Kiriman dibuat oleh Afanin Yuli Safitri 2213053020

Nama: Afanin Yuli Safitri
NPM: 2213053020

ANALISIS VIDEO 3


Perbedaan pendidikan di Indonesia dan di Jepang
1. Kebersihan sejak dini, Di indonesia pendidikan kebersihan dan pengelolaan sampah yang baik belum diajarkan di kurikulum pendidikan, Sedangkan di kurikulum di Jepang mengharuskan peserta didik untuk bertanggungjawab dengan kebersihan kelasnya sendiri supaya bekerjasama dan peka terhadap lingkungan.
2. Makan bersama, Di indonesia SD mempunyai kantin juga banyak pedangang dari luar Berbeda dengan di Jepang. Di Jepang sekolah menyediakan makan siang yang diperhatikan menu, gizi, dan cara makannya. Peserta didik dan guru makan bersama yang dimaksudkan untuk membangun hubungan positif.
3. Mata pelajaran sedikit, SD di Jepang memiliki jumlah yang sedikit dan tidak berulang dalam seminggu sehingga pembelajaran lebih efektif
4. Pendidikan karakter, Di jepang tiga tahun pertama Sekolah dasar digunakan untuk pendidikan karakter seperti sopan santun, tolong menolong dan lainnya berbeda dengan di Indonesia yang lebih mementingkan akademik dan ujian.
5. Membaca terlebih dahulu, Minat baca tinggi di Jepang diciptakan melalui kegiatan literasi atau membaca sebelum memulai pembelajaran. Di indonesia minat baca masih rendah karena belum terbiasa membaca disekolah.
6. Perlengkapan sekolah, Sekolah di Jepang menyediakan perlengkapan sekolah yang sama danpa membeda bedakan supaya tidak terjadi kesenjangan atau membuat anak minder.
7. Seragam sekolah, Sekolah di Jepang hanya memiliki satu seragam sedangkan di indonesia bisa memiliki tiga atau lebih dan dinilai memberatkan.

Walaupun sistem pendidikan Jepang punya banyak kelebihan, namun tekanan belajarnya sangat tinggi dan banyak kasus bunuh diri karena hal tersebut. Setiap negara memiliki sistem pendidikan yang berbeda dan pastinya punya kekurangan dan kelebihan masing masing.
Nama: Afanin Yuli Safitri
NPM: 2213053020
ANALISIS VIDEO 2

Hasil analisis video berjudul "Potret Pendidikan di Dusun Terpencil"

Dalam video menunjukkan salah satu sekolah di NTT yang kekurangan sarana dan prasarana. SD Negeri Glak hanya memiliki 6 ruang kelas, dimana lima kelas untuk proses pembelajaran dan satu kelas untuk ruang guru. Karena hal itu, ada satu kelas yang terpaksa harus belajar di teras sekolah. Sekolah ini juga tidak memiliki perpustakaan.

Di tengah pandemi yang seharusnya pembelajaran dilakukan secara daring pun tidak bisa dilakukan SD Negeri Glak karena di desa ini belum ada akses internet. Akibatnya pembelajaran tetap dilakukan dengan tatap muka di sekolah. Walaupun dengan kekurangan yang dimiliki desa dan SD Negeri Glak, para peserta didik tetap bersemangat untuk belajar dan menempuh pendidikan.

Pemerintah diharapkan bisa memberikan sarana dan prasarana yang lebih baik pada SD Negeri glak, supaya pembelajaran di sini dapat berjalan dengan baik.
Nama: Afanin Yuli Safitri
NPM: 2213053020
ANALISIS VIDEO 1

Hasil dari analisis video berjudul "Sepenggal Cerita Pengajar Muda di Pelosok Kalimantan - Lentera Indonesia" sebagai berikut:

Pendidikan di daerah pedalaman masih menjadi permasalahan yang harus lebih di perhatikan juga diatasi. Orang tua di daerah pedalaman masih kurang sadar akan pentingnya pendidikan. Seperti dalam video banyak anak di Tanjung Matao berhenti sekolah setelah lulus Sekolah Dasar, bahkan anak perempuan banyak yang menikah di usia dini.

Anak anak Tanjung Matao harus diberi motivasi supaya memiliki semangat belajar, mau berangkat ke sekolah dan punya bekal lebih baik untuk masa depannya. Pembelajaran disesuaikan dengan keadaan peserta didik di Tanjung Matao, karena di sini belum ada TK atau PAUD Kelas 1 SD merupakan awal dari pendidikan anak disini. Pemberian reward pada peserta didik juga dapat memotivasi peserta didik lainnya. Peran Kepala sekolah, pendidik, dan orang tua juga sangat penting bagi pendidikan anak.
Nama: Afanin Yuli Safitri
NPM: 2213053020
ANALISIS JURNAL 2

Judul Jurnal: PROSES PENDIDIKAN NILAI MORAL DI LINGKUNGAN KELUARGA SEBAGAI UPAYA MENGATASI KENAKALAN REMAJA
Penulis: Fahrudin


