Silahkan dibaca dan dipahami dengan baik jurnal berikut. Bagi mahasiswa yang sudah membaca dan memahami jurnal silahkan berikan analisisnya di kolom komentar. Dilarang melakukan tindakan plagiatisme dalam bentuk apapun.
Forum Analis Jurnal
Nama : Celenna Ardelia Putri Syuhada
Npm : 2315012016
FILSAFAT ILMU DAN ARAH PENGEMBANGAN PANCASILA: RELEVANSINYA DALAM MENGATASI PERSOALAN KEBANGSAAN Oleh : Syahrul Kirom1 Abstract Study about Pancasila as an Indonesian way of life through the philosophy of science is very important when it is related to national problems nowadays. The philosophy of science which has three aspects (ontology, epistemology and axiology) can be used as a tool to solve the national problems, especially in case of corruption. The solution provides an understanding of Pancasila values. The result of study about the values of Pancasila from the philosophy of science, they are : first, the ontology, Pancasila has teachings and values, such as developing an attitude of respect among human being; second, the epistemology, Pancasila has sources of knowledge and concepts of nationalism that should be used as a guidance in the social life of Indonesia; third, the axiology, the values of Pancasila have a contribution in the lives of Indonesian people through the noble values in social justice and humanity. Keywords: Pancasila, Philosophy of Science, Ontology, Epistemo- logy, Axiology. A. Pendahuluan Pengkajian Pancasila dengan menggunakan pisau analisis filsafat ilmu adalah hal yang menarik karena di dalam nilai-nilai Pancasila secara genuine sudah terkandung juga filsafat ilmu. Filsafat ilmu pada dasarnya adalah suatu telaah kritis terhadap metode yang digunakan untuk mengkaji ilmu tertentu, baik itu secara empiris maupun rasional. Filsafat ilmu merupakan bagian filsafat yang mencoba berbuat bagi keilmuan yang dikerjakan 1. Dosen pada Sekolah Tinggi Ilmu Ushuludin (STIU) Khozinatul Ulum, Blora, Jawa Tengah dan Mahasiswa Pascasarjana Fakultas Filsafat UGM Yogyakarta. Jurnal Filsafat Vol.21, Nomor 2, Agustus 2011 filsafat terhadap seluruh pengalaman manusia. Filsafat melakukan dua hal : di satu sisi, membangun teori-teori tentang manusia dan alam semesta serta menyajikannya sebagai landasan-landasan bagi keyakinan dan tindakan; di sisi lain, filsafat memeriksa secara kritis segala hal yang dapat disajikan sebagai suatu landasan bagi keyakinan dan tindakan (Gie, 2007:59). Archie J. Bahm dalam tulisannya yang berjudul What Is Science menegaskan bahwa persoalan-persoalan di dalam kehidupan masyarakat, jika masalah itu dikatakan ilmiah, harus meliputi komponen-komponen : sikap, metode, tindakan, kesimpulan dan implikasi. Sikap ilmiah diperlukan dalam menyelesaikan problem kehidupan manusia. Sikap ilmiah ini sangat penting dalam memperoleh ilmu pengetahuan. Bahm menjelaskan bahwa untuk memperoleh ilmu pengetahuan harus memiliki beberapa syarat, yakni harus memiliki rasa ingin tahu, bersifat spekulatif dan objektif, membuka cakrawala pengetahuan baru atau inovatif serta mampu memberikan penilaian, dan bersifat tentatif (Bahm, 1985:45). Pengetahuan ilmiah itu dibangun dengan tujuan untuk memecahkan problem-problem ilmiah. Menurut Bahm, ilmu itu sendiri adalah suatu nama bagi usaha manusia untuk mampu memahami sifat dasar berbagai hal dengan jalan merumuskan hipotesis-hipotesis atau teori-teori tentang sifat-sifat dasar dan mengujinya secara pengamatan atau percobaan untuk mengetahui apakah masih berlaku atau tidak. Oleh karena itu, untuk dapat memecahkan masalah ilmiah diperlukan sikap-sikap yang ilmiah juga. Bahm