ini, perlu diketahui capaian pembelajaran berikut ini. Setelah mengkaji ruang lingkup kajian fonologi, mahasiswa diharapkan mampu memahami konsep dan teori yang menjadi cakupan fonologi. Adapun indikator capaian pembelajaran ini ialah mahasiswa mampu (1) mengidentifikasi jenis fonetik dan pembahasannya, (2) mampu membedakan fonetik dan fonemik, dan (3) mengidentifikasi istilah-istilah atau konsep dalam kajian fonologi.

    Petunjuk Belajar

    Untuk mencapai tujuan pada pembelajaran perkuliahan Fonologi pertemuan ketiga ini, Anda hendaknya mengikuti petunjuk belajar sebagai berikut.

    1. Identifikasi capaian pembelajaran pada pertemuan ketiga ini

    2. Bacalah dengan cermat uraian materi beserta ringkasannya

    3. Simaklah uraian materi yang dipresentasikan kelompok 1.

    4. Diskusikan apa yang sulit dipahami dalam diskusi kelas yang

        dipinpin oleh seorang moderator dari kelompok 2.

    4. Kerjakan tugas perlatihan dengan sebaik-baiknya.

    B. Uraian Materi

    Fonologi adalah bidang linguistik atau ilmu bahasa yang mengkaji bunyi-bunyi bahasa. Ada dua aspek kajian fonologi, yaitu fonetik dan fonemik. Fonetik mengkaji bunyi bahasa yang keluar dari alat ucap manusia, sedangkan fonemik mengkaji bunyi bahasa dalam struktur kata sebagai pembeda makna. 

    Fonetik dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu fonetik organis, fonetik akustik, dan fonetik auditoris (Verhaar, 1977:12; Marsono, 1999:2; Muslich, 2008: 8). Berikut uraian masing-masing jenis fonetik tersebut.

    1. Fonetik Organis (fonetik artikulatoris, fonetik fisiologis)

    Fisiologis adalah suatu bidang ilmu pengetahuan yang mengkaji tentang fungsi fisiologis manusia. Manusia yang normal mampu menghasilkan berbagai bunyi bahasa dengan menggerakkan atau memanfaatkan organ-organ tuturnya. Fonetik yang mempelajari bagaimana mekanisme alat-alat bicara yang ada dalam tubuh manusia menghasilkan bunyi bahasa. Bagaimana bunyi bahasa itu diucapkan dan dibuat serta bagaimana bunyi bahasa diklasifikasikan berdasarkan artikulasinya. Fonetik jenis ini banyak berkaitan dengan linguistik sehingga para linguis khususnya para ahli fonetik cenderung dimasukkan ke dalam linguistik.

     2. Fonetik Akustik

    Fonetik akustik mempelajari bunyi bahasa dari segi bunyi sebagaii  gejala fisis. Bunyi-bunyi diselidiki frekuensi getarannya, amplitudo, intensitas, dan timbrenya. Ilmu yang mempelajari hakikat bunyi dan mengklasifikasikan bunyi berdasarkan hakikat bunyi tersebut. Fonetik jenis ini banyak berkaitan dengan fisika dalam laboratorium fonetis, berguna untuk pembuatan telepon, perekaman, piringan hitam, dan sebagainya.

    1. Fonetik Auditoris

    Fonetik auditoris mempelajari bagaimana mekanisme telinga menerima bunyi bahasa sebagai getaran udara.  Bidang fonetik jenis ini cenderung dimasukkan ke dalam neurologi ilmu kedokteran.  Dengan kata lain, kajian fonetik auditoris meneliti bagaimana seorang pendengar menanggapi bunyi-bunyi yang perlu diproses sebagai bunyi-bunyi bahasa bermakna, dan apakah ciri bunyi-bunyi bahasa yang dianggap penting oleh pendengar dalam usahanya untuk membeda-bedakan setiap bunyi bahasa yang didengar.

    Terjadinya Bunyi Bahasa

    Sumber  energi utama dalam hal terjadinya bunyi bahasa ialah adanya udara dari paru-paru. Udara dihisap ke dalam paru-paru dan dihembukan keluar bersama-sama waktu sedang bernapas. Udara yang dihembuskan (atau dihisap untuk sebagian kecil bunyi bahasa) itu kemudian mendapatkan hambatan di berbagai tempat alat bicara dengan berbagai cara sehingga terjadilah bunyi-bunyi bahasa.Tempat atau alat bicara yang dilewati di antaranya batang tenggorok, pangkal tenggorok, kerongkongan, rongga mulut, rongga hidung, atau rongga hidungbersama alat yang lain.

    Pada waktu udara mengalir keluar pita suara dalam keadaan terbuka. Jika udara tidak mengalami hambatan pada alat bicara maka bunyi bahasa tidak akan terjadi, seperti dalam keadaan bernapas.  Syata proses terjadinya bunyi bahasa secara garis besar dapat dibagi empat, yaitu proses mengalirnya udara, proses fonasi, proses artikulasi, dan proses oro-nasal. Bagan terjadinya bunyi dapat Anda lihat dalam Marsono (1999:5). Dengan memahami bagan terjadinya bunyi bahasa tersebut, Anda akan dapat melafalkan setiap bunyi bahasa indonesia seuai dengan cara artikulasi dan daerah artikulasi dengan benar.

    Untuk mengkaji fonemik, Anda harus memahami premis fonem sebagai berikut.

    1.Bunyi bahasa cenderung dipengaruhi oleh lingkungannya. Contoh kaidah morfofonemik
    2.Bunyi bahasa cenderung bersifat simetris. Contoh bunyi yang homorgan
    3.Bunyi bahasa cenderung berfluktuasi. Contoh: sekadar-sekedar; semakin-semangkin
    4.Bunyi yang sama secara fonetis digolongkan tidak berkontras (tidak membedakan makna) apabila berdistribusi komplementer dan/atau bervariasi bebas. Contoh [k] dan [?] menempati posisi yang saling melengkapi [k] di awal [?] di akhir; bunyi  [x] dan [k] pada kata akir dan akhir
    5.Bunyi yang sama secara fonetis digolongkan ke dalam fonem yang berbeda apabila berkontras dalam lingkungan yang sama/mirip. Contoh dalam pasangan minimal: jari dan cari; tari dan dari,
    Selanjutnya untuk istilah-istilah yang digunakan dalam kajian fonologi, Anda harus membaca Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, bab tentang tata bunyi. Istilah-istilah tersebut di antaranya artikulator, cara artikulasi, titik/daerah artikulasi, ovula, langit-langit keras, bersuara, tak bersuara, nasal, oral, vokal, konsonan, diftong, kluster, digraf, grafem, fonem, deret vokal, deret konsonan, bunyi segmental, bunyi suprasegmental, asimilasi, sinkop, apokop, afaresis, epentesis, paragog, metatesis, homorgan, bilabial, palatal, velar, frikatif,hamzah, glottal stop, aspiran, geser, dan sebagainya.   
    D. Ringkasan

    Fonologi adalah bidang linguistik atau ilmu bahasa yang mengkaji bunyi-bunyi bahasa. Ada dua aspek kajian fonologi, yaitu fonetik dan fonemik. Fonetik mengkaji bunyi bahasa yang keluar dari alat ucap manusia, sedangkan fonemik mengkaji bunyi bahasa dalam struktur kata sebagai pembeda makna. Fonetik dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu fonetik organis, fonetik akustik, dan fonetik auditoris

    Kajian fonemis dapat dilihat dari lima premis, yaitu 1).bunyi bahasa cenderung dipengaruhi oleh lingkungannya; 2) bunyi bahasa cenderung bersifat simetris;3) bunyi bahasa cenderung berfluktuasi; 4) bunyi yang sama secara fonetis digolongkan tidak berkontras (tidak membedakan makna) apabila berdistribusi komplementer dan/atau bervariasi bebas; dan 5) bunyi yang sama secara fonetis digolongkan ke dalam fonem yang berbeda apabila berkontras dalam lingkungan yang sama/mirip. 

    E. Tugas Perlatihan

    Kerjakan tugas berikut dalam kelompok masing-masing. Jawaban dikirim ke kolon tugas yang saya setting di bawah ini.

    1.  Cerilah sebanyak mungkin istilah dan konsep beserta

         penjelasannya dalam kajian fonologi.

    2.  Buatlah contoh tiga penjelasan yang membedakan fonetik dan

         fonemik dalam bahasa Indonesia..

  • Proses Keluarnya Bunyi Bahasa

    A. Pendahuluan

    Assalamualaikum wr.wb., selamat pagi semuanya, salam sejahtera buat kita semua. Tabik pun. Semoga Anda semuanya dalam keadaan sehat dan berbahagia. Aamiin. Pada pertemuan keempat ini, kita akan menyimak presentasi kelompok 2 yang membahas proses keluarnya bunyi bahasa. Bahasan ini mencakup tiga hal, yakni alat ucap manusia, bagaimana terjadinya bunyi bahasa, dan premis bunyi bahasa. Oleh karena itu, capaian pembelajaran pada pertemuan keempat ini ialah mahasiswa mampu mengidentifikasi proses terjadinya bunyi bahasa dan premis bunyi bahasa secara benar.

    Seperti biasa, LMS dalam vclass ini selalu diawali bagian petunuk belajar, pendahuluan, uraian materi, ringkasan materi, referensi, dan tugas atau perlatihan. .

    B. Petunjuk Belajar

    Untuk mencapai tujuan pada pembelajaran perkuliahan Fonologi pertemuan keempat ini, Anda hendaknya mengikuti petunjuk belajar sebagai berikut.

