Analisis Jurnal tersebut dengan menggunakan bahasa anda sendiri, terlebih dahulu tulis nama, npm, dan kelas
FORUM JAWABAN POST TEST
Nama : Dinda Malika Hajriah
NPM : 225601008
Kelas : REG M
Hasil analisis!
NPM : 225601008
Kelas : REG M
Hasil analisis!
P2Politik-LIPI sebagai pusat penelitian milik pemerintah, dewasa ini dihadapkan pada tuntutan dan tantangan baru, baik yang bersifat akademik maupun praktis kebijakan, khususnya yang berkaitan dengan persoalan dengan otonomi daerah, demokrasi, HAM dan posisi Indonesia dalam percaturan regional dan internasional. Secara akademik, P2Politik-LIPI dituntut menghasilkan kajian-kajian unggulan yang bisa bersaing dan menjadi rujukan ilmiah, baik pada tingkat nasional maupun internasional. Sementara secara moral, P2Politik-LIPI dituntut untuk memberikan arah dan pencerahan bagi masyarakat dalam rangka membangun Indonesia baru yang rasional, adil, dan demokratis. Karena itu, kajian-kajian yang dilakukan tidak sematamata berorientasi praksis kebijakan, tetapi juga pengembangan ilmu-ilmu pengetahuan sosial, khususnya perambahan konsep dan teori-teori baru ilmu politik, perbandingan politik, studi kawasan dan ilmu hubungan internasional yang memiliki kemampuan menjelaskan berbagai fenomena sosial-politik, baik lokal, nasional, regional, maupun internasional.
Secara umum fungsi ini dijalankan oleh setiap anggota Polri, namun secara khusus fungsi preventif berupa deteksi potensi gangguan keamanan sampai di tingkat desa melekat pada anggota Babinkamtibmas." yang ditulis oleh Fenomena "Populisme Di Indonesia Kontemporer: Transformasi Persaingan Populisme dan Konsekuensinya dalam Dinamika Kontestasi Politik Menjelang Pemilu 2019" ditulis oleh Defbry Margiansyah mencoba menganalisa transformasi dari persaingan populisme di dua pemilu berbeda dan konsekuensi yang ditimbulkan bagi politik elektoral, termasuk elaborasi pola iv | Jurnal Penelitian Politik | Volume 16 No. 1, Juni 2019.
Dengan menggunakan konsep populisme secara eklektik dan tesis penyesuaian elit, tulisan ini menunjukkan bagaimana politik populis hanya diinstrumentalisasikan sebagai wahana kepentingan elit dan oligarki penyokong dengan mengesksploitasi berbagai aspek mulai dari identitas primordial, relasi klientalistik, prestasi dan personality kandidat secara pragmatis, tetapi tidak memberikan prospek yang lebih besar bagi transformasi politik dan pendalaman demokrasi secara substansial kedepannya.
Nama: Karina Salsabila Putri Alawi
NPM:2256021022
Kelas: reg m
Pemilihan umum serentak pemilu serentak yang diselenggarakan tahun 2019 di Indonesia merupakan pemilu pertama di mana pemilihan presiden dan wakil presiden pilpres dilaksanakan bersamaan dengan pemilihan anggota legislatif pileg. Oleh karena itu, menarik untuk melihat dinamika sosial politik yang terjadi pra-pemilu 2019. Jurnal Penelitian Politik nomor ini menyajikan 6 artikel yang membahas topik-topik yang terkait dengan isu elektoral. Artikel pertama yang ditulis oleh Efriza, Penguatan Sistem Presidensial dalam Pemilu Serentak 2019, mencoba menjelaskan mengenai dinamika koalisi dalam pemerintahan Presiden Joko Widodo dan sekaligus menjelaskan upaya koalisi dalam pemilu serentak 2019. Tulisan ini juga membahas mengenai penerapan sistem presidensial yang dapat dikatakan ada kelemahan karena diterapkannya sistem multipartai. Disamping itu, tulisan ini mengkritisi ketiadaan perubahan besar dari diterapkannya sistem pemilihan umum serentak 2019, yang disebabkan oleh masih diterapkannya presidential threshold dan masih lemahnya pelembagaan partai politik itu sendiri, sehingga pola koalisi yang dibangun oleh kedua pasangan calon presiden tetap bersifat pragmatis semata.
Konsolidasi demokrasi di Indonesia cenderung fluktuatif dan belum berjalan secara regular karena pilar-pilar pentingnya pemilu, partai politik, civil society, media massa belum berfungsi efektif dan belum maksimal. Sebagai pilar penting demokrasi, pemilu diperlukan untuk suksesi kepemimpinan dan mengoreksi kinerja pemerintahan. Pemilu juga mensyaratkan unsur kejujuran, keadilan, transparansi dan akuntabilitas. Prasyarat untuk menciptakan hal tersebut memerlukan prakondisi dan komitmen semua elemen bangsa untuk mematuhi peraturan yang ada. Konsolidasi demokrasi atau proses pendalaman demokrasi akan terhambat ketika parpol melalui para elitenya dan stakeholders terkait pemilu menunjukkan perilaku yang tidak mendorong proses demokrasi. Mereka cenderung constraining dan tidak concern dengan nilai-nilai demokrasi substansial, khususnya yang terkait dengan partisipasi genuine masyarakat, kualitias kompetisi, political equality, dan peningkatan political responsiveness. Tantangan pendalaman demokrasi semakin besar ketika kondisi sosial, ekonomi, politik dan hukum juga kurang memadai. Kondisi ini tidak hanya berpengaruh terhadap kualitas pemilu dan demokrasi, tapi juga stabilitas nasional. Apalagi ketika pemilu berlangsung di tengah keterbelahan sosial, menyeruaknya berita-berita sensasional di medsos, ujaran kebencian dan maraknya berita-berita hoax membuat hasil pemilu rentan dengan sengketa dan konflik.
NPM:2256021022
Kelas: reg m
Pemilihan umum serentak pemilu serentak yang diselenggarakan tahun 2019 di Indonesia merupakan pemilu pertama di mana pemilihan presiden dan wakil presiden pilpres dilaksanakan bersamaan dengan pemilihan anggota legislatif pileg. Oleh karena itu, menarik untuk melihat dinamika sosial politik yang terjadi pra-pemilu 2019. Jurnal Penelitian Politik nomor ini menyajikan 6 artikel yang membahas topik-topik yang terkait dengan isu elektoral. Artikel pertama yang ditulis oleh Efriza, Penguatan Sistem Presidensial dalam Pemilu Serentak 2019, mencoba menjelaskan mengenai dinamika koalisi dalam pemerintahan Presiden Joko Widodo dan sekaligus menjelaskan upaya koalisi dalam pemilu serentak 2019. Tulisan ini juga membahas mengenai penerapan sistem presidensial yang dapat dikatakan ada kelemahan karena diterapkannya sistem multipartai. Disamping itu, tulisan ini mengkritisi ketiadaan perubahan besar dari diterapkannya sistem pemilihan umum serentak 2019, yang disebabkan oleh masih diterapkannya presidential threshold dan masih lemahnya pelembagaan partai politik itu sendiri, sehingga pola koalisi yang dibangun oleh kedua pasangan calon presiden tetap bersifat pragmatis semata.
Konsolidasi demokrasi di Indonesia cenderung fluktuatif dan belum berjalan secara regular karena pilar-pilar pentingnya pemilu, partai politik, civil society, media massa belum berfungsi efektif dan belum maksimal. Sebagai pilar penting demokrasi, pemilu diperlukan untuk suksesi kepemimpinan dan mengoreksi kinerja pemerintahan. Pemilu juga mensyaratkan unsur kejujuran, keadilan, transparansi dan akuntabilitas. Prasyarat untuk menciptakan hal tersebut memerlukan prakondisi dan komitmen semua elemen bangsa untuk mematuhi peraturan yang ada. Konsolidasi demokrasi atau proses pendalaman demokrasi akan terhambat ketika parpol melalui para elitenya dan stakeholders terkait pemilu menunjukkan perilaku yang tidak mendorong proses demokrasi. Mereka cenderung constraining dan tidak concern dengan nilai-nilai demokrasi substansial, khususnya yang terkait dengan partisipasi genuine masyarakat, kualitias kompetisi, political equality, dan peningkatan political responsiveness. Tantangan pendalaman demokrasi semakin besar ketika kondisi sosial, ekonomi, politik dan hukum juga kurang memadai. Kondisi ini tidak hanya berpengaruh terhadap kualitas pemilu dan demokrasi, tapi juga stabilitas nasional. Apalagi ketika pemilu berlangsung di tengah keterbelahan sosial, menyeruaknya berita-berita sensasional di medsos, ujaran kebencian dan maraknya berita-berita hoax membuat hasil pemilu rentan dengan sengketa dan konflik.
Nama : Siti Nurhalizah
NPM : 2256021002
Kelas : Reg M
Dalam konteks Indonesia, demokrasi dipandang sebagai sebuah nilai dan prinsip fundamental dalam sistem politik. Pemilihan Presiden 2019 yang diselenggarakan dengan baik dan lancar menunjukkan keseriusan pemerintah dalam membangun sistem demokrasi yang lebih baik di Indonesia. Sejak era Reformasi, Indonesia sudah menggelar empat kali pemilu. Tetapi, pemilu ke lima tahun 2019, khususnya, pemilu presiden (pilpres) memiliki konstelasi politik yang lebih menyita perhatian publik. Demokrasi membutuhkan proses yang panjang dan tahap-tahap penting yang harus diadopsi, seperti proses mengkonsolidasikan demokrasi. Ini bukan hanya tingkat program lembaga politik, tetapi juga terjadi di tingkat sosial. Proses demokratis telah relatif dikembangkan, terutama sejak pemilihan 1999. Setelah pemilihan presiden secara langsung melaksanakan pemilihan presiden sejak 2004, dinamikanya, bahkan pemilihan utama regional sejak 2005.
Sebagai pilar utama demokrasi, pemilihan adalah cara dan motivasi terbaik bagi rakyat, terutama untuk menyampaikan keinginan politik mereka, dan pemilihan perwakilan terbaik mereka di lembaga legislatif dan presiden perdamaian/wakil presiden. Keberhasilan pemilihan dan pelembagaan sistem demokrasi mengharuskan negara untuk mengelola politik dan kemampuan pemerintah untuk mengelola politik dan pemerintah sesuai dengan tugas pendiri nasional. Pemilihan 2019 adalah pemilihan kelima setelah komando baru, dan ini juga pertama kalinya pemilihan legislatif dan presiden diadakan pada saat yang sama. Dengan kata lain, pemilihan dan tumpukan presiden pada tahun 2019 perlu diselesaikan sesuai dengan nilai-nilai Pandasilla, kedewasaan, profesional, adil, jujur, dan beradab. Untuk penyelenggara pemilihan, partai politik dan orang-orang lebih rumit dan rumit pada saat yang sama. Ini juga pemilihan terakhir. Beberapa Muslim yang dianggap mempunyai banyak masalah. Menariknya, hasil Ulama Ijtima sebenarnya menerima sanggahan dari kelompok Muslim lainnya karena dianggap tidak mewakili para sarjana lain. Sebagai negara dengan mayoritas Muslim, adalah logis untuk memperjuangkan pemungutan suara Muslim dan selalu terjadi dalam setiap pemilihan. Dalam pengembangannya, kegiatan partai politik adalah warna pemerintah dan parlemen. Misalnya, pembagian partai politik yang terjadi baru -baru ini menyebabkan partai politik yang solid.
NPM : 2256021002
Kelas : Reg M
Dalam konteks Indonesia, demokrasi dipandang sebagai sebuah nilai dan prinsip fundamental dalam sistem politik. Pemilihan Presiden 2019 yang diselenggarakan dengan baik dan lancar menunjukkan keseriusan pemerintah dalam membangun sistem demokrasi yang lebih baik di Indonesia. Sejak era Reformasi, Indonesia sudah menggelar empat kali pemilu. Tetapi, pemilu ke lima tahun 2019, khususnya, pemilu presiden (pilpres) memiliki konstelasi politik yang lebih menyita perhatian publik. Demokrasi membutuhkan proses yang panjang dan tahap-tahap penting yang harus diadopsi, seperti proses mengkonsolidasikan demokrasi. Ini bukan hanya tingkat program lembaga politik, tetapi juga terjadi di tingkat sosial. Proses demokratis telah relatif dikembangkan, terutama sejak pemilihan 1999. Setelah pemilihan presiden secara langsung melaksanakan pemilihan presiden sejak 2004, dinamikanya, bahkan pemilihan utama regional sejak 2005.
Sebagai pilar utama demokrasi, pemilihan adalah cara dan motivasi terbaik bagi rakyat, terutama untuk menyampaikan keinginan politik mereka, dan pemilihan perwakilan terbaik mereka di lembaga legislatif dan presiden perdamaian/wakil presiden. Keberhasilan pemilihan dan pelembagaan sistem demokrasi mengharuskan negara untuk mengelola politik dan kemampuan pemerintah untuk mengelola politik dan pemerintah sesuai dengan tugas pendiri nasional. Pemilihan 2019 adalah pemilihan kelima setelah komando baru, dan ini juga pertama kalinya pemilihan legislatif dan presiden diadakan pada saat yang sama. Dengan kata lain, pemilihan dan tumpukan presiden pada tahun 2019 perlu diselesaikan sesuai dengan nilai-nilai Pandasilla, kedewasaan, profesional, adil, jujur, dan beradab. Untuk penyelenggara pemilihan, partai politik dan orang-orang lebih rumit dan rumit pada saat yang sama. Ini juga pemilihan terakhir. Beberapa Muslim yang dianggap mempunyai banyak masalah. Menariknya, hasil Ulama Ijtima sebenarnya menerima sanggahan dari kelompok Muslim lainnya karena dianggap tidak mewakili para sarjana lain. Sebagai negara dengan mayoritas Muslim, adalah logis untuk memperjuangkan pemungutan suara Muslim dan selalu terjadi dalam setiap pemilihan. Dalam pengembangannya, kegiatan partai politik adalah warna pemerintah dan parlemen. Misalnya, pembagian partai politik yang terjadi baru -baru ini menyebabkan partai politik yang solid.
NAMA : TIARA PIRMA WATI
NPM : 2256021003
KELAS : REG M
Pemilihan presiden 2019 dianggap sebagai pemilihan yang sangat penting dan bersejarah dalam sejarah politik Indonesia.
Pemilihan ini diharapkan dapat membawa Indonesia kepada tingkat yang lebih tinggi dalam hal demokrasi. Pemilihan presiden juga memberi warga negara hak untuk memilih pemimpin mereka dengan cara yang demokratis. Dengan demokrasi, rakyat akan memiliki kesempatan yang sama untuk ikut serta dalam pengambilan keputusan di negara ini. menggambarkan bagaimana sistem demokrasi diterapkan dalam pemilihan presiden di Indonesia, serta mengevaluasi pelaksanaannya dalam konteks pemilu presiden yang telah berlangsung. pentingnya demokrasi sebagai prinsip dasar dalam pemilihan presiden. demokrasi menjadi fondasi utama dalam sistem politik Indonesia, yang mengedepankan prinsip kebebasan, keadilan, dan kesetaraan dalam pemilihan presiden. menekankan pentingnya partisipasi aktif masyarakat dalam pemilu presiden sebagai salah satu bentuk implementasi demokrasi yang sehat. evaluasi terhadap pelaksanaan pemilu presiden di Indonesia pada tahun 2019, termasuk tantangan dan hambatan yang dihadapi, serta dampaknya terhadap kualitas demokrasi di Indonesia. menggambarkan upaya yang telah dilakukan untuk meningkatkan transparansi, akuntabilitas, dan integritas dalam pemilu presiden, serta mengidentifikasi area-area yang masih perlu diperbaiki untuk menghadapi tantangan di masa depan. komprehensif tentang demokrasi dan pemilu presiden di Indonesia pada tahun 2019. pentingnya demokrasi sebagai prinsip dasar dalam pemilihan presiden, namun juga mengakui bahwa masih terdapat tantangan dalam pelaksanaannya.
Dalam proses integrasi, ideal, partai politik sebagai peserta utama pemilihan dapat memainkan fungsinya sebagai penyedia pemimpin dan kader potensial. Namun, ketika fungsi partai politik bukanlah periode terbaik, proses konsolidasi demokratis akan terhambat. Dalam pengembangannya, kegiatan partai politik adalah warna pemerintah dan parlemen. Misalnya, pembagian partai politik yang terjadi baru-baru ini menyebabkan partai politik yang solid. Proses yang mengabaikan ini sangat lambat, tetapi keberadaan partai politik harus disahkan. Bagi massa, parpol gagal melaksanakan peran dan fungsinya dan cenderung menggunakan institusinya hanya untuk memperjuangkan kekuasaan dan kepentingannya sendiri. Selain infrastruktur dan korupsi, lembaga birokrasi telah menjadi salah satu hambatan untuk pembangunan tantangan yang dihadapi dalam partisipasi masyarakat, seperti tingkat partisipasi yang rendah, ketimpangan akses informasi, dan politik uang. upaya yang dilakukan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, seperti kampanye sosialisasi, pendidikan pemilih, dan pembangunan kesadaran politik masyarakat. ada beberapa peran penting lembaga penyelenggara pemilu dalam menggalang partisipasi masyarakat, seperti KPU (Komisi Pemilihan Umum) dan Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu). peran lembaga-lembaga ini dalam mengatur, mengawasi, dan memfasilitasi pelaksanaan Pemilu 2019 secara adil dan transparan, serta memberikan akses kepada masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses pemilu.
NPM : 2256021003
KELAS : REG M
Pemilihan presiden 2019 dianggap sebagai pemilihan yang sangat penting dan bersejarah dalam sejarah politik Indonesia.
