Marissa Salsabilla_2216031092_Reguler B
Pendidikan kewarganegaraan dalam
konteks pendidikan nasional bukanlah sesuatu
yang baru di Indonesia. Berbagai model dan
istilah
pendidikan kewarganegaraan dilakukan
oleh Pemerintah RI untuk menyelenggarakan
misi pendidikan demokrasi dan hak asasi
manusia (HAM). Ubaedillah (2008: 1), beberapa
nama yang dipakai untuk pendidikan
kewarganegaraan antara lain adalah: pelajaran
Civics,
Pendidikan Kewarganegaraan Negara
Pendidikan Kewarganegaraan, Pendidikan
Moral Pancasila, dan PPKN. Pada level
Perguruan Tinggi pernah dilaksanakan
Pendidikan Kewiraan.
Pendidikan kewarganegaraan di
Perguruan Tinggi saat ini telah diwujudkan
dalam bentuk mata kuliah Pendidikan
Kewarganegaraan berdasarkan Surat
Keputusan Dirjen Pendidikan Tinggi No.
267/Dikti/Kep/200 tentang Penyempurnaan
Kurikulum Mata Kuliah Pengembangan
Kepribadian
Pendidikan Kewarganegaraan di
Perguruan Tinggi (Ubaedillah, 2008: 1). Tujuan
pendidikan kewarganegaraan pada dasarnya
adalah menjadikan warga negara yang cerdas
dan baik serta mampu mendukung
keberlangsungan bangsa dan negara.
Pendidikan Kewarganegaraan bertujuan
untuk membangun karakter
(Character
Building) bangsa Indonesia yang antara lain: a)
membentuk kecakapan partisipatif warga
negara yang bermutu dan bertanggung jawab
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara; b)
menjadikan warga negara Indonesia yang
cerdas, aktif, kritis dan demokratis, namun
tetap memiliki komitmen menjaga persatuan
dan integritas bangsa; c) mengembangkan
kultur demokrasi yang berkeadaban yaitu
kebebasan, persamaan, toleransi dan
tanggungjawab.
Upaya penegakan HAM oleh kelompokkelompok non-pemerintah melalui Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM) membuahkan hasil
yang menggembirakan. Akibat kuatnya
tuntutan penegakan HAM dari kalangan
masyarakat akhirnya mengubah pendirian
pemerintah Orde Baru untuk bersikap lebih
akomodatif terhadap tuntutan HAM. Satu di
antara sikap akomodatif pemerintah tercermin
dalam persetujuan pemerintah terhadap
pembentukan Komisi Nasional Hak Asasi
Manusia (Komnas HAM) melalui Keputusan
Presiden (Keppres). Kehadiran Komnas HAM
adalah untuk memantau dan menyelidiki
pelaksanaan HAM, memberi pendapat,
pertimbangan dan saran kepada pemerintah
perihal pelaksanaan HAM. Lembaga ini juga
membantu pengembangan dan pelaksanaan
HAM yang sesuai dengan Pancasila dan UUD
1945.
Meskipun telah dibentuk Komnas HAM
namun komitmen Orde Baru untuk
melaksanakan HAM secara murni dan
konsekuen masih jauh dari harapan
masyarakat, bahkan masa pemerintahan Orde
Baru sarat dengan pelanggaran HAM yang
dilakukan oleh aparat negara atas warga
negara. Hal inilah yang menyebabkan kuatnya
tuntutan terhadap Presiden Soeharto untuk
mundur dari tampuk kepresidenan yang
disuarakan oleh kelompok reformis dan
mahasiswa pada tahun 1998 melalu isu – isu
pelanggaran HAM dan penyalahgunaan
kekuasaan dalam berbagai tuntutan reformasi
yang disuarakan oleh pelopor reformasi Dr.
Amin Rais, tokoh intelektual muslim Indonesia
yang sangat kritis terhadap kebijakan
pemerintah Orde Baru.
Istilah ‘masyarakat madani’ pertama kali
dimunculkan oleh Anwar Ibrahim, mantan
Wakil Perdana Menteri Malaysia yang
memperkenalkan istilah masyarakat madani
sebagai
civil society. Menurut Ibrahim,
masyarakat madani merupakan sistem sosial
yang subur berdasarkan prinsip moral yang
menjamin keseimbangan antara kebebasan
individu dengan kestabilan masyarakat.
Inisiatif dari individu dan masyarakat berupa
pemikiran, seni, pelaksanaan pemerintah yang
berdasarkan undang-undang dan bukan nafsu
atau keinginan individu (Ubaedillah, 2008:
176). Menurut Anwar Ibrahim, masyarakat
madani memiliki ciri-cirinya yang khas yaitu
kemajemukan budaya (multicultural),
hubungan timbal balik (reciprocity) dan sikap
saling memahami dan menghargai. Karakter
masyarakat madani ini merupakan “guiding
ideas” dalam melaksanakan ide-ide yang
mendasari masyarakat madani yaitu prinsip
moral, keadilan, kesamaan, musyawarah dan
demokrasi.
Selain NGO, mahasiswa juga merupakan
salah satu komponen strateis bangsa Indonesia
dalam pengembangan demokrasi dan
masyarakat madani. Peran strategis mahasiswa
dalam proses perjuangan reformasi
menumbangkan rezim otoriter seharusnya
dapat ditindaklanjuti dengan keterlibatan
mahasiswa dalam proses demokratisasi
bangsa dan pengembangan masyarakat
madani di Indonesia. Sebagai bagian dari kelas
menengah, mahasiswa mempunyai
tugas dan
tanggung jawab terhadap nasib masa depan
demokrasi dan masyarakat madani di
Indonesia yang dapat diwujudkan dengan
pengembangan sikap-sikap demokratis, toleran,
dan kritis dalam perilaku sehari-hari melalui
cara-cara yang dialogis, santun dan
bermartabat