berikan argumen kalian mengenai isi analisis tentang artikel tersebut minimal 2 paragraf
komentar anda mengenai analisis artikel
Hukum nasional yang bersumber dari Pancasila merupakan hasil eklektisasi dari berbagai sukmber hukum itu. Oleh sebab itu, hukum nasional Indonesia merupakan produk eklektik antar berbagai sumber hukum materiil yang ada di dalam masyarakat seperti Hukum Islam, Hukum Adat, Hukum Barat, dan konvensikonvensi internasional.
Etika pada umumnya dimengerti sebagai pemikiran filosofis mengenai segala sesuatu yang dianggap baik atau buruk dalam perilaku manusia.Sedangkan hukum negara yakni hukum yang menjadi pijakan beberapa cabang pemerintahan dan yang harus mereka patuhi dalam menjalankan kekuasaan.
Oleh karena itu, dalam etika Pancasila terkandung nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan.Peran sentral terhadap cita demokrasi yang beriringan dengan cita nomokrasi adalah suatu keniscayaan. Pembangunan politik hukum melalui Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia harus sesuai dengan Pancasila dan etika politik yang dibangun oleh para elite politik adalah suatu keharusan untuk memberikan sebuah gambaran besar untuk menghadapi persoalan bangsa saat ini.
Etika pada umumnya dimengerti sebagai pemikiran filosofis mengenai segala sesuatu yang dianggap baik atau buruk dalam perilaku manusia.Sedangkan hukum negara yakni hukum yang menjadi pijakan beberapa cabang pemerintahan dan yang harus mereka patuhi dalam menjalankan kekuasaan.
Oleh karena itu, dalam etika Pancasila terkandung nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan.Peran sentral terhadap cita demokrasi yang beriringan dengan cita nomokrasi adalah suatu keniscayaan. Pembangunan politik hukum melalui Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia harus sesuai dengan Pancasila dan etika politik yang dibangun oleh para elite politik adalah suatu keharusan untuk memberikan sebuah gambaran besar untuk menghadapi persoalan bangsa saat ini.
menurut pendapat saya,
Politik hukum merupakan sikap untuk memilih apa-apa yang berkembang dimasyarakat, kemudian dipilih sesuai dengan prioritas dan diselaraskan dengan konstitusi kita (UUD 1945) dan kemudian dituangkan dalam produk hukum. Rumusan politik hukum sudah 15 tahun setelah kemerdekaan melalui TAP MPRS No. 2 tahun 1960 tentang Garis-garis Besar Pola Pembangunan Nasional Semesta Berencana (GBPNSB) berlaku 9 (sembilan tahun) dan kemudian dirubah menjadi Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang diperbarui selama 5 (lima) tahun sekali.
Sementara itu, hubungan antara etika dengan hukum bisa dilihat dari 3 (tiga) dimensi yakni dimensi substansi dan wadah, dimensi hubungan keluasan ca-kupannya serta dimensi alasan manusia untuk mematuhi atau melanggarnya.
Dikaitkan dengan perilaku etika para pemangku jabatan-jabatan publik dan profesional yang sangat mengandalkan kepercayaan publik, pengendalian perilaku melaui sistem etika patut dipertimbangkan. Alasannya, apabila penyelesaian masalah penyimpangan perilaku para pejabat publik selama ini langsung menggunakan pendekatan hukum, maka organisasi publik langsung terkikis kepercayaannya sejalan dengan berlangsungnya proses hukum.
Politik hukum merupakan sikap untuk memilih apa-apa yang berkembang dimasyarakat, kemudian dipilih sesuai dengan prioritas dan diselaraskan dengan konstitusi kita (UUD 1945) dan kemudian dituangkan dalam produk hukum. Rumusan politik hukum sudah 15 tahun setelah kemerdekaan melalui TAP MPRS No. 2 tahun 1960 tentang Garis-garis Besar Pola Pembangunan Nasional Semesta Berencana (GBPNSB) berlaku 9 (sembilan tahun) dan kemudian dirubah menjadi Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang diperbarui selama 5 (lima) tahun sekali.
Sementara itu, hubungan antara etika dengan hukum bisa dilihat dari 3 (tiga) dimensi yakni dimensi substansi dan wadah, dimensi hubungan keluasan ca-kupannya serta dimensi alasan manusia untuk mematuhi atau melanggarnya.
Dikaitkan dengan perilaku etika para pemangku jabatan-jabatan publik dan profesional yang sangat mengandalkan kepercayaan publik, pengendalian perilaku melaui sistem etika patut dipertimbangkan. Alasannya, apabila penyelesaian masalah penyimpangan perilaku para pejabat publik selama ini langsung menggunakan pendekatan hukum, maka organisasi publik langsung terkikis kepercayaannya sejalan dengan berlangsungnya proses hukum.
Indonesia merupakan Negara hukum yang berbentuk Pancasila, dan Pancasila merupakan sebagai alat perekat bangsa Indonesia. Pancasila juga bukan hanya sekedar sebagai dasar ideologi saja, di dalamnya juga terdapat sosok yang memiliki peranan penting, yakni terutama para pemuda. Pemuda memiliki peranan penting untuk menjaga keutuhan Pancasila. Maka dari itu dibutuhkan pengetahuan mengenai nilai-nilai dalam pancasila.
