CASE STUDY

CASE STUDY

Number of replies: 22

PT Sumber Hijau adalah perusahaan agribisnis besar di Indonesia yang bergerak di bidang kelapa sawit. Perusahaan ini telah mengalami pertumbuhan signifikan dalam 5 tahun terakhir dan berencana melakukan ekspansi ke wilayah Kalimantan Timur.

Namun, ekspansi ini menimbulkan kritik dari LSM lingkungan dan masyarakat adat karena dikhawatirkan akan merusak hutan hujan tropis dan mengganggu keberlanjutan sumber daya lokal. Di sisi lain, manajemen berargumen bahwa proyek ini akan menyerap banyak tenaga kerja lokal dan memberikan kontribusi pada pertumbuhan ekonomi regional.

Seiring dengan meningkatnya tekanan dari investor global yang mendukung prinsip ESG (Environmental, Social, Governance), PT Sumber Hijau merasa perlu untuk memperkuat pelaporan keberlanjutannya. Mereka ingin menggunakan standar GRI (Global Reporting Initiative) dan juga merujuk pada Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), khususnya:

  • SDG 13 (Penanganan Perubahan Iklim)
  • SDG 15 (Ekosistem Daratan)
  • SDG 8 (Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi)

Manajemen juga menghadapi dilema dalam mengintegrasikan informasi keberlanjutan ke dalam laporan keuangan konvensional yang disusun berdasarkan PSAK (Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan), yang belum sepenuhnya mengatur pelaporan isu ESG.

 

Pertanyaan:

  1. Analisislah tantangan utama yang dihadapi PT Sumber Hijau dalam menyelaraskan ekspansi bisnis dengan prinsip keberlanjutan dan pelaporan SDGs.
  2. Jelaskan bagaimana pendekatan teori akuntansi positif dan normatif dapat digunakan untuk memahami pelaporan keberlanjutan dalam kasus ini.
  3. Bagaimana PT Sumber Hijau dapat mengintegrasikan pelaporan SDGs ke dalam laporan keuangannya, meskipun PSAK belum sepenuhnya mengakomodasi pelaporan ESG? Jelaskan pendekatan atau standar pelaporan apa yang bisa digunakan dan bagaimana penerapannya.
  4. Sebagai akuntan yang bertanggung jawab dalam pelaporan keberlanjutan, bagaimana Anda akan menyarankan perusahaan untuk menyusun narasi laporan yang dapat menjawab ekspektasi stakeholder lokal maupun global?

In reply to First post

Re: CASE STUDY

IREN AGISTA PUTRI 2413031071 གིས-
NAMA : Iren Agista Putri
NPM : 2413031071

1. Tantangan utama yang dihadapi PT Sumber Hijau adalah dilema trade-off antara keuntungan ekonomi jangka pendek dan dampak keberlanjutan jangka panjang, khususnya dalam konteks ekspansi di Kalimantan Timur. Secara spesifik, tantangannya adalah bagaimana mencapai SDG 8 (Pertumbuhan Ekonomi) melalui penyerapan tenaga kerja tanpa secara substansial melanggar SDG 15 (Ekosistem Daratan) dan berpotensi memperburuk SDG 13 (Perubahan Iklim), yang menjadi perhatian utama investor global dan LSM lingkungan. Manajemen harus mengatasi ketidakpercayaan (skeptisisme) stakeholder lingkungan yang khawatir tentang deforestasi dan penggusuran masyarakat adat, sementara pada saat yang sama harus menjembatani kesenjangan antara metrik kinerja keuangan konvensional (PSAK) yang berfokus pada laba, dengan metrik kinerja non-keuangan (ESG/SDGs) yang mengukur dampak lingkungan dan sosial.

2. Pendekatan Teori Akuntansi Positif dan Normatif pada Pelaporan Keberlanjutan
Pendekatan Teori Akuntansi Positif dapat digunakan untuk menjelaskan (explain) mengapa PT Sumber Hijau memilih untuk memperkuat pelaporan keberlanjutannya saat ini. Teori ini berargumen bahwa perusahaan akan memilih kebijakan akuntansi (termasuk pelaporan ESG) yang memaksimalkan kesejahteraan manajer (misalnya, melalui bonus, reputasi, atau menjaga modal politik) dan memenuhi kontrak implisit/eksplisit dengan stakeholder. Dalam kasus ini, dorongan untuk memenuhi tekanan dari investor global yang pro-ESG adalah faktor pemicu (hipotesis Political Cost Hypothesis atau Lobbying Hypothesis). Sebaliknya, Teori Akuntansi Normatif dapat digunakan untuk merekomendasikan (recommend) bagaimana seharusnya PT Sumber Hijau melaporkan keberlanjutannya, terlepas dari tekanan yang ada, dengan fokus pada pengungkapan yang etis dan informatif bagi seluruh pengguna laporan. Pendekatan normatif akan menyarankan bahwa perusahaan seharusnya mengakui biaya lingkungan jangka panjang secara konservatif (sesuai kasus sebelumnya) dan seharusnya melaporkan dampak sosial dan lingkungan secara komprehensif (GRI), karena hal itu adalah tanggung jawab moral dan meningkatkan kualitas informasi bagi pengambilan keputusan investasi yang benar.

3. Integrasi Pelaporan SDGs ke dalam Laporan Keuangan
Untuk mengintegrasikan pelaporan SDGs ke dalam laporan keuangan konvensional yang didominasi PSAK, PT Sumber Hijau dapat menerapkan pendekatan Pelaporan Terintegrasi (Integrated Reporting / IR) yang diatur oleh IIRC (International Integrated Reporting Council), atau menggunakan kerangka SASB (Sustainability Accounting Standards Board). Pelaporan Terintegrasi memungkinkan PT Sumber Hijau untuk menyajikan laporan yang menghubungkan strategi, tata kelola, kinerja, dan prospek dalam konteks enam capital (Keuangan, Manufaktur, Intelektual, Manusia, Sosial & Hubungan, dan Alam), yang secara alami mengakomodasi isu-isu SDGs. Misalnya, biaya reklamasi di masa depan (SDG 15) dapat dihitung sebagai liabilitas lingkungan di laporan keuangan (PSAK), sementara investasi dalam pelatihan tenaga kerja lokal (SDG 8) dapat dilaporkan sebagai peningkatan Modal Manusia yang memengaruhi prospek bisnis jangka panjang di laporan terintegrasi, yang kemudian didukung dengan metrik spesifik GRI/SASB di Laporan Keberlanjutan terpisah.

4. Jika menjadi seorang akuntan maka saran saya untuk Narasi Laporan Keberlanjutan sbb:
Sebagai akuntan yang bertanggung jawab, narasi laporan keberlanjutan PT Sumber Hijau harus disusun dengan prinsip Materialitas Ganda (Double Materiality) mengapa isu keberlanjutan memengaruhi nilai perusahaan (financial materiality) dan bagaimana perusahaan memengaruhi orang dan lingkungan (impact materiality) untuk menjawab ekspektasi stakeholder lokal dan global secara seimbang. Narasi harus jujur dan transparan, secara eksplisit mengakui risiko dan kritik terkait deforestasi (SDG 15/13) dan memaparkan rencana mitigasi yang terukur dengan target berbasis sains (Science-Based Targets) untuk iklim (SDG 13). Sementara itu, untuk menjawab ekspektasi lokal, narasi harus secara detail menjelaskan mekanisme pembagian manfaat dan kemitraan dengan masyarakat adat (SDG 8), termasuk komitmen "Zero Deforestation, No Peat, No Exploitation" (NDPE) yang terverifikasi pihak ketiga, memastikan bahwa janji pertumbuhan ekonomi tidak mengorbankan hak-hak sosial dan lingkungan.
In reply to First post

Re: CASE STUDY

Natasya Natasya གིས-
Nama: Natasya
Kelas: 2024 C
NPM: 2413031081

1. Tantangan utama yang dihadapi PT Sumber Hijau terletak pada konflik mendasar antara pertumbuhan ekonomi cepat melalui ekspansi dan pemenuhan tuntutan berkelanjutan dari pemangku kepentingan seperti investor, LSM, dan masyarakat lokal.
- Konflik kepentingan lingkungan dan sosial dimaana manjadi tantangan terbesar adalah menghadapi dilema ekspansi melawan konservasi. Rencana ekspansi ke Kalimantan timur, meskipun menjanjikan pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja SDG 8, secara langsung mengancam hutan hujan tropis hal ini menimbulkan risiko besar terhadap ekosistem daratan dan aksi iklim
- Meskipun PT Sumber Hijau ingin memperkuat pelaporan keberlanjutan, mereka menghadapi tantangan dalam hal tata Kelola dan kredibilitas
- Manajemen materialitas ganda, dimana peruusahaan harus mengatasi kesulitan dalam menentuukan isu yang material. Bagi manajemen dan pertumbuhan dan keuntungan adalah material. Bagi LSM, isu lingkungan dan hak adat adalah material. Kegagalan menyelaraskan kedua pandangan inni akan membuat laporan keberlanjutan tidk relevan di mata para pemengku kepentingan kunci.

2. Dalam menganalisis keputusan PT Sumber Hijau dalam pelaporan keberlanjutan terdapat dua teori utama dalam akutansi yaitu teori akutansi positif. Teori ini berusaha menjelaskan dan memprediksi mengapa perusahan memilih praktik akutannsi tertentu, dimana PAT akan memprediksi bahwa PT Sumber Hijau mengadopsi pelaporan GRI dan meruujuk SDGs, bukkan semata mata karena keyakinan moraltetapi karena adanya tekanan eksternal dan unntuk memaksimalkan posisi ekonomi perusahaan. Kemudian teori akutansi Normatif dimana teori ini berusaha menentukan praktik akkutansi yang seharusnya digunakan berdasarkan kerangka konseptual atau tujuan etis tertentu. Perusahaan seharusnya memperluas fokus pelaporan dari sekadar pemegang saham menjadi semua pemangku kepentingan dan pelaporan harus bertujuan untuk memberikan akuntabilitas, bukan hanya memenuhi tuntutan pasar.

3. PT Sumber Hijau dapat mengintegrasikan pelaporan SDGs yang bersifat non keuangan ke dalam laporan perusahaan yang disusun berdaasarkan PSAK melalui pendekatan pelaporan terintegrasi yang memanfaatkan kerangka kerja ganda. Karena PSAK belum sepenuhnya mengakomodasi ESG, PT Sumber Hijau harus beralih ke format laporan terintegrasi. Karena laporan terintegrasi menjelaskan bagaimana strategi, tata Kelola , kinnerja dan prospek perusahaan menciptakan nilai dari waktu ke waktu. Kuncinya adalah menghubungkan kinerja keuangan dengan penggunaan enam jenis modal yaitu modal alam, modal sosial, dan lain lain. Penerapannya yaitu dalam laporan terintegrasi PT Sumber Hijau dapat menjelaskan bagaimana investasi dan biaya yang di catat dalam laporan keuangan.

