FORUM JAWABAN ANALISIS JURNAL

FORUM JAWABAN ANALISIS JURNAL

Number of replies: 55

Analisis Jurnal tersebut dengan menggunakan bahasa anda sendiri, terlebih dahulu tulis nama, npm, dan kelas

In reply to First post

Re: FORUM JAWABAN ANALISIS JURNAL

by hafni dzaki haniyah -
NAMA : HAFNI DZAKI HANIYAH
NPM : 2415061061
KELAS : PSTI-C

ANALISIS JURNAL OLEH HAFNI

Analisis Jurnal Pusat Penelitian Politik-LIPI

1. Tujuan Jurnal

Jurnal ini bertujuan untuk menjadi media pertukaran pemikiran tentang isu-isu politik yang penting di Indonesia, baik di tingkat nasional maupun internasional.
Fokus utama mencakup demokratisasi, pemilihan umum, konflik, otonomi daerah, dan isu-isu strategis lainnya.
2. Tantangan yang Dihadapi

Pusat Penelitian Politik-LIPI menghadapi tantangan baru dalam menghasilkan penelitian yang berkualitas dan relevan dengan kebutuhan masyarakat.
Ada tuntutan untuk memberikan pencerahan kepada masyarakat dalam membangun Indonesia yang lebih adil dan demokratis.
3. Isi Jurnal

Jurnal ini menyajikan beberapa artikel yang membahas berbagai topik terkait pemilu 2019, termasuk:
Penguatan Sistem Presidensial: Menjelaskan dinamika koalisi dalam pemilu dan kelemahan sistem multipartai.
Mobilisasi Perempuan: Menggambarkan bagaimana perempuan dimobilisasi dalam pemilu melalui narasi simbolis.
Netralitas Polri: Menganalisis peran Polri dalam menjaga keamanan selama pemilu.
Populisme: Membahas bagaimana populisme mempengaruhi kontestasi politik.
Demokrasi dan Pemilu: Menggambarkan tantangan yang dihadapi dalam konsolidasi demokrasi di Indonesia.
4. Masalah yang Ditemui

Pemilu 2019 menunjukkan banyak masalah, seperti ketidakpuasan publik terhadap hasil pemilu dan munculnya kerusuhan sosial.
Ada juga isu politisasi identitas, di mana agama dan etnisitas digunakan untuk menarik suara.
5. Kesimpulan

Jurnal ini menekankan pentingnya pemilu sebagai sarana untuk memperkuat demokrasi dan menciptakan pemerintahan yang efektif.
Ditekankan bahwa untuk mencapai demokrasi yang substansial, semua pihak harus berkomitmen untuk meningkatkan kualitas pemilu dan memperbaiki kepercayaan publik terhadap institusi politik.
6. Harapan untuk Masa Depan

Diharapkan bahwa dengan adanya penelitian dan diskusi yang lebih baik, Indonesia dapat membangun sistem politik yang lebih kuat dan demokratis, serta mengatasi tantangan yang ada.
In reply to First post

Re: FORUM JAWABAN ANALISIS JURNAL

by Preisi Odelia Hutabarat -
Nama : Preisi Odelia Hutabarat
NPM : 2415061101
Kelas : PSTI-C

Jurnal yang berjudul "Jurnal Penelitian Politik" dapat berfungsi sebagai pertukaran pemikiran dalam bidang politik, baik di tingkat nasional maupun internasional. Tujuan utama jurnal ini adalah mengkaji isu-isu strategis seperti demokratisasi, pemilihan umum, dan otonomi daerah. Diterbitkan oleh pusat penelitian pemerintah, jurnal ini menghadapi tantangan baru dalam konteks akademik dan kebijakan praktis.

Artikel-artikel dalam jurnal ditulis oleh para ahli, seperti Prof. Dr. Syamsuddin Haris dan Prof. Dr. R. Siti Zuhro, yang memberikan perspektif multidisiplin. Jurnal ini mengangkat isu terkini, termasuk penguatan sistem presidensial dan mobilisasi perempuan dalam pemilu, dengan pendekatan analitis yang mengandalkan data dan studi kasus. Salah satu hal penting dari jurnal ini adalah bahwa meskipun demokrasi di Indonesia mengalami berbagai tantangan, seperti penurunan peringkat dalam indeks kebebasan, penting untuk terus mendorong proses demokratisasi yang sehat dan partisipasi masyarakat. Jurnal ini menekankan bahwa kegaduhan dalam demokrasi adalah hal yang wajar, asalkan tetap berada dalam jalan yang sehat dan tidak melanggar norma-norma demokrasi.
In reply to Preisi Odelia Hutabarat

Re: FORUM JAWABAN ANALISIS JURNAL

by DETA AMELIA -
Nama : Deta Amelia
Npm : 2415061120
Kelas : PSTI-C

Jurnal Penelitian Politik Vol. 16 No. 1 terbitan Juni 2019 dari LIPI mengangkat tema besar tentang dinamika sosial dan politik menjelang pelaksanaan Pemilu Serentak 2019. Edisi ini membahas berbagai isu penting seputar persiapan pemilu, termasuk penguatan sistem presidensial, peran simbolik perempuan dalam kampanye, serta netralitas aparat seperti Polri. Selain itu, jurnal ini juga menyoroti bagaimana populisme berkembang dalam politik Indonesia dan bagaimana budaya pesantren, melalui karya seperti Shalawat Badar, memiliki dimensi politik yang menarik untuk dikaji. Topik-topik ini menunjukkan kompleksitas suasana politik menjelang pemilu, terutama dalam hal komunikasi politik, mobilisasi massa, dan tantangan menjaga demokrasi tetap sehat.

Selain artikel ilmiah, jurnal ini juga memuat review buku yang mengulas penataan demokrasi dan pelaksanaan pemilu sejak era reformasi. Secara keseluruhan, jurnal ini menyajikan pandangan kritis terhadap berbagai aspek penting dalam penyelenggaraan pemilu dan demokrasi di Indonesia. Isinya tidak hanya berguna bagi kalangan akademik seperti mahasiswa dan peneliti, tetapi juga bagi masyarakat umum dan pengambil kebijakan yang ingin memahami bagaimana dinamika sosial-politik memengaruhi jalannya pemilu. Dengan pendekatan yang beragam dan kajian yang mendalam, jurnal ini menjadi sumber referensi yang relevan dalam memahami tantangan dan perkembangan politik Indonesia kontemporer.
In reply to First post

Re: FORUM JAWABAN ANALISIS JURNAL

by Nabilah Putri Tarevi -
Nama : Nabilah Putri Tarevi
NPM : 2415061025
Kelas : PSTI C

Jurnal "Jurnal Penelitian Politik" berfungsi sebagai platform untuk berbagi pemikiran mengenai isu-isu strategis dalam politik, dengan fokus pada tema-tema seperti demokratisasi, pemilihan umum, konflik, dan otonomi daerah yang relevan dengan konteks politik Indonesia. Artikel-artikel ditulis oleh para pakar, seperti Prof. Dr. Syamsuddin Haris dan Prof. Dr. R. Siti Zuhro, yang memberikan perspektif multidisiplin.

Metodologi analitis yang digunakan, dengan data dan studi kasus, memungkinkan pemahaman mendalam tentang dinamika sosial-politik menjelang pemilu dan tantangan konsolidasi demokrasi. Jurnal ini menekankan pentingnya mendorong proses demokratisasi yang sehat meskipun menghadapi berbagai tantangan. Dengan kontribusi signifikan terhadap pemahaman dinamika politik, jurnal ini menjadi referensi berharga bagi peneliti dan pembuat kebijakan, serta berperan dalam pengembangan ilmu politik dan kebijakan publik di Indonesia.
In reply to First post

Re: FORUM JAWABAN ANALISIS JURNAL

by Fadhlan Ramadhan -
Nama: Fadhlan Ramadhan
NPM: 2415061062
Kelas: PSTI-C

1. Fokus dan Tujuan Tulisan
Artikel ini membedah tantangan konsolidasi demokrasi dalam pelaksanaan Pemilu Presiden 2019 di Indonesia. Penulis menekankan pentingnya pendalaman demokrasi (deepening democracy) sebagai prasyarat demokrasi substantif yang efektif dan akuntabel.

2. Isu Sentral
Tulisan menyoroti beberapa isu krusial yang menghambat konsolidasi demokrasi:

a. Polarisasi Sosial dan Politisasi Identitas
Pilpres 2019 ditandai oleh pembelahan sosial tajam, seperti penggunaan istilah “cebong” vs “kampret”.

Terdapat eksploitasi agama dan identitas, baik oleh kubu petahana maupun oposisi, dalam merebut suara Muslim.

Gerakan seperti Ijtima’ Ulama memperjelas fragmentasi dalam tubuh umat Islam.

b. Kegagalan Partai Politik
Partai gagal dalam kaderisasi dan fungsi edukasi politik.

Adanya komersialisasi pencalonan legislatif (dengan banyaknya selebriti menjadi caleg).

Minimnya visi ideologis dan dominasi kepentingan elite memperlemah representasi publik.

c. Politisasi Birokrasi
Terjadi pelibatan ASN dan pejabat publik dalam kampanye politik secara tidak netral.

Ini mengindikasikan kerapuhan institusional dan lemahnya prinsip meritokrasi dalam birokrasi.

3. Masalah Demokrasi Prosedural vs Substantif
Penulis membandingkan antara demokrasi prosedural (sebatas teknis pemilu) dan demokrasi substantif (substansi seperti akuntabilitas, kesetaraan, pelayanan publik). Indonesia dinilai masih dominan pada tataran prosedural.

4. Data Empiris dan Fenomena Penting
Disebutkan adanya laporan pelanggaran oleh kedua kubu, mencerminkan ketidakpercayaan pada proses pemilu.

Tingginya isu hoaks, ujaran kebencian, dan kerusuhan 22 Mei 2019 menjadi indikator rapuhnya tatanan demokratis.

5. Kesimpulan dan Rekomendasi
a. Demokrasi Indonesia belum terkonsolidasi
Pemilu 2019 memperlihatkan bahwa pilar demokrasi (parpol, pemilu, civil society, media) belum berfungsi optimal.

b. Pentingnya Trust Building
Kunci utama untuk demokrasi berkualitas adalah membangun kepercayaan publik terhadap institusi negara (KPU, Bawaslu, parpol, birokrasi).

c. Perlu Pembenahan Komprehensif
Reformasi birokrasi.

Perkuatan pelembagaan partai politik.

Pendidikan politik masyarakat untuk meningkatkan kualitas partisipasi.

Kelebihan Artikel
Analisis tajam dan sistematis terhadap berbagai sisi pemilu.

Menggabungkan pendekatan normatif-teoretik dan empirik.

Relevan dengan konteks sosial-politik kontemporer.

Kekurangan
Terlalu fokus pada problematika tanpa menawarkan model solusi operasional yang lebih konkret.

Terlihat condong kepada kritik terhadap elite politik dan institusi negara, namun kurang pada analisis struktural jangka panjang.
In reply to First post

Re: FORUM JAWABAN ANALISIS JURNAL

by Thoriq abdillah -
Nama : Thoriq abdillah
NPM : 2415061104
Kelas : PSTI C

1. Fokus dan Tujuan Tulisan
Tulisan ini mengupas secara kritis dinamika konsolidasi demokrasi dalam konteks Pilpres 2019. Penulis menyoroti perlunya memperdalam praktik demokrasi sebagai fondasi bagi terwujudnya demokrasi yang substansial—yang mencerminkan akuntabilitas dan efektivitas dalam penyelenggaraan negara.

2. Isu Utama yang Diangkat
a. Polarisasi Sosial dan Isu Identitas
Pemilu 2019 menunjukkan adanya perpecahan sosial yang tajam, tercermin dalam penggunaan label seperti "cebong" dan "kampret" yang mencerminkan segregasi politik.
Baik pihak petahana maupun oposisi memanfaatkan sentimen agama dan identitas demi kepentingan elektoral, terutama untuk menarik dukungan pemilih Muslim.
Inisiatif seperti Ijtima’ Ulama semakin menegaskan adanya pembelahan dalam komunitas Islam sendiri.

b. Kegagalan Partai Politik
Partai politik dinilai tidak menjalankan peran kaderisasi secara efektif dan kurang berkontribusi dalam pendidikan politik masyarakat.
Banyaknya figur publik dan selebritas yang diusung sebagai calon legislatif menunjukkan kecenderungan komersialisasi pencalonan.
Minimnya orientasi ideologis serta dominasi elit politik membuat partai tidak mampu merepresentasikan kepentingan rakyat secara memadai.

c. Ketidaknetralan Birokrasi
Keterlibatan aparatur sipil negara (ASN) dan pejabat publik dalam aktivitas kampanye menunjukkan adanya keberpihakan yang tidak semestinya.
Fenomena ini mencerminkan lemahnya institusi dan belum kuatnya prinsip meritokrasi dalam sistem birokrasi.

3. Demokrasi: Prosedural vs Substantif
Penulis membandingkan antara demokrasi yang bersifat prosedural—sekadar memenuhi aspek teknis pemilu—dengan demokrasi substantif yang menekankan akuntabilitas, keadilan, dan pelayanan kepada rakyat. Indonesia dinilai masih berkutat pada aspek formalnya saja.

4. Fakta Lapangan dan Realitas Sosial
Terdapat laporan pelanggaran pemilu dari kedua belah pihak, menunjukkan adanya krisis kepercayaan terhadap integritas proses elektoral.
Penyebaran hoaks, ujaran kebencian, hingga kerusuhan pada 22 Mei 2019 menjadi bukti rapuhnya demokrasi yang seharusnya mengedepankan rasionalitas dan kedewasaan politik.
In reply to First post

Re: FORUM JAWABAN ANALISIS JURNAL

by M. Darunnadwah Al-Qushai Sutrawhana -
NAMA : M.Darunnadwah Al-Qushai Sutrawhana

NPM : 2455061005

KELAS : PSTI-C

Jurnal Penelitian Politik merupakan wadah akademik yang berperan penting dalam menyebarluaskan pemikiran kritis dan analisis mendalam mengenai berbagai isu strategis dalam ranah politik, khususnya yang berkaitan erat dengan konteks sosial-politik Indonesia. Fokus utama jurnal ini mencakup topik-topik seperti proses demokratisasi, dinamika pemilihan umum, konflik sosial-politik, serta isu otonomi daerah yang semakin relevan dalam lanskap politik nasional.

Artikel-artikel yang dimuat ditulis oleh para akademisi dan peneliti terkemuka di bidangnya, seperti Prof. Dr. Syamsuddin Haris dan Prof. Dr. R. Siti Zuhro, yang dikenal luas karena pendekatan multidisipliner mereka. Kehadiran tokoh-tokoh intelektual ini menambah kedalaman serta keragaman perspektif dalam setiap edisi jurnal.

Jurnal ini mengandalkan metodologi analitis yang kokoh, berbasis pada data empiris dan studi kasus yang relevan, guna memberikan pemahaman yang komprehensif terhadap dinamika politik menjelang pesta demokrasi serta berbagai tantangan dalam proses konsolidasi demokrasi. Pendekatan ini tidak hanya membantu memetakan permasalahan secara objektif, tetapi juga memberikan rekomendasi kebijakan yang aplikatif dan bernuansa kontekstual.

Lebih dari sekadar media publikasi ilmiah, Jurnal Penelitian Politik menjadi instrumen penting dalam mendorong perdebatan akademik yang konstruktif dan mendukung terciptanya proses demokratisasi yang inklusif dan berkelanjutan. Dengan kontribusinya yang signifikan terhadap pengembangan wacana politik dan kebijakan publik, jurnal ini layak menjadi rujukan utama bagi para peneliti, pengambil kebijakan, mahasiswa, maupun masyarakat luas yang memiliki ketertarikan terhadap studi politik Indonesia.
In reply to First post

Re: FORUM JAWABAN ANALISIS JURNAL

by Pandu Sahala Sitanggang -
Nama: Pandu Sahala Sitanggang
NPM: 2415061089
Kelas: PSTI-C

Artikel “Demokrasi dan Pemilu Presiden 2019” oleh R. Siti Zuhro membahas tantangan mendasar dalam pendalaman dan konsolidasi demokrasi di Indonesia melalui pelaksanaan Pilpres 2019. Penulis menyoroti bahwa meskipun pemilu telah dilaksanakan secara langsung sejak era reformasi, praktik demokrasi di Indonesia masih bersifat prosedural, belum menyentuh aspek substansial seperti akuntabilitas, kesetaraan politik, dan peningkatan partisipasi masyarakat secara kritis. Polarisasi politik yang tajam, politisasi identitas, serta maraknya hoaks dan ujaran kebencian menunjukkan lemahnya nilai-nilai toleransi dan kepercayaan sosial di masyarakat, yang berdampak langsung pada kualitas demokrasi dan stabilitas politik nasional.