Pelaksanaan etika politik di Indonesia masih kurang, seperti di bidang pendidikan, politik, serta moral. Seharusnya masyarakat dan pemerintah Indonesia mendapatkan pendidikan kewarganegaraan dan nasionalisme secara teoretik dan dinamis. Artinya, selain mendapatkan ilmu melalui pendidikan formal dan nonformal, semua rakyat Indonesia harus mengimplementasikan ilmu tersebut melalui tindakan konkret.
Kurangnya komunikasi politik antara pemerintah dan masyarakat, sehingga tidak memenuhi suara rakyat. Masyarakat tidak boleh mudah terpengaruh oleh isu-isu yang dapat memecah belah negara. Seharusnya masyarakat berpikir kritis untuk menentukan pemerintahan yang berlaku, agar tidak terjadi miskomunikasi antara masyarakat dan pemerintah.
Kurangnya komunikasi politik antara pemerintah dan masyarakat, sehingga tidak memenuhi suara rakyat. Masyarakat tidak boleh mudah terpengaruh oleh isu-isu yang dapat memecah belah negara. Seharusnya masyarakat berpikir kritis untuk menentukan pemerintahan yang berlaku, agar tidak terjadi miskomunikasi antara masyarakat dan pemerintah.
Hukum nasional yang berlandaskan pada pancasila dan juga yang tertuang dalam undang-undang dasar 1945 alenia IV pencapaian tujuan yang disepakati bersama seluruh elemen bangsa disebut sebagai politik hukum pembentukan kaedah hukum merupakan kegiatan final dari kebijakan publik yang di dalamnya memuat proses legislasi. Politik hukum merupakan sikap yang berkembang di masyarakat, kemudian dipilih sesuai dengan prioritas dan diselaraskan dengan konstitusi kita (UUD 1945) dan diangkat dalam bentuk hukum. Rumusan polotik hukum melalui TAP MPRS No 2 tahun 1960 tentang garis-garis besar pola pembangunan nasional semesta berencana dan di perbarui setiap 5 tahun sekali.
Dan kedudukan etika dalam hukum dimana etika juga berhubungan dengan hukum dalam hal bagaimana manusia mempertimbangkan untuk mematuhi peraturan dan kewajiban;tetapi dipatuhinya hukum serta peraturan dan kewajiban itu bukan karena takut akan dikenai sanksi, tetapi karena kesadaran diri bahwa hukum serta peraturan dan kewajiban tersebut baik dan perlu dipenuhi oleh dirinya sendiri dan juga dalam pancasila nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, keadilan,kerakyatan, dan juga persatuan
Dan kedudukan etika dalam hukum dimana etika juga berhubungan dengan hukum dalam hal bagaimana manusia mempertimbangkan untuk mematuhi peraturan dan kewajiban;tetapi dipatuhinya hukum serta peraturan dan kewajiban itu bukan karena takut akan dikenai sanksi, tetapi karena kesadaran diri bahwa hukum serta peraturan dan kewajiban tersebut baik dan perlu dipenuhi oleh dirinya sendiri dan juga dalam pancasila nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, keadilan,kerakyatan, dan juga persatuan
Menurut pendapat saya,
hukum dan etika merupakan dua hal yang berbeda. Hukum berlaku dalam kehidupan masyarakat, dimana etika merupakan sesuatu yang bersifat pribadi. Hukum secara jelas didefinisikan sebagai seperangkat aturan yang mengikat yang diterapkan kepada setiap orang, sedangkan etika merupakan opini yang bersifat pribadi yang mengarahkan kehidupan kita sendiri. Sebagai bentuk dari kontrol sosial, hukum memiliki berbagai keunggulan jika dibandingkan dengan etika. Hukum menyediakan aturan yang tepat dan terinci dibandingkan etika dan aparat penegak hukum tidak hanya melaksanakan aturan-aturan tersebut dengan kekuasaan dari pemerintah tetapi juga menginterpretasikan ketika kalimatnya tidak jelas.
Di negara dimana sistem hukumnya telah sangat maju, hukum merupakan aturan yang relatif lengkap untuk kegiatan bisnis. Segala sesuatu yang tidak sesuai dengan etika (unethical) adalah tidak sah (illegal). Sebaliknya di negara dimana sistem hukumnya belum begitu maju, etika merupakan sumber utama sebagai pedoman, bukan hukum. Etika diperlukan tidak hanya karena berbagai situasi yang tidak dicakup oleh hukum tetapi juga sebagai pedoman untuk menciptakan hukum yang baru.
hukum dan etika merupakan dua hal yang berbeda. Hukum berlaku dalam kehidupan masyarakat, dimana etika merupakan sesuatu yang bersifat pribadi. Hukum secara jelas didefinisikan sebagai seperangkat aturan yang mengikat yang diterapkan kepada setiap orang, sedangkan etika merupakan opini yang bersifat pribadi yang mengarahkan kehidupan kita sendiri. Sebagai bentuk dari kontrol sosial, hukum memiliki berbagai keunggulan jika dibandingkan dengan etika. Hukum menyediakan aturan yang tepat dan terinci dibandingkan etika dan aparat penegak hukum tidak hanya melaksanakan aturan-aturan tersebut dengan kekuasaan dari pemerintah tetapi juga menginterpretasikan ketika kalimatnya tidak jelas.