juga memberikan hipotesis bahwa sesungguhnya masalah ilmiah dapat diterima oleh para ilmuwan dan masyarakat jika dapat dikomunikasikan, dapat dipecahkan secara ilmiah, dan bahkan dapat dipecahkan dengan menggunakan metode secara ilmiah juga. Dengan demikian, setiap persoalan–persoalan yang muncul di dalam kehidupan manusia itu harus dapat diteliti dan dikaji secara ilmiah. Di sini, filsafat ilmu berperan dan berfungsi untuk mengkaji permasalahan secara ilmiah. Dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara, sudah seharusnya filsafat ilmu dengan dasar-dasar dan metode ilmiahnya mampu menyelesaikan persoalan kebangsaan yang sekarang dihadapi oleh bangsa Indonesia. Salah satunya adalah lunturnya pemahaman dan penerapan nilai-nilai Pancasila sebagai pandangan hidup di dalam masyarakat. Lunturnya pemahaman dan penerapan 100 Syahrul Kirom, Filsafat Ilmu dan Arah ... nilai-nilai Pancasila sebagai dasar ideologi negara Indonesia menyebabkan bangsa Indonesia banyak ditimpa masalah-masalah besar, seperti praktek korupsi yang menggurita, dan bencana alam yang berkelanjutan, serta bencana kemanusiaan lainnya. Koento Wibisono menyatakan bahwa sejak reformasi 1998, akibat praktek politik yang dilakukan oleh rezim Orde Baru menyebabkan banyak orang menjadi pesimis, alergi, dan apatis dengan Pancasila. Bangsa Indonesia ini kadang juga menyalahkan Pancasila, di mana semua kesalahan mengenai persoalan kebangsaan itu dijatuhkan pada ideologi Pancasila. Padahal, jika dipikirkan kembali persoalannya bukan pada Pancasila, akan tetapi bagaimana masyarakat Indonesia mampu menerapkan nilai-nilai Pancasila di dalam kehidupan (Edwin dkk., 2006: XII). Pancasila yang memiliki sumber pengetahuan dan nilai- nilai luhur sudah seharusnya dapat diimplementasikan oleh setiap masyarakat Indonesia. Akan tetapi, persoalan secara filosofis adalah mengapa Pancasila itu sulit diterapkan di dalam diri bangsa Indonesia? Pancasila hanya menjadi sebuah simbol dan tidak memiliki arti serta sumbangsih dalam menyelesaikan persoalan negara, persoalan yang seharusnya diselesaikan secara bersama. Berdasarkan asumsi itu, persoalan mengenai lunturnya pemahaman bangsa Indonesia mengenai Pancasila sebagai pandangan hidup (way of life) menjadi tugas dari disiplin filsafat ilmu untuk mengkaji secara ilmiah dengan mengedepankan sikap akademis dan intelektual yang tinggi, sehingga dapat diperoleh pemecahan masalah secara komprehensif. Filsafat ilmu sebagai dasar ilmu pengetahuan harus mampu mengembangkan Pancasila sebagai dasar-dasar ilmu pengetahuan yang sesungguhnya mempunyai nilai-nilai luhur untuk mengatasi persoalan kehidupan manusia dengan menggunakan aspek ontologi, epistemologi dan aksiologi. B.Sejarah Filsafat Ilmu Filsafat ilmu berasal dari zaman Yunani Kuno, di mana filsafat ilmu lahir karena munculnya sebuah pengetahuan dari Barat. Akan tetapi, pada perkembangannya ternyata ilmu pengetahuan di abad ke-17 mengalami perpecahan, di mana ilmu dan filsafat berdiri sendiri. Dengan demikian, dapat dikemukakan bahwa sebelum abad ke-17 ilmu identik dengan filsafat. Pendapat tersebut sejalan dengan pemikiran Van Peursen (1985) yang mengemukakan bahwa 101 Jurnal Filsafat Vol.21, Nomor 2, Agustus 2011 dahulu ilmu merupakan bagian dari filsafat, sehingga definisi tentang ilmu bergantung pada sistem filsafat yang dianut. Koento Wibisono menyatakan bahwa filsafat itu sendiri telah mengantarkan adanya suatu konfigurasi dengan menunjukkan bagaimana "pohon ilmu pengetahuan" telah tumbuh mekar-bercabang secara subur. Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dapat dipahami bahwa para filsuf Yunani Kuno ternyata telah merintis tentang pengertian apa itu filsafat ilmu dan bagaimana ilmu pengetahuan itu harus diletakkan? Ilmu pengetahuan menampakkan diri sebagai masyarakat, sebagai proses dan sebagai produk, di mana kaidah-kaidah ilmu pengetahuan itu dikatakan oleh Robert Merton adalah universalisme, komunalisme, disinterestedness dan skeptisisme yang terarah (Wibisono, 2009:2). Sementara itu, perkembangan ilmu pengetahuan semakin lama semakin maju dengan munculnya ilmu-ilmu baru yang pada akhirnya memunculkan pula sub-sub ilmu pengetahuan baru bahkan ke arah ilmu pengetahuan yang lebih khusus lagi seperti spesialisasi-spesialisasi. Oleh karena itu, tepatlah apa yang dikemukakan oleh Van Peursen (1985), bahwa ilmu pengetahuan dapat dilihat sebagai suatu sistem yang jalin-menjalin dan taat asas (konsisten) dari ungkapan-ungkapan yang sifat benar-tidaknya dapat ditentukan. Ilmu pengetahuan adalah rangkaian aktivitas manusia yang rasional dan kognitif yang terdiri dari berbagai metode berupa aneka prosedur dan tata langkah sehingga menghasilkan kumpulan pengetahuan yang sistematis mengenai gejala-gejala kealaman, kemasyarakatan atau perorangan untuk tujuan mencapai kebenaran, memperoleh pemahaman, memberikan penjelasan, ataupun melakukan penerapan. Francis Bacon (1561-1626) mengembangkan semboyan Knowledge is Power yang mensinyalir bahwa peranan ilmu pengetahuan terhadap kehidupan manusia, baik individual maupun sosial menjadi sangat menentukan. Karena itu, implikasi yang timbul adalah bahwa ilmu yang satu sangat erat hubungannya dengan ilmu yang lain, serta semakin kaburnya garis batas antara ilmu dasar-murni atau teoritis dengan ilmu terapan atau praktis. Untuk mengatasi gap antara ilmu yang satu dengan ilmu yang lain dibutuhkan satu bidang ilmu yang dapat menjembatani serta mewadahi perbedaan yang muncul. Filsafat mampu mengatasi hal tersebut. Ini senada dengan pendapat Immanuel Kant yang menyatakan bahwa filsafat merupakan disiplin ilmu yang mampu 102 Syahrul Kirom, Filsafat Ilmu dan Arah ... menunjukkan batas-batas dan ruang lingkup pengetahuan manusia secara tepat. Oleh sebab itu Francis Bacon menyebut filsafat sebagai ibu agung dari ilmu-ilmu (the great mother of the sciences). Pengetahuan ilmiah atau ilmu merupakan a higher level of knowledge maka lahirlah filsafat ilmu sebagai penerus pengembangan filsafat pengetahuan. Filsafat ilmu sebagai cabang filsafat menempatkan objek sasarannya ilmu (pengetahuan), ilmu tentang ilmu (Wibisono, 2009:13). Berkenaan dengan filsafat dalam konteks kearifan hidup personal maupun kolektivitas tertentu, filsafat ilmu (Philosophy of Science) adalah sebuah refleksi kritis secara mendasar atas perkembangan ilmu, khususnya terhadap tendensi filsafat ilmu (Sutrisno, 2006:19), yaitu filsafat sebagai "pandangan hidup" atau weltanschauung. Hal ini berkaitan dengan upaya sekelompok manusia untuk merespon dan menjawab permasalahan pokok kehidupan manusia. Selain itu, filsafat sebagai pandangan hidup hampir sama juga dengan Pancasila yang merupakan way of life. Karena itu, Pancasila dan filsafat juga memiliki ilmu pengetahuan (knowledge). Hubungan-hubungan keilmuan nampak terlihat di dalam nilai-nilai Pancasila yang terdiri dari lima sila. C. Filsafat Ilmu dan Relevansinya dengan Nilai-Nilai Pancasila Filsafat ilmu adalah segenap pemikiran reflektif terhadap persoalan-persoalan mengenai segala hal yang menyangkut landasan ilmu maupun hubungan ilmu dengan segala segi dari kehidupan umat manusia. Filsafat ilmu merupakan satu bidang pengetahuan campuran yang eksistensi dan pemekarannya bergantung pada hubungan timbal-balik dan saling-pengaruh antara filsafat dan ilmu
