Nama : FARISA ALICIA
NPM : 2213053026
Kelas : 2.C
POST TEST (Analisis Jurnal "Demokrasi dan Pemilu Presiden 2019"
Pemilu serentak 2019 adalah pemilu kelima pasca Orde Baru dan merupakan pemilu serentak pertama yang melangsungkan pileg dan pilpres dalam waktu bersamaan. Pemilu 2019 menjadi test case penguatan sistem presidensial, pelembagaan parpol dan koalisi parpol yang terukur dan terformat. Pemilu serentak jauh lebih kompleks dan rumit, baik bagi penyelenggara pemilu, parpol, maupun rakyat. Ini juga merupakan pemilu yang paling gamang. Sebab, di satu sisi dengan adanya presidential threshold (PT) mereka harus berkoalisi dalam mengusung pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presidennya (cawapres), di sisi lain dalam saat yang bersamaan mereka juga harus berjuang secara sendiri-sendiri untuk merebut kursi legislatif.
Sebagai negara yang mayoritas penduduknya Muslim, berebut suara muslim merupakan hal yang logis dan selalu terjadi dalam setiap pemilu. Meskipun dikotomi santri-abangan cenderung makin cair, pendapat tentang pentingnya pasangan calon yang merepresentasikan santri dan abangan masih cukup kuat. Tetapi, hal tersebut tidak dengan sendirinya memberikan jaminan kemenangan. Sejauh ini, dua tokoh utama NU lainnya, yakni Solahuddin Wahid dan Hasyim Muzadi, juga pernah menjadi cawapres dari capres Nasionalis, yakni Wiranto dan Megawati, tetapi keduanya kalah.
Sejak 1999 kinerja parpol tidak kunjung menghasilkan landasan atau platform politik nasional. Kampanye lebih merupakan pameran pernak-pernik demokrasi ketimbang untuk memetakan dan menjawab persoalan bangsa. Parpol hanya memperdebatkan soal electoral threshold sebagai legitimasi kelayakan. Perhatian parpol pada rakyat umumnya hanya terjadi pada saat pemilu ketika mereka membutuhkan dukungan suara. Setelah itu, hak dan kedaulatan rakyat tercampakkan.
Beberapa masalah yang muncul selama tahapan-tahapan pilpres tidak mendapatkan solusi yang konkrit dan memadai. Secara teoritis konflik atau sengketa dalam pemilu bisa diredam jika peserta pemilu (parpol), penyelenggara pemilu, pemerintah, dan institusi penegak hukum mampu menunjukkan profesionalitas dan memiliki komitmen yang tinggi dalam menyukseskan pemilu
Tantangan pendalaman demokrasi semakin besar ketika kondisi sosial, ekonomi, politik dan hukum juga kurang memadai. Kondisi ini tidak hanya berpengaruh terhadap kualitas pemilu dan demokrasi, tapi juga stabilitas nasional. Apalagi ketika pemilu berlangsung di tengah keterbelahan sosial, menyeruaknya berita-berita sensasional
di medsos, ujaran kebencian dan maraknya berita-berita hoax membuat hasil pemilu rentan dengan sengketa dan konflik.