Posts made by Lutpi mawar jerlika 2213053100

Nama : Lutpi Mawar Jerlika
Kelas : 3H
NPM : 2213053100
ANALISIS JURNAL 2
Nama jurnal : Jurnal JIPSINDO
Oleh : Enung Hasanah
Nomor : 2
Volume : 6
Tahun Terbit : 2019
Judul Jurnal : PERKEMBANGAN MORAL SISWA SEKOLAH DASAR BERDASARKAN TEORI KOHLBERG

Teori Kohlberg
Perkembangan moral telah dipelajari dari berbagai perspektif
psikologis, termasuk teori belajar, psikoanalisis, dan lain-lain. Studi
saat ini tentang perkembangan moral telah dipengaruhi oleh
pendekatan perkembangan kognitif Jean Piaget dan Lawrence Kohlberg.
Kohlberg mengidentifikasi beberapa masalah filosofis mendasar yang
mendasari studi perkembangan moral, seperti pertanyaan tentang
definisi konstruk yang adil secara budaya. Psikolog yang mempelajari
moralitas atau perkembangan moral harus berurusan dengan masalah
relativisme moral atau netralitas nilai, yang bermula dari kata-kata
yang bermuatan nilai "moral" dan "pengembangan." Relativisme moral
adalah posisi bahwa nilai-nilai moral berbeda di antara budaya dan
masyarakat dan karenanya tidak universal (Naito, 2013).Teori Kohlberg mengenai perkembangan moral secara formal
disebut cognitive-dvelopmental theory of moralization, yang berakar pada
karya Piaget. Asumsi utama Piaget adalah bahwa kognisi (pikiran) dan
afek (perasaan) berkembang secara paralel dan keputusan moral
merupakan proses perkembangan kognisi secara alami. Sebaliknya,
kebanyakan ahli psikologi pada masa itu berasumsi bahwa pikiran
moral lebih merupakan proses psikologi dan sosial.Kohlberg tidak memusatkan perhatian pada tingkah laku moral,
artinya apa yang dilakukan oleh seorang indivdu tidak menjadi pusat
pengamatannya. Mengamati tingkah laku tidak menunjukan banyak
mengenai kematangan moral. Memang seorang dewasa yang sudah
matang dan seorang anak kecil keduanya barangkali tidak mau
mencuri mangga. Dalam hal ini tingkah laku mereka sama. Tetapi
seandainya kematangan moral mereka berbeda, kematangan moral itu
tidak tercermin dalam tingkah laku mereka, melainkan pertimbangan
(penalaran) mereka mengapa tidak mau mencuri mencerminkan
perbedaan kematangan . Level 2. Moralitas Konvensional • Tahap 3 - Hubungan Interpersonal. Seringkali disebut sebagai orientasi "good boy-good girl", tahap perkembangan moral ini difokuskan pada memenuhi harapan dan peran sosial. Ada penekanan pada konformitas, bersikap "baik," dan mempertimbangkan bagaimana pilihan memengaruhi hubungan.; Tahap 4 - Menjaga Ketertiban Sosial. Pada tahap perkembangan moral ini, orang mulai menganggap masyarakat secara keseluruhan ketika membuat penilaian. Fokusnya adalah menjaga hukum dan ketertiban dengan mengikuti aturan, melakukan tugas seseorang dan menghormati otoritas.

Level 3. Moralitas Pasca-konvensional. Tahap 5 - Kontrak Sosial dan Hak Perorangan. Pada tahap ini, orang mulai memperhitungkan perbedaan nilai, pendapat, dan kepercayaan orang lain. Aturan hukum penting untuk mempertahankan masyarakat, tetapi anggota masyarakat harus menyetujui standar-standar ini.; Tahap 6 - Prinsip Universal. Tingkat penalaran moral terakhir Kolhberg didasarkan pada prinsip-prinsip etika universal dan penalaran abstrak. Pada tahap ini, orang mengikuti prinsip-prinsip keadilan yang diinternalisasi ini, bahkan jika mereka bertentangan dengan hukum dan peraturan.

