Setelah membaca jurnal yang sudah diberikan, dapat disimpulkan bahwasannya jurnal ini membahas bagaimana pentingnya menjaga persatuan di tengah keberagaman budaya, etnis, dan kepentingan politik. Sejak kemerdekaan, Indonesia telah mengalami berbagai perubahan politik, mulai dari Orde Lama, Orde Baru, hingga Reformasi. Setiap era memiliki tantangan dalam mempertahankan integrasi nasional, terutama dengan munculnya etnosentrisme, yaitu sikap merasa budaya sendiri lebih unggul dibandingkan yang lain. Fenomena ini semakin diperkuat dengan adanya otonomi daerah yang, meskipun memberi kebebasan bagi daerah untuk berkembang, justru sering kali membuat identitas lokal lebih dominan dibandingkan identitas nasional. Selain itu, media massa, terutama televisi, memiliki peran dalam membentuk identitas kolektif masyarakat. Tayangan televisi bisa menyatukan persepsi publik, tetapi juga dapat memperkuat perbedaan kelas sosial dan kepentingan politik. Oleh karena itu, integrasi nasional hanya bisa tercapai jika individu dapat melihat dirinya sebagai bagian dari satu bangsa, bukan hanya dari kelompok tertentu.
Meskipun jurnal ini memberikan analisis mendalam tentang sejarah dan tantangan integrasi nasional, masih ada beberapa hal yang kurang dibahas. Salah satunya adalah kurangnya solusi konkret dalam menghadapi tantangan baru di era digital, di mana media sosial memiliki peran lebih besar dalam membentuk opini publik dan identitas kolektif. Penulis lebih banyak menyoroti peran media konvensional, padahal saat ini politik identitas justru berkembang pesat melalui media sosial. Selain itu, meskipun jurnal ini menekankan pentingnya strategi kebudayaan dalam menjaga persatuan, tidak ada rekomendasi jelas mengenai langkah-langkah yang harus diambil oleh pemerintah, akademisi, maupun masyarakat. Oleh karena itu, penting bagi kita sebagai mahasiswa untuk lebih kritis dalam memahami bagaimana keberagaman bisa dikelola tanpa mengorbankan persatuan
Meskipun jurnal ini memberikan analisis mendalam tentang sejarah dan tantangan integrasi nasional, masih ada beberapa hal yang kurang dibahas. Salah satunya adalah kurangnya solusi konkret dalam menghadapi tantangan baru di era digital, di mana media sosial memiliki peran lebih besar dalam membentuk opini publik dan identitas kolektif. Penulis lebih banyak menyoroti peran media konvensional, padahal saat ini politik identitas justru berkembang pesat melalui media sosial. Selain itu, meskipun jurnal ini menekankan pentingnya strategi kebudayaan dalam menjaga persatuan, tidak ada rekomendasi jelas mengenai langkah-langkah yang harus diambil oleh pemerintah, akademisi, maupun masyarakat. Oleh karena itu, penting bagi kita sebagai mahasiswa untuk lebih kritis dalam memahami bagaimana keberagaman bisa dikelola tanpa mengorbankan persatuan