Pemilihan ini diharapkan dapat membawa Indonesia kepada tingkat yang lebih tinggi dalam hal demokrasi. Pemilihan presiden juga memberi warga negara hak untuk memilih pemimpin mereka dengan cara yang demokratis. Dengan demokrasi, rakyat akan memiliki kesempatan yang sama untuk ikut serta dalam pengambilan keputusan di negara ini. menggambarkan bagaimana sistem demokrasi diterapkan dalam pemilihan presiden di Indonesia, serta mengevaluasi pelaksanaannya dalam konteks pemilu presiden yang telah berlangsung. pentingnya demokrasi sebagai prinsip dasar dalam pemilihan presiden. demokrasi menjadi fondasi utama dalam sistem politik Indonesia, yang mengedepankan prinsip kebebasan, keadilan, dan kesetaraan dalam pemilihan presiden. menekankan pentingnya partisipasi aktif masyarakat dalam pemilu presiden sebagai salah satu bentuk implementasi demokrasi yang sehat. evaluasi terhadap pelaksanaan pemilu presiden di Indonesia pada tahun 2019, termasuk tantangan dan hambatan yang dihadapi, serta dampaknya terhadap kualitas demokrasi di Indonesia. menggambarkan upaya yang telah dilakukan untuk meningkatkan transparansi, akuntabilitas, dan integritas dalam pemilu presiden, serta mengidentifikasi area-area yang masih perlu diperbaiki untuk menghadapi tantangan di masa depan. komprehensif tentang demokrasi dan pemilu presiden di Indonesia pada tahun 2019. pentingnya demokrasi sebagai prinsip dasar dalam pemilihan presiden, namun juga mengakui bahwa masih terdapat tantangan dalam pelaksanaannya.
Dalam proses integrasi, ideal, partai politik sebagai peserta utama pemilihan dapat memainkan fungsinya sebagai penyedia pemimpin dan kader potensial. Namun, ketika fungsi partai politik bukanlah periode terbaik, proses konsolidasi demokratis akan terhambat. Dalam pengembangannya, kegiatan partai politik adalah warna pemerintah dan parlemen. Misalnya, pembagian partai politik yang terjadi baru-baru ini menyebabkan partai politik yang solid. Proses yang mengabaikan ini sangat lambat, tetapi keberadaan partai politik harus disahkan. Bagi massa, parpol gagal melaksanakan peran dan fungsinya dan cenderung menggunakan institusinya hanya untuk memperjuangkan kekuasaan dan kepentingannya sendiri. Selain infrastruktur dan korupsi, lembaga birokrasi telah menjadi salah satu hambatan untuk pembangunan tantangan yang dihadapi dalam partisipasi masyarakat, seperti tingkat partisipasi yang rendah, ketimpangan akses informasi, dan politik uang. upaya yang dilakukan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, seperti kampanye sosialisasi, pendidikan pemilih, dan pembangunan kesadaran politik masyarakat. ada beberapa peran penting lembaga penyelenggara pemilu dalam menggalang partisipasi masyarakat, seperti KPU (Komisi Pemilihan Umum) dan Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu). peran lembaga-lembaga ini dalam mengatur, mengawasi, dan memfasilitasi pelaksanaan Pemilu 2019 secara adil dan transparan, serta memberikan akses kepada masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses pemilu.
Windy Prayoga Pangestu
2256021004
Reg M
Hasil analisis jurnal
Demokrasi di Indonesia dianggap sebagai nilai dan prinsip fundamental dalam sistem politik. Pemilihan presiden 2019 merupakan pemilihan yang diselenggarakan dengan baik dan lancar, menunjukkan keseriusan pemerintah dalam membangun sistem demokrasi yang lebih baik di Indonesia. Proses demokratis di Indonesia telah relatif dikembangkan sejak pemilihan 1999, terutama setelah pemilihan presiden secara langsung dilaksanakan sejak 2004.
Pemilihan adalah cara dan motivasi terbaik bagi rakyat untuk menyampaikan keinginan politik mereka. Keberhasilan pemilihan dan pelembagaan sistem demokrasi mengharuskan negara untuk mengelola politik dan kemampuan pemerintah untuk mengelola politik dan pemerintah sesuai dengan tugas pendiri nasional. Pemilihan 2019 adalah pemilihan kelima setelah komando baru, dan ini juga pertama kalinya pemilihan legislatif dan presiden diadakan pada saat yang sama. Hasil Ulama Ijtima yang dianggap kontroversial menerima sanggahan dari kelompok Muslim lainnya karena dianggap tidak mewakili para sarjana lain. Partai politik memiliki peran penting dalam pengembangan demokrasi di Indonesia.
2256021004
Reg M
Hasil analisis jurnal
Demokrasi di Indonesia dianggap sebagai nilai dan prinsip fundamental dalam sistem politik. Pemilihan presiden 2019 merupakan pemilihan yang diselenggarakan dengan baik dan lancar, menunjukkan keseriusan pemerintah dalam membangun sistem demokrasi yang lebih baik di Indonesia. Proses demokratis di Indonesia telah relatif dikembangkan sejak pemilihan 1999, terutama setelah pemilihan presiden secara langsung dilaksanakan sejak 2004.
Pemilihan adalah cara dan motivasi terbaik bagi rakyat untuk menyampaikan keinginan politik mereka. Keberhasilan pemilihan dan pelembagaan sistem demokrasi mengharuskan negara untuk mengelola politik dan kemampuan pemerintah untuk mengelola politik dan pemerintah sesuai dengan tugas pendiri nasional. Pemilihan 2019 adalah pemilihan kelima setelah komando baru, dan ini juga pertama kalinya pemilihan legislatif dan presiden diadakan pada saat yang sama. Hasil Ulama Ijtima yang dianggap kontroversial menerima sanggahan dari kelompok Muslim lainnya karena dianggap tidak mewakili para sarjana lain. Partai politik memiliki peran penting dalam pengembangan demokrasi di Indonesia.
NAYAKA YAZID
2256021027
REG M
ANALISIS JURNAL
Demokrasi secara sederhana dapat diartikan sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Seperti yang dicatat oleh Laurence Whitehead (1989), penguatan demokrasi adalah sarana untuk meningkatkan komitmen terhadap aturan permainan demokrasi di semua lapisan masyarakat. Demokrasi yang berlaku di daerah merupakan basis terpenting bagi perkembangan demokrasi di tingkat nasional. Pemilihan kepala daerah secara langsung merupakan keberhasilan penting dalam upaya pendalaman demokrasi dalam upaya mengatasi kelemahan-kelemahan praktik demokrasi yang sejati, terutama dalam menjawab tuntutan masyarakat lokal. Secara umum, jika demokrasi dipahami sebagai pemberdayaan rakyat, maka sistem politik demokrasi harus dapat menjamin warga negara yang kurang mampu melalui segala sarana publik.
pilpres secara langsung dapat digolongkan sebagai proses demokrasi formal yang merupakan kelanjutan dari penjaminan hak-hak politik tersebut. Di sisi masyarakat, pendalaman demokrasi mengacu pada pelembagaan penguatan partisipasi masyarakat dalam kegiatan politik formal di tingkat lokal. Pemilihan presiden secara langsung merupakan langkah awal untuk memperkuat peran masyarakat. Tentu peran ini harus terus berlanjut hingga pergantian pemerintahan. Menurut Migdal (1988), negara dan masyarakat harus bekerja secara sinergis untuk memperkuat peran masing-masing. Dengan kehendak ini, negara diharapkan menginvasi masyarakat, mengatur hubungan sosial, mengekstraksi dan menguasai sumber daya.
Sebagai pilar utama demokrasi, pemilu merupakan sarana dan momentum terbaik bagi rakyat, khususnya, untuk menyalurkan aspirasi politiknya, memilih wakil-wakil terbaiknya di lembaga legislatif dan presiden/wakil presidennya secara damai. Keberhasilan penyelenggaraan pemilu (pemilu legislatif, pemilihan kepala daerah dan pemilihan presiden) dan pelembagaan sistem demokrasi mensyaratkan kemampuan bangsa untuk mengelola politik dan pemerintahan sesuai amanat para pendiri bangsa. Pemilu serentak 2019 adalah pemilu kelima pasca Orde Baru dan merupakan pemilu serentak pertama yang melangsungkan pileg dan pilpres dalam waktu bersamaan. Pemilu serentak jauh lebih kompleks dan rumit, baik bagi penyelenggara pemilu, parpol, maupun rakyat.
Pemilu bukan hanya sebagai tanda suksesi kepemimpinan, tetapi juga merupakan evaluasi terhadap pemerintahan dan proses pendalaman demokrasi untuk meningkatkan kualitas demokrasi yang sehat dan bernilai. Sejak tahun 1999, kegiatan partai politik belum menghasilkan landasan atau platform politik nasional. Kampanye lebih merupakan pameran demokrasi daripada investigasi masalah bangsa dan tanggapan. Dalam perkembangannya, kegiatan partai politik membentuk pemerintahan dan parlemen. Perannya bertujuan untuk memperkuat dan mempengaruhi peta politik Indonesia secara signifikan, meskipun efeknya tidak eksklusif positif. Misalnya, fragmentasi partai akhir-akhir ini mengakibatkan partai politik menjadi tidak stabil. Jumlah faksi cenderung meningkat dari episode ke episode.
Dari sudut pandang massa, partai politik tidak menjalankan peran dan tanggung jawabnya dan hanya menggunakan institusinya untuk memperjuangkan kekuasaan dan kepentingan pribadi. Absennya fungsi beberapa partai politik yang tidak terpenuhi sangat melemahkan kepercayaan masyarakat terhadap partai tersebut. Pemilu serentak pada hakekatnya merupakan upaya demokrasi yang diharapkan dapat membuat lembaga legislatif dan eksekutif lebih akuntabel kepada rakyat daripada yang dibutuhkan oleh demokrasi yang ideal. Jika legislatif terpilih tidak berjalan dengan baik, rakyat memiliki pilihan untuk tidak memilihnya kembali pada pemilu berikutnya.
2256021027
REG M
ANALISIS JURNAL
Demokrasi secara sederhana dapat diartikan sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Seperti yang dicatat oleh Laurence Whitehead (1989), penguatan demokrasi adalah sarana untuk meningkatkan komitmen terhadap aturan permainan demokrasi di semua lapisan masyarakat. Demokrasi yang berlaku di daerah merupakan basis terpenting bagi perkembangan demokrasi di tingkat nasional. Pemilihan kepala daerah secara langsung merupakan keberhasilan penting dalam upaya pendalaman demokrasi dalam upaya mengatasi kelemahan-kelemahan praktik demokrasi yang sejati, terutama dalam menjawab tuntutan masyarakat lokal. Secara umum, jika demokrasi dipahami sebagai pemberdayaan rakyat, maka sistem politik demokrasi harus dapat menjamin warga negara yang kurang mampu melalui segala sarana publik.
pilpres secara langsung dapat digolongkan sebagai proses demokrasi formal yang merupakan kelanjutan dari penjaminan hak-hak politik tersebut. Di sisi masyarakat, pendalaman demokrasi mengacu pada pelembagaan penguatan partisipasi masyarakat dalam kegiatan politik formal di tingkat lokal. Pemilihan presiden secara langsung merupakan langkah awal untuk memperkuat peran masyarakat. Tentu peran ini harus terus berlanjut hingga pergantian pemerintahan. Menurut Migdal (1988), negara dan masyarakat harus bekerja secara sinergis untuk memperkuat peran masing-masing. Dengan kehendak ini, negara diharapkan menginvasi masyarakat, mengatur hubungan sosial, mengekstraksi dan menguasai sumber daya.
Sebagai pilar utama demokrasi, pemilu merupakan sarana dan momentum terbaik bagi rakyat, khususnya, untuk menyalurkan aspirasi politiknya, memilih wakil-wakil terbaiknya di lembaga legislatif dan presiden/wakil presidennya secara damai. Keberhasilan penyelenggaraan pemilu (pemilu legislatif, pemilihan kepala daerah dan pemilihan presiden) dan pelembagaan sistem demokrasi mensyaratkan kemampuan bangsa untuk mengelola politik dan pemerintahan sesuai amanat para pendiri bangsa. Pemilu serentak 2019 adalah pemilu kelima pasca Orde Baru dan merupakan pemilu serentak pertama yang melangsungkan pileg dan pilpres dalam waktu bersamaan. Pemilu serentak jauh lebih kompleks dan rumit, baik bagi penyelenggara pemilu, parpol, maupun rakyat.
Pemilu bukan hanya sebagai tanda suksesi kepemimpinan, tetapi juga merupakan evaluasi terhadap pemerintahan dan proses pendalaman demokrasi untuk meningkatkan kualitas demokrasi yang sehat dan bernilai. Sejak tahun 1999, kegiatan partai politik belum menghasilkan landasan atau platform politik nasional. Kampanye lebih merupakan pameran demokrasi daripada investigasi masalah bangsa dan tanggapan. Dalam perkembangannya, kegiatan partai politik membentuk pemerintahan dan parlemen. Perannya bertujuan untuk memperkuat dan mempengaruhi peta politik Indonesia secara signifikan, meskipun efeknya tidak eksklusif positif. Misalnya, fragmentasi partai akhir-akhir ini mengakibatkan partai politik menjadi tidak stabil. Jumlah faksi cenderung meningkat dari episode ke episode.
Dari sudut pandang massa, partai politik tidak menjalankan peran dan tanggung jawabnya dan hanya menggunakan institusinya untuk memperjuangkan kekuasaan dan kepentingan pribadi. Absennya fungsi beberapa partai politik yang tidak terpenuhi sangat melemahkan kepercayaan masyarakat terhadap partai tersebut. Pemilu serentak pada hakekatnya merupakan upaya demokrasi yang diharapkan dapat membuat lembaga legislatif dan eksekutif lebih akuntabel kepada rakyat daripada yang dibutuhkan oleh demokrasi yang ideal. Jika legislatif terpilih tidak berjalan dengan baik, rakyat memiliki pilihan untuk tidak memilihnya kembali pada pemilu berikutnya.
Nama : Riandhita Lutfiana Saputro
NPM : 2256021019
Kelas : Reg M
Setelah membaca jurnal tersebut, menurut saya Pemilihan kepala daerah secara langsung merupakan terobosan penting yang dimaksudkan sebagai upaya pendalaman demokrasi , yakni suatu upaya untuk mengatasi kelemahan praktek demokrasi substantif, khususnya dalam merespon tuntutan-tuntutan masyarakat lokal. Sementara itu, proses demokrasi yang berlangsung di tingkat nasional menunjukkan tahapan yang tidak mudah, terutama dalam hal membangun kualitas pilpres dan pendalaman demokrasi atau konsolidasi demokrasi. Proses ini penting karena semua tahapan dalam pilpres akan berpengaruh terhadap kualitas tata kelola pemerintahan. Pilpres yang berkualitas akan memberikan pengaruh yang positif terhadap pemerintahan.
Demokrasi diartikan sebagai pemberdayaan rakyat, maka sistem politik yang demokratis seharusnya dapat menjamin warga negara yang kurang mampu melalui setiap kebijakan publiknya. Pelaksanaan pemilihan presiden pada dasarnya juga merupakan tindak lanjut perwujudan prinsip-prinsip demokrasi yang meliputi jaminan terhadap prinsip kebebasan individu dan persamaan, khususnya dalam hak politik. Sebagai alat pendalaman demokrasi, pilpres merupakan upaya untuk menciptakan pemerintahan yang efektif.
Pendalaman demokrasi juga dapat dilihat sebagai upaya untuk menerapkan pemerintahan yang efektif. Menurut Migdal , negara yang kuat adalah negara yang dapat memenuhi ketiga fungsi dasar tersebut. Oleh karena itu, mayoritas pemilih terlebih dulu perlu memiliki kesadaran dan kematangan politik yang cukup memadai.
Pada saat yang sama, tantangan pasca pemilihan presiden langsung, seperti kecenderungan untuk menyeimbangkan kepentingan antara elit penguasa dan elit masyarakat, harus diselesaikan agar pemilu Indonesia dapat memenuhi pemilu yang diinginkan.
NPM : 2256021019
Kelas : Reg M
Setelah membaca jurnal tersebut, menurut saya Pemilihan kepala daerah secara langsung merupakan terobosan penting yang dimaksudkan sebagai upaya pendalaman demokrasi , yakni suatu upaya untuk mengatasi kelemahan praktek demokrasi substantif, khususnya dalam merespon tuntutan-tuntutan masyarakat lokal. Sementara itu, proses demokrasi yang berlangsung di tingkat nasional menunjukkan tahapan yang tidak mudah, terutama dalam hal membangun kualitas pilpres dan pendalaman demokrasi atau konsolidasi demokrasi. Proses ini penting karena semua tahapan dalam pilpres akan berpengaruh terhadap kualitas tata kelola pemerintahan. Pilpres yang berkualitas akan memberikan pengaruh yang positif terhadap pemerintahan.
Demokrasi diartikan sebagai pemberdayaan rakyat, maka sistem politik yang demokratis seharusnya dapat menjamin warga negara yang kurang mampu melalui setiap kebijakan publiknya. Pelaksanaan pemilihan presiden pada dasarnya juga merupakan tindak lanjut perwujudan prinsip-prinsip demokrasi yang meliputi jaminan terhadap prinsip kebebasan individu dan persamaan, khususnya dalam hak politik. Sebagai alat pendalaman demokrasi, pilpres merupakan upaya untuk menciptakan pemerintahan yang efektif.
Pendalaman demokrasi juga dapat dilihat sebagai upaya untuk menerapkan pemerintahan yang efektif. Menurut Migdal , negara yang kuat adalah negara yang dapat memenuhi ketiga fungsi dasar tersebut. Oleh karena itu, mayoritas pemilih terlebih dulu perlu memiliki kesadaran dan kematangan politik yang cukup memadai.
Pada saat yang sama, tantangan pasca pemilihan presiden langsung, seperti kecenderungan untuk menyeimbangkan kepentingan antara elit penguasa dan elit masyarakat, harus diselesaikan agar pemilu Indonesia dapat memenuhi pemilu yang diinginkan.
Muhammad A'nur Rozaq
2256021006
REG : M
Hasil Analisis
Dinamika sosial politik adalah fenomena yang kompleks dan selalu berubah, terutama menjelang pemilihan umum. Pemilihan umum dapat menjadi pemicu pergeseran dalam hubungan sosial dan politik yang ada di masyarakat, terutama ketika ada isu-isu sensitif yang diperdebatkan dalam kampanye. Dalam jurnal yang Anda maksud, peneliti kemungkinan menganalisis dinamika sosial politik yang terjadi menjelang Pemilu Serentak 2019.
Ketika pemilihan umum semakin dekat, masyarakat menjadi semakin terlibat dalam diskusi dan perdebatan tentang isu-isu politik yang berkaitan dengan pemilu. Hal ini dapat menghasilkan polarisasi dan konflik dalam masyarakat, terutama jika ada perbedaan pandangan yang signifikan antara kelompok-kelompok masyarakat yang berbeda.