Npm : 2315012016
FILSAFAT ILMU DAN ARAH PENGEMBANGAN PANCASILA: RELEVANSINYA DALAM MENGATASI PERSOALAN KEBANGSAAN Oleh : Syahrul Kirom1 Abstract Study about Pancasila as an Indonesian way of life through the philosophy of science is very important when it is related to national problems nowadays. The philosophy of science which has three aspects (ontology, epistemology and axiology) can be used as a tool to solve the national problems, especially in case of corruption. The solution provides an understanding of Pancasila values. The result of study about the values of Pancasila from the philosophy of science, they are : first, the ontology, Pancasila has teachings and values, such as developing an attitude of respect among human being; second, the epistemology, Pancasila has sources of knowledge and concepts of nationalism that should be used as a guidance in the social life of Indonesia; third, the axiology, the values of Pancasila have a contribution in the lives of Indonesian people through the noble values in social justice and humanity. Keywords: Pancasila, Philosophy of Science, Ontology, Epistemo- logy, Axiology. A. Pendahuluan Pengkajian Pancasila dengan menggunakan pisau analisis filsafat ilmu adalah hal yang menarik karena di dalam nilai-nilai Pancasila secara genuine sudah terkandung juga filsafat ilmu. Filsafat ilmu pada dasarnya adalah suatu telaah kritis terhadap metode yang digunakan untuk mengkaji ilmu tertentu, baik itu secara empiris maupun rasional. Filsafat ilmu merupakan bagian filsafat yang mencoba berbuat bagi keilmuan yang dikerjakan 1. Dosen pada Sekolah Tinggi Ilmu Ushuludin (STIU) Khozinatul Ulum, Blora, Jawa Tengah dan Mahasiswa Pascasarjana Fakultas Filsafat UGM Yogyakarta. Jurnal Filsafat Vol.21, Nomor 2, Agustus 2011 filsafat terhadap seluruh pengalaman manusia. Filsafat melakukan dua hal : di satu sisi, membangun teori-teori tentang manusia dan alam semesta serta menyajikannya sebagai landasan-landasan bagi keyakinan dan tindakan; di sisi lain, filsafat memeriksa secara kritis segala hal yang dapat disajikan sebagai suatu landasan bagi keyakinan dan tindakan (Gie, 2007:59). Archie J. Bahm dalam tulisannya yang berjudul What Is Science menegaskan bahwa persoalan-persoalan di dalam kehidupan masyarakat, jika masalah itu dikatakan ilmiah, harus meliputi komponen-komponen : sikap, metode, tindakan, kesimpulan dan implikasi. Sikap ilmiah diperlukan dalam menyelesaikan problem kehidupan manusia. Sikap ilmiah ini sangat penting dalam memperoleh ilmu pengetahuan. Bahm menjelaskan bahwa untuk memperoleh ilmu pengetahuan harus memiliki beberapa syarat, yakni harus memiliki rasa ingin tahu, bersifat spekulatif dan objektif, membuka cakrawala pengetahuan baru atau inovatif serta mampu memberikan penilaian, dan bersifat tentatif (Bahm, 1985:45). Pengetahuan ilmiah itu dibangun dengan tujuan untuk memecahkan problem-problem ilmiah. Menurut Bahm, ilmu itu sendiri adalah suatu nama bagi usaha manusia untuk mampu memahami sifat dasar berbagai hal dengan jalan merumuskan hipotesis-hipotesis atau teori-teori tentang sifat-sifat dasar dan mengujinya secara pengamatan atau percobaan untuk mengetahui apakah masih berlaku atau tidak. Oleh karena itu, untuk dapat memecahkan masalah ilmiah diperlukan sikap-sikap yang ilmiah juga. Bahm juga memberikan hipotesis bahwa sesungguhnya masalah ilmiah dapat diterima oleh para ilmuwan dan masyarakat jika dapat dikomunikasikan, dapat