Selain itu, penulis juga mengkritisi lemahnya fungsi partai politik dalam melakukan kaderisasi serta terjadinya politisasi birokrasi, yang mencederai prinsip netralitas dan profesionalisme aparatur negara. Parpol dinilai lebih fokus pada perebutan kekuasaan dibanding memperjuangkan aspirasi rakyat. Di sisi lain, birokrasi kerap digunakan sebagai alat politik oleh petahana, bahkan hingga ke level daerah. Hal ini memperburuk kepercayaan publik terhadap institusi demokrasi. Penulis menegaskan bahwa untuk membangun demokrasi yang substansial, diperlukan sinergi semua pemangku kepentingan—termasuk parpol, penyelenggara pemilu, pemerintah, civil society, dan media—guna membangun iklim politik yang sehat, akuntabel, dan inklusif.
In reply to First post

Re: FORUM JAWABAN ANALISIS JURNAL

by Nabila Alyaa Putri -
NAMA = NABILA ALYAA PUTRI
NPM = 2415061003
KELAS = PSTI C

Jurnal ini menganalisis tantangan dalam memantapkan demokrasi di Indonesia pasca Pemilu Presiden 2019, dengan menekankan pentingnya pendalaman demokrasi sebagai fondasi bagi demokrasi yang substansial, efektif, dan bertanggung jawab.
Isu utama yang dibahas meliputi:
1. Polarisasi sosial dan politisasi identitas yang ditandai dengan pembelahan masyarakat dan eksploitasi isu agama serta identitas dalam meraih dukungan, termasuk fragmentasi di kalangan umat Islam.
2. Kegagalan partai politik dalam kaderisasi, edukasi politik, komersialisasi pencalonan, minimnya visi ideologis, dan dominasi kepentingan elite yang melemahkan representasi rakyat.
3. Politisasi birokrasi melalui ketidaknetralan ASN dan pejabat publik dalam kampanye, mengindikasikan kerapuhan institusional dan lemahnya meritokrasi.
Jurnal ini membandingkan demokrasi prosedural (aspek teknis pemilu) dengan demokrasi substantif (substansi seperti akuntabilitas dan kesetaraan), menilai Indonesia masih didominasi oleh aspek prosedural. Data empiris dan fenomena penting seperti laporan pelanggaran pemilu, tingginya hoaks dan ujaran kebencian, serta kerusuhan 22 Mei 2019 menunjukkan kerapuhan tatanan demokrasi.

Kesimpulan jurnal menyatakan bahwa demokrasi Indonesia belum terkonsolidasi karena pilar-pilarnya belum berfungsi optimal. Rekomendasi utama adalah membangun kepercayaan publik terhadap institusi negara dan melakukan pembenahan komprehensif melalui reformasi birokrasi, penguatan partai politik, dan pendidikan politik masyarakat.
Kelebihan jurnal terletak pada analisisnya yang tajam, sistematis, dan relevan, menggabungkan pendekatan teoretis dan empiris. Kekurangannya adalah kurangnya solusi operasional konkret dan analisis struktural jangka panjang, serta cenderung lebih fokus pada kritik terhadap elite dan institusi.
In reply to First post

Re: FORUM JAWABAN ANALISIS JURNAL

by Nadya Putri Gusnarni -
Nama : Nadya Putri Gusnarni
NPM : 2415061043
Kelas : PSTI C

Jurnal "Jurnal Penelitian Politik" berperan sebagai wadah diskusi dan berbagi ide tentang politik, baik di Indonesia maupun di kancah internasional. Fokus utama jurnal ini adalah meneliti isu-isu penting seperti perkembangan demokrasi, penyelenggaraan pemilu, dan kebijakan otonomi daerah. Meskipun diterbitkan oleh lembaga riset pemerintah, jurnal ini menghadapi berbagai tantangan dalam dunia akademis dan implementasi kebijakan.
Artikel-artikel di dalamnya ditulis oleh para pakar seperti Prof. Dr. Syamsuddin Haris dan Prof. Dr. R. Siti Zuhro, yang menyajikan pandangan dari berbagai disiplin ilmu. Jurnal ini membahas isu-isu terkini, termasuk upaya memperkuat sistem presidensial dan peran aktif perempuan dalam pemilu, dengan menggunakan analisis data dan contoh kasus. Salah satu poin penting yang diangkat adalah, meskipun demokrasi di Indonesia menghadapi ujian seperti penurunan peringkat kebebasan, upaya untuk memajukan demokratisasi yang sehat dan melibatkan partisipasi masyarakat harus terus didorong. Jurnal ini menegaskan bahwa dinamika dan perdebatan dalam demokrasi adalah hal yang lumrah, asalkan tetap berada dalam koridor yang benar dan tidak melanggar prinsip-prinsip demokrasi.
In reply to First post

Re: FORUM JAWABAN ANALISIS JURNAL

by Farhan Naufal Azmi -
Farhan Naufal Azmi
2415061111
PSTI-C

Jurnal ini menyajikan analisis menyeluruh tentang dinamika politik Indonesia menjelang dan selama Pemilu Serentak 2019. Beberapa artikel membahas berbagai aspek, mulai dari penguatan sistem presidensial, mobilisasi suara perempuan, netralitas Polri, hingga transformasi populisme dalam kontestasi politik. Secara umum, isu utama yang diangkat adalah bagaimana proses demokrasi Indonesia, terutama dalam penyelenggaraan pilpres, menghadapi berbagai tantangan dalam hal pendalaman demokrasi, kualitas partisipasi politik, dan pelembagaan sistem politik yang lebih akuntabel.

Salah satu fokus penting jurnal ini adalah pada persoalan konsolidasi demokrasi yang belum optimal. Tulisan R. Siti Zuhro menggarisbawahi bahwa Pemilu 2019 masih memperlihatkan lemahnya pilar-pilar demokrasi, seperti rendahnya kepercayaan publik, politisasi birokrasi, hingga merebaknya ujaran kebencian dan politisasi identitas yang memperburuk polarisasi masyarakat. Selain itu, partai politik dinilai gagal melakukan kaderisasi yang memadai dan lebih mengandalkan selebriti sebagai vote getter. Situasi ini memperlihatkan bahwa demokrasi Indonesia masih cenderung prosedural, bukan substantif.

Jurnal ini juga menyoroti kompleksitas pemilu serentak serta konsekuensinya terhadap sistem politik dan sosial di Indonesia. Banyak artikel menyoroti peran lembaga penyelenggara pemilu, birokrasi, serta media dalam menjaga netralitas dan kualitas demokrasi. Di akhir jurnal, ditegaskan bahwa pendalaman demokrasi dan penciptaan pemilu yang bermartabat memerlukan sinergi dari semua pemangku kepentingan, mulai dari partai politik, pemerintah, lembaga pengawas, hingga masyarakat sipil. Demokrasi substantif hanya bisa terwujud jika ada kepercayaan publik dan komitmen pada nilai-nilai demokrasi.
In reply to First post

Re: FORUM JAWABAN ANALISIS JURNAL

by Muhamad Nabil Almuzzaki -
Nama : Muhamad Nabil Almuzzaki
NPM : 2415061121
Kelas : PSTI C

Jurnal Penelitian Politik karya R. Siti Zuhro merupakan kajian kritis terhadap dinamika demokrasi di Indonesia dalam konteks penyelenggaraan Pemilu Presiden tahun 2019. Jurnal ini menjelaskan bahwa meskipun pemilu 2019 adalah momen penting dalam perjalanan demokrasi Indonesia, pelaksanaannya belum benar-benar menunjukkan demokrasi yang berjalan secara mendalam. Pemilu masih lebih fokus pada aturan formal saja, bukan pada kualitasnya. Hal ini terlihat dari partisipasi masyarakat yang masih rendah, partai politik yang belum kuat, dan pemerintah yang belum sepenuhnya menunjukkan tanggung jawab atas kinerjanya.

Salah satu fokus utama jurnal ini adalah fenomena politisasi identitas dan agama dalam kampanye politik. Politisasi ini berdampak pada meningkatnya polarisasi sosial dan menurunnya toleransi dalam masyarakat. Penulis juga menyoroti lemahnya peran partai politik dalam melakukan kaderisasi, yang ditunjukkan dengan banyaknya calon legislatif dari kalangan selebritas tanpa rekam jejak politik yang jelas. Hal ini mencerminkan kegagalan partai dalam menjalankan fungsi pendidikan politik dan penyaringan calon pemimpin yang berkualitas.

Selain itu, jurnal ini mengkritisi ketidaknetralan birokrasi dalam proses pemilu. Keterlibatan aparatur sipil negara dalam politik praktis dianggap mencederai prinsip netralitas dan berdampak pada rendahnya kepercayaan publik terhadap hasil pemilu. Kerusuhan yang terjadi pasca pengumuman hasil pilpres menjadi bukti lemahnya kepercayaan masyarakat terhadap proses demokrasi yang berlangsung.

Penulis menyimpulkan bahwa konsolidasi demokrasi di Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan. Untuk itu, perlu adanya sinergi antar pemangku kepentingan—partai politik, birokrasi, penyelenggara pemilu, masyarakat sipil, dan media massa—untuk memperkuat demokrasi substantif. Keberhasilan demokrasi tidak hanya ditentukan oleh kelancaran prosedur pemilu, tetapi juga oleh kemampuan sistem politik dalam membangun kepercayaan publik, menjamin keadilan, dan mengakomodasi keberagaman secara adil dan setara.
In reply to First post

Re: FORUM JAWABAN ANALISIS JURNAL

by Nabila Alya Chalisa 2415061010 -
Nama : Nabila Alya Chalisa
NPM : 2415061010
Kelas : PSTI C

Hasil analisis jurnal
Jurnal Penelitian Politik Vol. 16 No. 1 Tahun 2019 membahas berbagai tantangan demokrasi Indonesia dalam konteks Pemilu Serentak 2019, khususnya Pilpres yang mempertemukan kembali Joko Widodo dan Prabowo Subianto. Artikel utama karya R. Siti Zuhro mengulas bagaimana pemilu yang seharusnya menjadi sarana konsolidasi demokrasi justru memperlihatkan banyak kelemahan, seperti politisasi identitas, lemahnya pelembagaan partai politik, dan polarisasi sosial yang tajam. Pemilu 2019 dinilai masih bersifat prosedural, belum substantif, karena belum mampu menghasilkan pemerintahan yang efektif dan meningkatkan kepercayaan publik. Bahkan, netralitas birokrasi dan aparat negara turut dipertanyakan, serta partai politik gagal menjalankan fungsi kaderisasi dengan mengandalkan popularitas tokoh selebritas semata.

Jurnal ini juga menyoroti pentingnya sinergi antara berbagai aktor demokrasi termasuk masyarakat sipil, media massa, lembaga pengawas, dan pemerintah untuk memperkuat demokrasi substansial yang menjunjung keadilan, partisipasi bermakna, dan kebebasan politik. Maraknya hoaks, ujaran kebencian, serta politisasi agama menunjukkan bahwa nilai-nilai dasar demokrasi belum menjadi budaya politik yang dominan. Oleh karena itu, dibutuhkan pembenahan serius dalam tata kelola pemilu, penguatan peran lembaga politik, dan reformasi birokrasi untuk menciptakan pemilu yang damai dan demokrasi yang lebih sehat. Pemilu 2019 menjadi pelajaran penting bahwa demokrasi Indonesia masih membutuhkan proses pendalaman yang berkelanjutan dan komitmen kuat dari seluruh elemen bangsa.
In reply to First post

Re: FORUM JAWABAN ANALISIS JURNAL

by Ezzra Rei Setiawan -
Nama : Ezzra Rei Setiawan
NPM : 2415061096
Kelas : PSTI C
Hasil Analisis Jurnal

Artikel ini mengkaji secara mendalam tantangan-tantangan yang dihadapi dalam proses konsolidasi demokrasi di Indonesia, dengan fokus pada pelaksanaan Pemilihan Umum Presiden tahun 2019. Penulis menggarisbawahi pentingnya memperkuat demokrasi secara substansial bukan hanya dari segi formalitas prosedur, melainkan juga dari segi efektivitas, akuntabilitas, dan kualitas substansi demokrasi itu sendiri.

Salah satu isu utama yang disorot dalam artikel ini adalah menguatnya polarisasi sosial serta politisasi identitas. Pemilu 2019 ditandai oleh keterbelahan masyarakat yang tajam, tercermin dari istilah-istilah populer seperti “cebong” dan “kampret” yang menggambarkan keterikatan emosional pada masing-masing kubu. Selain itu, agama dan identitas etnis dimanfaatkan secara strategis oleh para kandidat untuk menarik dukungan, baik oleh pihak petahana maupun oposisi. Fenomena seperti munculnya gerakan Ijtima’ Ulama menunjukkan adanya perpecahan signifikan di dalam komunitas keagamaan, terutama umat Islam.

Aspek lain yang dikritisi adalah kelemahan kinerja partai politik. Partai-partai dinilai gagal menjalankan fungsi kaderisasi dan pendidikan politik yang seharusnya menjadi peran utama mereka. Fenomena pencalonan legislatif yang didominasi oleh figur-figur selebriti menggambarkan kecenderungan komersialisasi politik. Kurangnya visi ideologis serta dominasi kepentingan segelintir elite juga memperburuk kualitas representasi politik.

Artikel ini juga menyoroti gejala politisasi dalam birokrasi. Banyaknya aparatur sipil negara (ASN) dan pejabat publik yang terlibat secara tidak netral dalam kampanye politik menjadi indikator lemahnya prinsip meritokrasi dan rapuhnya kelembagaan birokrasi di Indonesia. Hal ini menandakan bahwa demokrasi Indonesia belum memiliki institusi yang cukup kuat dan tahan terhadap tekanan politik.

Penulis kemudian membedakan antara demokrasi prosedural dan demokrasi substantif. Demokrasi prosedural hanya menekankan pada aspek-aspek teknis seperti pelaksanaan pemilu, sementara demokrasi substantif lebih menekankan nilai-nilai seperti keadilan, akuntabilitas, dan pelayanan publik yang berkualitas. Indonesia dinilai masih terlalu fokus pada prosedur, namun belum mencapai kedalaman demokrasi substantif yang sejati.

Secara empiris, artikel ini mencatat banyaknya laporan pelanggaran pemilu yang dilakukan oleh kedua belah pihak dalam kontestasi. Ketidakpercayaan terhadap proses pemilu juga terlihat dari maraknya hoaks, ujaran kebencian, hingga aksi kerusuhan yang terjadi pada 22 Mei 2019. Semua ini mencerminkan rapuhnya fondasi demokrasi Indonesia.

Pada bagian kesimpulan, artikel ini menyatakan bahwa demokrasi di Indonesia masih belum terkonsolidasi. Pelaksanaan Pemilu 2019 menunjukkan bahwa elemen-elemen penting dalam demokrasi seperti partai politik, pemilu yang jujur dan adil, masyarakat sipil, dan media belum bekerja secara optimal. Oleh karena itu, membangun kepercayaan publik terhadap institusi-institusi negara seperti KPU, Bawaslu, partai politik, dan birokrasi menjadi krusial untuk mewujudkan demokrasi yang berkualitas.

Penulis juga menyarankan agar dilakukan reformasi birokrasi secara menyeluruh, memperkuat kelembagaan partai politik, dan meningkatkan pendidikan politik bagi masyarakat sebagai upaya memperbaiki kualitas partisipasi politik.

Artikel ini memiliki keunggulan dalam menyajikan analisis yang tajam dan sistematis terhadap dinamika pemilu. Pendekatan yang digunakan menggabungkan perspektif teoritis dan data empiris, serta relevan dengan situasi sosial-politik Indonesia saat ini. Namun demikian, kekurangan artikel ini terletak pada kecenderungannya untuk lebih banyak mengkritik aktor politik dan lembaga negara tanpa menawarkan solusi operasional yang konkret. Selain itu, pendekatannya belum sepenuhnya menyentuh akar struktural dari permasalahan demokrasi dalam jangka panjang.
In reply to First post

Re: FORUM JAWABAN ANALISIS JURNAL

by Hafidz Azka Rikzi -
Nama : Hafidz Azka Rikzi
NPM : 2415061051
Kelas : PSTI C
Hasil Analisis Jurnal

Jurnal *Penelitian Politik* karya R. Siti Zuhro merupakan analisis kritis terhadap dinamika demokrasi Indonesia dalam penyelenggaraan Pemilu Presiden 2019. Meskipun pemilu tersebut menjadi tonggak penting dalam sejarah demokrasi, jurnal ini menilai pelaksanaannya belum mencerminkan demokrasi yang substantif karena masih berfokus pada aspek prosedural semata. Hal ini tercermin dari rendahnya partisipasi publik, lemahnya institusi partai politik, dan kurangnya akuntabilitas pemerintah.

