Nama : Marsya Yarasyimah
NPM : 2213053252
Kelas : 2C
Post Test
Analisis Jurnal
Dinamika sosial politik menjelang Pemilu serentak 2019.
Deepening Democracy dan tantangannya : Demokrasi secara sederhana dapat dimaknai sebagai pemerintah dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat tetapi untuk mewujudkan hal tersebut tidaklah mudah karena demokrasi memerlukan proses panjang dan tahapan-tahapan penting yang harus dilalui. Secara umum bila demokrasi dimaknai sebagai pemberdayaan rakyat, suatu sistem politik yang demokratis seharusnya dapat menjamin warga masyarakat yang kurang beruntung melalui setiap kebijakan publiknya. Demokrasi Indonesia yang berjalan selama 21(1998-2019) tahun masih diwarnai prosedural ketimbang substantif. Dinamika politik menjelang Pemilu 2019 cenderung memanas terutama terkait tuduhan kecurangan. Dampak dari demokrasi yang terbangun menafikan nilai-nilai budaya positif, seperti saling menghargai atau menghormati, saling mempercayai dan saling berempati.
Pemilu Presiden 2019 dan Masalahnya : Pemilu serentak 2019 menjadi test case penguatan sistem presidensial, pelembagaan parpol, dan koalisi parpol yang terukur dan terformat. Pemilu sementara ideologi kompleks dan rumit, baik bagi penyelenggara Pemilu parpol, maupun rakyat. Ini juga merupakan pemilu yang paling menghawatirkan karena di satu sisi dengan adanya presidential threshold (PT) mereka harus berkoalisi dalam mengusung Pasangan calon presiden dan calon wakil presidennya di sisi lain dalam saat yang bersama mereka juga harus berjuang secara sendiri untuk merebut kursi legislatif.
Pomitasi Identitas, Berebut Suara Muslim : Pemilu serta 2019 tak lepas dari isu politisasi identitas dan agama. Sebagai negara mayoritas penduduknya muslim, berebut suara muslim merupakan hal yang logis dan selalu terjadi dalam setiap pemilu.
Pemilu dan kegagalan Parpol : sejak 1999 kinerja parpol tidak punya menghasilkan Landasan atau platform politik nasional. Parpol hanya memperdebatkan soal electoral treshold sebagai legitimasi kelayakan, namun minim wacana mengenai ide atau program yang hendak ditawarkan kepada rakyat. Perhatian parpol pada rakyat umumnya hanya terjadi pada saat Pemilu ketika mereka membutuhkan dukungan suara. Setelah itu, hak dan kedaulatan rakyat tercampakkan.
Pemilu dan Masyarakat Plural : suatu hal penting untuk memahami makna demokrasi dalam sebuah negara yang plural dan multikultur seperti Indonesia. Dalam konteks Pilpres 2019 tampaknya tidak semua pihak menyadari pentingnya nilai-nilai budaya sendiri sebagai perisai ketahanan sosial bangsa dimana 4 pilar kebangsaan Indonesia berakar dari falsafah dan sejarah hidup bangsa. Pemilu juga signifikan untuk lebih mengenal nilai-nilai demokrasi di Indonesia merupakan masyarakat heterogen.
Pemilu dan Politisasi Birokrasi : untuk mewujudkan demokrasi dalam substansial reformasi politik dan pemilu juga menuntut lahirnya reformasi birokrasi yang profesional terbebas dari pragmatisme dan kooptasi partai politik dan penguasa. Ketidak netral dalam birokrasi dalam pemilu dapat berakibat pada lemahnya legitimasi kinerja pemerintah, penyelenggara pemilu dan hasilnya. Keberadaan Birokrasi dapat dimanfaatkan untuk kepentingan politik tetapi pada saat yang sama juga bisa digunakan untuk motif politik tertentu. Hal ini membuat birokrasi cenderung menjadi alat untuk memperoleh dan mempertahankan kekuasaan.
