Analisis Jurnal tersebut dengan menggunakan bahasa anda sendiri, terlebih dahulu tulis nama, npm, dan kelas
FORUM JAWABAN POST TEST
NPM : 2213053015
Kelas : 2F
Jurnal Pusat Penelitian Politik-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2Politik-LIPI) merupakan media pertukaran pemikiran mengenai masalah-masalah strategis yang terkait dengan bidang-bidang politik nasional, lokal, dan internasional; khususnya mencakup berbagai tema seperti demokratisasi, pemilihan umum, daerah, pertahanan dan keamanan, politik luar negeri dan diplomasi, dunia Islam serta isu-isu lain yang memiliki arti strategis bagi bangsa dan negara Indonesia. P2Politik-LIPI sebagai pusat penelitian milik pemerintah, dewasa ini dihadapkan pada tuntutan dan tantangan baru, baik yang bersifat akademik maupun praktis kebijakan, khususnya yang berkaitan dengan persoalan dengan otonomi daerah, demokrasi, HAM dan posisi Indonesia dalam percaturan regional dan internasional. Secara akademik, P2Politik-LIPI dituntut menghasilkan kajian-kajian unggulan yang bisa bersaing dan menjadi rujukan ilmiah, baik pada tingkat nasional maupun internasional. Sementara secara moral, P2Politik-LIPI dituntut untuk memberikan arah dan pencerahan bagi masyarakat dalam rangka membangun Indonesia baru yang rasional, adil, dan demokratis. Karena itu, kajian-kajian yang dilakukan tidak semata-mata berorientasi praksis kebijakan, tetapi juga pengembangan ilmu-ilmu pengetahuan sosial, khususnya perambahan konsep dan teori-teori baru ilmu politik, perbandingan politik, studi kawasan dan ilmu hubungan internasional yang memiliki kemampuan menjelaskan berbagai fenomena sosial-politik, baik lokal, nasional, regional, maupun internasional.
Pemilihan umum serentak (pemilu serentak) yang diselenggarakan tahun 2019 di Indonesia merupakan pemilu pertama di mana pemilihan presiden dan wakil presiden (pilpres) dilaksanakan bersamaan dengan pemilihan anggota legislatif (pileg). Oleh karena itu, menarik untuk melihat dinamika sosial politik yang terjadi pra-pemilu 2019. Jurnal Penelitian Politik ini menyajikan 6 artikel yang membahas topik-topik yang terkait dengan isu elektoral. Artikel pertama yang ditulis oleh Efriza, Penguatan Sistem Presidensial dalam Pemilu Serentak 2019, mencoba menjelaskan mengenai dinamika koalisi dalam pemerintahan Presiden Joko Widodo dan sekaligus menjelaskan upaya koalisi dalam pemilu serentak 2019. Disamping itu, tulisan ini mengkritisi ketiadaan perubahan besar dari diterapkannya sistem pemilihan umum serentak 2019, yang disebabkan oleh masih diterapkannya presidential threshold dan masih lemahnya pelembagaan partai politik itu sendiri, sehingga pola koalisi yang dibangun oleh kedua pasangan calon presiden tetap bersifat pragmatis semata. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pemilu Serentak 2019 membawa harapan terjadinya coattail effect, sehingga terjadi peningkatan dukungan politik di legislatif terhadap pemerintahan yang terpilih nantinya.
Artikel berikutnya, Upaya Mobilisasi Perempuan Melalui Narasi Simbolik Emak- Emak Dan Ibu Bangsa Pada Pemilu 2019. Artikel yang ditulis oleh Luky Sandra Amalia ini membahas upaya mobilisasi suara perempuan dilakukan melalui penyematan label emak-emak dan ibu bangsa. Tulisan ini berpendapat bahwa label emak-emak maupun ibu bangsa yang disematkan oleh kedua kubu capres-cawapres kepada pemilih perempuan hanya sebatas narasi simbolis untuk memobilisasi suara perempuan yang mencapai lebih separoh jumlah pemilih.
Sementara itu, artikel Netralitas Polri Menjelang Pemilu Serentak 2019 yang ditulis oleh Sarah Nuraini Siregar menganalisa secara khusus netralitas Polri dalam proses pemilu 2019. Pertama, karena Polri mengemban fungsi keamanan dan ketertiban umum dalam masyarakat; termasuk dalam hal ini menjaga keamanan pemilu 2019. Kedua, karena Polri juga memiliki fungsi preventif untuk mencegah terjadinya gangguan keamanan, khususnya menjelang pemilu. Secara umum fungsi ini dijalankan oleh setiap anggota Polri, namun secara khusus fungsi preventif berupa deteksi potensi gangguan keamanan sampai di tingkat desa melekat pada anggota Babinkamtibmas.
Yang ditulis oleh Fenomena Populisme Di Indonesia Kontemporer: Transformasi Persaingan Populisme dan Konsekuensinya dalam Dinamika Kontestasi Politik Menjelang Pemilu 2019 ditulis oleh Defbry Margiansyah mencoba menganalisa transformasi dari persaingan populisme di dua pemilu berbeda dan konsekuensi yang ditimbulkan bagi politik elektoral, termasuk elaborasi pola-pola kerja populisme dalam proses kontestasi politik dan faktor-faktor yang melatarbelakangi kembalinya politik populisme di Indonesia. Dengan menggunakan konsep populisme secara eklektik dan tesis penyesuaian elit, tulisan ini menunjukkan bagaimana politik populis hanya diinstrumentalisasikan sebagai wahana kepentingan elit dan oligarki penyokong dengan mengesksploitasi berbagai aspek mulai dari identitas primordial, relasi klientalistik, prestasi dan personality kandidat secara pragmatis, tetapi tidak memberikan prospek yang lebih besar bagi transformasi politik dan pendalaman demokrasi secara substansial kedepannya.
Artikel selanjutnya membahas tentang Demokrasi dan Pemilu Presiden 2019 yang ditulis oleh R. Siti Zuhro yang membahas tantangan konsolidasi demokrasi dalam pemilu presiden (pilpres) 2019.
Artikel selanjutnya membahas mengenai Menelaah Sisi Historis Shalawat Badar : Dimensi Politik Dalam Sastra Lisan Pesantren ditulis oleh Dhuroruddin Mashad. Tulisan ini membahas mengenai tradisi lisan pesantrens alah satunya Shalawat Badar yang ternyata memperlihatkan karakateristiknya yang beda, yakni tampil kental dengan nuansa politik. Ulasan berfokus pada tiga hal yaitu tentang dinamika pelaksanaan demokrasi dan pemilu di Indonesia dengan batasan pasca reformasi, baik dari segi aspek normatif maupun empiris, bagaimana desain sistem penyelenggaraan pemilu, serta bagaimana pemecahan dan harapan untuk masa depan demokrasi dan kelembagaan penyelenggara pemilu agar mampu meng-upgrade demokrasi yang sedang dibangun.
Walaupun ada kritik untuk buku ini tentang belum mengupas persoalan sumber daya manusia (SDM) yang memengaruhi performa lembaga-lembaga yang menjalankan demokrasi dan pemilu, akan tetapi ulasan ini sepakat dengan penulis bahwa masih perlu adanya penataan demokrasi dan pemilu di Indonesia.
NPM : 2213053082
Kelas : 2F
Menurut Jurnal Demokrasi tersebut , konsolidasi demokrasi di Indonesia cenderung fluktuatif dan belum berjalan secara regular karena pilar-pilar pentingnya belum berfungsi efektif dan belum maksimal. Pemilu juga mensyaratkan unsur kejujuran, keadilan, transparansi dan akuntabilitas. Konsolidasi demokrasi atau proses pendalaman demokrasi akan terhambat ketika parpol melalui para elitenya dan stakeholders terkait pemilu menunjukkan perilaku yang tidak mendorong proses demokrasi. antangan pendalaman demokrasi semakin besar ketika kondisi sosial, ekonomi, politik dan hukum juga kurang memadai. Apalagi ketika pemilu berlangsung di tengah keterbelahan sosial, menyeruaknya berita-berita sensasional di medsos, ujaran kebencian dan maraknya berita-berita hoax membuat hasil pemilu rentan dengan sengketa dan konflik.
Beberapa masalah seperti politisasi identitas dan sengitnya perebutan suara Muslim, permasalahan parpol dan semua stakeholders terkait pemilu yang belum mampu mengefektifkan dan memaksimalkan peran pentingnya dengan penuh tanggungjawab, tata kelola pemilu yang belum mampu mengakomodasi keragaman masyarakat, dan kentalnya politisasi birokrasi menjadi pekerjaan rumah yang harus segera dibenahi Indonesia.
Kepercayaan sebagian publik terhadap netralitas birokrasi minim, demikian juga terhadap penyelenggara pemilu dan institusi penegak hukum. Padahal trust building merupakan suatu keniscayaan dalam proses deepening democracy/ konsolidasi demokratisasi. Secara teoretis konflik atau sengketa dalam pemilu bisa diredam jika peserta pemilu , penyelenggara pemilu, pemerintah, dan institusi penegak hukum mampu menunjukkan profesionalitas dan independensinya, tidak partisan dan memiliki komitmen yang tinggi dalam menyukseskan pemilu.Civil society, misalnya, perlu tetap kritis dalam mengawal pemilu dan hasilnya. Berkenaan dengan hal tersebut semua stakeholders terkait pemilu seperti partai politik, penyelenggara pemilu , pemerintah dan institusi penegak hukum perlu bersinergi secara profesional untuk memperbaiki kepercayaan publik terhadap hasil pilpres. Hal tersebut perlu dilakukan karena sukses tidaknya pemilu, konflik tidaknya pilpres sangat bergantung pada tinggi-rendahnya tingkat kepercayaan rakyat kepada para stakeholders tersebut. Sejauh ini Indonesia mampu melaksanakan pemilu yang aman dan damai. Pemilu 2019 yang kompleks, dengan tingkat kerumitan yang cukup tinggi dan hasilnya yang dipersoalkan menjadi pelajaran yang sangat berharga. Tantangan yang cukup besar dalam menjalani pemilu serentak 2019 membuat konsolidasi demokrasi yang berkualitas sulit terbangun. Nilai-nilai demokrasi dalam pilpres tak cukup dikedepankan.
NPM : 22213053092
Kelas : 2F
Demokrasi yang berlangsung di daerah-daerah merupakan landasan utama bagi berkembangnya demokrasi di tingkat nasional. Pemilihan kepala daerah secara langsung merupakan terobosan penting yang dimaksudkan sebagai upaya pendalaman demokrasi (deepening democracy), yakni suatu upaya untuk mengatasi kelemahan praktek demokrasi substantif, khususnya dalam merespon tuntutan-tuntutan masyarakat lokal.
Proses demokrasi yang berlangsung di tingkat nasional (setelah tiga kali melaksanakan pemilu presiden langsung) menunjukkan arah yang tak mudah, khususnya dalam hal membangun kualitas pilpres dan pendalaman demokrasi (deepening democracy) atau konsolidasi demokrasi. Proses ini krusial karena semua tahapan yang dilalui dalam pilpres akan berpengaruh terhadap kualitas tata kelola pemerintahan. Secara khusus pilpres yang berkualitas akan berpengaruh positif terhadap pemerintahan yang efektif (governable). Sehingga, pendalaman demokrasi dipandang sebagai upaya untuk merealisasikan pemerintahan yang efektif.
Konsolidasi demokrasi atau proses pendalaman demokrasi akan terhambat ketika kondisi sosial, ekonomi, politik dan hukum kurang memadai. Pendalaman demokrasi juga belum terwujud dengan baik karena pilar-pilar demokrasi yang menjadi faktor penguat konsolidasi demokrasi belum efektif. Pilpres 2019 belum mampu menghasilkan suksesi kepemimpinan yang baik dan belum mampu pula membangun kepercayaan publik.