Di negara dimana sistem hukumnya telah sangat maju, hukum merupakan aturan yang relatif lengkap untuk kegiatan bisnis. Segala sesuatu yang tidak sesuai dengan etika (unethical) adalah tidak sah (illegal). Sebaliknya di negara dimana sistem hukumnya belum begitu maju, etika merupakan sumber utama sebagai pedoman, bukan hukum. Etika diperlukan tidak hanya karena berbagai situasi yang tidak dicakup oleh hukum tetapi juga sebagai pedoman untuk menciptakan hukum yang baru.
Hukum dan etika dalam politik hukum di Indonesia memiliki keterkaitan yang sangat erat. Dalam halnya setiap pelangggaran hukum sudah pasti masuk dalam pelanggaran etik. Namun jika pelanggaran etik belum tentu masuk ke pelanggaran hukum. Etika dalam bersosilisasi sangatlah penting demi kesejahteraan bangsa dan negara demikian halnya juga etika dalam politik hukum, agar proses hukum di Indonesia dapat berjalan lancar.
Namun, etika dalam politik hukum juga harus tetap dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. etika politik merupakan prinsip moral tentang baik-buruk dalam tindakan atau perilaku dalam berpolitik agar terlaksanakannya hukum di indonesia yang lebih tepat dan jelas. Etika politik menuntut agar segala klaim atas hak untuk menata masyarakat dipertanggungjawabkan pada prinsip-prinsip moral dasar. Etika politik berusaha membantu masyarakat untuk mengejawantahkan ideologi negara yang luhur ke dalam realitas politik yang nyata.
Namun, etika dalam politik hukum juga harus tetap dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. etika politik merupakan prinsip moral tentang baik-buruk dalam tindakan atau perilaku dalam berpolitik agar terlaksanakannya hukum di indonesia yang lebih tepat dan jelas. Etika politik menuntut agar segala klaim atas hak untuk menata masyarakat dipertanggungjawabkan pada prinsip-prinsip moral dasar. Etika politik berusaha membantu masyarakat untuk mengejawantahkan ideologi negara yang luhur ke dalam realitas politik yang nyata.
pendapat saya mengatakan bahwa yang dimaksud dengan moral adalah sebuah kumpulan peraturan yang disusun sebagai pandangan hidup manusia untuk menjadi manusia yang baik. adapula yang dimaksud dengan etika yaitu pemiiran yang mendasar akan ajaran ataupun pandangan moral tersebut.
politik hukum adalah faktor yang bisa menyebabkan tejadinya arus dinamika yang sedemikian, sebab diarahkan ius constituensidum, hukum yang seharusnya berlaku.
ahli hukum setidaknya memiliki tiga ciri yang sama dalam politik hukum, yakni kebijakan dasar yang memuat arah ke mana hukum akan dibawa atau dibuat oleh penguasa (pihak berwenang), pembuatan huku ini dilakukan dengan cara emmilih nilai yang berkembang di kalangan masyarakat umum, yang disepakati bersama dan kemudian dituangkan ke dalam norma untuk mengkaidahi perilaku bersama, dan bersifat constituendum yang memuat hukum ideal atau cita hukum yang akan diberlakukan.
politik hukum adalah faktor yang bisa menyebabkan tejadinya arus dinamika yang sedemikian, sebab diarahkan ius constituensidum, hukum yang seharusnya berlaku.
ahli hukum setidaknya memiliki tiga ciri yang sama dalam politik hukum, yakni kebijakan dasar yang memuat arah ke mana hukum akan dibawa atau dibuat oleh penguasa (pihak berwenang), pembuatan huku ini dilakukan dengan cara emmilih nilai yang berkembang di kalangan masyarakat umum, yang disepakati bersama dan kemudian dituangkan ke dalam norma untuk mengkaidahi perilaku bersama, dan bersifat constituendum yang memuat hukum ideal atau cita hukum yang akan diberlakukan.
Hubungan antara hukum dan etika dalam politik Indonesia, dapat dilihat dari 3 (tiga) dimensi yakni dimensi substansi dan wadah, dimensi hubungan keluasan cakupannya dan dimensi alasan manusia untuk mematuhi atau melanggarnya. Ketiga dimensi tersebut memiliki cakupan luasan atas hubungan etika dan hukum dimana etika lebih luas dari hukum. Oleh karena itu, setiap pelanggaran hukum pasti merupakan pelanggaran etika, bisa diartikan bahwa pelanggaran hukum adalah pelanggaran etika. Namun tidak demikian sebaliknya, pebuatan yang dianggap melanggar etika belum tentu melanggar hukum.