Namun, dinamika sosial politik tidak hanya berkaitan dengan isu-isu politik. Faktor-faktor seperti identitas agama, etnis, gender, dan kelas sosial juga dapat mempengaruhi hubungan sosial dan politik di masyarakat, terutama dalam konteks pemilihan umum.
Dalam konteks dinamika sosial politik, penting untuk menghargai perbedaan dan merespons dengan cara yang konstruktif, tanpa memicu konflik dan kekerasan. Para pemimpin politik juga perlu bertanggung jawab untuk mempromosikan dialog yang produktif dan meredakan ketegangan dalam masyarakat.
Dalam kesimpulan, dinamika sosial politik merupakan fenomena kompleks dan terus berubah dalam konteks pemilihan umum. Hal ini membutuhkan sikap yang terbuka dan pengertian yang lebih baik antara masyarakat, serta peran aktif dari para pemimpin politik untuk meredakan ketegangan dan mempromosikan dialog yang konstruktif.
Dinamika sosial politik mengacu pada interaksi kompleks antara struktur sosial dan politik dalam suatu masyarakat. Hal ini melibatkan faktor-faktor seperti agama, etnis, gender, kelas sosial, dan kekuasaan politik, yang semuanya saling terkait dan mempengaruhi satu sama lain.
Pada umumnya, dinamika sosial politik dapat berdampak pada stabilitas atau ketidakstabilan suatu negara. Dalam konteks pemilihan umum, seperti pemilu serentak 2019 yang dilakukan di Indonesia, dinamika sosial politik dapat menentukan hasil pemilu dan memengaruhi arah kebijakan politik yang diambil oleh pemerintah.
Dalam menghadapi dinamika sosial politik, penting bagi pemerintah dan masyarakat untuk mengadopsi pendekatan inklusif dan mempromosikan dialog yang terbuka dan produktif. Hal ini dapat membantu mengurangi ketegangan sosial dan meningkatkan partisipasi politik yang sehat.
Selain itu, kebebasan berpendapat dan pers tidak boleh dibatasi atau diintimidasi, karena hal ini dapat memperburuk dinamika sosial politik dan merusak integritas demokrasi. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah dan masyarakat untuk bekerja sama dan menjunjung tinggi prinsip-prinsip demokrasi, termasuk hak asasi manusia, keadilan, dan keterbukaan.
Dinamika sosial politik merupakan sebuah konsep yang kompleks dan beragam, yang meliputi interaksi antara kekuatan politik dan masyarakat dalam rangka mengatasi masalah yang ada di masyarakat. Konsep ini penting dalam konteks pemilu, di mana partisipasi politik dan pengambilan keputusan menjadi fokus utama. Dalam menjelang pemilu serentak 2019, terdapat berbagai faktor yang memengaruhi dinamika sosial politik, termasuk faktor politik, sosial, dan ekonomi.
Beberapa faktor politik yang memengaruhi dinamika sosial politik menjelang pemilu serentak 2019 antara lain adanya polarisasi politik dan retorika yang memecah belah masyarakat, serta penggunaan isu-isu sensitif untuk memenangkan dukungan politik. Sementara itu, faktor sosial seperti perbedaan agama, suku, dan budaya turut memengaruhi dinamika sosial politik, terutama dalam hal penentuan pilihan politik.
Di sisi ekonomi, ketimpangan sosial dan ekonomi yang masih terjadi di Indonesia juga memengaruhi dinamika sosial politik, dengan adanya ketidakpuasan dan ketidakadilan yang dialami oleh sebagian masyarakat. Meski demikian, terdapat pula upaya-upaya untuk mengatasi masalah tersebut, seperti kampanye pemilu yang lebih santun dan mengedepankan dialog, serta upaya untuk memperkuat kelembagaan demokrasi.
Secara keseluruhan, dinamika sosial politik merupakan aspek penting dalam proses pemilu, yang memengaruhi partisipasi politik dan pengambilan keputusan masyarakat. Untuk memperkuat demokrasi di Indonesia, diperlukan upaya-upaya yang mampu menyeimbangkan kepentingan politik dan sosial, serta memperkuat kelembagaan demokrasi dan partisipasi masyarakat dalam proses politik.
2256021006
REG : M
Hasil Analisis
Dinamika sosial politik adalah fenomena yang kompleks dan selalu berubah, terutama menjelang pemilihan umum. Pemilihan umum dapat menjadi pemicu pergeseran dalam hubungan sosial dan politik yang ada di masyarakat, terutama ketika ada isu-isu sensitif yang diperdebatkan dalam kampanye. Dalam jurnal yang Anda maksud, peneliti kemungkinan menganalisis dinamika sosial politik yang terjadi menjelang Pemilu Serentak 2019.
Ketika pemilihan umum semakin dekat, masyarakat menjadi semakin terlibat dalam diskusi dan perdebatan tentang isu-isu politik yang berkaitan dengan pemilu. Hal ini dapat menghasilkan polarisasi dan konflik dalam masyarakat, terutama jika ada perbedaan pandangan yang signifikan antara kelompok-kelompok masyarakat yang berbeda.
Namun, dinamika sosial politik tidak hanya berkaitan dengan isu-isu politik. Faktor-faktor seperti identitas agama, etnis, gender, dan kelas sosial juga dapat mempengaruhi hubungan sosial dan politik di masyarakat, terutama dalam konteks pemilihan umum.
Dalam konteks dinamika sosial politik, penting untuk menghargai perbedaan dan merespons dengan cara yang konstruktif, tanpa memicu konflik dan kekerasan. Para pemimpin politik juga perlu bertanggung jawab untuk mempromosikan dialog yang produktif dan meredakan ketegangan dalam masyarakat.
Dalam kesimpulan, dinamika sosial politik merupakan fenomena kompleks dan terus berubah dalam konteks pemilihan umum. Hal ini membutuhkan sikap yang terbuka dan pengertian yang lebih baik antara masyarakat, serta peran aktif dari para pemimpin politik untuk meredakan ketegangan dan mempromosikan dialog yang konstruktif.
Dinamika sosial politik mengacu pada interaksi kompleks antara struktur sosial dan politik dalam suatu masyarakat. Hal ini melibatkan faktor-faktor seperti agama, etnis, gender, kelas sosial, dan kekuasaan politik, yang semuanya saling terkait dan mempengaruhi satu sama lain.
Pada umumnya, dinamika sosial politik dapat berdampak pada stabilitas atau ketidakstabilan suatu negara. Dalam konteks pemilihan umum, seperti pemilu serentak 2019 yang dilakukan di Indonesia, dinamika sosial politik dapat menentukan hasil pemilu dan memengaruhi arah kebijakan politik yang diambil oleh pemerintah.
Dalam menghadapi dinamika sosial politik, penting bagi pemerintah dan masyarakat untuk mengadopsi pendekatan inklusif dan mempromosikan dialog yang terbuka dan produktif. Hal ini dapat membantu mengurangi ketegangan sosial dan meningkatkan partisipasi politik yang sehat.
Selain itu, kebebasan berpendapat dan pers tidak boleh dibatasi atau diintimidasi, karena hal ini dapat memperburuk dinamika sosial politik dan merusak integritas demokrasi. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah dan masyarakat untuk bekerja sama dan menjunjung tinggi prinsip-prinsip demokrasi, termasuk hak asasi manusia, keadilan, dan keterbukaan.
Dinamika sosial politik merupakan sebuah konsep yang kompleks dan beragam, yang meliputi interaksi antara kekuatan politik dan masyarakat dalam rangka mengatasi masalah yang ada di masyarakat. Konsep ini penting dalam konteks pemilu, di mana partisipasi politik dan pengambilan keputusan menjadi fokus utama. Dalam menjelang pemilu serentak 2019, terdapat berbagai faktor yang memengaruhi dinamika sosial politik, termasuk faktor politik, sosial, dan ekonomi.
Beberapa faktor politik yang memengaruhi dinamika sosial politik menjelang pemilu serentak 2019 antara lain adanya polarisasi politik dan retorika yang memecah belah masyarakat, serta penggunaan isu-isu sensitif untuk memenangkan dukungan politik. Sementara itu, faktor sosial seperti perbedaan agama, suku, dan budaya turut memengaruhi dinamika sosial politik, terutama dalam hal penentuan pilihan politik.
Di sisi ekonomi, ketimpangan sosial dan ekonomi yang masih terjadi di Indonesia juga memengaruhi dinamika sosial politik, dengan adanya ketidakpuasan dan ketidakadilan yang dialami oleh sebagian masyarakat. Meski demikian, terdapat pula upaya-upaya untuk mengatasi masalah tersebut, seperti kampanye pemilu yang lebih santun dan mengedepankan dialog, serta upaya untuk memperkuat kelembagaan demokrasi.
Secara keseluruhan, dinamika sosial politik merupakan aspek penting dalam proses pemilu, yang memengaruhi partisipasi politik dan pengambilan keputusan masyarakat. Untuk memperkuat demokrasi di Indonesia, diperlukan upaya-upaya yang mampu menyeimbangkan kepentingan politik dan sosial, serta memperkuat kelembagaan demokrasi dan partisipasi masyarakat dalam proses politik.
Nama : Ardi Tri Nurdyansyah
NPM : 2256021034
Kelas : Reg M
Analisis Jurnal
Pemilu serentak yang diselenggarakan tahun 2019 di Indonesia merupakan pemilu pertama anggota legislatif. Pembangunan demokrasi Indonesia sebagaimana tercermin dari pilpres masih mengalami banyak masalah. Pendalaman demokrasi belum terwujud dengan baik karena pilar-pilar demikrasi yang menjadi faktor penguat konsolidasi demokrasi belum efektif. Pilpres 2019 belum mampu menghasilkan suksesi kepemimpinan yang baik dan belum mampu pula membangun kepercayaan publik.Sejak era reformasi, Indonesia sudah menggelar empat kali pemilu. Tetapi, pemilu kelima tahun 2019, khususnya pilpres memiliki kontelasi politik yang lebih menyita perhatian publik.
Demokrasi secara sederhana dapat dimaknai dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Namun untuk mewujudkan makna tersebut tidaklah mudah karena demokrasi memerlukan proses panjang dan tahapan-tahapan penting yang harus di lalui, seperti proses konsolidasi demokrasi. Seperti dikatakan Laurence whitehead (1989), konsolidasi demokrasi merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan secara prinsip komitmen seluruh lapisan masyarakat pada aturan main demokrasi.
Dalam konteks Indonesia, proses demokrasi yang berlangsung dipengaruhi beberapa faktor, misalnya budaya politik,prilaku aktor dan kekuatan-kekuatan politik. Proses demokrasi tersebut berlangsung relatig dinamis, khususnya sejak pemilu 1999.
Pemilu bukan hanya penanda suksesi kepemimpinan, tetapi juga merupakan koreksi atau evaluasi terhadap pemerintah dan proses deepening democracy untuk meningkatkan kualitas demokrasi yang sehat dan bermartabat. Dalam proses konsolidasi tersebut, parpol sebagai pelaku utama pemilu idealnya dapat melaksanakan fungsinya sebagai penyedia kader calon pemimpin.
Sejak 1999 kinerja parpol tidak kunjung menghasilkan landasan atau platfrom politik nasional. Kampanye lebih merupakan pameran pernak-pernik demokrasi ketimbang untuk memetakan dan menjawab persoalan bangsa.
Dalam perkembangannya aktivitas parpol mewarnai pemerintahan san parlemen. Perannya cenderung menganut dan berpengaruh signifikan terhadap peta politik Indonesia, meskipun pengaruhnya tidak seluruhnya positif. Contohnya, fragmentasi parpol yang terjadi belakangan ini menyebabkan parpol tidak solid.
Pemilu dalam konteks demokrasi tak lain dimaksudkan untuk menghasilkan pemerintahan yang efektif. Sedangkan salah satu isu krusial pilpres 2019 adalah politisasi birokrasi.
NPM : 2256021034
Kelas : Reg M
Analisis Jurnal
Pemilu serentak yang diselenggarakan tahun 2019 di Indonesia merupakan pemilu pertama anggota legislatif. Pembangunan demokrasi Indonesia sebagaimana tercermin dari pilpres masih mengalami banyak masalah. Pendalaman demokrasi belum terwujud dengan baik karena pilar-pilar demikrasi yang menjadi faktor penguat konsolidasi demokrasi belum efektif. Pilpres 2019 belum mampu menghasilkan suksesi kepemimpinan yang baik dan belum mampu pula membangun kepercayaan publik.Sejak era reformasi, Indonesia sudah menggelar empat kali pemilu. Tetapi, pemilu kelima tahun 2019, khususnya pilpres memiliki kontelasi politik yang lebih menyita perhatian publik.
Demokrasi secara sederhana dapat dimaknai dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Namun untuk mewujudkan makna tersebut tidaklah mudah karena demokrasi memerlukan proses panjang dan tahapan-tahapan penting yang harus di lalui, seperti proses konsolidasi demokrasi. Seperti dikatakan Laurence whitehead (1989), konsolidasi demokrasi merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan secara prinsip komitmen seluruh lapisan masyarakat pada aturan main demokrasi.
Dalam konteks Indonesia, proses demokrasi yang berlangsung dipengaruhi beberapa faktor, misalnya budaya politik,prilaku aktor dan kekuatan-kekuatan politik. Proses demokrasi tersebut berlangsung relatig dinamis, khususnya sejak pemilu 1999.
Pemilu bukan hanya penanda suksesi kepemimpinan, tetapi juga merupakan koreksi atau evaluasi terhadap pemerintah dan proses deepening democracy untuk meningkatkan kualitas demokrasi yang sehat dan bermartabat. Dalam proses konsolidasi tersebut, parpol sebagai pelaku utama pemilu idealnya dapat melaksanakan fungsinya sebagai penyedia kader calon pemimpin.
Sejak 1999 kinerja parpol tidak kunjung menghasilkan landasan atau platfrom politik nasional. Kampanye lebih merupakan pameran pernak-pernik demokrasi ketimbang untuk memetakan dan menjawab persoalan bangsa.
Dalam perkembangannya aktivitas parpol mewarnai pemerintahan san parlemen. Perannya cenderung menganut dan berpengaruh signifikan terhadap peta politik Indonesia, meskipun pengaruhnya tidak seluruhnya positif. Contohnya, fragmentasi parpol yang terjadi belakangan ini menyebabkan parpol tidak solid.
Pemilu dalam konteks demokrasi tak lain dimaksudkan untuk menghasilkan pemerintahan yang efektif. Sedangkan salah satu isu krusial pilpres 2019 adalah politisasi birokrasi.
NAMA : Nararya Amara Anggraini
NPM : 2256021015
REG M
ndonesia menggelar empat kali pemilu, dan pemilu presiden (pilpres) memiliki konstelasi politik yang lebih menyita perhatian publik. Joko Widodo kembali berhadapan dengan Prabowo Subianto untuk memperebutkan kursi presiden. Ritual politik lima tahunan menarik untuk dilihat di tengah tingginya pro-kontra. Sebagai pilar utama demokrasi, pemilu merupakan sarana dan momentum terbaik bagi rakyat, khususnya, untuk menyalurkan aspirasi politiknya, memilih wakil-wakil terbaiknya di lembaga legislatif dan presiden/wakil presidennya secara damai. Keberhasilan penyelenggaraan pemilu (pemilu legislatif, pemilihan kepala daerah dan pemilihan presiden) dan pelembagaan sistem demokrasi mensyaratkan kemampuan bangsa untuk mengelola politik dan pemerintahan sesuai amanat para pendiri bangsa. Meskipun hak-hak politik dan kebebasan sipil telah dijamin oleh konstitusi serta partisipasi politik masyarakat semakin luas, di tataran empirik pemilu masih belum mampu mengantarkan rakyat Indonesia benar-benar berdaulat.
Konsolidasi demokrasi di Indonesia cenderung fluktuatif dan belum berjalan secara regular karena pilar-pilar pentingnya (pemilu, partai politik, civil society, media massa) belum berfungsi efektif dan belum maksimal. Pemilu diperlukan unsur kejujuran, keadilan, transparansi dan akuntabilitas. Prasyarat untuk menciptakan hal tersebut memerlukan prakondisi dan komitmen semua elemen bangsa untuk mematuhi peraturan yang ada. Semua stakeholders terkait pemilu yang belum mampu mengefektifkan dan memaksimalkan peran pentingnya dengan penuh tanggungjawab, tata kelola pemilu yang belum mampu mengakomodasi keragaman masyarakat, dan kentalnya politisasi birokrasi menjadi pekerjaan rumah yang harus segera dibenahi Indonesia. Kepercayaan sebagian publik terhadap netralitas birokrasi minim, demikian juga terhadap penyelenggara pemilu dan institusi penegak hukum. Kepercayaan sebagian publik terhadap netralitas birokrasi minim, demikian juga terhadap penyelenggara pemilu dan institus.
NPM : 2256021015
REG M
ndonesia menggelar empat kali pemilu, dan pemilu presiden (pilpres) memiliki konstelasi politik yang lebih menyita perhatian publik. Joko Widodo kembali berhadapan dengan Prabowo Subianto untuk memperebutkan kursi presiden. Ritual politik lima tahunan menarik untuk dilihat di tengah tingginya pro-kontra. Sebagai pilar utama demokrasi, pemilu merupakan sarana dan momentum terbaik bagi rakyat, khususnya, untuk menyalurkan aspirasi politiknya, memilih wakil-wakil terbaiknya di lembaga legislatif dan presiden/wakil presidennya secara damai. Keberhasilan penyelenggaraan pemilu (pemilu legislatif, pemilihan kepala daerah dan pemilihan presiden) dan pelembagaan sistem demokrasi mensyaratkan kemampuan bangsa untuk mengelola politik dan pemerintahan sesuai amanat para pendiri bangsa. Meskipun hak-hak politik dan kebebasan sipil telah dijamin oleh konstitusi serta partisipasi politik masyarakat semakin luas, di tataran empirik pemilu masih belum mampu mengantarkan rakyat Indonesia benar-benar berdaulat.
