Diskusi 1 (Untuk NPM Genap)

Diskusi 1 (Untuk NPM Genap)

Diskusi 1 (Untuk NPM Genap)

M. Havez, S.H., M.H., CLA. གིས-
Number of replies: 33

Relasi dan interaksi antara hukum internasional dan nasional (domestic) merupakan isu terakhir sekaligus penutup dalam matakuliah hukum internasional. 

Karena sampai saat ini masih terjadi kontroversial dalam relasi dan interaksinya hukum internasional. Mengomentari hal ini Lambertus Erades mengatakan sebagai berikut: “The relation between international and municipal law is a subject with which many generations of lawyers have wrestled, are westling and will continue to wrestle” (Lambertus Erades: 1980: 376). Meskipun kedua sistem hukum ini memiliki sejumlah perbedaan yang dapat ditelusuri baik dalam praktik maupun teori, namun keduanya memiliki sejumlah titik persamaan, salah satu diantaranya adalah kedua sistem hukum tersebut menjadikan negara sebagai subjek sekaligus objek kajiannya. Persoalan pokoknya adalah, apakah kedua sistem hukum itu merupakan satu kesatuan (Monisme) atau merupakan dua sistem hukum yang terpisah (Dualisme) dan bagaimana pola interaksi diantara kedua sistem hukum tersebut. Para pakar hukum internasional berbeda pendapat dalam mendudukkan masalah ini. Begitu juga praktik negara-negara termasuk Indonesia menunjukkan adanya keragaman sistem dan bentuk relasi serta interaksi diantara keduanya.

Pertama-tama cari sebuah pendapat seorang ahli hukum internasional, dan benturkan dengan isu diatas.. bisa pro/kontra.
Selanjutnya kalian bisa menambahkan pendapat/tanggapan dari prespektif kalian sendiri. 


In reply to M. Havez, S.H., M.H., CLA.

Re: Diskusi 1 (Untuk NPM Genap)

Fahrul roji 2012011014 གིས-
Fahrul roji 2012011014

Pendapat J.G Starke ini juga didukung oleh Burhan Tsani. Menurut burhan tsani ada
dua paham mengenai hubungan antara hukum internasional dengan hukum hukum nasional,
yaitu paham dualism dan paham monisme. Menurut paham dualisme hukum nasional dengan hukum nasional merupakan dua sistem hukum yang secara keseluruhannya berbeda secara keseluruhannya. Hakekat hukum nasional berbeda dengan hukum nasional. Hukum Internasional dan Hukum Nasional merupakan dua sistem hukum yang benar-benar terpisah, tidak saling mempunyai hubungan superioritas atau subordinasi. Namun secara logika paham dualisme akan mengutamakan Hukum Nasional dan mengabaikan Hukum Internasional, sedangkan paham monisme berpendapat hukum internasional dan hukum nasionalsaling berkaitan satu sama lainnya. Menurut teori Monisme, hukum internasional itu adalah lanjutan dari hukum nasional, yaitu hukum nasional untuk urusan luar negeri. Menurut teori ini, hukum nasional kedudukannya lebih rendah dibanding dengan hukum internasional. Hukum nasional tunduk dan harus sesuai dengan hukum internasional

Di lihat dari pendapat di atas bahwa jika negara di jadikan sebagai subjek dan objeknya maka teori yang di anut adalah teori monisme karena mengikat satu kesatuan hukum yang berlaku bagi umat manusia
In reply to M. Havez, S.H., M.H., CLA.

Re: Diskusi 1 (Untuk NPM Genap)

Joanne Stephani Anumpitan Joanne Stephani Anumpitan གིས-
Nama : Joanne Stephani Anumpitan
NPM : 2012011274

Menurut Burhan Tsani mengenai hubungan antara hukum internasional dengan hukum hukum nasional, yaitu paham dualisme akan mengutamakan Hukum Nasional dan mengabaikan Hukum Internasional, sedangkan paham monisme berpendapat hukum internasional dan hukum nasional saling berkaitan satu sama lainnya. Menurut teori Monisme, hukum internasional itu adalah lanjutan dari hukum nasional, yaitu hukum nasional untuk urusan luar negeri. Menurut teori ini, hukum nasional kedudukannya lebih rendah dibanding dengan hukum internasional. Hukum nasional tunduk dan harus sesuai dengan hukum internasional.

Pada Teori dualisme didukung oleh Triepel dan Anzilotti menyebutkan dualisme ini sebagai teori kehendak, merupakan hal yang wajar bila menganggap hukum internasional merupakan system hukum yang terpisah dengan system hukum nasional. Menurut Tripel terdapat dua perbedaan diantara kedua sistem hukum ini, yaitu:
a. subjek hukum nasional adalah individu, sedangakan subjek hukum internasional adalah semata-mata dan secara eksklusifnya adalah negara-negara.
b. Sumber-sumber hukum keduanya berbeda: sumber hukum nasional adalah kehendak negara itu sendiri, sumber hukum internasional adalah kehendak bersama dari negaranegara.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa relasi dan interaksi antara hukum internasional dan nasional (domestic) yang mendukung paham dualisme yaitu jika hukum nasional merupakan hukum yang diterapkan dalam teritorial suatu negara dalam mengatur segala urusan dalam negeri dan hukum internasional ialah hukum yang mengatur aspek negara dalam hubungannya dengan negara lain demi berlangsungnya kehidupan internasional yang terlepas dari segala bentuk tindakan yang merugikan negara lain. Pada ketentuan hukum Internasional harus dapat ditransformasikan ke dalam hukum nasional dikarenakan tidak dapat berlaku ketentuan sistem hukum lain.
In reply to M. Havez, S.H., M.H., CLA.

Re: Diskusi 1 (Untuk NPM Genap)

Juan Elnatarisi Yazid གིས-
Nama : Juan Elnatarisi
NPM : 2012011296

Menurut pendapat Duta Besar, Eddy Pratomo, masih terdapat ketidaktegasan antara penganutan sistem monoisme atau dualisme di negara - negara, khususnya Indonesia.

Sejauh ini, Eddy menganggap bahwa Indonesia menganut doktrin gabungan, yaitu inkorporasi (monoisme) untuk perjanjian-perjanjian internasional yang menyangkut keterikatan negara sebagai subjek hukum internasionalsecara eksternal. Akan tetapi menganut doktrin transformasi (dualisme) untuk perjanjian internasional yang menciptakan hak dan kewajiban bagi seluruh rakyat Indonesia. Jadi, negara - negara yang ada memiliki praktik sistem campuran pada mayoritasnya, dikarenakan beragamnya egosektor serta aspek yang berlaku di suatu negara.

Menurut saya sendiri, hukum internasional dan nasional cukup berhubungan, terlepas dari bagaimana praktik dan sistem kerja nya. Hal ini dikarenakan, hukum internasional dan nasional, sama sama membentuk suatu negara dengan hukum nya tersendiri, sehingga hubungan keluarnegaraan dan hubungan kedalam negaraan dapat diatur secara fleksibel tanpa ada nya batasan yang nyata.
Terima kasih, pak.
In reply to M. Havez, S.H., M.H., CLA.