Proses pendalaman demokrasi/konslidasi demokrasi memerlukan peran penting stakeholders terkait pemilu dan juga elemen-elemen kekuatan lainnya seperti civil society, elite/aktor, media massa dan medsos serta lembaga survey. Independensi, kedewasaan dan partisipasi kekuatan-kekuatan sosial (societal forces) tersebut sangat diperlukan. Civil society, misalnya, perlu tetap kritis dalam mengawal pemilu dan hasilnya. Media massa bisa menjadi pemasok berita yang obyektif dan melakukan kontrol sosial yang berpihak pada rakyat.
Npm : 2213053001
Kelas : 2f
menganalisis dinamika sosial politik menjelang pemilu serentak 2019, ada beberapa faktor penting yang perlu dipertimbangkan:
Isu-isu politik yang menjadi sorotan. Pada masa menjelang pemilu, biasanya muncul berbagai isu politik yang menjadi perbincangan hangat di masyarakat. Isu-isu tersebut dapat bervariasi, seperti isu keamanan, kesejahteraan sosial, agama, hak asasi manusia, dan lain sebagainya. Analisis dapat dilakukan dengan memeriksa bagaimana isu-isu tersebut diposisikan oleh masing-masing partai politik dan bagaimana respon masyarakat terhadap isu-isu tersebut.
Kandidat dan partai politik yang bersaing. Pada pemilu serentak 2019, terdapat banyak kandidat dan partai politik yang ikut bersaing. Analisis dapat dilakukan dengan memeriksa profil dan program kerja masing-masing kandidat dan partai politik, serta dukungan yang mereka terima dari masyarakat dan media.
Dinamika sosial di masyarakat. Masyarakat memiliki peran penting dalam pemilu, karena mereka adalah pemilih yang akan menentukan siapa yang akan terpilih sebagai pemimpin. Analisis dapat dilakukan dengan memeriksa bagaimana dinamika sosial di masyarakat, seperti dukungan terhadap kandidat dan partai politik, penyebaran berita hoaks atau propaganda politik, dan lain sebagainya.
Keputusan KPU dan Bawaslu. Keputusan dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) juga memiliki pengaruh besar terhadap hasil pemilu. Analisis dapat dilakukan dengan memeriksa bagaimana keputusan KPU dan Bawaslu memengaruhi hasil pemilu, serta bagaimana respons masyarakat terhadap keputusan tersebut.
Faktor eksternal. Pemilu juga dipengaruhi oleh faktor eksternal, seperti situasi politik di negara lain, perkembangan ekonomi global, dan sebagainya. Analisis dapat dilakukan dengan memeriksa bagaimana faktor-faktor tersebut memengaruhi pemilu di Indonesia.
NPM : 2213053222
Kelas : 2F
Tugas Analisis Jurnal Penelitian Politik mengenai “Dinamika Sosial Politik Menjelang Pemilu Serentak 2019”.
Pemilihan umum serentak (pemilu serentak) yang diselenggarakan tahun 2019 di Indonesia merupakan pemilu pertama di mana pemilihan presiden dan wakil presiden (pilpres) dilaksanakan bersamaan dengan pemilihan anggota legislatif (pileg). Hal ini menjadi alasan dilaksanakannya penelitian ini, karena peristiwa ini pastilah akan menampilkan dinamika menarik di tengah kehidupan masyarakat tepatnya pada bidang sosial politik ketika masa pra-pemilihan.
Jurnal Penelitian Politik nomor 10/E/KPT/2019 memuat 6 artikel yang masing-masing membahas topik yang terkait dengan isu electoral (sistem demokrasi pemilihan wakil rakyat). Artikel pertama yang ditulis oleh Efriza, “Penguatan Sistem Presidensial dalam Pemilu Serentak 2019,” mencoba menjelaskan mengenai dinamika koalisi dalam pemerintahan Presiden Joko Widodo dan sekaligus menjelaskan upaya koalisi dalam pemilu serentak 2019. Artikel kedua berjudul, “Upaya Mobilisasi Perempuan Melalui Narasi Simbolik ‘Emak-Emak Dan Ibu Bangsa’ Pada Pemilu 2019”. Artikel yang ditulis oleh Luky Sandra Amalia ini membahas upaya mobilisasi suara perempuan dilakukan melalui penyematan label ‘emak-emak’dan ‘ibu bangsa’. Tulisan ini berpendapat bahwa label emak-emak maupun ibu bangsa yang disematkan oleh kedua kubu capres-cawapres kepada pemilih perempuan hanya sebatas narasi simbolis untuk memobilisasi suara perempuan yang mencapai lebih separoh jumlah pemilih. Tidak ada yang lebih konkrit dari yang lain, kedua istilah tersebut sama-sama mendomestikasi peran perempuan. Melalui label emak-emak maupun ibu bangsa, kedua kubu seolah menegaskan bahwa perempuan harus menjadi ibu/emak yang tugasnya hanya di ranah domestik. Kondisi ini tidak dapat dilepaskan dari pengaruh budaya patriarki yang masih berkembang di masyarakat.
Pada artikel berikutinya yang dibahas ialah “Netralitas Polri Menjelang Pemilu Serentak 2019” yang ditulis oleh Sarah Nuraini Siregar menganalisa secara khusus netralitas Polri dalam proses pemilu 2019. Kemudian, yang keempat menyinggung fenomena “Populisme Di Indonesia Kontemporer: Transformasi Persaingan Populisme dan Konsekuensinya dalam Dinamika Kontestasi Politik Menjelang Pemilu 2019” yang ditulis oleh Defbry Margiansyah di mana artikel ini mencoba untuk menganalisa transformasi dari persaingan populisme di dua pemilu berbeda dan konsekuensi yang ditimbulkan bagi politik elektoral, termasuk elaborasi pola-pola kerja populisme dalam proses kontestasi politik dan faktor-faktor yang melatarbelakangi kembalinya politik populisme di Indonesia. Selanjutnya ada artikel kelima yang membahas tentang “Demokrasi dan Pemilu Presiden 2019” artikel ini ditulis oleh R. Siti Zuhro dengan pokok pembahasan mengenai tantangan konsolidasi demokrasi dalam pemilu presiden (pilpres) 2019. Artikel selanjutnya membahas mengenai “Menelaah Sisi Historis Shalawat Badar : Dimensi Politik Dalam Sastra Lisan Pesantren” ditulis oleh Dhuroruddin Mashad, tulisan ini membahas mengenai tradisi lisan pesantrens alah satunya Shalawat Badar yang ternyata memperlihatkan karakateristiknya yang beda, yakni tampil kental dengan nuansa politik. Shalawat ini acapkali dijadikan sarana mobilisasi kaum santri dalam berbagai kontestasi politik.
Secara khusus, analisis penuh akan saya fokuskan pada artikel kelima yang berjudul, “Demokrasi dan Pemilu Presiden 2019” yang ditulis oleh R. Siti Zuhro.
Di dalam tulisan ini dibahas tentang tantangan konsolidasi demokrasi dalam pemilu presiden (pilpres) 2019. Seperti yang jelas diketahui, pada pembangunan demokrasi Indonesia yang jelas tercermin sebagaimana kondisi pilpres, masih mengalami banyak masalah. Pendalaman dan pemahaman mengenai demokrasi belum terwujud dengan baik karena pilar-pilar demokrasi yang menjadi faktor penguat konsolidasi demokrasi belum dilaksanakan dan diperankan secara efektif. Dan mengecewakannya, ternyata pada Pilpres 2019 perlu diakui bahwa kita masih belum mampu menghasilkan suksesi kepemimpinan yang baik dan belum mampu pula dalam membangun kepercayaan publik. Hal tersebut bisa dilihat dari munculnya kerusuhan sosial setelah pengumuman hasil rekapitulasi pilpres oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Kepercayaan sebagian publik terhadap netralitas birokrasi minim, demikian juga terhadap penyelenggara pemilu dan institusi penegak hukum. Padahal trust building merupakan suatu keniscayaan dalam proses deepening democracy/ konsolidasi demokratisasi. Tumbuhnya rasa saling percaya di antara penyelenggara pemilu, parpol dan masyarakat menjadi syarat utama terbangunnya demokrasi yang berkualitas dan penopang terwujudnya stabilitas politik dan keamanan dalam masyarakat. Mereka cenderung constraining dan tidak concern dengan nilai-nilai demokrasi substansial, khususnya yang terkait dengan partisipasi genuine masyarakat, kualitias kompetisi, political equality, dan peningkatan political responsiveness. Pemilu 2019 yang kompleks, dengan tingkat kerumitan yang cukup tinggi dan hasilnya yang dipersoalkan menjadi pelajaran yang sangat berharga. Pemilu yang berkualitas memerlukan parpol dan koalisi parpol yang juga berkualitas. Ini penting karena pemilu tidak hanya merupakan sarana suksesi kepemimpinan yang aspiratif, adil dan damai, tapi juga menjadi taruhan bagi ketahanan sosial rakyat dan eksistensi NKRI. Tantangan yang cukup besar dalam menjalani pemilu serentak 2019 membuat konsolidasi demokrasi yang berkualitas sulit terbangun. Nilai-nilai demokrasi dalam pilpres tak cukup dikedepankan. Sebagai negara demokrasi nomor 4 terbesar di dunia, Indonesia tampaknya belum mampu memperlihatkan dirinya sebagai negara yang menjalankan demokrasi substantif.
NPM: 2213053003
KELAS : 2F
Pada menjelang Pemilu Serentak 2019, terjadi banyak dinamika sosial politik di Indonesia. Beberapa isu yang menjadi sorotan adalah politik identitas, hoaks dan disinformasi, serta maraknya ujaran kebencian.
Politik identitas menjadi isu yang cukup hangat dibahas, terutama terkait isu agama dan suku. Beberapa kandidat memanfaatkan identitas tersebut untuk memperoleh dukungan dari kelompok tertentu.
Selain itu, hoaks dan disinformasi juga menjadi perhatian penting. Dalam era digital seperti saat ini, informasi yang tidak benar dapat dengan mudah menyebar dan mempengaruhi opini publik. Oleh karena itu, pemerintah dan lembaga terkait berupaya untuk mengatasi masalah ini dengan cara melakukan edukasi dan kampanye anti-hoaks.
Di samping itu, maraknya ujaran kebencian juga menjadi masalah yang perlu diatasi. Beberapa kasus ujaran kebencian terjadi antara pendukung kandidat yang berbeda pandangan politik.
Meski demikian, Pemilu Serentak 2019 berjalan dengan lancar dan damai. Tingkat partisipasi masyarakat juga cukup tinggi, mencapai 80 persen lebih. Pemilu ini menghasilkan terpilihnya Joko Widodo sebagai Presiden dan Ma'ruf Amin sebagai Wakil Presiden, serta anggota DPR, DPD, dan DPRD di seluruh provinsi di Indonesia.
Npm:2213053185
Kelas :2f
Berikut adalah analisis singkat mengenai Jurnal Penelitian Politik Pusat Penelitian Politik-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2Politik-LIPI):
•Jurnal ini merupakan media pertukaran pemikiran mengenai masalah-masalah strategis yang terkait dengan bidang-bidang politik nasional, lokal, dan internasional.
•Jurnal ini mencakup berbagai tema seperti demokratisasi, pemilihan umum, konflik, otonomi daerah, pertahanan dan keamanan, politik luar negeri dan diplomasi, dunia Islam serta isu-isu lain yang memiliki arti strategis bagi bangsa dan negara Indonesia.