4. Jika saya berada di posisi akuntan yang bertanggung jawab, saya akan menyarankan PT Sumber Hijau untuk mengadopsi narasi yang di dasarkan pada akuntabilitas ganda karena melihat dampak perusahaan keluar dan dampak isu isu tersebut ke dalam finansial perusahaan. Narasi itu harus seimbang dan siarahkan pada pemenuhan ekspetasi spesifik fari setiap kelompok pemangku kepentingan. Laporan harus dibuka dengan pengakuan yang jujur mengenai dilemma yang dihadapi perusahaan dimana kebutuhan untuk menyediakan pasokan global dan menciptakan lapangan kerja SDG 8 berhadapan dengan tanggung jawab untuk melindungi asset ekologis Indonesia yaitu SDG 15 dan SDG 13. Kejujuran ini sangat penting untuk membangun kredibilitas. Laporan harus ddi tutup dengan sebuah pernyataan investor yang menegaskan bahwa PT Sumber Hijau melihat dirinya sebagai bagian dari solusi , bukan masalah. Perusahaan berjanji untuk menjadikan ekspetasi di Kalimantan timur sebagai model pertumbuhan yang bertanggung jawab yang menyeimbangkan people, planet, profit dan sekaligus berkomitmen pada standar pelaporaan global GRI dan ADGs untuk akuntabilitas total.
In reply to First post

Re: CASE STUDY

GRESCIE ODELIA SITUKKIR 2413031088 གིས-

Nama : Grescie Odelia Situkkir

NPM : 2413031088

Kelas  24C

Soal dan Jawaban Studi Kasus

1. Analisislah tantangan utama yang dihadapi PT Sumber Hijau dalam menyelaraskan ekspansi bisnis dengan prinsip keberlanjutan dan pelaporan SDGs

PT Sumber Hijau berada di tengah yang menuntut keseimbangan antara dorongan pertumbuhan ekonomi dan tanggung jawab lingkungan serta sosial. Ekspansi ke Kalimantan Timur menimbulkan tantangan yang saling terkait. Pertama, penebangan hutan untuk membuka lahan sawit secara langsung mengancam keanekaragaman hayati dan meningkatkan emisi karbon, yang berpotensi menimbulkan kritik keras dari lembaga lingkungan hidup internasional. Kedua, keberadaan komunitas adat yang telah lama mendiami wilayah tersebut menimbulkan risiko konflik atas hak atas tanah serta potensi gangguan terhadap mata pencaharian tradisional. Tanpa penanganan yang sensitif, ketegangan sosial dapat berkembang menjadi protes, litigasi, bahkan boikot produk.

Selanjutnya, meski perusahaan berjanji menciptakan lapangan kerja lokal, realisasi tersebut harus terbukti secara kuantitatif. Jika tidak, perusahaan akan dicap sebagai “green‑washing”, memperburuk citra di mata investor global yang kini menilai kinerja ESG sebagai prasyarat utama dalam alokasi modal. Di tingkat regulasi, PSAK belum menyediakan pedoman lengkap bagi pelaporan ESG, sehingga PT Sumber Hijau harus mencari kerangka kerja tambahan untuk menyajikan data keberlanjutan bersama laporan keuangan tradisional. Akhirnya, perusahaan harus menanggapi dua kelompok pemangku kepentingan yang memiliki ekspektasi berbeda: komunitas lokal menuntut keadilan sosial dan perlindungan lingkungan, sedangkan investor internasional menuntut transparansi, standar internasional, serta jaminan kredibilitas data.

2.Jelaskan bagaimana pendekatan teori akuntansi positif dan normatif dapat digunakan untuk memahami pelaporan keberlanjutan dalam kasus ini.

Pendekatan teori akuntansi positif membantu memahami mengapa PT Sumber Hijau mulai mengungkapkan informasi ESG. Tekanan dari pasar modal internasional, serta persyaratan lembaga keuangan yang mensyaratkan penilaian ESG, menjadi pendorong perilaku perusahaan untuk mengadopsi standar pelaporan yang lebih terbuka. Dari sudut pandang positif, perilaku ini dapat dijelaskan sebagai respons pada insentif eksternal yang mengurangi biaya modal dan mengurangi risiko reputasi. Sebaliknya, teori akuntansi normatif menunjukkan apa yang seharusnya dilakukan selain sekadar memenuhi minimum regulasi. Pada level normatif, perusahaan seharusnya menginternalisasi nilai keadilan sosial, perlindungan hutan, dan penciptaan pekerjaan yang berkelanjutan. Kerangka normatif menuntun manajemen untuk menetapkan kebijakan “zero‑deforestation”, mengadopsi praktik pertanian berkelanjutan, serta menjamin partisipasi aktif masyarakat adat dalam perencanaan. Kombinasi kedua teori memberikan pemahaman yang lebih lengkap: satu sisi menjelaskan perilaku aktual, sisi lain memberi pedoman strategis untuk perbaikan berkelanjutan.

3. Bagaimana PT Sumber Hijau dapat mengintegrasikan pelaporan SDGs ke dalam laporan keuangannya, meskipun PSAK belum sepenuhnya mengakomodasi pelaporan ESG? Jelaskan pendekatan atau standar pelaporan apa yang bisa digunakan dan bagaimana penerapannya. 

Karena PSAK belum menyediakan tata cara khusus untuk ESG, PT Sumber Hijau dapat mengadopsi model multi‑lapisan. Pada lapisan pertama, laporan keuangan tetap mengikuti PSAK seperti biasa—neraca, laba‑rugi, dan arus kas. Lapisan kedua berisi laporan keberlanjutan yang mengacu pada standar Global Reporting Initiative (GRI), demi memastikan bahwa setiap indikator SDG 13 (iklim), SDG 15 (ekosistem daratan), dan SDG 8 (pekerjaan layak) memiliki metrik yang terukur (misalnya intensitas emisi CO₂ per ton sawit, luas hutan yang dipertahankan, dan jumlah tenaga kerja lokal). Lapisan ketiga merupakan bagian “Management Discussion & Analysis” yang menghubungkan data keuangan dengan dampak ESG, sehingga pembaca dapat melihat secara langsung kontribusi ekonomi terhadap tujuan pembangunan berkelanjutan. Untuk memperkaya laporan, perusahaan dapat melengkapi GRI dengan standar lain yang telah diakui secara internasional. SASB (atau IFRS S1‑S2) memberikan panduan pengungkapan material yang dapat dilampirkan sebagai catatan akuntansi, sementara ESRS (European Sustainability Reporting Standards) dapat menjadi referensi tambahan bila perusahaan mengincar pasar Eropa. Integrated Reporting (IR) juga memberi kerangka kerja yang menekankan hubungan nilai finansial dengan nilai keberlanjutan, memudahkan penyusunan narasi yang koheren.

Langkah praktis meliputi pembuatan mapping antara setiap indikator SDG dengan akun akuntansi yang relevan (misalnya, emisi CO₂ dicatat dalam akun biaya lingkungan, atau nilai penanaman kembali hutan dicatat sebagai aset tak berwujud). Setelah itu, data lapangan dimasukkan ke dalam sistem akuntansi melalui dashboard ESG yang terintegrasi, sehingga data dapat di‑export langsung sebagai lampiran dalam catatan laporan keuangan. Memperoleh assurance independen dari auditor ESG akan menambah kredibilitas, sekaligus memberi jaminan kepada investor bahwa data ESG dapat dipertanggungjawabkan.

4. Sebagai akuntan yang bertanggung jawab dalam pelaporan keberlanjutan, bagaimana Anda akan menyarankan perusahaan untuk menyusun narasi laporan yang dapat menjawab ekspektasi stakeholder lokal maupun global?
Narasi yang efektif harus menggabungkan unsur faktual, aspiratif, dan partisipatif dalam bahasa yang mudah dicerna. Pendekatan yang dapat diambil meliputi:

  1. Pembukaan yang Menegaskan Visi.  Mulailah dengan menyatakan komitmen perusahaan terhadap pertumbuhan inklusif dan perlindungan hutan, menegaskan bahwa ekspansi tidak akan mengorbankan ekosistem atau hak adat.  
  2. Konteks Lokal yang Kuat. Jelaskan secara singkat sejarah kepemilikan tanah, peran komunitas adat, serta upaya perusahaan dalam melakukan dialog dan konsultasi. Sertakan contoh konkret, misalnya program pelatihan bagi warga setempat atau mekanisme penyelesaian sengketa (grievance mechanism).  
  3. Data Kuantitatif yang Transparan. Sajikan angka-angka utama: berapa hektar hutan yang dipertahankan, intensitas emisi CO₂ yang berhasil diturunkan, dan jumlah tenaga kerja lokal yang tercipta. Data tersebut harus dapat dipertanggungjawabkan melalui catatan GRI yang terhubung ke PSAK.  
  4. Target SDG yang Terukur. Tetapkan target spesifik untuk masing‑masing SDG 13, 15, dan 8, misalnya penurunan intensitas karbon sebesar 20 % dalam lima tahun, penanaman kembali 200 ha hutan per tahun, dan penciptaan 2.000 pekerjaan tetap bagi penduduk setempat. Penting pula mencantumkan mekanisme pemantauan dan peninjauan tahunan.  
  5. Mekanisme Pengawasan dan Verifikasi. Jelaskan peran dewan pengawas internal, auditor eksternal, serta forum multi‑stakeholder yang melibatkan LSM, pemerintah daerah, dan perwakilan adat. Penegasan ini memberikan kepastian bahwa perusahaan tidak hanya mengandalkan pernyataan, melainkan memiliki mekanisme kontrol yang nyata.  
  6. Penutup dengan Komitmen Transparansi. Uraikan rencana publikasi laporan keberlanjutan secara tahunan, penyediaan data terbuka (open data) bagi para pemangku kepentingan, serta komitmen untuk memperbaiki proses berdasarkan umpan balik.

Dalam menulis, gunakan bahasa yang sederhana, hindari jargon teknis yang bisa membuat pembaca lokal kebingungan. Ceritakan kisah nyata, misalnya kutipan singkat dari seorang pekerja perkebunan atau tokoh adat, sehingga narasi terasa manusiawi. Visualisasi berupa infografik sederhana tentang progres SDG dapat membantu para investor internasional memahami capaian, sementara poster berbahasa lokal dapat menyampaikan pesan serupa kepada masyarakat sekitar.

 Rekomendasi Langkah Konkret  

  • Bentuk tim lintas fungsi yang mencakup akuntansi, ESG, hukum, dan hubungan masyarakat untuk memastikan aliran data yang konsisten.  
  • Terapkan GRI sebagai standar utama, lalu lakukan mapping ke PSAK sehingga setiap indikator keberlanjutan memiliki kode akun akuntansi yang relevan.  
  • Kembangkan dashboard ESG berbasis cloud yang secara otomatis meng‑feed data lapangan ke jurnal akuntansi, sehingga laporan keuangan dan keberlanjutan selalu sinkron.  
  • Lakukan dialog rutin dengan komunitas adat dan LSM, serta sediakan mekanisme grievance yang cepat ditanggapi.  
  • Dapatkan audit ESG independen tiap tahun untuk memberikan assurance kepada investor global.  