Salah satu sorotan utama jurnal ini adalah politisasi identitas dan agama dalam kampanye yang memicu polarisasi dan menurunkan tingkat toleransi sosial. Selain itu, lemahnya kaderisasi partai politik juga menjadi perhatian, ditandai dengan maraknya caleg dari kalangan selebritas tanpa latar belakang politik yang memadai.

Jurnal ini juga mengkritik ketidaknetralan birokrasi, khususnya keterlibatan ASN dalam politik praktis, yang turut merusak kepercayaan masyarakat terhadap integritas pemilu. Kerusuhan pasca pemilu menjadi cerminan dari lemahnya kepercayaan publik terhadap proses demokrasi.

Sebagai kesimpulan, penulis menekankan bahwa konsolidasi demokrasi di Indonesia masih menghadapi tantangan serius. Untuk memperkuat demokrasi substantif, diperlukan kolaborasi erat antara partai politik, birokrasi, masyarakat sipil, penyelenggara pemilu, dan media. Demokrasi sejati tidak hanya diukur dari keberlangsungan proses elektoral, tetapi juga dari kemampuannya menjamin keadilan, membangun kepercayaan, dan mengakomodasi keberagaman secara setara.
In reply to First post

Re: FORUM JAWABAN ANALISIS JURNAL

by Jihan Fatimah Az Zahra -

Nama: Jihan Fatimah Az Zahra

NPM: 2415061027

Kelas: PSTI C

Jurnal ini membahas tantangan yang dihadapi Indonesia dalam memperkuat praktik demokrasi, terutama melalui pelaksanaan Pemilu Presiden 2019. Walaupun pemilu adalah salah satu sarana utama dalam sistem demokrasi untuk memilih pemimpin dan mengevaluasi jalannya pemerintahan, hasil kajian dalam jurnal ini menunjukkan bahwa pelaksanaan Pilpres 2019 masih belum ideal. Penulis menggarisbawahi bahwa berbagai pilar penting demokrasi, seperti partai politik, media, masyarakat sipil, dan birokrasi, belum berfungsi secara optimal. Akibatnya, demokrasi Indonesia cenderung berjalan sekadar mengikuti aturan, namun belum mencapai/memenuhi nilai dan tujuan demokrasi itu sendiri.

Jurnal ini juga menyoroti berbagai persoalan, seperti politisasi identitas, lemahnya partai politik dalam menjalankan fungsinya, serta kurangnya netralitas birokrasi. Pemilu bukan sekadar ajang politik, tetapi juga menjadi cermin dari kuatnya pengaruh media sosial, penyebaran hoaks, dan ujaran kebencian dalam membentuk opini publik. 

Poin penting dari jurnal ini adalah bahwa demokrasi tidak bisa diukur hanya dari banyaknya orang yang ikut pemilu atau meriahnya kampanye. Demokrasi yang berkualitas seharusnya mampu membangun kepercayaan masyarakat, menciptakan pemerintahan yang efektif, dan menjaga agar lembaga negara tetap netral dan profesional. Dalam konteks ini, Pemilu 2019 justru memperlihatkan lemahnya konsolidasi demokrasi, karena banyak aktor politik dan institusi yang belum menjalankan perannya dengan bertanggung jawab.

Maka dari itu, jurnal ini menegaskan bahwa kualitas demokrasi sangat bergantung pada tingkat kepercayaan publik terhadap penyelenggara pemilu, partai politik, dan aparat hukum. Jika kepercayaan itu rendah, maka potensi konflik dan ketidakstabilan akan semakin besar. Oleh karena itu, ke depan diperlukan sinergi dari semua pihak agar demokrasi di Indonesia tidak hanya sekadar prosedur, tetapi juga membawa manfaat nyata bagi masyarakat.

In reply to First post

Re: FORUM JAWABAN ANALISIS JURNAL

by Nayla Citra Andira -
NAMA: Nayla Citra Andira

NPM: 2415061004

KELAS: PSTI D

Jurnal “Demokrasi dan Pemilu Presiden 2019” karya R. Siti Zuhro mengkritisi proses demokrasi di Indonesia yang masih bersifat prosedural. Meskipun pemilu langsung telah berlangsung beberapa kali, demokrasi belum berjalan secara substansial karena masih lemahnya kepercayaan publik, rendahnya kualitas partai politik, serta maraknya politisasi birokrasi dan identitas.

Pemilu 2019 mencerminkan kondisi demokrasi yang belum matang, ditandai dengan polarisasi masyarakat, dominasi kampanye negatif, serta minimnya gagasan politik yang mendidik. Partai politik lebih fokus pada popularitas ketimbang kaderisasi, sementara birokrasi justru terseret dalam kepentingan politik praktis. Hal ini menunjukkan bahwa demokrasi belum menjadi sarana pemberdayaan rakyat secara nyata.

Penulis menekankan pentingnya membangun kepercayaan, netralitas lembaga, dan keterlibatan masyarakat sipil sebagai syarat konsolidasi demokrasi. Tanpa pembenahan serius, pemilu hanya menjadi ajang kekuasaan, bukan wadah memperjuangkan kepentingan rakyat.
In reply to First post

Re: FORUM JAWABAN ANALISIS JURNAL

by Putri Hepti Amelia -
NAMA: PUTRI HEPTI AMELIA
NPM: 2415061005
KELAS: PSTI D

ANALISI JURNAL
Jurnal ini fokus pada analisis tantangan konsolidasi demokrasi di Indonesia, khususnya melalui lensa Pemilu Presiden (Pilpres) 2019.
1. Poin-Poin Penting:
-Kurangnya Pilar Demokrasi yang Efektif: Penulis berpendapat bahwa pilar-pilar demokrasi di Indonesia belum cukup kuat untuk mendukung konsolidasi demokrasi yang
sehat.
-Polarisasi Politik dan Pembelahan Sosial: Pilpres 2019 ditandai dengan polarisasi politik yang tajam antara pendukung kedua kandidat, yang berakhir pada pembelahan
sosial yang signifikan.
-Masalah Suksesi Kepemimpinan dan Kepercayaan Publik: Hasil Pilpres 2019, khususnya penolakan hasil oleh salah satu kandidat, menunjukkan adanya masalah dalam
suksesi kepemimpinan yang baik dan tidak memberikan kepercayaan publik terhadap proses pemilu.
-Peran Mahkamah Konstitusi (MK): Penulis menyoroti peran penting MK sebagai penentu akhir hasil Pilpres 2019, yang mengindikasikan bahwa proses pemilu belum
sepenuhnya selesai di tingkat KPU.
-Politisasi Identitas: meskipun dalam abstrak tidak secara langsung dituliskan, namun dari penjabaran pendahuluan, terlihat bahwa penulis juga menyinggung mengenai
politisasi identitas.

2. Kekuatan Jurnal:
-Relevansi topik: Jurnal ini membahas isu-isu yang sangat relevan dan penting dalam konteks demokrasi Indonesia.
-Analisis yang kritis: Penulis memberikan analisis yang kritis terhadap proses Pilpres 2019 dan dampaknya terhadap demokrasi Indonesia.
-Penggunaan bahasa yang jelas: abstrak dan pendahuluan ditulis dengan bahasa yang mudah dipahami.

3. Kekurangan Jurnal:
-Kurangnya Pendalaman Analisis: Meskipun kritis, analisis dalam jurnal ini terasa belum mendalam. Penulis menyatakan adanya masalah pada pilar-pilar demokrasi,
tetapi tidak secara spesifik menguraikan pilar mana saja yang dimaksud dan mengapa dianggap belum efektif.
-Minimnya Bukti Empiris: Jurnal ini cenderung bersifat argumentatif dan kurang didukung oleh data empiris yang kuat. Penyertaan data seperti hasil survei, media
analisis, atau data statistik terkait polarisasi dan kepercayaan publik akan memperkuat validitas argumen.
-Tidak Ada Pembahasan Solusi/Rekomendasi: Jurnal ini lebih fokus pada mengungkap masalah daripada menawarkan solusi atau rekomendasi konkret untuk mengatasi
tantangan konsolidasi demokrasi di Indonesia.
-Potensi Kurang Kontekstual: Sebagai tulisan yang diterima dan direvisi dalam waktu yang relatif singkat setelah Pilpres 2019, ada potensi analisis bahwanya belum
sepenuhnya mempertimbangkan perkembangan politik dan sosial jangka panjang setelah pemilu.
-Tidak Ada Kerangka Teoretis yang Jelas: Jurnal ini tidak eksplisit menyebutkan kerangka teoritis ilmu politik yang digunakan untuk menganalisis demokrasi dan pemilu.
Penggunaan kerangka teori yang relevan dapat memperkaya analisis dan memberikan landasan yang lebih kuat.

4. Potensi Pengembangan:
-Pendalaman Analisis: Jurnal ini dapat diperkaya dengan analisis yang lebih mendalam mengenai faktor-faktor yang menyebabkan kurang efektifnya pilar-pilar demokrasi
di Indonesia.
-Pendukung Data: Akan lebih baik jika jurnal ini didukung oleh data empiris yang lebih kuat, seperti hasil survei atau analisis statistik, untuk memperkuat argumentasi yang
disampaikan.

5. Kesimpulan:
Jurnal “DEMOKRASI DAN PEMILU PRESIDEN 2019” memberikan gambaran yang jelas mengenai tantangan yang dihadapi demokrasi Indonesia dalam konteks Pilpres 2019.
Jurnal ini merupakan kontribusi yang berharga dalam memahami dinamika politik Indonesia dan pentingnya konsolidasi demokrasi yang kuat.
Secara keseluruhan, jurnal ini memberikan wawasan yang berharga mengenai kondisi demokrasi di Indonesia.
In reply to First post

Re: FORUM JAWABAN ANALISIS JURNAL

by Revalina Revalina Wanda Sari -
Nama: Revalina Wanda Sari
NPM: 2415061070
Kelas: PSTI D

Artikel “Demokrasi dan Pemilu Presiden 2019” karya R. Siti Zuhro membahas tantangan konsolidasi demokrasi di Indonesia melalui studi atas pelaksanaan Pemilu Presiden 2019. Meskipun pemilu telah menjadi rutinitas politik di era Reformasi, demokrasi Indonesia dinilai masih bersifat prosedural dan belum substantif. Artinya, proses demokrasi memang berlangsung secara legal dan terstruktur, namun belum sepenuhnya menghasilkan pemimpin yang akuntabel serta memperkuat kepercayaan publik. Pemilu 2019 menjadi contoh nyata di mana polarisasi politik, isu identitas, dan lemahnya kelembagaan partai politik justru memperlihatkan kerentanan demokrasi di Indonesia.

Salah satu persoalan utama yang dikaji dalam jurnal ini adalah tajamnya politisasi identitas agama dalam pemilu, yang memperkuat pembelahan sosial dan memperlemah nilai-nilai toleransi serta kebhinekaan. Kondisi ini diperburuk dengan maraknya hoaks dan ujaran kebencian di media sosial yang memicu konflik pasca pemilu. Selain itu, kegagalan partai politik dalam menjalankan fungsi kaderisasi dan artikulasi kepentingan publik juga menjadi hambatan serius. Banyak partai lebih sibuk mengejar elektabilitas pragmatis, seperti mengusung selebritas sebagai caleg, ketimbang membangun platform dan agenda kebijakan yang jelas.

Penulis juga menyoroti masalah politisasi birokrasi, di mana aparatur negara kerap terlibat dalam pemenangan pasangan calon tertentu. Netralitas birokrasi yang seharusnya menjadi tulang punggung profesionalisme pemerintahan justru kerap tergerus oleh kepentingan politik jangka pendek. Fenomena ini menunjukkan bahwa demokrasi yang sehat tidak cukup hanya dengan penyelenggaraan pemilu, melainkan membutuhkan institusi-institusi politik dan pemerintahan yang kredibel, independen, dan berorientasi pada kepentingan publik.

Kesimpulan utama dari artikel ini adalah bahwa demokrasi Indonesia masih menghadapi tantangan besar dalam mencapai konsolidasi yang sejati. Pilar-pilar penting seperti partai politik, birokrasi, civil society, dan media belum berfungsi secara maksimal. Untuk itu, penulis merekomendasikan perlunya sinergi di antara para pemangku kepentingan dalam memperkuat kepercayaan publik terhadap proses demokrasi. Demokrasi yang substantif—yang mampu menghasilkan pemimpin berkualitas dan meningkatkan kesejahteraan rakyat—hanya bisa terwujud jika elemen-elemen kunci demokrasi berfungsi secara efektif dan bertanggung jawab.
In reply to First post

Re: FORUM JAWABAN ANALISIS JURNAL

by M. Faqih Dwinanda -
NAMA: M. FAQIH DWINANDA
NPM: 2415061056
KELAS: PSTI D

Tulisan ini membahas dinamika demokrasi di Indonesia dengan menggabungkan perspektif akademik dan realitas sosial-politik yang terjadi, khususnya dalam konteks Pemilu 2019. Berangkat dari pemikiran yang tertuang dalam Jurnal Penelitian Politik, demokrasi di Indonesia dihadapkan pada berbagai tantangan, seperti penurunan peringkat dalam indeks kebebasan serta praktik demokrasi yang masih cenderung prosedural. Meskipun demokrasi identik dengan kegaduhan, penting untuk memastikan bahwa dinamika tersebut tetap berada dalam jalur yang sehat dan tidak menyimpang dari norma-norma demokrasi.

Salah satu isu sentral adalah polarisasi sosial dan politik identitas yang mengemuka selama Pilpres 2019. Penggunaan label seperti "cebong" dan "kampret" menjadi simbol perpecahan yang tajam di masyarakat. Sentimen agama dan identitas digunakan secara strategis oleh aktor politik untuk meraih dukungan elektoral, yang bahkan memunculkan inisiatif seperti Ijtima’ Ulama yang menunjukkan fragmentasi dalam komunitas keagamaan.

Selain itu, kelemahan institusional juga menjadi sorotan. Partai politik dianggap gagal dalam menjalankan peran kaderisasi dan pendidikan politik, serta lebih fokus pada selebritas dan figur populer ketimbang nilai-nilai ideologis. Ketidaknetralan birokrasi, terutama keterlibatan ASN dan pejabat publik dalam kampanye, memperkuat persepsi tentang lemahnya meritokrasi dan integritas sistem pemerintahan.

Melalui pendekatan analitis berbasis data dan studi kasus yang disajikan oleh para akademisi, tulisan ini menekankan pentingnya transisi dari demokrasi prosedural menuju demokrasi substantif. Demokrasi tidak cukup hanya memenuhi syarat teknis seperti pemilu, tetapi harus menjamin akuntabilitas, keadilan, dan keterwakilan yang sejati. Penyebaran hoaks, ujaran kebencian, dan kerusuhan pasca pemilu menunjukkan krisis kepercayaan yang perlu ditangani dengan reformasi kelembagaan dan peningkatan kualitas pendidikan politik.

Dengan demikian, tulisan ini menegaskan perlunya pembenahan menyeluruh dalam sistem demokrasi Indonesia. Melalui partisipasi aktif masyarakat, peran strategis akademisi, dan penguatan institusi politik, demokrasi yang lebih sehat dan substansial bukan hanya sebuah ideal, tetapi sebuah keharusan yang harus terus diperjuangkan.
In reply to First post

Re: FORUM JAWABAN ANALISIS JURNAL

by Fany Nuurviana -
NAMA : FANY NUURVIANA
NPM : 2415061037
KELAS : PSTI-D

Tulisan ini mengulas kondisi demokrasi Indonesia, terutama melalui studi atas Pemilu Presiden 2019. Meskipun pemilu telah menjadi rutinitas politik pasca Reformasi, demokrasi dinilai masih procedural sekadar memenuhi syarat teknis tanpa menghasilkan pemimpin yang akuntabel atau memperkuat kepercayaan publik. Indeks kebebasan juga menunjukkan penurunan, mempertegas bahwa demokrasi belum berkembang secara substansial.