Re: Diskusi 1 (Untuk NPM Genap)

Syifa Nur Azizah གིས-
Syifa Nur Azizah
2012011182

Menurut pendapat ahli hukum internasional, Hans Kelsen menjelaskan bahwa teori monisme menyatakan bahwa hukum internasional, serta berbagai sistem hukum negara, merupakan satu kesatuan sistem hukum. Kelsen menunjukkan bahwa “one can conceive of international law together with the state legal systems as a unified system of norms in exactly the same way as one is accustomed to regarding the state legal system as a unity”. Sedangkan menurut Triepel dan Anzilotti mengajarkan apa yang disebut dengan teori dualisme hukum nasional dan hukum internasional merupakan dua sistem hukum yang sama sekali berbeda secara intrinsik. Berangkat dari uraian sederhana Oppenhiem, yang menjelaskan perbedaan antara hukum nasional dan hukum internasional, berdasarkan tiga sandaran, yaitu perbedaan sumbernya, hubungan yang diaturnya, dan hakikatnya. Kemudian Triepel menjelaskan secara lebih detail, bahwa letak perbedaan antara keduanya adalah pada subjek hukumnya, jika hukum nasional subjeknya ialah individu-individu, sedangkan hukum internasional subjeknya semata-mata dan tertutup pada negara. Kemudian mengenai sumbernya, jika hukum nasional bersumber pada kehendak negara itu sendiri, sedangkan hukum internasional bersumber pada kehendak bersama. Menurut pendapat saya sendiri, hukum nasional memang bersumber dari hukum internasional sehingga hukum nasional harus tunduk pada hukum internasional yang hakikat nya itu dia mengikat hukum nasional. Dilihat dari pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa teori yang dianut adalah teori monisme, hal ini sesuai dengan kesimpulan yang dikemukakan oleh Hans Kelsen yaitu “all norms of international law are superior to municipal law. municipal laws that are incompatible with international law are automatically recognized as invalid and do not apply."
In reply to M. Havez, S.H., M.H., CLA.

Re: Diskusi 1 (Untuk NPM Genap)

M.alfasa agung གིས-
M.alfasa agung
2052011036

Monisme menyatakan bahwa sistem hukum nasional dan internasional membentuk satu kesatuan. Aturan hukum nasional dan internasional yang telah diterima oleh suatu negara sama-sama menentukan apakah suatu tindakan itu sesuai dengan hukum atau tidak.[1] Di kebanyakan negara "monis", masih ada perbedaan antara hukum internasional (baik dalam bentuk perjanjian-perjanjian ataupun bentuk-bentuk yang lain, seperti kebiasaan hukum internasional atau jus cogens) dan nasional, sehingga mereka merupakan negara sebagian monis dan sebagian dualis. Di suatu negara yang murni menganut monisme, hukum internasional sama sekali tidak perlu diubah menjadi hukum nasional. Hukum tersebut secara otomatis berlaku di ranah hukum nasional, dan hukum internasional dapat langsung diterapkan oleh hakim di tingkatan nasional, dan dapat langsung digunakan sebagai landasan hukum dalam perkara oleh warga negara. Seorang hakim dapat menyatakan aturan nasional tidak sah jika bertentangan dengan aturan internasional karena di beberapa negara, hukum yang paling baru dikeluarkan memiliki prioritas. Di negara-negara seperti Jerman, perjanjian-perjanjian memiliki kekuatan hukum sama seperti undang-undang, dan dengan diberlakukannya asas Lex posterior derogat legi priori ("undang-undang baru menghapus yang sebelumnya"), maka perjanjian tersebut mengesampingkan undang-undang nasional dari masa sebelum ratifikasi. Sistem monisme yang paling murni menyatakan bahwa hukum nasional yang bertentangan dengan hukum internasional tidak berlaku lagi, bahkan jika hukum nasional tersebut dikeluarkan setelah hukum internasional atau jika hukum itu bersifat konstitusional.

Dari sudut pandang hak asasi manusia, monisme memiliki beberapa keuntungan. Sebagai contoh, suatu negara yang menerima perjanjian hak asasi manusia – misalnya, Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik, tetapi beberapa undang-undang nasionalnya membatasi kebebasan pers, maka seorang warga negara yang dituntut oleh negara tersebut apabila melanggar hukum nasional, dapat memohonkan perjanjian hak asasi manusia di ruang sidang nasional dan dapat meminta hakim menerapkan perjanjian tersebut dan memutuskan bahwa hukum nasional tidak sah. Ia tidak harus menunggu proses pengubahan hukum internasional ke dalam hukum nasional. Bagaimanapun, pemerintahannya dapat lalai atau bahkan tidak mau memasukkan hukum internasional.
In reply to M. Havez, S.H., M.H., CLA.

Re: Diskusi 1 (Untuk NPM Genap)

Dhea Andini_2012011026 གིས-
Nama: Dhea Andini
NPM: 2012011026

Izin memberikan tanggapan,

Jika melihat dari pendapat Heinrich Triepel, seorang ahli hukum Jerman "internastional law and municipal law existed on separate planes...", dari pendapat itu kita dapat mengetahui bahwa ia menyatakan dari kedua sistem hukum internasional dan hukum nasional itu saling terpisah. Kemudian ia melanjutkan bahwa hukum nasional terbentuk atas kemauan negara dan hukum internasional berdasarkan persetujuan antar negara.

Melihat dari pendapat tersebut saya menyetujui bahwa Internasional law dan municipal law merupakan suatu sistem hukum yang terpisah atau disebut dualisme.

Menurut saya, dari subjek hukumnya saja sudah berbeda di mana subjek utama dari hukum internasional adalah itu adalah negara, sedangkan hukum nasional adalah orang perorangan baik perdata maupun pidana.
Kemudian hukum nasional mengatur hubungan antar individu dengan negara, dan hukum internasional mengatur hubungan antar negara.

jika melihat dari problem validitas antara hukum internasional dan hukum nasional, bahwa teori dualisme lebih parah dari teori monisme. Sistem hukum nasional sebagai dasar validitas hukum internasional secara harafiah berarti berlangsung pluralitas validitas. Maka dasar validitas dimanifestasi dalam bentuk kehendak bersama negara-negara dan menjadi hukum internasional yang mengikat bagi negara-negara tergabung.

Lalu melihat dari sistem yang dianut Indoneisa sendiri masih menganut doktrin gabungan, tapi jika dilihat dalam pasal 7 uu no.12/2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan, jelas Indonesia menganut aliran dualisme yang mana pelunya tranformasi hukum.

Saya pro terhadap hal tersebut karena ketentuan hukum internasional memerlukan tranformasi menjadi hukum nasional, karena agar sesuai dengan masyarakat Indonesia.

Terima kasih
In reply to M. Havez, S.H., M.H., CLA.