In reply to First post

Re: CASE STUDY

Alfiantika Putri གིས-
Nama : Alfiantika Putri
NPM : 2413031095

Jawaban Pertanyaan :

1. Tantangan utama PT Sumber Hijau adalah menyelaraskan ekspansi bisnis dengan prinsip keberlanjutan yang mengharuskan menjaga kelestarian hutan hujan tropis dan hak masyarakat adat di Kalimantan Timur. Perusahaan harus bisa menjaga lingkungan tetap lestari sekaligus membuka lapangan kerja dan membantu ekonomi daerah. Tetapi, ada tekanan dari kelompok lingkungan dan masyarakat adat yang khawatir ekspansi ini akan merusak alam dan sumber daya setempat, jadi, perusahaan harus seimbang antara keuntungan bisnis dan tanggung jawab terhadap lingkungan dan sosial.
2. ⁠Teori akuntansi positif melihat laporan keberlanjutan sebagai cara perusahaan merespon tekanan dari luar seperti dari LSM dan investor yang peduli lingkungan dan sosial. Sedangkan teori akuntansi normatif memberikan panduan bagaimana perusahaan seharusnya membuat laporan yang jujur dan bertanggung jawab sesuai nilai etika, agar laporan benar-benar mencerminkan kontribusi perusahaan terhadap keberlanjutan.
3. ⁠Karena standar PSAK di Indonesia belum mengatur pelaporan soal lingkungan dan sosial secara lengkap, PT Sumber Hijau bisa memakai standar internasional seperti GRI (Global Reporting Initiative). Dengan GRI, perusahaan bisa melaporkan kinerja keberlanjutan secara jelas dan terstruktur. Laporan ini bisa dibuat terpisah tapi dilengkapi dengan kaitan ke tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs) yang fokusnya pada perubahan iklim, ekosistem daratan, dan pekerjaan layak.
4. ⁠Jika saya seorang akuntan, saya menyarankan agar perusahaan menyusun narasi laporan keberlanjutan yang seimbang. Perusahaan harus menjelaskan dampak positif maupun negatif dari ekspansi, serta langkah yang sudah dan akan diambil untuk mengurangi kerusakan lingkungan dan sosial. Narasi ini harus menunjukkan komitmen pada SDGs dan mendengarkan harapan masyarakat dan investor agar laporan dianggap kredibel dan dapat dipercaya.
In reply to First post

Re: CASE STUDY

Gifrika Tutut Pradiyana གིས-
Nama: Gifrika Tutut Pradiyana
NPM: 2453031008

1. Tantangan utama yang dihadapi PT Sumber Hijau
PT Sumber Hijau menghadapi tantangan besar dalam menyeimbangkan antara pertumbuhan ekonomi dan keberlanjutan lingkungan. Di satu sisi, ekspansi ke Kalimantan Timur dianggap penting untuk memperluas produksi dan membuka lapangan kerja. Namun, di sisi lain, langkah ini menimbulkan kekhawatiran dari LSM lingkungan dan masyarakat adat karena berpotensi merusak hutan hujan tropis dan mengancam ekosistem. Tantangan utamanya adalah bagaimana perusahaan bisa menjalankan ekspansi tanpa merusak lingkungan dan tetap menghormati hak masyarakat setempat. Selain itu, perusahaan juga harus menyesuaikan laporan keberlanjutannya agar sesuai dengan standar internasional seperti GRI dan SDGs, khususnya pada poin SDG 13 tentang iklim, SDG 15 tentang ekosistem darat, dan SDG 8 tentang pekerjaan layak. Tantangan lainnya adalah menyiapkan sistem pelaporan yang transparan, dapat dipercaya, dan sesuai dengan harapan investor global yang menuntut penerapan prinsip ESG secara nyata, bukan hanya sekadar formalitas di laporan tahunan.

2. Pendekatan teori akuntansi positif dan normatif dalam pelaporan keberlanjutan
Teori akuntansi positif melihat pelaporan keberlanjutan sebagai reaksi terhadap tekanan lingkungan, sosial, dan ekonomi yang dihadapi perusahaan. Dalam konteks PT Sumber Hijau, teori ini menjelaskan bahwa perusahaan melakukan pelaporan ESG karena adanya tekanan dari investor global, pemerintah, dan masyarakat agar lebih transparan terhadap dampak lingkungan. Jadi, pelaporan dilakukan sebagai bentuk respon strategis agar citra perusahaan tetap baik dan mendapat dukungan dari pemangku kepentingan.
Sementara teori akuntansi normatif lebih menekankan pada bagaimana seharusnya laporan dibuat berdasarkan nilai etika dan tanggung jawab sosial. Dalam kasus ini, pendekatan normatif mendorong PT Sumber Hijau untuk menyajikan laporan keberlanjutan bukan hanya karena tekanan pihak luar, tetapi karena kesadaran moral untuk menjaga lingkungan, memperhatikan masyarakat adat, dan memastikan bahwa aktivitas bisnis tidak merusak alam. Jadi, teori positif menjelaskan “mengapa perusahaan melapor”, sedangkan teori normatif menjelaskan “bagaimana seharusnya laporan itu dibuat agar benar dan etis.”

3. Integrasi pelaporan SDGs ke dalam laporan keuangan berdasarkan PSAK
Walaupun PSAK belum mengatur secara rinci tentang pelaporan ESG, PT Sumber Hijau tetap bisa memasukkan unsur SDGs ke dalam laporan keuangannya dengan cara yang sederhana. Perusahaan dapat menggunakan standar GRI (Global Reporting Initiative) untuk mengukur dan melaporkan dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan, lalu mengaitkannya dengan SDG 8, SDG 13, dan SDG 15 yang relevan dengan kegiatan usahanya. Selain itu, perusahaan juga bisa memakai kerangka Integrated Reporting (IIRC) agar laporan keuangan dan laporan keberlanjutan saling terhubung. Misalnya, hasil keuangan bisa dijelaskan bersama dengan dampak lingkungan seperti penggunaan lahan, pengurangan emisi, atau penyerapan tenaga kerja lokal.
Cara ini membuat laporan perusahaan lebih transparan dan mudah dipahami oleh investor maupun masyarakat. Dengan begitu, walaupun aturan PSAK belum lengkap, PT Sumber Hijau tetap bisa menunjukkan tanggung jawab sosial dan komitmen terhadap pembangunan berkelanjutan melalui laporan yang jelas dan terintegrasi.

4. Sebagai akuntan yang bertanggung jawab atas pelaporan keberlanjutan, saya akan menyarankan agar PT Sumber Hijau membuat narasi laporan yang seimbang antara pencapaian ekonomi dan tanggung jawab sosial-lingkungan. Narasi sebaiknya dimulai dengan penjelasan visi keberlanjutan perusahaan dan komitmen terhadap SDGs. Setelah itu, laporan perlu memaparkan langkah konkret seperti upaya menjaga kawasan hutan, penggunaan teknologi ramah lingkungan, serta kerja sama dengan masyarakat adat dalam mengelola lahan.
Untuk menjawab ekspektasi stakeholder global, perusahaan bisa menampilkan data yang menunjukkan penurunan emisi, peningkatan efisiensi energi, serta penciptaan lapangan kerja yang layak bagi masyarakat lokal. Sementara bagi stakeholder lokal, laporan sebaiknya memuat bukti nyata seperti program pemberdayaan, perlindungan hak masyarakat, dan transparansi izin lahan.
Dengan gaya narasi yang sederhana, terbuka, dan berbasis data, PT Sumber Hijau dapat menunjukkan bahwa ekspansinya bukan hanya demi keuntungan, tetapi juga membawa manfaat sosial dan menjaga kelestarian lingkungan. Hal ini akan memperkuat kepercayaan dari investor global sekaligus menumbuhkan penerimaan dari masyarakat di sekitar wilayah operasinya.
In reply to First post

Re: CASE STUDY

Nadiya Adila གིས-
Nama : Nadiya Adila
Npm : 2413031079

1. Tantangan utama meliputi trade-off antara pertumbuhan ekonomi lokal dengan keutuhan ekosistem hutan hujan tropis; kekurangan baseline data lingkungan dan sosial yang memadai; risiko reputasi dari tekanan LSM dan komunitas adat; serta kebutuhan untuk akuntabilitas lintas batas (ESG) yang sejalan dengan harapan investor global.

2. Pendekatan teori akuntansi positif dan normatif dapat digunakan untuk memahami bagaimana pelaporan keberlanjutan PT Sumber Hijau dibentuk, diterima, dan diintegrasikan dengan PSAK sehingga mendukung atau membatasi transparansi terkait ESG, SDGs, dan pelaporan keuangan. Analisis dua teori ini membantu mengidentifikasi bagaimana praktik pelaporan dipengaruhi oleh insentif pemangku kepentingan, norma industri, serta pertimbangan etika dan regulasi.

3. PT Sumber Hijau dapat mengintegrasikan pelaporan SDGs ke dalam laporan keuangannya dengan memanfaatkan kerangka pelaporan non-finansial yang diakui secara internasional dan kerangka pelaporan terintegrasi sambil menyesuaikannya dengan PSAK melalui catatan pelaporan berkelanjutan, pengungkapan risiko terkait iklim dan hak adat, serta mekanisme verifikasi independen. Pendekatan ini didasarkan pada kombinasi teori akuntansi positif (menilai praktik nyata dan insentif pemangku kepentingan) dan normatif (mengatur standar pelaporan yang adil dan transparan).

4. Sebagai akuntan saya akan menyarankan Narasi keberlanjutan PT Sumber Hijau sebaiknya menyeimbangkan transparansi risiko lingkungan dengan komitmen sosial ekonomi lokal, serta mendorong integrasi ESG ke PSAK melalui pengungkapan sukarela yang selaras GRI dan SDGs relevan. Jelaskan bagaimana ekspansi Kalimantan Timur dipantau untuk mencegah deforestasi dan hak komunitas adat, langkah mitigasi iklim, serta nilai tambah bagi tenaga kerja lokal. Sertakan indikator kinerja terukur, tata kelola risiko, audit independen, keterlibatan pemangku kepentingan, dan contoh tindakan, hasil, pelajaran, serta rencana perbaikan yang dapat diverifikasi, dengan bahasa yang mudah dipahami komunitas lokal tanpa mengorbankan akurasi global.
In reply to First post

Re: CASE STUDY

Nuraini Naibaho 2413031076 གིས-

Nama   : Nuraini Naibaho

Npm     : 2413031076

Kelas    : 24 C

1. PT Sumber Hijau menghadapi tantangan besar dalam menyeimbangkan ekspansi bisnis dengan prinsip keberlanjutan. Di satu sisi, perluasan usaha ke Kalimantan Timur dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan membuka lapangan kerja, sesuai dengan SDG 8. Namun, di sisi lain, ekspansi ini berisiko merusak hutan tropis dan mengganggu kehidupan masyarakat adat, yang bertentangan dengan SDG 13 dan SDG 15. Tantangan utamanya terletak pada bagaimana perusahaan menjaga pertumbuhan ekonomi tanpa mengabaikan tanggung jawab sosial dan lingkungan, serta tetap transparan dalam pelaporan kinerjanya.

2. Melalui teori akuntansi positif, pelaporan keberlanjutan dilakukan karena tekanan dari investor, masyarakat, dan LSM untuk menjaga legitimasi perusahaan. Sedangkan teori akuntansi normatif menekankan bahwa pelaporan seharusnya didasari oleh tanggung jawab moral dan etika terhadap lingkungan dan masyarakat. Jadi, teori positif menjelaskan alasan praktisnya, sementara teori normatif menjadi pedoman etis agar pelaporan ESG tidak hanya formalitas.

3. Meskipun PSAK belum sepenuhnya mengatur pelaporan ESG, PT Sumber Hijau dapat menggunakan standar Global Reporting Initiative (GRI) serta IFRS Sustainability Disclosure Standards (IFRS S1 dan S2) untuk mengintegrasikan SDGs ke dalam laporan keuangan. Pendekatan triple bottom line juga bisa diterapkan agar laporan menggambarkan keseimbangan antara keuntungan, sosial, dan lingkungan. Laporan keberlanjutan dapat disusun terpisah namun tetap terhubung dengan laporan keuangan utama.

4. Sebagai akuntan, penyusunan narasi laporan sebaiknya dilakukan secara jujur, transparan, dan seimbang. Laporan harus menggambarkan dampak positif maupun negatif ekspansi, disertai komitmen nyata perusahaan seperti reboisasi dan pemberdayaan masyarakat lokal. Dengan bahasa yang mudah dipahami dan tetap memenuhi standar internasional, laporan tersebut akan mencerminkan tanggung jawab perusahaan terhadap pembangunan berkelanjutan.