Konsolidasi demokrasi di Indonesia cenderung fluktuatif dan belum berjalan secara regular karena pilar-pilar pentingnya (pemilu, partai politik, civil society, media massa) belum berfungsi efektif dan belum maksimal. Pemilu diperlukan unsur kejujuran, keadilan, transparansi dan akuntabilitas. Prasyarat untuk menciptakan hal tersebut memerlukan prakondisi dan komitmen semua elemen bangsa untuk mematuhi peraturan yang ada. Semua stakeholders terkait pemilu yang belum mampu mengefektifkan dan memaksimalkan peran pentingnya dengan penuh tanggungjawab, tata kelola pemilu yang belum mampu mengakomodasi keragaman masyarakat, dan kentalnya politisasi birokrasi menjadi pekerjaan rumah yang harus segera dibenahi Indonesia. Kepercayaan sebagian publik terhadap netralitas birokrasi minim, demikian juga terhadap penyelenggara pemilu dan institusi penegak hukum. Kepercayaan sebagian publik terhadap netralitas birokrasi minim, demikian juga terhadap penyelenggara pemilu dan institus.
Nama : Fikri Ibnu Mubarok
Npm : 2256021005
kelas : M
Deepening Democracy dan Tantangannya
Demokrasi secara sederhana dapat dimaknai sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat Namun, untuk mewujudkan makna tersebut tidaklah mudah karena demokrasi memerlukan proses panjang dan tahapan-tahapan penting yang harus dilalui, seperti proses konsolidasi demokrasi. Seperti dikatakan Laurence Whitehead, konsolidasi demokrasi merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan secara prinsip komitmen seluruh lapisan masyarakat pada aturan main demokrasi. Proses demokrasi tersebut berlangsung relatif dinamis, khususnya sejak Pemilu 1999. Dinamikanya, bahkan, semakin pesat dan semarak setelah dilaksanakannya pemilu presiden secara langsung sejak 2004 dan pemilihan kepala daerah secara langsung sejak 2005. Demokrasi yang berlangsung di daerahdaerah merupakan landasan utama bagi berkembangnya demokrasi di tingkat nasional. Pemilihan kepala daerah secara langsung merupakan terobosan penting yang dimaksudkan sebagai upaya pendalaman demokrasi, yakni suatu upaya untuk mengatasi kelemahan praktek demokrasi substantif, khususnya dalam merespon tuntutan-tuntutan masyarakat lokal. Sementara itu, proses demokrasi yang berlangsung di tingkat nasional menunjukkan arah yang tak mudah, khususnya dalam hal membangun kualitas pilpres dan pendalaman demokrasi atau konsolidasi demokrasi. Proses ini krusial karena semua tahapan yang dilalui dalam pilpres akan berpengaruh terhadap kualitas tata kelola pemerintahan. Secara khusus pilpres yang berkualitas akan berpengaruh positif terhadap pemerintahan yang efektif.
Pemilu Presiden 2019 dan Masalahnya
Sebagai pilar utama demokrasi, pemilu merupakan sarana dan momentum terbaik bagi rakyat, khususnya, untuk menyalurkan aspirasi politiknya, memilih wakil-wakil terbaiknya di lembaga legislatif dan presiden/wakil presidennya secara damai. Keberhasilan penyelenggaraan pemilu dan pelembagaan sistem demokrasi mensyaratkan kemampuan bangsa untuk mengelola politik dan pemerintahan sesuai amanat para pendiri bangsa. Pemilu serentak 2019 adalah pemilu kelima pasca Orde Baru dan merupakan pemilu serentak pertama yang melangsungkan pileg dan pilpres dalam waktu bersamaan. Dengan kata lain, pilpres dan pileg 2019 perlu disikapi dengan cara-cara yang rasional, dewasa, profesional, adil, jujur, bijak dan beradab sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Pemilu serentak jauh lebih kompleks dan rumit, baik bagi penyelenggara pemilu, parpol, maupun rakyat. Ini juga merupakan pemilu yang paling gamang.
Pemilu dan Kegagalan Parpol
parpol sebagai pelaku utama pemilu idealnya dapat melaksanakan fungsinya sebagai penyedia kader calon pemimpin. Namun, ketika fungsi parpol tidak maksimal, proses konsolidasi demokrasi terhambat. Hal ini tampak jelas dalam pemilu 2019 di mana banyak parpol gagal dalam proses kaderisasi. Hal ini dapat dilihat dari maraknya partai yang memilih mencalonkan kalangan selebritis sebagai caleg. Tujuannya menjadikan selebritis tersebut sebagai vote getter partai dalam pemilu.12 Partai Nasdem, misalnya, tercatat sebagai partai yang paling banyak mengambil artis sebagai calon legislatifnya dalam pemilu Sejak 1999 kinerja parpol tidak kunjung menghasilkan landasan atau platform politik nasional. Kampanye lebih merupakan pameran pernak-pernik demokrasi ketimbang untuk memetakan dan menjawab persoalan bangsa. Parpol hanya memperdebatkan soal electoral threshold sebagai legitimasi kelayakan, namun minim wacana mengenai ide atau program yang hendak ditawarkan pada rakyat. Perhatian parpol pada rakyat umumnya hanya terjadi pada saat pemilu ketika mereka membutuhkan dukungan suara.
Pemilu dalam Masyarakat Plural
Mungkin bijak untuk memahami makna demokrasi dalam sebuah negara yang plural dan multikultural seperti Indonesia, dengan mengutip teori etik filsuf Jerman, Immanuel Kant yang mengingatkan, jika dalam suatu masyarakat majemuk masing-masing kelompok mengklaim kebenaran absolut agama, moralitas, atau kulturnya, yang menjadi hasil akhirnya adalah konflik. Indonesia berakar dari falsafah dan sejarah hidup bangsa. Gambaran tersebut sangat terasa dalam pilpres 2019 di mana masyarakat cenderung mengalami pembelahan sosial yang cukup tajam.
Pemilu dan Politisasi Birokrasi
Sebagai bagian dari upaya untuk mewujudkan demokrasi yang substansial, reformasi politik dan pemilu juga menuntut lahirnya reformasi birokrasi yang profesional terbebas dari pragmatisme dan kooptasi partai politik dan penguasa. Amin.16 Politisasi birokrasi makin tampak nyata dengan dijadikannya menteri-menteri, kepalakepala lembaga, kepala-kepala daerah sebagai pemenangan paslon dalam pilpres.
Npm : 2256021005
kelas : M
Deepening Democracy dan Tantangannya
Demokrasi secara sederhana dapat dimaknai sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat Namun, untuk mewujudkan makna tersebut tidaklah mudah karena demokrasi memerlukan proses panjang dan tahapan-tahapan penting yang harus dilalui, seperti proses konsolidasi demokrasi. Seperti dikatakan Laurence Whitehead, konsolidasi demokrasi merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan secara prinsip komitmen seluruh lapisan masyarakat pada aturan main demokrasi. Proses demokrasi tersebut berlangsung relatif dinamis, khususnya sejak Pemilu 1999. Dinamikanya, bahkan, semakin pesat dan semarak setelah dilaksanakannya pemilu presiden secara langsung sejak 2004 dan pemilihan kepala daerah secara langsung sejak 2005. Demokrasi yang berlangsung di daerahdaerah merupakan landasan utama bagi berkembangnya demokrasi di tingkat nasional. Pemilihan kepala daerah secara langsung merupakan terobosan penting yang dimaksudkan sebagai upaya pendalaman demokrasi, yakni suatu upaya untuk mengatasi kelemahan praktek demokrasi substantif, khususnya dalam merespon tuntutan-tuntutan masyarakat lokal. Sementara itu, proses demokrasi yang berlangsung di tingkat nasional menunjukkan arah yang tak mudah, khususnya dalam hal membangun kualitas pilpres dan pendalaman demokrasi atau konsolidasi demokrasi. Proses ini krusial karena semua tahapan yang dilalui dalam pilpres akan berpengaruh terhadap kualitas tata kelola pemerintahan. Secara khusus pilpres yang berkualitas akan berpengaruh positif terhadap pemerintahan yang efektif.
Pemilu Presiden 2019 dan Masalahnya
Sebagai pilar utama demokrasi, pemilu merupakan sarana dan momentum terbaik bagi rakyat, khususnya, untuk menyalurkan aspirasi politiknya, memilih wakil-wakil terbaiknya di lembaga legislatif dan presiden/wakil presidennya secara damai. Keberhasilan penyelenggaraan pemilu dan pelembagaan sistem demokrasi mensyaratkan kemampuan bangsa untuk mengelola politik dan pemerintahan sesuai amanat para pendiri bangsa. Pemilu serentak 2019 adalah pemilu kelima pasca Orde Baru dan merupakan pemilu serentak pertama yang melangsungkan pileg dan pilpres dalam waktu bersamaan. Dengan kata lain, pilpres dan pileg 2019 perlu disikapi dengan cara-cara yang rasional, dewasa, profesional, adil, jujur, bijak dan beradab sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Pemilu serentak jauh lebih kompleks dan rumit, baik bagi penyelenggara pemilu, parpol, maupun rakyat. Ini juga merupakan pemilu yang paling gamang.
Pemilu dan Kegagalan Parpol
parpol sebagai pelaku utama pemilu idealnya dapat melaksanakan fungsinya sebagai penyedia kader calon pemimpin. Namun, ketika fungsi parpol tidak maksimal, proses konsolidasi demokrasi terhambat. Hal ini tampak jelas dalam pemilu 2019 di mana banyak parpol gagal dalam proses kaderisasi. Hal ini dapat dilihat dari maraknya partai yang memilih mencalonkan kalangan selebritis sebagai caleg. Tujuannya menjadikan selebritis tersebut sebagai vote getter partai dalam pemilu.12 Partai Nasdem, misalnya, tercatat sebagai partai yang paling banyak mengambil artis sebagai calon legislatifnya dalam pemilu Sejak 1999 kinerja parpol tidak kunjung menghasilkan landasan atau platform politik nasional. Kampanye lebih merupakan pameran pernak-pernik demokrasi ketimbang untuk memetakan dan menjawab persoalan bangsa. Parpol hanya memperdebatkan soal electoral threshold sebagai legitimasi kelayakan, namun minim wacana mengenai ide atau program yang hendak ditawarkan pada rakyat. Perhatian parpol pada rakyat umumnya hanya terjadi pada saat pemilu ketika mereka membutuhkan dukungan suara.
Pemilu dalam Masyarakat Plural
Mungkin bijak untuk memahami makna demokrasi dalam sebuah negara yang plural dan multikultural seperti Indonesia, dengan mengutip teori etik filsuf Jerman, Immanuel Kant yang mengingatkan, jika dalam suatu masyarakat majemuk masing-masing kelompok mengklaim kebenaran absolut agama, moralitas, atau kulturnya, yang menjadi hasil akhirnya adalah konflik. Indonesia berakar dari falsafah dan sejarah hidup bangsa. Gambaran tersebut sangat terasa dalam pilpres 2019 di mana masyarakat cenderung mengalami pembelahan sosial yang cukup tajam.
Pemilu dan Politisasi Birokrasi
Sebagai bagian dari upaya untuk mewujudkan demokrasi yang substansial, reformasi politik dan pemilu juga menuntut lahirnya reformasi birokrasi yang profesional terbebas dari pragmatisme dan kooptasi partai politik dan penguasa. Amin.16 Politisasi birokrasi makin tampak nyata dengan dijadikannya menteri-menteri, kepalakepala lembaga, kepala-kepala daerah sebagai pemenangan paslon dalam pilpres.
nama : dwizulfaindana
npm: 2256021029
Konsolidasi demokrasi di Indonesia cenderung fluktuatif dan belum berjalan secara regular karena pilar-pilar pentingnya (pemilu, partai politik, civil society, media massa) belum berfungsi efektif dan belum maksimal. Sebagai pilar penting demokrasi, pemilu diperlukan untuk suksesi kepemimpinan dan mengoreksi kinerja pemerintahan. Pemilu juga mensyaratkan unsur kejujuran, keadilan, transparansi dan akuntabilitas. Prasyarat untuk menciptakan hal tersebut memerlukan prakondisi dan komitmen semua elemen bangsa untuk mematuhi peraturan yang ada. Konsolidasi demokrasi atau proses pendalaman demokrasi akan terhambat ketika parpol melalui para elitenya dan stakeholders terkait pemilu menunjukkan perilaku yang tidak mendorong proses demokrasi. Mereka cenderung constraining dan tidak concern dengan nilai-nilai demokrasi substansial, khususnya yang terkait dengan partisipasi genuine masyarakat, kualitias kompetisi, political equality, dan peningkatan political responsiveness.
Tantangan pendalaman demokrasi semakin besar ketika kondisi sosial, ekonomi, politik dan hukum juga kurang memadai. Kondisi ini tidak hanya berpengaruh terhadap kualitas pemilu dan demokrasi, tapi juga stabilitas nasional. Apalagi ketika pemilu berlangsung di tengah keterbelahan sosial, menyeruaknya berita-berita sensasional di medsos, ujaran kebencian dan maraknya berita-berita hoax membuat hasil pemilu rentan dengan sengketa dan konflik.
Beberapa masalah yang muncul selama tahapan-tahapan pilpres tidak mendapatkan solusi yang konkrit dan memadai. Beberapa masalah seperti politisasi identitas dan sengitnya perebutan suara Muslim,dan parpol.
Sejauh ini Indonesia mampu melaksanakan pemilu yang aman dan damai. Pemilu 2019 yang kompleks, dengan tingkat kerumitan yang cukup tinggi dan hasilnya yang dipersoalkan menjadi pelajaran yang sangat berharga. Pemilu yang berkualitas memerlukan parpol dan koalisi parpol yang juga berkualitas. Ini penting karena pemilu tidak hanya merupakan sarana suksesi kepemimpinan yang aspiratif, adil dan damai, tapi juga menjadi taruhan bagi ketahanan sosial rakyat dan eksistensi NKRI. Tantangan yang cukup besar dalam menjalani pemilu serentak 2019 membuat konsolidasi demokrasi yang berkualitas sulit terbangun. Nilai-nilai demokrasi dalam pilpres tak cukup dikedepankan. Sebagai negara demokrasi nomor 4 terbesar di dunia, Indonesia tampaknya belum mampu memperlihatkan dirinya sebagai negara yang menjalankan demokrasi substantif.
npm: 2256021029
Konsolidasi demokrasi di Indonesia cenderung fluktuatif dan belum berjalan secara regular karena pilar-pilar pentingnya (pemilu, partai politik, civil society, media massa) belum berfungsi efektif dan belum maksimal. Sebagai pilar penting demokrasi, pemilu diperlukan untuk suksesi kepemimpinan dan mengoreksi kinerja pemerintahan. Pemilu juga mensyaratkan unsur kejujuran, keadilan, transparansi dan akuntabilitas. Prasyarat untuk menciptakan hal tersebut memerlukan prakondisi dan komitmen semua elemen bangsa untuk mematuhi peraturan yang ada. Konsolidasi demokrasi atau proses pendalaman demokrasi akan terhambat ketika parpol melalui para elitenya dan stakeholders terkait pemilu menunjukkan perilaku yang tidak mendorong proses demokrasi. Mereka cenderung constraining dan tidak concern dengan nilai-nilai demokrasi substansial, khususnya yang terkait dengan partisipasi genuine masyarakat, kualitias kompetisi, political equality, dan peningkatan political responsiveness.
Tantangan pendalaman demokrasi semakin besar ketika kondisi sosial, ekonomi, politik dan hukum juga kurang memadai. Kondisi ini tidak hanya berpengaruh terhadap kualitas pemilu dan demokrasi, tapi juga stabilitas nasional. Apalagi ketika pemilu berlangsung di tengah keterbelahan sosial, menyeruaknya berita-berita sensasional di medsos, ujaran kebencian dan maraknya berita-berita hoax membuat hasil pemilu rentan dengan sengketa dan konflik.
Beberapa masalah yang muncul selama tahapan-tahapan pilpres tidak mendapatkan solusi yang konkrit dan memadai. Beberapa masalah seperti politisasi identitas dan sengitnya perebutan suara Muslim,dan parpol.
Sejauh ini Indonesia mampu melaksanakan pemilu yang aman dan damai. Pemilu 2019 yang kompleks, dengan tingkat kerumitan yang cukup tinggi dan hasilnya yang dipersoalkan menjadi pelajaran yang sangat berharga. Pemilu yang berkualitas memerlukan parpol dan koalisi parpol yang juga berkualitas. Ini penting karena pemilu tidak hanya merupakan sarana suksesi kepemimpinan yang aspiratif, adil dan damai, tapi juga menjadi taruhan bagi ketahanan sosial rakyat dan eksistensi NKRI. Tantangan yang cukup besar dalam menjalani pemilu serentak 2019 membuat konsolidasi demokrasi yang berkualitas sulit terbangun. Nilai-nilai demokrasi dalam pilpres tak cukup dikedepankan. Sebagai negara demokrasi nomor 4 terbesar di dunia, Indonesia tampaknya belum mampu memperlihatkan dirinya sebagai negara yang menjalankan demokrasi substantif.
Nama : Ridho Pratama
NPM : 2256021023
Pendalaman demokrasi bisa berasal dari negara dan bisa pula dari masyarakat. Dari sisi negara, pendalaman demokrasi dapat bermakna, pertama, pengembangan pelembagaan mekanisme penciptaan kepercayaan semua aktor politik seperti masyarakat sipil, partai politik dan birokrasi (state apparatus). Kedua, pengembangan penguatan kapasitas administratif teknokratik yang menyertai pelembagaan yang telah dibentuk. Pendalaman demokrasi juga dapat dipandang sebagai upaya untuk merealisasikan pemerintahan yang efektif. Menurut Migdal (1988), negara dan masyarakat seharusnya saling bersinergi sehingga bisa saling memperkuat perannya masing-masing. Dengan kapasitasnya tersebut negara diharapkan mampu melakukan penetrasi ke dalam masyarakat, mengatur relasi sosial, mengambil sumber daya dan mengelolanya.
Sejak era reformasi masalah reformasi birokrasi dan demokrasi di Indonesia telah menjadi isu sentral dan perdebatan publik. Krusialnya isu reformasi birokrasi ini tidak dapat dilepaskan dari tuntutan rakyat yang semakin kuat agar birokrasi menjadi ‘abdi rakyat’. Adalah sulit diingkari bahwa kualitas birokrasi yang buruk menjadi salah satu sumber keterbelakangan Indonesia. Selain infrastruktur dan korupsi, birokrasi telah menjadi salah satu penghambat pembangunan.