•P2Politik-LIPI sebagai pusat penelitian milik pemerintah dituntut untuk menghasilkan kajian-kajian unggulan yang bisa bersaing dan menjadi rujukan ilmiah, baik pada tingkat nasional maupun internasional.
Selain itu, P2Politik-LIPI juga dituntut memberikan arah dan pencerahan bagi masyarakat dalam rangka membangun Indonesia baru yang rasional, adil, dan demokratis.
•Ahli-ahli kajian dari berbagai bidang seperti kepemiluan, kepartaian, otonomi daerah, politik lokal, politik Islam, gender dan politik, hubungan internasional, konflik dan keamanan, ASEAN dan perbatasan, dan dunia Islam terlibat dalam jurnal ini.
•Kajian-kajian yang dilakukan tidak semata-mata berorientasi praksis kebijakan, tetapi juga pengembangan ilmu-ilmu pengetahuan sosial, khususnya perambahan konsep dan teori-teori baru ilmu politik, perbandingan politik, studi kawasan dan ilmu hubungan internasional yang memiliki kemampuan menjelaskan berbagai fenomena sosial- politik, baik lokal, nasional, regional, maupun internasional.
Kelas : 2F
NPM : 2213053133
Disimpulkan bahwa, Konsolidasi demokrasi atau proses pendalaman demokrasi akan terhambat ketika parpol melalui para elitenya dan stakeholders terkait pemilu menunjukkan perilaku yang tidak mendorong proses demokrasi.
Tantangan pendalaman demokrasi semakin besar ketika kondisi sosial, ekonomi, politik dan hukum juga kurang memadai. Kondisi ini tidak hanya berpengaruh terhadap kualitas pemilu dan demokrasi, tapi juga stabilitas nasional.
Apalagi ketika pemilu berlangsung di tengah keterbelahan sosial, menyeruaknya berita-berita sensasional di medsos, ujaran kebencian dan maraknya berita-berita hoax membuat hasil pemilu rentan dengan sengketa dan konflik. Beberapa masalah yang muncul selama tahapan-tahapan pilpres tidak mendapatkan solusi yang konkrit dan memadai.
Sejauh ini Indonesia mampu melaksanakan pemilu yang aman dan damai.
Pemilu yang berkualitas memerlukan parpol dan koalisi parpol yang juga berkualitas. Ini penting karena pemilu tidak hanya merupakan sarana suksesi kepemimpinan yang aspiratif, adil dan damai, tapi juga menjadi taruhan bagi ketahanan sosial rakyat dan eksistensi NKRI.
Nilai-nilai demokrasi dalam pilpres tak cukup dikedepankan.
Sebagai negara demokrasi nomor 4 terbesar di dunia, Indonesia tampaknya belum mampu memperlihatkan dirinya sebagai negara yang menjalankan demokrasi substantif.
NPM : 2213053253
Kelas : 2F
DEMOKRASI DAN PEMILU PRESIDEN 2019
Secara umum, demokrasi memiliki makna yaitu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Tetapi kenyataannya untuk mewujudkan hal ini diperlukan proses yang rumit dan panjang serta harus dilalui dengan baik misalnya yaitu konsolidasi demokrasi. Lantas apa maksud dari konsolidasi demokrasi? Jadi, konsolidasi demokrasi merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan secara prinsip komitmen seluruh lapisan masyarakat pada aturan main demokrasi. Dapat dikatakan bahwa demokrasi tersebut akan terkonsolidasi jika para aktor negara baik itu dalam bidang politik, ekonomi, masyarakat sipil mampu menjalankan demokrasi sebagai alternatif dalam menciptakan serta meraih kesuksesan.
Pelaksanaan pilpres pada dasarnya juga merupakan tindak lanjut perwujudan prinsip- prinsip demokrasi yang meliputi jaminan atas prinsip-prinsip kebebasan individu dan persamaan, khususnya dalam hak politik. Jika dilihat dari sisi masyarakat, pendalaman demokrasi tergambarkan pada pelembagaan penguatan peran serta masyarakat dalam aktivitas formal di tingkat lokal. Dalam hal ini pilpres dapat menjadi langkah awal bagi penguatan peran masyarakat. Terdapat pula tantangan yang dihadapi sejak penyelenggaraan pilpres langsung yang berupa kecenderungan munculnya kompromi-kompromi kepentingan antara elite penguasa dan elite masyarakat seharusnya dicarikan solusinya agar pemilu di Indonesia bisa memenuhi harapan yang diinginkan.
Pemilu merupakan pilar utama dalam demokrasi yakni sebagai sarana serta momentum yang sangat baik bagi masyarakat yang dapat digunakan dalam menyalurkan aspirasi politik, baik itu memilih wakil - wakil terbaiknya di lembaga legislatif. Pemilu yang diadakan pada tahun 2019 merupakan pemilu ke lima pasca orde baru yang melangsungkan pileg dan pilpres dalam waktu bersamaan. Namun ternyata terdapat masalah yang ditimbulkan dari pilpres tersebut seperti perebutan suara muslim dan politisasi identitas. Pemilu yang berkualitas sangat memerlukan parpol dan koalisi parpol yang juga berkualitas. Sebab pemilu menjadi salah satu sarana penyaluran aspirasi bagi masyarakat yang dapat diwujudkan secara adil dan damai serta pemilu menjadi taruhan bagi ketahanan sosial rakyat dan eksistensi NKRI.
NPM : 2213053230
Kelas : 2F
Analisis Jurnal
Dinamika sosial politik menjelang pemilu serentak 2019.
Indonesia sudah menggelar empat kali pemilu. Tetapi, pemilu ke lima tahun 2019, khususnya, pemilu presiden (pilpres) memiliki konstelasi politik yang lebih menyita perhatian publik. Sebagaimana diketahui, untuk kedua kalinya Joko Widodo (Jokowi) kembali berhadapan dengan Prabowo Subianto. Demokrasi di maknai sebagai ‘pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Maka, Pelaksanaan pilpres pada dasarnya juga merupakan tindak lanjut perwujudan prinsip-prinsip demokrasi.
Kemudian, partisipasi masyarakat terhadap pemilu merupakan bentuk keterlibatan rakyat dalam proses politik demokrasi. Dinamika politik pemilu 2019 semakin di buat panas dengan laporan laporan kecurangan masing masing paslon.
Konsolidasi demokrasi atau proses pendalaman demokrasi akan terhambat ketika kondisi sosial, ekonomi, politik dan hukum kurang memadai. Pendalaman demokrasi juga belum terwujud dengan baik karena pilar-pilar demokrasi yang menjadi faktor penguat konsolidasi demokrasi belum efektif. Pilpres 2019 belum mampu menghasilkan suksesi kepemimpinan yang baik dan belum mampu pula membangun kepercayaan publik.
Proses pendalaman demokrasi/konslidasi demokrasi memerlukan peran penting stakeholders terkait pemilu dan juga elemen-elemen kekuatan lainnya seperti civil society, elite/aktor, media massa dan medsos serta lembaga survey. Independensi, kedewasaan dan partisipasi kekuatan-kekuatan sosial (societal forces) tersebut sangat diperlukan. Civil society, misalnya, perlu tetap kritis dalam mengawal pemilu dan hasilnya. Media massa bisa menjadi pemasok berita yang obyektif dan melakukan kontrol sosial yang berpihak pada rakyat.
NPM: 2213053160
Kelas: 2F
Demokrasi dapat diartikan sebagai pemerintahan yang dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Di dalam mewujudkan itu semua dibutuhkan proses proses yang harus dilalui seperti proses kondolidasi demokrasi yaitu sarana untuk meningkatlan prinsip komitmen seluruh lapisan masyarakat pada aturan main demokrasi. Bentuk demokrasi di indonesia yang berada pada tingkat nasional adalah pilpres yang merupakan tindaknlanjut dalam demokrasi yang berisi prinsip prinsip kebebasan individu dan persamaan dalam bidang politik. Pemilu bukan hanya penada suatu kesukesesan dalam hal memimpin, namun sebagai evaluasi untuk meningkatkan kualitas demokrasi yang sehat dan bermartabat.
Pemilu serentak pada dasarnya adalah ipaya untuk demokratis yang diharapkan dapat menjadi legislator dan eksekutif agar dapat lebih menjadi akuntabel yang diharapkan oleh masyarakat. Sebagai bagian upaya untuk mewujudkan demokrasu yang baik, reformasi pilitik dan pemilu menuntuk untuk lahirnya reformasi birokrasi yang profesional. Karena sejak masa reformasi, masalah reformasi birokrasi dan demokrasi di Indonesia menjadi isu penting dan perdebatan politik. Namun harus diakui pula pemilu di era reformasi telah menunjukan beberapa nilai yang positif seperti proses liberal pada era transisi politik saat ini membuat sistem politik semakin plural tetapi tetap kompotetif.
NPM : 2213053126
KELAS : 2F
kajian-kajian yang dilakukan tidak semata-mata berorientasi pada praksis kebijakan, tetapi juga pengembangan ilmu-ilmu pengetahuan sosial, khususnya perbahan konsep dan teori-teori baru ilmu politik, perbandingan politik, studi kawasan dan ilmu hubungan internasional yang memiliki kemampuan menjelaskan berbagai fenomena sosial-politik, baik lokal, nasional, regional, maupun internasional.
Prof. Syamsuddin Haris (Ahli Kajian Kepartaian, Pemilu, dan Demokrasi), Prof Dr. R. Siti Zuhro, MA (Ahli Kajian Otonomi Daerah dan Politik Lokal), Lili Romli (Ahli Kajian Pemilu dan Kepartaian) Drs, Hamdan Basyar, M.Si (Ahli Kajian Timur Tengah dan Politik Islam) Dr, Sri Nuryanti, MA (Ahli Kepartaian dan Pemilu), (Ahli Gender dan Politik), Dr. Firman Noor, MA (Ahli Kajian Pemikiran Politik, Pemilu dan Kepartaian) Moch, Nurhasim, S.IP., M.Si (Ahli Kajian Pemilu dan Kepartaian) Dra, Sri Yanuarti (Ahli Kajian Konflik dan Keamanan) Drs, Heru Cahyono (Ahli Kajian Politik Lokal) Dra, Awani Irewati, MA (Ahli Kajian ASEAN dan Perbatasan) Indriana Kartini, MA (Ahli Kajian Dunia Islam dan Perbandingan Politik) Dini Rahmiati, S.Sos., M.Si Sutan Sorik, SH Adiyatnika, A.Md Prayogo, S .Kom Anggih Tangkas Wibowo, ST., MMSi Pusat Penelitian Politik-LIPI, Widya Graha LIPI, Lantai III & XI Jl.
Secara umum fungsi ini dijalankan oleh setiap anggota Polri, namun secara khusus fungsi preventif berupa deteksi potensi gangguan keamanan sampai di tingkat desa melekat pada anggota Babinkamtibmas. Kontestasi Politik Menjelang Pemilu 2019" ditulis oleh Defbry Margiansyah mencoba menganalisis transformasi dari persaingan populisme di dua pemilu yang berbeda dan konsekuensi yang ditimbulkan bagi politik elektoral, termasuk elaborasi pola iv | Jurnal Penelitian Politik.
Dengan menggunakan konsep populisme secara eklektik dan tesis penyesuaian elit, tulisan ini menunjukkan bagaimana politik populis hanya diinstrumentasikan sebagai wahana kepentingan elit dan oligarki penyiokong dengan mengeskploitasi berbagai aspek mulai dari identitas primordial, relasi klientalistik, prestasi dan kepribadian kandidat secara pragmatis, tetapi tidak memberikan prospek yang lebih besar bagi transformasi politik dan pendalaman demokrasi secara substansial di masa depan.
