Nama: Suvia Puspita
NPM: 2217011122
Kelas: A
Dalam jurnal ini "Demokrasi dan Pemilu Presiden 2019" karya R. Siti Zuhro membahas bagaimana pemilu presiden 2019 belum mampu memperkuat demokrasi secara substansial di Indonesia. Sebagai mahasiswa, saya melihat bahwa inti dari tulisan ini menekankan bahwa demokrasi kita masih bersifat prosedural hanya sebatas pelaksanaan pemilu lima tahunan tanpa menyentuh nilai-nilai penting seperti keadilan, kesetaraan politik, dan partisipasi masyarakat yang berkualitas. Dari pemilu 2019, terlihat jelas bahwa masyarakat Indonesia semakin terpolarisasi. Kampanye yang diwarnai dengan hoaks, ujaran kebencian, hingga politisasi agama membuat demokrasi justru menjadi alat konflik, bukan ruang kompromi. Dua kubu pendukung capres saling mencemooh dan menjatuhkan. Selain itu, jurnal ini juga menyoroti kelemahan partai politik yang lebih mementingkan popularitas tokoh dibanding kualitas. Banyak artis dicalonkan sebagai anggota legislatif hanya karena dikenal masyarakat, bukan karena kapasitas atau integritasnya. Ini mencerminkan bahwa partai politik belum menjalankan perannya dalam kaderisasi secara maksimal. Bagi saya, ini adalah bukti bahwa politik kita masih pragmatis dan jauh dari ideal demokrasi yang mencerdaskan rakyat. Tak hanya parpol, birokrasi pun ikut terseret dalam politik praktis. Seharusnya birokrasi netral dan melayani semua golongan, tapi kenyataannya banyak aparatur negara terlibat dalam pemenangan salah satu pasangan calon. Ini menunjukkan bahwa sistem pemerintahan kita belum sepenuhnya bebas dari intervensi politik. Sebagai refleksi, saya setuju dengan pandangan penulis bahwa demokrasi bukan hanya soal memilih pemimpin. Demokrasi juga soal bagaimana pemimpin terpilih mampu membangun kepercayaan rakyat dan menciptakan sistem yang adil serta akuntabel. Jika demokrasi hanya dijalankan sebatas prosedur, tanpa memperhatikan nilai-nilai substansialnya, maka konflik, ketidakpercayaan, dan ketimpangan akan terus berulang.
Jurnal ini membuka mata saya bahwa semua pihak masyarakat, media, partai politik, birokrasi, hingga penyelenggara pemilu harus menjalankan peran masing-masing secara jujur dan bertanggung jawab agar demokrasi kita tidak hanya tampak di permukaan, tapi benar-benar tumbuh di dalam sistem dan budaya bangsa.
NPM: 2217011122
Kelas: A
Dalam jurnal ini "Demokrasi dan Pemilu Presiden 2019" karya R. Siti Zuhro membahas bagaimana pemilu presiden 2019 belum mampu memperkuat demokrasi secara substansial di Indonesia. Sebagai mahasiswa, saya melihat bahwa inti dari tulisan ini menekankan bahwa demokrasi kita masih bersifat prosedural hanya sebatas pelaksanaan pemilu lima tahunan tanpa menyentuh nilai-nilai penting seperti keadilan, kesetaraan politik, dan partisipasi masyarakat yang berkualitas. Dari pemilu 2019, terlihat jelas bahwa masyarakat Indonesia semakin terpolarisasi. Kampanye yang diwarnai dengan hoaks, ujaran kebencian, hingga politisasi agama membuat demokrasi justru menjadi alat konflik, bukan ruang kompromi. Dua kubu pendukung capres saling mencemooh dan menjatuhkan. Selain itu, jurnal ini juga menyoroti kelemahan partai politik yang lebih mementingkan popularitas tokoh dibanding kualitas. Banyak artis dicalonkan sebagai anggota legislatif hanya karena dikenal masyarakat, bukan karena kapasitas atau integritasnya. Ini mencerminkan bahwa partai politik belum menjalankan perannya dalam kaderisasi secara maksimal. Bagi saya, ini adalah bukti bahwa politik kita masih pragmatis dan jauh dari ideal demokrasi yang mencerdaskan rakyat. Tak hanya parpol, birokrasi pun ikut terseret dalam politik praktis. Seharusnya birokrasi netral dan melayani semua golongan, tapi kenyataannya banyak aparatur negara terlibat dalam pemenangan salah satu pasangan calon. Ini menunjukkan bahwa sistem pemerintahan kita belum sepenuhnya bebas dari intervensi politik. Sebagai refleksi, saya setuju dengan pandangan penulis bahwa demokrasi bukan hanya soal memilih pemimpin. Demokrasi juga soal bagaimana pemimpin terpilih mampu membangun kepercayaan rakyat dan menciptakan sistem yang adil serta akuntabel. Jika demokrasi hanya dijalankan sebatas prosedur, tanpa memperhatikan nilai-nilai substansialnya, maka konflik, ketidakpercayaan, dan ketimpangan akan terus berulang.
Jurnal ini membuka mata saya bahwa semua pihak masyarakat, media, partai politik, birokrasi, hingga penyelenggara pemilu harus menjalankan peran masing-masing secara jujur dan bertanggung jawab agar demokrasi kita tidak hanya tampak di permukaan, tapi benar-benar tumbuh di dalam sistem dan budaya bangsa.