In reply to First post

Re: CASE STUDY

Salwa Trisia Anjani གིས-
Salwa Trisia Anjani
2413031090
Kelas C

Jawab:
1. Tantangan utama PT Sumber Hijau,
Tantangan utama adalah menyeimbangkan antara ekspansi bisnis dan tanggung jawab lingkungan serta sosial.
Perusahaan harus memastikan kegiatan ekspansi tidak merusak hutan dan hak masyarakat adat, sambil tetap menunjukkan manfaat ekonomi seperti penyerapan tenaga kerja. Selain itu, tekanan dari investor ESG membuat PT Sumber Hijau perlu lebih transparan dan akuntabel dalam pelaporan dampak lingkungan dan sosialnya, padahal sistem akuntansi tradisional belum sepenuhnya mendukung pelaporan tersebut.

2. Teori akuntansi positif dan normatif,
• Teori akuntansi positif menjelaskan mengapa perusahaan melaporkan informasi keberlanjutan — misalnya karena tekanan investor, regulasi, atau untuk menjaga reputasi.
• Teori akuntansi normatif menjelaskan bagaimana seharusnya laporan dibuat agar mencerminkan nilai etis dan tanggung jawab sosial, seperti pelaporan yang jujur dan transparan terhadap dampak lingkungan.
Keduanya membantu memahami bahwa pelaporan keberlanjutan bukan hanya kewajiban teknis, tapi juga bagian dari moral dan strategi bisnis.

3. Integrasi pelaporan SDGs ke laporan keuangan
Meskipun PSAK belum mengatur ESG secara penuh, PT Sumber Hijau dapat:
• Menggunakan GRI Standards sebagai acuan utama untuk indikator SDGs.
• Mengaitkan setiap kegiatan bisnis dengan tujuan SDGs yang relevan (misalnya, SDG 13 untuk emisi karbon, SDG 15 untuk konservasi lahan, SDG 8 untuk ketenagakerjaan).
• Menggabungkan laporan keberlanjutan (sustainability report) dengan laporan tahunan melalui pendekatan Integrated Reporting (IR) agar informasi keuangan dan nonkeuangan tersaji secara utuh.


4. Saran penyusunan narasi laporan
Sebagai akuntan, narasi laporan sebaiknya:
• Menjelaskan komitmen perusahaan terhadap lingkungan dan masyarakat, termasuk upaya menjaga hutan dan pemberdayaan masyarakat lokal.
• Menyampaikan data konkret seperti jumlah tenaga kerja lokal terserap, luas lahan yang direhabilitasi, dan penurunan emisi karbon.
• Menggunakan bahasa yang transparan dan mudah dipahami, serta mengaitkan setiap program dengan target SDGs.
• Menunjukkan bahwa perusahaan tidak hanya mencari keuntungan, tetapi juga berperan dalam pembangunan berkelanjutan.
In reply to First post

Re: CASE STUDY

Niabi Rahma Wati གིས-
Nama: Niabi Rahma Wati
NPM: 2413031078

1. Analisis tantangan utama
PT Sumber Hijau menghadapi tantangan utama dalam menyeimbangkan tujuan ekspansi ekonomi menyebabkan komitmen yang berkelanjutan. Di satu sisi, perluasan ke Kalimantan Timur memiliki potensi menyebabkan deforestasi dan mengganggu ekosistem hutan hujan, yang bertentangan langsung dengan prinsip SDG 13 (Penanganan Perubahan Iklim) dan SDG 15 (Ekosistem Daratan). Di sisi lain, perusahaan mendapat tekanan dari investor global yang menganut prinsip ESG, sementara secara lokal, mereka berargumen bahwa proyek ini akan menciptakan lapangan kerja dan mendukung SDG 8 (Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi). Tantangan ini diperparah dengan adanya kesenjangan antara praktik pelaporan konvensional berdasarkan PSAK, yang belum sepenuhnya mengakomodasi aspek lingkungan dan sosial, dengan tuntutan transparansi dari pemangku kepentingan.

2. Pendekatan teori akuntansi positif dan normatif
Teori akuntansi positif membantu menjelaskan dan memprediksi mengapa PT Sumber Hijau mulai melaporkan aktivitas ESG, contohnya karena adanya desakan dari investor global atau untuk menjaga legitimasi sosial. Teori ini melihat pelaporan sebagai respons terhadap tekanan eksternal dan bertujuan untuk memprediksi bagaimana pengungkapan ini akan memengaruhi reputasi dan nilai perusahaan. Sebaliknya, teori akuntansi normatif bersifat preskriptif dan menekankan pada apa yang seharusnya dilakukan perusahaan. Dalam konteks ini, teori normatif akan menyarankan agar PT Sumber Hijau secara proaktif mengakui dan menguantifikasi biaya lingkungan dan liabilitas sosial dalam pelaporannya, meskipun hal ini belum diwajibkan dalam PSAK, karena ini merupakan Tindakan yang benar dan etis untuk dilakukan.

3. Meskipun PSAK belum sepenuhnya mengatur pelaporan ESG, PT Sumber Hijau tidak dapat menunggu dan harus mengambil inisiatif. Perusahaan dapat mengadopsi standar pelaporan berkelanjutan global yang sudah mapan, seperti standar GRI (Global Reporting Initative) atau SASB (Sustainability Accounting Standarts Board), yang khusus dirancang untuk industry agribisnis. Standar-standar ini dapat digunakan sebagai pelengkap laporan keuangan utama. Selain itu kerangka integrated reporting dapat digunakan untuk menyajikan narasi yang menghubungkan dengan kinerja keuangan dan kinerja non-keuangan, seperti bagaimana investasi dalam konservasi hutan mendukung SDG 15 untuk berkontribusi pada ketahanan bisnis jangka Panjang. Untuk elemen tertentu, PSAK yang ada seperti PSAK 57 tentang provisi dan liabilitas kontijensi dapat diterapkan untuk mengakui potensi kewajiban akibat kerusakan lingkungan.

4. Sebagai akuntan yang bertanggung jawab, saran untuk menyusun narasi laporan adalah dengan membangun cerita yang transparan, berimbang, dan juga terukur. Narasi harus secara jujur mengakui tantangan dan risiko ekspansi, serta dengan jelas memaparkan komitmen dan langkah-langkah nyata perusahaan untuk memitigasinya, seperti program restorasi hutan atau kemitraan dengan masyarakat adat. Secara eksplisit penting untuk menghubungkan setiap inisiatif dengan SDG yang relevan, contohnya dengan menunjukkan berapa banyak lapangan kerja lokal yang di ciptakan atau berapa hektar kawasan lindung yang dipertahankan. Untuk dapat meningkatkan kredibilitas, melibatkan jasa assurance eksternal untuk memverifikasi data yang dilaporkan. Dengan adanya narasi yang mencerminkan dialog dengan semua pemangku kepentingan, baik lokal maupun global, laporan ini bukanlah hanya sekedar memenuhi kewajiban, tetapi juga membangun kepercayaan dan legitimasi sosial bagi perusahaan.
In reply to First post

Re: CASE STUDY

zara nur rohimah གིས-
Nama : Zara Nur Rohmah
Npm : 2413031070
Kelas : 2024C


1. Tantangan utama PT Sumber Hijau adalah konflik mendasar antara pertumbuhan ekonomi yang diwakili oleh SDG 8 (Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi) dengan perlindungan lingkungan yang diwakili oleh SDG 13 (Perubahan Iklim) dan SDG 15 (Ekosistem Daratan), terutama terkait rencana ekspansi di Kalimantan Timur. Konflik ini menciptakan risiko reputasi yang serius, dipicu oleh kritik dari LSM dan masyarakat adat, yang secara langsung berpotensi memicu penarikan investasi dari investor global yang mendukung prinsip ESG. Selain itu, perusahaan menghadapi kompleksitas pelaporan karena harus menyelaraskan standar teknis GRI dengan tujuan strategis SDGs, serta berupaya mengisi kesenjangan akuntansi di mana standar PSAK belum sepenuhnya mengatur integrasi isu keberlanjutan ke dalam laporan keuangan konvensional.

2. Pendekatan Teori Akuntansi Positif dapat digunakan untuk menjelaskan mengapa PT Sumber Hijau memilih untuk memperkuat pelaporan keberlanjutannya, terutama sebagai respons terhadap tekanan pasar. Perusahaan melakukannya bukan karena kewajiban etis semata, melainkan untuk mempertahankan legitimasi sosial atas rencana ekspansi dan mengelola hubungan keagenan dengan investor global, sesuai dengan Teori Legitimasi dan Teori Stakeholder. Sementara itu, Teori Akuntansi Normatif berperan sebagai panduan preskriptif yang menyatakan apa yang seharusnya dilakukan oleh PT Sumber Hijau; teori ini menegaskan bahwa perusahaan seharusnya mengukur dan mengungkapkan secara jujur biaya eksternalitas negatif dari deforestasi dan dampak sosial, serta menginternalisasi nilai-nilai keberlanjutan tersebut dalam seluruh keputusan dan pelaporan untuk mencapai transparansi yang ideal bagi seluruh pemangku kepentingan.

3. Meskipun PSAK belum mengakomodasi pelaporan ESG secara komprehensif, PT Sumber Hijau harus menggunakan standar pelaporan tambahan untuk menjembatani kesenjangan tersebut. Pendekatan yang paling efektif adalah mengadopsi kerangka Laporan Terintegrasi () yang dikeluarkan oleh IIRC/ISSB, yang secara eksplisit menghubungkan kinerja finansial perusahaan dengan enam jenis modal (termasuk Modal Alam dan Sosial), sehingga menunjukkan bagaimana isu-isu SDG yang material (13, 15, 8) memengaruhi penciptaan nilai jangka panjang. Dalam praktiknya, perusahaan dapat mengintegrasikan informasi keberlanjutan ke dalam Catatan Atas Laporan Keuangan (CALK), misalnya dengan mengungkapkan kewajiban kontinjensi terkait risiko sanksi lingkungan (SDG 13 dan 15) atau investasi modal yang terkait dengan program SDG 8, sehingga metrik non-finansial mulai terikat secara resmi dengan pelaporan keuangan konvensional.

4. Sebagai akuntan, disarankan agar PT Sumber Hijau menyusun narasi laporan dengan fokus pada transparansi ganda (double materiality) dan keseimbangan strategis. Untuk menjawab ekspektasi pemangku kepentingan lokal, narasi harus mengakui secara jujur risiko deforestasi (SDG 15), menunjukkan komitmen mitigasi yang spesifik (misalnya, area konservasi NKT/HCV), dan memaparkan secara rinci implementasi SDG 8 (program penyerapan tenaga kerja lokal, kemitraan, dan hak masyarakat adat) dengan data lokasi yang spesifik. Sementara itu, untuk menjawab ekspektasi investor global, narasi harus menekankan pengelolaan risiko iklim dan ESG dengan menyajikan data kuantitatif GRI yang solid terkait emisi GRK (SDG 13) dan kebijakan No Deforestation, No Peat, No Exploitation (NDPE), serta secara eksplisit menjelaskan bagaimana keberlanjutan ini memperkuat nilai perusahaan dan mengamankan akses ke modal di masa depan.
In reply to First post

Re: CASE STUDY

Ni Made Dwi Agustini གིས-
Nama : Ni Made Dwi Agustini
Npm : 2413031086

1. Tantangan utama PT Sumber Hijau
PT Sumber Hijau menghadapi dilema antara ekspansi ekonomi dan tanggung jawab lingkungan. Di satu sisi, perluasan ke Kalimantan Timur bisa membuka lapangan kerja dan meningkatkan ekonomi daerah. Namun, di sisi lain, ada risiko deforestasi, gangguan terhadap masyarakat adat, serta tekanan dari LSM dan investor yang menuntut praktik berkelanjutan.
Selain itu, perusahaan juga harus menyesuaikan pelaporannya dengan standar global seperti GRI dan SDGs, sementara PSAK belum secara khusus mengatur laporan keberlanjutan. Hal ini membuat integrasi antara informasi keuangan dan non-keuangan menjadi tantangan tersendiri.