NPM : 2213053171
Kelas : 2F
Deepening democracy dan tantangannya demokrasi secara sederhana dapat dimaknai sebagai ‘pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat’. Namun, untuk mewujudkan makna tersebut tidaklah mudah karena demokrasi memerlukan proses panjang dan tahapan-tahapan penting yang harus dilalui, seperti proses konsolidasi demokrasi. Seperti dikatakan Laurence Whitehead (1989), konsolidasi demokrasi merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan secara prinsip komitmen seluruh lapisan masyarakat pada aturan main demokrasi. Sebagai pilar utama demokrasi, pemilu merupakan sarana dan momentum terbaik bagi rakyat, khususnya, untuk menyalurkan aspirasi politiknya, memilih wakil-wakil terbaiknya di lembaga legislatif dan presiden/wakil presidennya secara damai. Keberhasilan penyelenggaraan pemilu (pemilu legislatif, pemilihan kepala daerah dan pemilihan presiden) dan pelembagaan sistem demokrasi mensyaratkan kemampuan bangsa untuk mengelola politik dan pemerintahan sesuai amanat para pendiri bangsa. Pemilu serentak 2019 tak lepas dari isu politisasi identitas dan agama. Fenomena politisasi identitas dan agama juga diwarnai dengan berebut suara muslim.
Pemilu bukan hanya penanda suksesi kepemimpinan, tapi juga merupakan koreksi/ evaluasi terhadap pemerintah dan proses deepening democracy untuk meningkatkan kualitas demokrasi yang sehat dan bermartabat. Mungkin bijak untuk memahami makna demokrasi dalam sebuah negara yang plural dan multikultural seperti Indonesia, dengan mengutip teori etik filsuf Jerman, Immanuel Kant (1724-1804) yang mengingatkan, jika dalam suatu masyarakat majemuk masing-masing kelompok mengklaim kebenaran absolut agama, moralitas, atau kulturnya, yang menjadi hasil akhirnya adalah konflik.Sebagai bagian dari upaya untuk mewujudkan demokrasi yang substansial, reformasi politik dan pemilu juga menuntut lahirnya reformasi birokrasi yang profesional terbebas dari pragmatisme dan kooptasi partai politik dan penguasa. Ketidaknetralan birokrasi dalam pemilu bisa berakibat pada lemahnya legitimasi kinerja pemerintah, penyelenggara pemilu dan hasilnya. Sejauh ini Indonesia mampu melaksanakan pemilu yang aman dan damai. Pemilu 2019 yang kompleks, dengan tingkat kerumitan yang cukup tinggi dan hasilnya yang dipersoalkan menjadi pelajaran yang sangat berharga. Pemilu yang berkualitas memerlukan parpol dan koalisi parpol yang juga berkualitas. Ini penting karena pemilu tidak hanya merupakan sarana suksesi kepemimpinan yang aspiratif, adil dan damai, tapi juga menjadi taruhan bagi ketahanan sosial rakyat dan eksistensi NKRI.
Kelas : 2F
NPM : 2213053055
Analisis jurnal penelitian politik "Dinamika Sosial Politik Menjelang Pemilu Serentak 2019"
Menurut jurnal politik tersebut Pemilu merupakan pilar utama demokrasi, pemilu merupakan sarana dan momentum terbaik bagi rakyat, khususnya, untuk menyalurkan aspirasi politiknya, memilih wakil-wakil terbaiknya di lembaga legislatif dan presiden/wakil presidennya secara damai. Keberhasilan penyelenggaraan pemilu (pemilu legislatif, pemilihan kepala daerah dan pemilihan presiden) dan pelembagaan sistem demokrasi mensyaratkan kemampuan bangsa untuk mengelola politik dan pemerintahan sesuai amanat para pendiri bangsa. Pemilu serentak 2019 adalah pemilu kelima pasca Orde Baru dan merupakan pemilu serentak pertama yang melangsungkan pileg dan pilpres dalam waktu bersamaan. Pemilu serentak jauh lebih kompleks dan rumit, baik bagi penyelenggara pemilu, parpol, maupun rakyat.
Dalam jurnal juga menjelaskan bahwa pemilu serentak 2019 tak lepas dari isu politisasi identitas dan agama. Sebagai negara yang mayoritas penduduknya Muslim, berebut suara muslim merupakan hal yang logis dan selalu terjadi dalam setiap pemilu. Meskipun dikotomi santri-abangan cenderung makin cair, pendapat tentang pentingnya pasangan calon yang merepresentasikan santri dan abangan masih cukup kuat. Tetapi, hal tersebut tidak dengan sendirinya memberikan jaminan kemenangan.
Selain itu, Jurnal tersebut juga menjelaskan bahwa pemilu bukan hanya penanda suksesi kepemimpinan, tapi juga merupakan koreksi/ evaluasi terhadap pemerintah dan proses deepening democracy untuk meningkatkan kualitas demokrasi yang sehat dan bermartabat. Pengalaman dari pemilu ke pemilu menunjukkan bahwa permasalahan yang dihadapi relatif sama: perilaku distortif, melanggar hukum dan menghalalkan semua cara (vote buying). Tapi parpol sebagai peserta pemilu belum mampu merespon dan memberi solusi konkret. Pemilu dalam konteks demokrasi tak lain dimaksudkan untuk menghasilkan pemerintahan yang efektif. Sedangkan salah satu isu krusial pilpres 2019 adalah politisasi birokrasi. Persoalannya, bagaimana menjadikan birokrasi tetap profesional, independen dan netral secara politik dalam pemilu. Proses pendalaman demokrasi atau konslidasi demokrasi memerlukan peran penting stakeholders terkait pemilu dan juga elemen- elemen kekuatan lainnya seperti civil society, elite/aktor, media massa dan medsos serta lembaga survey. Independensi, kedewasaan dan partisipasi kekuatan-kekuatan sosial (societal forces) tersebut sangat diperlukan.
Nama : Tria Selvia
Npm : 2213053258
Kelas : 2F
Analisis Jurnal Penelitian Politik mengenai “Dinamika Sosial Politik Menjelang Pemilu Serentak 2019”.
Pemilu dalam konteks demokrasi tidak dimaksudkan untuk menghasilkan pemerintahan yang efektif. Sedangkan salah satu isu krusial pilpres 2019 adalah politisasi birokrasi. Publiknya, bagaimana birokrasi tetap profesional, independen dan netral secara politik dalam pemilu. Harus diakui bahwa celah sangat rentan dijadikan alat kepentingan politik. Keberpihakan birokrasi pada satu kekuatan politik tertentu akan menimbulkan kerawanan tersendiri. “Kewajiban” pimpinan pemerintahan/lembaga/pemda menjadi tim pemenang pilpres, misalnya, juga berpengaruh cukup signifikan terhadap birokrasi pusat/daerah.
Konsolidasi demokrasi di Indonesia cenderung fluktuatif dan belum berjalan secara teratur karena pilar-pilar pentingnya (pemilu, partai politik, masyarakat sipil, media massa) belum berfungsi efektif dan belum maksimal. Sebagai pilar penting demokrasi, pemilu diperlukan untuk suksesi kepemimpinan dan penanganan kinerja pemerintahan. Pemilu juga mensyaratkan unsur kejujuran, keadilan, transparansi, dan akuntabilitas.
Proses pendalaman demokrasi/konslidasi demokrasi memerlukan peran penting stakeholders terkait pemilu dan juga elemen-elemen kekuatan lainnya seperti masyarakat sipil, elite/aktor, media massa dan medsos serta lembaga survei. Pemilu yang berkualitas memerlukan parpol dan perselisihan parpol yang juga berkualitas. Ini penting karena pemilu tidak hanya merupakan sarana suksesi kepemimpinan yang aspiratif, adil dan damai, tetapi juga menjadi taruhan bagi ketahanan sosial rakyat dan eksistensi NKRI. Tantangan yang cukup besar dalam menjalani pemilu serentak tahun 2019 membuat konsolidasi demokrasi yang berkualitas sulit disadari.
NPM : 2213053038
Kelas : 2F
Jurnal tersebut membahas tantangan konsolidasi demokrasi dalam pemilu presiden (pilpres) 2019. Dalam berdemokrasi Indonesia masih mengalami banyak masalah seperti pilpres 2019. Demokrasi belum terwujud dengan baik karena pilar-pilar demokrasi yang menjadi faktor penguat konsolidasi demokrasi belum efektif. Pada pilpres 2019 belum mampu membangun kepercayaan publik. Konsolidasi demokrasi di Indonesia cenderung naik turun dan belum berjalan secara teratur karena pilar-pilar pentingnya (pemilu, partai politik, civil society, media massa) belum berfungsi efektif dan belum maksimal. Sebagai pilar penting demokrasi, pemilu diperlukan untuk suksesi kepemimpinan dan mengoreksi kinerja pemerintahan. Pemilu juga seharusnya memiliki unsur kejujuran, keadilan, transparansi dan akuntabilitas. Untuk menciptakan hal tersebut maka diperlukan prakondisi dan komitmen semua elemen bangsa untuk mematuhi peraturan yang ada.
Demokrasi semakin besar tantangannya ketika kondisi sosial, ekonomi, politik dan hukum juga kurang memadai. Kondisi ini tidak hanya berpengaruh terhadap kualitas pemilu dan demokrasi, tapi juga stabilitas nasional. Apalagi ketika pemilu berlangsung di tengah keterbelahan sosial, menyeruaknya berita-berita sensasional di medsos, ujaran kebencian dan maraknya berita-berita hoax membuat hasil pemilu rentan dengan sengketa dan konflik.
Masalah yang muncul selama tahapan pilpres tidak mendapatkan solusi yang konkrit dan memadai. Seharusnya tumbuh rasa saling percaya di antara penyelenggara pemilu, parpol dan masyarakat menjadi syarat utama terbangunnya demokrasi yang berkualitas dan penopang terwujudnya stabilitas politik dan keamanan dalam masyarakat. Semakin substansial demokrasi yang terbangun melalui pemilu akan semakin besar kemungkinan munculnya kepercayaan publik dan pemilu yang damai. Sebaliknya, semakin prosedural demokrasi yang terbangun melalui pemilu akan semakin besar pula ketidak percayaan publik dan semakin rentan pula sengketa/konflik yang akan muncul.
Npm : 2213053220
Kelas : 2f
Dinamika sosial politik di Indonesia pada saat menjelang Pemilu Serentak 2019 sangat menarik untuk dikaji.
berdasarkan informasi jurnal ini membahas tentang hubungan antara demokrasi dan Pemilu Presiden 2019 di Indonesia. Beberapa topik yang dibahas dalam jurnal ini antara lain:
1. Analisis tentang kualitas demokrasi di Indonesia menjelang Pemilu Presiden 2019. Dalam konteks demokrasi, Pemilu Presiden 2019 merupakan momentum penting dalam menunjukkan kualitas demokrasi di Indonesia. Oleh karena itu, jurnal ini membahas tentang bagaimana kualitas demokrasi di Indonesia menjelang Pemilu Presiden 2019.
2. Dinamika politik di sekitar Pemilu Presiden 2019. Pemilu Presiden 2019 merupakan pertarungan politik yang penting dalam menjunjung tinggi nilai demokrasi di Indonesia. Oleh karena itu, jurnal ini kemungkinan membahas tentang dinamika politik yang terjadi di sekitar Pemilu Presiden 2019, seperti isu-isu yang dibawa oleh calon presiden dan pergerakan masyarakat dalam menjelang Pemilu.