Polarisasi sosial politik menjadi isu sentral dalam Pemilu 2019, di mana identitas agama dan politik digunakan sebagai alat mobilisasi elektoral. Hal ini menciptakan ketegangan sosial, memperdalam fragmentasi masyarakat, serta memperlemah nilai kebhinekaan. Penyebaran hoaks dan ujaran kebencian di media sosial pun memperburuk situasi dan menimbulkan konflik pasca pemilu.

Kelemahan institusi politik juga menjadi sorotan. Partai politik dianggap gagal dalam menjalankan fungsi kaderisasi dan lebih mengutamakan popularitas ketimbang ideologi. Di sisi lain, netralitas birokrasi kerap terganggu karena keterlibatan aparatur sipil negara dalam mendukung kandidat tertentu, yang mencerminkan lemahnya integritas dan profesionalisme lembaga pemerintahan.

Sebagai solusi, penulis menekankan pentingnya peralihan menuju demokrasi substantif melalui penguatan institusi, pendidikan politik, serta partisipasi aktif masyarakat dan akademisi. Demokrasi yang sehat hanya bisa terwujud jika seluruh elemen, termasuk partai politik, birokrasi, media, dan civil society, bekerja secara efektif, kredibel, dan berorientasi pada kepentingan publik.
In reply to First post

Re: FORUM JAWABAN ANALISIS JURNAL

by Andhika Pramudya Kusdiananggalih -
NAMA : Andhika Pramudya Kusdiananggalih

NPM : 2455061001

KELAS : PSTI D

Artikel ini membahas tantangan konsolidasi demokrasi dalam konteks Pemilu Presiden 2019 di Indonesia. Siti Zuhro menyoroti bahwa meskipun Indonesia sudah menggelar beberapa kali pilpres secara langsung, pendalaman demokrasi (deepening democracy) masih jauh dari ideal. Beberapa masalah utama yang diangkat:

- Ketidakmampuan menghasilkan suksesi kepemimpinan yang kuat dan dipercaya publik, yang terlihat dari munculnya kerusuhan setelah hasil pilpres diumumkan.
- Tingginya politisasi identitas dan agama, dengan kedua kubu saling mengklaim mewakili umat Islam.
- Lemahnya peran partai politik, yang gagal dalam kaderisasi dan malah mengandalkan selebritas untuk menarik suara.
- Masalah netralitas birokrasi, di mana aparat pemerintah ikut terlibat dalam mendukung salah satu pasangan calon.
- Kualitas demokrasi lebih bersifat prosedural daripada substantif, ditandai dengan keriuhan politik, hoaks, ujaran kebencian, dan minimnya dialog publik yang sehat.

Penulis menekankan pentingnya sinergi antarpemangku kepentingan (stakeholders) untuk membangun demokrasi yang substantif—yakni demokrasi yang tidak hanya legal-formal tetapi juga mencerminkan nilai-nilai partisipatif, keadilan, dan akuntabilitas.
In reply to First post

Re: FORUM JAWABAN ANALISIS JURNAL

by Ica Nuria Ilmawati IF Unila -
Nama: Ica Nuria Ilmawati
NPM: 2415061053
Kelas: PSTI-D

Jurnal ini membahas tentang bagaimana proses demokrasi di Indonesia, khususnya dalam konteks Pemilu Presiden 2019, masih menghadapi banyak tantangan. Meskipun Indonesia sudah lebih dari dua dekade menjalani sistem demokrasi pasca-reformasi, kenyataannya demokrasi kita masih sebatas prosedural, belum sampai ke level yang benar-benar substansial.

Penulis menjelaskan bahwa Pilpres 2019 memperlihatkan betapa masyarakat kita terbelah secara tajam. Persaingan yang seharusnya sehat dalam demokrasi malah berubah jadi ajang saling serang, baik secara langsung maupun lewat media sosial. Apalagi isu SARA dan agama juga ikut dimainkan dalam kampanye, yang membuat suasana politik makin panas.

Di sisi lain, partai politik yang seharusnya jadi pilar utama demokrasi justru dinilai gagal menjalankan perannya. Banyak partai lebih fokus cari suara instan dengan mencalonkan selebriti, daripada membina kader yang benar-benar siap memimpin. Selain itu, birokrasi juga dinilai tidak netral karena ada banyak pejabat dan ASN yang terlihat mendukung salah satu pasangan calon. Ini tentu merusak kepercayaan publik terhadap sistem pemilu yang seharusnya adil dan transparan.

Melalui jurnal ini, penulis menunjukkan bahwa demokrasi tidak cukup hanya dengan adanya pemilu. Demokrasi yang sehat harus bisa membangun kepercayaan rakyat, menghadirkan pemerintahan yang efektif, serta memberi ruang partisipasi politik yang adil dan terbuka untuk semua kalangan. Sayangnya, semua itu belum tercapai dalam pemilu 2019. Bahkan, setelah hasil pemilu diumumkan, terjadi kerusuhan yang memperlihatkan bahwa masyarakat belum sepenuhnya percaya pada proses dan hasil pemilu.

Secara keseluruhan, jurnal ini memberi pandangan yang kritis namun sangat relevan terhadap kondisi demokrasi di Indonesia. Penulis juga memberikan refleksi bahwa untuk memperkuat demokrasi, semua pihak—baik pemerintah, parpol, birokrasi, hingga masyarakat—harus punya komitmen untuk menjadikan demokrasi bukan hanya sebagai rutinitas lima tahunan, tapi benar-benar sebagai sistem yang memperjuangkan aspirasi rakyat.
In reply to First post

Re: FORUM JAWABAN ANALISIS JURNAL

by Rizky Novrizal -
Nama : Rizky Novrizal
NPM : 2415061021
Kelas : PSTI-D

Dalam Jurnal karya R. Siti Zuhro ini, Zuhro memotret wajah demokrasi Indonesia yang meskipun telah melewati lima kali pemilu pascareformasi, ternyata masih berkutat dalam lingkaran demokrasi prosedural yang dangkal. Demokrasi yang dijalankan belum sepenuhnya menyentuh aspek substansial seperti kualitas partisipasi rakyat, akuntabilitas pemerintahan, dan kepercayaan publik terhadap institusi demokratis.

Pilpres 2019 memperlihatkan betapa rentannya konsolidasi demokrasi di Indonesia terhadap fragmentasi sosial dan politisasi identitas. Kembalinya pertarungan antara Joko Widodo dan Prabowo Subianto tidak hanya memperuncing kompetisi politik, tetapi juga membelah masyarakat ke dalam dua kubu besar yang saling berseberangan. Polarisasi ini semakin diperkeruh oleh maraknya hoaks, ujaran kebencian, serta penggunaan simbol-simbol agama dan identitas untuk menggalang dukungan politik. Fenomena ini mencerminkan belum matangnya etika demokrasi dalam kehidupan berpolitik masyarakat.

Zuhro secara tajam juga mengkritik peran partai politik yang dinilainya gagal menjadi pilar utama dalam demokrasi. Alih-alih menjadi tempat pengkaderan dan pendidikan politik, banyak partai justru memanfaatkan popularitas artis untuk mendulang suara semata. Partai-partai tidak lagi menawarkan platform ideologis yang jelas, dan kampanye politik lebih banyak diisi oleh gimmick ketimbang gagasan. Akibatnya, proses politik menjadi dangkal dan tidak mampu menjawab kebutuhan rakyat secara substansial.

Salah satu isu krusial yang juga mendapat sorotan adalah politisasi birokrasi. Zuhro menunjukkan bagaimana birokrasi di berbagai level, baik pusat maupun daerah, tidak netral dalam pemilu. Banyak pejabat publik secara terbuka mendukung salah satu pasangan calon, bahkan menjadi bagian dari tim kampanye. Kondisi ini sangat mengkhawatirkan karena birokrasi seharusnya menjadi institusi netral yang melayani kepentingan publik secara adil, bukan menjadi alat kekuasaan politik. Ketidaknetralan ini pun berdampak pada penurunan kepercayaan publik terhadap hasil pemilu dan integritas sistem pemerintahan.

Lebih lanjut, tulisan ini juga menggambarkan betapa demokrasi di Indonesia masih terlalu fokus pada aspek-aspek prosedural, seperti pelaksanaan pemilu yang bebas dan adil secara teknis, tetapi belum mampu mengangkat kualitas demokrasi ke level substantif. Pemilu belum menjadi sarana efektif untuk menghasilkan pemerintahan yang responsif, akuntabel, dan berpihak pada kepentingan rakyat. Yang tampak justru adalah keriuhan politik yang mengabaikan etika berdemokrasi, serta kompetisi yang penuh dengan intrik dan manipulasi identitas.
In reply to First post

Re: FORUM JAWABAN ANALISIS JURNAL

by Putri Nabilla Atifa -
NAMA : Putri Nabilla Atifa
NPM : 2415061040
KELAS: PSTI-D

Analisis jurnal
Jurnal ini memiliki judul dinamika sosial politik menjelang pemilu serentak 2019. dalam buku ini penulis memberikan gambaran terkait kondisi demokrasi Indonesia lewat cermin pelaksanaan Pemilu Presiden 2019. Ia mengajak pembaca untuk tidak hanya melihat pemilu sebagai ajang seremonial politik, tetapi sebagai tolok ukur sejauh mana demokrasi sudah berakar dalam kehidupan berbangsa. Dalam jurnal tersebut dapat diartikan bahwasannya pemilu itu ribut. Setiap pemilu selalu memunculkan keributan, bahkan konflik sosial. Masyarakat terbelah, medsos panas, berita bohong bertebaran, dan emosi meluap, yang mencerminkan bagaimana demokrasi kita telah menyisakan luka sosial. Ini bukan pertanda demokrasi sehat, tapi demokrasi yang belum matang. Salah satu benang merah yang ditarik adalah bahwa demokrasi di Indonesia masih bersifat prosedural. Demokrasi yang sehat hanya bisa tumbuh dalam suasana saling percaya—antara rakyat dan pemimpin, antara penyelenggara pemilu dan peserta, antara lembaga negara dan masyarakat sipil. Ketika kepercayaan ini retak, maka demokrasi berubah menjadi sumber kecurigaan dan perpecahan.

Kesimpulan dari jurnal tersebut Pemilu 2019 menunjukkan bahwa demokrasi Indonesia masih bersifat prosedural dan belum menyentuh aspek substansial. Polarisasi sosial, politisasi identitas, lemahnya fungsi partai politik, serta birokrasi yang tidak netral menjadi tantangan besar bagi konsolidasi demokrasi. Untuk mewujudkan demokrasi yang sehat, Indonesia perlu membangun kepercayaan publik, memperkuat institusi, dan menumbuhkan budaya politik yang matang.
In reply to First post

Re: FORUM JAWABAN ANALISIS JURNAL

by M. Zinedine Zidane -
Nama: M. Zinedine Zidane
Npm: 2415061082

Artikel berjudul Demokrasi dan Pemilu Presiden 2019 yang ditulis oleh R. Siti Zuhro membahas tentang bagaimana proses demokrasi di Indonesia, khususnya lewat Pilpres 2019, masih menghadapi berbagai tantangan besar. Meski pemilu dianggap sebagai wujud utama demokrasi, praktiknya di Indonesia masih sebatas prosedur formal, belum menyentuh aspek substansi seperti keadilan, kesetaraan, dan partisipasi politik yang bermakna. Pilpres 2019 memperlihatkan polarisasi politik yang tajam di tengah masyarakat, ditambah maraknya politisasi agama dan penyebaran hoaks yang memperparah situasi. Selain itu, netralitas birokrasi ikut dipertanyakan karena banyak aparatur sipil negara (ASN) yang ikut terlibat dalam kegiatan politik praktis. Partai politik juga dinilai belum menjalankan perannya secara maksimal, karena lebih fokus pada pencitraan dan popularitas, seperti mencalonkan artis ketimbang kader yang memang punya kompetensi politik. Artikel ini menyimpulkan bahwa salah satu masalah utama dalam demokrasi Indonesia adalah rendahnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap lembaga politik dan pemilu. Oleh karena itu, penulis menekankan pentingnya semua pihak, mulai dari partai politik, pemerintah, masyarakat sipil, hingga media, untuk ikut andil dalam membangun demokrasi yang lebih substansial dan berorientasi pada kepentingan rakyat, bukan sekadar rutinitas lima tahunan semata.
In reply to First post

Re: FORUM JAWABAN ANALISIS JURNAL

by Kanaya Traylingga Pratama -
NAMA : Kanaya Traylingga Pratama
NPM : 2415061059
KELAS : PSTI-D

Jurnal ini mengangkat kenyataan bahwa demokrasi di Indonesia masih sebatas formalitas. Pemilu yang seharusnya menjadi ajang rakyat menentukan masa depan, justru belum benar-benar menghasilkan pemerintahan yang mewakili kebutuhan dan harapan masyarakat. Masih banyak masalah seperti konflik sosial, perpecahan karena perbedaan identitas, dan partisipasi warga yang hanya sebatas datang ke TPS. Ini menunjukkan bahwa demokrasi kita belum menyentuh hal-hal penting seperti keadilan sosial dan transparansi pemerintahan masalah yang juga dialami oleh banyak negara berkembang lainnya.

Salah satu hal paling menonjol dalam jurnal ini adalah soal politisasi identitas. Dalam Pemilu 2019, isu agama dan suku digunakan sebagai alat kampanye, bukan sebagai bagian dari visi misi yang membangun. Akibatnya, masyarakat makin terbelah, saling curiga, bahkan bermusuhan hanya karena berbeda pilihan politik. Strategi seperti ini memang bisa efektif untuk mengumpulkan suara, tapi sangat berbahaya untuk persatuan bangsa dalam jangka panjang. Jurnal ini dengan tegas menunjukkan bagaimana pendekatan seperti itu merusak fondasi demokrasi yang sehat.

Masalah lainnya adalah lemahnya peran partai politik dan birokrasi. Banyak partai hanya mengandalkan figur populer tanpa membina kader atau menawarkan ideologi yang jelas. Birokrasi pun belum sepenuhnya netral, kadang ikut terlibat dalam politik praktis. Ini membuat proses demokrasi jadi rawan disalahgunakan untuk kepentingan segelintir orang. Penulis mengajak semua pihak untuk ikut membenahi demokrasi kita dari partai, pemerintah, penyelenggara pemilu, hingga masyarakat. Meski begitu, jurnal ini akan lebih kuat lagi jika juga menyertakan solusi nyata yang bisa langsung diterapkan.
In reply to First post

Re: FORUM JAWABAN ANALISIS JURNAL

by Regina Salwa Lestari -
Nama : Regina Salwa Lestari
Npm : 2415061057
Kelas : PSTI - D
Analisis Jurnal

Jurnal ini membahas dinamika demokrasi Indonesia melalui pelaksanaan Pemilu Presiden 2019 yang penuh tantangan. Pilpres yang seharusnya menjadi sarana pendalaman demokrasi justru diwarnai dengan berbagai persoalan mendasar, mulai dari lemahnya pelembagaan partai politik, politisasi identitas, hingga netralitas birokrasi yang dipertanyakan. Keterlibatan elite politik dalam praktik-praktik yang tidak mencerminkan nilai-nilai demokratis membuat proses konsolidasi demokrasi berjalan tidak optimal. Selain itu, meningkatnya polarisasi dan konflik sosial pasca pemilu menandakan belum kokohnya fondasi demokrasi substantif di Indonesia. Meski berbagai kemajuan seperti meningkatnya partisipasi publik dan terbukanya ruang-ruang kebebasan telah tampak sejak era reformasi, jurnal ini menggarisbawahi bahwa kualitas demokrasi masih cenderung prosedural. Dalam situasi ini, dibutuhkan komitmen dari seluruh elemen bangsa termasuk partai politik, pemerintah, penyelenggara pemilu, dan masyarakat sipil untuk memperkuat integritas pemilu dan membangun kembali kepercayaan publik. Hanya melalui kolaborasi dan partisipasi aktif yang berkesinambungan, demokrasi Indonesia bisa berkembang lebih matang dan mampu menjawab tuntutan masyarakat secara lebih adil dan inklusif.
In reply to First post

Re: FORUM JAWABAN ANALISIS JURNAL

by Kadek Dwi Octo Lesa Candigo Kadek Dwi Octo Lesa Candigo -
NAMA : KADEK DWI OCTO LESA CANDIGO
NPM : 2415061072
KELAS : PSTI - D

ANALISIS JURNAL

Jurnal ini membahas tantangan yang dihadapi Indonesia dalam memperkuat praktik demokrasi. Walaupun pemilu adalah salah satu sarana utama dalam sistem demokrasi untuk memilih pemimpin dan mengevaluasi jalannya pemerintahan, hasil kajian dalam jurnal ini menunjukkan bahwa pelaksanaan Pilpres 2019 masih belum ideal. Penulis menggarisbawahi bahwa berbagai pilar penting demokrasi, seperti partai politik, media, masyarakat sipil, dan birokrasi, belum berfungsi secara optimal. Akibatnya, demokrasi Indonesia cenderung berjalan sekadar mengikuti aturan, namun belum mencapai/memenuhi nilai dan tujuan demokrasi itu sendiri.