Hasil analisis yakni perkembangan moral Kohlberg, anak-anak usia 11-12 tahun memang masih berada pada tahap pra konvensional tahap ½ yang dominan diikuti tahap 2 dan 2/3, yang cenderung ingin melakukan sesuatu karena takut dihukum. Dalam hasil penelitian sederhana ini, responden yang berusia 11-12 tahun cenderung baru memasuki tingkat 1 tahap 1, meskipun pada kasus tertentu mungkin saja ada pengecualian yaitu pada usia 11-12 bisa saja berada pada tingkat perkembangan moral yang lebih rendah atau yang lebih tinggi.
Nama : Lutpi Mawar Jerlika
Kelas : 3H
NPM : 2213053100
ANALISIS JURNAL 1
Nama jurnal : Jurnal Cakrawala Pendidikan
Nomor : 2
Tahun Terbit : 2009
Judul Jurnal : PENDIDIKAN NILAI MORAL DITINJAU DARI PERSPEKTIF GLOBAL

Isu Pendidikan Nilai Moral di
Beberapa Negara.Di bawah ini akan dibahas isu pendidikan nilai moral yang terjadi di empat negara, yaitu Indonesia, Malaysia, India, dan Cina. Empat negara itu dapat mewakili karakteristik suatu bangsa dengan latar belakang ideologi yang berbeda-beda. india merupakan negara Pancasila yang mayoritas beragama Islam, India merupakan negara federal yang tetap mempertahankan nilai-nilai agama sebagai nilai universal. Malaysia merupakan representasi negara yang memiliki bangsa mayoritas Islam sebagaimana
negara Indonesia, sedangkan Cina
merupakan perwakilan negara sosialis
komunis.

A. Indonesia
Pendidikan nilai di Indonesia disadari atau belum banyak menyentuh kesadaran dan kesadaran kesadaran dalam perspektif
global. Persoalan pembenahan pendipendidikan masih dicakup pada kurikulum nasional dan lokal yang belum pernah tuntas.Hasil penelitian Afiyah, dkk. (2003),menyatakan bahwa kelemahan pendidikan agama antara lain terjadi karena materi pendidikan agama Islam,termasuk bahan ajar akhlak, cenderungTerfokus pada pengayaan pengetahuan(kognitif), sedangkan pembentukan sikap(afektif) dan pembiasaan (psikomotorik) sangat minim. Dengan kata lain, pendidikan agama lebih didominasi oayo pindah 
ilmu pengetahuan agama  dan lebih banyak bersifat hafalan tekstual, sehingga aspeknya kurang menyentuh 
sosial mengenai ajaran hidup yang toleran dalam bermasyarakat dan berbangsa.

B. India
Nilai pendidikan di India tampak
lebih populer dibandingkan dengan di
negara lain. Dalam pendidikan nasional
India, pendidikan nilai dikembangkan
sebagai usaha untuk meningkatkan kesadaran nilai ilmiah, sosial, dan kemudian warga negara yang tidak secara khusus dikembangkan melalui satu sama lain.sudut pandang agama. Hal ini tidak  berarti mengabaikan pentingnya pendidikan agama sebagai kekuatan dalam  membangun karakter bangsa, melainkan untuk menempatkan  nilai-nilai pendidikan dalam konteks pemahaman nilai
agama yang universal (Mulyana, 2004:
230).

C. Malaysia
Nilai Pendidikan dilakukan di sekolah dasar dan pengembangannya dilakukan secara langsung dan tidak
langsung. Secara langsung pendidikan
nilai diajarkan melalui pendidikan moral dan mata pelajaran agama, sedangkan pendidikan nilai yang tidak secara
langsung dikembangkan melalui sejumlah mata pelajaran lainnya, seperti program pendidikan kewarganegaraan dan melalui kegiatan kokurikuler.Silabus pendidikan nilai-nilai untuk sekolah dasar berupa kebersihan badan dan pikiran, empati, sikap tidak berlebihan, bersyukur, rajin, jujur, adil, kasih sayang, hormat, keharmonisan sosial, kesederhanaan, dan kebebasan.

D.Dalam tradisi Cina
pendidikan memiliki hubungan erat dengan kewajibanmoral. Tradisi ini menempatkan nilai pendidikan sebagai bagian penting dalam peraturan pendidikan. Meskipun demikian, dalam perkembangannya, pendidikan mempunyai nilai yang lemah pada
beberapa tantangan berikut. Harapan
masyarakat dan orang tua siswa akan
kemampuan akademik dapat memacu konsentrasi peningkatan akademik yang kemudian berakibat tergesernya pengembangan sentimental,perasaan, dan moralitas. Walaupun sekolah memilki tanggung jawab yang besar dalam mengembangkan kepribadian siswa, hal itu kurang didukung oleh kerjasama yang erat antara sekolah, keluarga, dan masyarakat.