Kedudukan etika juga berhubungan dengan hukum dalam hal bagaimana manusia mempertimbangkan untuk mematuhi peraturan dan kewajibannya, tetapi dipatuhinya hukum serta peraturan dan kewajiban itu bukan karena takut akan dikenai sanksi, tetapi karena kesadaran diri bahwa hukum serta peraturan dan kewajiban tersebut membawa kebaikan dan perlu dipenuhi oleh dirinya sendiri.
Etika juga berfungsi sebagai pagar preventif atas perilaku baik dan buruk sebelum perilkau menjangkau ketentuan benar dan salah yang merupakan fungsi pagar perilaku bagi hukum. Dengan demikian, perilaku menyimpang manusia harus melewati sistem etika yang berfungsi sebagai koreksi dan sebisa mungkin tidak perlu memasuki mekanisme penegakan hukum dalam penyelesaian penyimpangan etika perilaku manusia tersebut.
Oleh karena itu, penerapan nilai etika Pancasila dalam bidang politik hukum memiliki peranan yang penting dan fundamental bagi penyelenggaraan pemerintahan dan kehidupan masyarakat Indonesia. Peran sentral terhadap pembangunan politik hukum melalui Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia harus diselenggarakan sesuai dengan Pancasila dan etika politik yang telah dibangun oleh para (Founding fathers) atau elit politik bangsa, suatu keharusan dan kewajiban untuk memberikan sebuah pedoman atau arah untuk menghadapi persoalan bangsa dan negara Indonesia.
Kedudukan etika juga berhubungan dengan hukum dalam hal bagaimana manusia mempertimbangkan untuk mematuhi peraturan dan kewajibannya, tetapi dipatuhinya hukum serta peraturan dan kewajiban itu bukan karena takut akan dikenai sanksi, tetapi karena kesadaran diri bahwa hukum serta peraturan dan kewajiban tersebut membawa kebaikan dan perlu dipenuhi oleh dirinya sendiri.
Etika juga berfungsi sebagai pagar preventif atas perilaku baik dan buruk sebelum perilkau menjangkau ketentuan benar dan salah yang merupakan fungsi pagar perilaku bagi hukum. Dengan demikian, perilaku menyimpang manusia harus melewati sistem etika yang berfungsi sebagai koreksi dan sebisa mungkin tidak perlu memasuki mekanisme penegakan hukum dalam penyelesaian penyimpangan etika perilaku manusia tersebut.
Oleh karena itu, penerapan nilai etika Pancasila dalam bidang politik hukum memiliki peranan yang penting dan fundamental bagi penyelenggaraan pemerintahan dan kehidupan masyarakat Indonesia. Peran sentral terhadap pembangunan politik hukum melalui Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia harus diselenggarakan sesuai dengan Pancasila dan etika politik yang telah dibangun oleh para (Founding fathers) atau elit politik bangsa, suatu keharusan dan kewajiban untuk memberikan sebuah pedoman atau arah untuk menghadapi persoalan bangsa dan negara Indonesia.
Politik hukum di Indonesia yang menjadi penentu arah kebijakan hukum dan perundang-undangan dalam rangka melakukan pembaruan hukum menuju pada hukum yang dicita-citakan. Politik hukum di Indonesia sampai saat ini masih menjadi perdebatan di antara banyak ahli, menyangkut letak politik hukum.
Apakah letaknya di ilmu hukum atau di ilmu politik, ini masih menjadi perdebatan dan belum ada satu kesatuan pendapat. Selama ini kita hanya memahami hukum pada bunyi ketentuan norma itu sendiri. Tetapi kita tidak memahami mengapa norma itu dibentuk, apa yang melatarbelakangi suatu norma dan apakah norma itu dibutuhkan oleh masyarakat.
Apakah letaknya di ilmu hukum atau di ilmu politik, ini masih menjadi perdebatan dan belum ada satu kesatuan pendapat. Selama ini kita hanya memahami hukum pada bunyi ketentuan norma itu sendiri. Tetapi kita tidak memahami mengapa norma itu dibentuk, apa yang melatarbelakangi suatu norma dan apakah norma itu dibutuhkan oleh masyarakat.
Menurut saya, etika terapan merupakan cabang filsafat yang membahas tentang perilaku manusia, dalam artikel ini perilaku manusia dalam bernegara. Sebagaimana dipahami, salah satu karakter berfikir secara filsafat adalah kritis, karena terkait dengan etika terapan, maka kita dituntut untuk berfikir atau bersikap kritis terhadap pola-pola umum yang berlaku dalam masyarakat. Pola umum dalam hal ini adalah politik hukum yang berlaku di Indonesia saat ini. Tulisan ini mengkaji mengenai hubungan antara Hukum dengan Etika dalam Politik Hukum di Indonesia.
