Nama : Nuraini Naibaho
Npm : 2413031076
Kelas : 24 C
1. Identifikasi
dan Penjelasan Dua Basis Pengukuran yang Relevan
Dalam kasus PT
Surya Terang, dua basis pengukuran aset tetap (seperti mesin produksi) yang
relevan sesuai PSAK 16 (Aset Tetap) adalah Model Biaya (Cost Model) dan Model Revaluasi (Revaluation Model). Keduanya digunakan untuk mengukur nilai
aset setelah pengakuan awal.
a.
Model Biaya (Cost Model):
Aset dicatat pada biaya perolehan historis
(Rp1.000.000.000 dalam kasus ini), dikurangi akumulasi penyusutan (menggunakan
metode garis lurus selama 10 tahun, sehingga penyusutan tahunan Rp90.000.000 =
(Rp1.000.000.000 - Rp100.000.000)/10) dan kerugian penurunan nilai (impairment)
jika diperlukan. Pada 2025 (5 tahun setelah pembelian), nilai tercatat adalah
Rp600.000.000, yang mencerminkan biaya historis yang disesuaikan dengan
penggunaan aset.
Kelebihan:
- Objektif dan mudah diverifikasi karena
didasarkan pada transaksi historis yang faktual.
- Konsisten dan sederhana dalam penerapan,
mengurangi subjektivitas manajemen.
Kekurangan:
- Kurang relevan untuk aset yang nilai pasarnya
berubah signifikan (seperti penurunan drastis akibat teknologi baru), sehingga
tidak mencerminkan nilai ekonomi saat ini.
- Dapat menghasilkan overstatement aset jika nilai
wajar turun, yang memengaruhi rasio keuangan seperti ROA (Return on Assets).
b.
Model Revaluasi (Revaluation Model):
Aset dicatat ulang pada nilai wajar (fair value) pada
tanggal revaluasi (Rp400.000.000 dalam kasus ini, berdasarkan penilaian
independen), dikurangi penyusutan dan impairment selanjutnya. Revaluasi harus
dilakukan secara berkala untuk memastikan nilai wajar tidak berbeda material
dari nilai tercatat. Ini memungkinkan penyesuaian aset ke kondisi pasar
terkini.
Kelebihan:
- Lebih relevan karena mencerminkan nilai ekonomi
aset saat ini, terutama dalam situasi perubahan teknologi yang memengaruhi
nilai pasar.
- Meningkatkan transparansi laporan keuangan bagi
pengguna eksternal, seperti investor, yang membutuhkan informasi terkini.
Kekurangan:
- Subjektif karena bergantung pada penilaian
independen, yang bisa bervariasi dan memerlukan biaya tinggi (appraisal fees).
- Volatilitas laporan keuangan akibat fluktuasi
nilai wajar, yang dapat memengaruhi persepsi stabilitas perusahaan.
Perbandingan Kelebihan dan Kekurangan:
a.
Model Biaya lebih unggul dalam hal keandalan dan
kesederhanaan, cocok untuk perusahaan stabil seperti PT Surya Terang yang
khawatir dampak pada laba rugi, tetapi kurang fleksibel menghadapi perubahan
eksternal seperti teknologi baru.
b.
Model Revaluasi lebih baik untuk relevansi,
terutama dalam konteks impairment potensial (Rp200.000.000 penurunan), tetapi
berisiko volatilitas dan biaya, yang bisa bertentangan dengan kepatuhan PSAK
jika tidak dilakukan secara konsisten.
2. Implikasi
Akuntansi Model Revaluasi terhadap Laporan Keuangan
Jika PT Surya
Terang memilih model revaluasi, implikasi utamanya adalah penyesuaian aset ke
nilai wajar Rp400.000.000 dari nilai tercatat Rp600.000.000, yang menghasilkan
penurunan sebesar Rp200.000.000. Menurut PSAK 16 dan PSAK 1 (Penyajian Laporan
Keuangan), implikasi spesifik adalah sebagai berikut:
a.
Implikasi pada Laporan Posisi Keuangan (Neraca)
Nilai aset (mesin) akan diturunkan menjadi
Rp400.000.000, mengurangi total aset secara keseluruhan.
Penurunan nilai akan dicatat sebagai pengurangan
revaluation surplus (jika ada surplus sebelumnya dari revaluasi naik) di
ekuitas (bagian dari Other Comprehensive Income/OCI). Jika surplus tidak
mencukupi (misalnya, ini revaluasi pertama), sisanya akan diakui sebagai
impairment loss di laba rugi, yang secara tidak langsung memengaruhi ekuitas
melalui retained earnings.