NPM : 2256021023
Pendalaman demokrasi bisa berasal dari negara dan bisa pula dari masyarakat. Dari sisi negara, pendalaman demokrasi dapat bermakna, pertama, pengembangan pelembagaan mekanisme penciptaan kepercayaan semua aktor politik seperti masyarakat sipil, partai politik dan birokrasi (state apparatus). Kedua, pengembangan penguatan kapasitas administratif teknokratik yang menyertai pelembagaan yang telah dibentuk. Pendalaman demokrasi juga dapat dipandang sebagai upaya untuk merealisasikan pemerintahan yang efektif. Menurut Migdal (1988), negara dan masyarakat seharusnya saling bersinergi sehingga bisa saling memperkuat perannya masing-masing. Dengan kapasitasnya tersebut negara diharapkan mampu melakukan penetrasi ke dalam masyarakat, mengatur relasi sosial, mengambil sumber daya dan mengelolanya.
Sejak era reformasi masalah reformasi birokrasi dan demokrasi di Indonesia telah menjadi isu sentral dan perdebatan publik. Krusialnya isu reformasi birokrasi ini tidak dapat dilepaskan dari tuntutan rakyat yang semakin kuat agar birokrasi menjadi ‘abdi rakyat’. Adalah sulit diingkari bahwa kualitas birokrasi yang buruk menjadi salah satu sumber keterbelakangan Indonesia. Selain infrastruktur dan korupsi, birokrasi telah menjadi salah satu penghambat pembangunan.
Nama : M. Alqawiyy Putra
NPM : 2256021012
REG : M
Etnosentrisme semakin berkembang, bahkan didukung oleh kebijakan negara yang mengembangkan otonomi daerah dan pemekaran daerah. Semangat otonomi daerah dan pemekaran wilayah berjalan beriringan dengan menguatnya etnosentrisme. Misalnya, setiap provinsi dan kabupaten ingin mendirikan sekolah sendiri, baik di tingkat SD, SMP, atau bahkan perguruan tinggi. Siswa dan bahkan siswa yang melakukan latihan berasal dari bidang yang sama dan juga memiliki latar belakang budaya yang sama. Dalam jangka panjang tidak menutup kemungkinan akan membatasi pengertian integrasi nasional, karena integrasi cenderung lebih didasarkan pada faktor etnis dan kedaerahan saja. Pendirian sekolah di setiap daerah tidak berfungsi untuk mencerdaskan anak-anak masyarakat di daerah tersebut, tetapi untuk mengamankan aset daerah dan meningkatkan pendapatan daerah.
Bahkan demokrasi pemerintahan yang seharusnya menjadi wadah penyatuan budaya dan suku bangsa, kini menghadapi bahaya bahwa setiap daerah menuntut jabatan birokratis bagi putra-putri daerahnya sendiri. Sikap ini barangkali bukan tanpa alasan, karena sentralisme politik Orde Baru telah lama menjadikan birokrasi hanya sebagai alat pemerintahan pusat, bukan mekanisme pengaturan hubungan sosial-negara. Birokrasi pemerintahan daerah tidak mempertimbangkan kepentingan daerah, tetapi berperan sebagai pelaksana kepentingan pusat daerah. Daerah seolah-olah memerah susu sapi untuk pusat dan birokrasi daerah menjadi pemerah susu bukan untuk daerah tetapi untuk pusat. Namun, kondisi ini tidak boleh diperlakukan seolah-olah birokrasi negara hanya melayani kepentingan daerah, bahkan bukan sebagai perantara antara kepentingan masyarakat dan negara, atau sebagai mekanisme untuk menghubungkan kepentingan daerah dengan kepentingan nasional. Ketika penyempitan aktivitas birokrasi ini terjadi, tidak hanya politik nasional yang terpapar risiko politik identitas, tetapi juga birokrasi.
Berdasarkan uraian tersebut, penting untuk menggunakan konsep integrasi nasional sebagai strategi kebudayaan bangsa Indonesia yang telah berusia lebih dari enam dekade. Strategi budaya dalam hal ini mengacu pada kekuatan budaya, berdasarkan kedekatan para pelaku budaya dan pandangan hidup mereka dalam kaitannya dengan kompleksitas budaya yang mereka perjuangkan. Oleh karena itu, pengembangan konsep integrasi nasional sebagai strategi kebudayaan Indonesia pada hakekatnya memadukan visi dan misi antara keragaman kepentingan dan identitas setiap anggota masyarakat dengan latar belakang budaya yang kompleks.
NPM : 2256021012
REG : M
Etnosentrisme semakin berkembang, bahkan didukung oleh kebijakan negara yang mengembangkan otonomi daerah dan pemekaran daerah. Semangat otonomi daerah dan pemekaran wilayah berjalan beriringan dengan menguatnya etnosentrisme. Misalnya, setiap provinsi dan kabupaten ingin mendirikan sekolah sendiri, baik di tingkat SD, SMP, atau bahkan perguruan tinggi. Siswa dan bahkan siswa yang melakukan latihan berasal dari bidang yang sama dan juga memiliki latar belakang budaya yang sama. Dalam jangka panjang tidak menutup kemungkinan akan membatasi pengertian integrasi nasional, karena integrasi cenderung lebih didasarkan pada faktor etnis dan kedaerahan saja. Pendirian sekolah di setiap daerah tidak berfungsi untuk mencerdaskan anak-anak masyarakat di daerah tersebut, tetapi untuk mengamankan aset daerah dan meningkatkan pendapatan daerah.
Bahkan demokrasi pemerintahan yang seharusnya menjadi wadah penyatuan budaya dan suku bangsa, kini menghadapi bahaya bahwa setiap daerah menuntut jabatan birokratis bagi putra-putri daerahnya sendiri. Sikap ini barangkali bukan tanpa alasan, karena sentralisme politik Orde Baru telah lama menjadikan birokrasi hanya sebagai alat pemerintahan pusat, bukan mekanisme pengaturan hubungan sosial-negara. Birokrasi pemerintahan daerah tidak mempertimbangkan kepentingan daerah, tetapi berperan sebagai pelaksana kepentingan pusat daerah. Daerah seolah-olah memerah susu sapi untuk pusat dan birokrasi daerah menjadi pemerah susu bukan untuk daerah tetapi untuk pusat. Namun, kondisi ini tidak boleh diperlakukan seolah-olah birokrasi negara hanya melayani kepentingan daerah, bahkan bukan sebagai perantara antara kepentingan masyarakat dan negara, atau sebagai mekanisme untuk menghubungkan kepentingan daerah dengan kepentingan nasional. Ketika penyempitan aktivitas birokrasi ini terjadi, tidak hanya politik nasional yang terpapar risiko politik identitas, tetapi juga birokrasi.
Berdasarkan uraian tersebut, penting untuk menggunakan konsep integrasi nasional sebagai strategi kebudayaan bangsa Indonesia yang telah berusia lebih dari enam dekade. Strategi budaya dalam hal ini mengacu pada kekuatan budaya, berdasarkan kedekatan para pelaku budaya dan pandangan hidup mereka dalam kaitannya dengan kompleksitas budaya yang mereka perjuangkan. Oleh karena itu, pengembangan konsep integrasi nasional sebagai strategi kebudayaan Indonesia pada hakekatnya memadukan visi dan misi antara keragaman kepentingan dan identitas setiap anggota masyarakat dengan latar belakang budaya yang kompleks.
Rendi Syaputra
2256021016
Reg M
Menggambarkan betapa pentingnya integrasi nasional dalam menangani masalah etnosentris di Indonesia. Etnosentris merupakan pandangan yang memprioritaskan kepentingan suatu kelompok atau suku tertentu di atas kepentingan masyarakat secara umum. Etnosentris dapat menjadi ancaman bagi kesatuan dan keutuhan bangsa serta dapat memicu konflik antar kelompok dan memperburuk situasi sosial-politik.
Di Indonesia, integrasi nasional memegang peran penting sebagai langkah pencegah etnosentrisme. Integrasi nasional merupakan usaha untuk mempersatukan seluruh unsur bangsa Indonesia dengan mengedepankan kepentingan bersama di atas kepentingan kelompok atau suku tertentu. Integrasi nasional juga bertujuan untuk memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa serta menghargai keragaman budaya, suku, dan agama yang ada di Indonesia.
Dalam penelitian ini, kemungkinan analisis yang akan dijalankan adalah menjelaskan bagaimana integrasi nasional dapat menjadi langkah pencegah etnosentrisme di Indonesia. Analisis tersebut dapat membahas berbagai upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat dalam meningkatkan integrasi nasional serta bagaimana upaya tersebut dapat membantu mengurangi etnosentrisme di Indonesia.
2256021016
Reg M
Menggambarkan betapa pentingnya integrasi nasional dalam menangani masalah etnosentris di Indonesia. Etnosentris merupakan pandangan yang memprioritaskan kepentingan suatu kelompok atau suku tertentu di atas kepentingan masyarakat secara umum. Etnosentris dapat menjadi ancaman bagi kesatuan dan keutuhan bangsa serta dapat memicu konflik antar kelompok dan memperburuk situasi sosial-politik.
Di Indonesia, integrasi nasional memegang peran penting sebagai langkah pencegah etnosentrisme. Integrasi nasional merupakan usaha untuk mempersatukan seluruh unsur bangsa Indonesia dengan mengedepankan kepentingan bersama di atas kepentingan kelompok atau suku tertentu. Integrasi nasional juga bertujuan untuk memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa serta menghargai keragaman budaya, suku, dan agama yang ada di Indonesia.
Dalam penelitian ini, kemungkinan analisis yang akan dijalankan adalah menjelaskan bagaimana integrasi nasional dapat menjadi langkah pencegah etnosentrisme di Indonesia. Analisis tersebut dapat membahas berbagai upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat dalam meningkatkan integrasi nasional serta bagaimana upaya tersebut dapat membantu mengurangi etnosentrisme di Indonesia.
Nama : Rifat Najmi
NPM : 2256021031
Kelas : Reg M
demokrasi merupakan sistem pemerintahan yang mengizinkan dan memberi hak kebebasan kepada warga negaranya untuk berpendapat dan turut serta dalam pengambilan keputusan di pemerintahan.Presiden Amerika Serikat ke-16, Abraham Lincoln, atau yang dikenal juga sebagai bapak demokrasi menjelaskan bahwa demokrasi adalah sistem pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Pandangan Lincoln menekankan bahwa rakyat memiliki kebebasan dalam berbagai lini kehidupan, termasuk aktivitas politik.
Pemilihan adalah cara dan motivasi terbaik bagi rakyat untuk menyampaikan keinginan politik mereka. Keberhasilan pemilihan dan pelembagaan sistem demokrasi mengharuskan negara untuk mengelola politik dan kemampuan pemerintah untuk mengelola politik dan pemerintah sesuai dengan tugas pendiri nasional. Pemilihan 2019 adalah pemilihan kelima setelah komando baru, dan ini juga pertama kalinya pemilihan legislatif dan presiden diadakan pada saat yang sama. Hasil Ulama Ijtima yang dianggap kontroversial menerima sanggahan dari kelompok Muslim lainnya karena dianggap tidak mewakili para sarjana lain. Partai politik memiliki peran penting dalam pengembangan demokrasi di Indonesia.
NPM : 2256021031
Kelas : Reg M
demokrasi merupakan sistem pemerintahan yang mengizinkan dan memberi hak kebebasan kepada warga negaranya untuk berpendapat dan turut serta dalam pengambilan keputusan di pemerintahan.Presiden Amerika Serikat ke-16, Abraham Lincoln, atau yang dikenal juga sebagai bapak demokrasi menjelaskan bahwa demokrasi adalah sistem pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Pandangan Lincoln menekankan bahwa rakyat memiliki kebebasan dalam berbagai lini kehidupan, termasuk aktivitas politik.
Pemilihan adalah cara dan motivasi terbaik bagi rakyat untuk menyampaikan keinginan politik mereka. Keberhasilan pemilihan dan pelembagaan sistem demokrasi mengharuskan negara untuk mengelola politik dan kemampuan pemerintah untuk mengelola politik dan pemerintah sesuai dengan tugas pendiri nasional. Pemilihan 2019 adalah pemilihan kelima setelah komando baru, dan ini juga pertama kalinya pemilihan legislatif dan presiden diadakan pada saat yang sama. Hasil Ulama Ijtima yang dianggap kontroversial menerima sanggahan dari kelompok Muslim lainnya karena dianggap tidak mewakili para sarjana lain. Partai politik memiliki peran penting dalam pengembangan demokrasi di Indonesia.
Nama : Doni armendo
NPM : 2256021025
kelas : req M
Konsolidasi demokrasi di Indonesia cenderung fluktuatif dan belum berjalan secara regular karena pilar-pilar pentingnya (pemilu, partai politik, civil society, media massa) belum berfungsi efektif dan belum maksimal. Sebagai pilar penting demokrasi, pemilu diperlukan untuk suksesi kepemimpinan dan mengoreksi kinerja pemerintahan. Pemilu juga mensyaratkan unsur kejujuran, keadilan, transparansi dan akuntabilitas. Prasyarat untuk menciptakan hal tersebut memerlukan prakondisi dan komitmen semua elemen bangsa untuk mematuhi peraturan yang ada. Konsolidasi demokrasi atau proses pendalaman demokrasi akan terhambat ketika parpol melalui para elitenya dan stakeholders terkait pemilu menunjukkan perilaku yang tidak mendorong proses demokrasi. Mereka cenderung constraining dan tidak concern dengan nilai-nilai demokrasi substansial, khususnya yang terkait dengan partisipasi genuine masyarakat, kualitias kompetisi, political equality, dan peningkatan political responsiveness.
Tantangan pendalaman demokrasi semakin besar ketika kondisi sosial, ekonomi, politik dan hukum juga kurang memadai. Kondisi ini tidak hanya berpengaruh terhadap kualitas pemilu dan demokrasi, tapi juga stabilitas nasional. Apalagi ketika pemilu berlangsung di tengah keterbelahan sosial, menyeruaknya berita-berita sensasional di medsos, ujaran kebencian dan maraknya berita-berita hoax membuat hasil pemilu rentan dengan sengketa dan konflik.
NPM : 2256021025
kelas : req M
Konsolidasi demokrasi di Indonesia cenderung fluktuatif dan belum berjalan secara regular karena pilar-pilar pentingnya (pemilu, partai politik, civil society, media massa) belum berfungsi efektif dan belum maksimal. Sebagai pilar penting demokrasi, pemilu diperlukan untuk suksesi kepemimpinan dan mengoreksi kinerja pemerintahan. Pemilu juga mensyaratkan unsur kejujuran, keadilan, transparansi dan akuntabilitas. Prasyarat untuk menciptakan hal tersebut memerlukan prakondisi dan komitmen semua elemen bangsa untuk mematuhi peraturan yang ada. Konsolidasi demokrasi atau proses pendalaman demokrasi akan terhambat ketika parpol melalui para elitenya dan stakeholders terkait pemilu menunjukkan perilaku yang tidak mendorong proses demokrasi. Mereka cenderung constraining dan tidak concern dengan nilai-nilai demokrasi substansial, khususnya yang terkait dengan partisipasi genuine masyarakat, kualitias kompetisi, political equality, dan peningkatan political responsiveness.
Tantangan pendalaman demokrasi semakin besar ketika kondisi sosial, ekonomi, politik dan hukum juga kurang memadai. Kondisi ini tidak hanya berpengaruh terhadap kualitas pemilu dan demokrasi, tapi juga stabilitas nasional. Apalagi ketika pemilu berlangsung di tengah keterbelahan sosial, menyeruaknya berita-berita sensasional di medsos, ujaran kebencian dan maraknya berita-berita hoax membuat hasil pemilu rentan dengan sengketa dan konflik.
Ricky Hermawan
2256021033
Reg M
Hasil analisis
Pemilihan presiden 2019 di Indonesia dianggap sebagai peristiwa penting dan bersejarah dalam sejarah politik Indonesia karena diharapkan dapat membawa Indonesia ke tingkat yang lebih tinggi dalam hal demokrasi. Namun, masih terdapat tantangan dalam pelaksanaannya seperti rendahnya partisipasi masyarakat, ketimpangan akses informasi, dan politik uang. Partai politik sebagai peserta utama pemilihan dapat memainkan fungsinya sebagai penyedia pemimpin dan kader potensial, namun ketika fungsi partai politik bukanlah periode terbaik, proses konsolidasi demokratis akan terhambat. Lembaga birokrasi juga menjadi salah satu hambatan untuk pembangunan dan tantangan yang dihadapi dalam partisipasi masyarakat.
Namun, upaya dilakukan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat melalui kampanye sosialisasi, pendidikan pemilih, dan pembangunan kesadaran politik masyarakat. Lembaga penyelenggara pemilu, seperti KPU dan Bawaslu, memiliki peran penting dalam menggalang partisipasi masyarakat dan memfasilitasi pelaksanaan pemilu secara adil dan transparan. Meskipun masih ada tantangan dan hambatan, upaya dilakukan untuk meningkatkan transparansi, akuntabilitas, dan integritas dalam pemilihan presiden, serta mengidentifikasi area yang masih perlu diperbaiki untuk menghadapi tantangan di masa depan.
2256021033
Reg M
Hasil analisis
Pemilihan presiden 2019 di Indonesia dianggap sebagai peristiwa penting dan bersejarah dalam sejarah politik Indonesia karena diharapkan dapat membawa Indonesia ke tingkat yang lebih tinggi dalam hal demokrasi. Namun, masih terdapat tantangan dalam pelaksanaannya seperti rendahnya partisipasi masyarakat, ketimpangan akses informasi, dan politik uang. Partai politik sebagai peserta utama pemilihan dapat memainkan fungsinya sebagai penyedia pemimpin dan kader potensial, namun ketika fungsi partai politik bukanlah periode terbaik, proses konsolidasi demokratis akan terhambat. Lembaga birokrasi juga menjadi salah satu hambatan untuk pembangunan dan tantangan yang dihadapi dalam partisipasi masyarakat.
Namun, upaya dilakukan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat melalui kampanye sosialisasi, pendidikan pemilih, dan pembangunan kesadaran politik masyarakat. Lembaga penyelenggara pemilu, seperti KPU dan Bawaslu, memiliki peran penting dalam menggalang partisipasi masyarakat dan memfasilitasi pelaksanaan pemilu secara adil dan transparan. Meskipun masih ada tantangan dan hambatan, upaya dilakukan untuk meningkatkan transparansi, akuntabilitas, dan integritas dalam pemilihan presiden, serta mengidentifikasi area yang masih perlu diperbaiki untuk menghadapi tantangan di masa depan.