Secara historis dan perkembangan ilmu pengetahuan, sistem etika berkembang melalui 5 (lima) tahapan. Tahap pertama, etika teologi yaitu asal mula etika yang berasal dari dokrtin agama. Kedua, etika ontologis yang merupakan tahap perkembangan dari etika agama. Ketiga, positivasi etik berupa kode etik dan pedoman perilaku yakni pedoman perilaku yang lebih konkrit. Keempat, etika fungsional tertutup dimana prosesperadilan etik dilakukan di internal komunitas/organisasi secara tertutup. Kelima, etika fungsional terbuka yaitu dalam bentuk peradilan etika yang bersifat terbuka.
Setiap orang memiliki moralitasnya sendiri, tetapi tidak sedemikian halnya dengan etika. Tidak semua orang perlu melakukan pemikiran yang kritis terhadap etika. Terdapat suatu kemungkinan bahwa seseorang mengikuti begitu saja pola-pola moralitas yang ada dalam suatu masyarakat tanpa perlu merefleksikannya secara kritis.
Secara historis dan perkembangan ilmu pengetahuan, sistem etika berkembang melalui 5 (lima) tahapan. Tahap pertama, etika teologi yaitu asal mula etika yang berasal dari dokrtin agama. Kedua, etika ontologis yang merupakan tahap perkembangan dari etika agama. Ketiga, positivasi etik berupa kode etik dan pedoman perilaku yakni pedoman perilaku yang lebih konkrit. Keempat, etika fungsional tertutup dimana prosesperadilan etik dilakukan di internal komunitas/organisasi secara tertutup. Kelima, etika fungsional terbuka yaitu dalam bentuk peradilan etika yang bersifat terbuka.
Setiap orang memiliki moralitasnya sendiri, tetapi tidak sedemikian halnya dengan etika. Tidak semua orang perlu melakukan pemikiran yang kritis terhadap etika. Terdapat suatu kemungkinan bahwa seseorang mengikuti begitu saja pola-pola moralitas yang ada dalam suatu masyarakat tanpa perlu merefleksikannya secara kritis.
Menurut pendapat saya berdasarkan artikel hubungan antara hukum dan etika politik hukum di Indonesia. Etika dan moral adalah hal yang tidak bisa telepas dari diri kita, karena jika etika dan moral itu hilang seseorang itu akan kehilangan arah hidup. Hubungan antara hukum dengan etik, juga kedudukan hukum etik dalam hukum Indonesia itu hubungan antara etika dan moral harus beriringan. Moral yang menjadi ajaran, wejangan, kumpulan peraturan tentang bagaimana manusia itu harus hidup dan bertindak, sedangkan etika menjadi suatu pemikiran kritis yang mengajarkan ajaran dan pandangan terhadap moral tersebut. Tahap perkembangan etika melalui lima tahap seperti, etika teologi, etika ontologis, etika positivasi, etika fugsional tertututp, etika fungsional terbuka.
Hubungan hukum dan etika itu bisa dilihat dari tiga dimensi seperti, dimensi substansi dan wadah, dimensi hubungan keluasan, dimensi alasan manusia untuk mematuhi dan melanggarnya. Dimana hubungan hukum dan etika itu seperti, ketika manusia mempertimbangkan untuk mematuhi peraturan dan kewajibannya, karena menaaati aturan itu buka hanya karena takut dengan sanksi hukum, tetapi karena kesadaran diri bahwa hukum seperti peraturan dan kewajiban itu baik dan perlu dilakukan oleh kita. Lalu dikenal politik hukum yang merupakan sikap untuk memilih apa yang berkembang dimasyarakat, yang nantinya dipilih dengan skala prioritas dan diselaraskan dengan UUD 1945, yang nantinya menjadi produk hukum.
Hubungan hukum dan etika itu bisa dilihat dari tiga dimensi seperti, dimensi substansi dan wadah, dimensi hubungan keluasan, dimensi alasan manusia untuk mematuhi dan melanggarnya. Dimana hubungan hukum dan etika itu seperti, ketika manusia mempertimbangkan untuk mematuhi peraturan dan kewajibannya, karena menaaati aturan itu buka hanya karena takut dengan sanksi hukum, tetapi karena kesadaran diri bahwa hukum seperti peraturan dan kewajiban itu baik dan perlu dilakukan oleh kita. Lalu dikenal politik hukum yang merupakan sikap untuk memilih apa yang berkembang dimasyarakat, yang nantinya dipilih dengan skala prioritas dan diselaraskan dengan UUD 1945, yang nantinya menjadi produk hukum.
Politik hukum merupakan sikap untuk memilih apa-apa yang berkembang dimasyarakat, kemudian dipilih sesuai dengan prioritas dan diselaraskan dengan konstitusi kita (UUD 1945) dan
kemudian dituangkan dalam produk hukum.
Rumusan politik hukum sudah 15 tahun setelah
kemerdekaan melalui TAP MPRS No. 2 tahun 1960
tentang Garis-garis Besar Pola Pembangunan
Nasional Semesta Berencana (GBPNSB) berlaku 9
(sembilan tahun) dan kemudian dirubah menjadi
Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang
diperbarui selama 5 (lima) tahun sekali.