2. Teori akuntansi positif dan normatif
Teori akuntansi positif menjelaskan mengapa manajemen membuat laporan tertentu berdasarkan kepentingan dan tekanan yang ada. Misalnya, PT Sumber Hijau mungkin lebih menonjolkan sisi ekonomi agar tetap mendapat dukungan investor.
Sementara itu, teori akuntansi normatif menjelaskan bagaimana seharusnya laporan dibuat, dengan menekankan etika, transparansi, dan tanggung jawab sosial. Dalam kasus ini, teori normatif mendorong perusahaan untuk melaporkan dampak lingkungan dan sosial secara jujur, bukan hanya demi citra baik.
Keduanya bisa digunakan bersamaan: teori positif untuk memahami perilaku manajemen, dan teori normatif sebagai panduan membentuk kebijakan pelaporan yang lebih etis.

3. Integrasi SDGs dalam laporan keuangan
Walaupun PSAK belum mengatur secara rinci soal ESG, PT Sumber Hijau tetap bisa menggabungkan pelaporan keberlanjutan dengan laporan keuangan menggunakan beberapa pendekatan:
-Gunakan standar GRI untuk melaporkan dampak terhadap lingkungan, sosial, dan ekonomi, sekaligus mengaitkannya dengan SDG 13, 15, dan 8.
-Gunakan ISSB/IFRS S1–S2 untuk menampilkan risiko dan peluang keberlanjutan yang memengaruhi kondisi keuangan perusahaan.
-Tambahkan pengungkapan di catatan laporan keuangan, seperti biaya rehabilitasi lahan, estimasi liabilitas lingkungan, atau dampak perubahan iklim terhadap nilai aset.
-Sertakan bagian naratif (MD&A) yang menjelaskan bagaimana kegiatan keberlanjutan memengaruhi strategi bisnis dan prospek perusahaan.

4. Saran penyusunan narasi laporan
Agar laporan keberlanjutan diterima baik oleh masyarakat lokal dan investor global, narasinya perlu jujur, terukur, dan berbasis bukti.
Beberapa poin penting yang bisa dimasukkan:
1. Komitmen jelas terhadap SDG 13 (iklim), SDG 15 (ekosistem darat), dan SDG 8 (pekerjaan layak).
2. Penjelasan singkat tentang proses konsultasi dengan masyarakat adat dan langkah nyata melindungi hutan.
3. Data konkret, seperti jumlah tenaga kerja lokal, luas lahan yang direstorasi, serta target pengurangan emisi.
4. Bukti tata kelola yang baik, seperti adanya audit independen atau laporan pemantauan pihak ketiga.
Dengan pendekatan seperti ini, laporan PT Sumber Hijau akan terlihat kredibel dan mampu memenuhi harapan stakeholder baik di tingkat lokal maupun internasional.
In reply to First post

Re: CASE STUDY

Sofia Dilara གིས-
Nama: Sofia Dilara
NPM: 2413031091
Kelas: 2024 C

1. Analisislah tantangan utama yang dihadapi PT Sumber Hijau dalam menyelaraskan ekspansi bisnis dengan prinsip keberlanjutan dan pelaporan SDGs.

Tantangan terbesar PT Sumber Hijau adalah mencari keseimbangan antara keinginan untuk berkembang dan tanggung jawab menjaga lingkungan. Ekspansi ke Kalimantan Timur memang bisa membuka banyak lapangan kerja dan membantu ekonomi daerah (sesuai SDG 8), tapi di sisi lain bisa berdampak buruk pada hutan hujan dan kehidupan masyarakat adat (SDG 13 dan SDG 15). Selain itu, perusahaan juga mendapat tekanan dari investor global yang menuntut transparansi soal praktik keberlanjutan. Masalahnya, aturan pelaporan di Indonesia seperti PSAK belum secara jelas mengatur pelaporan ESG. Jadi, perusahaan berada di posisi yang cukup sulit karena harus memastikan pertumbuhan bisnis tetap berjalan, tapi tetap menjaga reputasi dan tanggung jawab sosial-lingkungan.

2. Jelaskan bagaimana pendekatan teori akuntansi positif dan normatif dapat digunakan untuk memahami pelaporan keberlanjutan dalam kasus ini.

Kalau dilihat dari teori akuntansi positif, pelaporan keberlanjutan yang dilakukan PT Sumber Hijau bisa dipahami sebagai bentuk respon terhadap tekanan dari luar, seperti tuntutan investor dan masyarakat. Artinya, perusahaan melaporkan kegiatan keberlanjutan agar tetap terlihat baik di mata publik dan bisa menjaga kepercayaan pasar. Sedangkan dari teori akuntansi normatif, pelaporan seharusnya dilakukan karena kesadaran moral dan tanggung jawab sosial, bukan hanya untuk pencitraan. Jadi, laporan yang dibuat seharusnya benar-benar jujur dan menunjukkan langkah nyata perusahaan dalam mendukung SDGs, bukan hanya sekadar formalitas atau strategi marketing.

3. Bagaimana PT Sumber Hijau dapat mengintegrasikan pelaporan SDGs ke dalam laporan keuangannya, meskipun PSAK belum sepenuhnya mengakomodasi pelaporan ESG? Jelaskan pendekatan atau standar pelaporan apa yang bisa digunakan dan bagaimana penerapannya.

Walaupun PSAK belum mengatur pelaporan ESG secara detail, PT Sumber Hijau tetap bisa menggabungkan aspek keberlanjutan ke dalam laporan keuangan. Caranya bisa dengan memakai GRI Standards, yang membantu perusahaan menilai dampak ekonomi, sosial, dan lingkungan secara lebih jelas. Lalu hasilnya bisa dikaitkan dengan target SDGs, misalnya penurunan emisi untuk SDG 13, pelestarian lahan untuk SDG 15, dan penciptaan lapangan kerja untuk SDG 8. Selain itu, perusahaan bisa menerapkan Integrated Reporting (IIRC) supaya laporan keuangan dan non-keuangan saling melengkapi. Dengan begitu, laporan yang dibuat akan lebih transparan, bisa dipahami oleh investor global, dan tetap relevan dengan kondisi di Indonesia.

4. Sebagai akuntan yang bertanggung jawab dalam pelaporan keberlanjutan, bagaimana Anda akan menyarankan perusahaan untuk menyusun narasi laporan yang dapat menjawab ekspektasi stakeholder lokal maupun global?

Kalau saya jadi akuntan di perusahaan itu, saya akan menyarankan agar narasi laporan dibuat dengan gaya yang jujur dan seimbang. Jangan hanya menonjolkan sisi positifnya saja, tapi juga jelaskan tantangan dan langkah nyata yang sedang dilakukan. Untuk masyarakat lokal, laporan bisa menyoroti upaya perusahaan dalam menjaga lingkungan, menghormati hak masyarakat adat, dan membuka kesempatan kerja. Sementara untuk investor global, fokuskan pada bagaimana perusahaan menerapkan prinsip ESG dan kontribusinya terhadap SDGs. Dan sertakan data yang konkret supaya laporan terasa kredibel dan bisa dipercaya. Dengan cara seperti itu, perusahaan bisa memenuhi harapan semua pihak tanpa kehilangan keaslian dan integritasnya.
In reply to First post

Re: CASE STUDY

Rulla Alifah གིས-
Nama : Rulla Alifah
NPM : 2413031093

1. PT Sumber Hijau menghadapi tantangan besar dalam menyeimbangkan ekspansi bisnis dengan tanggung jawab lingkungan dan sosial. Ekspansi ke Kalimantan Timur berisiko menimbulkan deforestasi serta konflik dengan masyarakat adat. Di sisi lain, tekanan dari LSM dan investor global menuntut transparansi dan kepatuhan pada prinsip ESG. Keterbatasan PSAK dalam mengatur pelaporan keberlanjutan serta kurangnya data lingkungan membuat integrasi antara laporan keuangan dan laporan ESG menjadi sulit.

2. Teori akuntansi positif menjelaskan bahwa pelaporan keberlanjutan dilakukan karena tekanan pasar dan dorongan ekonomi, seperti tuntutan investor dan reputasi. Sementara teori normatif menekankan pelaporan yang etis dan bertanggung jawab terhadap dampak sosial dan lingkungan. Kombinasi keduanya membantu PT Sumber Hijau memahami alasan praktis dan moral di balik pelaporan keberlanjutan agar lebih transparan dan berintegritas.

3. Walau PSAK belum mengatur pelaporan ESG, PT Sumber Hijau dapat menggunakan standar global seperti GRI, TCFD, dan ISSB untuk mengaitkan laporan keberlanjutan dengan SDGs 13, 15, dan 8. Informasi mengenai risiko lingkungan, biaya mitigasi, serta dampak sosial dapat dimasukkan ke bagian MD&A atau catatan laporan keuangan. Dengan menghubungkan indikator keberlanjutan seperti emisi, konservasi, dan tenaga kerja lokal ke data keuangan, perusahaan dapat menunjukkan kontribusi nyata terhadap ekonomi dan lingkungan.

4. Narasi laporan keberlanjutan sebaiknya disusun secara jujur, berbasis data, dan menekankan komitmen terhadap prinsip no deforestation serta penghormatan hak masyarakat adat melalui FPIC. Laporan perlu menampilkan dampak positif bagi ekonomi lokal sekaligus kinerja lingkungan yang terukur dan diaudit independen. Dengan mengaitkan setiap program ke SDGs, PT Sumber Hijau dapat memenuhi harapan masyarakat lokal dan investor global serta memperkuat kepercayaan publik.
In reply to First post

Re: CASE STUDY

Rizky Abelia Putri གིས-
NAMA: RIZKY ABELIA P
NPM: 2413031098

1.Tantangan Utama PT Sumber Hijau
PT Sumber Hijau menghadapi tantangan besar dalam menyeimbangkan ekspansi bisnis kelapa sawit dengan prinsip keberlanjutan, antara lain:
Risiko kerusakan hutan hujan tropis dan gangguan pada ekosistem daratan serta keberlangsungan sumber daya lokal akibat pembukaan lahan.
Tekanan dari LSM lingkungan dan masyarakat adat yang mengkritik dampak sosial dan lingkungan.
Harapan investor global yang semakin menuntut pelaporan dengan standar ESG dan kaitannya dengan SDG 13 (Perubahan Iklim), SDG 15 (Ekosistem Daratan), dan SDG 8 (Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi).
Dilema integrasi informasi keberlanjutan ke dalam laporan keuangan yang disusun berdasarkan PSAK, yang belum sepenuhnya mengakomodasi elemen ESG.
Kebutuhan pemenuhan sertifikasi seperti RSPO atau ISPO agar dapat meyakinkan stakeholder tentang praktik bisnis yang berkelanjutan.