2. Dimensi Pendidikan Nilai Moral
Dalam rangka mengkaji pendidikan
nilai moral secara luas, berikut ini dikemukakan pula pembahasan mengenai perkembangan moral, pendidikan nilai moral, dan strategi pendidika nilai moral.

a.Teori Perkembangan Moral
Dewasa ini, psikologi dan sosiolog
banyak membahas nilai-nilai moral dalam fisika dengan perkembangan dan pendidikan anak. Pembahasan itu bertolak dari anggapan bahwa tidak ada prinsip moral yang universal (kecuali moral agama) dan tetap atau tidak berubah-ubah. Pada dasarnya setiap
pribadi memperoleh keuntungannya sendiri dari kebudayaan eksternal. Nilai moral merupakan penilaian terhadap tindakan yang umumnya diyakini oleh anggota masyarakat tertentu sebagai yang salah atau benar (Berkowitz, 1964; dikutip Muhaimin, 2001: 215). Pertimbangan moral adalah penilaian mengenai benar dan baik suatu
tindakan. Akan tetapi, tidak semua penilaian mengenai baik dan benar merupakan pertimbangan moral. Banyak di antara tindakan yang justru merupakan penilaian terhadap kebaikan atau kebenaran, estetika, teknologi atau kebijaksanaan. Berbeda dengan penilaian terhadap kebijakan atau estetika, penilaian moral yang cenderung bersifat universal, inklusif, konsisten, dan didasarkan pada
alasan-alasan yang objektif, impersonal, atau ideal. Struktur pertimbangan moral ditetapkan berdasarkan pada apa
yang diperoleh seseorang sebagai sesuatu yang berharga pada setiap isu-isu moral dan bagaimana ia mampu memilih dan menetapkan nilai-nilai dengan disertai alasan mengapa seseorang memilih dan menetapkan bahwa sesuatu itu berharga.
Penetapan tingkat perkembangan moral ini didasarkan pada karakteristik empiris yang invarian dan tidak pernah terbalik dalam semua kondisi (kecuali mereka yang memiliki beberapa ciri pokok berikut. (1) Tahap-tahap pertimbangan moral tersusun secara utuh, artinya sistem berpikirnya terorganisasi. (2) Tahap
pertimbangan moral berurutan
yang mengalami trauma secara ekstrem  perkembangannya selalu progresif). Tidak ada tahap-tahap yang terlompati dan  gerakannya selalu menuju tahap yang  lebih tinggi. (3) Tahap-tahap pertimbangan moral terintegrasi secara hierarkis. Artinya, tingkat pemikiran moral  yang tinggi telah mencapai dan menguasai tahap-tahap dan pola pikir  yang berada di bawah. (4) Struktur  tingkat pertimbangan fungsi moral
melahirkan kecenderungan ke arah
tahapan-tahapan yang lebih tinggi. (5) Yang ditetapkan seseorang (se-bagai sesuatu yang berharga atau tidak berharga) dalam suatu situasi yang dihadapi disebut isi pertimbangan moral, sedangkan alasan tentang penetapan Struktur pertimbangan moral harus dibedakan dengan isi pertimbangan moral. Misalnya, suatu pilihan suatu pilihan (struktur penetapan pilihan) berdasarkan pemikiran moralnya disebut pertimbangan moral (melalui
Muhamimin, 2001: 216).

b.Pendidikan Nilai Moral
Pendidikan nilai moral adalah pendidikan yang berusaha mengembangkan komponen-komponen integrasi pribadi. Integrasi pribadi dapat dilukiskan sekurang-kurangnya dengan empat gambaran kepribadian. Menurut John
P. Miller (1976: 5), gambaran kepribadian menunjukkan beberapa ciri. Pertama, pribadi yang terintegrasikan selalu melakukan pertumbuhan dan perkembangan. Maksudnya,ia memandang kehidupan sebagai suatu proses menjadi dan berusaha memilih pengalaman-pengalaman yang mengakibatkan perkembangan tersebut.Kedua, pribadi yang terintegrasikan memiliki kesadaran akan jati dirinya dan identitasnya. Dia dapat mengenal
dan menjelaskan nilai-nilai dan keyakinan yang ia percayai dan menegaskannya secara terbuka, sejauh nilai-nilai itu menjadi kesatuan dengan jati dirinya.