3. Peran media sosial dalam Pemilu Presiden 2019. Media sosial menjadi faktor penting dalam Pemilu Presiden 2019 karena banyaknya informasi yang disebarkan melalui media sosial. Jurnal ini kemungkinan membahas tentang bagaimana media sosial mempengaruhi hasil dari Pemilu Presiden 2019.
4. Partisipasi politik masyarakat dalam Pemilu Presiden 2019. Partisipasi politik masyarakat sangat penting dalam Pemilu karena partisipasi politik masyarakat dapat mempengaruhi hasil dari Pemilu. Oleh karena itu, jurnal ini kemungkinan membahas tentang bagaimana partisipasi politik masyarakat memengaruhi hasil dari Pemilu Presiden 2019.
Pada pemilu serentak 2019, terdapat banyak kandidat dan partai politik yang ikut bersaing. Analisis dapat dilakukan dengan memeriksa profil dan program kerja masing-masing kandidat dan partai politik, serta dukungan yang mereka terima dari masyarakat dan media.
Dinamika sosial di masyarakat. Masyarakat memiliki peran penting dalam pemilu, karena mereka adalah pemilih yang akan menentukan siapa yang akan terpilih sebagai pemimpin. Analisis dapat dilakukan dengan memeriksa bagaimana dinamika sosial di masyarakat, seperti dukungan terhadap kandidat dan partai politik, penyebaran berita hoaks atau propaganda politik, dan lain sebagainya.
NPM : 2213053219
Kelas : 2F
Jurnal tersebut menggambarkan bahwa meskipun Indonesia telah berhasil melaksanakan Pemilu pada tahun 2019 tetapi tantangan dalam konsolidasi demokrasi masih ada. Nyatanya pembangunan demokrasi di Indonesia masih banyak mengalami masalah, contohnya dapat kita lihat pada pilpres 2019 lalu yang belum memberikan suksesi kepemimpinan yang baik dan membangun kepercayaan publik yang cukup. Hal ini dapat dilihat dari munculnya kerusuhan sosial setelah pengumuman hasil Pilpres oleh Komisi Pemilihan Umum atau KPU di mana salah satu kandidat menolak hasil pemilu. Situasi ini kemudian menunjukkan bahwa konsolidasi demokrasi Indonesia masih rentan terhadap perbedaan pendapat dan ketidak puasan politik.
Akibat dari ketidakstabilan hasil Pilpres tersebut Mahkamah Konstitusi menjadi penentu dari hasil akhir Pilpres karena kedua kandidat mengklaim sebagai pemenang. Dapat disimpulkan bahwa jurnal tersebut menggambarkan akan kondisi Indonesia yang krisis demokrasi dan masih menghadapi banyak tantangan dan perlu adanya upaya lebih lanjut untuk memperkuat pilar-pilar demokrasi dan memperbaiki kepercayaan publik terhadap institusi demokrasi.
Kelas : 2F
Npm : 2253053024
Demokrasi secara sederhana dapat dimaknai sebagai ‘pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat’. Namun, untuk mewujudkan makna tersebut tidaklah mudah karena demokrasi memerlukan proses panjang dan tahapan-tahapan penting yang harus dilalui, seperti proses konsolidasi demokrasi.Konsolidasi demokrasi merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan secara prinsip komitmen seluruh lapisan masyarakat pada aturan main demokrasi.Sebagai pilar utama demokrasi, pemilu merupakan sarana dan momentum terbaik bagi rakyat, khususnya, untuk menyalurkan aspirasi politiknya, memilih wakil-wakil terbaiknya di lembaga legislatif dan presiden/wakil presidennya secara damai.Pemilu bukan hanya penanda suksesi kepemimpinan, tapi juga merupakan koreksi/ evaluasi terhadap pemerintah dan proses deepening democracy untuk meningkatkan kualitas demokrasi yang sehat dan bermartabat.Dalam proses konsolidasi tersebut, parpol sebagai pelaku utama pemilu idealnya dapat melaksanakan fungsinya sebagai penyedia kader calon pemimpin.
Sejauh ini Indonesia mampu melaksanakan pemilu yang aman dan damai. Pemilu 2019 yang kompleks, dengan tingkat kerumitan yang cukup tinggi dan hasilnya yang dipersoalkan menjadi pelajaran yang sangat berharga. Pemilu yang berkualitas memerlukan parpol dan koalisi parpol yang juga berkualitas. Ini penting karena pemilu tidak hanya merupakan sarana suksesi kepemimpinan yang aspiratif, adil dan damai, tapi juga menjadi taruhan bagi ketahanan sosial rakyat dan eksistensi NKRI. Tantangan yang cukup besar dalam menjalani pemilu serentak 2019 membuat konsolidasi demokrasi yang berkualitas sulit terbangun. Nilai-nilai demokrasi dalam pilpres tak cukup dikedepankan. Sebagai negara demokrasi nomor 4 terbesar di dunia, Indonesia tampaknya belum mampu memperlihatkan dirinya sebagai negara yang menjalankan demokrasi substantif.
NPM : 2253053009
Kelas : 2F
dari Jurnal Pusat Penelitian Politik-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2Politik-LIPI) bahwa Pemilu serentak 2019 adalah pemilu kelima pasca Orde Baru dan merupakan pemilu serentak pertama yang melangsungkan pileg dan pilpres dalam waktu bersamaan. namun, pemilu serentak 2019 tak lepas dari isu politisasi identitas dan agama. Munculnya sejumlah isu oleh sebagian umat Islam dipandang merugikan mereka, pada akhirnya melahirkan gerakan ijtima’ulama untuk mengusung pasangan calon (paslon) presiden dan wakil presiden, menariknya hasil ijtima ulama tersebut justru mendapat sanggahan dari kelompok umat Islam lainnya karena dinilai tidak mewakili ulama-ulama lainnya. dan dalam proses konsolidasi tersebut, parpol sebagai pelaku utama pemilu idealnya dapat melaksanakan fungsinya sebagai penyedia kader calon pemimpin. Namun, ketika fungsi parpol tidak maksimal, proses konsolidasi demokrasi terhambat. Hal ini tampak jelas dalam pemilu 2019 di mana banyak parpol gagal dalam proses kaderisasi. Hal ini dapat dilihat dari maraknya partai yang memilih mencalonkan kalangan selebritis sebagai caleg. Bagi massa, parpol gagal melaksanakan peran dan fungsinya dan cenderung menggunakan institusinya hanya untuk memperjuangkan kekuasaan dan kepentingannya sendiri.
dijelaskan pula dalam pilpres 2019 tampaknya tidak semua pihak menyadari pentingnya nilai-nilai budaya sendiri sebagai perisai ketahanan sosial bangsa di mana empat pilar kebangsaan Indonesia (yaitu Pancasila, UUD NRI 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika) berakar dari falsafah dan sejarah hidup bangsa. Gambaran tersebut sangat terasa dalam pilpres 2019 di mana masyarakat cenderung mengalami pembelahan sosial yang cukup tajam. Pemilu serentak pada dasarnya merupakan upaya demokratis yang diharapkan dapat menjadikan legislator dan eksekutif menjadi lebih akuntabel di hadapan rakyat sebagaimana tuntutan demokrasi ideal. dan Kepercayaan sebagian publik terhadap netralitas birokrasi minim, demikian juga terhadap penyelenggara pemilu dan institusi penegak hukum. Padahal trust building merupakan suatu keniscayaan dalam proses deepening democracy/konsolidasi demokratisasi.
Npm : 2253053015
Kelas : 2 F
Jurnal Pusat Penelitian Politik-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2Politik-LIPI) merupakan media pertukaran pemikiran mengenai masalah-masalah strategis yang
terkait dengan bidang-bidang politik nasional, lokal, dan internasional; khususnya mencakup berbagai tema seperti demokratisasi, pemilihan umum, konflik, otonomi
daerah, pertahanan dan keamanan, politik luar negeri dan diplomasi, dunia Islam serta isu-isu lain yang memiliki arti strategis bagi bangsa dan negara Indonesia.
Pemilihan umum serentak (pemilu serentak) yang diselenggarakan tahun 2019 di Indonesia merupakan pemilu pertama di mana pemilihan presiden dan wakil presiden (pilpres) dilaksanakan bersamaan dengan pemilihan anggota legislatif (pileg). Oleh karena itu, menarik untuk melihat dinamika sosial politik yang terjadi pra-pemilu
2019..
Tulisan ini membahas tantangan konsolidasi demokrasi dalam pemilu presiden (pilpres) 2019. Pembangunan demokrasi Indonesia sebagaimana tercermin dari pilpres masih mengalami banyak masalah. Pendalaman demokrasi belum terwujud dengan baik karena pilar-pilar demokrasi yang menjadi faktor penguat konsolidasi
demokrasi belum efektif. Pilpres 2019 belum mampu menghasilkan suksesi kepemimpinan yang baik dan belum mampu pula membangun kepercayaan publik. Hal tersebut bisa dilihat dari munculnya kerusuhan sosial setelah pengumuman hasil rekapitulasi pilpres oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Satu kandidat menolak hasil pemilu. Adalah jelas pilpres belum selesai. Sekarang Mahkamah Konstitusi (MK) menjadi penentu akhir hasil pilpres karena dua kandidat mengklaim sebagai pemenang pilpres.
NPM : 2213053024
Kelas : 2F
Analisis Jurnal
"Dinamika Sosial Politik Menjelang Pemilu Serentak 2019"
Pada jurnal ini membahas topik-topik yang terkait dengan isu elektoral. Jurnal ini membahas mengenai apa saja tantangan konsolidasi demokrasi dalam pilpres 2019. Sejak era Reformasi, Indonesia sudah menggelar empat kali pemilu. Namun, pemilu ke lima tahun 2019, khususnya, pemilu presiden (pilpres) memiliki konstelasi politik yang lebih mengambil perhatian publik dikarenakan di tataran empirik pemilu masih belum mampu mengantarkan rakyat Indonesia benar-benar berdaulat.
Mulai beda dengan pemilu sebelumnya, pemilu 2019 menjadi test case penguatan sistem presidensial, pelembagaan parpol dan koalisi parpol yang terukur dan terformat. Untuk memenuhi hal tersebut, semua pihak harus ikut berkomitmen untuk selalu meningkatkan kualitas pemilu, bukan saja secara prosedural, melainkan juga secara substansial. Maksudnya pilpres dan pileg 2019 perlu disikapi dengan rasional, dewasa, profesional, adil, jujur, bijak dan beradab sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.
Kemudian Pemilu serentak 2019 ini tak lepas dari isu politisasi identitas dan agama kegiatan ini diwarnai dengan berebut suara muslim. Dan muncul sejumlah isu oleh sebagian umat Islam yang mana dipandang merugikan mereka dan pada akhirnya melahirkan gerakan ijtima’ulama untuk mengusung pasangan calon (paslon) presiden dan wakil presiden.
Lalu permasalahan permasalahan parpol dan semua stakeholders terkait pemilu yang belum mampu mengefektifkan dan memaksimalkan peran pentingnya dengan penuh tanggungjawab, tata kelola pemilu yang belum mampu mengakomodasi keragaman masyarakat, dan kentalnya politisasi birokrasi menjadi pekerjaan rumah yang harus segera dibenahi oleh negara.
Maka dari penjelasan diatas dapat kita peroleh bahwa semakin substansial
demokrasi yang dibangun melalui pemilu akan semakin besar kemungkinan munculnya public trust dan pemilu yang damai. kemudian sebaliknya jika semakin prosedural demokrasi yang terbangun melalui pemilu akan semakin besar pula ketidak percayaan publik dan semakin rentan pula sengketa/konflik yang akan muncul.