    1. Identifikasi capaian pembelajaran pada pertemuan keempat ini

    2. Bacalah dengan cermat uraian materi beserta ringkasannya

    3. Simaklah uraian materi yang dipresentasikan kelompok 2

    4. Diskusikan apa yang sulit dipahami dalam diskusi kelas yang

        dipinpin oleh seorang moderator dari kelompok 3.

    4. Kerjakan tugas perlatihan dengan sebaik-baiknya.

    C. Uraian Materi

    Alat Ucap

    Bagian tubuh yang ikut menentukan baik langsung maupun tidak langsung dalam proses terjadinya bunyi  ialah alat-alat bicara, seperti yang tertulis di bawah ini.

    1. paru-paru (lungs)
    2. batang tenggorok (trachea)
    3. pangkal tenggorok (larynx)
    4. pita-pita suara (vocal cords)
    5. krikoid (cricoid)
    6. tiroid (thyroid) atau lekum
    7. aritenoid (arythenoids)
    8. dinding rongga kerongkongan (wall of pharynx)
    9. epiglotis (epiglottis)
    10. akar lidah (root of the tongue)
    11. punggung lidah, lidah belakang, pangkal lidah (hump, back of tongue, dorsum)
    12. tengah lidah (middle of the tongue, medium)
    13. daun lidah (blade of the tongue, lamina)
    14. ujung lidah (tip of the tongue, apex)
    15. anak tekak (uvula)
    16. langit-langit lunak (soft palate, velum)
    17. langit-langit keras (hard palate, palatum)
    18. gusi dalam, gusi belakang, ceruk gigi, lengkung kaki gigi (alveola, alveolum)
    19. gigi atas (upper teeth, denta)
    20. gigi bawah (lower teeth, denta)
    21. bibir atas (upper lib, labia)
    22.  bibir bawah (lower lip, labia)
    23. mulut (mouth)
    24. rongga mulut (oral cavity, mouth cavity)
    25. rongga hidung (nose cavity, nasal cavity)

    Terjadinya Bunyi Bahasa

    Sumber  energi utama dalam hal terjadinya bunyi bahasa ialah adanya udara dari paru-paru. Udara dihisap ke dalam paru-paru dan dihembukan keluar bersama-sama waktu sedang bernapas. Udara yang dihembuskan (atau dihisap untuk sebagian kecil bunyi bahasa) itu kemudian mendapatkan hambatan di berbagai tempat alat bicara dengan berbagai cara sehingga terjadilah bunyi-bunyi bahasa.Tempat atau alat bicara yang dilewati di antaranya batang tenggorok, pangkal tenggorok, kerongkongan, rongga mulut, rongga hidung, atau rongga hidungbersama alat yang lain.

    Pada waktu udara mengalir keluar pita suara dalam keadaan terbuka. Jika udara tidak mengalami hambatan pada alat bicara maka bunyi bahasa tidak akan terjadi, seperti dalam keadaan bernapas.  Syata proses terjadinya bunyi bahasa secara garis besar dapat dibagi empat, yaitu proses mengalirnya udara, proses fonasi, proses artikulasi, dan proses oro-nasal. Bagan terjadinya bunyi dapat Anda lihat dalam Marsono (1999:5). Dengan memahami bagan terjadinya bunyi bahasa tersebut, Anda akan dapat melafalkan setiap bunyi bahasa Indonesia seuai dengan cara artikulasi dan daerah artikulasi dengan benar.

    Premis Bunyi Bahasa

    1.Bunyi bahasa cenderung dipengaruhi oleh lingkungannya. Contoh
       kaidah morfofonemik
    2.Bunyi bahasa cenderung bersifat simetris. Contoh bunyi yang 
       homorgan
    3.Bunyi bahasa cenderung berfluktuasi. Contoh: sekadar-sekedar;
       semakin-semangkin
    4.Bunyi yang sama secara fonetis digolongkan tidak berkontras (tidak 
       membedakan makna) apabila berdistribusi komplementer dan/atau     bervariasi bebas. Contoh [k] dan [?] menempati posisi yang saling       melengkapi [k] di awal [?] di akhir; bunyi  [x] dan [k] pada kata akir       dan akhir
    5.Bunyi yang sama secara fonetis digolongkan ke dalam fonem yang
        berbeda apabila berkontras dalam lingkungan yang sama/mirip.
        Contoh dalam pasangan minimal: jari dan cari; tari dan dari,
    D. Ringkasan

    Bunyi terjadi karena adanya  sumber energi utama yakni udara yang keluar dari paru-paru. Ada empat proses terjadinya bunyi bahasa, yaitu proses mengalirnya udara, proses artikuasi, proses  fonasi, dan proses oro-nasal.  Hambatan udara pada alat-alat bicara manusia menentukan bunyi bahasa yang dihasilkan. Ada dua puluh lima alat-alat bicara yang menghasilkan bunyi bahasa. Secara fonetis, bunyi bahasa dapat dilihat dari lima premis.

    E. Tugas Perlatihan

    Kerjakan tugas berikut dalam kelompok masing-masing. Jawaban dikirim ke kolon tugas yang saya setting di bawah ini.

    1. Jelaskan proses terjadinya bunyi bahasa yang meliputi empat

         proses, yakni proses mengalirnya udara, proses fonasi, proses

         artikulasi, dan proses oro-nasal.

    2. Tentukan artikulator aktif dalam rincian alat ucap.

  • Bunyi Vokal, Deret Vokal, dan Diftong

    A. Pendahuluan

    Assalamualaikum wr.wb. Selamat pagi semuanya. Salam sejahtera buat kita semua. Semoga kita selalu sehat dalam lindungan Allah swt. Aamiin  Pada pertemuan kelima ini, saya akan mengantarkan materi bunyi vokal, deret vokal, dan diftong bahasa Indonesia. agar kalian memperoleh gambaran secara umum sehingga mudah memehami penjelasan konsep secara khusus nantinya. Adapun capaian pembelajaran pertemuan kelima ini ialah mahasiswa diharapkan dapat mengidentifikasi bunyi vokal, deret vokal, dan diftong bahasa Indonesia dengan benar.

    Seperti biasa, LMS dalam vclass ini selalu diawali bagian pendahuluan, petujnuk belajar, uraian materi, ringkasan materi, referensi, dan tugas atau perlatihan.

    Petunjuk Belajar

    Untuk mencapai tujuan pada pembelajaran pertemuan kelima ini, Anda hendaknya mengikuti petunjuk belajar sebagai berikut.

    1. Identifikasi capaian pembelajaran pada pertemuan kelima ini

    2. Bacalah dengan cermat uraian materi beserta ringkasannya

    3. Kembangkan pemahaman Anda tentan bunyi vokal, deret vokal,

        dan diftong bahasa Indonesia  dengan membaca referensi yang

        diberikan.

    4. Kerjakan tugas perlatihan dengan sebaik-baiknya.

    C. Uraian Materi

    Secara umum, bunyi bahasa dibedakan atas vokal, konsonan, dan semivokal (Marsono, 1999:16). Pembedaan ini didasarkan pada ada tidaknya hambatan (proses artikulasi) pada alat bicara. Bunyi disebut vokal, bila terjadinya bunyi tidak ada hambatan pada alat bicara, jadi tidak ada artikulasi. Hambatan untuk bunyi vokal hanya terjadi pada pita suara. Hambatan tersebut tidak lazim disebut proses artikulasi.  Bunyi disebut konsonan, bila terbentuknya bunyi mengalami hambatan arus udara pada sebagian alat bicara, jadi terdapat artikulasi. Proses artikulasi ini disertai dengan bergetarnya pita suara. Bunyi semivokal ialah bunyi yang secara praktis termasuk konsonan tetapi karena pada waktu diartikulasikan belum membentuk konsonan murni, maka bunti-bunti tersebut dinamakan semivokal atau semikonsonan.

    Vokal Bahasa Indonesia

    Vokal adalah bunyi bahasa yang keluar dari alat ucap dengan tidak mengalami hambatan atau rintangan sehingga tidak mengalami poses artikulasi. Kualitas vokal ditentukan oleh tiga faktor, yaitu tinggi rendahnya posisi lidah, bagian lidah yang dinaikkan, dan bentuk bibir pada pembentukan vokal tersebut.  Ada enam vokal bahasa Indonesia berdasarkan kedudukan horizontal dan vertikal serta bulat tidaknya bibir, yakni /i/, /e/, /u/, /o/, /a/, dan /∂/.

    Vokal /i/ adalah vokal tinggi-depan dengan kedua bibir agak terentang ke samping. Fonem /u/ juga merupakan vokal tinggi, tetapi yang meninggi adalah belakang lidah.Fonem /e/ dibuat dengan daun lidah dinaikkan, tetapi agak lebih rendah darpada fonem /i/. Vokal sedang depan /e/ ini diiringi dengan bentuk bibir yang netral, artinya tidak terentang dan tidak juga membundar.  Perbedaan antara /e/ dan /i/ dalam hal ketinggian lidah mirip dengan perbedaan /o/ dan /u/, kecuali bahwa /o/ dan /u/ adalah vokal  belakang. Bentuk bibir untuk /o/ kurang bundar dibandingkan dengan /u/. Lain halnya denganb /e/, fonem /ə/ adalah vokal sedang-tengah. Bagian lidah yang agak dinaikkan adalah bagian tengah dan bentuk bibir netral. Satu-satunya vokal rendah dalam bahasa Indonesia adalah /a/ dan merupakan vokal tengah (rendah-tengah). Vokal ini diucapkan dengan bagian tengah lidah agak merata dan mulut pun terbuka, contoh /aku/, /batu/, dan /pita/.