Re: Diskusi 1 (Untuk NPM Genap)

Rizky Mangkuluhur 2012011060 གིས-
Nama : Rizky Mangkuluhur
NPM : 2012011060

Izin menanggapi diskusi.
Menurut Hersch Lauterpacht seorang ahli hukum internasional yang mendukung teori monisme menyatakan bahwa internasional law dan national law adalah satu kesatuan yang harus dikombinasikan ke dalam satu sistem hukum. Dalam basis ini, dapat tercipta suatu keseimbangan diantara internasional law dan nasional law.

Dalam hal ini saya setuju(pro) dengan pendapat Hersch Lauterpacht dimana dia menyatakan bahwa internasional law dan nasional law adalah satu(teori monoism) dimana diantara hukum internasional dan nasional adalah satu kesatuan yang memiliki arti bahwa keduanya membutuhkan satu sama lain dalam menjalankan hukum yang ada dalam hal menegakkan hukum internasional suatu negara membutuhkan hukum nasional yang mengatur tentang jalannya hukum internasional agar bisa berjalan dengan baik.
In reply to M. Havez, S.H., M.H., CLA.

Re: Diskusi 1 (Untuk NPM Genap)

Sonia fiska Kornelia གིས-
Sonia fiska kornelia
2012011066

Menurut Triepel (1899) dan Anzilotti (1928) mengajarkan apa yang disebut dengan teori dualisme atau teori pluralistik. Menurut teori ini, hukum nasional dan hukum internasional merupakan dua sistem hukum yang sama sekali berbeda secara intrinsik. Perbedaan antara hukum nasional dan hukum internasional, berdasarkan tiga sandaran, yaitu perbedaan sumber hukum, subjek hukum, dan kekuatan hukum. Mengenai sumbernya, jika hukum nasional bersumber pada kehendak negara itu sendiri, sedangkan hukum internasional bersumber pada kehendak bersama negara-negara dalam masyarakat internasional.

Saya pro terhadap hukum dualisme karena menurut saya Aliran hukum dualisme bersumber pada teori bahwa daya ikat hukum internasional bersumberkan pada kemauan negara. Pada aliran ini hukum internasional dan hukum nasional merupakan dua system atau perangkat hukum yang terpisah satu dari yang lainnya, jadi akibatnya timbul pandangan bahwa kaedah-kaedah dari perangkat hukum yang satu tidak mungkin bersumberkan atau berdasarkan pada perangakat hukum yang lain. Akibatnya, ketentuan hukum internasional memerlukan transformasi menjadi hukum nasional sebelum dapat berlaku di dalam lingkungan hukum nasional. Jika terjadi benturan antara hukum internasional dan hukum nasional.
In reply to Sonia fiska Kornelia

Re: Diskusi 1 (Untuk NPM Genap)

Evan Sammuelson Belvanio Evan Sammuelson Belvanio གིས-
Nama : Evan Sammuelson Belvanio
NPM : 2052011082

Burhan Tsani mengatakan bahwa paham dualisme akan mengutamakan Hukum Nasional dan mengabaikan Hukum Internasional, sedangkan paham monisme berpendapat hukum internasional dan hukum nasional saling berkaitan satu sama lainnya. Menurut teori Monisme, hukum internasional itu adalah lanjutan dari hukum nasional, yaitu hukum nasional untuk urusan luar negeri. Menurut teori ini, hukum nasional kedudukannya lebih rendah dibanding dengan hukum internasional. Hukum nasional tunduk dan harus sesuai dengan hukum internasional.

saya pro terhadap paham monoisme karena Hubungan hukum internasional dan hukum nasioanl berimplikasi pada berfokusnya organisasi di atas negara-negara yang mengatur kehidupan negara-negara. Dasar hukum internasional dapat mengatur hubungan antar negara terletak pada wewenang negara untuk mengadakan perjanjian internasional yang berasal dari kewenangan yang diberikan oleh konstitusi masing-masing negara. Pembuatan dan pengesahan perjanjian internasional antara pemerintah Indonesia dengan pemerintah negara-negara lain, organisasi internasional dan subjek hukum internasional lain adalah suatu perbuatan hukum yang sangat penting karena mengikat negara dengan subjek hukum internasional lainnya. Oleh sebab itu pembuatan dan pengesahan suatu perjanjian internasional dilakukan berdasarkan undang-undang.
In reply to M. Havez, S.H., M.H., CLA.

Re: Diskusi 1 (Untuk NPM Genap)

Dwi Putri Destalingga གིས-

Nama : Dwi Putri Destalingga
NPM : 201011344

Menurut Triepel (seorang pemuka aliran positivisme dari Jerman yang menulis buku Volkerrecht and Landesrecht (1899)) dan Anzilotti (pemuka aliran positivisme dari Italia yang menulis buku Corso di Dirrito Internazionale (1923)) mengemukakan bahwa aliran dualisme yang bersumber dari teori daya ikat hukum intemasional bersumber pada kemauan negara, maka hukum intemasional dan hukum nasional merupakan dua sistem atau perangkat hukum yang terpisah satu dengan lainnya. Hal ini di dasarkan pada alasan formal maupun alasan yang berdasarkan kenyataan. Paham dualisme ini sangat terkait dengan paham positivisme yang sangat menekankan unsur persetujuan dari negara-negara. Secara historis pandangan dualisme merupakan cerminan spirit nasionalisme.

Dari pendapat diatas, saya sendiri juga pro terhadap paham dualisme karena kedua perangkat hukum tersebut yakni hukum nasional dan hukum internasional mempunyai sumber yang berlainan, hukum nasional bersumber pada kemauan negara, sedangkan hukum intemasional bersumber pada kemauan bersama masyarakat negara.

In reply to M. Havez, S.H., M.H., CLA.

Re: Diskusi 1 (Untuk NPM Genap)

Willyam Christian 2012011312 གིས-
Nama ; Willyam Christian
NPM : 2012011312

Menurut burhan tsani ada dua paham mengenai hubungan antara hukum internasional dengan hukum hukum nasional, yaitu paham dualism dan paham monisme. Menurut paham dualisme hukum nasional dengan hukum nasional merupakan dua sistem hukum yang secara keseluruhannya berbeda secara keseluruhannya. Hakekat hukum nasional berbeda dengan hukum nasional. Hukum Internasional dan Hukum Nasional merupakan dua sistem hukum yang benar-benar terpisah, tidak saling mempunyai hubungan superioritas atau subordinasi. Namun secara logika paham dualisme akan mengutamakan Hukum Nasional dan mengabaikan Hukum Internasional, sedangkan paham monisme berpendapat hukum internasional dan hukum nasionalsaling berkaitan satu sama lainnya. Menurut teori Monisme, hukum internasional itu adalah lanjutan dari hukum nasional, yaitu hukum nasional untuk urusan luar negeri. Menurut teori ini, hukum nasional kedudukannya lebih rendah dibanding dengan hukum internasional. Hukum nasional tunduk dan harus sesuai dengan hukum internasional.