2.Pendekatan Teori Akuntansi Positif dan Normatif
Teori akuntansi normatif berfokus pada apa yang seharusnya dilaporkan, menekankan pentingnya kepatuhan standar, transparansi, dan pelaporan secara etis guna mendukung legitimasi sosial perusahaan.
Teori akuntansi positif lebih menekankan pada menggambarkan kondisi sesungguhnya dan fleksibilitas dalam pengambilan keputusan pelaporan untuk memaksimalkan nilai perusahaan dan memenuhi ekspektasi pasar.Dalam konteks PT Sumber Hijau, teori normatif mendukung kebutuhan untuk menyajikan laporan keberlanjutan sesuai standar seperti GRI dan SDGs sebagai bentuk tanggung jawab sosial. Sedangkan teori positif membantu memahami bagaimana perusahaan dapat memilih strategi pelaporan yang mengakomodasi kepentingan ekonomi dan keberlanjutan sesuai dinamika bisnis dan tekanan pasar.​

3.Integrasi Pelaporan SDGs ke dalam Laporan Keuangan
Meskipun PSAK belum sepenuhnya mengatur pelaporan ESG, PT Sumber Hijau dapat mengintegrasikan pelaporan keberlanjutan dengan pendekatan gabungan menggunakan standar GRI (Global Reporting Initiative) dan mengacu pada framework internasional terkait ESG.
Penggunaan standar GRI memungkinkan pelaporan isu sosial, lingkungan, dan tata kelola secara komprehensif, termasuk pemetaan terhadap SDGs.

4. Rekomendasi Penyusunan Narasi Laporan Keberlanjutan
Narasi laporan harus transparan mengakui tantangan lingkungan dan sosial dari ekspansi kelapa sawit sekaligus menonjolkan upaya mitigasi dampak seperti penggunaan lahan terdegradasi, perlindungan ekosistem, dan program pelibatan masyarakat adat.
In reply to First post

Re: CASE STUDY

Della Puspita གིས-
Nama : Della Puspita
NPM :2453031007

1.Tantangan utama PT Sumber Hijau adalah konflik kepentingan fundamental: ekspansi bisnis di Kalimantan Timur dikritik keras oleh LSM dan masyarakat adat karena berpotensi merusak hutan (melawan SDG 15), bertentangan dengan klaim penyerapan tenaga kerja (SDG 8). Dilema ini diperberat oleh tekanan global dari investor yang menuntut pelaporan ESG sesuai GRI dan SDGs, sementara kerangka akuntansi lokal PSAK belum sepenuhnya mengatur pelaporan keberlanjutan. Perusahaan harus berjuang menjaga legitimasi, mengelola risiko lingkungan, dan memenuhi tuntutan akuntabilitas ganda.

2.Teori Akuntansi Positif memprediksi bahwa PT Sumber Hijau akan memilih melaporkan isu keberlanjutan yang strategis dan positif (misalnya, dampak ekonomi regional) untuk memperoleh legitimasi atas ekspansi kontroversial mereka dan menjaga stakeholder penting (investor). Sebaliknya, Teori Akuntansi Normatif menekankan bahwa perusahaan seharusnya menyajikan laporan yang adil dan komprehensif, mengungkapkan secara transparan baik dampak positif maupun dampak negatif penuh (misalnya, biaya lingkungan dari deforestasi) untuk memenuhi tanggung jawab akuntabilitas kepada seluruh masyarakat, bukan hanya untuk kepentingan manajemen atau profit.

3. Untuk mengintegrasikan pelaporan SDGs, PT Sumber Hijau dapat mengadopsi Pelaporan Terintegrasi (Integrated Reporting - IR) untuk menghubungkan strategi SDGs dengan proses penciptaan nilai perusahaan. Selain itu, perusahaan wajib menggunakan standar internasional, yaitu GRI (Global Reporting Initiative) untuk menyusun Laporan Keberlanjutan terpisah yang menyediakan metrik rinci terkait SDG 13, 15, dan 8. Untuk informasi yang material secara finansial bagi investor, standar SASB (Sustainability Accounting Standards Board) dapat diterapkan dan diungkapkan melalui Catatan Atas Laporan Keuangan (CALK), sehingga mengaitkan isu keberlanjutan (misalnya, risiko sengketa lahan) secara langsung dengan kinerja keuangan.

4. Saya akan menyarankan narasi laporan yang menerapkan prinsip Materialitas Ganda, yakni melaporkan risiko yang memengaruhi nilai perusahaan (fokus global) dan dampak perusahaan pada manusia/lingkungan (fokus lokal). Untuk investor global, narasi harus menekankan manajemen risiko (seperti kebijakan NDPE dan sertifikasi RSPO), tata kelola ESG yang kuat, dan menyajikan metrik kinerja SDGs yang terkuantifikasi. Untuk stakeholder lokal, narasi harus berfokus pada keterbukaan dan dialog, mencakup implementasi FPIC (Free, Prior, and Informed Consent), mekanisme pengaduan yang efektif, dan data konkret mengenai program konservasi dan manfaat sosial-ekonomi lokal.
In reply to First post

Re: CASE STUDY

Muhammad Fawwaz གིས-
Nama = Muhammad Khalil Fawwaz
NPM = 2413031085

1.PT Sumber Hijau menghadapi masalah mendasar dalam menyelaraskan pertumbuhan bisnis kelapa sawitnya dengan konsep keberlanjutan dan pelaporan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Tekanan dari kelompok lingkungan dan masyarakat adat yang prihatin terhadap degradasi hutan hujan tropis dan dampak negatifnya terhadap sumber daya lokal merupakan faktor utama yang mendorong hal ini. Permasalahan utama adalah konflik antara keberlanjutan lingkungan dan tujuan ekonomi, karena pembangunan yang dapat menciptakan lapangan kerja dan mendorong perekonomian harus sejalan dengan pelestarian ekosistem dan hak-hak masyarakat lokal. Selain itu, tekanan dari investor global yang menginginkan transparansi dan pernyataan komitmen terhadap prinsip-prinsip ESG memotivasi perusahaan untuk meningkatkan kualitas pelaporan keberlanjutan, meskipun Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang berlaku saat ini belum cukup mendukung pelaporan terkait isu-isu ESG. Perusahaan harus menyeimbangkan antara memenuhi kebutuhan ekonomi, masyarakat, dan lingkungan, serta mengelola risiko publisitas negatif dan regulasi yang dapat muncul akibat pertumbuhan.

2.Mengenai pelaporan keberlanjutan, teori akuntansi positif dapat membantu seseorang untuk menafsirkan respons PT Sumber Hijau terhadap tekanan eksternal dari masyarakat dan investor. Teori ini menyatakan bahwa perusahaan seringkali memilih untuk melaporkan keberlanjutan sebagai reaksi terhadap insentif atau tekanan, seperti untuk melindungi reputasi mereka atau mendapatkan akses pendanaan. Di sisi lain, teori akuntansi normatif menekankan perlunya penerapan standar yang etis dan ideal, yang dalam hal ini memotivasi bisnis untuk mengadopsi standar pelaporan seperti GRI dan merujuk pada SDGs sebagai panduan untuk mengomunikasikan informasi keberlanjutan secara komprehensif dan benar. Berdasarkan pendekatan normatif ini, perusahaan harus memenuhi kewajiban hukum saja tetapi juga tetap mengutamakan tanggung jawab sosial dan lingkungan sebagai bagian dari praktik tata kelola yang baik.

3.PT Sumber Hijau dapat menggunakan standar GRI sebagai dasar untuk menghasilkan laporan keberlanjutan yang berbeda namun terkait erat agar pelaporan SDGs dapat dimasukkan ke dalam laporan keuangan meskipun PSAK tidak sepenuhnya mendukung pelaporan ESG. Perusahaan juga dapat mengacu pada norma internasional lainnya seperti Standar Pengungkapan Keberlanjutan IFRS, yang semakin dikenal di dunia. Pendekatan yang digunakan adalah dengan memasukkan laporan keberlanjutan yang terkait dengan indikator kinerja keberlanjutan dalam laporan tahunan—seperti pengurangan emisi, perlindungan ekosistem, dan penciptaan lapangan kerja. Dengan menguraikan dampak ekonomi, sosial, dan lingkungan secara jelas serta merinci kontribusi perusahaan terhadap pencapaian SDGs yang relevan, narasi yang dibuat dalam laporan dapat menghubungkan faktor keuangan dan keberlanjutan.

4.Sebagai akuntan yang bertanggung jawab atas pelaporan keberlanjutan, sangat penting untuk menciptakan cerita yang dapat memenuhi harapan berbagai pemangku kepentingan, baik lokal maupun global. Narasi tersebut harus secara terbuka mengakui kesulitan dan bahaya yang ditimbulkan oleh dampak sosial dan lingkungan dari ekspansi, serta menyoroti dedikasi PT Sumber Hijau untuk melestarikan lingkungan dan memberdayakan penduduk asli melalui inisiatif yang berkelanjutan dan mitigasi dampak. Laporan tersebut perlu menunjukkan informasi yang terukur dan terverifikasi seperti berapa banyak penduduk lokal yang dipekerjakan, berapa banyak pekerjaan reboisasi yang dilakukan, dan berapa banyak emisi karbon yang dikurangi. Untuk menunjukkan keterbukaan dan akuntabilitas, narasi tersebut juga harus mencakup deskripsi tata kelola perusahaan dan proses pelibatan pemangku kepentingan. Dengan demikian, laporan keberlanjutan tidak hanya menjadi sarana komunikasi yang ampuh tetapi juga menumbuhkan kepercayaan dan dukungan dari para pemangku kepentingan, regulator, dan penduduk lokal.
In reply to First post

Re: CASE STUDY

Lola Egidiya གིས-
Nama : Lola Egidiya
NPM : 2413031087
Kelas : 24C

1. Tantangan Utama PT Sumber Hijau dalam Menyelaraskan Ekspansi dengan Keberlanjutan dan SDGs
Tantangan utama yang dihadapi PT Sumber Hijau adalah konflik kepentingan fundamental antara tujuan ekonomi jangka pendek (ekspansi dan laba) dengan tujuan keberlanjutan jangka panjang (ESG dan SDGs). Ekspansi ke Kalimantan Timur langsung memicu kritik karena berpotensi merusak hutan hujan tropis dan mengganggu masyarakat adat. Ini menciptakan jurang yang lebar antara narasi ekonomi perusahaan (lapangan kerja dan pertumbuhan regional – SDG 8) dengan dampak lingkungan dan sosial aktualnya (melanggar SDG 13 dan SDG 15).
Tantangan pelaporan berikutnya adalah mengelola ekspektasi stakeholder yang berbeda. Stakeholder global (investor ESG) menuntut transparansi dan akuntabilitas lingkungan yang tinggi, sementara stakeholder lokal (masyarakat adat dan LSM) menuntut mitigasi risiko sosial dan lingkungan secara nyata, bukan hanya di atas kertas. Jika PT Sumber Hijau gagal menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi yang mereka tawarkan sebanding (atau melebihi) kerusakan lingkungan yang ditimbulkan, pelaporan keberlanjutan mereka—sekalipun menggunakan standar GRI dan merujuk pada SDGs—hanya akan dianggap sebagai "greenwashing" atau pencitraan belaka, yang justru akan merusak reputasi jangka panjang perusahaan.