Salah satu fokus penting jurnal ini adalah demokrasi yang belum optimal. Pemilu 2019 masih memperlihatkan lemahnya pilar-pilar demokrasi, seperti rendahnya kepercayaan publik, politisasi birokrasi, hingga merebaknya ujaran kebencian dan politisasi identitas yang memperburuk polarisasi masyarakat. Selain itu, partai politik dinilai gagal melakukan kaderisasi yang memadai dan lebih mengandalkan selebriti sebagai vote getter. Situasi ini memperlihatkan bahwa demokrasi Indonesia masih cenderung prosedural, bukan substantif.
In reply to First post

Re: FORUM JAWABAN ANALISIS JURNAL

by Kholifah Wulandari -
NAMA : KHOLIFAH WULANDARI
NPM : 2415061079
KELAS : PSTI D

Artikel ini membahas tantangan konsolidasi demokrasi di Indonesia yang terlihat dari pelaksanaan Pemilu Presiden (Pilpres) 2019. Fokus utamanya adalah mengapa pendalaman demokrasi belum tercapai secara substansial, meskipun secara prosedural sudah berjalan.

Berikut pokok-pokok analisis :
1. Konsolidasi Demokrasi Masih Lemah
Pilar-pilar demokrasi seperti partai politik, pemilu, masyarakat sipil, dan birokrasi belum berjalan secara efektif.
Demokrasi masih bersifat prosedural, belum menyentuh aspek substansial seperti kualitas kompetisi, kesetaraan politik, dan akuntabilitas pemerintah.
2. Pemilu Serentak 2019 dan Kerumitannya
Merupakan pemilu pertama yang menggabungkan pilpres dan pileg.
Tantangan utama adalah politisasi identitas (agama dan etnis), hoaks, dan ujaran kebencian yang menyulut polarisasi sosial.
Terjadi kerusuhan 22 Mei 2019 setelah hasil rekapitulasi diumumkan, menunjukkan rendahnya kepercayaan publik.
3. Politisasi Identitas dan Agama
Perebutan suara umat Islam diwarnai dengan istilah "emak-emak", "ijtima ulama", dan dikotomi santri vs abangan.
Politik identitas digunakan secara intensif oleh kedua kubu untuk meraih elektabilitas.
4. Kinerja dan Kelemahan Partai Politik
Banyak parpol gagal melakukan kaderisasi; lebih memilih mencalonkan selebriti sebagai vote-getter.
Parpol cenderung elitis dan tidak menjembatani aspirasi rakyat setelah pemilu usai.
5. Politisasi Birokrasi
Banyak aparatur sipil negara (ASN) terlibat dalam kampanye secara tidak netral.
Birokrasi dijadikan alat politik, baik di pusat maupun daerah, yang merusak prinsip netralitas dan profesionalisme.

Dapat ditarik kesimpulan dari jurnal tersebut bahwa :
Demokrasi Indonesia masih terjebak pada aspek prosedural, pemilu belum mampu mewujudkan demokrasi yang efektif dan substantif, trust (kepercayaan) menjadi aspek krusial dalam konsolidasi demokrasi, namun kepercayaan terhadap parpol, birokrasi, dan institusi penyelenggara pemilu masih rendah, agar demokrasi lebih berkualitas, perlu sinergi antara stakeholder politik, masyarakat sipil, media, dan lembaga pengawas.
In reply to First post

Re: FORUM JAWABAN ANALISIS JURNAL

by Rifki Yudika Perdana -
Nama : Rifki Yudika Perdana
NPM : 2415061090
Kelas : PSTI D

Dalam jurnal berjudul “Demokrasi dan Pemilu Presiden 2019”, R. Siti Zuhro menyoroti bahwa praktik demokrasi di Indonesia masih sebatas prosedural dan belum menyentuh aspek substansial. Meskipun pemilu langsung telah diadakan berulang kali, esensi demokrasi belum sepenuhnya terwujud akibat rendahnya kepercayaan masyarakat, kualitas partai politik yang belum memadai, serta masih kuatnya praktik politisasi birokrasi dan isu identitas.

Pemilu tahun 2019 memperlihatkan bahwa demokrasi di Indonesia belum dewasa. Hal ini terlihat dari polarisasi yang tajam di masyarakat, dominasi kampanye bernuansa negatif, dan minimnya penyampaian visi-misi yang mendidik. Partai politik lebih mementingkan pencitraan dibandingkan pembinaan kader, sementara birokrasi ikut terseret dalam tarik-menarik kepentingan politik. Kondisi ini mencerminkan bahwa demokrasi belum menjadi sarana nyata untuk memberdayakan rakyat.

Penulis menegaskan bahwa konsolidasi demokrasi membutuhkan langkah-langkah penting seperti membangun kembali kepercayaan publik, menjaga netralitas institusi, serta meningkatkan partisipasi masyarakat sipil. Tanpa perbaikan mendalam, pemilu hanya akan menjadi perebutan kekuasaan, bukan alat untuk memperjuangkan aspirasi dan kesejahteraan rakyat.
In reply to First post

Re: FORUM JAWABAN ANALISIS JURNAL

by Hengky Kurniawan IF UNILA -
NAMA : HENGKY KURNIAWAN
NPM : 2415061105
KELAS : PSTI D

Dalam tulisannya, R. Siti Zuhro menyoroti kondisi demokrasi Indonesia yang meskipun telah melalui lima kali pemilu pascareformasi, masih terjebak dalam praktik demokrasi yang bersifat prosedural dan belum menyentuh esensi demokrasi substantif. Aspek penting seperti kualitas partisipasi warga, akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan, serta tingkat kepercayaan masyarakat terhadap lembaga demokrasi belum berkembang secara optimal.

Pemilu Presiden 2019 menjadi cerminan rapuhnya proses konsolidasi demokrasi di Indonesia. Pertarungan yang kembali mempertemukan Joko Widodo dan Prabowo Subianto tidak hanya memperuncing persaingan politik, tetapi juga memperlebar jurang sosial di tengah masyarakat. Polarisasi makin parah akibat penyebaran hoaks, ujaran kebencian, serta eksploitasi simbol-simbol agama dan identitas demi kepentingan politik, menandakan rendahnya pemahaman etika demokrasi di kalangan pelaku politik dan masyarakat luas.

Zuhro juga mengkritik keras peran partai politik yang dinilai belum mampu menjalankan fungsi idealnya sebagai agen pendidikan dan kaderisasi politik. Banyak partai cenderung mengandalkan popularitas selebritas untuk meraih suara, alih-alih menawarkan visi dan platform politik yang jelas. Akibatnya, proses politik menjadi minim substansi dan tidak mampu menjawab kebutuhan masyarakat secara mendalam.

Isu lain yang tak kalah penting adalah politisasi birokrasi. Zuhro mencatat bahwa birokrasi, baik di tingkat pusat maupun daerah, kerap kehilangan netralitasnya dalam pemilu. Tak jarang pejabat publik terang-terangan berpihak dan bahkan terlibat langsung dalam tim kampanye. Hal ini menggerus kepercayaan publik terhadap pemilu dan mencederai prinsip bahwa birokrasi seharusnya netral dan berfungsi melayani semua golongan secara adil.

Secara keseluruhan, tulisan Zuhro menekankan bahwa demokrasi Indonesia terlalu berfokus pada aspek teknis dan prosedural, seperti pelaksanaan pemilu yang tampak adil, namun belum berhasil mewujudkan demokrasi yang substantif. Demokrasi belum digunakan sebagai sarana untuk membentuk pemerintahan yang benar-benar akuntabel, responsif, dan berpihak pada rakyat, melainkan masih dipenuhi oleh dinamika politik yang penuh intrik serta manipulasi identitas.
In reply to First post

Re: FORUM JAWABAN ANALISIS JURNAL

by Rahman Hidayat -

Nama : Rahman Hidayat 
Kelas : PSTI C
NPM : 2415061073

Hasil Analisis Jurnal

Jurnal ini mengangkat persoalan krusial dalam praktik demokrasi di Indonesia, dengan fokus pada pelaksanaan Pemilu Presiden 2019. Meskipun pemilu merupakan pilar utama dalam sistem demokrasi, pelaksanaannya belum sepenuhnya mencerminkan nilai-nilai demokrasi yang substansial. Berbagai elemen penting seperti partai politik, media, masyarakat sipil, dan birokrasi dinilai belum menjalankan peran mereka secara maksimal.

Permasalahan seperti politisasi identitas, lemahnya fungsi partai, serta rendahnya netralitas birokrasi menjadi sorotan utama. Selain itu, pemilu juga terdistorsi oleh maraknya disinformasi dan ujaran kebencian di media sosial yang membentuk opini publik secara negatif.

Jurnal ini menegaskan bahwa ukuran kualitas demokrasi tidak hanya ditentukan oleh tingginya partisipasi pemilih atau meriahnya kampanye, melainkan oleh seberapa besar kepercayaan publik terhadap institusi-institusi demokratis. Tanpa kepercayaan tersebut, demokrasi menjadi rapuh dan rentan terhadap instabilitas. Oleh karena itu, dibutuhkan komitmen bersama dari seluruh elemen bangsa agar demokrasi tidak sekadar menjadi formalitas, tetapi benar-benar menghadirkan manfaat nyata bagi rakyat.


In reply to First post

Re: FORUM JAWABAN ANALISIS JURNAL

by Muhammad Imran Harun 2415061013 -

Nama : Muhammad Imran Harun

NPM : 2415061013

Kelas : PSTI C

Artikel "Demokrasi dan Pemilu Presiden 2019" karya R. Siti Zuhro mengkritisi lemahnya konsolidasi demokrasi di Indonesia yang tercermin dari pelaksanaan Pilpres 2019 yang masih bersifat prosedural ketimbang substantif. Penulis menyoroti berbagai persoalan, mulai dari polarisasi masyarakat akibat politisasi identitas, kegagalan partai politik dalam menjalankan fungsi kaderisasi dan representasi, hingga politisasi birokrasi yang mengancam netralitas dan legitimasi pemilu. Kompleksitas pemilu serentak juga dinilai belum mampu memperkuat sistem presidensial karena lemahnya kelembagaan politik. Artikel ini menekankan pentingnya sinergi antara elemen-elemen demokrasi seperti parpol, birokrasi, media, dan masyarakat sipil dalam membangun demokrasi yang inklusif, akuntabel, dan berorientasi pada peningkatan kepercayaan publik terhadap proses demokratis.

In reply to First post

Re: FORUM JAWABAN ANALISIS JURNAL

by Riffa Yudika -
Nama: Riffa Yudika Permana
NPM: 2415061091
Kelas: PSTI D

Jurnal ini mengulas berbagai tantangan dalam memperkuat demokrasi di Indonesia setelah Pemilu Presiden 2019, dengan menyoroti pentingnya memperdalam praktik demokrasi agar mampu menciptakan sistem yang lebih substansial, efektif, dan bertanggung jawab.

Beberapa isu utama yang diangkat antara lain:
1. Terjadinya polarisasi sosial dan politisasi identitas, yang terlihat dari meningkatnya pembelahan masyarakat serta pemanfaatan isu agama dan identitas untuk meraih dukungan politik, termasuk perpecahan di kalangan umat Islam.
2. Lemahnya peran partai politik, ditandai dengan kegagalan dalam kaderisasi dan pendidikan politik, praktik pencalonan yang bersifat transaksional, ketiadaan visi ideologis yang jelas, serta dominasi kepentingan elit yang melemahkan fungsi representatif partai.
3. Politisasi lembaga birokrasi, yang tercermin dalam ketidaknetralan aparatur sipil negara (ASN) dan pejabat publik saat masa kampanye, mengindikasikan lemahnya institusi dan sistem meritokrasi.

Jurnal ini juga membedakan antara demokrasi prosedural—yang berfokus pada aspek teknis seperti penyelenggaraan pemilu—dan demokrasi substantif—yang mencakup nilai-nilai seperti akuntabilitas dan kesetaraan. Disimpulkan bahwa demokrasi di Indonesia saat ini masih lebih menekankan aspek prosedural. Hal ini diperkuat oleh data empiris serta kejadian-kejadian penting, seperti banyaknya pelanggaran pemilu, penyebaran hoaks dan ujaran kebencian, hingga kerusuhan yang terjadi pada 22 Mei 2019—semuanya menunjukkan bahwa fondasi demokrasi masih rapuh.

Jurnal ini menyimpulkan bahwa demokrasi di Indonesia belum sepenuhnya terkonsolidasi karena pilar-pilar utamanya belum berjalan dengan baik. Oleh karena itu, dibutuhkan upaya menyeluruh untuk membangun kembali kepercayaan publik terhadap institusi negara. Reformasi birokrasi, penguatan fungsi partai politik, serta peningkatan literasi politik masyarakat menjadi rekomendasi utama.

Kekuatan jurnal ini terletak pada ketajaman analisisnya yang disusun secara sistematis dan relevan, dengan menggabungkan pendekatan teori dan data lapangan. Namun, kelemahan jurnal adalah minimnya usulan solusi praktis dan kurangnya pembahasan mendalam mengenai aspek struktural jangka panjang. Selain itu, fokusnya yang lebih mengarah pada kritik terhadap elite dan lembaga negara membuatnya kurang menyentuh akar masalah secara menyeluruh.
In reply to First post

Re: FORUM JAWABAN ANALISIS JURNAL

by Yaza Nurzahira -
NAMA : YAZA NURZAHIRA
KELAS : PSTI D
NPM : 2415061032

Studi ini mengkaji secara mendalam implementasi sistem demokrasi di Indonesia dengan menitikberatkan pada Pemilihan Umum Presiden tahun 2019. Temuan penelitian mengindikasikan bahwa meskipun Indonesia telah melaksanakan praktik demokrasi selama lebih dari dua puluh tahun pasca reformasi, kualitas demokrasi yang terbangun masih bersifat formalitas dan belum mencapai tingkat kedalaman yang ideal.

Hasil penelitian mengungkap fenomena polarisasi sosial yang cukup signifikan selama proses pemilu berlangsung. Mekanisme demokrasi yang semestinya diwarnai kompetisi sehat justru berkembang menjadi arena konflik horizontal, baik melalui interaksi langsung maupun pertarungan wacana di platform digital. Situasi ini semakin diperparah dengan maraknya eksploitasi isu-isu identitas seperti agama dan etnis dalam kampanye politik, yang berpotensi memicu disintegrasi sosial.

Aspek lain yang menjadi sorotan adalah menurunnya peran strategis partai politik sebagai garda depan demokrasi. Banyak partai cenderung mengadopsi pendekatan pragmatis dengan mengusung figur populer ketimbang membangun sistem kaderisasi yang berkelanjutan. Di sisi lain, netralitas birokrasi sebagai penjaga proses demokrasi juga dipertanyakan akibat terlihatnya keterlibatan aparatur negara dalam mendukung salah satu kandidat. Kondisi ini secara signifikan mengurangi tingkat kepercayaan masyarakat terhadap penyelenggaraan pemilu.

Penelitian ini menegaskan bahwa hakikat demokrasi tidak boleh direduksi sekadar penyelenggaraan pemilihan umum secara periodik. Esensi demokrasi yang sesungguhnya terletak pada kemampuan sistem politik dalam membangun pemerintahan yang akuntabel, menjamin ruang partisipasi yang setara, serta menciptakan legitimasi di mata publik. Sayangnya, berbagai parameter tersebut belum sepenuhnya terwujud dalam Pilpres 2019, yang ditandai dengan terjadinya kerusuhan pasca pengumuman hasil pemilu.