Nama: Kholifatul Istiana
Npm: 2256021026
Kelas: Regular Mandiri
Dari jurnal tersebut, hasil analisis saya adalah
demokrasi di Indonesia sangat bervariasi dan tidak berjalan secara konsisten karena tokoh utamanya (pemilu, partai politik, masyarakat sipil, media) tidak berjalan efektif dan optimal. Sebagai tokoh penting demokrasi, pemilu diperlukan untuk memastikan suksesi di puncak dan berfungsinya pemerintahan dengan baik. Pemilu juga mensyaratkan kejujuran, keadilan, transparansi, dan akuntabilitas. Syarat pembentukannya membutuhkan prasyarat dan komitmen seluruh pelaku di negaranya untuk mematuhi peraturan yang berlaku. Konsolidasi demokrasi atau perkembangannya yang luas terhambat oleh fakta bahwa partai politik, melalui elit dan aktor yang terkait dengan pemilu, mengadopsi perilaku yang tidak menguntungkan bagi kemajuan proses demokrasi. Mereka cenderung terbatas dan acuh tak acuh terhadap nilai-nilai inti demokrasi, terutama yang terkait dengan partisipasi warga negara yang murni, fitur kompetitif, kesetaraan politik, dan pemberdayaan akuntabilitas politik. Tantangan pemahaman demokrasi menjadi lebih besar ketika kerangka sosial, ekonomi, politik dan hukum masih belum memadai. Akibatnya akan menganggu kualitas pemilu, demokrasi, dan stabilitas nasional. Pemili berlangsubv dengan latar belakang isu yang belum benar faktanya. Beberapa hal seperti politisasi identitas dan perebutan suara umat Islam, isu partai politik dan segala sesuatu yang berkaitan dengan pemilu tidak efektif dan perannya tidak maksimal tidak bisa beradaptasi dengan keragaman masyarakat, kepadatan politik dan birokrasi merupakan tugas yang harus segera dilakukan. Menumbuhkan rasa saling percaya antara penyelenggara pemilu, partai politik, dan masyarakat merupakan prasyarat terpenting untuk membangun demokrasi yang berkualitas serta tercapainya stabilitas politik dan keamanan di masyarakat.
Pemilihan yang berkualitas membutuhkan partai politik dan koalisi partai yang berkualitas. Hal ini sangat penting karena pemilu bukan hanya sebagai instrumen perjuangan kekuasaan yang sah dan damai, tetapi juga untuk jaminan sosial rakyat dan kelangsungan negara kesatuan Republik Indonesia.
Npm: 2256021026
Kelas: Regular Mandiri
Dari jurnal tersebut, hasil analisis saya adalah
demokrasi di Indonesia sangat bervariasi dan tidak berjalan secara konsisten karena tokoh utamanya (pemilu, partai politik, masyarakat sipil, media) tidak berjalan efektif dan optimal. Sebagai tokoh penting demokrasi, pemilu diperlukan untuk memastikan suksesi di puncak dan berfungsinya pemerintahan dengan baik. Pemilu juga mensyaratkan kejujuran, keadilan, transparansi, dan akuntabilitas. Syarat pembentukannya membutuhkan prasyarat dan komitmen seluruh pelaku di negaranya untuk mematuhi peraturan yang berlaku. Konsolidasi demokrasi atau perkembangannya yang luas terhambat oleh fakta bahwa partai politik, melalui elit dan aktor yang terkait dengan pemilu, mengadopsi perilaku yang tidak menguntungkan bagi kemajuan proses demokrasi. Mereka cenderung terbatas dan acuh tak acuh terhadap nilai-nilai inti demokrasi, terutama yang terkait dengan partisipasi warga negara yang murni, fitur kompetitif, kesetaraan politik, dan pemberdayaan akuntabilitas politik. Tantangan pemahaman demokrasi menjadi lebih besar ketika kerangka sosial, ekonomi, politik dan hukum masih belum memadai. Akibatnya akan menganggu kualitas pemilu, demokrasi, dan stabilitas nasional. Pemili berlangsubv dengan latar belakang isu yang belum benar faktanya. Beberapa hal seperti politisasi identitas dan perebutan suara umat Islam, isu partai politik dan segala sesuatu yang berkaitan dengan pemilu tidak efektif dan perannya tidak maksimal tidak bisa beradaptasi dengan keragaman masyarakat, kepadatan politik dan birokrasi merupakan tugas yang harus segera dilakukan. Menumbuhkan rasa saling percaya antara penyelenggara pemilu, partai politik, dan masyarakat merupakan prasyarat terpenting untuk membangun demokrasi yang berkualitas serta tercapainya stabilitas politik dan keamanan di masyarakat.
Pemilihan yang berkualitas membutuhkan partai politik dan koalisi partai yang berkualitas. Hal ini sangat penting karena pemilu bukan hanya sebagai instrumen perjuangan kekuasaan yang sah dan damai, tetapi juga untuk jaminan sosial rakyat dan kelangsungan negara kesatuan Republik Indonesia.
NAMA:FATURRAHMAN ALAM
NPM:2256021018
KELAS:reg M
ANALISIS JURNAL
Demokrasi secara sederhana dapat dimaknai sebagai ‘pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat’. Namun, untuk mewujudkan makna tersebut tidaklah mudah karena demokrasi memerlukan proses panjang dan tahapan-tahapan penting yang harus dilalui, seperti proses konsolidasi demokrasi.Dalam konteks Indonesia, proses demokrasi yang berlangsung dipengaruhi beberapa faktor,misalnya budaya politik, perilaku aktor dan kekuatan-kekuatan politik. Proses demokrasi tersebut berlangsung relatif dinamis, khususnya sejak Pemilu 1999.
Secara umum bila demokrasi dimaknai sebagai pemberdayaan rakyat, suatu sistem politik yang demokratis seharusnya dapat menjamin warga masyarakat yang kurang beruntung melalui setiap kebijakan publiknya.Pendalaman demokrasi bisa berasal dari negara dan bisa pula dari masyarakat. Dari sisi negara, pendalaman demokrasi dapat bermakna, pertama, pengembangan pelembagaan mekanisme penciptaan kepercayaan semua aktor politik seperti masyarakat sipil, partai politik dan birokrasi (state apparatus).
Tantangan pendalaman demokrasi semakin besar ketika kondisi sosial, ekonomi, politik dan hukum juga kurang memadai. Kondisi ini tidak hanya berpengaruh terhadap kualitas pemilu dan demokrasi, tapi juga stabilitas nasional. Apalagi ketika pemilu berlangsung di tengah keterbelahan sosial, menyeruaknya berita-berita sensasional di medsos, ujaran kebencian dan maraknya berita-berita hoax membuat hasil pemilu rentan dengan sengketa dan konflik.
NPM:2256021018
KELAS:reg M
ANALISIS JURNAL
Demokrasi secara sederhana dapat dimaknai sebagai ‘pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat’. Namun, untuk mewujudkan makna tersebut tidaklah mudah karena demokrasi memerlukan proses panjang dan tahapan-tahapan penting yang harus dilalui, seperti proses konsolidasi demokrasi.Dalam konteks Indonesia, proses demokrasi yang berlangsung dipengaruhi beberapa faktor,misalnya budaya politik, perilaku aktor dan kekuatan-kekuatan politik. Proses demokrasi tersebut berlangsung relatif dinamis, khususnya sejak Pemilu 1999.
Secara umum bila demokrasi dimaknai sebagai pemberdayaan rakyat, suatu sistem politik yang demokratis seharusnya dapat menjamin warga masyarakat yang kurang beruntung melalui setiap kebijakan publiknya.Pendalaman demokrasi bisa berasal dari negara dan bisa pula dari masyarakat. Dari sisi negara, pendalaman demokrasi dapat bermakna, pertama, pengembangan pelembagaan mekanisme penciptaan kepercayaan semua aktor politik seperti masyarakat sipil, partai politik dan birokrasi (state apparatus).
Tantangan pendalaman demokrasi semakin besar ketika kondisi sosial, ekonomi, politik dan hukum juga kurang memadai. Kondisi ini tidak hanya berpengaruh terhadap kualitas pemilu dan demokrasi, tapi juga stabilitas nasional. Apalagi ketika pemilu berlangsung di tengah keterbelahan sosial, menyeruaknya berita-berita sensasional di medsos, ujaran kebencian dan maraknya berita-berita hoax membuat hasil pemilu rentan dengan sengketa dan konflik.
NAMA : GARNIS EKA PUTRI
NPM : 2256021024
KELAS : REG M
Hasil Analisis Jurnal.
Pemilihan umum serentak (pemilu serentak) yang diselenggarakan tahun 2019 di Indonesia merupakan pemilu pertama di mana pemilihan presiden dan wakil presiden (pilpres) dilaksanakan bersamaan dengan pemilihan anggota legislatif (pileg). Oleh karena itu, menarik untuk melihat dinamika sosial politik yang terjadi pra-pemilu 2019.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pemilu Serentak 2019 membawa harapan terjadinya coattail effect, sehingga terjadi peningkatan dukungan politik di legislatif terhadap pemerintahan yang terpilih nantinya. Hal ini menunjukkan terjadinya penguatan terhadap sistem presidensial karena dukungan memadai di legislatif.
Sejak era Reformasi, Indonesia sudah menggelar empat kali pemilu. Tetapi, pemilu ke lima tahun 2019, khususnya, pemilu presiden (pilpres) memiliki konstelasi politik yang lebih menyita perhatian publik.Sebagaimana diketahui, untuk kedua kalinya Joko Widodo (Jokowi) kembali berhadapan dengan Prabowo Subianto, head to head, untuk memperebutkan kursi presiden.
Demokrasi secara sederhana dapat dimaknai sebagai ‘pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat’. Namun, untuk mewujudkan makna tersebut tidaklah mudah karena demokrasi memerlukan proses panjang dan tahapan-tahapan penting yang harus dilalui, seperti proses konsolidasi demokrasi. Seperti dikatakan Laurence Whitehead (1989), konsolidasi demokrasi merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan secara prinsip komitmen seluruh lapisan masyarakat pada aturan main demokrasi. Ia tidak hanya merupakan proses politik yang terjadi pada level prosedural lembaga-lembaga politik, tetapi juga pada level masyarakat.
Dalam konteks Indonesia, proses demokrasi yang berlangsung dipengaruhi beberapa faktor,misalnya budaya politik, perilaku aktor dan kekuatan-kekuatan politik. Proses demokrasi (demokratisasi) tersebut berlangsung relatif dinamis, khususnya sejak Pemilu 1999. Dinamikanya, bahkan, semakin pesat dan semarak setelah dilaksanakannya pemilu presiden secara langsung sejak 2004 dan pemilihan kepala daerah (pilkada) secara langsung sejak 2005.
Pelaksanaan pilpres pada dasarnya juga merupakan tindak lanjut perwujudan prinsip- prinsip demokrasi yang meliputi jaminan atas prinsip-prinsip kebebasan individu dan persamaan, khususnya dalam hak politik. Dalam konteks ini, pilpres langsung dapat dikategorikan sebagai proses demokrasi formal yang merupakan tindak lanjut jaminan terhadap hak-hak politik tersebut. Oleh karena itu, dalam studi ini pilpres dilihat bukan hanya sebatas pesta demokrasi semata, melainkan juga sebagai instrumen proses pendalaman demokrasi di tingkat nasional.
Pendalaman demokrasi juga dapat dipandang sebagai upaya untuk merealisasikan pemerintahan yang efektif. Menurut Migdal (1988), negara dan masyarakat seharusnya saling bersinergi sehingga bisa saling memperkuat perannya masing-masing. Dengan kapasitasnya tersebut negara diharapkan mampu melakukan penetrasi ke dalam masyarakat, mengatur relasi sosial, mengambil sumber daya dan mengelolanya. Selain itu, negara juga harus mampu memberdayakan masyarakat untuk terlibat aktif dalam proses kehidupan berbangsa dan bernegara, terutama dalam kontrol sosial. Berhasil tidaknya kontrol sosial ini akan mencerminkan kuat tidaknya peran negara. Negara yang kuat, menurut Migdal (1988), adalah yang mampu melakukan ketiga fungsi dasar tersebut.
Dinamika politik menjelang pemilu 2019cenderung memanas, terutama terkait tuduhan kecurangan. Hingga 20 April 2019 Badan Pemenangan Nasional (BPN) Capres/ Cawapres Prabowo Subianto-Sandiaga Salahudin Uno, misalnya, secara resmi telah melaporkan sekitar 1.200 daftar sementara kecurangan Pilpres 2019 kepada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Hal yang sama juga terjadi diTim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma’ruf Amin yang juga menerima 14.843 laporan dugaan pelanggaran atau kecurangan yang menguntungkan paslon Prabowo-Sandiaga.
Sebagai pilar utama demokrasi, pemilu merupakan sarana dan momentum terbaik bagi rakyat, khususnya, untuk menyalurkan aspirasi politiknya, memilih wakil-wakil terbaiknya di lembaga legislatif dan presiden/wakil presidennya secara damai. Keberhasilan penyelenggaraan pemilu (pemilu legislatif, pemilihan kepala daerah dan pemilihan presiden) dan pelembagaan sistem demokrasi mensyaratkan kemampuan bangsa untuk mengelola politik dan pemerintahan sesuai amanat para pendiri bangsa.
Pemilu serentak 2019 tak lepas dari isu politisasi identitas dan agama. Fenomena politisasi identitas dan agama juga diwarnai dengan berebut suara muslim.7 Munculnya sejumlah isu yang oleh sebagian umat Islam dipandang merugikan mereka pada akhirnya melahirkan gerakan ijtima’ulama untuk mengusung pasangan calon (paslon) presiden dan wakil presiden. hasil ijtima’, -yang di dalamnya terdapat representasi ulama sebagai penantang petahana- merekomendasikan Prabowo untuk memilih cawapres yang berasal dari kalangan ulama (pasangan capres-cawapres bertipe nasionalis- agamis).
Dalam konteks pilpres 2019 tampaknya tidak semua pihak menyadari pentingnya nilai- nilai budaya sendiri sebagai perisai ketahanan sosial bangsa di mana empat pilar kebangsaan Indonesia (yaitu Pancasila, UUD NRI 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika) berakar dari falsafah dan sejarah hidup bangsa. Gambaran tersebut sangat terasa dalam pilpres 2019 di mana masyarakat cenderung mengalami pembelahan sosial yang cukup tajam. Penggunaan istilah “cebong” sebagai julukan pendukung Jokowi dan “kampret” sebagai julukan pendukung Prabowo bertentangan dengan nilai-nilai luhur bangsa. Demikian juga dengan penggunaan politisasi identitas (SARA).
NPM : 2256021024
KELAS : REG M
Hasil Analisis Jurnal.
Pemilihan umum serentak (pemilu serentak) yang diselenggarakan tahun 2019 di Indonesia merupakan pemilu pertama di mana pemilihan presiden dan wakil presiden (pilpres) dilaksanakan bersamaan dengan pemilihan anggota legislatif (pileg). Oleh karena itu, menarik untuk melihat dinamika sosial politik yang terjadi pra-pemilu 2019.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pemilu Serentak 2019 membawa harapan terjadinya coattail effect, sehingga terjadi peningkatan dukungan politik di legislatif terhadap pemerintahan yang terpilih nantinya. Hal ini menunjukkan terjadinya penguatan terhadap sistem presidensial karena dukungan memadai di legislatif.
Sejak era Reformasi, Indonesia sudah menggelar empat kali pemilu. Tetapi, pemilu ke lima tahun 2019, khususnya, pemilu presiden (pilpres) memiliki konstelasi politik yang lebih menyita perhatian publik.Sebagaimana diketahui, untuk kedua kalinya Joko Widodo (Jokowi) kembali berhadapan dengan Prabowo Subianto, head to head, untuk memperebutkan kursi presiden.
Demokrasi secara sederhana dapat dimaknai sebagai ‘pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat’. Namun, untuk mewujudkan makna tersebut tidaklah mudah karena demokrasi memerlukan proses panjang dan tahapan-tahapan penting yang harus dilalui, seperti proses konsolidasi demokrasi. Seperti dikatakan Laurence Whitehead (1989), konsolidasi demokrasi merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan secara prinsip komitmen seluruh lapisan masyarakat pada aturan main demokrasi. Ia tidak hanya merupakan proses politik yang terjadi pada level prosedural lembaga-lembaga politik, tetapi juga pada level masyarakat.
Dalam konteks Indonesia, proses demokrasi yang berlangsung dipengaruhi beberapa faktor,misalnya budaya politik, perilaku aktor dan kekuatan-kekuatan politik. Proses demokrasi (demokratisasi) tersebut berlangsung relatif dinamis, khususnya sejak Pemilu 1999. Dinamikanya, bahkan, semakin pesat dan semarak setelah dilaksanakannya pemilu presiden secara langsung sejak 2004 dan pemilihan kepala daerah (pilkada) secara langsung sejak 2005.
Pelaksanaan pilpres pada dasarnya juga merupakan tindak lanjut perwujudan prinsip- prinsip demokrasi yang meliputi jaminan atas prinsip-prinsip kebebasan individu dan persamaan, khususnya dalam hak politik. Dalam konteks ini, pilpres langsung dapat dikategorikan sebagai proses demokrasi formal yang merupakan tindak lanjut jaminan terhadap hak-hak politik tersebut. Oleh karena itu, dalam studi ini pilpres dilihat bukan hanya sebatas pesta demokrasi semata, melainkan juga sebagai instrumen proses pendalaman demokrasi di tingkat nasional.
Pendalaman demokrasi juga dapat dipandang sebagai upaya untuk merealisasikan pemerintahan yang efektif. Menurut Migdal (1988), negara dan masyarakat seharusnya saling bersinergi sehingga bisa saling memperkuat perannya masing-masing. Dengan kapasitasnya tersebut negara diharapkan mampu melakukan penetrasi ke dalam masyarakat, mengatur relasi sosial, mengambil sumber daya dan mengelolanya. Selain itu, negara juga harus mampu memberdayakan masyarakat untuk terlibat aktif dalam proses kehidupan berbangsa dan bernegara, terutama dalam kontrol sosial. Berhasil tidaknya kontrol sosial ini akan mencerminkan kuat tidaknya peran negara. Negara yang kuat, menurut Migdal (1988), adalah yang mampu melakukan ketiga fungsi dasar tersebut.