NPM : 2213053252
Kelas : 2C
Post Test
Analisis Jurnal
Dinamika sosial politik menjelang Pemilu serentak 2019.
Deepening Democracy dan tantangannya : Demokrasi secara sederhana dapat dimaknai sebagai pemerintah dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat tetapi untuk mewujudkan hal tersebut tidaklah mudah karena demokrasi memerlukan proses panjang dan tahapan-tahapan penting yang harus dilalui. Secara umum bila demokrasi dimaknai sebagai pemberdayaan rakyat, suatu sistem politik yang demokratis seharusnya dapat menjamin warga masyarakat yang kurang beruntung melalui setiap kebijakan publiknya. Demokrasi Indonesia yang berjalan selama 21(1998-2019) tahun masih diwarnai prosedural ketimbang substantif. Dinamika politik menjelang Pemilu 2019 cenderung memanas terutama terkait tuduhan kecurangan. Dampak dari demokrasi yang terbangun menafikan nilai-nilai budaya positif, seperti saling menghargai atau menghormati, saling mempercayai dan saling berempati.
Pemilu Presiden 2019 dan Masalahnya : Pemilu serentak 2019 menjadi test case penguatan sistem presidensial, pelembagaan parpol, dan koalisi parpol yang terukur dan terformat. Pemilu sementara ideologi kompleks dan rumit, baik bagi penyelenggara Pemilu parpol, maupun rakyat. Ini juga merupakan pemilu yang paling menghawatirkan karena di satu sisi dengan adanya presidential threshold (PT) mereka harus berkoalisi dalam mengusung Pasangan calon presiden dan calon wakil presidennya di sisi lain dalam saat yang bersama mereka juga harus berjuang secara sendiri untuk merebut kursi legislatif.
Pomitasi Identitas, Berebut Suara Muslim : Pemilu serta 2019 tak lepas dari isu politisasi identitas dan agama. Sebagai negara mayoritas penduduknya muslim, berebut suara muslim merupakan hal yang logis dan selalu terjadi dalam setiap pemilu.
Pemilu dan kegagalan Parpol : sejak 1999 kinerja parpol tidak punya menghasilkan Landasan atau platform politik nasional. Parpol hanya memperdebatkan soal electoral treshold sebagai legitimasi kelayakan, namun minim wacana mengenai ide atau program yang hendak ditawarkan kepada rakyat. Perhatian parpol pada rakyat umumnya hanya terjadi pada saat Pemilu ketika mereka membutuhkan dukungan suara. Setelah itu, hak dan kedaulatan rakyat tercampakkan.
Pemilu dan Masyarakat Plural : suatu hal penting untuk memahami makna demokrasi dalam sebuah negara yang plural dan multikultur seperti Indonesia. Dalam konteks Pilpres 2019 tampaknya tidak semua pihak menyadari pentingnya nilai-nilai budaya sendiri sebagai perisai ketahanan sosial bangsa dimana 4 pilar kebangsaan Indonesia berakar dari falsafah dan sejarah hidup bangsa. Pemilu juga signifikan untuk lebih mengenal nilai-nilai demokrasi di Indonesia merupakan masyarakat heterogen.
Pemilu dan Politisasi Birokrasi : untuk mewujudkan demokrasi dalam substansial reformasi politik dan pemilu juga menuntut lahirnya reformasi birokrasi yang profesional terbebas dari pragmatisme dan kooptasi partai politik dan penguasa. Ketidak netral dalam birokrasi dalam pemilu dapat berakibat pada lemahnya legitimasi kinerja pemerintah, penyelenggara pemilu dan hasilnya. Keberadaan Birokrasi dapat dimanfaatkan untuk kepentingan politik tetapi pada saat yang sama juga bisa digunakan untuk motif politik tertentu. Hal ini membuat birokrasi cenderung menjadi alat untuk memperoleh dan mempertahankan kekuasaan.