    Deret Vokal dan Diftong Bahasa Indonesia

    Selain vokal tunggal  atau monoftong yang terdiri atas enam tersebut di atas, ada yang disebut dengan vokal rangkap atau diftong.  Ciri diftong ialah keadaan posisi lidah dalam mengucapkan bunyi vokal yang satu dengan yang lain saling berbeda. Dua hurf vokal pada diftong melambangkan satu bunyi vokal yang tidak dapat dipisahkan. Dalam bahasa Indonesia  ada tiga buah diftong, yaitu [au], [ai], dan [oi] yang masing-masing dituliskan secara fonemis /ay/, /aw/, dan /oy/.  Harus dibedakan deretan dua huruf yang melambangkan vokal  dengan diftong. Berikut perbandingan deret vokal dan diftong.

    Diftong          /ay/         /cukay/             cukai

                         /aw/        /harimaw/         harimau

                         /oy/         /sekoy/             sekoi (semacam gandum)

     

    Deret vokal   /a+i/         /gulai/               diberi gula

                         /a+u/        /mau/                mau

                          /o+i/       /menjagoi/         menjagoi  

    Bunyi vokal membentuk kira-kira 45% dari enam bunyi dalam wacana. Persentase frekuensinya ialah (bila semua vokal dianggap 100%), yakni /a/ 50%, /i/ 17%, /e/ 15%, /u/ 11%, /o/ 3,6 %, /e/ 2,2 %, sisanya 0,95% adalah alofon bunyi vokal.

    D. Ringkasan

    Bunyi bahasa Indonesia diklasifikasi atas  vokal, diftong, konsonan, semivokal, dan kluster. Bunyi vokal terjadi pada saat udara keluar tidak mendapat hambatan atau tidak ada proses artikulasi, sedangkan konsonan terjadi ketika udara keluar dari paru-paru mendapat hambatan di dalam rongga mulut atau hidung. Vokal dalam bahasa Indonesia ada enam buah.Jika vokal secara tunggal, diftong merupakan vokal rangkap yang berbeda dengan deret vokal. 

    E. Daftar Referensi

    1. Alwi, Hasan. 2003. Tata  Bahasa  Baku  Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustakan
    2. Chaer, Abdul. 2009. Fonologi Bahasa IndonesiaJakarta: Rineka Cipta
    3. Marsono. 1999. Fonetik. Yogyakarta: Gadjah Mada Press
    4. Muslich, Masnur. 2008.Fonologi.  Jakarta: Bumi Aksara
    5. Verhaar. 2004. Asas-Asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada Press

    F. Perlatihan

       

  • Bunyi Konsonan Bahasa Indonesia

    Assalamualaikum wr.wb., selamat pagi semuanya, salam sejahtera buat kita semua. Tabik pun. Semoga Anda semuanya dalam keadaan sehat dan berbahagia. Aamiin. Pada pertemuan keenam ini, saya akan mengantarkan kajian bunyi konsonan bahasa Idonesia agar Anda memperoleh gambaran secara umum sehingga mudah memehami penjelasan konsep tersebut secara detail dalam diskusi kelas..

    Seperti biasa, LMS dalam vclass ini selalu diawali bagian pendahuluan, petunuk belajar, uraian materi, ringkasan materi, referensi, dan tugas atau perlatihan.

    Petunjuk Belajar

    Untuk mencapai tujuan pada pembelajaran perkuliahan Fonologi pertemuan keenam ini, Anda hendaknya mengikuti petunjuk belajar sebagai berikut.

    1. Identifikasi capaian pembelajaran pada pertemuan keenam ini

    2. Bacalah dengan cermat uraian materi beserta ringkasannya

    3. Kembangkan pemahaman Anda dengan membaca referensi yang

        diberikan.

    4. Kerjakan tugas perlatihan dengan sebaik-baiknya.

    A. Pendahuluan

    Secara representatif, konsep dan jenis bunyi konsonan bahasa Indonesia dibahas pada pertemuan keenam ini. Untuk itu capaian perkuliahan hari ini ialah mahasiswa dapat memahami batasan bunyi konsonan dan dapat mengidentifikasi bunyi konsonan bahasa Indonesia, dari segi titik artikulasi, cara, artikulasi, dan bergetar tidaknya pita suara. Dengan capaian perkuliahan ini, mahasiswa diharapkan mencapai indikator pembelajaran sebagai berikut, mampu

    1) menjelaskan batasan bunyikonsonan secara fonetis dan fonemis

    2) mengidentifikan bunyi kononan bahasa Indonesia menurut cara

        artikulasinya dengan benar

    3) mengidentifikasi bunyi konsonan bahasa Indonesia menurut daerah

        artikulasi

    4) mengidentifikasi bunyi konsonan bahasa Indonesia menurut posisi

        pita suara.

    B. Uraian Materi

    Konsonan dalam bahasa Indonesia berjumlah delapan belas dan enam konsonan serapan yang mungkin dianggap varian stilistik dari fonem asli.  (Alieva, 1999); ada juga yang menyebut lebih dari itu dengan menambahnya bunyi nasal dan digraf. Dalam bahan ajar ini dijelaskan pandangan yang menyebut ada delapan belas konsonan.  Tabel 2 berikut memperlihatkan sistem fonem konsonan bahasa Indonesia, untuk konsonan serapan diberi tanda kurung.

    Tabel 1  Fonem Konsonan Bahasa Indonesia

    Fokus

                    Artikulasi

    Cara

    Artikulasi

     

    labial

     

    prelingual

     

    palatal

    (medio

    lingual)

     

    velar

    (post-lingual)

     

    faringal

     

    Oklusif

    tak sonorik

     

    p       b

     

    t          d

     

    c      j

     

    k      g

     

    sonorik

    m

    n

    ñ

    ŋ

     

     

    Tak Ooklusif

    tak sonotik

     

    (f)    (v)

     

    (s)      (z)

     

    (š)

     

    (x)    (v)

     

    h

    sonorik

    w

    l        r

    y

     

     

     

    Ciri distingtif (pembeda) yang pokok dalam sistem konsonan ialah oklusif dan tak oklusif. Yang dimaksud oklusif ialah terhentinya sama sekali arus udara yang dihambat di sembarang tempat alat ucap, kecuali arus udara yang lewat rongga hidung. Dengan demikian, konsonan nasal termasuk konsonan oklusif, dan /r/, /l/ yang artikulasinya hanya sebagian menghambat arus udara tidak termasuk konsonan oklusif.

    Konsonan oklusif merupakan kerangka dasar dalam sistem dan terbagi dalam empat kelas sesuai dengan ciri titik artikulsi, yakni labial /p, b, m/, prelingual /t, d, n/, mediolingual  atau palatal /c, j, ñ/ dan postlingual  atau velar /k, g, ŋ/ dan konsonan taksonorik; yang terakhir itu dibagi dalam konsonan bersuara /b/, /d/, /j/, /g/, dan tak bersuara /p/, //t/, /c/, /k/.

    Konsonan tak oklusif terbagi dalam kelompok konsonan tak sonorik /s/, prelingual dan /h/ faringal, dan konsonan sonorik /w, y, l, r/. Konsonan sonotik terbagi atas frikatif (geseran) /w, y, l, dan r/. Konsonan sonorik frikatif beroposisi menurut titik artikulasi, yakni /w/ bilabial dab /y/ lapatal. Keduanya tak lateral dan /l/ prelingual lateral. Mengenai konsonan /w/ dan /y/ ini ada yang menyebut sebagai semivokal.

    Dalam wacana bahasa Indonesia, konsonan mencapai kurang lebih 55% semua bunyi. Presentase frekensinya ialah (bila semua konsonan jadi 100%) ialah /n/ 10,8%, /t/ 9,8%, /k/ 9,6%, /r/ 8,9%, /d/ 7,8%, /m/ 7,7 %, /s/ 7,1%, /l/ 6,2%, /p/ 6,1%, /ŋ/ 5,8%, /b/ 5,0%, /h/ 4,6%, /ñ/ 2,3%, /g/ 2,1%, /j/ 1,9%, /y/ 1,8%, /w/ 0,9%, /c/ 0,9%, sedangkan /f,x,z/ bersama-sama kira-kira 0,5% (Alieva, 1991:43).  Angka tersebut berdasarkan hitungan 20 kutipan teks tertulis kira-kira sebanyak 29.000 konsonan.

    C. Ringkasan

    Konsonan terjadi ketika udara keluar dari paru-paru mendapat hambatan di dalam rongga mulut atau hidung. Konsonan bahasa Indonesia berjumlah delapan belas konsonan asli.Klasifikasi konsonan dapat dilihat dari cara artikulasi, daerah artikulasi, dan posisi pita suara. Berdasarkan arus udara dan daerah yang dihambat, ada konsonan nasal dan konsonan oral. Konsonan nasal bahasa Indonesia ialah /m/, /n/, /ny/,dan /ng/.Sementara itu, konsonan oral ialah, /b,,p, d, t, f, j, c, k, g, l, r, s, w, y/. Ada juga konsonan serapas, yakni /q, x, dan z/. ,  .

    D. Daftar Referensi

    1. Alwi, Hasan. 2003. Tata  Bahasa  Baku  Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustakan
    2. Alieva, dkk. 1994. Bahasa Indonesia: Deskripsi dan Teori. Jakarta: Kanisius
    3. Chaer, Abdul. 2009. Fonologi Bahasa IndonesiaJakarta: Rineka Cipta
    4. Marsono. 1999. Fonetik. Yogyakarta: Gadjah Mada Press
    5. Muslich, Masnur. 2008.Fonologi.  Jakarta: Bumi Aksara
    6. Verhaar. 2004. Asas-Asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada Press

    E. Tugas

    1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan bunyi konsonan, baik secara

        fonetis, maupun fonemis!