Dinamika politik menjelang pemilu 2019cenderung memanas, terutama terkait tuduhan kecurangan. Hingga 20 April 2019 Badan Pemenangan Nasional (BPN) Capres/ Cawapres Prabowo Subianto-Sandiaga Salahudin Uno, misalnya, secara resmi telah melaporkan sekitar 1.200 daftar sementara kecurangan Pilpres 2019 kepada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Hal yang sama juga terjadi diTim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma’ruf Amin yang juga menerima 14.843 laporan dugaan pelanggaran atau kecurangan yang menguntungkan paslon Prabowo-Sandiaga.
Sebagai pilar utama demokrasi, pemilu merupakan sarana dan momentum terbaik bagi rakyat, khususnya, untuk menyalurkan aspirasi politiknya, memilih wakil-wakil terbaiknya di lembaga legislatif dan presiden/wakil presidennya secara damai. Keberhasilan penyelenggaraan pemilu (pemilu legislatif, pemilihan kepala daerah dan pemilihan presiden) dan pelembagaan sistem demokrasi mensyaratkan kemampuan bangsa untuk mengelola politik dan pemerintahan sesuai amanat para pendiri bangsa.
Pemilu serentak 2019 tak lepas dari isu politisasi identitas dan agama. Fenomena politisasi identitas dan agama juga diwarnai dengan berebut suara muslim.7 Munculnya sejumlah isu yang oleh sebagian umat Islam dipandang merugikan mereka pada akhirnya melahirkan gerakan ijtima’ulama untuk mengusung pasangan calon (paslon) presiden dan wakil presiden. hasil ijtima’, -yang di dalamnya terdapat representasi ulama sebagai penantang petahana- merekomendasikan Prabowo untuk memilih cawapres yang berasal dari kalangan ulama (pasangan capres-cawapres bertipe nasionalis- agamis).
Dalam konteks pilpres 2019 tampaknya tidak semua pihak menyadari pentingnya nilai- nilai budaya sendiri sebagai perisai ketahanan sosial bangsa di mana empat pilar kebangsaan Indonesia (yaitu Pancasila, UUD NRI 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika) berakar dari falsafah dan sejarah hidup bangsa. Gambaran tersebut sangat terasa dalam pilpres 2019 di mana masyarakat cenderung mengalami pembelahan sosial yang cukup tajam. Penggunaan istilah “cebong” sebagai julukan pendukung Jokowi dan “kampret” sebagai julukan pendukung Prabowo bertentangan dengan nilai-nilai luhur bangsa. Demikian juga dengan penggunaan politisasi identitas (SARA).
Emmanuel Nanda Pramudia
2256021021
Reg M
Sejak era Reformasi, Indonesia sudah menggelar empat kali pemilu. Tetapi, pemilu ke lima tahun 2019, khususnya, pemilu presiden pilpres memiliki konstelasi politik yang lebih menyita perhatian publik. Sebagaimana diketahui, untuk kedua kalinya Joko Widodo Jokowi kembali berhadapan dengan Prabowo Subianto, head to head, untuk memperebutkan kursi presiden. Memanasnya kontestasi pilpres 2019 juga diwarnai dengan polarisasi politik antara kedua kubu pendukung capres. Tak ayal bara pilpres pun cenderung semakin mempertajam timbulnya pembelahan sosial dalam masyarakat. Demokrasi akan terkonsolidasi bila aktor-aktor politik, ekonomi, negara, masyarakat sipil (political society, economic society, the state, dan civil society) mampu mengedepankan tindakan demokratis sebagai alternatif utama untuk meraih kekuasaan. Pemilihan kepala daerah secara langsung merupakan terobosan penting yang dimaksudkan sebagai upaya pendalaman demokrasi (deepening democracy), yakni suatu upaya untuk mengatasi kelemahan praktek demokrasi substantif, khususnya dalam merespon tuntutan-tuntutan masyarakat lokal.
Sementara itu, proses demokrasi yang berlangsung di tingkat nasional (setelah tiga kali melaksanakan pemilu presiden langsung) menunjukkan arah yang tak mudah, khususnya dalam hal membangun kualitas pilpres dan pendalaman demokrasi (deepening democracy) atau konsolidasi demokrasi. Proses ini krusial karena semua tahapan yang dilalui dalam pilpres akan berpengaruh terhadap kualitas tata kelola pemerintahan. Secara umum bila demokrasi dimaknai sebagai pemberdayaan rakyat, suatu sistem politik yang demokratis seharusnya dapat menjamin warga masyarakat yang kurang beruntung melalui setiap kebijakan publiknya. Pelaksanaan pilpres pada dasarnya juga merupakan tindak lanjut perwujudan prinsipprinsip demokrasi yang meliputi jaminan atas prinsip-prinsip kebebasan individu dan persamaan, khususnya dalam hak politik. Dalam konteks ini, pilpres langsung dapat dikategorikan sebagai proses demokrasi formal yang merupakan tindak lanjut jaminan terhadap hak-hak politik tersebut. Oleh karena itu, dalam studi ini pilpres dilihat bukan hanya sebatas pesta demokrasi semata, melainkan juga sebagai instrumen proses pendalaman demokrasi di tingkat nasional.
Mungkin bijak untuk memahami makna demokrasi dalam sebuah negara yang plural dan multikultural seperti Indonesia, dengan mengutip teori etik filsuf Jerman, Immanuel Kant (1724- 1804) yang mengingatkan, jika dalam suatu masyarakat majemuk masing-masing kelompok mengklaim kebenaran absolut agama, moralitas, atau kulturnya, yang menjadi hasil akhirnya adalah konflik. Dalam konteks Indonesia, kiranya jelas bahwa yang dihadapi tidak hanya kemajemukan etnik dan daerah, tetapi pada saat yang bersamaan adalah `subbudaya etnik dan daerah` yang majemuk pula. Terbukanya ruang kebebasan membuat politisi bukan satu-satunya aktor yang menjalankan fungsi artikulasi dan agregasi kepentingan rakyat karena setelah era Reformasi bermunculan lembaga-lembaga pengawas extra parlementer yang juga melibatkan diri dalam fungsi artikulatif dan pengawasan terhadap pemerintahan. Dengan demikian, proses liberalisasi politik tidak hanya memunculkan CSO, tetapi juga menghadirkan media-media – baik media cetak maupun elektronik – yang semakin bebas dan berani dalam mengawasi penyelenggaraan pemerintahan.
2256021021
Reg M
Sejak era Reformasi, Indonesia sudah menggelar empat kali pemilu. Tetapi, pemilu ke lima tahun 2019, khususnya, pemilu presiden pilpres memiliki konstelasi politik yang lebih menyita perhatian publik. Sebagaimana diketahui, untuk kedua kalinya Joko Widodo Jokowi kembali berhadapan dengan Prabowo Subianto, head to head, untuk memperebutkan kursi presiden. Memanasnya kontestasi pilpres 2019 juga diwarnai dengan polarisasi politik antara kedua kubu pendukung capres. Tak ayal bara pilpres pun cenderung semakin mempertajam timbulnya pembelahan sosial dalam masyarakat. Demokrasi akan terkonsolidasi bila aktor-aktor politik, ekonomi, negara, masyarakat sipil (political society, economic society, the state, dan civil society) mampu mengedepankan tindakan demokratis sebagai alternatif utama untuk meraih kekuasaan. Pemilihan kepala daerah secara langsung merupakan terobosan penting yang dimaksudkan sebagai upaya pendalaman demokrasi (deepening democracy), yakni suatu upaya untuk mengatasi kelemahan praktek demokrasi substantif, khususnya dalam merespon tuntutan-tuntutan masyarakat lokal.
Sementara itu, proses demokrasi yang berlangsung di tingkat nasional (setelah tiga kali melaksanakan pemilu presiden langsung) menunjukkan arah yang tak mudah, khususnya dalam hal membangun kualitas pilpres dan pendalaman demokrasi (deepening democracy) atau konsolidasi demokrasi. Proses ini krusial karena semua tahapan yang dilalui dalam pilpres akan berpengaruh terhadap kualitas tata kelola pemerintahan. Secara umum bila demokrasi dimaknai sebagai pemberdayaan rakyat, suatu sistem politik yang demokratis seharusnya dapat menjamin warga masyarakat yang kurang beruntung melalui setiap kebijakan publiknya. Pelaksanaan pilpres pada dasarnya juga merupakan tindak lanjut perwujudan prinsipprinsip demokrasi yang meliputi jaminan atas prinsip-prinsip kebebasan individu dan persamaan, khususnya dalam hak politik. Dalam konteks ini, pilpres langsung dapat dikategorikan sebagai proses demokrasi formal yang merupakan tindak lanjut jaminan terhadap hak-hak politik tersebut. Oleh karena itu, dalam studi ini pilpres dilihat bukan hanya sebatas pesta demokrasi semata, melainkan juga sebagai instrumen proses pendalaman demokrasi di tingkat nasional.
Mungkin bijak untuk memahami makna demokrasi dalam sebuah negara yang plural dan multikultural seperti Indonesia, dengan mengutip teori etik filsuf Jerman, Immanuel Kant (1724- 1804) yang mengingatkan, jika dalam suatu masyarakat majemuk masing-masing kelompok mengklaim kebenaran absolut agama, moralitas, atau kulturnya, yang menjadi hasil akhirnya adalah konflik. Dalam konteks Indonesia, kiranya jelas bahwa yang dihadapi tidak hanya kemajemukan etnik dan daerah, tetapi pada saat yang bersamaan adalah `subbudaya etnik dan daerah` yang majemuk pula. Terbukanya ruang kebebasan membuat politisi bukan satu-satunya aktor yang menjalankan fungsi artikulasi dan agregasi kepentingan rakyat karena setelah era Reformasi bermunculan lembaga-lembaga pengawas extra parlementer yang juga melibatkan diri dalam fungsi artikulatif dan pengawasan terhadap pemerintahan. Dengan demikian, proses liberalisasi politik tidak hanya memunculkan CSO, tetapi juga menghadirkan media-media – baik media cetak maupun elektronik – yang semakin bebas dan berani dalam mengawasi penyelenggaraan pemerintahan.
Nama:Dentry Ero SITUMEANG
Npm:2256021007
Kelas: M
Artikel tersebut membahas tentang dinamika sosial dan politik yang terjadi di Indonesia menjelang Pemilu Serentak pada tahun 2019. Penulis menjelaskan bahwa terdapat beberapa faktor yang memengaruhi dinamika tersebut, di antaranya adalah adanya polarisasi politik, kinerja pemerintah yang dipersepsikan buruk, dan maraknya hoaks dan ujaran kebencian di media sosial.
Penulis juga membahas tentang dampak dari dinamika sosial politik tersebut terhadap Pemilu Serentak 2019 dan mencoba memberikan solusi untuk mengatasi masalah-masalah tersebut. Artikel ini dapat menjadi referensi yang berguna bagi mereka yang tertarik dengan politik Indonesia dan ingin memahami dinamika sosial politik yang terjadi menjelang Pemilu Serentak 2019.
Npm:2256021007
Kelas: M
Artikel tersebut membahas tentang dinamika sosial dan politik yang terjadi di Indonesia menjelang Pemilu Serentak pada tahun 2019. Penulis menjelaskan bahwa terdapat beberapa faktor yang memengaruhi dinamika tersebut, di antaranya adalah adanya polarisasi politik, kinerja pemerintah yang dipersepsikan buruk, dan maraknya hoaks dan ujaran kebencian di media sosial.
Penulis juga membahas tentang dampak dari dinamika sosial politik tersebut terhadap Pemilu Serentak 2019 dan mencoba memberikan solusi untuk mengatasi masalah-masalah tersebut. Artikel ini dapat menjadi referensi yang berguna bagi mereka yang tertarik dengan politik Indonesia dan ingin memahami dinamika sosial politik yang terjadi menjelang Pemilu Serentak 2019.
NAMA : SENA NORMALIANA
NPM : 2256021020
KELAS : REG M
Hasil Analisis
Konsep demokrasi ini dipraktikkaan di seluruh dunia secara berbeda-beda dari
suatu Negara ke Negara lain. Setiap Negara dan bahkan setiap orang menerapkan
definisi dan kriterianya sendiri-sendiri mengenai demokrasi itu. Sampai sekarang,
Negara komunis seperti Kuba dan RRC juga mengaku sebagai Negara demokrasi.
Ia sudah menjadi paradigma dalam bahasa komunikasi dunia mengenai system
pemerintahan dan system politik yang dianggap ideal, meskipun dalam praktiknya
setiap orang menerapkan standar yang berbeda-beda, sesuai kepentingannya masing-masing. Oleh karena itu, bisa saja pada suatu hari nanti, timbul kejenuhan
atau ketidakpercayaan yang luas mengenai kegunaan praktik konsep demokrasi
modern ini. Jika itu terjadi, niscaya orang mulai akan menggugat kembali secara
kritis keberadaan sebagai system yang dianggap ideal. Sekarang saja, sudah
makin banyak sarjana yang mulai menaruh kecurigaan dan bahkan menilai bahwa
sebenarnya demokrasi itu sendiri juga hanya mitos. Mimpi demokrasi hanyalah
utopia, yang kenyataannya di lapangan tidaklah seindah gagasan abstraknya.
Namun, terlepas dari kritik-kritik itu, yang jelas, dalam system kedaulatan
rakyat itu, kekuasaan tertingi suatu Negara dianggap berada di tangan rakyat
Negara itu sendiri. Kekuasaan itu pada hakikatnya berasal dari rakyat, dikelola
oleh rakyat, dan untuk kepentingan seluruh rakyat itu sendiri. Jargon yang
kemudian dikembangkan sehubungan dengan ini adalah “kekuasaan itu dari
rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat".
NPM : 2256021020
KELAS : REG M
Hasil Analisis
Konsep demokrasi ini dipraktikkaan di seluruh dunia secara berbeda-beda dari
suatu Negara ke Negara lain. Setiap Negara dan bahkan setiap orang menerapkan
definisi dan kriterianya sendiri-sendiri mengenai demokrasi itu. Sampai sekarang,
Negara komunis seperti Kuba dan RRC juga mengaku sebagai Negara demokrasi.
Ia sudah menjadi paradigma dalam bahasa komunikasi dunia mengenai system
pemerintahan dan system politik yang dianggap ideal, meskipun dalam praktiknya
setiap orang menerapkan standar yang berbeda-beda, sesuai kepentingannya masing-masing. Oleh karena itu, bisa saja pada suatu hari nanti, timbul kejenuhan
atau ketidakpercayaan yang luas mengenai kegunaan praktik konsep demokrasi
modern ini. Jika itu terjadi, niscaya orang mulai akan menggugat kembali secara
kritis keberadaan sebagai system yang dianggap ideal. Sekarang saja, sudah
makin banyak sarjana yang mulai menaruh kecurigaan dan bahkan menilai bahwa
sebenarnya demokrasi itu sendiri juga hanya mitos. Mimpi demokrasi hanyalah
utopia, yang kenyataannya di lapangan tidaklah seindah gagasan abstraknya.
Namun, terlepas dari kritik-kritik itu, yang jelas, dalam system kedaulatan
rakyat itu, kekuasaan tertingi suatu Negara dianggap berada di tangan rakyat
Negara itu sendiri. Kekuasaan itu pada hakikatnya berasal dari rakyat, dikelola
oleh rakyat, dan untuk kepentingan seluruh rakyat itu sendiri. Jargon yang
kemudian dikembangkan sehubungan dengan ini adalah “kekuasaan itu dari
rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat".
Nama: Bella puspita Anggraeini
Npm: 2256021030
Kelas: reg M
Pemilu dan dekmokrasi presiden 2019
Deepening democracy dan tantangannya
Demokrasi yang biasanya diartikan sebagai pemerintahan dan rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Konsolidasi Demokrasi yang merupakan salah satu cara untuk meningkatkan prinsip-prinsip seluruh komitmen para Masyarakat apa aturan Demokrasi. Dalam hal ini Demokrasi yang akan berkonsolidasi pada aktor-aktor politik, Ekonomi, negara, Masyarakat sipil yang bisa mengutamakan tindakan Demokrasi sebagai sarana alternatif yang utama untuk meraih kekuasaan. Pada pandangan Demokrasi salah satu upaya untuk mewujudkan pemerintahan yang lebih efektif. Dalam hal ini negara yang harus menjalankan dan mengatur Masyarakat untuk lebih aktif dalam kehidupan berbangsa dan bernegara terutama pada aturan sosial.
Pemilu Presiden 2019 dan Masalahnya
Pemilu yang menjadi salah satu cara alternatif untuk rakyat dalam memberikan aspirasi politik, untuk memilih para wakil terbaik lembaga legislatif, presiden dan wakil presiden dalam pemilu. Pada pemilu 2019 yang menjadi test case pada pengokohan sistem presidensial, perlembagaan parpol dan koalisi parpol yang terukur dan terformat. Pada pemilu serentak yang kompleks dan rumit dalam penyelenggara pemilu, parpol, maupun rakyat. Yang dimana pada sisi lain dalam waktu yang sama mereka harus berusaha sendiri untuk merebut kekuasaan legislatif.
Pemilu dan kegagalan parpol
Pemilu yang merupakan tahap evaluasi terhadap pemerintah dan proses deeping democracy untuk menambahkan kualitas demokrasi yang lebih baik lagi. Dalam perkembangan kegaitan parpol parmerintahan dan parlemen. Dalam hal ini parpol yang gagal akan perann dan kegiatannya dan institusinya yang cenderung menggunakan perjuanganya untuk kekuasaan dan kepentinganya. Dalam pengalaman dari pemilu yang menjadi menunjukan pertentangan yang relatif sama.
Pemilu dalam Masyarakat plural
Dalam memahami arti demokrasi yang ada pada negara plural multikultural seperti indonesia ini, yang di hadapi tidak hanya kemajemukan bangsa tetapi ialah subbudaya etnik dan daerah yang majemuk. Demikian dalam hal ini, pemilu serentak yang merupakan salah satu demokrasi yang di nantikan dapat menggantikan legislator dan eksekutif yang lebih baik untuk rakyat sebagai tuntutan demokrasi yang ideal.
Pemilu dan politisasi birokrasi
Pemilu birokrasi yang bebas dari paragmatisme dan kooptasi partai politik dan penguasaan. Politik birokrasi yang jelas terlihat yang dijadikan menteri-menteri, kepala-kepala lembaga, kepala-kepala daerah sebagai pemenang paslon dalam pilpres. Dalam proses pemilu saat ini yang netralitas birokrasi yang sulit tercapai karena banyaknya penetrasi politik di dalam birokrasi.
