Nama: Selvia Nur Saqinah
Nomor: 2213053193
Kelas: 3G
Moralitas menjadi sebuah dilema
Philippa foot pada tahun 1967 ikut mengajukan sebuah eksperimen yang dikenal sebagai Trolley Problem. Pertanyaan mengenai moralitas menjadi sebuah dilema yang telah diadaptasi untuk memahami konteks moral dalam berbagai kondisi, seperti: perang, penyiksaan, aborsi. Lalu study ini kemudian menjadi semakin penting saat perkembangan AL (Artificial Intellegence) dimana mesin diberikan kontrol untuk mengambil keputusan mana yang lebih bermoral pada berbagai kondisi yang terjadi.
The trolley problem membuat kita Berpikir lebih jauh tentang konsekuensi dalam sebuah pilihan, apakah itu dibuat berdasarkan nilai moral tertentu atau lebih kepada hasil akhirnya, dan bagaimana kita mengekspresikannya dalam kehidupan sehari-harisehari-hari. Apakah mengorbankan yang lebih sedikit untuk menyelamatkan yang lebih banyak adalah sesuatu yang lebih bermoral? Atau hanya sebuah kebenaran belakang? Maka tak heran bawa moral sering digunakan sebagai alat oleh penguasa dan segelintir orang-orang untuk membenarkan perang, menjelakan etnis tertentu, diskriminasi minoritas, pengrusakan lingkungan, industialisasi, dan lain sebagainya, hanya dengan alasan demi perdamaian dunia, dan kepentingan umum, demi kepentingan kelompok yang lebih besar, demi masa depan yang lebih cerah, atau terdapat 90% orang berpikir demikian tak mengapa mengorbankan yang lebih sedikit untuk yang lebih besar , lantas semua itu seolah menjadi lebih benar dan lebih bermoral.
Nomor: 2213053193
Kelas: 3G
Moralitas menjadi sebuah dilema
Philippa foot pada tahun 1967 ikut mengajukan sebuah eksperimen yang dikenal sebagai Trolley Problem. Pertanyaan mengenai moralitas menjadi sebuah dilema yang telah diadaptasi untuk memahami konteks moral dalam berbagai kondisi, seperti: perang, penyiksaan, aborsi. Lalu study ini kemudian menjadi semakin penting saat perkembangan AL (Artificial Intellegence) dimana mesin diberikan kontrol untuk mengambil keputusan mana yang lebih bermoral pada berbagai kondisi yang terjadi.
The trolley problem membuat kita Berpikir lebih jauh tentang konsekuensi dalam sebuah pilihan, apakah itu dibuat berdasarkan nilai moral tertentu atau lebih kepada hasil akhirnya, dan bagaimana kita mengekspresikannya dalam kehidupan sehari-harisehari-hari. Apakah mengorbankan yang lebih sedikit untuk menyelamatkan yang lebih banyak adalah sesuatu yang lebih bermoral? Atau hanya sebuah kebenaran belakang? Maka tak heran bawa moral sering digunakan sebagai alat oleh penguasa dan segelintir orang-orang untuk membenarkan perang, menjelakan etnis tertentu, diskriminasi minoritas, pengrusakan lingkungan, industialisasi, dan lain sebagainya, hanya dengan alasan demi perdamaian dunia, dan kepentingan umum, demi kepentingan kelompok yang lebih besar, demi masa depan yang lebih cerah, atau terdapat 90% orang berpikir demikian tak mengapa mengorbankan yang lebih sedikit untuk yang lebih besar , lantas semua itu seolah menjadi lebih benar dan lebih bermoral.