    2. Jelaskan perbedaan bunyi konsonan nasal dan oral bahasa

        Indonesia!

    3. Tenukan klasifikasi bunyi konsonan bahasa Indonesia, baik secara

        cara artikulator, daerah artikulator, maupun posisi pita suara!

  • Bunyi Semivokal dan Kluster Bahasa Indonesia

    • A. Pendahuluan

      Assalamualaikum wr.wb. Selamat pagi semuanya. Salam sejahtera buat kita semua. Semoga kita selalu sehat dalam lindungan Allah swt. Aamiin  Pada pertemuan ketujuh ini, saya akan mengantarkan materi bunyi semivokal dan kluster/gugus bahasa Indonesia agar kalian memperoleh gambaran secara umum sehingga mudah memehami penjelasan konsep secara khusus nantinya. Adapun capaian pembelajaran pertemuan ketujuh ini ialah mahasiswa diharapkan dapat mengidentifikasi bunyi semivokal dan kluster/gugus bahasa Indonesia dengan benar.

      Seperti biasa, LMS dalam vclass ini selalu diawali bagian pendahuluan, petujnuk belajar, uraian materi, ringkasan materi, referensi, dan tugas atau perlatihan.

      Petunjuk Belajar

      Untuk mencapai tujuan pada pembelajaran pertemuan ketujuh ini, Anda hendaknya mengikuti petunjuk belajar sebagai berikut.

      1. Identifikasi capaian pembelajaran pada pertemuan ketujuh ini

      2. Bacalah dengan cermat uraian materi beserta ringkasannya

      3. Kembangkan pemahaman Anda tentang bunyi semivokal dan kluster bahasa

          Indonesia  dengan membaca referensi yang diberikan.

      4. Kerjakan tugas perlatihan dengan sebaik-baiknya.

      C. Uraian Materi

      Gugus konsonan juga disebut consonan cluster atau gugus konsonan itu dilafalkan secara terpisah (tidak dalam satu hembusan nafas). Sebaliknya, jika gugus kontoid tersebut diucapkan dengan satu tarikan nafas dinamai kluster  Gugus konsonan ialah dua konsonan atau lebih yang berurutan , tanpa disela oleh vokal, dan berada dalam satu silabel yang sama.  urutan /pr, br, sr, dr, tr, pl/ adalah urutan fonem yang dapat terjadi dalam bahasa Indonesia. Macam-macam gugus konsonan bahasa Indonesia bisa Anda baca di Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia Bab 1.

      Sama halnya seperti diftong, huruf konsonan yang berjajar dalam satu kata belum tentu merupakan gugus konsonan. Jadi, kita tetap harus memperhatikan tiap suku kata yang membentuk kata tersebut. Beberapa wujud gugus konsonan yakni pr, ps, kl, ng, ny, dsb. Contohnya pada kata berikut ini.
      a.  Sastra : bahasa (kata-kata, gaya bahasa) yang dipakai dalam kitab-kitab (bukan bahasa sehari-hari)
      Dalam kata sastra terdapat sebuah gugus. Akan tetapi, dalam kata tersebut terdapat tiga huruf konsonan yang berdampingan. Kira-kira gugus konsonan yang benar berbentuk st atau tr?
      Jawabannya adalah tr. Mengapa? Karena suku kata pembentuk dari kata sastra ialah sas-tra. Sehingga, meskipun huruf s dan t berdampingan, mereka bukanlah gugus konsonan (sama halnya meskipun kamu dan dia dekat, tapi belum tentu jodoh, #eh ).
      b.Aksi : sikap (gerak-gerak, tingah laku) yang dibuat-buat.
      Dalam kata aksi terdapat huruf konsonan yang berdampingan yakni ks. Namun, dua konsonan tersebut bukanlah gugus konsonan karena tidak berada dalam satu suku kata. Sementara itu, suku kata pembentuk kata aksi yakni ak-si.
      c. Marga : kelompok kekerabatan yang eksogam dan unilinear, baik secara matrilineal maupun patrilineal.
      Pasti sudah jelas ya, jika konsonan yang berdampingan yakni rg bukanlah sebuah gugus konsonan. Karena kata marga dibentuk dari suku kata yakni mar-ga.
         Kata yang Memiliki Gugus Konsonan atau Kluster
      No
      Kata
      Gugus Konsonan
      Arti
      1
      Klasik
      kl
      tradisional dan indah, karya sastra kuno
      2
      Klerek
      kl
      juru tulis kelas rendah
      3
      Klimaks
      kl
      puncak dari suatu hal
      4
      Prasangka
      pr
      pendapat (anggapan) yang kurang baik mengenai sesuatu sebelum mengetahui (menyaksikan, menyelidiki) sendiri.
      5
      Pribumi
      pr
      penghuni asli atau yang brasal dari tempat yang bersangkutan.
      6
      Plagiat
      pl
      pengambilan karangan (pendapat dan sebagainya) orang lain dan menjadikannya seolah-olah karangan sendiri.
      7
      Panggang
      ng
      dipanaskan (dimasak) di atas bara api.
      8
      Nyinyir
      ny
      Mengulang-ulang perintah atau permintaan.
      9
      Nyenyak
      ny
      Tidak ingat apa-apa lagi (ketika tidur).
      10
      Plegmatis
      pl
      bersifat tidak emosional
      11
      Pongah
      ng
      sangat sombong dan angkuh(baik tentang perbuatan maupun tentang perkataan)
      12
      Psikiater
      ps
      dokter yang ahli dalam penyakit jiwa
      13
      Hablur
      bl
      benda keras yang bening seperti kaca
      14
      Swasta
      sw
      bukan milik pemerintah
      15
      Syukur
      sy
      rasa terima kasih kepada Allah

      D. Ringkasan

      Gugus konsonan juga disebut consonan cluster atau gugus konsonan itu dilafalkan secara terpisah (tidak dalam satu hembusan nafas). Sebaliknya, jika gugus kontoid tersebut diucapkan dengan satu tarikan nafas dinamai kluster. Gugus konsonan ialah dua konsonan atau lebih yang berurutan , tanpa disela oleh vokal, dan berada dalam satu silabel yang sama.  urutan /pr, br, sr, dr, tr, pl/ adalah urutan fonem yang dapat terjadi dalam bahasa Indonesia

      E. Daftar Referensi

      1. Alwi, Hasan. 2003. Tata  Bahasa  Baku  Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustakan
      2. Chaer, Abdul. 2009. Fonologi Bahasa IndonesiaJakarta: Rineka Cipta
      3. Marsono. 1999. Fonetik. Yogyakarta: Gadjah Mada Press
      4. Muslich, Masnur. 2008.Fonologi.  Jakarta: Bumi Aksara
      5. Verhaar. 2004. Asas-Asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada Press

      F. Perlatihan

          Kerjakan soal berikut secara berkelompok.

          1. Mengapa bunyi [w] dan [y] disebut bunyi semivokal? Bisakah disebut bunyi            semikonsonan? Jelaskan jawaban Anda.

          2. Bagaimanakah implikasi kluster/gugus bahasa Indonesiadalam                              pemenggalan suku kata? 

  • UJIAN TENGAH SEMESTER (UTS)

    PRODI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

    JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

    FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

    UNIVERSITAS LAMPUNG

    ==================================================

    UJIAN TENGAH SEMESTER GANJIL 2020/2021

    MATA KULIAH FONOLOGI/2 SKS

    Senin, 16 November 2020, pk.09.30--11.10

    Dosen: Dr. Sumarti, M.Hum.

    Petunjuk

    Jawablah soal-soal di bawah ini dengan jelas dan benar.

    1. Jelaskan dengan contoh perbedaan bunyi, fonem, dan huruf

         bahasa Indonesia!

    2.  "Bunyi bahasa  cenderung dipengaruhi oleh lingkungannya"  Dalam

         Bahasa Indonesia bias dijelaskan pada kaidah morfofonemik.

         Jelaskan dengan contoh premis bunyi Bahasa tersebut.

    3.  Bagaimana membedakan vokal, deret vokal, dan diftong Bahasa

         Indonesia. Berikan contoh dalam jawaban Anda.

    4. Jelaskan dengan contoh perbedaan, konsonan, bunyi deret

         konsonan, gugus/kluster!

    5. Sebutkan nama-nama bunyi konsonan yang digunakan dalam

        kutipan teks berikut.

        Strategi manajerial kepala sekolah merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan sekolah dalam implementasi manajemen berbasis sekolah. Kehadiran kepala sekolah di era otonomi pendidikan saat ini memegang peranan penting dalam mendorong sekolah dalam upaya pencapaian mutu pendidikan. 

    ***Selamat bekerja***  

  • Kaidah Fonotaktik Bahasa Indonesia

    A. Pendahuluan

    Assalamualaikum wr.wb. Selamat pagi semuanya. Salam sejahtera buat kita semua. Semoga kita selalu sehat dalam lindungan Allah swt. Aamiin  Pada pertemuan kesembilan ini, saya akan mengantarkan materi kaidah fonotaktik bahasa Indonesia agar kalian memperoleh gambaran secara umum sehingga mudah memehami penjelasan konsep secara khusus nantinya. Adapun capaian pembelajaran pertemuan ialah mahasiswa diharapkan dapat mengidentifikasi kaidah fonotaktik bahasa Indonesia sehingga mampu membentuk kata berupa akronim yang mengikuti kaidah tersebut. Seperti biasa, LMS dalam vclass ini selalu diawali bagian pendahuluan, petunjuk belajar, uraian materi, ringkasan materi, referensi, dan tugas atau perlatihan.