Menurut pendapat saya, saya sendiri pro terhadap paham monoisme karena Hubungan hukum internasional dan hukum nasioanl berimplikasi pada berfokusnya organisasi di atas negara-negara yang mengatur kehidupan negara-negara. Dasar hukum internasional dapat mengatur hubungan antar negara terletak pada wewenang negara untuk mengadakan perjanjian internasional yang berasal dari kewenangan yang diberikan oleh konstitusi masing-masing negara. Pembuatan dan pengesahan perjanjian internasional antara pemerintah Indonesia dengan pemerintah negara-negara lain, organisasi internasional dan subjek hukum internasional lain adalah suatu perbuatan hukum yang sangat penting karena mengikat negara dengan subjek hukum internasional lainnya. Oleh sebab itu pembuatan dan pengesahan suatu perjanjian internasional dilakukan berdasarkan undang-undang.
In reply to M. Havez, S.H., M.H., CLA.

Re: Diskusi 1 (Untuk NPM Genap)

Nadia Imtinan Arka Salmah གིས-
Nama : Nadia Imtinan Arka Salmah
NPM : 2012011378

Menurut pendapat saya sendiri, hukum nasional memang bersumber dari hukum internasional, dilihat dari beberapa pendapat ahli maka dapat disimpulkan bahwa teori yang dianut adalah teori monisme, sesuai dengan kesimpulan yang dikemukakan oleh Hans Kelsen.

Menurut Hans Kelsen menjelaskan bahwa teori monisme menyatakan bahwa hukum internasional, serta berbagai sistem hukum negara, merupakan satu kesatuan sistem hukum. Kelsen menunjukkan bahwa “one can conceive of international law together with the state legal systems as a unified system of norms in exactly the same way as one is accustomed to regarding the state legal system as a unity”.

Sedangkan Oppenhiem menjelaskan perbedaan antara hukum nasional dan hukum internasional, berdasarkan tiga sandaran, yaitu perbedaan sumbernya, hubungan yang diaturnya, dan hakikatnya. Kemudian Triepel menjelaskan secara lebih detail, bahwa letak perbedaan antara keduanya adalah pada subjek hukumnya, jika hukum nasional subjeknya ialah individu-individu, sedangkan hukum internasional subjeknya semata-mata dan tertutup pada negara.
In reply to M. Havez, S.H., M.H., CLA.

Re: Diskusi 1 (Untuk NPM Genap)

Mayda Alyani 2012011302 གིས-
Mayda Alyani (2012011302 )

Anzilotti, seorang ahli hukum internasional, mengemukakan pendapatnya atas teori dualisme. Menurutnya, prinsip dasar yang melandasi hukum nasional adalah prinsip dasar/norma dasar dari konstitusi sebauh negara. Sementara, yang menjadi landasan dan prinsip dari hukum internasional adalah perjanjian yang mengikat (asas pacta sunt servanda). Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa tidak akan pernah ada konflik di antara dua sistem hukum tersebut, namun yang akan terjadi kemungkinannnya adalah penunjukan sistem hukum mana yang akan diambil.
Kemudian, menurut saya, jika meninjau hubungan antara Hukum Internasional dengan Hukum Nasional di Indonesia sebenarnya hal tersebut tidak diatur secara jelas di dalam Undang-undang Dasar 1945. Hal mengenai hubungan antar kedua hukum ini dapat dilihat dari penerapan hukum yang berkaitan dengan pelaksanaan kewajiban Indonesia yang mengikatkan diri pada beberapa perjanjian internasioanal. Menurut Prof. Mochtar Kusumaatmadja, Indonesia lebih cenderung menerapkan sistem dari negara- negara eropa continental. Yang mendasari pendapat tersebut adalah karena dalam prakteknya, Indonesia langsung mengikatkan diri dan tunduk pada aturan dan kewajiban yang ada dalam perjanjian atau konvensi internasional, tanpa mengubah (transform) ke dalam perundangan nasional terlebih dahulu. Namun ada yang beranggapan bahwa Indonesia tidak mentransform perjanjian internasional kedalam perundangan nasional karena negara kita masih lalai dalam menjalankan kewajiban berdasarkan perjanjian internasional yang telah diadakan ke dalam bentuk perundang-undangan nasional.
In reply to M. Havez, S.H., M.H., CLA.

Re: Diskusi 1 (Untuk NPM Genap)

Muhamad Falah Handika 2012011178 གིས-
Nama : Muhamad Falah Handika
NPM : 2012011178
Menurut Hans Kelsen analisis struktural antara hukum internasional dan hukum nasional adalah asas-asas hukum ditentukan oleh asas-asas lainnya yang menjadi sumber dan sebab kekuatan mengikat atas hukum. Monisme ini sebenarnya merupakan perwujudan dari ajaran hukum alam yang memandang hukum sebagai suatu yang berlaku umum dan abstrak serta berlaku dimana-mana, dan berlaku satu hukum bagi seluruh umat manusia di dunia.
Triepel (1899) dan Anzilotti (1928) mengajarkan apa yang disebut dengan teori dualisme atau teori pluralistik. Menurut teori ini, hukum nasional dan hokum internasional merupakan dua sistem hukum yang sama sekali berbeda secara intrinsik. Perbedaan antara hukum nasional dan
hukum internasional, berdasarkan tiga sandaran, yaitu perbedaan sumber hukum, subjek hukum, dan kekuatan hokum
Menurut Duta Besar Eddy Pratomo, masih terdapat ketidaktegasan apakah Indonesia menganut aliran monoisme atau dualisme. Sejauh ini, Eddy menganggap bahwa Indonesia menganut doktrin gabungan, yaitu inkorporasi (monoisme) untuk perjanjian-perjanjian internasional yang menyangkut keterikatan negara sebagai subjek hukum internasionalsecara eksternal. Akan tetapi menganut doktrin transformasi (dualisme) untuk perjanjian internasional yang menciptakan hak dan kewajiban bagi seluruh rakyat Indonesia
In reply to M. Havez, S.H., M.H., CLA.

Re: Diskusi 1 (Untuk NPM Genap)

Josafat Deardo Situmeang 2012011234 གིས-
Pada Teori dualisme didukung oleh Triepel dan Anzilotti menyebutkan dualisme ini sebagai teori kehendak, merupakan hal yang wajar bila menganggap hukum internasional merupakan system hukum yang terpisah dengan system hukum nasional.

Menurut pendapat saya, hukum internasional dan hukum nasional merupakan kedua hal yang berbeda. Sistem yang dipakai adalah dualisme. Aliran dualisme bersumber pada teori bahwa daya ikat hukum internasional bersumber pada kemauan negara, hukum internasional dan hukum nasional merupakan dua sistem atau perangkat hukum yang terpisah.
Mengapa saya setuju dengan pendapat ini?
Karena kalau pada aliran monoisme, terpecah menjadi dua aliran lagi dan kedua aliran tersebut menimbulkan pertanyaan baru. aliran monisme primat hukum nasional yang menyebutkan dalam setiap konflik hukum nasional diutamakan, lalu untuk apa adanya hukum internasional dan eksistensi hukum internasional menjadi dipertanyakan. Aliran monisme primat hukum internasional juga tidak sesuai fakta bahwa Hukum Internasional ada lebih dulu daripada Hukum Nasional. Realita menjelaskan Hukum Internasional lebih banyak bersumber pada Hukum Negara yaitu dari praktek negara.
In reply to M. Havez, S.H., M.H., CLA.