Sebagai penutup, studi ini memberikan rekomendasi penting mengenai perlunya sinergi seluruh stakeholder politik, mencakup pemerintah, partai politik, birokrasi, dan elemen masyarakat sipil untuk bersama-sama memperkuat fondasi demokrasi. Transformasi demokrasi harus dipandang sebagai proses berkesinambungan yang tidak hanya diukur dari aspek prosedural, melainkan juga dari sejauh mana sistem politik mampu mewadahi dan merealisasikan kepentingan publik secara konkret.
In reply to First post

Re: FORUM JAWABAN ANALISIS JURNAL

by Maxwel Raski H Marbun Lumban Gaol IF UNILA -
Nama : Maxwel Raski H Marbun L Gaol
NPM : 2415061119
Kelas : PSTI-D

Pemilu Presiden 2019 di Indonesia menandai pelaksanaan pemilu serentak yang mempertemukan kembali dua tokoh politik nasional, Joko Widodo dan Prabowo Subianto, dalam suasana politik yang sangat memecah belah masyarakat. Proses demokrasi ini memperlihatkan bahwa demokrasi Indonesia masih mengalami tantangan besar, terutama dalam hal pendalaman demokrasi yang belum maksimal. Pilar-pilar demokrasi seperti partai politik, media, dan masyarakat sipil belum mampu berfungsi secara efektif untuk mendorong konsolidasi demokrasi. Kontestasi yang diwarnai oleh politisasi identitas, maraknya hoaks, dan ketegangan sosial menunjukkan bahwa demokrasi Indonesia lebih bersifat prosedural daripada substansial.

Salah satu permasalahan yang menonjol dalam Pilpres 2019 adalah lemahnya peran partai politik dalam kaderisasi dan representasi politik. Partai lebih mengutamakan popularitas kandidat daripada kualitas, tercermin dari banyaknya selebritas yang diusung sebagai caleg. Parpol juga lebih sibuk mengejar kekuasaan daripada membangun program yang menyentuh kebutuhan rakyat. Di sisi lain, birokrasi turut terseret dalam kontestasi politik, menunjukkan kurangnya netralitas dan profesionalisme dalam aparatur negara. Situasi ini diperparah dengan digunakannya fasilitas negara untuk kepentingan pemenangan salah satu pasangan calon, mencerminkan besarnya pengaruh politisasi birokrasi dalam demokrasi Indonesia.

Konsolidasi demokrasi di Indonesia masih menghadapi jalan terjal. Tingginya ketidakpercayaan publik terhadap penyelenggara pemilu, institusi hukum, dan birokrasi menjadi tantangan besar bagi penguatan demokrasi. Pilpres semestinya menjadi sarana suksesi kepemimpinan yang damai dan demokratis, namun kenyataannya masih banyak masalah substansial yang belum terselesaikan. Pemilu yang berkualitas memerlukan komitmen dari seluruh pemangku kepentingan untuk menjalankan proses politik secara jujur, adil, dan profesional. Hanya dengan begitu demokrasi Indonesia bisa beranjak dari sekadar prosedural menuju demokrasi yang substansial dan berdampak nyata bagi kehidupan rakyat.
In reply to First post

Re: FORUM JAWABAN ANALISIS JURNAL

by Yostiar Aminudin 2415061016 -

Nama : Yostiar Aminudin 
Kelas : PSTI-D
NPM : 2415061016
Jurnal Penelitian Politik
merupakan wadah akademik untuk pertukaran gagasan dalam bidang politik, baik pada tataran nasional maupun internasional. Jurnal ini bertujuan untuk mengkaji isu-isu strategis seperti proses demokratisasi, pemilihan umum, serta dinamika otonomi daerah. Diterbitkan oleh lembaga penelitian pemerintah, jurnal ini berupaya menjembatani kebutuhan akademik dan kebijakan praktis di tengah tantangan yang terus berkembang.

Setiap artikel yang dimuat ditulis oleh para pakar terkemuka, di antaranya Prof. Dr. Syamsuddin Haris dan Prof. Dr. R. Siti Zuhro, yang menyajikan perspektif multidisipliner. Topik yang diangkat mencerminkan isu-isu aktual, seperti penguatan sistem presidensial dan partisipasi perempuan dalam pemilu, dengan pendekatan analitis berbasis data empiris dan studi kasus. Meskipun demokrasi di Indonesia menghadapi sejumlah tantangan termasuk penurunan peringkat dalam indeks kebebasan jurnal ini menekankan pentingnya mendorong proses demokratisasi yang inklusif dan partisipatif. Dinamika dan perbedaan pandangan dalam sistem demokrasi dianggap sebagai bagian yang wajar, selama tetap dalam koridor yang sehat dan menghormati prinsip-prinsip demokrasi.


In reply to First post

Re: FORUM JAWABAN ANALISIS JURNAL

by Ledi Daiyana Alfara -
NAMA : Ledi daiyana alfara
NPM : 2415061081
KELAS : PSTI-D

Jurnal ini membahas terkait tantangan dalam penguatan demokrasi di Indonesia, khususnya pada pelaksanaan Pemilu Presiden 2019. meskipun Indonesia sudah beberapa kali melaksanakan pemilu pasca-Reformasi, pendalaman demokrasi ini masih belum juga optimal. Pilpres 2019 menjadi sorotan karena terjadi polarisasi politik yang tajam dan munculnya kerusuhan sosial setelah pengumuman hasil pemilu oleh KPU. Maka disini dianalisislahh sejauh mana pilpres 2019 mampu memperkuat demokrasi dan membangun kepercayaan publik terhadap sistem politik Indonesia. dimana masalah-masalah yang dihadapi yaitu:
-demokrasi tidak cukup hanya dengan pemilu, tapi juga harus diikuti dengan penguatan institusi, budaya politik, dan kepercayaan publik.
-Pilpres 2019 menunjukkan perbedaan identitas yang kuat, di mana isu-isu agama, suku, dan kelompok digunakan untuk pengumpulan dukungan. Ini berpotensi membahayakan keutuhan bangsa dan memperlambat pendalaman demokrasi.
-Pilpres belum mampu menciptakan pemerintahan yang efektif karena masih adanya konflik dan ketidakpuasan dari sebagian masyarakat.
-Demokrasi Indonesia masih dihadapkan pada tantangan besar seperti lemahnya lembaga politik, budaya politik yang belum dewasa, serta pengaruh elite politik yang sangat besar dalam menentukan arah demokrasi.
-pilpres 2019 belum berhasil memperdalam demokrasi di Indonesia. Konsolidasi demokrasi masih lemah, terutama karena pilar-pilar demokrasi belum efektif, polarisasi politik semakin tajam, dan kepercayaan publik terhadap proses demokrasi masih rendah. Penulis juga menekankan pentingnya membangun kepercayaan publik dan memperkuat institusi demokrasi agar demokrasi di Indonesia bisa berkembang lebih baik.

jurnal ini sangat relevan untuk memahami perkembangan demokrasi di Indonesia. Jurnal ini memberikan analisis yang jelas tentang bagaimana pilpres 2019 bukan hanya soal memilih pemimpin, tapi juga ujian besar bagi kedewasaan demokrasi kita. Saya setuju bahwa demokrasi tidak cukup hanya dengan pemilu, tapi juga harus ada kepercayaan publik dan penguatan institusi. Selain itu, saya merasa prihatin dengan adanya pembelahan sosial yang tajam akibat politisasi identitas, karena bisa merusak persatuan bangsa. Ke depan, sebaiknya semua pihak, baik pemerintah, partai politik, maupun masyarakat, lebih dewasa dalam berdemokrasi dan tidak mudah terprovokasi isu-isu yang memecah belah.
In reply to First post

Re: FORUM JAWABAN ANALISIS JURNAL

by 2415061064 Triandika Teknik Infoematika -
NAMA : Triandika
NPM : 2415061064
KELAS : PSTI-C
A. Rangkuman Isi Jurnal
1. Politisasi Identitas: Penggunaan narasi agama (seperti label emak-emak dan ibu bangsa) untuk mobilisasi suara, yang justru mendomestikasi peran perempuan dan memperdalam polarisasi.
2. Netralitas Birokrasi: Keterlibatan aparatur sipil negara (ASN) dalam politik praktis merusak netralitas dan menurunkan kepercayaan publik terhadap hasil pemilu.
3. Kinerja Partai Politik: Partai politik dinilai gagal dalam kaderisasi dan cenderung pragmatis, seperti mengandalkan selebritas sebagai vote getter tanpa platform kebijakan yang jelas.
4. Konsolidasi Demokrasi: Pemilu 2019 belum mampu mendorong demokrasi substansial akibat lemahnya pilar demokrasi (seperti parpol, media, dan penegak hukum) serta maraknya hoax dan ujaran kebencian.
5. Peran Institusi: Mahkamah Konstitusi (MK) menjadi penentu akhir hasil pemilu akibat sengketa yang belum terselesaikan secara damai.

B. Hal yang Dapat Dipelajari
1. Pentingnya Demokrasi Substansial: Pemilu tidak hanya tentang prosedur, tetapi juga perlu menjamin partisipasi publik yang berkualitas, kesetaraan politik, dan akuntabilitas.
2. Kritik terhadap Politisasi Identitas: Penggunaan isu SARA dalam kontestasi politik berisiko memecah belah masyarakat dan melemahkan kebhinnekaan.
3. Netralitas Birokrasi: ASN harus independen dari kepentingan politik agar pemilu berlangsung adil dan legitimasi pemerintah terjaga.
4. Peran Aktif Masyarakat Sipil: Kontrol sosial oleh media, akademisi, dan LSM diperlukan untuk mengawal proses demokratisasi dan mencegah penyalahgunaan kekuasaan.
5. Refleksi Sistem Pemilu: Perlunya reformasi sistem pemilu (misalnya, evaluasi presidential threshold) dan penguatan partai politik sebagai sarana pendidikan politik rakyat.
In reply to First post

Re: FORUM JAWABAN ANALISIS JURNAL

by Vivian Rizkiana Fauzi -
NAMA : Vivian Rizkiana Fauzi
NPM : 2415061002
KELAS : PSTI-D

Jurnal ini mengkritisi pelaksanaan Pemilu Serentak 2019 yang meskipun berjalan lancar dari segi prosedural, justru menyoroti sejumlah masalah mendasar dalam demokrasi Indonesia. Beberapa kelemahan yang diungkap antara lain meningkatnya polarisasi masyarakat, maraknya politisasi identitas, kegagalan partai politik dalam menjalankan fungsi representatifnya, serta lemahnya netralitas birokrasi dalam proses pemilu. Sebagai solusi, penulis jurnal mengusulkan pentingnya pendalaman demokrasi melalui reformasi sistemik, termasuk pembenahan institusi politik, serta peningkatan kesadaran dan partisipasi politik masyarakat untuk memperkuat kualitas demokrasi ke depan.
In reply to First post

Re: FORUM JAWABAN ANALISIS JURNAL

by Valerie Alana Yusri IF Unila -
Nama: Valerie Alana Yusri
NPM: 2415061046
Kelas: PSTI-D

Jurnal Penelitian Politik, yang berjudul "Dinamika Sosial Politik Menjelang Pemilu Serentak 2019" berisi artikel-artikel yang membahas isu-isu strategis terkait politik di Indonesia, khususnya Pemilu Serentak 2019. Jurnal ini mengulas berbagai topik seperti penguatan sistem presidensial, mobilisasi perempuan melalui narasi simbolik, netralitas Polri, transformasi populisme, tantangan konsolidasi demokrasi, dan dimensi politik dalam Shalawat Badar. Secara keseluruhan, jurnal ini memberikan wawasan mendalam mengenai dinamika sosial politik menjelang Pemilu 2019, menyoroti isu-isu penting seperti peran perempuan, netralitas lembaga negara, dan pengaruh populisme dalam kontestasi politik. Jurnal ini juga membahas tantangan dalam pendalaman demokrasi dan pentingnya menjaga kepercayaan publik pasca-pemilu. Selain itu, terdapat pula ulasan buku tentang penataan demokrasi dan pemilu di Indonesia pasca reformasi.
In reply to First post

Re: FORUM JAWABAN ANALISIS JURNAL

by Rafi Zakwan Ekaputra -
NAMA : RAFI ZAKWAN EKAPUTRA
NPM : 2455061008
KELAS : PSTI-D

Jurnal Penelitian Politik ini mengkaji tantangan dalam memperkuat demokrasi di Indonesia pasca Pemilu Presiden 2019, dengan menyoroti pentingnya pendalaman demokrasi sebagai landasan menuju demokrasi yang lebih substansial, efektif, dan akuntabel. Penulis menekankan bahwa demokrasi tidak cukup hanya berjalan secara prosedural, melainkan harus menyentuh aspek-aspek substantif yang menyangkut keadilan sosial dan partisipasi bermakna.

Beberapa isu utama yang menjadi sorotan dalam jurnal ini antara lain:

Polarisasi sosial dan politisasi identitas, yang tercermin dari menguatnya pembelahan masyarakat serta eksploitasi isu agama dan identitas demi kepentingan elektoral. Fenomena ini juga menyebabkan fragmentasi dalam komunitas umat Islam yang mengancam kohesi sosial.
Kelemahan partai politik, yang tampak dari kegagalan dalam melakukan kaderisasi dan pendidikan politik, maraknya komersialisasi dalam pencalonan, absennya visi ideologis yang jelas, serta dominasi kelompok elite yang menjauhkan partai dari fungsi representasi rakyat.
Politisasi birokrasi, yang terlihat dari ketidaknetralan Aparatur Sipil Negara (ASN) dan pejabat publik selama proses pemilu, mencerminkan lemahnya prinsip meritokrasi dan rapuhnya institusi negara dalam menjamin netralitas politik.
Jurnal ini membedakan antara demokrasi prosedural—yang berfokus pada mekanisme teknis pemilu—dengan demokrasi substantif yang menekankan akuntabilitas, keadilan, dan kesetaraan. Sayangnya, Indonesia dinilai masih terjebak dalam ranah prosedural. Bukti-bukti empiris seperti laporan pelanggaran pemilu, maraknya hoaks serta ujaran kebencian, dan peristiwa kerusuhan 22 Mei 2019 menjadi indikator nyata rapuhnya tatanan demokrasi.

Dalam kesimpulannya, jurnal ini menegaskan bahwa demokrasi Indonesia belum mencapai tahap konsolidasi karena masih lemahnya pilar-pilar demokrasi. Untuk itu, diperlukan upaya serius membangun kembali kepercayaan publik terhadap institusi negara melalui reformasi birokrasi, penguatan peran dan kualitas partai politik, serta peningkatan literasi dan kesadaran politik masyarakat secara menyeluruh.

Kelebihan jurnal ini terletak pada analisisnya yang tajam, sistematis, dan relevan dengan konteks politik Indonesia saat ini. Perpaduan pendekatan teoretis dan data empiris membuat argumen yang disampaikan terasa kuat dan meyakinkan. Namun, kelemahannya adalah kurangnya tawaran solusi yang operasional dan konkret, serta belum cukup mengupas akar struktural jangka panjang dari masalah-masalah yang diangkat. Fokus kritik yang dominan diarahkan pada elite dan institusi, sementara pendekatan alternatif dari akar rumput belum banyak diulas.
In reply to First post

Re: FORUM JAWABAN ANALISIS JURNAL

by Rizky Ahmad Fahrezi -
Nama : Rizky Ahmad Fahrezi
NPM : 2415061031
Kelas : PSTID

Jurnal ini mengulas berbagai tantangan yang dihadapi Indonesia dalam memperkuat praktik demokrasi, khususnya melalui penyelenggaraan Pemilu Presiden 2019. Meskipun pemilu merupakan instrumen utama dalam sistem demokrasi untuk memilih pemimpin dan mengevaluasi kinerja pemerintahan, temuan dalam jurnal ini menunjukkan bahwa pelaksanaan Pilpres 2019 masih jauh dari kata ideal. Penulis menyoroti bahwa sejumlah elemen penting demokrasi, seperti partai politik, media, masyarakat sipil, dan birokrasi, belum mampu menjalankan perannya secara maksimal. Akibatnya, demokrasi di Indonesia cenderung sebatas menjalankan prosedur formal, namun belum mencerminkan nilai dan substansi demokrasi yang sesungguhnya.

Jurnal ini juga menyinggung berbagai persoalan yang mencuat selama proses pemilu, seperti maraknya politisasi identitas, ketidakmampuan partai politik dalam mengemban fungsi strategisnya, serta kurangnya netralitas di kalangan birokrasi. Pemilu tidak hanya menjadi panggung politik, tetapi juga memperlihatkan dominasi media sosial dalam membentuk persepsi publik, termasuk penyebaran hoaks dan ujaran kebencian.