    Petunjuk Belajar

    Untuk mencapai tujuan pada pembelajaran pertemuan kesembilan ini, Anda hendaknya mengikuti petunjuk belajar sebagai berikut.

    1. Identifikasi capaian pembelajaran pada pertemuan kesembilan ini

    2. Bacalah dengan cermat uraian materi beserta ringkasannya

    3. Kembangkan pemahaman Anda tentang kaiah fonotaktik bahasa

        Indonesai dengan membaca referensi yang diberikan.

    4. Kerjakan tugas perlatihan dengan sebaik-baiknya.

    C. Uraian Materi

    Fonotaktik adalah bidang fonologi atau fonemik yang mengatur tentang penjejeran fonem dalam kata. Contohnya, kata /pertandingan/ memiliki 12 fonem. Jejeran fonem dari kata tersebut adalah /p,e,r,t,a,n,d,i,n,g,a,n/. Fonotaktik antara bahasa yang satu dengan bahasa yang lain memiliki kekhasan, misalnya bahasa Indonesia dan bahasa Inggris, bahasa Indonesia pada mulanya tidak memiliki gugus konsonan /str-/ sedangkan bahasa Inggris memiliki gugus konsonan /str-/, karena fonotaktik memiliki perkembangan gugus konsonan /str-/ yang pada umumnya tidak terdapat dalam bahasa Indonesia, karena kontak antara bahasa yang terus-menerus memungkinkan
    gugus konsonan /str-/ ini ada dalam bahasa Indonesia.
          Lebih lanjut dalam kajian fonemik, penelitian terhadap fonem yang
    saling berangkaian sehingga membentuk suatu kata dan disetujui oleh penutur bahasa. Pembentukan rangkaian fonem tersebut harus dengan kaidah atau aturan tertentu yang disebut sebagai suatu kaidah yang didasarkan atas perjanjian para pemakai bahasa.

          Kata dalam tiap suku terdiri dari satu atau beberapa fonem. Distribusi fonem dalam suku kata contoh: /struktur/ dan /prasasti/, fonem konsonan berderet /str/ dan /pr/, dalam kata /struktur/ dan /prasasti/ disebut sebagai gugus konsonan. Konsonan berderet yang disebut sebagai gugus konsonan adalah dua konsonan atau lebih yang terletak dalam satu suku kata atau satu hembusan nafas. Dari contoh di atas kata /struk-tur/, /pra-sas-ti/, memiliki onsonan berderet dalam satu suku kata atau dalam satu hembusan nafas, yaitu /str/ dan /pr/ sehingga dapat disebut sebagai gugus konsonan.Konsonan /tr/ dalam kata /pu-tra/ tidak dapat disebut sebagai gugus konsonan karena terbentuknya konsonan berderet /tr/ diakibatkan pelesapan

    bunyi [e], sedangkan kata /ak-bar/ dan /ab-di/ memang tidak memiliki
    konsonan berderet yang disebut sebagai gugus konsonan karena konsonan /kb/ dan /bd/ pada kata /akbar/ dan /abdi/ tidak terletak dalam satu suku kata atau satu hembusan nafas. Dari ilustrasi di atas, dapat kita ketahui bahwa gugus konsonan adalah salah satu objek yang turut dibicarakan dalam penelitian fonotaktik.

          Kaidah fonotaktik adalah kaidah yang mengatur perjejeran fonem dalam bahasa Indonesia (Alwi, 1993: 28). Dalam bahasa lisan, kata umumnya terdiri atas rentetan bunyi : yang satu mengikuti yang lain. Bunyi-bunyi itu mewakili rangkaian fonem serta alofonnya. Rangkaian fonem itu tidak bersifat acak, tetapi mengikuti kaidah tertentu. Fonem yang satu mengikuti fonem yang lain ditentukan berdasar konvensi di antara para pemakai bahasa itu sendiri.
          Tiap bahasa mempunyai ciri khas dalam fonotaktik, menurut (Djoko kentjono, 2005: 164) kaidah fonotaktik yakni aturan dalam merangkai fonem untuk membentuk satuan fonologis yang lebih besar, misalnya suku kata. Bahasa Indonesia mempunyai pola suku kata V, VK, KV, KVK dan mengenal pola suku kata VKK, KKV, KKVK, KVKK, KKVKK, KKKV dan KKKVK dalam ragam (V = Vokal, K = Konsonan).
            Bahasa Indonesia mengizinkan jejeran seperti /-nt-/ (untuk), /-rs-/ bersih, dan /-st-/ pasti, tetapi tidak seperti /-pk-/ dan /-pd-/ tidak ada morfem bahasa Indonesia yang menjejerkan fonem seperti yang dicontohkan diatas. Jadi, bentuk-bentuk seperti opkir dan kapdu terasa janggal dan memang tidak ada kata dengan jejeran fonem yang demikian dalam bahasa Indonesia. Oleh karena itu, singkata, terutama dalam bentuk akronim, hendaknya serasi dengan kaidah fonotaktik kita. Selain tidak mengizinkan jejeran /-pk-/ dan /-pd-/ dalam bahasa Indonesia tidak dijumpai suku kata yang berakhiran /c/ dan /j/.
    Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kaidah fonotaktik adalah kaidah yang mengatur perjejeran fonem untuk membentuk fonologis yang lebih besar.
    Hubungan Akronim dengan Kaidah Fonotaktik
    Penggunaan akronim memberi pengaruh yang sangat besar terhadap pemakai bahasa. Bahasa Indonesia baku adalah bahasa yang dapat dipahami dan sesuai dengan situasinya serta tidak menyimpang dari kaidah yang telah dibakukan (Finoza, 2002: 12). Ragam bahasa baku bercirikan tiga sifat, yaitu : (1) memiliki kemantapan dinamis yang berupa kaidah atau aturan yang tetap, (2) bersifat kecendikian, artinya sering kali digunakan dalam suasana formal dan bersifat ilmiah, (3) memiliki keseragaman kaidah.
          Berdasarkan pemahaman di atas, keberadaannya akronim dan pemakaiannya dalam komunikasi (dalam hal ini digunakan pada penulisan-penulisan dalam media massa), juga sudah seharusnya mengikuti kaidah fonotaktik. Terlebih jika dikaitkan dengan salah satu media massa (koran) sebagai syarat atau sarana untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat.
          
    Pola Fonotaktik
    Setiap bahasa mempunyai ketentuan sendiri kaidah kebahasaannya, termasuk didalamnya kaidah deretan fonemnya. Deretan fonem yang terdapat dalam bahasa Indonesia mempunyai pola fonotaktik seperti halnya deretan fonem bahasa-bahasa lain yang ada di dunia ini. Deretan fonem tersebut meliputi deretan vokal, deretan konsonan, deretan vokal dan konsonan dalam satu suku kata.
    1. Deretan vokal dalam bahasa Indonesia
    Deretan vokal biasa merupakan dua vokal yang masing-masing mempunyai satu hembusan napas dan karena itu masing-masing termasuk dalam suku kata yang berbeda. Deretan dua vokal yang terdapat dalam bahasa Indonesia adalah sebagai berikut :
    /iu/ : tiup, nyiur
    /io/ : kios, radio, biola
    /ia/ : tiap, dia, giat
    /ei/ : mei
    /ea/ : beasiswa, kreasi
    /eo/ : feodal, beo, pemeo
    /ae/ : daerah
    /ai/ : saingan
    /au/ : kaum, mau
    /oa/ : soal, doa
    /ui/ : kuil, buih
    /ua/ : dua, puasa, suap
    /ue/ : kue, duet
    /uo/ : kuota
    /əi/ : seiket
    /əe/ : seekor
    /əa/ : seakan
    /əu/ : seutas
    /əə/ : keenam
    Deretan vokal di atas adalah deretan vokal yang lazim dan berterima dalam bahasa Indonesia. Apabila ada bentuk/bunyi yang didalamnya menggunakan deretan vokal tersebut tidak akan terasa asing bagi kita.
    2. Deretan konsonan dalam bahasa Indonesia
    Seperti halnya deretan vokal, deretan konsonan dalam bahasa Indonesia juga cukup bervariasi. Adapun variasi dari deretan konsonan tersebut adalah :
    a. Deretan konsonan dalam satu suku kata
    1) Jika dua konsonan berderet dalam satu suku kata yang sama, maka konsonan yang pertama hanyalah /p/, /b/, /t/, /k/, /g/, /f/, /s/, dan /d/, sedangkan konsonan yang kedua hanyalah /l/, /r/, /w/, atau /s/, /m/, /n/ dan /k/
    /pl/ : pleonasme, pleno, taplak
    /bl/ : blanko, gamblang
    /kl/ : klinik, klasik
    /gl/ : global, gladi
    /fl/ : flamboyan, flu
    /sl/ : slogan, slip
    /br/ : brantas, obral, ambruk
    /tr/ : tragedi, mitra
    /dr/ : drama, drastis
    /kr/ : kriminal, akrab, krupuk
    /gr/ : gram, granat
    /fr/ : fragmen, diafragma, frustasi
    /sr/ : pasrah, sragen
    /ps/ : psikologi, pseudo, psikiater
    /ks/ : ekstra, eksponen
    /dw/ : dwifungsi, dwidar
    /sw/ : swalayan, swasembada
    /kw/ : kwintal, kwitansi
    /sp/ : sponsor, spanduk
    2) Jika tiga konsonan berderet dalam satu suku kata, maka konsonan pertama selalu /s/, yang kedua /t/ atau /p/, dan yang ketiga /r/ ata /l/.
    /str/ : strategi, instruksi
    /spr/ : sprei
    /skr/ : skripsi, manuskrip
    /skl/ : sklerosis