Challenge yang cukup besar dalam melaksanakan pemilu serentak 2019 membuat konsolidasi demokrasi yang berkualitas sulit untuk dibangun. Nilai demokrasi dalam pilpres pun tak cukup dikedepankan. Sebagai negara demokrasi negara Indonesia tampaknya masih belum mampu memperlihatkan jati diri sebagai negara yang dapat menjalankan demokrasi substantif.
NPM : 2213053295
Kelas : 2 F
Analisis Jurnal: DEMOKRASI DAN PEMILU PRESIDEN 2019
Deepening Democracy dan Tantangannya
Demokrasi secara sederhana dapat dimaknai sebagai ‘pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat’. Namun, untuk mewujudkan makna tersebut tidaklah mudah karena demokrasi memerlukan proses panjang dan tahapan-tahapan penting yang harus dilalui, seperti proses konsolidasi demokrasi. Seperti dikatakan Laurence Whitehead (1989), konsolidasi demokrasi merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan secara prinsip komitmen seluruh lapisan masyarakat pada aturan main demokrasi. Ia tidak hanya merupakan proses politik yang terjadi pada level prosedural lembaga-lembaga politik, tetapi juga pada level masyarakat.
Pendalaman demokrasi dapat dipandang sebagai upaya untuk merealisasikan pemerintahan yang efektif. Menurut Migdal (1988), negara dan masyarakat seharusnya saling bersinergi sehingga bisa saling memperkuat perannya masing-masing. Dengan kapasitasnya tersebut negara diharapkan mampu melakukan penetrasi ke dalam masyarakat, mengatur relasi sosial, mengambil sumber daya dan mengelolanya. Selain itu, negara juga harus mampu memberdayakan masyarakat untuk terlibat aktif dalam proses kehidupan berbangsa dan bernegara, terutama dalam kontrol sosial. Berhasil tidaknya kontrol sosial ini akan mencerminkan kuat tidaknya peran negara. Negara yang kuat, menurut Migdal (1988), adalah yang mampu melakukan ketiga fungsi dasar tersebut.
Pemilu Presiden 2019 dan Masalahnya
Pemilu serentak 2019 adalah pemilu kelima pasca Orde Baru dan merupakan pemilu serentak pertama yang melangsungkan pileg dan pilpres dalam waktu bersamaan dengan nilai-nilai Pancasila.
Pemilu serentak jauh lebih kompleks dan rumit, baik bagi penyelenggara pemilu, parpol, maupun rakyat. Ini juga merupakan pemilu yang paling gamang. Sebab, di satu sisi dengan adanya presidential threshold (PT) mereka harus berkoalisi dalam mengusung pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presidennya (cawapres), di sisi lain dalam saat yang bersamaan mereka juga harus berjuang secara sendiri-sendiri untuk merebut kursi legislatif.
Politisasi Identitas: Berebut Suara Muslim
Pemilu serentak 2019 tak lepas dari isu politisasi
identitas dan agama. Fenomena politisasi identitas dan agama juga diwarnai dengan berebut suara muslim. Sebagai negara yang mayoritas penduduknya Muslim, berebut suara muslim merupakan hal yang logis dan selalu terjadi dalam setiap pemilu.
Pemilu dan Kegagalan Parpol
Ketika fungsi parpol tidak maksimal, proses konsolidasi demokrasi terhambat. Hal ini tampak jelas dalam pemilu 2019 di mana banyak parpol gagal dalam proses kaderisasi. Hal ini dapat dilihat dari maraknya partai yang memilih mencalonkan kalangan selebritis sebagai caleg. Tujuannya menjadikan selebritis tersebut sebagai vote getter partai dalam pemilu.
Pemilu dalam Masyarakat Plural
Dalam konteks pilpres 2019 tampaknya tidak semua pihak menyadari pentingnya nilai-nilai budaya sendiri sebagai perisai ketahanan sosial bangsa di mana empat pilar kebangsaan
Indonesia (yaitu Pancasila, UUD NRI 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika) berakar dari falsafah dan sejarah hidup bangsa. Gambaran tersebut sangat terasa dalam pilpres 2019 di mana masyarakat cenderung mengalami pembelahan sosial yang cukup tajam. Penggunaan istilah “cebong” sebagai julukan pendukung Jokowi dan “kampret” sebagai julukan pendukung Prabowo bertentangan dengan nilai-nilai luhur bangsa.
Pemilu dan Politisasi Birokrasi
Sebagai bagian dari upaya untuk mewujudkan demokrasi yang substansial, reformasi politik dan pemilu juga menuntut lahirnya reformasi birokrasi yang profesional terbebas dari pragmatisme dan kooptasi partai politik dan penguasa. Ketidaknetralan birokrasi dalam pemilu bisa berakibat pada lemahnya legitimasi kinerja pemerintah, penyelenggara pemilu dan hasilnya.
Penutup
Konsolidasi demokrasi di Indonesia cenderung fluktuatif dan belum berjalan secara regular karena pilar-pilar pentingnya (pemilu, partai politik, civil society, media massa) belum berfungsi efektif dan belum maksimal. Sebagai pilar penting demokrasi, pemilu diperlukan untuk suksesi kepemimpinan dan mengoreksi kinerja pemerintahan. Pemilu juga mensyaratkan unsur kejujuran, keadilan, transparansi dan akuntabilitas. Tantangan yang cukup besar dalam menjalani pemilu serentak 2019 membuat konsolidasi demokrasi yang berkualitas sulit terbangun. Nilai-nilai demokrasi dalam pilpres tak cukup dikedepankan. Sebagai negara demokrasi nomor 4 terbesar di dunia, Indonesia tampaknya belum mampu memperlihatkan dirinya sebagai negara yang menjalankan demokrasi substantif.
NPM : 2213053238
Kelas : 2F
Demokrasi yakni pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.Demokrasi yakni pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Proses demokrasi semakin pesat setelah dilaksanakannya pemilu presiden secara langsung sejak 2004 dan pemilihan kepala daerah (pilkada) secara langsung sejak 2005.
Pilkada tersebut adalah salah satu langkah terobosan penting sebagai upaya pendalaman demokrasi. Sedangkan proses demokrasi yang berlangsung di tingkat nasional akan berpengaruh terhadap kualitas tata kelola pemerintah. Pendalaman-pendalaman demokrasi bisa berasal dari negara dan dari masyarakatnya. Demokrasi di Indonesia sejak 1998-2019 masih diwarnai prosedural ketimbang substantif. Kompetisi dalam pilpres melalui kampanye memunculkan berbagai kegaduhan di media massa dan media sosial. Bahkan di sepanjang tahun 2018 ada 53 kasus hoax (berita bohong), dan 324 hate speech (ujaran kebencian). Keragaman yang menjadi spirit bhinneka tunggal Ika cenderung di abaikan. Berkurangnya nilai-nilai toleransi, kekerasan dan kerusuhan terjadi dalam proses pemilu.
Pemilu serentak 2019 adalah pemilu kelima pasca orde baru dan merupakan pemilu serentak pertama yang melangsungkan pileg dan pilpres dalam waktu bersamaan. Pemilu serentak 2019 diwarnai oleh politisasi identitas dan agama. Dan dalam pemilu 2019 banyak parpol yang gagal dalam proses kaderisasi. Sejak 1999 kinerja parpol tidak kunjung menghasilkan landasan atau platform politik nasional. Absennya beberapa fungsi yang tidak di lakukan parpol membuat kepercayaan rakyat menurun drastis. Dalam pilpres 2019 terlihat tidak semua pihak menyadari pentingnya nilai-nilai budaya sendiri sebagai perisai ketahanan sosial bangsa di mana empat pilar kebangsaan Indonesia (yaitu Pancasila, UUD NRI 1945, NKRI, dan bhinneka tunggal Ika).
Pemilu 2019 adalah pemilu serentak dan kompleks dengan segala kerumitan dalam prosesnya menjadi pelajaran yang sangat berharga bagi Indonesia. Pemilu serentak 2019 menyebabkan konsolidasi demokrasi yang berkualitas sulit terbangun. Indonesia belum mampu menjalankan demokrasi substantif.
NPM : 2213053191
Kelas : 2F
Sejak era Reformasi, Indonesia sudah menggelar empat kali pemilu. Tetapi, pemilu ke lima tahun 2019, khususnya, pemilu presiden (pilpres) memiliki konstelasi politik yang lebih menyita perhatian publik. Sebagaimana diketahui, untuk kedua kalinya Joko Widodo (Jokowi) kembali
berhadapan dengan Prabowo Subianto, head to head,untuk memperebutkan kursi presiden. Memanasnya kontestasi pilpres 2019 juga diwarnai dengan polarisasi politik antara kedua kubu pendukung capres. Tak ayal bara pilpres pun cenderung semakin mempertajam timbulnya pembelahan sosial dalam masyarakat.
Tulisan ini mencoba melihat demokrasi Indonesia melalui fenomena pilpres 2019 yang merupakan salah satu sarana untuk memilih pemimpin secara demokratis. Ritual politik
lima tahunan tersebut menarik untuk dilihat
di tengah tingginya pro-kontra terkait kinerja pemerintah dan pentingnya semua pihak untuk selalu menjaga stabilitas sosial politik nasional
dan keutuhan NKRI.
Dalam konteks Indonesia, proses demokrasi yang berlangsung dipengaruhi beberapa faktor,misalnya budaya politik, perilaku aktor dan kekuatan - kekuatan politik. Proses demokrasi (demokratisasi) tersebut berlangsung relatif dinamis, khususnya sejak Pemilu 1999. Dinamikanya, bahkan, semakin pesat dan semarak setelah di laksanakannya pemilu presiden secara langsung sejak 2004 dan pemilihan kepala daerah (pilkada) secara langsung sejak 2005.
Jurnal Pusat Penelitian Politik-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2Politik-LIPI) merupakan media pertukaran pemikiran mengenai masalah-masalah strategis yang terkait dengan bidang-bidang politik nasional, lokal, dan internasional; khususnya mencakup berbagai tema seperti demokratisasi, pemilihan umum, daerah, pertahanan dan keamanan, politik luar negeri dan diplomasi, dunia Islam serta isu-isu lain yang memiliki arti strategis bagi bangsa dan negara Indonesia. P2Politik-LIPI sebagai pusat penelitian milik pemerintah, dewasa ini dihadapkan pada tuntutan dan tantangan baru, baik yang bersifat akademik maupun praktis kebijakan, khususnya yang berkaitan dengan persoalan dengan otonomi daerah, demokrasi, HAM dan posisi Indonesia dalam percaturan regional dan internasional.
Lalu Politik identitas menjadi isu yang cukup hangat dibahas, terutama terkait isu agama dan suku. Beberapa kandidat memanfaatkan identitas tersebut untuk memperoleh dukungan dari kelompok tertentu.
Selain itu, hoaks dan disinformasi juga menjadi perhatian penting. Dalam era digital seperti saat ini, informasi yang tidak benar dapat dengan mudah menyebar dan mempengaruhi opini publik. Oleh karena itu, pemerintah dan lembaga terkait berupaya untuk mengatasi masalah ini dengan cara melakukan edukasi dan kampanye anti-hoaks.
