NAMA:SUSANTI
NPM:2413031034
1. Dua Basis Pengukuran yang Relevan
Dalam kasus PT Surya Terang, terdapat dua basis pengukuran utama yang relevan, yaitu:
a. Biaya Historis (Historical Cost)
Biaya historis adalah jumlah kas atau setara kas yang dibayarkan untuk memperoleh aset pada saat perolehan. Dalam kasus ini, mesin dicatat sebesar Rp1.000.000.000 dan disusutkan selama umur manfaat.
Kelebihan:
Memberikan dasar pengukuran yang objektif dan dapat diverifikasi karena berdasarkan transaksi aktual.
Stabil dari waktu ke waktu, sehingga mengurangi volatilitas laporan keuangan.
Memenuhi prinsip keandalan (faithful representation) karena tidak dipengaruhi oleh fluktuasi pasar.
Kekurangan:
Kurang relevan ketika kondisi ekonomi berubah, karena nilai tercatat tidak lagi mencerminkan nilai ekonomi kini.
Tidak mencerminkan potensi penurunan nilai (impairment) secara real-time, sehingga bisa menyesatkan pengguna laporan.
---
b. Nilai Wajar (Fair Value)
Nilai wajar adalah harga yang akan diterima untuk menjual suatu aset dalam transaksi teratur antara pelaku pasar pada tanggal pengukuran (PSAK 68). Dalam kasus ini,
penilaian independen menunjukkan nilai wajar mesin Rp400.000.000.
Kelebihan:
Lebih relevan karena mencerminkan kondisi pasar terkini dan nilai ekonomi sebenarnya.
Memberikan informasi yang lebih berguna bagi investor dan kreditur dalam menilai posisi keuangan.
Kekurangan:
Kurang andal jika pasar tidak aktif atau data
penilaian didasarkan pada estimasi (Level 3 input PSAK 68).
Dapat menyebabkan volatilitas laba akibat perubahan nilai wajar yang diakui.
Membutuhkan biaya tinggi untuk
penilaian independen secara periodik.
---
2. Implikasi Akuntansi Jika Menggunakan Model Revaluasi
Jika PT Surya Terang menerapkan model revaluasi (PSAK 16), maka:
a. Laporan Posisi Keuangan (Neraca)
Nilai tercatat mesin akan dinaikkan atau diturunkan sesuai nilai wajar (Rp400.000.000).
Selisih antara nilai tercatat lama (Rp600.000.000) dan nilai wajar baru (Rp400.000.000) sebesar Rp200.000.000 diakui sebagai kerugian revaluasi.
Kerugian ini biasanya dibebankan ke laba rugi, kecuali jika sebelumnya terdapat saldo surplus revaluasi aset yang sama di ekuitas.
b. Laporan Laba Rugi dan Penghasilan Komprehensif Lain
Penurunan nilai karena revaluasi diakui sebagai rugi revaluasi (other comprehensive loss) atau beban penurunan nilai bila tidak ada saldo surplus.
Beban penyusutan berikutnya akan berdasarkan nilai revaluasi baru (Rp400 juta) dan sisa umur manfaat mesin.
Jika di masa depan nilai mesin naik kembali, kenaikan tersebut bisa diakui sebagai surplus revaluasi di ekuitas (OCI), bukan langsung ke laba rugi.
3. Analisis: Nilai Wajar vs Biaya Historis (Relevansi & Keandalan)
Dalam konteks PT Surya Terang, nilai wajar lebih relevan karena:
Kondisi pasar telah berubah akibat teknologi baru, sehingga nilai ekonomis mesin tidak lagi sesuai dengan nilai historis.
Investor dan kreditur memerlukan informasi terkini untuk menilai aset perusahaan dan prospek arus kas di masa depan.
Namun, dari sisi keandalan (faithful representation), biaya historis lebih unggul karena didasarkan pada transaksi nyata dan tidak bergantung pada asumsi atau estimasi pasar yang bisa bias.
Secara kritis, dalam lingkungan di mana pasar tidak aktif atau sulit diobservasi (seperti mesin industri khusus), penggunaan fair value harus hati-hati. Nilai wajar akan lebih berguna jika didukung oleh
penilaian independen yang kredibel dan pengungkapan memadai (asumsi, metode, dan sensitivitas nilai).
Kesimpulan
Kedua basis pengukuran memiliki fungsi masing-masing: biaya historis menekankan keandalan, sedangkan nilai wajar menonjolkan relevansi.
Dalam kasus PT Surya Terang, penerapan model revaluasi dapat dibenarkan untuk meningkatkan relevansi informasi, namun harus disertai pengungkapan yang transparan dan
penilaian profesional agar tetap memenuhi prinsip keandalan.