Sementara itu, hubungan antara etika dengan hukum bisa dilihat dari 3 (tiga) dimensi yakni dimensi substansi dan wadah, dimensi hubungan keluasan ca-kupannya serta dimensi alasan
manusia untuk mematuhi atau melanggarnya.
Jimly Asshiddiqie, mengibaratkan hubungan antara hukum dengan etika dengan memberi
catatan agama sebagai ruh/jiwa dari kedua hal
tersebut dengan ilustrasi nasi bungkus, hukum
sebagai bungkusnya, nasi beserta lauknya adalah
etikanya, dan zat protein, vitamin , dan unsur-unsur terkandung lainnya sebagai agama yang merupakan asal-usul dari keduanya (etika dan hukum).
Dimensi ketiga cakupan luasan atas hubungan etik
dan hukum dimana etika lebih luas dari hukum,
karena itu setiap pelanggaran hukum pasti merupakan pelanggaran etik, akan tetapi tidak sebaliknya perbuatan yang melanggar etik belum tentu melanggar hukum.
Paulus Harsono mensitir tentang dimensi
ketiga ini, terkait kedudukan etika dimana etika
juga berhubungan dengan hukum dalam hal
bagaimana manusia mempertimbangkan untuk
mematuhi peraturan dan kewajiban; tetapi dipatuhinya hukum serta peraturan dan kewajiban itu
bukan karena takut akan dikenai sanksi, tetapi
karena kesadaran diri bahwa hukum serta
peraturan dan kewajiban tersebut baik dan perlu
dipenuhi oleh dirinya sendiri.
Keterarahan politik kepada etika tentu akan mengimplikasikan pengedepanan kebaikan. Kebaikan yang tentu tidak menyertakan keburukan untuk hadir didalamnuya. Jika keburukan tidak disertakan maka segala upaya, cara, tinfkah laku berpolitik yang buruk harus pula di tolak. Intimidasi, fitnah, saling jegal, suap, saling menghasut, penculikan para aktivis, pelesakan bom, dan lain sebagainya semestinya dikubur dalam menghidupi suatu realitas politik yang baik dan benar.
Aristoteles menyumbangkan permata yang sangat berharga bagi kehidupan politik Indonesia dewasa ini. Ungkapan yang mengatakan bahwa “politik itu kotor” sudah tentu tidak layak untuk diperdengarkan lagi. Politik menjadi kotor karena ia dilepaskan dari etika dan bahkan etika dibuang ke tempat sampah atau etika dikubur sedalam-dalamnya. Ia menjadi kotor dan tidak terlihat karena manusia yang ada didalamnya kemudian bebas berbuat apa saja demi mencapai ambisinya sendiri.
kemudian dituangkan dalam produk hukum.
Rumusan politik hukum sudah 15 tahun setelah
kemerdekaan melalui TAP MPRS No. 2 tahun 1960
tentang Garis-garis Besar Pola Pembangunan
Nasional Semesta Berencana (GBPNSB) berlaku 9
(sembilan tahun) dan kemudian dirubah menjadi
Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang
diperbarui selama 5 (lima) tahun sekali.
Sementara itu, hubungan antara etika dengan hukum bisa dilihat dari 3 (tiga) dimensi yakni dimensi substansi dan wadah, dimensi hubungan keluasan ca-kupannya serta dimensi alasan
manusia untuk mematuhi atau melanggarnya.
Jimly Asshiddiqie, mengibaratkan hubungan antara hukum dengan etika dengan memberi
catatan agama sebagai ruh/jiwa dari kedua hal
tersebut dengan ilustrasi nasi bungkus, hukum
sebagai bungkusnya, nasi beserta lauknya adalah
etikanya, dan zat protein, vitamin , dan unsur-unsur terkandung lainnya sebagai agama yang merupakan asal-usul dari keduanya (etika dan hukum).
Dimensi ketiga cakupan luasan atas hubungan etik
dan hukum dimana etika lebih luas dari hukum,
karena itu setiap pelanggaran hukum pasti merupakan pelanggaran etik, akan tetapi tidak sebaliknya perbuatan yang melanggar etik belum tentu melanggar hukum.
Paulus Harsono mensitir tentang dimensi
ketiga ini, terkait kedudukan etika dimana etika
juga berhubungan dengan hukum dalam hal
bagaimana manusia mempertimbangkan untuk
mematuhi peraturan dan kewajiban; tetapi dipatuhinya hukum serta peraturan dan kewajiban itu
bukan karena takut akan dikenai sanksi, tetapi
karena kesadaran diri bahwa hukum serta
peraturan dan kewajiban tersebut baik dan perlu
dipenuhi oleh dirinya sendiri.
Keterarahan politik kepada etika tentu akan mengimplikasikan pengedepanan kebaikan. Kebaikan yang tentu tidak menyertakan keburukan untuk hadir didalamnuya. Jika keburukan tidak disertakan maka segala upaya, cara, tinfkah laku berpolitik yang buruk harus pula di tolak. Intimidasi, fitnah, saling jegal, suap, saling menghasut, penculikan para aktivis, pelesakan bom, dan lain sebagainya semestinya dikubur dalam menghidupi suatu realitas politik yang baik dan benar.