Re: Diskusi 1 (Untuk NPM Genap)

Muhammad Raffi Zahrandika གིས-
Nama : Muhammad Raffi Zahrandika
NPM : 2052011076

Mengacu pada pendapat yang dikemukakan oleh Heindrich Triepel,yang menyatakan “Internastional law and municipal law existed on separate planes”,yang artinya ia menganggap Hukum Internasional dan Hukum Nasional berada pada ruang lingkup yang berbeda.

Saya Pro dengan Teori Dualisme atas dasar perlu adanya transformasi terlebih dahulu apabila sebuah hukum Internasional diberlakukan dalam lingkup nasional,seperti yang kita ketahui,subjek dari hukum internasional bukan merupakan sebuah individu,melainkan negara yang terdiri dari banyak individu. Dengan adanya transformasi,Lembaga legislator yang berwenang,dapat mempertimbangkan efektifitas serta kecocokan sebuah hukum internasional yang akan ditransformasi,selain itu juga berdasarkan Pasal 7 uu no.12/2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan,yang memposisikan UUD 1945 sebagai aturan tertinggi dalam hierarkinya,tentu bertentangan dengan teori monoisme,yang mana jika inkorporasi berlaku,regulasi internasional dapat berlaku meskipun bertentangan dengan hukum nasional.

Terima kasih.
In reply to M. Havez, S.H., M.H., CLA.

Re: Diskusi 1 (Untuk NPM Genap)

Gagas Natanegara གིས-
Gagas Natanegara 2012011370

Inggris menganut suatu ajaran (doktrin) bahwa hukum internasional adalah hukum negara (international law is the law of the land). Ajaran ini lazim dikenal dengan nama doktrin inkorporasi (incorporation doctrine).Doktrin ini yang mula-mula dikemukakan oleh ahli hukum terkenal Blackstone dalam abad ke delapan belas mula-mula dirumuskan sebagai berikut “The law of nations, wherever any question arises which is properly the object of its jurisdiction is here adopted in its full extent by the common law, and it is held to be part of the law of the land”

Menurut Saya pribadi, Saya pro terhadap teori monisme sebab seperti yang kita ketahui bahwa sumber salah satu sumber hukum internasional adalah kebiasaan internasional itu sendiri, nah kebetulan aliran monisme berprinsip hukum internasional adalah konsekuensi langsung dari norma dasar seluruh hukum sehingga mengikat setiap individu, yang artinya satu kesatuan hukum yang mengatur hidup manusia.
In reply to M. Havez, S.H., M.H., CLA.

Re: Diskusi 1 (Untuk NPM Genap)

Zalfa Regita Saputry གིས-
Zalfa Regita Saputry 2052011060

Menurut Hersch Lauterpacht seorang ahli hukum internasional yang mendukung teori monisme menyatakan bahwa internasional law dan national law adalah satu kesatuan yang harus dikombinasikan ke dalam satu sistem hukum. Dalam basis ini, dapat tercipta suatu keseimbangan diantara internasional law dan nasional law.
hukum internasional dan nasional cukup berhubungan, terlepas dari bagaimana praktik dan sistem kerja nya. Hal ini dikarenakan, hukum internasional dan nasional, sama sama membentuk suatu negara dengan hukum nya tersendiri, sehingga hubungan keluarnegaraan dan hubungan kedalam negaraan dapat diatur secara fleksibel tanpa ada nya batasan yang nyata.
In reply to M. Havez, S.H., M.H., CLA.

Re: Diskusi 1 (Untuk NPM Genap)

Sahril Fadillah གིས-
Nama: sahril fadillah
Npm: 2052011028
Ada dua paham mengenai hubungan antara hukum internasional dengan hukum hukum nasional,
yaitu paham dualism dan paham monisme. Menurut paham dualisme hukum nasional dengan hukum nasional merupakan dua sistem hukum yang secara keseluruhannya berbeda secara keseluruhannya. Hakekat hukum nasional berbeda dengan hukum nasional. Hukum Internasional dan Hukum Nasional merupakan dua sistem hukum yang benar-benar terpisah, tidak saling mempunyai hubungan superioritas atau subordinasi. Namun secara logika paham dualisme akan mengutamakan Hukum Nasional dan mengabaikan Hukum Internasional, sedangkan paham monisme berpendapat hukum internasional dan hukum nasionalsaling berkaitan satu sama lainnya. Menurut teori Monisme, hukum internasional itu adalah lanjutan dari hukum nasional, yaitu hukum nasional untuk urusan luar negeri. Menurut teori ini, hukum nasional kedudukannya lebih rendah dibanding dengan hukum internasional. Hukum nasional tunduk dan harus sesuai dengan hukum internasional.
Pada Teori dualisme didukung oleh Triepel dan Anzilotti menyebutkan dualisme ini sebagai teori kehendak, merupakan hal yang wajar bila menganggap hukum internasional merupakan system hukum yang terpisah dengan system hukum nasional. Menurut Tripel terdapat dua perbedaan diantara kedua sistem hukum ini, yaitu:
a. subjek hukum nasional adalah individu, sedangakan subjek hukum internasional adalah semata-mata dan secara eksklusifnya adalah negara-negara.
b. Sumber-sumber hukum keduanya berbeda: sumber hukum nasional adalah kehendak negara itu sendiri, sumber hukum internasional adalah kehendak bersama dari negaranegara.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa relasi dan interaksi antara hukum internasional dan nasional (domestic) yang mendukung paham dualisme yaitu jika hukum nasional merupakan hukum yang diterapkan dalam teritorial suatu negara dalam mengatur segala urusan dalam negeri dan hukum internasional ialah hukum yang mengatur aspek negara dalam hubungannya dengan negara lain demi berlangsungnya kehidupan internasional yang terlepas dari segala bentuk tindakan yang merugikan negara lain. Pada ketentuan hukum Internasional harus dapat ditransformasikan ke dalam hukum nasional dikarenakan tidak dapat berlaku ketentuan sistem hukum lain.
In reply to M. Havez, S.H., M.H., CLA.

Re: Diskusi 1 (Untuk NPM Genap)

Siti Annisa Lesmana གིས-
Nama : Siti Annisa Lesmana
NPM : 2012011110

Izin memberikan pendapat pak.