Nama : Anis Sarlia Putri
Npm : 2213053173
Kelas : 2F
Jurnal penelitian politik nomor ini memuat 6 artikel mengenai isu elektoral jelang pemilu. Pemilu dilaksanakan dengan sistem demokrasi yang berlangsung di daerah-daerah merupakan landasan utama bagi berberkembangnya demokrasi di tingkat nasional. Pendalaman demokrasi juga dapat dipandang sebagai upaya untuk merealisasikan pemerintahan yang efektif. Tetapi, Kondisi politik Indonesia yang sedang dalam proses konsolidasi demokrasi memunculkan pertanyaan, yakni apakah pilpres langsung saat ini relevan dan bermanfaat bagi penguatan demokratisasi dan penciptaan pemerintahan yang legitimate dan efektif? Untuk menjawab hal ini kiranya perlu dipahami bahwa demokratisasi adalah proses yang terus-menerus dan tak boleh henti. Seiring dengan itu, tantangan yang dihadapi sejak penyelenggaraan pilpres langsung yang berupa kecenderungan munculnya kompromi-kompromi kepentingan antara elite penguasa dan elite masyarakat seharusnya dicarikan solusinya agar pemilu di Indonesia bisa memenuhi harapan yang diinginkan.
Berikut beberapa permasalahan dalam pemilu presiden 2019
1. Politisasi identitas ( berebut suara muslim), Munculnya sejumlah isu yang oleh sebagian umat Islam dipandang merugikan mereka pada akhirnya melahirkan gerakan ijtima’ulama untuk mengusung pasangan calon (paslon) presiden dan wakil presiden. hasil ijtima’, -yang di dalamnya terdapat representasi ulama sebagai penantang petahanan merekomendasikan Prabowo untuk memilih cawapres yang berasal dari kalangan ulama (pasangan capres-cawapres bertipe nasionalisagamis).
2. Kegagalan parpol, hal ini tampak jelas dalam pemilu 2019 di mana banyak parpol gagal dalam proses kaderisasi. Hal ini dapat dilihat dari maraknya partai yang memilih mencalonkan kalangan selebritis sebagai caleg. Tujuannya menjadikan selebritis tersebut sebagai vote getter partai dalam pemilu padahal pada dasarnya pemilu bukan hanya penanda suksesi kepemimpinan, tapi juga merupakan koreksi/ evaluasi terhadap pemerintah dan proses deepening democracy untuk meningkatkan kualitas demokrasi yang sehat dan bermartabat.
3. Pemilu dalam masyarakat plural, jika dalam suatu masyarakat majemuk masing-masing kelompok mengklaim kebenaran absolut agama, moralitas, atau kulturnya, yang menjadi hasil akhirnya adalah konflik. Dalam konteks pilpres 2019 tampaknya tidak semua pihak menyadari pentingnya nilai-nilai budaya sendiri sebagai perisai ketahanan sosial bangsa.
4. Pemilu politisi birokrasi , birokrasi sangat rentan dijadikan alat kepentingan politik. Keberpihakan birokrasi pada satu kekuatan politik tertentu akan menimbulkan kerawanan tersendiri, birokrasi pusat/daerah sulit independen secara politik. Bahkan, tak sedikit ditemukan kasus penggunaan fasilitas pemerintah pusat/daerah (Pemda) untuk pemenangan calon tertentu/petahana dalam pemilu/pilkada. Penggunaan anggaran daerah untuk pemenangan calon tertentu pun sulit dihindarkan karena kentalnya politisasi birokrasi.
Pemilu tidak hanya merupakan sarana suksesi kepemimpinan yang aspiratif, adil dan damai, tapi juga menjadi taruhan bagi ketahanan sosial rakyat dan eksistensi NKRI.
NPM :2253053005
Kelas : 2F
Analisis Jurnal
Pilar penting demokrasi, pemilu diperlukan yang ada.Konsolidasi demokrasi atau proses parpol melalui para elitenya dan stakeholders terkait pemilu menunjukkan perilaku yang tidak constraining dan tidak concern dengan nilai-nilai demokrasi substansial, khususnya yang terkait hanya berpengaruh terhadap kualitas pemilu dan demokrasi, tapi juga stabilitas nasional solusi yang konkrit dan memadai perebutan suara Muslim, permasalahan parpol dan semua stakeholders terkait pemilu.Tata kelola pemilu yang belum mampu penyelenggara pemilu dan institusi penegak parpol dan masyarakat menjadi syarat utama terbangunnya demokrasi yang berkualitas dan jika peserta pemilu (parpol), penyelenggara pemilu, pemerintah, dan institusi penegak independensinya, tidak partisan dan memiliki komitmen yang tinggi dalam menyukseskan pemasok berita yang obyektif dan melakukan (DKPP), pemerintah (pusat dan daerah) dan bisa disimpulkan bahwa semakin substansial demokrasi yang terbangun melalui pemilu akan trust dan pemilu yang damai semakin prosedural demokrasi yang terbangun percayaan publik dan semakin rentan pula pemilu yang aman dan damai yang kompleks, dengan tingkat kerumitan yang cukup tinggi dan hasilnya yang dipersoalkan yang berkualitas memerlukan parpol dan koalisi parpol yang juga berkualitas.karena pemilu tidak hanya merupakan sarana tantangan yang cukup besar dalam menjalani nilai-nilai demokrasi dalam pilpres tak cukup.
Dengan menggunakan konsep populisme secara eklektik dan tesis penyesuaian elit, jurnal ini menunjukkan bagaimana politik populis hanya diinstrumentalisasikan sebagai wahana kepentingan elit dan oligarki penyokong dengan mengesksploitasi berbagai aspek mulai dari identitas primordial, relasi klientalistik, prestasi dan personality kandidat secara pragmatis, tetapi tidak memberikan prospek yang lebih besar bagi transformasi politik dan pendalaman demokrasi secara substansial kedepannya.
NPM : 2213053140
Kelas : 2F
Menurut jurnal ini demokrasi di Indonesia cenderung fluktuatif dan belum berjalan secara regular karena pilar-pilar pentingnya (pemilu, partai politik, civil society, media massa) belum berfungsi efektif dan belum maksimal.
Dalam jurnal menjelaskan Sebagai pilar utama demokrasi, pemilu merupakan sarana dan momentum terbaik bagi rakyat, khususnya, untuk menyalurkan aspirasi politiknya, memilih wakil-wakil terbaiknya di lembaga legislatif dan presiden/wakil presidennya secara damai. Pada pilpres di Indonesia ada berapa masalah yang muncul. Contohnya pada Pemilu serentak 2019 tak lepas dari isu politisasi identitas dan agama. Fenomena politisasi identitas dan agama juga diwarnai dengan berebut suara muslim. Sebagai negara yang mayoritas penduduknya Muslim, berebut suara muslim merupakan hal yang logis dan selalu terjadi dalam setiap pemilu. Meskipun dikotomi santri-abangan cenderung makin cair, pendapat tentang pentingnya pasangan calon yang merepresentasikan santri dan abangan masih cukup kuat. Tetapi, hal tersebut tidak dengan sendirinya memberikan jaminan kemenangan.
Dalam konteks pilpres 2019 tampaknya tidak semua pihak menyadari pentingnya nilai- nilai budaya sendiri sebagai perisai ketahanan sosial bangsa di mana empat pilar kebangsaan Indonesia (yaitu Pancasila, UUD NRI 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika) berakar dari falsafah dan sejarah hidup bangsa. Gambaran tersebut sangat terasa dalam pilpres 2019 di mana masyarakat cenderung mengalami pembelahan sosial yang cukup tajam. Penggunaan istilah “cebong” sebagai julukan pendukung Jokowi dan “kampret” sebagai julukan pendukung Prabowo bertentangan dengan nilai-nilai luhur bangsa.
Beberapa masalah yang muncul selama tahapan-tahapan pilpres tidak mendapatkan solusi yang konkrit dan memadai. Beberapa masalah seperti politisasi identitas dan sengitnya perebutan suara Muslim, permasalahan parpol dan demokrasi yang terbangun melalui pemilu akan semakin besar kemungkinan munculnya public trust dan pemilu yang damai. Sebaliknya, semakin prosedural demokrasi yang terbangun melalui pemilu akan semakin besar pula ketidak percayaan publik dan semakin rentan pula sengketa/konflik yang akan muncul.
MPM : 2213053225
Kelas : 2F
Tugas Post Test
DEMOKRASI DAN PEMILU PRESIDEN 2019
Sejak era Reformasi, Indonesia sudah menggelar empat kali pemilu. Tetapi, pemilu ke lima tahun 2019, khususnya, pemilu presiden (pilpres) memiliki konstelasi politik yang lebih menyita perhatian publik. Demokrasi secara sederhana dapat dimaknai sebagai ‘pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat’. Namun, untuk mewujudkan makna tersebut tidaklah mudah karena demokrasi memerlukan proses panjang dan tahapan-tahapan penting yang harus dilalui, seperti proses konsolidasi demokrasi. Dalam konteks Indonesia, proses demokrasi yang berlangsung dipengaruhi beberapa faktor,misalnya budaya politik, perilaku aktor dan kekuatan-kekuatan politik. Proses demokrasi (demokratisasi) tersebut berlangsung relatif dinamis, khususnya sejak Pemilu 1999. Dinamikanya, bahkan, semakin pesat dan semarak setelah dilaksanakannya pemilu presiden secara langsung sejak 2004 dan pemilihan kepala daerah (pilkada) secara langsung sejak 2005. Argumen Smith (1985) dan Arghiros (2001) menyatakan bahwa nilai-nilai demokrasi telah mendasari perilaku, baik elite maupun masyarakat. Untuk itu, sebagian besar pemilih terlebih dulu perlu memiliki kesadaran dan kematangan politik yang cukup memadai. Dinamika politik menjelang pemilu 2019cenderung memanas, terutama terkait tuduhan kecurangan. Hingga 20 April 2019 Badan Pemenangan Nasional (BPN) Capres/ Cawapres Prabowo Subianto-Sandiaga Salahudin Uno, misalnya, secara resmi telah melaporkan sekitar 1.200 daftar sementara kecurangan Pilpres 2019 kepada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Sebagai pilar utama demokrasi, pemilu merupakan sarana dan momentum terbaik bagi rakyat, khususnya, untuk menyalurkan aspirasi politiknya, memilih wakil-wakil terbaiknya di lembaga legislatif dan presiden/wakil presidennya secara damai. Keberhasilan penyelenggaraan pemilu (pemilu legislatif, pemilihan kepala daerah dan pemilihan presiden) dan pelembagaan sistem demokrasi mensyaratkan kemampuan bangsa untuk mengelola politik dan pemerintahan sesuai amanat para pendiri bangsa. pemilu 2019 menjadi test case penguatan sistem presidensial, pelembagaan parpol dan koalisi parpol yang terukur dan terformat. Untuk memenuhi hal itu, semua pihak harus berkomitmen untuk selalu meningkatkan kualitas pemilu, bukan saja secara prosedural, melainkan juga secara substansial. Dengan kata lain, pilpres dan pileg 2019 perlu disikapi dengan cara-cara yang rasional, dewasa, profesional, adil, jujur, bijak dan beradab sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Pemilu serentak jauh lebih kompleks dan rumit, baik bagi penyelenggara pemilu, parpol, maupun rakyat. Ini juga merupakan pemilu yang paling gamang. Sebab, di satu sisi dengan adanya presidential threshold (PT) mereka harus berkoalisi dalam mengusung pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presidennya (cawapres), di sisi lain dalam saat yang bersamaan mereka juga harus berjuang secara sendiri-sendiri untuk merebut kursi legislatif.
Parpol sebagai pelaku utama pemilu idealnya dapat melaksanakan fungsinya sebagai penyedia kader calon pemimpin. Namun, ketika fungsi parpol tidak maksimal, proses konsolidasi demokrasi terhambat. Hal ini tampak jelas dalam pemilu 2019 di mana banyak parpol gagal dalam proses kaderisasi. Hal ini dapat dilihat dari maraknya partai yang memilih mencalonkan kalangan selebritis sebagai caleg.