Npm: 2256021030
Kelas: reg M
Pemilu dan dekmokrasi presiden 2019
Deepening democracy dan tantangannya
Demokrasi yang biasanya diartikan sebagai pemerintahan dan rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Konsolidasi Demokrasi yang merupakan salah satu cara untuk meningkatkan prinsip-prinsip seluruh komitmen para Masyarakat apa aturan Demokrasi. Dalam hal ini Demokrasi yang akan berkonsolidasi pada aktor-aktor politik, Ekonomi, negara, Masyarakat sipil yang bisa mengutamakan tindakan Demokrasi sebagai sarana alternatif yang utama untuk meraih kekuasaan. Pada pandangan Demokrasi salah satu upaya untuk mewujudkan pemerintahan yang lebih efektif. Dalam hal ini negara yang harus menjalankan dan mengatur Masyarakat untuk lebih aktif dalam kehidupan berbangsa dan bernegara terutama pada aturan sosial.
Pemilu Presiden 2019 dan Masalahnya
Pemilu yang menjadi salah satu cara alternatif untuk rakyat dalam memberikan aspirasi politik, untuk memilih para wakil terbaik lembaga legislatif, presiden dan wakil presiden dalam pemilu. Pada pemilu 2019 yang menjadi test case pada pengokohan sistem presidensial, perlembagaan parpol dan koalisi parpol yang terukur dan terformat. Pada pemilu serentak yang kompleks dan rumit dalam penyelenggara pemilu, parpol, maupun rakyat. Yang dimana pada sisi lain dalam waktu yang sama mereka harus berusaha sendiri untuk merebut kekuasaan legislatif.
Pemilu dan kegagalan parpol
Pemilu yang merupakan tahap evaluasi terhadap pemerintah dan proses deeping democracy untuk menambahkan kualitas demokrasi yang lebih baik lagi. Dalam perkembangan kegaitan parpol parmerintahan dan parlemen. Dalam hal ini parpol yang gagal akan perann dan kegiatannya dan institusinya yang cenderung menggunakan perjuanganya untuk kekuasaan dan kepentinganya. Dalam pengalaman dari pemilu yang menjadi menunjukan pertentangan yang relatif sama.
Pemilu dalam Masyarakat plural
Dalam memahami arti demokrasi yang ada pada negara plural multikultural seperti indonesia ini, yang di hadapi tidak hanya kemajemukan bangsa tetapi ialah subbudaya etnik dan daerah yang majemuk. Demikian dalam hal ini, pemilu serentak yang merupakan salah satu demokrasi yang di nantikan dapat menggantikan legislator dan eksekutif yang lebih baik untuk rakyat sebagai tuntutan demokrasi yang ideal.
Pemilu dan politisasi birokrasi
Pemilu birokrasi yang bebas dari paragmatisme dan kooptasi partai politik dan penguasaan. Politik birokrasi yang jelas terlihat yang dijadikan menteri-menteri, kepala-kepala lembaga, kepala-kepala daerah sebagai pemenang paslon dalam pilpres. Dalam proses pemilu saat ini yang netralitas birokrasi yang sulit tercapai karena banyaknya penetrasi politik di dalam birokrasi.
Nama: Bella puspita Anggraeini
Npm: 2256021030
Kelas: reg M
Pemilu dan dekmokrasi presiden 2019
Deepening democracy dan tantangannya
Demokrasi yang biasanya diartikan sebagai pemerintahan dan rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Konsolidasi Demokrasi yang merupakan salah satu cara untuk meningkatkan prinsip-prinsip seluruh komitmen para Masyarakat apa aturan Demokrasi. Dalam hal ini Demokrasi yang akan berkonsolidasi pada aktor-aktor politik, Ekonomi, negara, Masyarakat sipil yang bisa mengutamakan tindakan Demokrasi sebagai sarana alternatif yang utama untuk meraih kekuasaan. Pada pandangan Demokrasi salah satu upaya untuk mewujudkan pemerintahan yang lebih efektif. Dalam hal ini negara yang harus menjalankan dan mengatur Masyarakat untuk lebih aktif dalam kehidupan berbangsa dan bernegara terutama pada aturan sosial.
Pemilu Presiden 2019 dan Masalahnya
Pemilu yang menjadi salah satu cara alternatif untuk rakyat dalam memberikan aspirasi politik, untuk memilih para wakil terbaik lembaga legislatif, presiden dan wakil presiden dalam pemilu. Pada pemilu 2019 yang menjadi test case pada pengokohan sistem presidensial, perlembagaan parpol dan koalisi parpol yang terukur dan terformat. Pada pemilu serentak yang kompleks dan rumit dalam penyelenggara pemilu, parpol, maupun rakyat. Yang dimana pada sisi lain dalam waktu yang sama mereka harus berusaha sendiri untuk merebut kekuasaan legislatif.
Pemilu dan kegagalan parpol
Pemilu yang merupakan tahap evaluasi terhadap pemerintah dan proses deeping democracy untuk menambahkan kualitas demokrasi yang lebih baik lagi. Dalam perkembangan kegaitan parpol parmerintahan dan parlemen. Dalam hal ini parpol yang gagal akan perann dan kegiatannya dan institusinya yang cenderung menggunakan perjuanganya untuk kekuasaan dan kepentinganya. Dalam pengalaman dari pemilu yang menjadi menunjukan pertentangan yang relatif sama.
Pemilu dalam Masyarakat plural
Dalam memahami arti demokrasi yang ada pada negara plural multikultural seperti indonesia ini, yang di hadapi tidak hanya kemajemukan bangsa tetapi ialah subbudaya etnik dan daerah yang majemuk. Demikian dalam hal ini, pemilu serentak yang merupakan salah satu demokrasi yang di nantikan dapat menggantikan legislator dan eksekutif yang lebih baik untuk rakyat sebagai tuntutan demokrasi yang ideal.
Pemilu dan politisasi birokrasi
Pemilu birokrasi yang bebas dari paragmatisme dan kooptasi partai politik dan penguasaan. Politik birokrasi yang jelas terlihat yang dijadikan menteri-menteri, kepala-kepala lembaga, kepala-kepala daerah sebagai pemenang paslon dalam pilpres. Dalam proses pemilu saat ini yang netralitas birokrasi yang sulit tercapai karena banyaknya penetrasi politik di dalam birokrasi.
Npm: 2256021030
Kelas: reg M
Pemilu dan dekmokrasi presiden 2019
Deepening democracy dan tantangannya
Demokrasi yang biasanya diartikan sebagai pemerintahan dan rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Konsolidasi Demokrasi yang merupakan salah satu cara untuk meningkatkan prinsip-prinsip seluruh komitmen para Masyarakat apa aturan Demokrasi. Dalam hal ini Demokrasi yang akan berkonsolidasi pada aktor-aktor politik, Ekonomi, negara, Masyarakat sipil yang bisa mengutamakan tindakan Demokrasi sebagai sarana alternatif yang utama untuk meraih kekuasaan. Pada pandangan Demokrasi salah satu upaya untuk mewujudkan pemerintahan yang lebih efektif. Dalam hal ini negara yang harus menjalankan dan mengatur Masyarakat untuk lebih aktif dalam kehidupan berbangsa dan bernegara terutama pada aturan sosial.
Pemilu Presiden 2019 dan Masalahnya
Pemilu yang menjadi salah satu cara alternatif untuk rakyat dalam memberikan aspirasi politik, untuk memilih para wakil terbaik lembaga legislatif, presiden dan wakil presiden dalam pemilu. Pada pemilu 2019 yang menjadi test case pada pengokohan sistem presidensial, perlembagaan parpol dan koalisi parpol yang terukur dan terformat. Pada pemilu serentak yang kompleks dan rumit dalam penyelenggara pemilu, parpol, maupun rakyat. Yang dimana pada sisi lain dalam waktu yang sama mereka harus berusaha sendiri untuk merebut kekuasaan legislatif.
Pemilu dan kegagalan parpol
Pemilu yang merupakan tahap evaluasi terhadap pemerintah dan proses deeping democracy untuk menambahkan kualitas demokrasi yang lebih baik lagi. Dalam perkembangan kegaitan parpol parmerintahan dan parlemen. Dalam hal ini parpol yang gagal akan perann dan kegiatannya dan institusinya yang cenderung menggunakan perjuanganya untuk kekuasaan dan kepentinganya. Dalam pengalaman dari pemilu yang menjadi menunjukan pertentangan yang relatif sama.
Pemilu dalam Masyarakat plural
Dalam memahami arti demokrasi yang ada pada negara plural multikultural seperti indonesia ini, yang di hadapi tidak hanya kemajemukan bangsa tetapi ialah subbudaya etnik dan daerah yang majemuk. Demikian dalam hal ini, pemilu serentak yang merupakan salah satu demokrasi yang di nantikan dapat menggantikan legislator dan eksekutif yang lebih baik untuk rakyat sebagai tuntutan demokrasi yang ideal.
Pemilu dan politisasi birokrasi
Pemilu birokrasi yang bebas dari paragmatisme dan kooptasi partai politik dan penguasaan. Politik birokrasi yang jelas terlihat yang dijadikan menteri-menteri, kepala-kepala lembaga, kepala-kepala daerah sebagai pemenang paslon dalam pilpres. Dalam proses pemilu saat ini yang netralitas birokrasi yang sulit tercapai karena banyaknya penetrasi politik di dalam birokrasi.
Nama: Bella puspita Anggraeini
Npm: 2256021030
Kelas: reg M
Pemilu dan dekmokrasi presiden 2019
Deepening democracy dan tantangannya
Demokrasi yang biasanya diartikan sebagai pemerintahan dan rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Konsolidasi Demokrasi yang merupakan salah satu cara untuk meningkatkan prinsip-prinsip seluruh komitmen para Masyarakat apa aturan Demokrasi. Dalam hal ini Demokrasi yang akan berkonsolidasi pada aktor-aktor politik, Ekonomi, negara, Masyarakat sipil yang bisa mengutamakan tindakan Demokrasi sebagai sarana alternatif yang utama untuk meraih kekuasaan. Pada pandangan Demokrasi salah satu upaya untuk mewujudkan pemerintahan yang lebih efektif. Dalam hal ini negara yang harus menjalankan dan mengatur Masyarakat untuk lebih aktif dalam kehidupan berbangsa dan bernegara terutama pada aturan sosial.
Pemilu Presiden 2019 dan Masalahnya
Pemilu yang menjadi salah satu cara alternatif untuk rakyat dalam memberikan aspirasi politik, untuk memilih para wakil terbaik lembaga legislatif, presiden dan wakil presiden dalam pemilu. Pada pemilu 2019 yang menjadi test case pada pengokohan sistem presidensial, perlembagaan parpol dan koalisi parpol yang terukur dan terformat. Pada pemilu serentak yang kompleks dan rumit dalam penyelenggara pemilu, parpol, maupun rakyat. Yang dimana pada sisi lain dalam waktu yang sama mereka harus berusaha sendiri untuk merebut kekuasaan legislatif.
Pemilu dan kegagalan parpol
Pemilu yang merupakan tahap evaluasi terhadap pemerintah dan proses deeping democracy untuk menambahkan kualitas demokrasi yang lebih baik lagi. Dalam perkembangan kegaitan parpol parmerintahan dan parlemen. Dalam hal ini parpol yang gagal akan perann dan kegiatannya dan institusinya yang cenderung menggunakan perjuanganya untuk kekuasaan dan kepentinganya. Dalam pengalaman dari pemilu yang menjadi menunjukan pertentangan yang relatif sama.
Pemilu dalam Masyarakat plural
Dalam memahami arti demokrasi yang ada pada negara plural multikultural seperti indonesia ini, yang di hadapi tidak hanya kemajemukan bangsa tetapi ialah subbudaya etnik dan daerah yang majemuk. Demikian dalam hal ini, pemilu serentak yang merupakan salah satu demokrasi yang di nantikan dapat menggantikan legislator dan eksekutif yang lebih baik untuk rakyat sebagai tuntutan demokrasi yang ideal.
Pemilu dan politisasi birokrasi
Pemilu birokrasi yang bebas dari paragmatisme dan kooptasi partai politik dan penguasaan. Politik birokrasi yang jelas terlihat yang dijadikan menteri-menteri, kepala-kepala lembaga, kepala-kepala daerah sebagai pemenang paslon dalam pilpres. Dalam proses pemilu saat ini yang netralitas birokrasi yang sulit tercapai karena banyaknya penetrasi politik di dalam birokrasi.
Npm: 2256021030
Kelas: reg M
Pemilu dan dekmokrasi presiden 2019
Deepening democracy dan tantangannya
Demokrasi yang biasanya diartikan sebagai pemerintahan dan rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Konsolidasi Demokrasi yang merupakan salah satu cara untuk meningkatkan prinsip-prinsip seluruh komitmen para Masyarakat apa aturan Demokrasi. Dalam hal ini Demokrasi yang akan berkonsolidasi pada aktor-aktor politik, Ekonomi, negara, Masyarakat sipil yang bisa mengutamakan tindakan Demokrasi sebagai sarana alternatif yang utama untuk meraih kekuasaan. Pada pandangan Demokrasi salah satu upaya untuk mewujudkan pemerintahan yang lebih efektif. Dalam hal ini negara yang harus menjalankan dan mengatur Masyarakat untuk lebih aktif dalam kehidupan berbangsa dan bernegara terutama pada aturan sosial.
Pemilu Presiden 2019 dan Masalahnya
Pemilu yang menjadi salah satu cara alternatif untuk rakyat dalam memberikan aspirasi politik, untuk memilih para wakil terbaik lembaga legislatif, presiden dan wakil presiden dalam pemilu. Pada pemilu 2019 yang menjadi test case pada pengokohan sistem presidensial, perlembagaan parpol dan koalisi parpol yang terukur dan terformat. Pada pemilu serentak yang kompleks dan rumit dalam penyelenggara pemilu, parpol, maupun rakyat. Yang dimana pada sisi lain dalam waktu yang sama mereka harus berusaha sendiri untuk merebut kekuasaan legislatif.
Pemilu dan kegagalan parpol
Pemilu yang merupakan tahap evaluasi terhadap pemerintah dan proses deeping democracy untuk menambahkan kualitas demokrasi yang lebih baik lagi. Dalam perkembangan kegaitan parpol parmerintahan dan parlemen. Dalam hal ini parpol yang gagal akan perann dan kegiatannya dan institusinya yang cenderung menggunakan perjuanganya untuk kekuasaan dan kepentinganya. Dalam pengalaman dari pemilu yang menjadi menunjukan pertentangan yang relatif sama.
Pemilu dalam Masyarakat plural
Dalam memahami arti demokrasi yang ada pada negara plural multikultural seperti indonesia ini, yang di hadapi tidak hanya kemajemukan bangsa tetapi ialah subbudaya etnik dan daerah yang majemuk. Demikian dalam hal ini, pemilu serentak yang merupakan salah satu demokrasi yang di nantikan dapat menggantikan legislator dan eksekutif yang lebih baik untuk rakyat sebagai tuntutan demokrasi yang ideal.
Pemilu dan politisasi birokrasi
Pemilu birokrasi yang bebas dari paragmatisme dan kooptasi partai politik dan penguasaan. Politik birokrasi yang jelas terlihat yang dijadikan menteri-menteri, kepala-kepala lembaga, kepala-kepala daerah sebagai pemenang paslon dalam pilpres. Dalam proses pemilu saat ini yang netralitas birokrasi yang sulit tercapai karena banyaknya penetrasi politik di dalam birokrasi.
Nama: Anisa Christin Sitompul
Npm: 2256021010
Reg M
Identitas masa dan ruang mempunyai
makna penting dalam permasalahan
kebudayaan. Bagi sebuah negara modern
seperti Indonesia, bukan hanya berwujud
sebuah unit geopolitik semata, namun dalam
kenyataannya senantiasa mengandung
keragaman kelompok sosial dan sistem
budaya yang tercermin pada keanekaragaman
kebudayaan suku bangsa. Melalui perjalanan
sejarah, berbagai proses kehidupan manusia
telah melahirkan ciri keanekaragaman bentuk
budaya. Mencermati sejarah bangsa ini
terlihat liku-liku proses yang dilalui menuju
satu komunitas yang diidealkan. Bermodal
pada suasana awal hubungan antar kelompok
etnis yang tersebar di seluruh kawasan
nusantara ini, kendatipun dalam kenyataannya
sering diwarnai ketegangan-ketegangan
namun cukup kondusif bagi terbangunnya
satu komunitas terbayang (Anderson, 1991).Kebudayaan tradisional menjadi mitos
sebagai sosok kebudayaan yang arif. Mitos itu
sesungguhnya mengusung kelestarian dan
jagadhitDengan berpegang pada prinsip bahwa
tiada masyarakat dan kebudayaan yang
bersifat statis, maka dalam perspektif kultural,
secara garis besar masyarakat dan kebudayaan
lokal telah bergerak secara dinamis.Struktur masyarakat Indonesia yang
multi dimensional merupakan suatu kendala
bagi terwujudnya konsep integrasi secara
hoorizontal.
Npm: 2256021010
Reg M
Identitas masa dan ruang mempunyai
makna penting dalam permasalahan
kebudayaan. Bagi sebuah negara modern
seperti Indonesia, bukan hanya berwujud
sebuah unit geopolitik semata, namun dalam
kenyataannya senantiasa mengandung
keragaman kelompok sosial dan sistem
budaya yang tercermin pada keanekaragaman
kebudayaan suku bangsa. Melalui perjalanan
sejarah, berbagai proses kehidupan manusia
telah melahirkan ciri keanekaragaman bentuk
budaya. Mencermati sejarah bangsa ini
terlihat liku-liku proses yang dilalui menuju
satu komunitas yang diidealkan. Bermodal
pada suasana awal hubungan antar kelompok
etnis yang tersebar di seluruh kawasan
nusantara ini, kendatipun dalam kenyataannya
sering diwarnai ketegangan-ketegangan
namun cukup kondusif bagi terbangunnya
satu komunitas terbayang (Anderson, 1991).Kebudayaan tradisional menjadi mitos
sebagai sosok kebudayaan yang arif. Mitos itu
sesungguhnya mengusung kelestarian dan
jagadhitDengan berpegang pada prinsip bahwa
tiada masyarakat dan kebudayaan yang
bersifat statis, maka dalam perspektif kultural,
secara garis besar masyarakat dan kebudayaan
lokal telah bergerak secara dinamis.Struktur masyarakat Indonesia yang
multi dimensional merupakan suatu kendala
bagi terwujudnya konsep integrasi secara
hoorizontal.