    b. Deretan dua konsonan dalam suku yang berbeda adalah sebagai berikut :
    /mp/ : empat, pimpin
    /mb/ : ambil, gambar
    /nt/ : untuk, ganti
    /nd/ : indah, pandang
    /nc/ : lancar, kunci
    /ňj/ : janji, banjir
    /ŋk/ : engkau, mungkin
    /ŋg/ : angguk, tinggi
    /ŋs/ : bangsa, angsa, mangsa
    /ns/ : insaf, insan, insang
    /rb/ : kerbau, terbang
    /rd/ : merdu, merdeka, kerdil
    /rg/ : harga, pergi, sorga
    /rj/ : kerja, terjang, sarjana
    /rm/ : permata, cermin, derma
    /rn/ : warna, purnama, ternak
    /rl/ : perlu, kerlip, kerling
    /rt/ : arti, serta, harta
    /rk/ : terka, perkara, murka
    /rs/ : bersih, kursi, gersang
    /rc/ : percaya, karcis, persik
    /st/ : isteri, pasti, dusta
    /sl/ : perlu, kerling, kerlip
    /kt/ : arti, serta, harta
    /ks/ : paksa, laksana, seksama
    /?d/ : takdir
    /?n/ : laknat, makna, yakni
    /?l/ : takluk, maklum, taklim
    /?r/ : makruf, takrif
    /?w/ : dakwa, takwa
    /pt/ : sapta, optik, baptis
    /ht/ : sejahtera, tahta, bahtera
    /hk/ : bahkan
    /hŝ/ : dahsyat
    /hb/ : sahbandar
    /hl/ : ahli, mahligai, tahlil
    /hy/ : sembahyang
    /hw/ : bahwa, syahwat
    /sh/ : ,ashur
    /mr/ : jamrut
    /ml/ : jumlah
    /lm/ : ilmu, gulma, palma
    /gn/ : signal, kognitif
    /np/ : tanpa
    /sb/ : asbak, asbes, tasbih
    /sp/ : puspa, aspirasi, aspal
    /sm/ : basmi, asmara
    /km/ : sukma
    /ls/ : palsu, balsem, pulsa
    /lj/ : salju, aljabar
    /lt/ : sultan, salto
    /pd/ : sabda, abdi
    /gm/ : magma, dogma
    /hd/ : syahdan, syahdu
    3. Deretan vokal dan konsonan dalam satu suku kata
    Kata dalam bahasa Indonesia terdiri atas satu suku kata atau lebih. Betapapun panjangnya suatu kata, wujud kata yang membentuknya mempunyai struktur dan pola fonotaktik. Suatu kata dalam bahasa Indonesia terdiri atas vokal dan konsonan. Berikut adalah deretan vokal (V) dan konsonan (K) yang membentuk suku kata dalam bahasa Indonesia beserta contoh katanya :
    a. V : a-mal, su-a-tu, tu-a
    b. VK : ar-ti, ber-il-mu, ka-il
    c. KV : pa-sar, sar-ja-na, war-ga
    d. KVK : pak-sa, ke-per-lu-an, pe-san
    e. KKV : slo-gan, kop-pra
    f. KKVK : teks-til, a-trak-si
    g. KVKK : teks-til, kon-teks-tual, mo-dern
    h. KKKV : stra-te-gi, stra-ta
    i. KKKVK : struk-tur, in-struk-tur
    j. KKVKK : kom-pleks
    k. KVKKK : korps

    Deretan vokal dan konsonan yang membentuk satu suku kata seperti tersebut di atas itulah yang berterima dalam bahasa Indonesia, selain itu tak berterima.
    D. Ringkasan
            Kaidah fonotaktik adalah kaidah yang mengatur perjejeran fonem dalam bahasa Indonesia (Alwi, 1993: 28). Dalam bahasa lisan, kata umumnya terdiri atas rentetan bunyi : yang satu mengikuti yang lain. Bunyi-bunyi itu mewakili rangkaian fonem serta alofonnya. Rangkaian fonem itu tidak bersifat acak, tetapi mengikuti kaidah tertentu. Fonem yang satu mengikuti fonem yang lain ditentukan berdasar konvensi di antara para pemakai bahasa itu sendiri.
           Tiap bahasa mempunyai ciri khas dalam fonotaktik, menurut (Djoko kentjono, 2005: 164) kaidah fonotaktik yakni aturan dalam merangkai fonem untuk membentuk satuan fonologis yang lebih besar, misalnya suku kata. Bahasa Indonesia mempunyai pola suku kata V, VK, KV, KVK dan mengenal pola suku kata VKK, KKV, KKVK, KVKK, KKVKK, KKKV dan KKKVK dalam ragam (V = Vokal, K = Konsonan).

    E. Daftar Referensi

    1. Alwi, Hasan. 2003. Tata  Bahasa  Baku  Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustakan
    2. Chaer, Abdul. 2009. Fonologi Bahasa IndonesiaJakarta: Rineka Cipta
    3. Marsono. 1999. Fonetik. Yogyakarta: Gadjah Mada Press
    4. Muslich, Masnur. 2008.Fonologi.  Jakarta: Bumi Aksara
    5. Verhaar. 2004. Asas-Asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada Press

    F. Perlatihan

        Silakan Anda diskusikan hal berikut.

         Tentukan akronim dalam lingkungan Anda sebanyak 30 buah, kemudian identifikasi akronim tersebut apakah sudah memenuhi kaidah fonotaktik bahasa Indonesia? Jika belum perbaiki bagaimana seharusnya?

        

  • Perubahan Bunyi Bahasa Indonesia

    Assalamualaikum wr.wb., selamat pagi semuanya, salam sejahtera buat kita semua. Tabik pun. Semoga Anda semuanya dalam keadaan sehat dan berbahagia. Aamiin. Pada pertemuan ke-10 ini, saya akan mengantarkan kajian perubahan bunyi bahasa Indonesia agar Anda memperoleh gambaran secara umum sehingga mudah memehami penjelasan konsep tersebut secara detail dalam diskusi kelas..

    Seperti biasa, LMS dalam vclass ini selalu diawali bagian pendahuluan, petunuk belajar, uraian materi, ringkasan materi, referensi, dan tugas atau perlatihan.

    Petunjuk Belajar

    Untuk mencapai tujuan pada pembelajaran perkuliahan Fonologi pertemuan keenam ini, Anda hendaknya mengikuti petunjuk belajar sebagai berikut: 1) Identifikasi capaian pembelajaran pada pertemuan ini; 2). Bacalah dengan cermat uraian materi beserta ringkasannya; dan 3) Kembangkan pemahaman Anda dengan membaca referensi yang diberikan.

    A. Pendahuluan

    Secara representatif, konsep dan jenis perubahan bunyi bahasa Indonesia dibahas pada pertemuan keenam ini. Untuk itu capaian perkuliahan hari ini ialah mahasiswa dapat memahami batasan perubahan bunyi bahasa Indonesia beserta jenis-jenisnya. Dengan capaian perkuliahan ini, mahasiswa diharapkan mencapai indikator pembelajaran sebagai berikut, mampu

    1) menjelaskan batasan perubahan bunyi konsonan secara fonetis dan fonemis; 2) mengidentifikasi perubahan bunyi bahasa Indonesia dengan benar; dan 3) menganalisis dampak perubahan bunyi bahasa pada standardisasi pelafalan bahasa Indonesia.

    B. Uraian Materi

    Perubahan bunyi bahasa indonesia dapat diuraikan sebagai berikut.

    1. Asimilasi adalah perubahan bunyi dari dua bunyi yang sama menjadi bunyi yang sama atau hampir sama. Hal ini disebabkan karena bunyi-bunyi bahasa itu diucapkan secara berurutan sehingga berpotensi untuk saling mempengaruhi dan dipengaruhi. Contoh: kata /sabtu/ dalam bahasa Indonesia lazim diucapkan /saptu/. Terlihat bunyi [b] berubah menjadi bunyi [p] sebagai akibat dari pengaruh bunyi [t]. Perubahan tersebut merupakan jenis asimilasi fonemis. Namun demikian, asimilasi fonemis hanya berlaku untuk bahasa tertentu (Verhaar, 2012: 79). Asimilasi dapat dibedakan menjadi tiga macam, yakni: 1) progresif adalah bunyi yang diubah itu terletak di belakang bunyi yang mempengaruhinya. Contoh perubahan bunyi [t] apiko-dental pada kata /tetapi/ menjadi lamino-alvelar [s] pada kata /stasiun/; 2) regresif yaitu bunyi yang diubah terletak di muka bunyi yang memengaruhinya. Contoh perubahan bunyi [n] apiko-alveolar pada kata /aman/ menjadi apiko-palatal pada kata /pandan/; 3) resiprokal yaitu perubahan pada kedua bunyi yang saling memengaruhi sehingga menjadi fonem atau bunyi yang lain. Misalnya, dalam bahasa Batak Toba, kata /bereng/ (lihat), kata /hamu/ (kamu) dalam konstruksi gabungan /bereng hamu/ (lihatlah oleh kamu). Baik bunyi [ng] dalam kata /bereng/ maupun bunyi

    pada kata /hamu/ keduanya berubah menjadi bunyi [k], sehingga konstruksi /bereng hamu/ itu diucapkan /berek kamu/. Karena bunyi [ng],

    , dan [k] merupakan fonem yang berbeda dalam bahasa Batak Toba. Perubahan tersebut termasuk asimilasi fonemis.