Menurut Mochtar Kusumaatmadja (1982) hukum Internasional adalah keseluruhan kaidah-kaidahdan asas-asas yang mengatur hubungan/persoalan yang melintasi batas-batas negara antara negara dengan negara, negara dengan subyek hukum lain bukan negara, atau subyek hukum bukan negara satu sama lain. Sedangkan, Hukum Nasional dapat diartikan sebagai ketentuan hukumyang mengatur kehidupan manusia dalam lingkungan kebangsaannya masing-masing.
kemudian ia menamakan aliran monisme sejalan dengan pandangan objektivis, yakni pandangan yang menyatakan bahwa ada atau berlakunya hukum internasional terlepas dari kemauan negara. Menurut aliran dualisme, sumber hukum internasional dan hukum nasional berbeda meskipun ada pula yang sama.

Menurut pandangan saya pribadi adalah bahwa menurut pandangan ini tidak mungkin ada pertentangan antara kedua perangkat hukum itu. Akibat lain yang yang penting pula dari pandangan dualisme ini bahwa ketentuan hukum Internasional memerlukan transformasi menjadi hukum nasional sebelum dapat berlaku di dalam lingkungan hukum nasional.
In reply to M. Havez, S.H., M.H., CLA.

Re: Diskusi 1 (Untuk NPM Genap)

Syauqie Nisa Luthfia གིས-
Nama : Syauqie Nisa Luthfia
NPM : 2052011092
Menurut pendapat ahli hukum internasional, Hans Kelsen menjelaskan bahwa teori monisme menyatakan bahwa hukum internasional, serta berbagai sistem hukum negara, merupakan satu kesatuan sistem hukum. Kelsen menunjukkan bahwa “one can conceive of international law together with the state legal systems as a unified system of norms in exactly the same way as one is accustomed to regarding the state legal system as a unity”. Menurut Burhan Tsani mengenai hubungan antara hukum internasional dengan hukum hukum nasional, yaitu paham dualisme akan mengutamakan Hukum Nasional dan mengabaikan Hukum Internasional, sedangkan paham monisme berpendapat hukum internasional dan hukum nasional saling berkaitan satu sama lainnya.
Menurut saya, dapat disimpulkan bahwa bahwa hubungan internasional dan nasional cukup fleksibel. Dimana hubungan tersebut diatur secara fleksibel. Dikarenakan juga karena hukum internasional harus ditransformasikan kedalam hukum nasional, karena agar hukum nya sesuai dengan yang ada di mdalam masyarakat Indonesia.
In reply to M. Havez, S.H., M.H., CLA.

Re: Diskusi 1 (Untuk NPM Genap)

Pratama Ramadhan Davia Putra Davia གིས-
Pratama Ramadhan Davia Putra
2052011050

Para ahli ada yang berpendapat bahwa hukum internasional tidak dapat digolongkan kedalam kelompok ilmu hukum tetapi hanya sekedar moral internasional yang tidak mengikat secara positif. Namun ada sarjana yang menyatakan bahwa hukum internasional merupakan hukum positif yang sudah terbukti menyelesaikan atau mengatur persoalan-persoalan dunia bahkan ada pendapat yang menyatakan hukum internasional sebagai “world law” atau hukum dunia yang didalamnya ada jaringan, sistem serta mekanisme dari suatu pemerintahan dunia yang mengatur pemerintahpemerintah dunia. Bahkan hukum nasional memang bersumber dari hukum internasional, dilihat dari beberapa pendapat ahli maka dapat disimpulkan bahwa teori yang dianut adalah teori monisme, sesuai dengan kesimpulan yang dikemukakan oleh Hans Kelsen.

Hukum internasional banyak dipengaruhi oleh hukum nasional. Sebagai contoh hukum internasional dapat tercipta dengan adanya kebiasaan nasional suatu Negara yang dianut oleh banyak Negara, kebiasaan ini disepakati sebagai hukum internasional. Saya sendiri pro terhadap paham monoisme karena Hubungan hukum internasional dan hukum nasioanl berimplikasi pada berfokusnya organisasi di atas negara-negara yang mengatur kehidupan negara-negara. Dasar hukum internasional dapat mengatur hubungan antar negara terletak pada wewenang negara untuk mengadakan perjanjian internasional yang berasal dari kewenangan yang diberikan oleh konstitusi masing-masing negara.
In reply to M. Havez, S.H., M.H., CLA.

Re: Diskusi 1 (Untuk NPM Genap)

Monica Oktaviani གིས-
Monica Oktaviani 2012011348

Menurut pendapat ahli hukum internasional, Hans Kelsen menjelaskan bahwa teori monisme menyatakan bahwa hukum internasional, serta berbagai sistem hukum negara, merupakan satu kesatuan sistem hukum. Kelsen menunjukkan bahwa “one can conceive of international law together with the state legal systems as a unified system of norms in exactly the same way as one is accustomed to regarding the state legal system as a unity”. Menurut Burhan Tsani mengenai hubungan antara hukum internasional dengan hukum hukum nasional, yaitu paham dualisme akan mengutamakan Hukum Nasional dan mengabaikan Hukum Internasional, sedangkan paham monisme berpendapat hukum internasional dan hukum nasional saling berkaitan satu sama lainnya.


Sehingga pendapat saya sendiri pro terhadap paham monoisme karena Hubungan hukum internasional dan hukum nasioanl berimplikasi pada berfokusnya organisasi yang berada di atas negara-negara mengatur tentang kehidupan negara-negara.
In reply to M. Havez, S.H., M.H., CLA.

Re: Diskusi 1 (Untuk NPM Genap)

Salma Diva Aurora གིས-
Nama : Salma Diva Aurora
NPM : 2012011190

pendapat ahli hukum internasional, Hans Kelsen menjelaskan bahwa teori monisme menyatakan bahwa hukum internasional, serta berbagai sistem hukum negara, merupakan satu kesatuan sistem hukum. Kelsen menunjukkan bahwa “one can conceive of international law together with the state legal systems as a unified system of norms in exactly the same way as one is accustomed to regarding the state legal system as a unity”. Sedangkan menurut Triepel dan Anzilotti mengajarkan apa yang disebut dengan teori dualisme hukum nasional dan hukum internasional merupakan dua sistem hukum yang sama sekali berbeda secara intrinsik. Berangkat dari uraian sederhana Oppenhiem, yang menjelaskan perbedaan antara hukum nasional dan hukum internasional, berdasarkan tiga sandaran, yaitu perbedaan sumbernya, hubungan yang diaturnya, dan hakikatnya. Kemudian Triepel menjelaskan secara lebih detail, bahwa letak perbedaan antara keduanya adalah pada subjek hukumnya, jika hukum nasional subjeknya ialah individu-individu, sedangkan hukum internasional subjeknya semata-mata dan tertutup pada negara. Kemudian mengenai sumbernya, jika hukum nasional bersumber pada kehendak negara itu sendiri, sedangkan hukum internasional bersumber pada kehendak bersama. Menurut pendapat saya sendiri, hukum nasional memang bersumber dari hukum internasional sehingga hukum nasional harus tunduk pada hukum internasional yang hakikat nya itu dia mengikat hukum nasional. Dilihat dari pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa teori yang dianut adalah teori monisme, hal ini sesuai dengan kesimpulan yang dikemukakan oleh Hans Kelsen yaitu “all norms of international law are superior to municipal law. municipal laws that are incompatible with international law are automatically recognized as invalid and do not apply."
In reply to M. Havez, S.H., M.H., CLA.