Lingkungan keluarga mempuanyai peranan yang sangat besar dalam pendidikan nilai moral keagamaan, sebab di lingkungan keluarga anak pertama kali menerima pendidikan yang dapat berpengaruh pada perkembangan anak selanjutnya. Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya kemerosotan moral pada anak, yaitu: 1) Kurang tertanamnya nilai-nilai keimanan pada anak, 2) lingkungan masyarakat yang kurang baik, 3) Pendidikan moral tidak berjalan dengan semestinya, baik di keluarga, sekolah dan masyarakat, 4) Suasana rumah tangga yang kurang baik, 5) Banyak diperkenalkannya obat-obat terlarang dan alat-alat anti hamil, (l6) Banyak tulisan, gambar, dan siaran yang tidak sejalan dengan nilai-nilai moral, 7) Kurang adanya bimbingan dalam mengisi waktu, 8) Kurangnya tempat bimbingan dan penyuluhan bagi anak.
Supaya anak-anak memiliki moral yang baik dan terhindar dari pelanggaran moral, diperlukan adanya pembinaan sejak dini
dalam keluarga dan adanya kerjasama antara keluarga, sekolah dan masyarakat. Sebaik apa pun pendidikan moral dalam keluarga tanpa adanya dukungan dari sekolah dan masyarakat, sulit bagi anak untuk memiliki moral yang baik. Begitu juga sebaliknya. Karena itu ketiganya tidak bisa dipisahkan dan harus saling mendukung. Nilai moral keagamaan harus ditanamkan kepada anak, dapat dimulai sejak anak lahir hingga dewasa. Mulai dari mengajarkan kaliamah thoyyobah, kemudian ditanamkan ialah nilai nilai agama yang berkaitan dengan keimanan. Anak juga dibimbing tentang nilai-nilai moral, seperti cara berbicara yang baik, berpakaian yang baik, bergaul dengan baik, dan lainnya. Ditanamkan juga sikap baik seperti nilai kejujuran, keadilan, hidup serderhana, dan sabar. Orang tua harus bisa menjadi suri tauladan bagi anak.

Nama: Afanin Yuli Safitri
NPM: 2213053020
ANALISIS JURNAL 1

Judul Jurnal: PENDIDIKAN MORAL DI SEKOLAH
Penulis: Rukiyati
Nama jurnal: Jurnal Humanika
Nomor: No. 1
Tahun: September 2017

Pendidikan moral di sekolah perlu dilaksanakan secara bersungguh-sungguh untuk membangun generasi bangsa yang berkualitas. Pendidik utama di sekolah adalah guru. Walaupun demikian, perlu disadari bahwa pendidik moral di sekolah tidak terbatas pada guru semata tetapi Keluarga, sekolah, dan masyarakat bersama-sama bertanggung jawab untuk mendidik anak-anak muda agar bermoral baik sekaligus pintar secara intelektual sehingga terwujud generasi muda yang unggul. Karena guru adalah ujung tombak untuk mewujudkan moral yang baik dalam diri peserta didik, maka guru terlebih dahulu harus bermoral baik pula.

Materi pendidikan moral mencakup ajaran dan pengalaman belajar supaya menjadi orang bermoral berkaitan dengan diri sendiri, moral terhadap sesama manusia dan alam semesta serta moral terhadap Tuhan Yang Maha Esa (Zuriah, 2010).

Metode pendidikan moral yang sesuai dengani inkulkasi atau penanaman nilai yaitu
1. Inkulkasi nilai
Cara inkulkasi nilai dimulai dengan mengidentifikasi secara jelas nilai-nilai apa yang diharapkan akan tertanam dalam diri subjek didik. Hasilnya adalah “nilai-nilai target” yang akan dicapai dalam program pendidikan moral.
2. Metode keteladanan
Orang tua dan guru adalah sosok yang harus memberikan teladan baik kepada peserta didik. Anak-anak lebih mudah meniru perilaku dari pada harus mengingat dan mengamalkan kata-kata yang diucapkan oleh orang tua dan guru.
3. Metode klarifikasi nilai
pendekatan klarifikasi nilai berupaya  membantu anak muda menjawab beberapa pertanyaan dan membangun sistem nilai sendiri.
4. Metode fasilitasi nilai
Guru dan pihak sekolah memberikan berbagai fasilitas yang dapat digunakan siswa supaya dapat merealisasikan nilai-nilai moral dalam dirinya baik secara individu maupun berkelompok, seperti fasilitas beribadah berupa masjid dan mushola.
5. Metode keterampilan nilai moral
Keterampilan moral dalam diri peserta didik dapat diwujudkan dimulai dengan pembiasaan.

Evaluasi pendidikan moral dilakukan untuk mengetahui ketercapaian tujuan. Evaluasi pendidikan moral mencakup tiga ranah yaitu evaluasi penalaran moral, evaluasi karakteristik afektif, dan evaluasi perilaku (Darmiyati, 2009: 51). Ada pula pengukuran dengan skala sikap. Meskipun dinamakan skala sikap, karakteristik afektif yang dievaluasi dapat pula mencakup minat, motivasi, apresiasi, kesadaran akan harga diri dan nilai.

Komponen-komponen pendidikan moral di sekolah juga mencakup materi, variasi metode, dan evaluasi yang menyeluruh. Dengan memperhatikan komponen diatas, sekolah dengan guru dapat merancang pendidikan moral secara lebih komprehensif sehingga hasilnya dapat dicapai secara optimal, yaitu berkembangnya nilai-nilai moral dalam diri peserta didik sehingga mereka menjadi generasi muda yang berkualitas.