C. Pendekatan Pendidikan Nilai Moral
Pendekatan komprehensif pendidikan nilai menurut Kirschenbaum
dalam Darmiyati Zuchdi, 2008: 36-37)
meliputi pendekatan (i) inculcating,
yaitu menanamkan nilai dan moralitas,
(ii) modeling, yaitu meneladankan nilai
dan moralitas, (iii) facilitating, yaitu memudahkan perkembangan nilai dan
moral, dan (iv) pengembangan keterampilan, yaitu mengembangkan keterampilan untuk mencapai kehidupan pribadi yang tentram dan kehidupan sosial yang kondusif.
d.Metode dan Teknik Pendidikan
Nilai Moral Untuk menerapkan konsep pendidikan nilai tersebut di atas, diperlukan beberapa metode, baik metode langsung maupun tidak langsung.Metode langsung dimulai dengan penentuan perilaku yang dinilai baik sebagai upaya indoktrinasi berbagai ajaran. Caranya dengan memusatkan perhatian
secara langsung pada ajaran melalui
bercerita, mengilustrasikan, menghafalkan, dan menyalinnya. Metode tidak langsung tidak dimulai  dengan menentukan perilaku yang  diinginkan, tetapi dengan menciptakan
situasi yang memungkinkan perilaku
yang baik dapat dipraktikkan. Keseluruhan pengalaman di sekolah dimanfaatkan untuk mengembangkan perilaku yang baik.
Nama: Lutpi Mawar Jerlika
Npm:2213053200