Re: Diskusi 1 (Untuk NPM Genap)

farrell azlani akbar farrell azlani akbar གིས-
farrell azlani akbar
2012011284

Mochtar Kusumaatmadja berpendapat terdapat dua teori mengenai hubungan antara hukum internasional dengan hukum nasional. Pertama, teori voluntarisme, yang mendasarkan berlakunya hukum internasional bukan persoalan ada atau tidaknya hukum internasional ini pada kemauan Negara, dan yang kedua teori objektivis yang menyatakan bahwa hukum internasional itu ada dan berlaku terlepas dari kemauan Negara.10 Teori voluntaris dan objektivis pada dasarnya sama dengan paham dualisme dan monime. Alasan yang diajukan oleh paham dualisme didasarkan pada alasan formal maupun alasan yang didasarkan kenyataan. Diantara alas an-alasan yang terpenting dikemukankan sebagai berikut:
a. kedua perangkat hukum tersebut yakni hukum nasional dan hukuminternasional mempunyai sumber yang berlainan, hukum nasional bersumber pada kemauan Negara, sedangkan hukum internasional bersumber pada kemauan bersama masyarakat Negara.
b. Kedua perangkat hukum memiliki subjek hukum yang berbeda. Subjek hukum nasional adalah orang-perorangan baik dalam apa yang dikatakan hukum perdata maupun hukum pidana, sedangkan subjek hukum nasional adalah Negara.
c. Sebagai tata hukum, hukum nasional dan hukum internasional menampakkan pula perbedaan dalam strukturnya. Lembaga yang diperlukan untuk melaksanakan hukum dalam kenyataan seperti mahkamah dan organ eksekutif hanya ada dalam bentuk yang sempuran dalam lingkungan nasional. Alas an lain yang dikemukakan sebagai argumentasi yang didasarkan atas kenyataan ialah bahwa daya laku atau keabsahan kaidah hukum nasional tidak terpengaruh oleh kenyataan bahwa kaidah hukum nasional itu bertentangan dengan kaidah hukum internasional.11
Padangan dualisme ini memiliki beberapa akibat penting. Salah satu akibat terpenting bahwa kaidahkaidah dari perangkat hukum yang satu tidak mungkin bersumber kepada perangkat hukum lain. Dengan kata lain tidak ada tempat bagi persoalan hirarki antara hukum nasional dengan hukum nasional. Akibat kedua ketentuan hukum internasional merupakan transrormasi dari hukum nasional.
In reply to M. Havez, S.H., M.H., CLA.

Re: Diskusi 1 (Untuk NPM Genap)

Ratna Kurnia གིས-
Nama: Ratna Kurnia
Npm : 2012011306

Sebagai contoh hukum internasional dapat tercipta dengan adanya kebiasaan nasional suatu Negara yang dianut oleh banyak Negara, kebiasaan ini disepakati sebagai hukum internasional. Hukum internasional publik adalah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan atau persoalan batas Negara (hubungan internasional) yang bukan bersifat perdata, sedangkan hukum nasional adalah sekumpulan hukum yang sebagian besar terdiri atas prinsip-prinsip dan peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh masyarakat dalam suatu negara, dan oleh karena itu juga harus ditaati dalam hubungan-hubungan antara mereka satu dengan lainnya. Mengenai hubungan hukum internasional dengan hukum nasional terdapat dua paham. Pertama, paham dualisme yang menyatakan bahwa hukum internasional dengan hukum nasional merupakan dua sistem hukum yang berbeda secara keseluruhannya. Kedua, Paham monisme berpendapat hukum internasional dan hukum nasional saling berkaitan satu sama lainnya.

Menurut teori monisme, hukum internasional dan hukum nasional saling berkaitan satu sama lainnya, hukum nasional tunduk dan harus sesuai dengan hukum internasional. ... Keberadaan hukum internasional menjadi control masyarakat hukum internasional dalam menjalangkan hukum nasional demi tercapainaya ketertiban dunia.

Menurut Hyde, hukum Internasional adalah sekumpulan hukum yang sebagian besar terdiri atas prinsip-prinsip dan peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh negara-negara.

menurut pemaparan diatas, hukum internasional harus ditaati ketika negara-negara saling berhubungan.

Selain itu hukum internasional yang mencakup organisasi internasional dan peraturan-peraturan hukum tertentu yang berkenaan dengan individu-individu dan subyek-subyek hukum hukum bukan negara.
In reply to M. Havez, S.H., M.H., CLA.

Re: Diskusi 1 (Untuk NPM Genap)

RIFKY FATRIAWAN 2052011034 གིས-
Nama: Rifky Fatriawan
Npm 2052011034

izin menanggapi

Burhan Tsani mengatakan paham dualisme akan mengutamakan Hukum Nasional dan mengabaikan Hukum Internasional, sedangkan paham monisme berpendapat hukum internasional dan hukum nasional saling berkaitan satu sama lainnya. Menurut teori Monisme, hukum internasional itu adalah lanjutan dari hukum nasional, yaitu hukum nasional untuk urusan luar negeri. Menurut teori ini, hukum nasional kedudukannya lebih rendah dibanding dengan hukum internasional. Hukum nasional tunduk dan harus sesuai dengan hukum internasional.

Dan saya pro terhadap paham monoisme karena Hubungan hukum internasional dan hukum nasioanl berfokusnya organisasi di atas negara-negara yang mengatur kehidupan negara-negara. Dasar hukum internasional dapat mengatur hubungan antar negara terletak pada wewenang negara untuk mengadakan perjanjian internasional yang berasal dari kewenangan yang diberikan oleh konstitusi masing-masing negara. Pembuatan dan pengesahan perjanjian internasional antara pemerintah Indonesia dengan pemerintah negara-negara lain, organisasi internasional dan subjek hukum internasional lain adalah suatu perbuatan hukum yang sangat penting karena mengikat negara dengan subjek hukum internasional lainnya
In reply to M. Havez, S.H., M.H., CLA.

Re: Diskusi 1 (Untuk NPM Genap)

Mohammad sevin algifari Mohmmad Sevin Algifari གིས-
Nama: Mohammad Sevin Algifari
Npm : 2012011106

Pendapat J.G Starke ini juga didukung oleh Burhan Tsani. Menurut burhan tsani ada
dua paham mengenai hubungan antara hukum internasional dengan hukum hukum nasional,
yaitu paham dualism dan paham monisme. Menurut paham dualisme hukum nasional dengan
hukum nasional merupakan dua sistem hukum yang secara keseluruhannya berbeda secara
keseluruhannya. Hakekat hukum nasional berbeda dengan hukum nasional. Hukum
Internasional dan Hukum Nasional merupakan dua sistem hukum yang benar-benar
terpisah,tidak saling mempunyai hubungan superioritas atau subordinasi. Namun secara
logika paham dualisme akan mengutamakan Hukum Nasional dan mengabaikan Hukum
Internasional, sedangkan paham monisme berpendapat hukum internasional dan hukum
nasionalsaling berkaitan satu sama lainnya. Menurut teori Monisme, hukum internasion adalah lanjutan dari hukum nasional, yaitu hukum nasional untuk urusan luar negeri. Menurut
teori ini, hukum nasional kedudukannya lebih rendah dibanding dengan hukum internasional.
Hukum nasional tunduk dan harus sesuai dengan hukum internasional.