Salah satu poin penting yang diangkat dalam jurnal ini adalah bahwa kualitas demokrasi tidak bisa diukur hanya dari besarnya partisipasi pemilih atau semaraknya kampanye. Demokrasi yang baik harus mampu menciptakan pemerintahan yang dipercaya rakyat, lembaga negara yang netral dan profesional, serta ruang politik yang sehat. Dalam hal ini, Pemilu 2019 justru menunjukkan lemahnya konsolidasi demokrasi akibat belum optimalnya peran aktor-aktor politik dan institusi terkait.

Kesimpulannya, jurnal ini menegaskan bahwa kualitas demokrasi sangat ditentukan oleh tingkat kepercayaan publik terhadap institusi-institusi seperti penyelenggara pemilu, partai politik, dan aparat penegak hukum. Ketika kepercayaan ini menurun, potensi munculnya konflik dan instabilitas akan semakin besar. Oleh karena itu, perlu adanya kerja sama lintas sektor untuk memastikan demokrasi di Indonesia tidak hanya berlangsung secara prosedural, tetapi juga mampu menghadirkan manfaat nyata bagi masyarakat luas.
In reply to First post

Re: FORUM JAWABAN ANALISIS JURNAL

by Putri Amanda IF UNILA -
NAMA : PUTRI AMANDA
NPM : 2415061112
KELAS : PSTI-C

Jurnal Penelitian Politik LIPI edisi Juni 2019 membahas berbagai tantangan demokrasi di Indonesia, terutama dalam konteks Pemilu Serentak 2019 yang untuk pertama kalinya menggabungkan pemilihan presiden dan legislatif. Salah satu isu utama adalah harapan penguatan sistem presidensial melalui pemilu serentak, namun masih terhambat oleh sistem multipartai, ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold), dan lemahnya kelembagaan partai politik, sehingga koalisi yang terbentuk cenderung pragmatis. Netralitas Polri juga menjadi sorotan penting karena perannya dalam menjaga keamanan selama pemilu. Fenomena populisme di Indonesia menjelang pemilu 2019 lebih banyak dimanfaatkan elit politik untuk kepentingan pragmatis tanpa memperdalam demokrasi secara substansial. Pilpres 2019 sendiri menunjukkan bahwa konsolidasi demokrasi masih lemah, terlihat dari polarisasi politik, kerusuhan sosial pasca pemilu, dan belum terbangunnya kepercayaan publik terhadap hasil pilpres. Selain itu, jurnal ini juga menyoroti bagaimana tradisi lisan pesantren seperti Shalawat Badar bisa menjadi alat mobilisasi politik, memperlihatkan eratnya hubungan antara budaya, agama, dan politik. Pada akhirnya, jurnal ini menegaskan bahwa demokrasi di Indonesia masih menghadapi tantangan besar dalam konsolidasi dan pendalaman nilai-nilai demokrasi, serta perlunya pembenahan institusi dan budaya politik agar demokrasi bisa berjalan lebih matang dan inklusif.
In reply to First post

Re: FORUM JAWABAN ANALISIS JURNAL

by Jehan Reza Pahlevi -
Nama : Jehan Reza Pahlevi
NPM: 2415061067
Kelas : PSTI D

Artikel “Demokrasi dan Pemilu Presiden 2019” karya R. Siti Zuhro menyajikan refleksi kritis terhadap dinamika demokrasi elektoral di Indonesia, khususnya dalam konteks penyelenggaraan Pilpres 2019. Penulis secara tajam menguraikan bahwa meskipun Indonesia telah mengalami transformasi besar melalui pelaksanaan pemilu langsung pasca-reformasi, praktik demokrasi yang berlangsung masih dominan berada pada tataran prosedural. Artinya, demokrasi belum benar-benar meresap hingga ke level substansial yang seharusnya ditandai dengan lahirnya sistem yang berorientasi pada akuntabilitas kekuasaan, partisipasi kritis warga negara, dan kesetaraan politik yang menyeluruh.

Lebih jauh, artikel ini menyoroti fenomena yang mencemaskan: menguatnya polarisasi politik yang tidak semata didasarkan pada perbedaan ideologis, melainkan diperkuat oleh politisasi identitas berbasis agama, etnis, dan kelompok sosial. Polarisasi ini bukan hanya menciptakan segregasi sosial dan memperdalam jurang perpecahan di masyarakat, tetapi juga mendorong suburnya praktik disinformasi, hoaks, dan ujaran kebencian. Kondisi ini mencerminkan erosi nilai-nilai dasar demokrasi seperti toleransi, respek terhadap perbedaan, dan kepercayaan sosial yang justru menjadi pilar penting dalam menjaga kohesi bangsa dan stabilitas sistem politik yang demokratis.

Dalam aspek kelembagaan, kritik diarahkan pada lemahnya fungsi institusional partai politik. Alih-alih menjadi kanal artikulasi kepentingan rakyat dan instrumen kaderisasi kepemimpinan nasional, partai politik justru lebih banyak berperan sebagai entitas pragmatis yang berorientasi pada perebutan kekuasaan jangka pendek. Ketidakseimbangan ini diperburuk oleh praktik politisasi birokrasi, di mana aparatur negara kehilangan netralitasnya dan menjadi instrumen kekuasaan pihak petahana, terutama pada momen-momen elektoral. Ketika profesionalisme birokrasi dikorbankan demi kepentingan politik, kepercayaan publik terhadap sistem menjadi tergerus, dan legitimasi demokrasi turut dipertaruhkan.

Penulis menyampaikan bahwa membangun demokrasi substansial bukanlah proyek yang dapat dirampungkan hanya melalui pemilu lima tahunan. Diperlukan kerja sama lintas sektor dan sinergi kolektif antara partai politik, lembaga penyelenggara pemilu, pemerintah, organisasi masyarakat sipil, serta media massa. Masing-masing aktor ini memiliki tanggung jawab historis dan moral untuk menciptakan ekosistem politik yang inklusif, transparan, dan berintegritas. Demokrasi yang kokoh tidak dibangun di atas kontestasi semata, melainkan melalui penguatan institusi, pendidikan politik, dan pembudayaan etika berdemokrasi yang matang.

Dengan demikian, artikel ini tidak hanya menjadi evaluasi terhadap pelaksanaan Pilpres 2019, tetapi juga menjadi cermin reflektif terhadap arah perjalanan demokrasi Indonesia. Tantangan-tantangan struktural dan kultural yang diuraikan merupakan peringatan bahwa demokrasi membutuhkan pemeliharaan yang konsisten, serta reformasi menyeluruh yang melampaui sekadar prosedur elektoral. Demokrasi Indonesia tidak boleh berhenti pada pencapaian formalistik, tetapi harus terus bergerak menuju demokrasi yang partisipatif, deliberatif, dan berkeadilan sosial.
In reply to First post

Re: FORUM JAWABAN ANALISIS JURNAL

by Hafizh Abdoel Ghofar -
NAMA: Hafizh Abdoel Ghofar
NPM: 2415061076
Kelas: PSTI C

Gambaran Umum
Tulisan ini membahas bagaimana pelaksanaan Pilpres 2019 di Indonesia menunjukkan bahwa demokrasi kita masih punya banyak PR. Meski kita sudah beberapa kali menggelar pemilu langsung, ternyata kualitas demokrasi kita belum sepenuhnya matang. Terutama terlihat dari lemahnya lembaga-lembaga penopang demokrasi seperti partai politik, masyarakat sipil, dan media.

Masalah Utama
Pemilu 2019 diwarnai berbagai masalah. Dari polarisasi masyarakat yang makin tajam, politisasi identitas dan agama, hingga rendahnya kepercayaan publik terhadap hasil pemilu. Bahkan, setelah hasil diumumkan, terjadi kerusuhan karena salah satu kandidat tidak menerima hasilnya dan membawa perkara ini ke Mahkamah Konstitusi.

Demokrasi Masih Terjebak Prosedur
Selama ini kita seolah hanya menjalankan demokrasi sebagai ritual: ada pemilu, ada kampanye, lalu ada penghitungan suara. Tapi di balik itu, nilai-nilai demokrasi seperti keterbukaan, keadilan, dan rasa saling percaya belum benar-benar hidup. Demokrasi kita masih bersifat prosedural, belum sampai pada esensinya.

Peran Parpol Masih Lemah
Partai politik seharusnya jadi tulang punggung demokrasi. Tapi kenyataannya banyak partai justru gagal menyiapkan kader yang layak. Sebaliknya, banyak yang mengandalkan artis demi menarik suara. Platform partai pun seringkali tidak jelas, bahkan rakyat baru “diingat” saat musim kampanye.

Politisasi Birokrasi dan Ketidaknetralan ASN
Tulisan ini juga menyoroti birokrasi yang seharusnya netral, malah sering ditarik-tarik ke dalam politik praktis. Pejabat publik kadang ikut jadi tim sukses, ASN ikut kampanye, dan fasilitas negara digunakan untuk kepentingan politik. Ini jelas mencederai prinsip demokrasi yang adil.

Polarisasi dan Perpecahan Sosial
Salah satu akibat dari kampanye politik yang tajam adalah masyarakat jadi terbelah. Istilah seperti “cebong” dan “kampret” muncul dan memperburuk suasana. Selain itu, penyebaran hoaks dan ujaran kebencian di media sosial memperkeruh keadaan.

Kesimpulan
Secara keseluruhan, tulisan ini menyimpulkan bahwa Pilpres 2019 belum berhasil memperkuat demokrasi Indonesia. Banyak aktor politik yang masih mengedepankan kepentingan sempit dan mengabaikan nilai-nilai demokrasi substansial. Konsolidasi demokrasi hanya bisa terjadi kalau semua pihak—mulai dari parpol, birokrasi, penyelenggara pemilu, hingga masyarakat sipil—bisa menjalankan perannya secara jujur dan bertanggung jawab. Jika tidak, maka kepercayaan publik akan terus menurun dan demokrasi kita hanya akan jadi formalitas belaka.
In reply to First post

Re: FORUM JAWABAN ANALISIS JURNAL

by Joshua Andrew Siahaan IF UNILA -
NAMA: Joshua Andrew Siahaan

NPM: 2455061010

KELAS: PSTI D

Jurnal “Demokrasi dan Pemilu Presiden 2019” karya R. Siti Zuhro mengkritisi proses demokrasi di Indonesia yang masih bersifat prosedural. Meskipun pemilu langsung telah berlangsung beberapa kali, demokrasi belum berjalan secara substansial karena masih lemahnya kepercayaan publik, rendahnya kualitas partai politik, serta maraknya politisasi birokrasi dan identitas.

Pemilu 2019 mencerminkan kondisi demokrasi yang belum matang, ditandai dengan polarisasi masyarakat, dominasi kampanye negatif, serta minimnya gagasan politik yang mendidik. Partai politik lebih fokus pada popularitas ketimbang kaderisasi, sementara birokrasi justru terseret dalam kepentingan politik praktis. Hal ini menunjukkan bahwa demokrasi belum menjadi sarana pemberdayaan rakyat secara nyata.

Penulis menekankan pentingnya membangun kepercayaan, netralitas lembaga, dan keterlibatan masyarakat sipil sebagai syarat konsolidasi demokrasi. Tanpa pembenahan serius, pemilu hanya menjadi ajang kekuasaan, bukan wadah memperjuangkan kepentingan rakyat.
In reply to First post

Re: FORUM JAWABAN ANALISIS JURNAL

by Salsabila Aulia Putri -
Nama: Salsabila Aulia Putri
NPM: 2415061023
Kelas: PSTI D

Berdasarkan analisis saya, jurnal ini mengangkat persoalan mendalam terkait tantangan konsolidasi demokrasi di Indonesia dengan menjadikan Pemilu Presiden 2019 sebagai titik fokus analisis. Meski pemilu tersebut telah melalui mekanisme demokratis yang sah, nyatanya belum berhasil menghasilkan kepemimpinan yang legitim serta memperkuat kepercayaan publik. Indikasinya tampak dari munculnya kerusuhan sosial pasca pengumuman hasil pilpres, yang kemudian menyeret Mahkamah Konstitusi sebagai penentu akhir hasil pemilihan. Penulis menyoroti bahwa demokrasi Indonesia masih berkutat pada tataran prosedural, belum menyentuh substansi yang mampu memperkuat kualitas demokrasi secara menyeluruh. Isu-isu seperti politisasi identitas, polarisasi masyarakat, lemahnya peran partai politik, serta ketidaknetralan birokrasi menjadi batu sandungan dalam proses pendalaman demokrasi. Selain itu, demokrasi substantif yang seharusnya mencerminkan partisipasi aktif rakyat dan akuntabilitas pemimpin belum terwujud secara nyata. Fenomena kampanye yang diramaikan hoaks dan ujaran kebencian memperparah ketegangan politik dan memperlemah nilai-nilai demokrasi yang seharusnya menjunjung tinggi toleransi serta empati. Penulis juga mengkritik lemahnya fungsi partai dalam mencetak kader dan menyuarakan kepentingan rakyat, yang terlihat dari kecenderungan mengusung figur selebritas ketimbang figur berkualitas. Akhirnya, jurnal ini mengajak semua pihak—baik penyelenggara pemilu, partai politik, birokrasi, hingga masyarakat sipil untuk berperan aktif dan profesional demi memperkuat demokrasi Indonesia yang substansial, bukan sekadar formalitas pemilu lima tahunan belaka.
In reply to First post

Re: FORUM JAWABAN ANALISIS JURNAL

by Muhammad Akbar Prayuga -
Nama : Muhammad Akbar Prayuga
NPM : 2415061017
Kelas : PSTI C

1. Fokus dan Tujuan Tulisan
Tulisan ini mengupas secara kritis dinamika konsolidasi demokrasi dalam konteks Pilpres 2019. Penulis menyoroti perlunya memperdalam praktik demokrasi sebagai fondasi bagi terwujudnya demokrasi yang substansial—yang mencerminkan akuntabilitas dan efektivitas dalam penyelenggaraan negara.

2. Isu Utama yang Diangkat
a. Polarisasi Sosial dan Isu Identitas
Pemilu 2019 menunjukkan adanya perpecahan sosial yang tajam, tercermin dalam penggunaan label seperti "cebong" dan "kampret" yang mencerminkan segregasi politik.
Baik pihak petahana maupun oposisi memanfaatkan sentimen agama dan identitas demi kepentingan elektoral, terutama untuk menarik dukungan pemilih Muslim.
Inisiatif seperti Ijtima’ Ulama semakin menegaskan adanya pembelahan dalam komunitas Islam sendiri.

b. Kegagalan Partai Politik
Partai politik dinilai tidak menjalankan peran kaderisasi secara efektif dan kurang berkontribusi dalam pendidikan politik masyarakat.
Banyaknya figur publik dan selebritas yang diusung sebagai calon legislatif menunjukkan kecenderungan komersialisasi pencalonan.
Minimnya orientasi ideologis serta dominasi elit politik membuat partai tidak mampu merepresentasikan kepentingan rakyat secara memadai.

c. Ketidaknetralan Birokrasi
Keterlibatan aparatur sipil negara (ASN) dan pejabat publik dalam aktivitas kampanye menunjukkan adanya keberpihakan yang tidak semestinya.
Fenomena ini mencerminkan lemahnya institusi dan belum kuatnya prinsip meritokrasi dalam sistem birokrasi.

3. Demokrasi: Prosedural vs Substantif
Penulis membandingkan antara demokrasi yang bersifat prosedural—sekadar memenuhi aspek teknis pemilu—dengan demokrasi substantif yang menekankan akuntabilitas, keadilan, dan pelayanan kepada rakyat. Indonesia dinilai masih berkutat pada aspek formalnya saja.

4. Fakta Lapangan dan Realitas Sosial
Terdapat laporan pelanggaran pemilu dari kedua belah pihak, menunjukkan adanya krisis kepercayaan terhadap integritas proses elektoral.
Penyebaran hoaks, ujaran kebencian, hingga kerusuhan pada 22 Mei 2019 menjadi bukti rapuhnya demokrasi yang seharusnya mengedepankan rasionalitas dan kedewasaan politik.
In reply to First post

Re: FORUM JAWABAN ANALISIS JURNAL

by Nanda Nabila Fauziah -
Nama: Nanda Nabila Fauziah
NPM: 2415061009
Kelas: PSTI C

Artikel yang ditulis oleh R. Siti Zuhro ini membahas secara mendalam tantangan dalam proses konsolidasi demokrasi di Indonesia, khususnya melalui pelaksanaan Pemilu Presiden 2019. Penulis menggarisbawahi bahwa demokrasi di Indonesia masih bersifat prosedural, belum mencapai kedalaman substansi demokrasi yang sejati. Meskipun pemilu dilakukan secara langsung dan terbuka, nilai-nilai dasar demokrasi seperti keadilan sosial, pemerintahan yang efektif, dan keterlibatan publik yang bermakna belum sepenuhnya terwujud. Salah satu indikator lemahnya demokrasi substantif ini adalah munculnya konflik sosial pasca pengumuman hasil pemilu oleh KPU, yang disebabkan oleh penolakan salah satu kandidat terhadap hasil tersebut, hingga harus diselesaikan melalui Mahkamah Konstitusi.