Dalam konteks pilpres 2019 tampaknya tidak semua pihak menyadari pentingnya nilainilai budaya sendiri sebagai perisai ketahanan sosial bangsa di mana empat pilar kebangsaan Indonesia (yaitu Pancasila, UUD NRI 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika) berakar dari falsafah dan sejarah hidup bangsa. Secara umum, pola relasi antara birokrasi dan politik cenderung dinamis, khususnya ketika proses politik berlangsung, yaitu saat birokrasi dan politik sedang memproses penyusunan peraturan atau perundang-undangan dan peraturan daerah. Intensitas relasi juga terjadi saat birokrasi menjalankan programnya dan saat institusi politik melakukan pengawasan. Keseimbangan pola relasi antara politik dan birokrasi berpengaruh terhadap proses pembangunan, baik di pusat maupun daerah.
NPM: 2213053069
KELAS: 2F
Analisis Jurnal
Demokrasi dan Pemilu Presiden 2019
Demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Namun, untuk mewujudkan makna tersebut tidaklah mudah karena demokrasi memerlukan proses panjang dan tahapan-tahapan penting yang harus dilalui, seperti proses konsolidasi demokrasi. Seperti dikatakan Laurence Whitehead (1989), konsolidasi demokrasi merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan secara prinsip komitmen seluruh lapisan masyarakat pada aturan main demokrasi. Konsolidasi demokrasi di Indonesia cenderung fluktuatif dan belum berjalan secara regular karena pilar-pilar pentingnya (pemilu, partai politik, civil society, media massa) belum berfungsi efektif dan belum maksimal. Sebagai pilar penting demokrasi, pemilu diperlukan untuk suksesi kepemimpinan dan mengoreksi kinerja pemerintahan.
Pemilu serentak 2019 yang kompleks, dengan tingkat kerumitan yang besar dan hasilnya yang dipersoalkan menjadi pelajaran yang sangat berharga agar kedepannya pemilu di Indonesia dapat berjalan dengan baik dan hasil dari pemilunya dapat diterima oleh seluruh lapisan masyarakat. Karena pemilu yang berkualitas memerlukan parpol dan koalisi parpol yang juga berkualitas dan pemilu tidak hanya merupakan sarana suksesi kepemimpinan yang aspiratif, adil dan damai, tapi juga menjadi taruhan bagi ketahanan sosial rakyat dan eksistensi NKRI.
NPM : 2213053208
Kelas : 2 F
Analisis Jurnal
Pembangunan demokrasi Indonesia sebagaimana tercermin dari pilpres masih mengalami banyak masalah. Pendalaman demokrasi belum terwujud dengan baik karena pilar-pilar demokrasi yang menjadi faktor penguat konsolidasi demokrasi belum efektif. Pilpres 2019 belum mampu menghasilkan suksesi kepemimpinan yang baik dan belum mampu pula membangun kepercayaan publik. Hal tersebut bisa dilihat dari munculnya kerusuhan sosial setelah pengumuman hasil rekapitulasi pilpres oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Satu kandidat menolak hasil pemilu. Adalah jelas pilpres belum selesai. Sekarang Mahkamah Konstitusi (MK) menjadi penentu akhir hasil pilpres karena dua kandidat mengklaim sebagai pemenang pilpres.
Konsolidasi demokrasi di Indonesia cenderung fluktuatif dan belum berjalan secara regular karena pilar-pilar pentingnya (pemilu, partai
politik, civil society, media massa) dan belum berfungsi efektif dan belum maksimal. Sebagai
pilar penting demokrasi, pemilu diperlukan untuk suksesi kepemimpinan dan mengoreksi
kinerja pemerintahan. Pemilu juga mensyaratkan unsur kejujuran, keadilan, transparansi dan akuntabilitas.
Tantangan pendalaman demokrasi semakin besar ketika kondisi sosial, ekonomi, politik dan hukum juga kurang memadai. Beberapa masalah yang muncul selama tahapan-tahapan pilpres tidak mendapatkan solusi yang konkrit dan memadai. Kepercayaan sebagian publik terhadap netralitas birokrasi minim, demikian juga terhadap penyelenggara pemilu dan institusi penegak hukum. Padahal tumbuhnya rasa saling percaya di antara penyelenggara pemilu, parpol dan masyarakat menjadi syarat utama terbangunnya demokrasi yang berkualitas dan penopang terwujudnya stabilitas politik dan keamanan dalam masyarakat. Proses pendalaman demokrasi/konslidasi demokrasi memerlukan peran penting stakeholders terkait pemilu dan juga elemen-elemen kekuatan lainnya seperti civil society, elite/aktor, media massa dan medsos serta lembaga survey.
Berkenaan dengan hal tersebut semua stakeholders terkait pemilu seperti partai politik, penyelenggara pemilu (KPU, Bawaslu, DKPP), pemerintah (pusat dan daerah) dan institusi penegak hukum perlu bersinergi secara profesional untuk memperbaiki kepercayaan publik terhadap hasil pilpres.
Dalam melaksanakan pemilu Indonesia sejauh ini mampu melaksanakannya dengan aman dan damai. Pemilu 2019 yang kompleks, dengan tingkat kerumitan yang cukup tinggi dan hasilnya yang dipersoalkan menjadi pelajaran yang sangat berharga. Pemilu yang berkualitas memerlukan parpol dan koalisi parpol yang juga berkualitas. Ini penting karena pemilu tidak hanya merupakan sarana suksesi kepemimpinan yang aspiratif, adil dan damai, tapi juga menjadi taruhan bagi ketahanan sosial rakyat dan eksistensi NKRI. Tantangan yang cukup besar dalam menjalani pemilu serentak 2019 membuat konsolidasi demokrasi yang berkualitas sulit terbangun. Nilai-nilai demokrasi dalam pilpres tak cukup dikedepankan. Sejauh ini Indonesia belum mampu menjalankan demokrasi substantif padahal Indonesia menempati negara demokrasi nomor 4 terbesar di dunia.
NPM : 2213053042
Kelas : 2F
Demokrasi secara sederhana dapat diartikan sebagai sebuah sistem pemerintahan di mana kekuasaan berada pada rakyat atau warga negara, dan keputusan dibuat secara kolektif melalui proses pemilihan yang bebas dan adil. Dalam demokrasi, setiap warga negara memiliki hak yang sama untuk memberikan suara dalam proses pemilihan dan memiliki kebebasan berbicara dan menyatakan pendapat mereka. Demokrasi juga melindungi hak asasi manusia dan menghargai keanekaragaman pendapat serta mempromosikan toleransi antara kelompok-kelompok yang berbeda.
Pemilu presiden 2019 dan masalahnya
Pemilu merupakan salah satu pilar utama dalam demokrasi dan memberikan kesempatan bagi rakyat untuk menyalurkan aspirasi politiknya dan memilih wakil terbaiknya secara damai. Namun, meskipun hak-hak politik dan kebebasan sipil telah dijamin oleh konstitusi serta partisipasi politik semakin luas, pemilu masih belum mampu mengantarkan rakyat Indonesia benar-benar berdaulat secara empirik. Pemilu serentak 2019 menjadi pemilu kelima pasca Orde Baru dan merupakan pemilu serentak pertama yang melangsungkan pileg dan pilpres dalam waktu bersamaan. Pemilu ini juga menjadi test case penguatan sistem presidensial dan pelembagaan parpol dan koalisi parpol yang terukur dan terformat. Namun, pemilu serentak ini jauh lebih kompleks dan rumit bagi penyelenggara pemilu, parpol, dan rakyat. Para pihak harus berkomitmen untuk meningkatkan kualitas pemilu secara prosedural maupun substansial dengan cara yang rasional, dewasa, profesional, adil, jujur, bijak, dan beradab sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Dalam pemilu serentak, para parpol harus berkoalisi untuk mengusung capres dan cawapres dan pada saat yang bersamaan juga berjuang untuk merebut kursi legislatif.
NPM: 2213053105
Kelas : 2F
Analisis Jurnal :
Jurnal tersebut menjelaskan tentang persoalan yang kerap muncul apabila menjelang pemilu 2019. Pembangunan
demokrasi Indonesia sebagaimana tercermin dari pilpres masih mengalami banyak masalah. Pendalaman
demokrasi belum terwujud dengan baik karena pilar-pilar demokrasi yang menjadi faktor penguat konsolidasi
demokrasi belum efektif. Pilpres 2019 belum mampu menghasilkan suksesi kepemimpinan yang baik dan belum
mampu pula membangun kepercayaan publik. Hal tersebut bisa dilihat dari munculnya kerusuhan sosial setelah
pengumuman hasil rekapitulasi pilpres oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Satu kandidat menolak hasil pemilu.
Adalah jelas pilpres belum selesai. Sekarang Mahkamah Konstitusi (MK) menjadi penentu akhir hasil pilpres
karena dua kandidat mengklaim sebagai pemenang pilpres.
Konsolidasi demokrasi di Indonesia cenderung
fluktuatif dan belum berjalan secara regular
karena pilar-pilar pentingnya (pemilu, partai
politik, civil society, media massa) belum
berfungsi efektif dan belum maksimal. Sebagai
pilar penting demokrasi, pemilu diperlukan
untuk suksesi kepemimpinan dan mengoreksi
kinerja pemerintahan. Pemilu juga mensyaratkan
unsur kejujuran, keadilan, transparansi dan
akuntabilitas. Prasyarat untuk menciptakan hal
tersebut memerlukan prakondisi dan komitmen
semua elemen bangsa untuk mematuhi peraturan
yang ada. Konsolidasi demokrasi atau proses
pendalaman demokrasi akan terhambat ketika
parpol melalui para elitenya dan stakeholders
terkait pemilu menunjukkan perilaku yang tidak
mendorong proses demokrasi. Mereka cenderung
constraining dan tidak concern dengan nilai-nilai
demokrasi substansial, khususnya yang terkait
dengan partisipasi genuine masyarakat, kualitias
kompetisi, political equality, dan peningkatan
political responsiveness
Npm:2213053294
Kelas :2F
Demokrasi secara sederhana dapat dimaknai
sebagai ‘pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat,
dan untuk rakyat’. Namun, untuk mewujudkan
makna tersebut tidaklah mudah karena demokrasi
memerlukan proses panjang dan tahapan-tahapan
penting yang harus dilalui, seperti proses
konsolidasi demokrasi.
Pendalaman demokrasi bisa berasal dari
negara dan bisa pula dari masyarakat. Dari
sisi negara, pendalaman demokrasi dapat
bermakna, pertama, pengembangan pelembagaan
mekanisme penciptaan kepercayaan semua
aktor politik seperti masyarakat sipil, partai
politik dan birokrasi (state apparatus). Kedua,
pengembangan penguatan kapasitas administrati teknokratik yang menyertai pelembagaan yang
telah dibentuk Pemilu serentak 2019 adalah pemilu kelima.
pasca Orde Baru dan merupakan pemilu serentak
pertama yang melangsungkan pileg dan pilpres
dalam waktu bersamaan. Berbeda dengan
pemilu-pemilu sebelumnya, pemilu 2019
menjadi test case penguatan sistem presidensial,
pelembagaan parpol dan koalisi parpol yang
terukur dan terformat. Setelah dua dekade berlalu, birokrasi
ndonesia masih belum terbebas dari model birokrasi patrimonial, yakni sistem birokrasi
yang bercirikan patron-client, sarat dengan power
culture, moral hazard, dan safety first philosophy.
Keberadaan birokrasi dapat dimanfaatkan untuk kepentingan publik, tapi pada saat yang sama juga bisa digunakan untuk motif politik tertentu. Hal ini membuat birokrasi cenderung menjadi alat untuk memperoleh dan mempertahankan kekuasaan.