dipecahkan secara ilmiah, dan bahkan dapat dipecahkan dengan menggunakan metode secara ilmiah juga. Dengan demikian, setiap persoalan–persoalan yang muncul di dalam kehidupan manusia itu harus dapat diteliti dan dikaji secara ilmiah. Di sini, filsafat ilmu berperan dan berfungsi untuk mengkaji permasalahan secara ilmiah. Dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara, sudah seharusnya filsafat ilmu dengan dasar-dasar dan metode ilmiahnya mampu menyelesaikan persoalan kebangsaan yang sekarang dihadapi oleh bangsa Indonesia. Salah satunya adalah lunturnya pemahaman dan penerapan nilai-nilai Pancasila sebagai pandangan hidup di dalam masyarakat. Lunturnya pemahaman dan penerapan 100 Syahrul Kirom, Filsafat Ilmu dan Arah ... nilai-nilai Pancasila sebagai dasar ideologi negara Indonesia menyebabkan bangsa Indonesia banyak ditimpa masalah-masalah besar, seperti praktek korupsi yang menggurita, dan bencana alam yang berkelanjutan, serta bencana kemanusiaan lainnya. Koento Wibisono menyatakan bahwa sejak reformasi 1998, akibat praktek politik yang dilakukan oleh rezim Orde Baru menyebabkan banyak orang menjadi pesimis, alergi, dan apatis dengan Pancasila. Bangsa Indonesia ini kadang juga menyalahkan Pancasila, di mana semua kesalahan mengenai persoalan kebangsaan itu dijatuhkan pada ideologi Pancasila. Padahal, jika dipikirkan kembali persoalannya bukan pada Pancasila, akan tetapi bagaimana masyarakat Indonesia mampu menerapkan nilai-nilai Pancasila di dalam kehidupan (Edwin dkk., 2006: XII). Pancasila yang memiliki sumber pengetahuan dan nilai- nilai luhur sudah seharusnya dapat diimplementasikan oleh setiap masyarakat Indonesia. Akan tetapi, persoalan secara filosofis adalah mengapa Pancasila itu sulit diterapkan di dalam diri bangsa Indonesia? Pancasila hanya menjadi sebuah simbol dan tidak memiliki arti serta sumbangsih dalam menyelesaikan persoalan negara, persoalan yang seharusnya diselesaikan secara bersama. Berdasarkan asumsi itu, persoalan mengenai lunturnya pemahaman bangsa Indonesia mengenai Pancasila sebagai pandangan hidup (way of life) menjadi tugas dari disiplin filsafat ilmu untuk mengkaji secara ilmiah dengan mengedepankan sikap akademis dan intelektual yang tinggi, sehingga dapat diperoleh pemecahan masalah secara komprehensif. Filsafat ilmu sebagai dasar ilmu pengetahuan harus mampu mengembangkan Pancasila sebagai dasar-dasar ilmu pengetahuan yang sesungguhnya mempunyai nilai-nilai luhur untuk mengatasi persoalan kehidupan manusia dengan menggunakan aspek ontologi, epistemologi dan aksiologi. B.Sejarah Filsafat Ilmu Filsafat ilmu berasal dari zaman Yunani Kuno, di mana filsafat ilmu lahir karena munculnya sebuah pengetahuan dari Barat. Akan tetapi, pada perkembangannya ternyata ilmu pengetahuan di abad ke-17 mengalami perpecahan, di mana ilmu dan filsafat berdiri sendiri. Dengan demikian, dapat dikemukakan bahwa sebelum abad ke-17 ilmu identik dengan filsafat. Pendapat tersebut sejalan dengan pemikiran Van Peursen (1985) yang mengemukakan bahwa 101 Jurnal Filsafat Vol.21, Nomor 2, Agustus 2011 dahulu ilmu merupakan bagian dari filsafat, sehingga definisi tentang ilmu bergantung pada sistem filsafat yang dianut. Koento Wibisono menyatakan bahwa filsafat itu sendiri telah mengantarkan adanya suatu konfigurasi dengan menunjukkan bagaimana "pohon ilmu pengetahuan" telah tumbuh mekar-bercabang secara subur. Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dapat dipahami bahwa para filsuf Yunani Kuno ternyata telah merintis tentang pengertian apa itu filsafat ilmu dan bagaimana ilmu pengetahuan itu harus diletakkan? Ilmu pengetahuan menampakkan diri sebagai masyarakat, sebagai proses dan sebagai produk, di mana kaidah-kaidah ilmu pengetahuan itu dikatakan oleh Robert Merton adalah universalisme, komunalisme, disinterestedness dan skeptisisme yang terarah (Wibisono, 2009:2). Sementara itu, perkembangan ilmu pengetahuan semakin lama semakin maju dengan munculnya ilmu-ilmu baru yang pada akhirnya memunculkan pula sub-sub ilmu pengetahuan baru bahkan ke arah ilmu pengetahuan yang lebih khusus lagi seperti spesialisasi-spesialisasi. Oleh karena itu, tepatlah apa yang dikemukakan oleh Van Peursen (1985), bahwa ilmu pengetahuan dapat dilihat sebagai suatu sistem yang jalin-menjalin dan taat asas (konsisten) dari ungkapan-ungkapan yang sifat benar-tidaknya dapat ditentukan. Ilmu pengetahuan adalah rangkaian aktivitas manusia yang rasional dan kognitif yang terdiri dari berbagai metode berupa aneka prosedur dan tata langkah sehingga menghasilkan kumpulan pengetahuan yang sistematis mengenai gejala-gejala kealaman, kemasyarakatan atau perorangan untuk tujuan mencapai kebenaran, memperoleh pemahaman, memberikan penjelasan, ataupun melakukan penerapan. Francis Bacon (1561-1626) mengembangkan semboyan Knowledge is Power yang mensinyalir bahwa peranan ilmu pengetahuan terhadap kehidupan manusia, baik individual maupun sosial menjadi sangat menentukan. Karena itu, implikasi yang timbul adalah bahwa ilmu yang satu sangat erat hubungannya dengan ilmu yang lain, serta semakin kaburnya garis batas antara ilmu dasar-murni atau teoritis dengan ilmu terapan atau praktis. Untuk mengatasi gap antara ilmu yang satu dengan ilmu yang lain dibutuhkan satu bidang ilmu yang dapat menjembatani serta mewadahi perbedaan yang muncul. Filsafat mampu mengatasi hal tersebut. Ini senada dengan pendapat Immanuel Kant yang menyatakan bahwa filsafat merupakan disiplin ilmu yang mampu 102 Syahrul Kirom, Filsafat Ilmu dan Arah ... menunjukkan batas-batas dan ruang lingkup pengetahuan manusia secara tepat. Oleh sebab itu Francis Bacon menyebut filsafat sebagai ibu agung dari ilmu-ilmu (the great mother of the sciences). Pengetahuan ilmiah atau ilmu merupakan a higher level of knowledge maka lahirlah filsafat ilmu sebagai penerus pengembangan filsafat pengetahuan. Filsafat ilmu sebagai cabang filsafat menempatkan objek sasarannya ilmu (pengetahuan), ilmu tentang ilmu (Wibisono, 2009:13). Berkenaan dengan filsafat dalam konteks kearifan hidup personal maupun kolektivitas tertentu, filsafat ilmu (Philosophy of Science) adalah sebuah refleksi kritis secara mendasar atas perkembangan ilmu, khususnya terhadap tendensi filsafat ilmu (Sutrisno, 2006:19), yaitu filsafat sebagai "pandangan hidup" atau weltanschauung. Hal ini berkaitan dengan upaya sekelompok manusia untuk merespon dan menjawab permasalahan pokok kehidupan manusia. Selain itu, filsafat sebagai pandangan hidup hampir sama juga dengan Pancasila yang merupakan way of life. Karena itu, Pancasila dan filsafat juga memiliki ilmu pengetahuan (knowledge). Hubungan-hubungan keilmuan nampak terlihat di dalam nilai-nilai Pancasila yang terdiri dari lima sila. C. Filsafat Ilmu dan Relevansinya dengan Nilai-Nilai Pancasila Filsafat ilmu adalah segenap pemikiran reflektif terhadap persoalan-persoalan mengenai segala hal yang menyangkut landasan ilmu maupun hubungan ilmu dengan segala segi dari kehidupan umat manusia. Filsafat ilmu merupakan satu bidang pengetahuan campuran yang eksistensi dan pemekarannya bergantung pada hubungan timbal-balik dan saling-pengaruh antara filsafat dan ilmu