གནས་བསྐྱོད་བཟོ་མི་ Ellena Aulia Yunika Putri 2213053273

Nama : Ellena Aulia Yunika Putri
NPM : 2213053273
Kelas : 2C
Prodi : PGSD

Analisis video
Supremasi hukum oleh Dr. Didin Widyantono, M.Pd


Hasil analisis saya mengenai video tersebut yaitu, Demokrasi dan demokratisasi dengan momentum yang memuncak yang seiring dengan masa reformasi banyak memberikan PR yang besar kepada hukum. Demokrasi tersebut tidak dapat dihadapi dengan berhukum masalalu dibawah kekuasaan yang otoriter dan sentralistik, karena maraknya tuntutan masyarakat terhadap badan institut semakin kuat baik di lembaga legislatif, eksekutif, maupun yudikatif. Sentralisme yang otoriter telah menenggelamkan kebhinekaan tersebut maka puralisme dalam hukum muncul sebagai tantangan usaha untuk mencegah gerakan rakyat, mengurangi kemiskinan, pengangguran dan sebagainya yang berkaitan erat dengan pergerakan roda perekonomian. Hukum itu perlu diposisikan sebagai tulang punggung perekonomian dan bukan malah menjadi penghambat perekonomian. Para investor akan terlebih dahulu menginginkan pemaparan infrastruktur hukum sebelum melihat unsur- unsur yang lain. Hukum harus dapat diandalkan, menjaga dan mengamalkan investasi.
“pertahanan kita bukanlah alat-alat perang, bukan sains, dan bukan pula bersembunyi diruang bawah tanah. Pertahanan kita adalah hukum dan keteraturan”.
-Albert Einstein
Nama : Ellena Aulia Yunika Putri
NPM : 2213053273
Kelas : 2C

Analisis Jurnal Politik Demokrasi dan Pemilu Presiden 2019

Demokrasi secara sederhana dapat dimaknai
sebagai ‘pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat,
dan untuk rakyat’. Namun, untuk mewujudkan
makna tersebut tidaklah mudah karena demokrasi
memerlukan proses panjang dan tahapan-tahapan
penting yang harus dilalui, seperti proses
konsolidasi demokrasi.
Dalam konteks Indonesia, proses
demokrasi yang berlangsung dipengaruhi
beberapa faktor,misalnya budaya politik,
perilaku aktor dan kekuatan-kekuatan politik.
Proses demokrasi (demokratisasi) tersebut
berlangsung relatif dinamis, khususnya sejak
Pemilu 1999. Dinamikanya, bahkan, semakin
pesat dan semarak setelah dilaksanakannya
pemilu presiden secara langsung sejak 2004
dan pemilihan kepala daerah (pilkada) secara
langsung sejak 2005.
Pemilihan kepala daerah secara langsung
merupakan terobosan penting yang dimaksudkan
sebagai upaya pendalaman demokrasi (deepening
democracy), yakni suatu upaya untuk mengatasi
kelemahan praktek demokrasi substantif,
khususnya dalam merespon tuntutan-tuntutan
masyarakat lokal.proses demokrasi yang
berlangsung di tingkat nasional (setelah tiga
kali melaksanakan pemilu presiden langsung)
menunjukkan arah yang tak mudah, khususnya
dalam hal membangun kualitas pilpres dan
pendalaman demokrasi (deepening democracy)
atau konsolidasi demokrasi.Sebagai
pilar penting dalam demokrasi, pemilu diperlukan
untuk mensukseskan kepemimpinan dan mengoreksi
kinerja pemerintahan. Pemilu juga mensyaratkan unsur kejujuran, keadilan, transparansi dan
akuntabilitas,maka dari itu diperlukan prakondisi dan komitmen
semua elemen bangsa untuk mematuhi peraturan
yang ada. Proses
pendalaman demokrasi akan terhambat ketika
parpol melalui para elitenya dan stakeholders
terkait pemilu menunjukkan perilaku yang tidak
mendorong proses demokrasi. Mereka cenderung
constraining dan tidak concern dengan nilai-nilai
demokrasi substansial, yang terkait
dengan partisipasi genuinemasyarakat, kualitias
kompetisi, political equality, dan peningkatan
political responsiveness.
Tantangan pendalaman demokrasi semakin
besar ketika kondisi sosial, ekonomi, politik dan
hukum juga kurang memadai. Kondisi ini tidak
hanya berpengaruh terhadap kualitas pemilu dan
demokrasi, tapi juga stabilitas nasional. Apalagi
ketika pemilu berlangsung di tengah keterbelahan
sosial, menyeruaknya berita-berita sensasional
di medsos, ujaran kebencian dan maraknya
berita-berita hoax membuat hasil pemilu rentan
dengan sengketa dan konflik.
Beberapa masalah yang muncul selama
tahapan-tahapan pilpres tidak mendapatkan
solusi yang konkrit dan memadai. Beberapa
masalah seperti politisasi identitas dan sengitnya
perebutan suara Muslim, permasalahan parpol dansemua stakeholders terkait pemilu yang belum
mampumengefektifkan dan memaksimalkan
peran pentingnya dengan penuh tanggungjawab,
tata kelola pemilu yang belum mampu
mengakomodasi keragaman masyarakat, dan
kentalnya politisasi birokrasi menjadi pekerjaan
rumah yang harus segera dibenahi Indonesia.

Proses pendalaman demokrasi memerlukan peran penting
stakeholders terkait pemilu dan juga elemen-
elemen kekuatan lainnya seperti civil society,
elite/aktor, media massa dan medsos serta
lembaga survey. Independensi, kedewasaan dan
partisipasi kekuatan-kekuatan sosial (societal
forces) tersebut sangat diperlukan. Civil society, misalnya, perlu tetap kritis dalam mengawal
pemilu dan hasilnya. Media massa bisa menjadi
pemasok berita yang obyektif dan melakukan
kontrol sosial yang berpihak pada rakyat. Semakin substansialdemokrasi yang terbangun melalui pemilu akan
semakin besar kemungkinan munculnya public
trust dan pemilu yang damai. Sebaliknya,
semakin prosedural demokrasi yang terbangun
melalui pemilu akan semakin besar pula ketidak
percayaan publik dan semakin rentan pula
sengketa/konflik yang akan muncul.
Sejauh ini Indonesia mampu melaksanakan
pemilu yang aman dan damai. Pemilu 2019
yang kompleks, dengan tingkat kerumitan yang
cukup tinggi dan hasilnya yang dipersoalkan
menjadi pelajaran yang sangat berharga. Pemilu
yang berkualitas memerlukan parpol dan
koalisi parpol yang juga berkualitas. Ini penting
karena pemilu tidak hanya merupakan sarana
suksesi kepemimpinan yang aspiratif, adil
dan damai, tapi juga menjadi taruhan bagi
ketahanan sosial rakyat dan eksistensi NKRI.
Tantangan yang cukup besar dalam menjalani
pemilu serentak 2019 membuat konsolidasi
demokrasi yang berkualitas sulit terbangun.
Nilai-nilai demokrasi dalam pilpres tak cukup
dikedepankan. Sebagai negara demokrasi nomor
4 terbesar di dunia, Indonesia tampaknya belum
mampu memperlihatkan dirinya sebagai negara
yang menjalankan demokrasi substantif.