2. Teori Akuntansi Positif dan Normatif dalam Pelaporan Keberlanjutan
Teori Akuntansi Positif (PAT) dapat digunakan untuk memahami mengapa PT Sumber Hijau memilih untuk memperkuat pelaporan keberlanjutannya saat ini. PAT berasumsi bahwa manajemen berperilaku rasional dan oportunistik, bertujuan memaksimalkan kepentingan mereka. Dalam kasus ini, dorongan untuk menggunakan GRI dan SDGs mungkin didasari oleh tiga hipotesis PAT: Hipotesis Bonus Plan (manajemen ingin menunjukkan kinerja ESG yang baik untuk memengaruhi kompensasi mereka), Hipotesis Kontrak Utang (memperoleh utang atau investasi dengan biaya modal lebih rendah dari investor ESG global), dan Hipotesis Biaya Politik (mengurangi tekanan dari pemerintah, LSM, atau regulator terkait izin ekspansi). PAT melihat pelaporan keberlanjutan sebagai alat strategis manajemen untuk memanipulasi atau merespons tekanan lingkungan demi keuntungan perusahaan.
Sebaliknya, Teori Akuntansi Normatif berfokus pada apa yang seharusnya dilakukan PT Sumber Hijau. Teori ini menyarankan bahwa pelaporan keberlanjutan seharusnya bertujuan untuk memberikan informasi yang paling relevan dan faithful representation tentang kinerja ESG perusahaan, terlepas dari kepentingan manajemen. Pendekatan normatif akan menyarankan agar PT Sumber Hijau mengintegrasikan penuh biaya lingkungan (reklamasi, de-forestrasi) dan biaya sosial (kompensasi masyarakat adat) ke dalam laporan keuangannya, meskipun PSAK belum mewajibkannya. Tujuannya adalah untuk memenuhi tanggung jawab akuntabilitas sosial perusahaan dan memastikan bahwa laporan tersebut secara etis benar dan memandu keputusan stakeholder menuju keberlanjutan.

3. Integrasi Pelaporan SDGs ke dalam Laporan Keuangan
Meskipun PSAK belum secara khusus mengatur pelaporan ESG, PT Sumber Hijau dapat mengintegrasikan pelaporan SDGs dengan menerapkan kerangka Laporan Terintegrasi (Integrated Reporting - ). Pendekatan ini menyajikan gambaran holistik dengan menjelaskan bagaimana perusahaan menciptakan nilai melalui penggunaan dan pengelolaan Enam Modal (Six Capitals), termasuk Modal Alam dan Modal Sosial. Untuk metrik pelaporan, perusahaan dapat menggunakan GRI (Global Reporting Initiative) untuk mengukur dampak non-finansial dan SASB (Sustainability Accounting Standards Board) untuk fokus pada isu ESG yang material secara finansial spesifik bagi industri kelapa sawit. Penerapannya mencakup pengakuan biaya lingkungan hidup (SDG 13 & 15) sebagai liabilitas di laporan keuangan, dan pengungkapan biaya terkait komunitas adat (SDG 8) sebagai bagian dari biaya risiko operasional. Dengan cara ini, informasi keberlanjutan dikaitkan langsung dengan kinerja keuangan, tidak hanya disajikan sebagai laporan terpisah.

4. Saran Penyusunan Narasi Laporan Keberlanjutan
Sebagai akuntan yang bertanggung jawab, saya akan menyarankan PT Sumber Hijau menyusun narasi yang seimbang dan berorientasi pada materialitas. Untuk stakeholder global (investor ESG), narasi harus kuantitatif, strategis, dan berbasis risiko. Perusahaan harus menjelaskan bagaimana risiko deforestasi (SDG 15) dan perubahan iklim (SDG 13) dihitung, dikelola, dan dimitigasi, menggunakan metrik GRI/SASB yang terstandar untuk menunjukkan akuntabilitas finansial. Sementara itu, untuk stakeholder lokal (LSM dan masyarakat adat), narasi harus kualitatif, transparan, dan berempati. Perusahaan harus secara terbuka mengakui konflik yang terjadi akibat ekspansi, menjelaskan langkah-langkah mitigasi sosial secara rinci (seperti skema pembagian manfaat dan perlindungan masyarakat adat), dan memberikan data konkret mengenai kontribusi ekonomi lokal (SDG 8). Tujuan akhirnya adalah membangun kepercayaan (trust) dengan menunjukkan bahwa kritik didengar dan direspons dengan tindakan substantif, bukan hanya janji-janji kosong.
In reply to First post

Re: CASE STUDY

Adinda Putri Zahra གིས-
Nama : Adinda Putri Zahra
NPM : 2413031083

1. Tantangan Utama Pt Sumber Hijau
PT Sumber Hijau menghadapi masalah yang rumit dalam mengintegrasikan pertumbuhan di Kalimantan Timur dengan prinsip keberlanjutan, terutama karena sektor kelapa sawit sering dihubungkan dengan penebangan hutan dan konflik sosial. Salah satu isu utama adalah tekanan dari berbagai pemangku kepentingan. Investor internasional mendorong praktik ESG untuk mendapatkan transparansi, sementara masyarakat lokal serta organisasi non-pemerintah menuntut perlindungan hak-hak adat dan kelestarian lingkungan. Hal ini memaksa manajemen untuk mencari keseimbangan tanpa mengorbankan keuntungan, yang merupakan hal yang menantang dalam industri yang bergantung pada ekspor barang.

2. Teori Akutans positif dan Teori Akuntansi Normatif
Teori Akuntansi Positif menggambarkan tindakan yang terjadi berdasarkan perilaku nyata dari manajemen dan pasar, tanpa mempertimbangkan nilai-nilai moral. Dalam hal ini, teori positif membantu untuk memahami: alasan di balik ekspansi manajemen (dorongan untuk tumbuh, tekanan dari pemegang saham), cara investor yang peduli pada ESG mempengaruhi kebijakan laporan, serta pengaruh asosiasi industri dan pemerintah terhadap standar.
Teori Akuntansi Normatif dalam hal ini merekomendasikan "apa yang seharusnya dilakukan" berdasarkan norma-norma etis dan ideal. Dalam situasi ini, pendekatan normatif mengajak PT Sumber Hijau untuk melaporkan dampak SDGs secara komprehensif dan terbuka, meskipun PSAK belum sepenuhnya selesai, untuk mendukung keadilan sosial dan lingkungan.

3.Meskipun PSAK yang didasarkan pada IFRS belum sepenuhnya mencakup ESG (contohnya, PSAK 1 hanya berkaitan dengan pengungkapan umum), PT Sumber Hijau dapat menggabungkan SDGs melalui pengungkapan tambahan dan standar laporan eksternal. Pendekatan utama mengacu pada GRI Standards. GRI menyediakan kerangka yang diperlukan untuk melaporkan indikator SDGs, seperti GRI 201 (Ekonomi) untuk SDG 8, GRI 302 (Energi) untuk SDG 13, dan GRI 304 (Biodiversitas) untuk SDG 15. Pengintegrasian ini dilakukan dengan cara menyertakan laporan GRI sebagai lampiran atau sebagai bagian dari laporan tahunan, yang kemudian dirujuk dalam laporan keuangan untuk meningkatkan transparansi.

4. Sebagai akuntan yang memiliki tanggung jawab dalam penyajian laporan keberlanjutan, saya akan merekomendasikan PT Sumber Hijau untuk membuat narasi yang adil, jelas, dan melibatkan semua pihak, dengan mengedepankan nilai-nilai etika seperti kejujuran dan netralitas (mengacu pada Kode Etik IAI).Serta melakukan pengidentifikasian pemangku kepentingan (misalnya, investor internasional membutuhkan informasi ESG yang terukur untuk SDG 13/15, komunitas setempat menginginkan jaminan perlindungan hak adat untuk SDG 8). Cerita perlu memberikan respon terhadap hal ini dengan informasi yang akurat, bukan hanya pernyataan tanpa dasar.
In reply to First post

Re: CASE STUDY

Rency Husna Adinda གིས-
Nama: Rency Husna Adinda
Npm: 2413031082

JAWABAN:
1. Tantangan utama yang dihadapi PT Sinar Hijau Lestari yaitu bagaimana menjalankan kegiatan usaha agribisnis dengan tetap menjaga prinsip keberlanjutan. Sebagai perusahaan besar di Kalimantan Timur, PT Sinar Hijau Lestari harus menghadapi tekanan dari masyarakat dan lembaga lingkungan agar tidak merusak ekosistem hutan. Selain itu, perusahaan juga mengalami kendala dalam pengumpulan data sosial dan lingkungan, keterbatasan tenaga ahli di bidang pelaporan keberlanjutan, serta kesulitan menggabungkan laporan keberlanjutan dengan laporan keuangan berdasarkan PSAK.
2. Teori akuntansi berperan penting dalam membantu perusahaan menyusun laporan keberlanjutan yang transparan dan dapat dipertanggungjawabkan. Teori akuntansi positif menilai laporan keberlanjutan sebagai alat untuk memprediksi perilaku manajemen ketika menghadapi tekanan dari pemangku kepentingan. Teori legitimasi menekankan pentingnya perusahaan menjaga citra dan kepercayaan publik melalui tanggung jawab sosial. Sedangkan teori stakeholder mengingatkan bahwa perusahaan tidak hanya bertanggung jawab kepada pemegang saham, tetapi juga kepada seluruh pihak yang terlibat dan terdampak oleh kegiatan operasionalnya.
3. Pelaporan dengan menggunakan GRI (Global Reporting Initiative) dan SDGs (Sustainable Development Goals) sama-sama berorientasi pada transparansi dan akuntabilitas, namun fokusnya berbeda. GRI menyediakan pedoman teknis yang terukur untuk menilai dampak ekonomi, sosial, dan lingkungan suatu perusahaan. Sementara SDGs merupakan tujuan pembangunan berkelanjutan dunia yang menjadi arah dan sasaran bagi perusahaan dalam berkontribusi terhadap kesejahteraan global. Dengan demikian, GRI menjadi alat ukur dalam pelaporan, sedangkan SDGs berfungsi sebagai panduan tujuan jangka panjang yang ingin dicapai.
4. Dalam menyeleksi data untuk pelaporan ESG (Environmental, Social, Governance), seorang akuntan perlu menentukan indikator penting dari masing-masing aspek. Untuk aspek lingkungan, datanya bisa meliputi emisi, energi, dan pengelolaan limbah. Pada aspek sosial, mencakup kesejahteraan dan keselamatan kerja karyawan, serta hubungan dengan masyarakat sekitar. Sedangkan aspek tata kelola berfokus pada transparansi, etika bisnis, dan manajemen perusahaan. Semua data harus valid, sesuai standar pelaporan internasional seperti GRI dan PSAK, serta mampu menggambarkan kinerja keberlanjutan perusahaan secara objektif.
Dengan penyusunan laporan keberlanjutan yang baik, PT Sinar Hijau Lestari dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat dan investor, serta menunjukkan komitmen terhadap tanggung jawab sosial dan kelestarian lingkungan.
In reply to First post

Re: CASE STUDY

Siti haryanti 2413031094 གིས-
Nama : Siti Haryanti
Npm : 2413031094

1. Tantangan utama PT Sumber Hijau dalam menyelaraskan ekspansi dengan keberlanjutan dan SDGs

Tantangan utama yang dihadapi PT Sumber Hijau terletak pada konflik antara tujuan ekspansi ekonomi dan kebutuhan menjaga keberlanjutan lingkungan serta perlindungan sosial. Kritik dari LSM lingkungan dan masyarakat adat menunjukkan adanya kekhawatiran terhadap deforestasi, hilangnya keanekaragaman hayati, serta potensi pelanggaran hak-hak masyarakat lokal. Pada saat yang sama, perusahaan harus merespons tekanan investor global yang menuntut penerapan prinsip ESG dalam praktik bisnis dan pelaporan. Kondisi ini menuntut perusahaan untuk menyelaraskan strategi ekspansi dengan SDG 13, SDG 15, dan SDG 8 melalui komitmen mitigasi dampak lingkungan, perlindungan hutan, serta penciptaan lapangan pekerjaan yang aman dan layak. Keterbatasan regulasi PSAK terkait isu ESG juga menjadi tantangan tersendiri dalam integrasi pelaporan keberlanjutan.


