Nama : Fikri Ibnu Mubarok
Npm : 2256021005
kelas : M
Deepening Democracy dan Tantangannya
Demokrasi secara sederhana dapat dimaknai sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat Namun, untuk mewujudkan makna tersebut tidaklah mudah karena demokrasi memerlukan proses panjang dan tahapan-tahapan penting yang harus dilalui, seperti proses konsolidasi demokrasi. Seperti dikatakan Laurence Whitehead, konsolidasi demokrasi merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan secara prinsip komitmen seluruh lapisan masyarakat pada aturan main demokrasi. Proses demokrasi tersebut berlangsung relatif dinamis, khususnya sejak Pemilu 1999. Dinamikanya, bahkan, semakin pesat dan semarak setelah dilaksanakannya pemilu presiden secara langsung sejak 2004 dan pemilihan kepala daerah secara langsung sejak 2005. Demokrasi yang berlangsung di daerahdaerah merupakan landasan utama bagi berkembangnya demokrasi di tingkat nasional. Pemilihan kepala daerah secara langsung merupakan terobosan penting yang dimaksudkan sebagai upaya pendalaman demokrasi, yakni suatu upaya untuk mengatasi kelemahan praktek demokrasi substantif, khususnya dalam merespon tuntutan-tuntutan masyarakat lokal. Sementara itu, proses demokrasi yang berlangsung di tingkat nasional menunjukkan arah yang tak mudah, khususnya dalam hal membangun kualitas pilpres dan pendalaman demokrasi atau konsolidasi demokrasi. Proses ini krusial karena semua tahapan yang dilalui dalam pilpres akan berpengaruh terhadap kualitas tata kelola pemerintahan. Secara khusus pilpres yang berkualitas akan berpengaruh positif terhadap pemerintahan yang efektif.
Pemilu Presiden 2019 dan Masalahnya
Sebagai pilar utama demokrasi, pemilu merupakan sarana dan momentum terbaik bagi rakyat, khususnya, untuk menyalurkan aspirasi politiknya, memilih wakil-wakil terbaiknya di lembaga legislatif dan presiden/wakil presidennya secara damai. Keberhasilan penyelenggaraan pemilu dan pelembagaan sistem demokrasi mensyaratkan kemampuan bangsa untuk mengelola politik dan pemerintahan sesuai amanat para pendiri bangsa. Pemilu serentak 2019 adalah pemilu kelima pasca Orde Baru dan merupakan pemilu serentak pertama yang melangsungkan pileg dan pilpres dalam waktu bersamaan. Dengan kata lain, pilpres dan pileg 2019 perlu disikapi dengan cara-cara yang rasional, dewasa, profesional, adil, jujur, bijak dan beradab sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Pemilu serentak jauh lebih kompleks dan rumit, baik bagi penyelenggara pemilu, parpol, maupun rakyat. Ini juga merupakan pemilu yang paling gamang.
Pemilu dan Kegagalan Parpol
parpol sebagai pelaku utama pemilu idealnya dapat melaksanakan fungsinya sebagai penyedia kader calon pemimpin. Namun, ketika fungsi parpol tidak maksimal, proses konsolidasi demokrasi terhambat. Hal ini tampak jelas dalam pemilu 2019 di mana banyak parpol gagal dalam proses kaderisasi. Hal ini dapat dilihat dari maraknya partai yang memilih mencalonkan kalangan selebritis sebagai caleg. Tujuannya menjadikan selebritis tersebut sebagai vote getter partai dalam pemilu.12 Partai Nasdem, misalnya, tercatat sebagai partai yang paling banyak mengambil artis sebagai calon legislatifnya dalam pemilu Sejak 1999 kinerja parpol tidak kunjung menghasilkan landasan atau platform politik nasional. Kampanye lebih merupakan pameran pernak-pernik demokrasi ketimbang untuk memetakan dan menjawab persoalan bangsa. Parpol hanya memperdebatkan soal electoral threshold sebagai legitimasi kelayakan, namun minim wacana mengenai ide atau program yang hendak ditawarkan pada rakyat. Perhatian parpol pada rakyat umumnya hanya terjadi pada saat pemilu ketika mereka membutuhkan dukungan suara.
Pemilu dalam Masyarakat Plural
Mungkin bijak untuk memahami makna demokrasi dalam sebuah negara yang plural dan multikultural seperti Indonesia, dengan mengutip teori etik filsuf Jerman, Immanuel Kant yang mengingatkan, jika dalam suatu masyarakat majemuk masing-masing kelompok mengklaim kebenaran absolut agama, moralitas, atau kulturnya, yang menjadi hasil akhirnya adalah konflik. Indonesia berakar dari falsafah dan sejarah hidup bangsa. Gambaran tersebut sangat terasa dalam pilpres 2019 di mana masyarakat cenderung mengalami pembelahan sosial yang cukup tajam.
Pemilu dan Politisasi Birokrasi
Sebagai bagian dari upaya untuk mewujudkan demokrasi yang substansial, reformasi politik dan pemilu juga menuntut lahirnya reformasi birokrasi yang profesional terbebas dari pragmatisme dan kooptasi partai politik dan penguasa. Amin.16 Politisasi birokrasi makin tampak nyata dengan dijadikannya menteri-menteri, kepalakepala lembaga, kepala-kepala daerah sebagai pemenangan paslon dalam pilpres.