Tahap perkembangan moral Kohlberg
Tahapan perkembangan moral adalah ukuran dari tinggi rendahnya moral seseorang berdasarkan perkembangan penalaran moralnya seperti yang diungkapkan oleh Lawrence Kohlberg. Tahapan tersebut dibuat saat dia memperoleh ilmu psikologi di University of Chicago berdasarkan teori yang dia buat setelah terinspirasi hasil kerja Jean Piaget dan kekagumannya akan reaksi anak-anak terhadap dilema moral. Dia menulis disertasi doktornya pada tahun 1958 [2] yang menjadi awal dari apa yang sekarang disebut tahapan-tahapan perkembangan moral dari Kohlberg.
Teori ini berpandangan bahwa penalaran moral, yang merupakan landasan dari perilaku etis, ada enam tahapan perkembangan yang dapat teridentifikasi. Dia mengikuti perkembangan dari keputusan moral seiring bertambahnya usia yang semula diteliti Piaget,  yang menyatakan bahwa logika dan moralitas berkembang melewati tahapan-tahapan konstruktif.Kohlberg meluaskan pandangan landasan ini, dengan menentukan bahwa proses perkembangan moral pada prinsipnya bertalian dengan keadilan dan perkembangannya berlangsung sepanjang kehidupan, meskipun telah tersedia percakapan yang menyerap makna filosofis dari penelitiannya.
Kohlberg menggunakan ceritera-ceritera tentang dilema moral dalam penelitiannya, dan dia tertarik pada bagaimana orang-orang akan membenarkan tindakan-tindakan mereka bila mereka tidak kekurangan dalam masalah moral yang sama. Kohlberg yang belakang sekali mengkategorisasi dan mengklasifikasi respon yang dimunculkan ke dalam enam tahap yang berlainan. Keenam tahapan tersebut dibagi ke dalam tiga tingkatan: pra-konvensional, konvensional, dan pasca-konvensional.Teorinya didasarkan pada tahapan perkembangan konstruktif; setiap tahapan dan angkatan memberi tanggapan yang lebih adekuat terhadap dilema-dilema moral dibandingkan tahap/Tingkat sebelumnya.
Nama: Lutpi Mawar Jerlika
Npm:2213053100
Analisis video 2
judul : Degradasi Moral Pelajar Jaman modern
Tragedi mengenaskan kembali muncul dari dunia pendidikan di indonesia.seorang siswa dikabarkan telah menganiyaya seorang gurunya sendiri hingga membunuh.korban bernama ahmad budi cahyono guru honorer SMA N 1 torjun sampang jawa timur.Lingkungan sekolah dianggap berperan penting dalam pembentukan moral siswa. Sekolah merupakan lingkungan pendidikan sekunder, yang secara secara sistematis melaksanakan bimbingan, pengajaran dan latihan dalam rangka membantu siswa supaya mampu mengembangkan potensinya, baik berkenaan dengan aspek moral, spiritual, intlektual, emosional, maupun sosial. Maka dari itu peran sekolah terbilang cukup besar ditambah lagi hampir sepertiga waktu siswa dihabiskan di sekolah. Kebanyakan orang tua juga menganggap dunia pendidikan sudah cukup memberikan muatan-muatan moral pada anak-anaknya. Namun kondisi dunia Pendidikan saat ini dirasa belum mampu sepenuhnya untuk membentuk moral siswanya. Kebanyakan para pendidik dalam mengajar hanya gugur kewajiban saja dalam mengajar. Para siswa lebih ditonjolkan dalam hal intlektual saja dan mngesampingkan pendidikan moral. Contoh kasus yang sering terjadi adalah Ketika ujian nasional (UN) mata pelajaran yang diujikan hanya mata pelajaran umum saja, mata pelajaran yang menyangkut aspek moral/akhlak diabaikan. Sehingga para siswa beranggapan bahwa intlektualitas/kepintaran siswa jauh lebih penting dibandingkan moral siswa tersebut. Hal tersebutnya harusnya dikaji ulang oleh para pemangku kebijakan.
Indonesia dikenal bukan hanya negara yang sangat indah, namun juga dikenal dengan negara yang sangat ramah dan bermoral. Namun tawuran pelajar, perundungan, kasus korupsi, memerasan, narkoba, seks bebas, seksual mengungkapkan, pembunuhan, kasus mutilasi, dan lain sebagainya yang terjadi saat ini membuat anggapan itu semuanya sirna seketika. Memang tidak bisa dipungkiri dalam suatu kehidupan pasti ada problematika. Namun hal tersebut menandakan masyarakat Indonesia saat ini sedang mengalami gangguan degradasi moral. Degradasi moral yang terjadi dibangsa ini melanda berbagai lini masyarakat, salah satunya yang sering terjadi pada sektor remaja. Generasi muda tentunya memiliki peranan yang sangat penting bagi suatu bangsa. Karana dipundaknya lah nasib bangsa.Degradasi berarti kemunduran, kemerosotan atau penurunan dari suatu hal sedangkan moral adalah akhlak atau budi pekerti menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jika kita menafsirkan keduanya maka degradasi moral merupakan suatu fenomena adanya kemerosotan atas budi pekerti seseorang maupun sekelompok orang. Menurut Lickona (2013) ada 10 indikasi gejala penurunan moral yang perlu mendapatkan perhatian agar berubah ke arah yang lebih baik;1) Kekerasan dan tindakan anarki, 2) Pencurian, 3) Tindakan Curang, 4) Pengabaian terhadap aturan yang berlaku, 5) Tawuran antar siswa, 6) Ketidaktoleran, 7) Penggunaan bahasa yang tidak baik, 8) Kematangan seksual yang terlalu dini dan penyimpangannya, 9) Sikap perusakan diri, 10) Penyalahgunaan Narkoba.Tentunya ada aspek yang melatar belakangi maraknya degradasi moral pada generasi muda saat ini. Ada dua poin penting yang dirasa cukup berperan dalam hal tersebut, yaitu; keluarga/orang tua dan lingkungan (baik di dalam maupun di luar sekolah). Keluarga dinilai sebagai faktor yang paling dominan dalam meletakkan dasar bagi perkembangan moral/akhlaq, karena sebagai madrasah pertama bagi remaja. Namun pada kenytaannya banyak para orang tua yang kurang paham tentang perannya tersebut. Para orang tua beranggapan bahwa pendidikan bagi anak-anaknya cukup pada rana sekolah saja dan hal yang jadi sorotan utama orang tua kepada anaknya hanyalah persoalan nilai raport. Ketika bagus dipuji dan ketika buruk dimarahi, tanpa menanyakan pemahaman anaknya berkenaan dengan mata pelajaran tersebut. Secara tidak langsung orang tua mengejarkan bahwa hasil lebih penting dari pada proses. Maka dari itu pentingnya membangun komunikasi antara orang tua dan anak

Degradasi moral pada remaja Indonesia dapat diperbaiki apabila kedua lini tersebut berhasil mencapai tujuan dengan baik dan penuh kesadaran dalam hal mendidik remaja saat ini. Alangkah lebih baik juga apabila kedua lini tersebut dapat berkolaborasi, bekerja sama, dan saling mendukung demi terciptanya generasi yang bermoral/berakhlaq mulia