Nama : Fatimatus Sholeha
NPM : 2312011139
KUIS
1. Hukum internasional dapat dibagi menjadi dua bagian utama, yaitu hukum internasional publik dan hukum internasional privat.
• Hukum internasional publik adalah cabang hukum internasional yang mengatur hubungan antara negara-negara sebagai subjek utama hukum internasional, serta organisasi internasional, individu, dan kelompok non-negara. Hukum internasional publik mencakup bidang-bidang seperti hak asasi manusia, hukum perang, hukum laut, hukum lingkungan, dan hukum pidana internasional.
• Hukum internasional privat adalah cabang hukum internasional yang mengatur hubungan antara subjek hukum yang berbeda kewarganegaraan atau domisili di negara-negara yang berbeda. Hukum internasional privat menentukan hukum mana yang berlaku dalam suatu kasus lintas batas, seperti kontrak, warisan, perkawinan, perceraian, dan adopsi.
2. • Hukum internasional adalah hukum yang mengatur hubungan antara negara-negara di dunia, baik dalam bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, maupun keamanan. Hukum internasional bersumber dari perjanjian-perjanjian antarnegara, kebiasaan-kebiasaan internasional, putusan-putusan lembaga-lembaga internasional, dan doktrin-doktrin hukum. Hukum internasional bersifat konsensual, artinya berlaku atas dasar persetujuan negara-negara yang terikat olehnya.
• Hukum negara atau hukum nasional adalah hukum yang berlaku di dalam wilayah suatu negara dan mengatur hubungan antara warga negara dan pemerintah, maupun antara warga negara satu dengan lainnya. Hukum negara bersumber dari konstitusi, undang-undang, peraturan-peraturan pemerintah, putusan-putusan pengadilan, dan doktrin-doktrin hukum. Hukum negara bersifat imperatif, artinya berlaku secara mutlak dan mengikat semua subjek hukum yang ada di dalam negara tersebut.
3. Ada yang berpendapat bahwa perusahaan internasional hanya merupakan subjek hukum nasional, karena mereka didirikan dan diatur oleh hukum negara tertentu. Ada juga yang berpendapat bahwa perusahaan internasional dapat menjadi subjek hukum internasional public, karena mereka memiliki hak dan kewajiban yang diakui oleh hukum internasional, seperti hak asasi manusia, perlindungan lingkungan, dan tanggung jawab sosial. Perdebatan ini belum menemukan titik temu yang memuaskan, karena hukum internasional public sendiri masih berkembang dan mengalami dinamika seiring dengan perkembangan dunia.
4.Menurut hukum internasional, perjanjian internasional public adalah perjanjian yang dibuat oleh subjek hukum internasional, seperti negara, organisasi internasional, atau gerakan pembebasan nasional, yang mengikat secara hukum dan memiliki efek di bidang hukum internasional. Perjanjian internasional public dapat menyangkut berbagai hal, seperti perdamaian, kerjasama, perdagangan, hak asasi manusia, lingkungan, dan sebagainya.
Untuk menandatangani sebuah perjanjian internasional public di suatu negara, biasanya diperlukan adanya wewenang atau kuasa dari pihak yang berwenang di negara tersebut. Wewenang atau kuasa ini dapat diberikan oleh konstitusi, undang-undang, atau praktik hukum negara tersebut. Pihak yang berwenang ini dapat berupa kepala negara, kepala pemerintahan, menteri luar negeri, duta besar, atau pejabat lain yang ditunjuk. Dengan menandatangani perjanjian internasional public, pihak yang berwenang tersebut menunjukkan niat baik dan kesediaan untuk mengikuti ketentuan perjanjian tersebut. Namun, penandatanganan perjanjian internasional public belum berarti pengesahan atau ratifikasi perjanjian tersebut. Pengesahan atau ratifikasi perjanjian internasional public memerlukan proses lebih lanjut sesuai dengan prosedur hukum masing-masing negara.
5. Secara umum, ada dua pendekatan yang dapat diambil, yaitu monisme dan dualisme. Monisme adalah pandangan bahwa hukum internasional dan hukum nasional merupakan satu kesatuan hukum yang tidak dapat dipisahkan. Dalam hal ini, hukum internasional memiliki prioritas lebih tinggi daripada hukum nasional dan harus diimplementasikan secara langsung oleh negara-negara anggota. Dualisme adalah pandangan bahwa hukum internasional dan hukum nasional merupakan dua sistem hukum yang berbeda dan otonom. Dalam hal ini, hukum internasional hanya berlaku bagi negara-negara anggota jika mereka telah mengadopsinya menjadi bagian dari hukum nasional mereka melalui proses ratifikasi atau transformasi.
Tidak ada jawaban yang pasti mengenai pendekatan mana yang lebih baik atau harus diikuti oleh suatu negara. Hal ini tergantung pada berbagai faktor, seperti sejarah, budaya, politik, ekonomi, dan kepentingan nasional masing-masing negara. Namun, secara normatif, dapat dikatakan bahwa suatu negara harus menghormati dan mematuhi hukum internasional sebagai bagian dari komunitas global yang saling tergantung dan bertanggung jawab. Hukum internasional bertujuan untuk menciptakan perdamaian, kerjasama, dan keadilan di antara negara-negara, serta untuk melindungi hak asasi manusia, lingkungan hidup, dan nilai-nilai universal lainnya. Oleh karena itu, suatu negara tidak boleh mengesampingkan atau melanggar hukum internasional demi kepentingan nasionalnya sendiri tanpa alasan yang kuat dan sah. Sebaliknya, suatu negara harus berusaha untuk menyesuaikan dan menyelaraskan hukum nasionalnya dengan hukum internasional, serta untuk berkontribusi dalam pembentukan dan pengembangan hukum internasional yang adil dan efektif.
6. Salah satu contoh kasus peristiwa hukum internasional yang melibatkan lembaga penyelesaian sengketa internasional adalah kasus Laut China Selatan antara Filipina dan Tiongkok. Kasus ini diajukan oleh Filipina ke Mahkamah Arbitrase Internasional pada tahun 2013, dengan mengklaim bahwa klaim Tiongkok atas sebagian besar Laut China Selatan bertentangan dengan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (UNCLOS). Pada tahun 2016, Mahkamah Arbitrase Internasional memutuskan bahwa klaim Tiongkok tidak memiliki dasar hukum dan bahwa Tiongkok telah melanggar hak-hak Filipina dalam hal sumber daya alam, lingkungan, dan kebebasan navigasi. Namun, Tiongkok menolak untuk mengakui atau melaksanakan putusan tersebut, dan terus mempertahankan klaimnya dengan melakukan aktivitas militer dan ekonomi di wilayah tersebut. Kasus ini menunjukkan tantangan dan batasan yang dihadapi oleh lembaga penyelesaian sengketa internasional dalam menangani isu-isu yang bersifat politis dan sensitif.