Nama: Ayu Dwiyanti Astuti Primayola
NPM: 2012011070
1. Penyelesaian Sengketa Secara Damai Menurut Pasal 33 ayat (1) dan Deklarasi PBB yang Relevan:
Diplomatik:
-Penyelesaian Sengketa secara Diplomatik Tanpa partisipasi Pihak Ketiga: dengan jalan negosiasi misalnya konsultasi.
-Penyelesaian Sengketa secara Diplomatik partisipasi Pihak Ketiga: Mediasi, Enquiry, Konsiliasi misalnya: Jasa-jasa baik.
Hukum
-Arbitrase Internasional.
-Mahkamah Internasional Permanen misalnya Mahkamah Internasional.
2. Negosiasi
Negosiasi adalah cara penyelesaian sengketa yang paling dasar dan yang paling tua digunakan oleh umat manusia. Penyelesaian melalui negosiasi merupakan cara yang paling penting. Banyak sengketa diselesaikan setiap hari oleh negosiasi ini tanpa adanya publisitas atau menarik perhatian publik.Alasan utamanya adalah karena dengan cara ini, para pihak dapat mengawasi prosedur penyelesaian sengketanya dan setiap penyelesaiannya didasarkan pada kesepakatan atau konsensus para pihak.
Cara penyelesaian melalui negosiasi biasanya adalah cara yang pertama kali ditempuh manakala para pihak bersengketa. Negosiasi dalam pelaksanaannya memiliki dua bentuk utama: bilateral dan multilateral. Negosiasi dapat dilangsungkan melalui saluran-saluran diplomatik pada konferensi-konferensi internasional atau dalam suatu lembaga atau organisasi internasional. Cara ini dapat pula digunakan untuk menyelesaikan setiap bentuk sengketa: apakah itu sengketa ekonomi, politis, hukum,sengketa wilayah, keluarga, suku, dll. Bahkan, apabila para pihak telah menyerahkan sengketanya kepada suatu badan peradilantertentu, proses penyelesaian sengketa melalui negosiasi ini masihdimungkinkan untuk dilaksanakan.
Kelemahan utama dalam penggunaan cara ini dalam menyelesaikan sengketa adalah: pertama, manakala para pihak berkedudukan tidak seimbang. Salah satu pihak kuat, yang lain lemah. Dalam keadaan ini, salah satu pihak kuat berada dalam posisi untuk menekan pihak lainnya. Hal ini acapkali terjadi manakala dua pihak bernegosiasi untuk menyelesaikan sengketanya di antara mereka. Kedua adalah bahwa proses berlangsungnya negosiasi acapkali lambat dan memakan waktu lama. Ini terutama karena sulitnya permasalahan-permasalahan yang timbul di antara negara, khususnya masalah yang berkaitan dengan ekonomi internasional. Selain itu jarang sekali adanya persyaratan penatapan batas waktu bagi para pihak untuk menyelesaian sengketanya melalui negosiasi ini. Ketiga, adalah manakala suatu pihak terlalu keras dengan pendiriannya. Keadaan ini dapat mengakibatkan proses negosiasi ini menjadi tidak produktif. Mengenai pelaksanaan negosiasi, prosedur yang terdapat di dalamnya perlu dibedakan sebagai berikut: pertama, negosiasi digunakan manakala suatu sengketa belum lahir (disebut pula sebagai konsultasi). Kedua, negosiasi digunakan manakala suatu sengketa telah lahir, maka prosedur negosiasi ini merupakan proses penyelesaian sengketa oleh para pihak (dalam arti negosiasi).
3. Penyelesaian sengketa dengan menggunkan lembaga arbitrase akan menghasilkan Putusan Arbitrase. Menurut undang-undang nomor 30 tahun 1999, arbiter atau majelis arbitrase untuk segera menjatuhkan putusan arbitrase selambat-lambatnya 30 hari terhitung sejak selesainya pemeriksaan sengketa oleh arbiter. Jika didalam putusan yang dijatuhkan tersebut terdapat kesalahan administratif, para pihak dalam waktu 14 hari terhitung sejak putusan dijatuhkan diberikan hak untuk meminta dilakukannya koreksi atas putusan tersebut. Putusan arbitrase merupakan putusan pada tingkat akhir (final) dan langsung mengikat para pihak. Putusan arbitrase dapat dilaksanakan setelah putusan tersebut didaftarkan arbiter atau kuasanya ke panitera pengadilan negeri. Setelah didaftarkan, ketua pengadilan negeri diberikan waktu 30 hari untuk memberikan perintah pelaksanaan putusan arbitrase.
4. Perbedaan ICJ dan PCA
Dasar Hukum Pembentukan:
-Pendirian mahkamah internasional (ICJ) disahkan oleh Piagam Perserikatan Bangsa – Bangsa (UN Charter) dan Statuta Mahkamah Internasional pada tahun 1945. Pusat mahkamah internasional ini terletak di istana perdamaian (Peace Palace), Den Haag, Belanda.
-Pusat mahkamah pidana internasional ini juga sama terletak di Den Haag, Belanda. Kemudian mahkamah arbitrase internasional (PCA) diatur dalam Konvensi Penyelesaian Sengketa Internasional Pasifik (Convention for the Pacific Settlement of International Dispute) pada tahun 1899 dan 1907. Lokasi mahkamah arbitrase internasional ini juga berpusat di Den Haag, Belanda.
Struktur Pengadilan:
-Kemudian, mengenai strukturnya sendiri, mahkamah internasional (ICJ) terdiri dari 15 hakim dipilih oleh majelis umum (General Assembly) dan dewan keamanan (Security Council) melalui pemungutan suara yang dilakukan 3 tahun sekali.
-Mahkamah arbitrase internasional (PCA), memiliki suatu panel arbitrator sebanyak 260 orang dan terdiri dari dewan administrative arbitrase, serta biro internasional yang juga memiliki fungsi administratif.
Pihak yang Diadili:
-Berdasarkan pasal 34 (1) ICJ Statute, pihak yang dapat diadili di mahkamah internasional (ICJ) adalah negara (state) yang bersengketa, baik negara anggota PBB maupun negara bukan anggota PBB.
-Di mahkamah arbitrase internasional (PCA) sendiri, pihak yang diadili adalah negara, badan negara, organisasi antar pemerintah, serta pihak swasta.