Dampak keseluruhan: Rasio keuangan seperti current
ratio atau debt-to-asset ratio membaik karena aset disesuaikan ke nilai
realistis, tetapi ekuitas bisa menurun jika ada pengakuan di laba rugi.
b.
Implikasi pada Laporan Laba Rugi (Income
Statement):
Tidak ada dampak langsung pada laba rugi untuk
kenaikan revaluasi (jika terjadi di masa depan), karena dicatat di OCI. Namun,
untuk penurunan (seperti kasus ini), Rp200.000.000 akan diakui sebagai beban
impairment di laba rugi jika melebihi revaluation surplus sebelumnya,
mengurangi laba bersih tahun berjalan.
Penyusutan masa depan akan dihitung berdasarkan nilai
wajar baru (Rp400.000.000 dikurangi residu yang disesuaikan), yang lebih
rendah, sehingga beban penyusutan tahunan menurun dan meningkatkan laba di
periode selanjutnya.
Dampak keseluruhan: Potensi kerugian saat ini (impairment
loss) dapat menekan laba rugi 2025, memengaruhi dividen dan pajak, tetapi
mencerminkan realitas ekonomi untuk menghindari overstatement laba di masa
depan.
Secara
keseluruhan, model ini memastikan kepatuhan PSAK dengan mencerminkan nilai
wajar, tetapi manajemen harus mempertimbangkan volatilitas OCI dan potensi
dampak negatif pada laba rugi.
3. Pengukuran
Nilai Wajar vs. Biaya Historis: Pemenuhan Karakteristik Kualitatif Relevansi
dan Keandalan
Ya, pengukuran
menggunakan nilai wajar lebih memenuhi karakteristik kualitatif relevansi
dibandingkan biaya historis dalam konteks ini, tetapi kurang memenuhi keandalan
(representational faithfulness). Penilaian ini berdasarkan kerangka konseptual
PSAK/IAS (karakteristik kualitatif utama: relevansi dan faithful
representation/keandalan). Berikut penjelasan kritis:
a)
Relevansi (Predictive Value dan Confirmatory
Value):
Nilai wajar (Rp400.000.000) lebih relevan karena
memberikan informasi prediktif tentang nilai ekonomi aset saat ini, terutama
dengan adanya teknologi baru yang menyebabkan penurunan pasar drastis. Ini
membantu pengguna laporan (seperti investor) memprediksi arus kas masa depan
dan mengonfirmasi impairment potensial, yang tidak tercermin dalam biaya
historis (Rp600.000.000). Biaya historis kehilangan relevansi seiring waktu (5
tahun penggunaan), karena tidak menangkap perubahan eksternal, sehingga kurang
berguna untuk pengambilan keputusan di industri manufaktur yang dinamis.
Alasannya karena dalam konteks impairment, relevansi
nilai wajar mendukung prinsip PSAK 16 untuk mencerminkan kondisi terkini,
menghindari misleading seperti overvaluation aset yang bisa menyesatkan
stakeholder tentang kemampuan likuidasi.
b)
Keandalan (Faithful Representation,
Verifiability, Neutrality):
Biaya historis lebih andal karena objektif, dapat
diverifikasi melalui dokumen transaksi asli, dan netral (tidak dipengaruhi
estimasi subjektif). Ini memastikan representasi yang setia terhadap substansi
ekonomi aset pada saat perolehan, dengan verifiability tinggi melalui audit
sederhana.
Nilai wajar kurang andal karena bergantung pada
penilaian independen yang subjektif (misalnya, asumsi pasar untuk mesin usang),
berpotensi bias manajemen untuk menghindari impairment loss, dan sulit
diverifikasi sepenuhnya (volatilitas pasar). Dalam kasus ini, penurunan
Rp200.000.000 bisa dipertanyakan akurasinya jika penilaian tidak konsisten.Alasannya
karena meskipun nilai wajar meningkatkan relevansi, trade-off dengan keandalan
bisa merusak kredibilitas laporan keuangan PT Surya Terang, terutama jika
perusahaan khawatir kepatuhan PSAK. Biaya historis lebih unggul untuk keandalan
jangka panjang, tetapi gagal dalam relevansi saat aset impaired, menimbulkan
dilema etis di mana manajemen harus memprioritaskan informasi yang berguna
meski kurang sempurna.
Kesimpulannya, nilai wajar lebih unggul secara keseluruhan
untuk konteks perubahan teknologi ini, karena relevansi sering kali lebih
krusial daripada keandalan absolut, sesuai dengan tujuan laporan keuangan untuk
membantu pengambilan keputusan ekonomi. Namun, perusahaan harus menerapkan
kontrol internal kuat untuk memitigasi subjektivitas.