    2. Disimilasi adalah perubahan bunyi dari bunyi yang sama atau mirip menjadi bunyi yang tidak sama atau berbeda. Contoh: pada kata /belajar/, berasal dari gabungan prefiks berdan bentuk dasar /ajar/. Mestinya, kalau tidak ada perubahan menjadi /berajar/. Namun, karena ada dua bunyi [r], maka [r] yang pertama diperbedakan atau di disimilasikan menjadi [l] sehingga menjadi kata belajar. Pada kata lain terdapat kata /sarjana/ berasal dari bahasa Sanskerta /sajjana/. Perubahan itu terjadi karena adanya bunyi [j] ganda. Karena perubahan itu sudah menembus batas fonem, yaitu [j] merupakan alofon dari fonem [j], dan [r] merupakan alofon dari fonem [r], maka perubahan tersebut dinamakan asimilasi fonemis.

    3. Modifikasi vokal adalah perubahan bunyi vokal sebagai akibat dari pengaruh bunyi lain yang mengikutinya. Perubahan ini sebenarnya bisa dimasukkan ke dalam peristiwa asimilasi, tetapi karena kasus ini tergolong khas, maka perlu disendirikan. Sebagai contoh seperti berikut. Kata balik diucapkan (bali?), vokal [i] diucapkan rendah. Tetapi, ketika mendapatkan sufiks-an, sehingga menjadi kata /balikan/ bunyi [I] berubah menjadi tinggi. Perubahan ini akibat karena bunyi yang mengikutinya. Pada kata /balik/, bunyi yang mengikutinya adalah hamzah (glotal stop), sedangkan pada kata /balikan/  bunyi yang menikutinya adalah dorso-velar [k]. Karena perubahan dari [i] ke [I] masih dalam lingkup alofon dari satu fonem, maka perubahan tersebut disebut dengan modifikasi vokal fonetis.

    4. Netralisasi adalah perubahan bunyi fonem sebagai akibat pengaruh dari lingkungan. Untuk menjelaskan kasus ini dapat dicermati ilustrasi berikut. Dengan cara pasangan minimal /paru/ dan /baru/ bisa disimpulkan bahwa dalam bahasa Indonesia ada fonem [p] dan [b]. Dalam kondisi tertentu pembeda antara [p] dan [b] bisa batal atau setidaknya bermasalah karena dijumpai bunyi yang sama. Misalnya, fonem [b] pada kata /lembab/ dan /lembap/, /sabtu/ dan /saptu/, kedua bunyi tersebut tidak membedakan makna. Di sini tampaknya fungsi pembeda makna itu batal. Secara tradisional dalam studi bahasa Indonesia, kasus ini sering dijelaskan dengan keterangan yang benar adalah bentuk /sabtu/ dari bahasa Arab, dan bentuk /lembab/ karena berasal dari bahasa Melayu asli.

    5. Zeroisasi adalah penghilangan bunyi fonemis sebagai akibat upaya penghematan atau ekonomisasi pengucapan. Dalam bahasa Indonesia sering dijumpai kata /tak/ atau /ndak/ untuk /tidak/, /tiada/ untuk /tidak ada/, /gimana/ untuk /bagaimana/, /tapi/ untuk /tetapi/. Padahal, penghilangan beberapa fonem tersebut dianggap tidak baku oleh tata bahasa baku bahasa Indonesia. Dengan alasan demi kemudahan dan kehematan, gejala tersebut terus berlangsung. Apabila diklasifikasikan, zeroisasi ini paling tidak ada tiga jenis, yaitu sebagai berikut: pertama, Aferesis adalah proses penghilangan atau penanggalan satu atau lebih fonem pada awal kata. Misalnya, tetapi menjadi tapi, bagaimana menjadi gimana. Kedua, Apokop adalah proses penghilangan atau penanggalan satu atau lebih fonem pada akhir kata. Misalnya: president menjadi presiden, mpulaut menjadi pulau. Tiga, Sinkop adalah proses penghilangan atau penanggalan satu atau lebih fonem pada tengah kata. Misalnya: baharu menjadi baru, dahulu menjadi dulu, upeti menjadi peti.

    6. Metatesis adalah proses pengubahan urutan fonem yang terdapat dalam suatu kata atau perubahan urutan bunyi fonemis pada suatu kata sehingga menjadi dua bentuk kata yang bersaing. Hanya beberapa kata saja yang mengalami metatesis ini. Misalnya: apus menjadi usap, kerikil menjadi kelikir, Jalur menjadi lajur, brantas menjadi bantras.

    7. Diftongisasi adalah perubahan bunyi vokal tunggal (monoftong) menjadi dua bunyi vokal atau vokal rangkap (diftong) secara berurutan. Misalnya, pada kata /anggota/ diucapkan menjadi /anggauta/, /sentosa/ diucapkan menjadi /sentausa/. Perubahan bunyi ini terjadi pada bunyi vokal tunggal [o] ke vokal rangkap [au]. Hal ini terjadi karena adanya upaya analogi penutur dalam rangka pemurnian bunyi pada kata tersebut. Bahkan dalam penulisannya pun disesuaikan dengan pengucapannya. Contoh lain: teladan menjadi tauladan.

    8. Monoftongisasi adalah perubahan dua bunyi vokal atau vokal rangkap (diftong) menjadi vokal tunggal (monoftong). Hal ini terjadi sebagai sikap untuk pemudahan pengucapan terhadap buyi-bunyi diftong. Misalnya, kata /ramai/ diucapkan menjadi /rame/, /petai/ diucapkan menjadi /pete/. Perubahan ini terjadi pada bunyi vokal rangkap [ai] ke vokal tunggal [e]. Penulisannya pun disesuaikan dengan pengucapannya. Contoh lain: kata /kalau/ menjadi /kalo/, /danau/ menjadi /dano/, /satai/ menjadi /sate/, /damai/ menjadi /dame/.

    9. Anaptiksi atau suara bakti adalah perubahan bunyi dengan jalan menambahkan bunyi vokal tertentu di antara dua konsonan untuk memperlancar pengucapan. Bunyi yang bisa ditambahkan adalah bunyi vokal lemah, dalam bahasa Indonesia bunyi vokal lemah ini terdapat dalam kluster (dua konsonan berdampingan dalam satu kata). Misalnya: putra menjadi putera, srigala menjadi serigala. Apabila dikelompokkan, anaptiksis ini ada tiga jenis, yaitu sebagai berikut: pertama, Protesis adalah proses penambahan atau pembubuhan bunyi pada awal kata. Misalnya: mas menjadi emas, tik menjadi ketik. Kedua, Epentesis adalah penambahan atau pembubuhan bunyi pada tengah kata seperti: /kapak/ menjadi /kampak/, upama menjadi umpama. Tiga, Paragog adalah proses penambahan atau pembubuhan bunyi pada akhir kata. Misalnya: adi menjadi adik. Crowly (dalam Hadi, dkk, 2003: 121) menjelaskan perubahan bunyi meliputi dua pasal utama, yakni landasan teori dan metode, serta perubahan-perubahan bunyi yang terjadi. Crowly juga menyebutkan beberapa tipe perubahan bunyi, yakni (a) lenisi (lenition) yang terdiri dari penghilangan gugus konsonan (cluster reduction), apokope (apocope), sinkope (sinkope), haplologi (haplology), dan kompresi (compression), (b) penambahan bunyi (sound addition) yang terdiri dari anaptiksis (anaptyxis), espentesis (epenthesis), dan protesis (prothesis), (c) metatesis (methathesis), (d) fusi (fusion), (e) pemisahan (unpacking), (f) pemecahan vokal (vowel breaking), (g) asimilasi (assimilation), (h) disimilasi (dissimilation), (i) perubahan suara yang tidak biasa (abnormal sound change).

    Teori perubahan bunyi yang dikemukakan oleh Crowly menyangkut tataran kata, frasa dan kalimat. Berikut penjelasan jenis-jenis perubahan bunyi di atas:

    (a) Pelemahan Bunyi Menurut Kridalaksana (2011) merupakan perubahan dari bunyi yang kuat berubah menjadi bunyi yang lemah. Ada bunyi-bunyi yang relatif lebih kuat dan ada bunyi-bunyi yang relatif lebih lemah dari bunyi-bunyi yang lainnya.

    (b) Penguatan Bunyi adalah perubahan dari bunyi-bunyi yang relatif menjadi bunyi-bunyi yang secara relatif lebih kuat. Tipe ini adalah kebalikan dari pelemahan bunyi. Contoh pada kata fahm yang diserap menjadi paham, terjadi penguatan bunyi /f/ menjadi /p/ disebabkan bahwa bunyi /f/ bukan merupakan fonem asli bahasa Indonesia, fonem /f/ merupakan fonem pinjaman, sedangkan fonem /p/ adalah fonem asli bahasa 83 Indonesia.

    (c) Pengenduran Bunyi adalah bunyi yang semula tunggal, berkembang menjadi suatu urutan bunyi, masing-masing dengan ciri semula. Contoh pada kata adzan yang didukung oleh fonem /dz/ terdapat pengenduran ciri-ciri fonetis dari fonem /dz/ dalam bahasa Arab kemudian berubah menjadi fonem /d/ dan fonem /z/ dalam bahasa Indonesia.

    (d) Penambahan bunyi memiliki tiga jenis, pertama penyisipan bunyi atau huruf ke dalam kata yang disebut juga epentesis. Gejala epentesis berupa perubahan yang disebabkan oleh penambahan konsonan di antara dua konsonan dan di antara konsonan plus vokal. Contoh kata fahm yang diserap menjadi paham telah terjadi penyisipan vokal /a/. Kedua, paragog yaitu penambahan bunyi pada akhir kata untuk kemudahan lafal. Penambahan bunyi ini biasanya terjadi pada akhir sebuah kata yang berakhir dengan konsonan, oleh penambahan vokal. (e) Monoftongisasi adalah perubahan karena bergabungnya dua bunyi yang berbeda menjadi bunyi tunggal dan kemudian mengandung sejumlah ciri fonetis dari kedua bunyi semula yang disebut sebagai monoftongisasi. Jika dicermati pada contoh haibah yang berubah menjadi hebat dan taubah menjadi tobat telah terjadi proses monoftongisasi terjadi pada kata-kata serapan yang mengandung diftong /ai/ dan /au/.