2. Peran teori akuntansi positif dan normatif dalam memahami pelaporan keberlanjutan

Teori akuntansi positif membantu menjelaskan perilaku PT Sumber Hijau sebagai respons terhadap tekanan eksternal, terutama dari investor yang menuntut transparansi ESG. Dalam perspektif ini, keputusan perusahaan memperkuat pelaporan keberlanjutan didorong oleh motif menjaga legitimasi, stabilitas investasi, dan reputasi korporasi. Sebaliknya, teori akuntansi normatif memberikan panduan mengenai bagaimana pelaporan keberlanjutan seharusnya dilakukan. Teori ini menekankan prinsip etika, akuntabilitas, dan tanggung jawab sosial, sehingga perusahaan dituntut untuk mengungkap informasi ESG secara jujur, komprehensif, dan relevan. Kombinasi kedua teori tersebut memberikan gambaran mengenai motivasi, kewajiban moral, dan prinsip pelaporan yang ideal.

3. Integrasi SDGs ke dalam laporan keuangan meskipun PSAK belum mengatur ESG

PT Sumber Hijau dapat mengintegrasikan SDGs melalui penerapan standar pelaporan keberlanjutan internasional yang dapat melengkapi PSAK. GRI Standards menyediakan indikator terukur yang selaras dengan SDG 13, SDG 15, dan SDG 8 sehingga dapat digunakan dalam laporan keberlanjutan terpisah. Selain itu, kerangka Integrated Reporting () dapat menyatukan informasi keuangan dan non-keuangan dalam satu laporan tahunan melalui pengungkapan modal lingkungan, sosial, dan manusia yang relevan dengan penciptaan nilai jangka panjang. Perusahaan juga dapat merujuk pada IFRS Sustainability Standards (IFRS S1 dan S2) untuk mengungkap risiko dan peluang terkait iklim yang berdampak pada nilai ekonomi. Integrasi ini dilakukan melalui pengungkapan naratif, penyajian data kuantitatif, serta penjelasan mengenai dampaknya terhadap kinerja finansial.

4. Saran penyusunan narasi laporan keberlanjutan

Narasi laporan keberlanjutan sebaiknya disusun dengan menekankan transparansi, kejelasan, dan keselarasan dengan kebutuhan pemangku kepentingan lokal maupun global. Narasi harus mengakui dampak sosial dan lingkungan dari ekspansi perusahaan serta menjelaskan langkah mitigasi yang diambil, seperti perlindungan hutan, penerapan FPIC untuk masyarakat adat, pengurangan emisi, dan penciptaan pekerjaan layak. Selain itu, perusahaan perlu mengaitkan seluruh kegiatan operasional dengan SDGs yang relevan dan mendukungnya dengan data terukur. Pengungkapan juga harus disertai rencana jangka panjang yang menunjukkan komitmen terhadap keberlanjutan sehingga dapat memenuhi ekspektasi investor global, regulator, serta komunitas lokal.
In reply to First post

Re: CASE STUDY

Esa Azalia Zahra གིས-
Nama : Esa Azalia Zahra
NPM : 2413031084
Kelas : 24 C

1. Tantangan Penyelarasan Ekspansi Bisnis dengan Prinsip Keberlanjutan
Masalah utama yang dialami PT Sumber Hijau terletak pada konflik antara pertumbuhan ekonomi jangka pendek dan efek lingkungan serta sosial yang berjangka panjang, yang disebut sebagai trade-off keberlanjutan. Ekspansi ke Kalimantan Timur secara alami bertentangan dengan SDG 15 (Ekosistem Daratan) karena adanya risiko penebangan hutan hujan, yang juga dapat memperburuk SDG 13 (Penanganan Perubahan Iklim) melalui emisi karbon dari lahan gambut atau hutan yang dibuka. Meskipun manajemen beralasan bahwa mereka berkontribusi pada SDG 8 (Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi), aspek sosial dari perusahaan terancam oleh kritik dari LSM lingkungan dan masyarakat lokal, yang menunjukkan potensi hilangnya izin sosial untuk beroperasi. Penyelarasan antara keuntungan (ekspansi) dan planet/manusia (ESG dan SDGs) memaksa perusahaan untuk mengadopsi praktik dengan dampak net positif atau setidaknya tidak ada kerugian bersih, suatu komitmen yang sulit untuk diwujudkan dalam sektor kelapa sawit yang sensitif.

2. Memahami Pelaporan Keberlanjutan dengan Teori Akuntansi
Pelaporan keberlanjutan PT Sumber Hijau dapat dianalisis melalui dua pendekatan teori akuntansi: Teori Akuntansi Positif dan Teori Akuntansi Normatif. Teori Positif menjelaskan alasan di balik keputusan perusahaan untuk melaporkan informasi keberlanjutan, sering kali dipengaruhi oleh motivasi Manajemen Stakeholder atau Teori Legitimasi. Dalam konteks ini, PT Sumber Hijau memperkuat laporan GRI dan merujuk pada SDGs untuk menjaga legitimasi di mata para investor global sambil menghadapi tekanan kritik yang ada (untuk membenarkan keberlangsungannya dan operasionalnya). Di sisi lain, Teori Normatif lebih menekankan pada apa yang seharusnya dilaporkan oleh perusahaan untuk memastikan penggunaan sumber daya yang efisien dan mencapai hasil sosial yang adil. Secara normatif, perusahaan sebaiknya melaporkan semua dampak negatif dari ekspansi, termasuk biaya lingkungan yang harus ditanggung (seperti biaya mitigasi perubahan iklim), untuk mencapai tujuan akuntansi yang ideal terkait tanggung jawab sosial.

3. Integrasi Pelaporan SDGs dan Standar Akuntansi
Untuk mengkombinasikan pelaporan SDGs meskipun PSAK belum sepenuhnya mengakomodasi isu ESG, PT Sumber Hijau dapat menerapkan pendekatan Pelaporan Terintegrasi yang diarahkan oleh International Integrated Reporting Council (IIRC), atau mengikuti standar SASB (Sustainability Accounting Standards Board) yang berfokus pada metrik yang secara finansial material. Cara penerapannya adalah dengan menyusun Laporan Keberlanjutan terpisah yang mengikuti Standar GRI (sebagai kerangka dasar) yang dengan jelas memetakan metrik kinerja lingkungan dan sosial ke dalam sasaran SDGs (13, 15, dan 8). Selanjutnya, melalui laporan terintegrasi, manajemen menghubungkan metrik ESG yang signifikan secara finansial (seperti biaya risiko iklim, dan biaya konflik sosial) dengan enam modal (Keuangan, Manufaktur, Intelektual, Sumber Daya Manusia, Sosial dan Hubungan, serta Alam) yang menjadi acuan IIRC. Pendekatan ini memungkinkan informasi non-keuangan, seperti nilai hutan yang dilestarikan dan biaya perubahan penggunaan lahan, diakui sebagai risiko dan peluang yang berdampak pada nilai perusahaan dalam laporan keuangan tradisional.

4. Strategi Narasi Laporan Keberlanjutan
Sebagai akuntan yang berkomitmen, saya akan merekomendasikan kepada PT Sumber Hijau untuk menyusun narasi laporan yang menekankan prinsip materialitas ganda dan transparansi yang seimbang. Dalam hal ini, strateginya harus membagi narasi untuk memenuhi ekspektasi dari dua pemangku kepentingan utama yakni:
1) Narasi harus berfokus pada manajemen yang solid serta risiko dan peluang iklim. Terapkan metrik kuantitatif GRI dan SASB, seperti pengurangan emisi karbon per ton minyak sawit (SDG 13) dan proporsi rantai pasok yang telah diverifikasi bebas dari deforestasi (SDG 15). Narasi ini perlu dengan jelas mengaitkan kinerja ESG dengan penciptaan nilai yang berkelanjutan dan kemampuan perusahaan untuk menjaga modal finansial dan sumber daya alam.
2) Narasi harus mengedepankan aspek sosial. Diakui secara tulus kekhawatiran masyarakat (dengan transparansi) serta sajikan program nyata untuk mengurangi risiko, seperti penerapan prosedur Free, Prior, and Informed Consent (FPIC) yang ketat dan investasi dalam program peningkatan keterampilan masyarakat setempat (SDG 8). Narasi ini harus menggunakan bahasa yang ramah dan menunjukkan komitmen perusahaan untuk berperan sebagai mitra, dan bukan sebagai ancaman, terhadap keberlanjutan sumber daya lokal. Narasi perlu ditutup dengan pengakuan terhadap trade-off sambil menawarkan peta jalan yang jelas untuk mencapai keseimbangan antara keuntungan dan kesejahteraan manusia. 
In reply to First post

Re: CASE STUDY

Ratih Apriyani གིས-
NAMA: RATIH APTIYANI
NPM: 2413031073

1. PT Sumber Hijau menghadapi dilema antara mengejar keuntungan ekonomi jangka pendek dan menjaga keberlanjutan jangka panjang, khususnya dalam ekspansi di Kalimantan Timur. Tantangan utamanya adalah bagaimana mencapai SDG 8 (Pertumbuhan Ekonomi) melalui penciptaan lapangan kerja tanpa merusak SDG 15 (Ekosistem Daratan) dan memperburuk SDG 13 (Perubahan Iklim), yang menjadi perhatian investor dan LSM lingkungan. Manajemen juga harus mengatasi kecurigaan para pemangku kepentingan terkait deforestasi dan penggusuran masyarakat adat, sekaligus menyeimbangkan metrik keuangan tradisional (PSAK) dengan metrik non-keuangan (ESG/SDGs).

2. Teori Akuntansi Positif menjelaskan bahwa PT Sumber Hijau memperkuat pelaporan keberlanjutannya untuk memenuhi kepentingan manajer dan tekanan investor global yang pro-ESG (sesuai hipotesis Political Cost/Lobbying). Sebaliknya, Teori Akuntansi Normatif merekomendasikan pelaporan yang etis dan komprehensif, termasuk pengakuan biaya lingkungan jangka panjang secara konservatif dan pengungkapan dampak sosial-lingkungan sesuai standar GRI, sebagai tanggung jawab moral yang meningkatkan kualitas informasi investasi.

3. Untuk menggabungkan pelaporan SDGs dalam laporan keuangan yang mengacu pada PSAK, PT Sumber Hijau bisa menggunakan Pelaporan Terintegrasi (IR) dari IIRC atau standar SASB. IR menghubungkan strategi, tata kelola, kinerja, dan prospek dengan berbagai modal (keuangan, manusia, sosial, lingkungan), sehingga isu SDGs dapat terakomodasi secara menyeluruh. Contohnya, biaya reklamasi (SDG 15) dicatat sebagai liabilitas lingkungan, dan investasi dalam pelatihan tenaga kerja lokal (SDG 8) dicatat sebagai peningkatan Modal Manusia yang mendukung bisnis jangka panjang.

4. Jika saya akuntan, saya menyarankan narasi laporan keberlanjutan PT Sumber Hijau menggunakan prinsip Materialitas Ganda, yang menjelaskan bagaimana isu keberlanjutan memengaruhi nilai perusahaan dan dampaknya pada masyarakat dan lingkungan. Narasi harus transparan, mengakui risiko deforestasi dan menampilkan rencana mitigasi dengan target berbasis ilmu pengetahuan (Science-Based Targets) untuk iklim. Narasi juga harus menjelaskan pembagian manfaat dan kemitraan dengan masyarakat adat, serta memuat komitmen "Zero Deforestation, No Peat, No Exploitation" yang diverifikasi pihak ketiga agar pertumbuhan ekonomi tidak merugikan hak sosial dan lingkungan.