Selain itu, artikel ini juga menyoroti polarisasi politik dan sosial yang tajam di tengah masyarakat. Pemilu 2019 ditandai oleh penggunaan istilah yang merendahkan antarpendukung calon seperti "cebong" dan "kampret", serta maraknya politisasi identitas dan agama untuk kepentingan elektoral. Fenomena ini menunjukkan adanya degradasi budaya politik dan menurunnya semangat toleransi, yang justru bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila dan semangat Bhineka Tunggal Ika. Partai politik pun dikritik karena gagal menjalankan fungsinya dalam melakukan kaderisasi yang baik dan menyuarakan aspirasi rakyat. Banyak partai lebih memilih mengusung figur selebritas demi kepentingan elektabilitas semata.

Kritik juga diarahkan pada netralitas birokrasi yang dianggap lemah. Penulis menyoroti banyaknya aparatur negara yang terseret dalam politik praktis, bahkan sampai ke tingkat daerah. Birokrasi menjadi alat politik kekuasaan, yang seharusnya bersifat netral dan profesional. Hal ini menjadi ancaman serius bagi proses demokrasi yang sehat. Di sisi lain, pemilu serentak yang pertama kali diselenggarakan pada 2019 juga membawa tantangan tersendiri karena kompleksitas teknis dan politik yang tinggi.

Secara keseluruhan, artikel ini memberikan pandangan yang kritis dan reflektif terhadap pelaksanaan demokrasi di Indonesia. Penulis menekankan pentingnya kerja sama semua pihak—partai politik, pemerintah, penyelenggara pemilu, masyarakat sipil, media massa, hingga birokrasi—untuk menciptakan pemilu yang berkualitas dan memperkuat demokrasi yang substantif. Jika demokrasi hanya dijalankan secara prosedural tanpa membangun kepercayaan publik, maka pemilu yang seharusnya menjadi sarana penyaluran aspirasi rakyat justru akan menjadi sumber konflik dan instabilitas. Oleh karena itu, reformasi birokrasi, penguatan kelembagaan politik, serta pendidikan politik masyarakat menjadi pekerjaan rumah penting untuk masa depan demokrasi Indonesia.
In reply to First post

Re: FORUM JAWABAN ANALISIS JURNAL

by Fakhry Ramadhan Subur -
Fakhry Ramadhan
2415061113
PSTI-C
Artikel ini menganalisis secara mendalam tantangan dalam memantapkan demokrasi di Indonesia setelah Pemilu Presiden 2019, dengan fokus pada urgensi pendalaman demokrasi sebagai syarat mutlak bagi terwujudnya demokrasi yang substansial, efektif, dan akuntabel.
Beberapa persoalan krusial yang menghambat penguatan demokrasi menjadi sorotan utama dalam tulisan ini, meliputi:

Membelahnya masyarakat dan penggunaan isu identitas politik, seperti polarisasi "cebong" versus "kampret", serta eksploitasi agama oleh kedua kubu politik dalam meraih dukungan umat Muslim, yang diperparah dengan fragmentasi di internal umat Islam seperti yang terlihat pada gerakan Ijtima’ Ulama.

Inefektivitas partai politik dalam menjalankan fungsi kaderisasi dan pendidikan politik, komersialisasi pencalonan legislatif dengan banyaknya figur publik dari kalangan selebritas, serta minimnya visi ideologis dan dominasi kepentingan elite yang mereduksi representasi publik.

Keterlibatan birokrasi dalam politik secara tidak netral, yang melibatkan ASN dan pejabat publik dalam kampanye, mengindikasikan kerentanan institusional dan lemahnya prinsip meritokrasi.
Lebih lanjut, artikel ini membandingkan antara demokrasi yang hanya menekankan pada aspek teknis pemilu (prosedural) dengan demokrasi yang mengedepankan substansi seperti akuntabilitas, kesetaraan, dan pelayanan publik, dengan penilaian bahwa Indonesia masih didominasi oleh aspek prosedural. Bukti empiris dan fenomena penting seperti laporan pelanggaran pemilu dari kedua belah pihak, tingginya penyebaran hoaks dan ujaran kebencian, serta kerusuhan pasca pemilu 22 Mei 2019, menjadi indikator rapuhnya tatanan demokrasi.
Sebagai kesimpulan, artikel menyatakan bahwa demokrasi di Indonesia belum terkonsolidasi karena pilar-pilar demokrasinya belum berfungsi optimal. Rekomendasi yang diajukan adalah membangun kembali kepercayaan publik terhadap institusi negara dan melakukan pembenahan yang komprehensif melalui reformasi birokrasi, penguatan pelembagaan partai politik, serta pendidikan politik bagi masyarakat untuk meningkatkan kualitas partisipasi.
Kelebihan artikel ini terletak pada analisisnya yang tajam, sistematis, dan relevan dengan konteks sosial-politik saat ini, yang berhasil menggabungkan pendekatan teoretis dan empiris. Adapun kekurangannya adalah kurangnya tawaran solusi operasional yang lebih konkret dan analisis struktural jangka panjang, serta kecenderungan untuk lebih fokus pada kritik terhadap elite politik dan institusi negara.
In reply to First post

Re: FORUM JAWABAN ANALISIS JURNAL

by Hanzuel Akbar Evansyah -
Nama : Hanzuel Akbar Evansyah
NPM : 2415061060
Kelas : TI C

Jurnal ini menghadirkan analisis komprehensif terkait dinamika politik Indonesia menjelang dan selama pelaksanaan Pemilu Serentak 2019. Beragam topik diulas secara mendalam, mulai dari penguatan sistem presidensial, keterlibatan perempuan dalam politik, netralitas aparat penegak hukum seperti Polri, hingga kemunculan populisme dalam strategi kampanye politik. Secara garis besar, jurnal ini menyoroti tantangan yang dihadapi oleh demokrasi Indonesia, khususnya dalam konteks penyelenggaraan pemilu yang berupaya menjaga kualitas partisipasi politik, pendalaman demokrasi, dan pelembagaan sistem politik yang transparan serta bertanggung jawab.

Salah satu sorotan utama dalam jurnal ini adalah tentang proses konsolidasi demokrasi yang masih belum mencapai titik ideal. Dalam artikelnya, R. Siti Zuhro menyoroti bahwa Pemilu 2019 menunjukkan masih lemahnya fondasi demokrasi Indonesia. Rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap institusi politik, maraknya politisasi birokrasi, serta meningkatnya ujaran kebencian dan penggunaan isu identitas dalam kampanye, menjadi indikator bahwa demokrasi Indonesia masih lebih banyak menekankan aspek prosedural ketimbang substansi. Hal ini diperparah dengan minimnya proses kaderisasi yang dilakukan partai politik, yang cenderung mengandalkan figur selebritas sebagai magnet elektoral ketimbang kader yang memiliki kapasitas dan integritas.

Lebih lanjut, jurnal ini membedah kompleksitas penyelenggaraan pemilu serentak dan dampaknya terhadap tatanan politik dan sosial di Indonesia. Penyelenggaraan pemilu dalam satu waktu untuk berbagai tingkatan jabatan membawa konsekuensi besar, baik dari sisi teknis maupun kualitas demokrasi. Peran strategis lembaga penyelenggara pemilu, birokrasi negara, dan media massa menjadi sangat penting dalam menjaga integritas serta netralitas proses demokrasi. Ketika elemen-elemen ini gagal menjalankan fungsinya secara independen dan profesional, maka legitimasi hasil pemilu bisa dipertanyakan.

Di bagian akhir jurnal, penulis menegaskan bahwa demokrasi yang sehat dan bermartabat hanya bisa terwujud jika seluruh aktor politik dan institusi negara mampu membangun sinergi yang kuat. Partai politik harus berbenah dan memainkan peran pendidikan politik secara serius. Pemerintah dan aparat negara dituntut menjaga netralitas, sementara masyarakat sipil diharapkan terus menjadi kekuatan pengawas dan penyeimbang. Demokrasi tidak boleh hanya berhenti pada pemilu yang berlangsung lima tahun sekali, melainkan harus menjadi sistem yang hidup dan berkembang dalam keseharian masyarakat melalui budaya politik yang inklusif, dialogis, dan berbasis pada nilai-nilai etika serta keadilan sosial. Hanya dengan demikian, demokrasi substantif dapat benar-benar menjadi kenyataan di Indonesia.
In reply to First post

Re: FORUM JAWABAN ANALISIS JURNAL

by Edbert Frederick -
NAMA : EDBERT FREDERICK
NPM : 2415061114
KELAS : PSTI_D
Jurnal Penelitian Politik Vol. 16 No. 1 (Juni 2019) yang diterbitkan oleh Pusat Penelitian Politik LIPI menempatkan Pemilu Serentak 2019 sebagai titik fokus utama untuk mengeksplorasi berbagai dimensi konsolidasi demokrasi di Indonesia. Edisi ini dibuka dengan Catatan Redaksi yang menegaskan bahwa Pemilu Serentak 2019—pemilihan presiden, wakil presiden, dan anggota legislatif dalam satu waktu—merupakan pengalaman baru yang memicu dinamika sosial-politik kompleks dalam ranah elektoral . Redaksi menegaskan bahwa melalui kumpulan enam artikel, jurnal ini bertujuan menjembatani analisis empiris dan perkembangan teori politik dengan praktik demokrasi kontemporer.

Artikel pertama, “Penguatan Sistem Presidensial dalam Pemilu Serentak 2019” oleh Efriza, memanfaatkan pendekatan kualitatif berbasis studi koalisi untuk mengurai bagaimana presidential threshold serta kelemahan pelembagaan partai mempersempit ruang perubahan substansial dalam sistem multipartai Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan adanya efek “coattail”—peningkatan dukungan partai koalisi di legislatif pasca-pemilu—namun pola koalisi pragmatis tetap mendominasi, sehingga penguatan presidensial lebih bersifat mekanis ketimbang mendasar .

Tulisan kedua, “Upaya Mobilisasi Perempuan melalui Narasi Simbolik ‘Emak-Emak dan Ibu Bangsa’ Pada Pemilu 2019” karya Luky Sandra Amalia, menerapkan analisis wacana simbolik untuk menelaah retorika dua kubu capres-cawapres dalam membidik segmen pemilih perempuan yang merupakan mayoritas pemilih. Temuan menunjukkan bahwa label “emak-emak” dan “ibu bangsa” sama-sama membatasi peran perempuan pada ranah domestik, sehingga narasi tersebut lebih bersifat instrumen politik pragmatis daripada emancipatory rhetoric bagi perempuan .

Artikel ketiga, “Netralitas Polri Menjelang Pemilu Serentak 2019” oleh Sarah Nuraini Siregar, mengadopsi metode studi kasus lapangan untuk menilai dua fungsi Polri: menjaga keamanan pemilu (fungsi reaktif) dan deteksi dini gangguan (fungsi preventif). Analisisnya mengungkap bahwa, meski secara institusional Polri diharapkan bersikap netral, dalam praktik di lapangan sering terjadi bias perlindungan serta politisasi personel, khususnya di tingkat Babinkamtibmas, yang menimbulkan pertanyaan tentang efektivitas mekanisme pengawasan internal .

Defbry Margiansyah dalam “Populisme di Indonesia Kontemporer: Transformasi Persaingan Populisme dan Konsekuensinya dalam Dinamika Kontestasi Politik Menjelang Pemilu 2019” menggabungkan konsep eklektik populisme dengan tesis penyesuaian elit. Data komparatif menyoroti adaptasi strategi populis antara Pemilu 2014 dan 2019, menunjukkan bahwa pola populisme diinstrumenkan elit untuk memobilisasi basis dukungan tanpa menawarkan agenda transformasi demokrasi substantif.

Selanjutnya, R. Siti Zuhro dalam “Demokrasi dan Pemilu Presiden 2019” menggunakan kuantifikasi variabel prosedural dan substantif untuk menilai tingkat pendalaman demokrasi. Lewat tabel perbandingan indikator partisipasi, kompetisi, dan hak-hak sipil, ia menyimpulkan bahwa meski prosedur pemilu berjalan lancar, substansi demokrasi—termasuk mutual trust dan penghormatan terhadap HAM—belum optimal, seperti tergambar dari kerusuhan 22 Mei 2019 dan sengketa hasil yang berujung di MK.

Artikel terakhir, “Menelaah Sisi Historis Shalawat Badar: Dimensi Politik dalam Sastra Lisan Pesantren” oleh Dhuroruddin Mashad, menelusuri akar historis Shalawat Badar dengan pendekatan historia lisan. Ia memetakan bagaimana karya sastra religius tersebut telah berfungsi sebagai medium mobilisasi politik santri dari masa klasik hingga kontemporer, sekaligus menegaskan hubungan antara sastra, agama, dan politik dalam tradisi pesantren .

Dalam sebuah ulasan buku penutup, Sutan Sorik mengkritisi karya Ni’matul Huda dan M. Imam Nasef tentang demokrasi pasca-Reformasi, dengan catatan bahwa meski kerangka normatif dan empiris telah komprehensif, aspek sumber daya manusia dalam lembaga penyelenggara pemilu masih perlu dikaji lebih dalam. Secara keseluruhan, Vol. 16 No. 1 ini berhasil menghadirkan kajian multidimensional yang tetap berpegang pada kerangka akademis, sekaligus relevan bagi mahasiswa dan peneliti muda yang ingin memahami tantangan konsolidasi demokrasi Indonesia kontemporer.
In reply to First post

Re: FORUM JAWABAN ANALISIS JURNAL

by Fathan Salaka R -
NAMA : Fathan Salaka R
NPM : 2415061108
KELAS : PSTI-C

Jurnal Penelitian Politik yang ditulis oleh R. Siti Zuhro merupakan kajian kritis mengenai dinamika demokrasi Indonesia, khususnya dalam konteks pelaksanaan Pemilu Presiden 2019. Dalam jurnal ini, dijelaskan bahwa meskipun pemilu tersebut menjadi momentum penting dalam proses demokratisasi, pelaksanaannya belum mencerminkan demokrasi yang berjalan secara substansial. Proses pemilu masih cenderung terjebak dalam aspek formal prosedural, sementara kualitas demokrasi—seperti partisipasi masyarakat yang aktif, kekuatan partai politik, dan akuntabilitas pemerintah—masih tergolong rendah.

Salah satu isu utama yang diangkat dalam jurnal ini adalah maraknya politisasi identitas dan agama dalam kampanye politik. Strategi tersebut justru memperparah polarisasi sosial dan menurunkan tingkat toleransi di tengah masyarakat. Selain itu, penulis juga menyoroti lemahnya kinerja partai politik dalam menjalankan fungsi kaderisasi. Hal ini terlihat dari banyaknya calon legislatif yang berasal dari kalangan selebritas tanpa pengalaman atau rekam jejak politik yang memadai. Fenomena ini memperlihatkan bahwa partai politik belum optimal dalam mendidik dan menyaring calon pemimpin berkualitas.

Jurnal ini juga mengkritik ketidaknetralan birokrasi selama proses pemilu. Keterlibatan aparatur sipil negara dalam politik praktis dinilai melanggar prinsip netralitas dan menimbulkan krisis kepercayaan terhadap hasil pemilu. Bahkan, kerusuhan yang terjadi setelah pengumuman hasil pilpres menunjukkan betapa lemahnya legitimasi proses demokrasi di mata sebagian masyarakat.

Pada akhirnya, penulis menyimpulkan bahwa konsolidasi demokrasi di Indonesia masih menghadapi banyak tantangan serius. Oleh karena itu, dibutuhkan kolaborasi antara berbagai aktor—seperti partai politik, birokrasi, penyelenggara pemilu, masyarakat sipil, dan media massa—untuk memperkuat demokrasi yang bersifat substantif. Keberhasilan demokrasi tidak bisa hanya diukur dari lancarnya pemilu, melainkan dari sejauh mana sistem politik mampu membangun kepercayaan publik, menjamin keadilan, dan mengakomodasi keberagaman secara inklusif dan setara.