Npm : 2256021005
kelas : M
Deepening Democracy dan Tantangannya
Demokrasi secara sederhana dapat dimaknai sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat Namun, untuk mewujudkan makna tersebut tidaklah mudah karena demokrasi memerlukan proses panjang dan tahapan-tahapan penting yang harus dilalui, seperti proses konsolidasi demokrasi. Seperti dikatakan Laurence Whitehead, konsolidasi demokrasi merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan secara prinsip komitmen seluruh lapisan masyarakat pada aturan main demokrasi. Proses demokrasi tersebut berlangsung relatif dinamis, khususnya sejak Pemilu 1999. Dinamikanya, bahkan, semakin pesat dan semarak setelah dilaksanakannya pemilu presiden secara langsung sejak 2004 dan pemilihan kepala daerah secara langsung sejak 2005. Demokrasi yang berlangsung di daerahdaerah merupakan landasan utama bagi berkembangnya demokrasi di tingkat nasional. Pemilihan kepala daerah secara langsung merupakan terobosan penting yang dimaksudkan sebagai upaya pendalaman demokrasi, yakni suatu upaya untuk mengatasi kelemahan praktek demokrasi substantif, khususnya dalam merespon tuntutan-tuntutan masyarakat lokal. Sementara itu, proses demokrasi yang berlangsung di tingkat nasional menunjukkan arah yang tak mudah, khususnya dalam hal membangun kualitas pilpres dan pendalaman demokrasi atau konsolidasi demokrasi. Proses ini krusial karena semua tahapan yang dilalui dalam pilpres akan berpengaruh terhadap kualitas tata kelola pemerintahan. Secara khusus pilpres yang berkualitas akan berpengaruh positif terhadap pemerintahan yang efektif.
Pemilu Presiden 2019 dan Masalahnya
Sebagai pilar utama demokrasi, pemilu merupakan sarana dan momentum terbaik bagi rakyat, khususnya, untuk menyalurkan aspirasi politiknya, memilih wakil-wakil terbaiknya di lembaga legislatif dan presiden/wakil presidennya secara damai. Keberhasilan penyelenggaraan pemilu dan pelembagaan sistem demokrasi mensyaratkan kemampuan bangsa untuk mengelola politik dan pemerintahan sesuai amanat para pendiri bangsa. Pemilu serentak 2019 adalah pemilu kelima pasca Orde Baru dan merupakan pemilu serentak pertama yang melangsungkan pileg dan pilpres dalam waktu bersamaan. Dengan kata lain, pilpres dan pileg 2019 perlu disikapi dengan cara-cara yang rasional, dewasa, profesional, adil, jujur, bijak dan beradab sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Pemilu serentak jauh lebih kompleks dan rumit, baik bagi penyelenggara pemilu, parpol, maupun rakyat. Ini juga merupakan pemilu yang paling gamang.
Pemilu dan Kegagalan Parpol
parpol sebagai pelaku utama pemilu idealnya dapat melaksanakan fungsinya sebagai penyedia kader calon pemimpin. Namun, ketika fungsi parpol tidak maksimal, proses konsolidasi demokrasi terhambat. Hal ini tampak jelas dalam pemilu 2019 di mana banyak parpol gagal dalam proses kaderisasi. Hal ini dapat dilihat dari maraknya partai yang memilih mencalonkan kalangan selebritis sebagai caleg. Tujuannya menjadikan selebritis tersebut sebagai vote getter partai dalam pemilu.12 Partai Nasdem, misalnya, tercatat sebagai partai yang paling banyak mengambil artis sebagai calon legislatifnya dalam pemilu Sejak 1999 kinerja parpol tidak kunjung menghasilkan landasan atau platform politik nasional. Kampanye lebih merupakan pameran pernak-pernik demokrasi ketimbang untuk memetakan dan menjawab persoalan bangsa. Parpol hanya memperdebatkan soal electoral threshold sebagai legitimasi kelayakan, namun minim wacana mengenai ide atau program yang hendak ditawarkan pada rakyat. Perhatian parpol pada rakyat umumnya hanya terjadi pada saat pemilu ketika mereka membutuhkan dukungan suara.
Pemilu dalam Masyarakat Plural
Mungkin bijak untuk memahami makna demokrasi dalam sebuah negara yang plural dan multikultural seperti Indonesia, dengan mengutip teori etik filsuf Jerman, Immanuel Kant yang mengingatkan, jika dalam suatu masyarakat majemuk masing-masing kelompok mengklaim kebenaran absolut agama, moralitas, atau kulturnya, yang menjadi hasil akhirnya adalah konflik. Indonesia berakar dari falsafah dan sejarah hidup bangsa. Gambaran tersebut sangat terasa dalam pilpres 2019 di mana masyarakat cenderung mengalami pembelahan sosial yang cukup tajam.
Pemilu dan Politisasi Birokrasi
Sebagai bagian dari upaya untuk mewujudkan demokrasi yang substansial, reformasi politik dan pemilu juga menuntut lahirnya reformasi birokrasi yang profesional terbebas dari pragmatisme dan kooptasi partai politik dan penguasa. Amin.16 Politisasi birokrasi makin tampak nyata dengan dijadikannya menteri-menteri, kepalakepala lembaga, kepala-kepala daerah sebagai pemenangan paslon dalam pilpres.