    C. Ringkasan
    Perubahan bunyi bahasa Indonesia meliputi, asimilasi, disimillasi, modivikasi vokal, netralisasi, zeroisasi, metatesis, diftongisasi, monoftongisasi, dan anaptiksis. Perubahan bunyi bahasa Ini dapat dijadikan rujukan untuk penutur pada saat pemakaian bahasa Indonesia lisan, apakah lafal yang baku dan tidak baku bergantung konteks dan tujuan berbahasa..

    D. Daftar Referensi

    1. Alwi, Hasan. 2003. Tata  Bahasa  Baku  Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustakan
    2. Chaer, Abdul. 2009. Fonologi Bahasa IndonesiaJakarta: Rineka Cipta
    3. Marsono. 1999. Fonetik. Yogyakarta: Gadjah Mada Press
    4. Muslich, Masnur. 2008.Fonologi.  Jakarta: Bumi Aksara
    5. Verhaar. 2004. Asas-Asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada Press

    E. Perlatihan

        Silakan Anda diskusikan hal berikut.

         Carilah sebanyak-banyaknya kata-kata bahasa Indonesia yang mengalami perubahan bunyi bahasa (tidak boleh kata yang sudah dicontohkan dalam teori) untuk setiap jenis perubahan yang telah Anda bahas dan diskusikan.

  • Bunyi Suprasegmental

    Assalamualaikum wr.wb., selamat pagi semuanya, salam sejahtera buat kita semua. Tabik pun. Semoga Anda semuanya dalam keadaan sehat dan berbahagia. Aamiin. Pada pertemuan ke-11 ini, saya akan mengantarkan kajian perubahan bunyi bahasa Indonesia agar Anda memperoleh gambaran secara umum sehingga mudah memehami penjelasan konsep tersebut secara detail dalam diskusi kelas..

    Seperti biasa, LMS dalam vclass ini selalu diawali bagian pendahuluan, petunuk belajar, uraian materi, ringkasan materi, referensi, dan tugas atau perlatihan.

    Petunjuk Belajar

    Untuk mencapai tujuan pada pembelajaran perkuliahan Fonologi pertemuan ke-11 ini, Anda hendaknya mengikuti petunjuk belajar sebagai berikut: 1) Identifikasi capaian pembelajaran pada pertemuan ini; 2). Bacalah dengan cermat uraian materi beserta ringkasannya; dan 3) Kembangkan pemahaman Anda dengan membaca referensi yang diberikan.

    A. Pendahuluan

    Secara representatif, konsep dan jenis perubahan bunyi bahasa Indonesia dibahas pada pertemuan keenam ini. Untuk itu capaian perkuliahan hari ini ialah mahasiswa dapat memahami batasan perubahan bunyi bahasa Indonesia beserta jenis-jenisnya. Dengan capaian perkuliahan ini, mahasiswa diharapkan mencapai indikator pembelajaran sebagai berikut, mampu

    1) menjelaskan batasan perubahan bunyi konsonan secara fonetis dan fonemis; 2) mengidentifikasi perubahan bunyi bahasa Indonesia dengan benar; dan 3) menganalisis dampak perubahan bunyi bahasa pada standardisasi pelafalan bahasa Indonesia.

    B. Uraian Materi

    Bunyi suprasegmental ialah bunyi-bunyi yang menyertai bunyi segmental, seperti juga bunyi segmental. Bunyi-bunyi suprasegmental dapat diklasifikasikan menurut ciri-cirinya waktu diucapkan. Ciri-ciri bunyi suprasegmental waktu diucapkan itu disebut ciri-ciri prosodi (prosodic festures) ( Bloch & George, 1942:34; Samsuri, 1970:6-7) dan dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
    1)      Panjang atau Kuantitas
    Panjang menyangkut lamanya bunyi diucapkan. Suatu bunyi segmental yang waktu diucapkan alat-alat ucap dipertahankan cukup lama, pastilah disertai bunyi suprasegmental dengan ciri prosodi yang panjang. Jika alat ucap dalam membentuk bunyi segmental itu tidak dipertahankan cukup lama hanya sebentar, maka bunyi suprasegmental penyertanya ialah dengan ciri prodi pendek.
    Adapun tanda untuk panjang ialah dengan [….:] (tanda titik dua di sebelah kanan bunyi segmental) , tanda untuk panjang itu disebut mora, seperti yang lazim dipakai dalam bahasa jepang (Samsuri, 1978:122).
    2)      Nada (Picth)
    Sebagai unsur suprasegmental, nada membicarakan tinggi rendahnya bunyi ujaran. Nada ini lebih erat hubungannya dengan tekanan daripada dengan kuantitas. Tanda fonetis untuk menyatakan nada lazimnya berupa angka 1-4. Angka tersebut diletakkan di atas bunyi segmental.
          Dalam sebuah mikrosegmen (kata), tinggi nada biasanya dibedakan ke dalam tinggi nada awal, puncak tinggi nada, dan tinggi nada akhir. Tinggi nada awal mengacu kepada tinggi nada yang terjadi pada awal sebuah kata. Puncak tinggi nada mengacu kepada tinggi nada tertinggi dalam sebuah kata. Tinggi nada akhir mengacu kepada tinggi nada pada titik akhir sebuah kata. Tinggi nada awal berkisar 130 – 180 Hz, puncak tinggi nada akhir 90 – 110 Hz.
                        2 3  2
    Contoh   { s i a p a }  ” nada bertanya ”
    3)      Tekanan
    Tekanan kata dalam bahasa Madura boleh disebut ‘tonotemporal’ artinya bahwa tekanan itu merupakan sejenis kemenonjolan yang lebih banyak ditandai oleh tinggi nada (bersifat tonal) dan oleh rentang waktu tempat suku kata bertekanan diucapkan (bersifat temporal) daripada oleh intensitas (Halim, 1984:38). Walaupun demikian, nada tertinggi tidak mesti muncul pada suku kata yang memiliki rentang waktu (jangka) terpanjang. Demikian juga, tidak seharusnya nada tinggi muncul bersamaan dengan intensitas terkuat.
             Secara umum, tekanan dalam suatu bahasa dibedakan  ke dalam empat macam tekanan: keras, agak keras, sedang, dan lembut. Secara fonetis keempatnya dilambangkan dengan tanda diakritik yang diletakkan di atas bagian suku kata yang mendapatkan tekanan, tanda-tanda tersebut meliputi:
    /..´.. /             tekanan keras
    /..^../             tekanan agak keras
    /...̀.../             tekanan sedang
    /..ˇ../              tekanan lembut
    Contoh: { pergi !}, { mengapa nak ? }
    4)      Jeda atau Persendian
    Sebagai ciri suprasegmental, jeda (sendi) mengacu kepada peralihan dari satu bunyi segmental ke bunyi segmental yang lain atau dari bunyi segmental ke kesenyapan. Baik di dalam kata maupun yang mengakhiri kata. Jeda yang ada di dalam kata disebut jeda tutup (close juncture), sedangkan jeda yang mengakhiri kata disebut jeda buka (open juncture) atau jeda plus. Jadi, jeda lebih cenderung menunjukkan kepada perhentian sejenak.
    Menurut tempatnya jeda dapat dibedakan menjadi empat (Samsuri, 1970:15-16).
    a)      Jeda antar suku kata dalam kata ditandai dengan [+]
    b)      Jeda antar kata dalam frasa ditandai dengan [ / ].
    c)      Jeda antar frasa dalam klausa ditandai dengan [ / / ].
    d)     Jeda antar kalimat dalam wacana ditandai dengan [ # ].
    Contoh: Mahasiswa baru / datang.
                  Mahasiswa / baru datang.
    C. Ringkasan
            Bunyi suprasegmental ialah bunyi-bunyi yang menyertai bunyi segmental, seperti juga bunyi segmental. Bunyi-bunyi suprasegmental dapat diklasifikasikan menurut ciri-cirinya waktu diucapkan. Ciri-ciri bunyi suprasegmental waktu diucapkan itu disebut ciri-ciri prosodi (prosodic festures). Bunyi suprasegmental meliputi jangka atau panjang, nada, tekanan, dan jeda. 
           

    D. Daftar Referensi

    1. Alwi, Hasan. 2003. Tata  Bahasa  Baku  Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustakan
    2. Chaer, Abdul. 2009. Fonologi Bahasa IndonesiaJakarta: Rineka Cipta
    3. Marsono. 1999. Fonetik. Yogyakarta: Gadjah Mada Press
    4. Muslich, Masnur. 2008.Fonologi.  Jakarta: Bumi Aksara
    5. Verhaar. 2004. Asas-Asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada Press

    E. Perlatihan

    Berilah tanda bunyi suprasegmental pada puisi berikut.


    Karangan Bunga

    tiga anak kecil

    dalam langkah malu-malu

    datang ke Salemba sore itu

    Ini dari kami bertiga

    pita hitam dalam karangan bunga

    sebab kami ikut berduka

    bagi kakak yang ditembak mati siang tadi

  • Kuis Penerapan Bunyi Suprasegmental dalam Teks Bahasa Indonesia

    Kuis Penerapan Bunyi Suprasegmental dalam Teks Bahasa Indonesia

  • Revieu Materi Fonologi Bahasa Indonesia

    • UJIAN AKHIR SEMESTER (UAS)