Aristoteles menyumbangkan permata yang sangat berharga bagi kehidupan politik Indonesia dewasa ini. Ungkapan yang mengatakan bahwa “politik itu kotor” sudah tentu tidak layak untuk diperdengarkan lagi. Politik menjadi kotor karena ia dilepaskan dari etika dan bahkan etika dibuang ke tempat sampah atau etika dikubur sedalam-dalamnya. Ia menjadi kotor dan tidak terlihat karena manusia yang ada didalamnya kemudian bebas berbuat apa saja demi mencapai ambisinya sendiri.
Antara etika dengan hukum memiliki hubungan yang dapat dilihat dari 3 (tiga) dimensi yakni dimensi subs-tansi dan wadah, dimensi hubungan keluasan ca-kupannya serta dimensi alasan manusia untuk mematuhi atau melanggarnya.
Kemudian, etika berfungsi sebagai pagar preventif atas perilaku baik dan buruk sebelum perilkau menjangkau ketentuan benar dan salah yang merupakan fungsi pagar perilaku bagi hukum. Dengan demikian, perilaku menyimpang manusia harus melewati sistem etika yang berfungsi sebagai koreksi dan sebisa mungkin tidak perlu memasuki mekanisme hukum dalam penyelesaian penyimpangan perilaku manusia tersebut.
Kemudian, etika berfungsi sebagai pagar preventif atas perilaku baik dan buruk sebelum perilkau menjangkau ketentuan benar dan salah yang merupakan fungsi pagar perilaku bagi hukum. Dengan demikian, perilaku menyimpang manusia harus melewati sistem etika yang berfungsi sebagai koreksi dan sebisa mungkin tidak perlu memasuki mekanisme hukum dalam penyelesaian penyimpangan perilaku manusia tersebut.
Etika dan Hukum sangat berkaitan, mengapa demikian? Karena setiap perbuatan harus memiliki etika/adab. Begitu pun dengan hubungannya etika dengan hukum yang memang berhukum harus beretika.
Sementara itu, hubungan antara etika dengan hukum bisa dilihat dari 3 (tiga) dimensi yakni dimensi substansi dan wadah, dimensi hubungan keluasan cakupannya serta dimensi alasan
manusia untuk mematuhi atau melanggarnya.
Sementara itu, hubungan antara etika dengan hukum bisa dilihat dari 3 (tiga) dimensi yakni dimensi substansi dan wadah, dimensi hubungan keluasan cakupannya serta dimensi alasan
manusia untuk mematuhi atau melanggarnya.
Keterarahan politik kepada etika tentu akan mengimplikasikan pengedepanan kebaikan. Kebaikan yang tentu tidak menyertakan keburukan untuk hadir didalamnya. Jika keburukan tidak disertakan maka segala upaya, cara, tinfkah laku berpolitik yang buruk harus pula di tolak. Intimidasi, fitnah, saling jegal, suap, saling menghasut, penculikan para aktivis, pelesakan bom, dan lain sebagainya semestinya dikubur dalam menghidupi suatu realitas politik yang baik dan benar.
Politik hukum merupakan sikap untuk memilih apa yang berkembang dimasyarakat, kemudian dipilih sesuai dengan prioritas dan diselaraskan dengan konstitusi kita (UUD 1945) dan kemudian dituangkan dalam produk hukum.
Rumusan politik hukum sudah 15 tahun setelah kemerdekaan melalui TAP MPRS No. 2 tahun 1960 tentang Garis-garis Besar Pola Pembangunan Nasional Semesta Berencana (GBPNSB) berlaku 9 (sembilan tahun) dan kemudian dirubah menjadi Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang diperbarui selama 5 (lima) tahun sekali.
Sementara itu, hubungan antara etika dengan hukum bisa dilihat dari 3 (tiga) dimensi yakni dimensi substansi dan wadah, dimensi hubungan keluasan cakupannya serta dimensi alasan manusia untuk mematuhi atau melanggarnya.
Politik hukum merupakan sikap untuk memilih apa yang berkembang dimasyarakat, kemudian dipilih sesuai dengan prioritas dan diselaraskan dengan konstitusi kita (UUD 1945) dan kemudian dituangkan dalam produk hukum.
Rumusan politik hukum sudah 15 tahun setelah kemerdekaan melalui TAP MPRS No. 2 tahun 1960 tentang Garis-garis Besar Pola Pembangunan Nasional Semesta Berencana (GBPNSB) berlaku 9 (sembilan tahun) dan kemudian dirubah menjadi Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang diperbarui selama 5 (lima) tahun sekali.
Sementara itu, hubungan antara etika dengan hukum bisa dilihat dari 3 (tiga) dimensi yakni dimensi substansi dan wadah, dimensi hubungan keluasan cakupannya serta dimensi alasan manusia untuk mematuhi atau melanggarnya.
