Nama : Adzkya Salsabila Cahyono
Npm. : 2213053280
Kelas : 2C
Analisis Jurnal
Dinamika sosial politik menjelang pemilu serentak 2019.
DEMOKRASI DAN PEMILU PRESIDEN 2019
Sejak era Reformasi, Indonesia sudah menggelar empat kali pemilu. Tetapi, pemilu ke lima tahun 2019, khususnya, pemilu presiden (pilpres) memiliki konstelasi politik yang lebih menyita
perhatian publik.Sebagaimana diketahui, untuk kedua kalinya Joko Widodo (Jokowi) kembali berhadapan dengan Prabowo Subianto, head to head, untuk memperebutkan kursi presiden. Memanasnya kontestasi pilpres 2019 juga diwarnai dengan polarisasi politik antara kedua kubu pendukung capres. Tak ayal bara pilpres pun cenderung semakin mempertajam timbulnya pembelahan sosial dalam masyarakat.
Pemilu Presiden 2019 dan Masalahnya
Sebagai pilar utama demokrasi, pemilu
merupakan sarana dan momentum terbaik bagi rakyat, khususnya, untuk menyalurkan aspirasi politiknya, memilih wakil-wakil terbaiknya di lembaga legislatif dan presiden/wakil presidennya
secara damai. Keberhasilan penyelenggaraan pemilu (pemilu legislatif, pemilihan kepala daerah dan pemilihan presiden) dan pelembagaan sistem
demokrasi mensyaratkan kemampuan bangsa untuk mengelola politik dan pemerintahan sesuai amanat para pendiri bangsa. Meskipun hak-hak politik dan kebebasan sipil telah dijamin oleh
konstitusi serta partisipasi politik masyarakat semakin luas, di tataran empirik pemilu masih belum mampu mengantarkan rakyat Indonesia benar-benar berdaulat.
Tantangan pendalaman demokrasi semakin besar ketika kondisi sosial, ekonomi, politik dan hukum juga kurang memadai. Kondisi ini tidak hanya berpengaruh terhadap kualitas pemilu dan demokrasi, tapi juga stabilitas nasional. Apalagi ketika pemilu berlangsung di tengah keterbelahan sosial, menyeruaknya berita-berita sensasional
di medsos, ujaran kebencian dan maraknya berita-berita hoax membuat hasil pemilu rentan dengan sengketa dan konflik. Berkenaan dengan hal tersebut semua stakeholders terkait pemilu seperti partai politik, penyelenggara pemilu (KPU, Bawaslu, DKPP), pemerintah (pusat dan daerah) dan institusi penegak hukum perlu bersinergi secara profesional untuk memperbaiki kepercayaan publik terhadap hasil pilpres. Hal tersebut
perlu dilakukan karena sukses tidaknya pemilu, konflik tidaknya pilpres sangat bergantung pada tinggi-rendahnya tingkat kepercayaan rakyat kepada para stakeholders tersebut. Karena itu
bisa disimpulkan bahwa semakin substansial demokrasi yang terbangun melalui pemilu akan semakin besar kemungkinan munculnya public
trust dan pemilu yang damai. Sebaliknya,
semakin prosedural demokrasi yang terbangun melalui pemilu akan semakin besar pula ketidak percayaan publik dan semakin rentan pula sengketa/konflik yang akan muncul. Sejauh ini Indonesia mampu melaksanakan pemilu yang aman dan damai. Pemilu 2019 yang kompleks, dengan tingkat kerumitan yang cukup tinggi dan hasilnya yang dipersoalkan
menjadi pelajaran yang sangat berharga. Pemilu yang berkualitas memerlukan parpol dan koalisi parpol yang juga berkualitas. Ini penting karena pemilu tidak hanya merupakan sarana
suksesi kepemimpinan yang aspiratif, adil dan damai, tapi juga menjadi taruhan bagi ketahanan sosial rakyat dan eksistensi NKRI.