Keterarahan politik kepada etika tentu akan mengimplikasikan pengedepanan kebaikan. Kebaikan yang tentu tidak menyertakan keburukan untuk hadir didalamnya. Jika keburukan tidak disertakan maka segala upaya, cara, tingkah laku berpolitik yang buruk harus pula di tolak. Intimidasi, fitnah, saling jegal, suap, saling menghasut, penculikan para aktivis, pelesakan bom, dan lain sebagainya semestinya dikubur dalam menghidupi suatu realitas politik yang baik dan benar.
Politik hukum ialah sikap memilih apa yang berkembang dimasyarakat, lalu dipilih sesuai dengan prioritas dan diselaraskan dengan konstitusi kita (UUD 1945) dan kemudian dituangkan dalam hukum.
Sementara itu, hubungan antara etika dengan hukum bisa dilihat dari 3 (tiga) dimensi yaitu dimensi substansi dan wadah, dimensi keluasan cakupannya serta dimensi alasan manusia untuk mematuhi atau melanggarnya.
Politik hukum ialah sikap memilih apa yang berkembang dimasyarakat, lalu dipilih sesuai dengan prioritas dan diselaraskan dengan konstitusi kita (UUD 1945) dan kemudian dituangkan dalam hukum.
Sementara itu, hubungan antara etika dengan hukum bisa dilihat dari 3 (tiga) dimensi yaitu dimensi substansi dan wadah, dimensi keluasan cakupannya serta dimensi alasan manusia untuk mematuhi atau melanggarnya.
Sebagaimana dikemukakan oleh para pendiri negara ini, tujuan negara Indonesia tertuang dalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945 alinea IV yang terdiri atas: melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, kedamaian abadi, dan keadilan sosial, Pencapaian tujuan bersama tersebut harus dirancang, dirumuskan, dan disepakati bersama seluruh elemen bangsa yang dalam kebiasaan akademik disebut sebagai politik hukum.
Meninjau dari tujuan yang akan dicapai tersebut, maka Sistem yang berlaku di Indonesia menetapkan bahwa perancangan tujuan melalui intstrumen hukum sangat dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan politik melalui percaturan kepentingan partai yang akan membentuk produk hukum tersebut. Pertarungan atau percaturan kepentingan melalui partai-partai politik tersebut menurut Mahfud MD menghasilkan 2 (dua) pilihan, yakni melalui kompromi politik atau melalui dominasi politik.
Meninjau dari tujuan yang akan dicapai tersebut, maka Sistem yang berlaku di Indonesia menetapkan bahwa perancangan tujuan melalui intstrumen hukum sangat dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan politik melalui percaturan kepentingan partai yang akan membentuk produk hukum tersebut. Pertarungan atau percaturan kepentingan melalui partai-partai politik tersebut menurut Mahfud MD menghasilkan 2 (dua) pilihan, yakni melalui kompromi politik atau melalui dominasi politik.
menurut saya, etika terapan artinya cabang filsafat yang membahas tentang perilaku manusia, pada artikel ini perilaku insan dalam bernegara. Sebagaimana dipahami, salah satu karakter berfikir secara filsafat merupakan kritis, karena terkait dengan etika terapan, maka kita dituntut buat berfikir atau bersikap kritis terhadap pola-pola awam yang berlaku pada warga . Pola awam pada hal ini adalah politik aturan yg berlaku di Indonesia waktu ini. tulisan ini mengkaji mengenai korelasi antara aturan dengan Etika pada Politik hukum pada Indonesia.
Secara historis dan perkembangan ilmu pengetahuan, sistem etika berkembang melalui 5 (lima) tahapan. tahap pertama, etika teologi yaitu asal mula etika yg berasal dari dokrtin agama. ke 2, etika ontologis yg adalah tahap perkembangan dari etika agama. Ketiga, positivasi etik berupa kode etik dan panduan perilaku yakni panduan perilaku yang lebih konkrit. Keempat, etika fungsional tertutup dimana prosesperadilan etik dilakukan di internal komunitas/organisasi secara tertutup. Kelima, etika fungsional terbuka yaitu dalam bentuk peradilan etika yang bersifat terbuka.
Setiap orang memiliki moralitasnya sendiri, namun tidak sedemikian halnya menggunakan etika. tidak semua orang perlu melakukan pemikiran yang kritis terhadap etika.
Secara historis dan perkembangan ilmu pengetahuan, sistem etika berkembang melalui 5 (lima) tahapan. tahap pertama, etika teologi yaitu asal mula etika yg berasal dari dokrtin agama. ke 2, etika ontologis yg adalah tahap perkembangan dari etika agama. Ketiga, positivasi etik berupa kode etik dan panduan perilaku yakni panduan perilaku yang lebih konkrit. Keempat, etika fungsional tertutup dimana prosesperadilan etik dilakukan di internal komunitas/organisasi secara tertutup. Kelima, etika fungsional terbuka yaitu dalam bentuk peradilan etika yang bersifat terbuka.
Setiap orang memiliki moralitasnya sendiri, namun tidak sedemikian halnya menggunakan etika. tidak semua orang perlu melakukan pemikiran yang kritis terhadap etika.