Hukum internasional dengan hukum nasional sebenarnya saling berkaitan satu sama
lainnya, ada yang berpandangan hubungan antara kedua system hukum sangat berkaitan dan
ada yang berpandangan bahwa kedua system hukum ini berbeda secara keseluruhan. J.G
Starke berpandangan terdapat dua teori dalam mengenai hubungan hukum nasional dengan
hukum internasional, yaitu teori dualisme dan teori monisme. Teori dualisme didukung oleh
Triepel dan Anzilotti menyebutkan dualisme ini sebagai teori kehendak, merupakan hal yang
wajar bila menganggap hukum internasional merupakan system hukum yang terpisah dengan
system hukum nasional. Menurut Tripel terdapat dua perbedaan diantara kedua sitem hukum
ini, yaitu:
a. subjek hukum nasional adalah individu, sedangakan subjek hukum internasional adalah
semata-mata dan secara eksklusifnya adalah negara-negara.
b. Sumber-sumber hukum keduanya berbeda: sumber hukum nasional adalah kehendaka
negara itu sendiri, sumber hukum internasional adalah kehendak bersama dari negara-
negara.7
Anzilotti menganut suatu pendekatan yang berbeda. Ia membedakan hukum nasional
dengan hukum internasional menurut prinsip-prinsip fundamental dengan mana masing-
masingsistem itu ditentukan.


Sehingga di simpulkan terdapat dua paham tentang hubungan hukum nasional dengan hukum internasional. Pertama,
paham dualisme yang menyatakan bahwa hukum internasional dengan hukum nasional
merupakan dua sistem hukum yang berbeda secara keseluruhannya. Hakekat hukum nasional
berbeda dengan hukum nasional. Hukum Internasional dan Hukum Nasional merupakan dua
sistem hukum yang benar-benar terpisah,tidak saling mempunyai hubungan superioritas atau
subordinasi. Kedua, Paham monisme berpendapat hukum internasional dan hukum
nasionalsaling berkaitan satu sama lainnya. Menurut teori Monisme, hukum internasional itu
adalah lanjutan dari hukum nasional, yaitu hukum nasional untuk urusan luar negeri. Menurut
teori ini, hukum nasional kedudukannya lebih rendah dibanding dengan hukum internasional.
Hukum nasional tunduk dan harus sesuai dengan hukum internasional.
In reply to M. Havez, S.H., M.H., CLA.

Re: Diskusi 1 (Untuk NPM Genap)

Desta Aprilia 2012011134 གིས-
Nama : Desta Aprilia
NPM : 2012011134

Aliran monisme yang memahami kedudukan hukum internasional dan hukum nasional sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Seperti dikatakan oleh Hans Kelsen:
Since the international legal order not only requires the national legal orders as a necessary complementation, but also determines their sphere of validity in all respects, international and national law form one inseparable whole”.

Pendapat tersebut meneguhkan pandangan Kelsen akan kesatuan sebagai keseluruhan antara hukum nasional dan hukum internasional. Bahkan dalam pandangan tersebut dinyatakan bahwa tata hukum internasional tidak hanya menyaratkan tata hukum nasional sebagai kebutuhan pendukung tetapi juga menentukan lingkup validitas dalam seluruh kepatuhan. Sebab itu hukum internasional dan hukum nasional merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan sebagai keseluruhan.

Sebagai bentuk penjelasan lebih lanjut, Kelsen dalam pandangannya dinyatakan “…the fact that the state as acting persons are organ international law, or the community constituted by it.” Sikap yang cukup jelas bahwa negara adalah organ internasional dan komunitas internasional didirikan oleh negara. Sebab itu menurut Kelsen, “the creation and execution of an order are the functions of its organ and the international legal order is created and executed by state.” Teranglah bahwa pangkal hukum internasional bagi Kelsen adalah negara dan “it is from standpoint of international law that its connection with national law and hence with a universal legal order is seen"

Pandangan yang kurang lebih sama dinyatakan Charles G. Fenwick sebagai berikut:
International law is, in its formal aspects, a law governing the relations of states. Its precepts, whether in the form customary law or of treaties and convention, are addressed directly to states. But the international community possesses no executive organ competent to act by its own agents for the enforcement the rules; it has not judicial organ with authority in its own name to apply the rules of law to specific cases. Hence if the rules of international law are to be put into effect they must be put into effect through the governmental organs of the separate states. Each separate state, however has its own national constitutions, and its own international system of legislative, executive and judicial powers which function in according with the provisions of the constitutions.”

Hal tersebut menunjukan bahwa Indonesia dari sudut pandang teoritik menggunakan aliran monisme dengan primat hukum nasional dan aliran dualisme. Sehingga secara praktekal pemberlakuan hukum internasional dalam sistem hukum nasional dilakukan baik melalui inkorporasi, transformasi, dan adopsi. Pada akhirnya, bahwa pilihan-pilihan aliran dalam menyikapi hubungan antara hukum internasional dan hukum nasional serta berbagai konsep dan metode pemberlakuannya dalam sistem perundang-undangan nasional mengacu kembali pada tujuan nasional masing-masing negara dalam pergaulan internasional.
In reply to M. Havez, S.H., M.H., CLA.

Re: Diskusi 1 (Untuk NPM Genap)

Novita putri bulan novita གིས-
Nama: Novita Putri Bulan
Npm: 2012011098
Izin menanggapi pak..


Menurut pendapat ahli (Amsal Bakhtiar: 2004) Istilah monisme dan dualisme digunakan dalam menggambarkan dua teori berbeda tentang hubungan antara hukum internasional dan hukum nasional. Kebanyakan negara menganut sistem sebagian monis dan sebagian dualis dalam praktik penerapan hukum internasional ke dalam hukum nasional.

Monisme menyatakan bahwa sistem hukum nasional dan internasional membentuk satu kesatuan. Aturan hukum nasional dan internasional yang telah diterima oleh suatu negara sama-sama menentukan apakah suatu tindakan itu sesuai dengan hukum atau tidak. Di kebanyakan negara "monis", masih ada perbedaan antara hukum internasional (baik dalam bentuk perjanjian-perjanjian ataupun bentuk-bentuk yang lain, seperti kebiasaan hukum internasional atau jus cogens) dan nasional, sehingga mereka merupakan negara sebagian monis dan sebagian dualis. Di suatu negara yang murni menganut monisme, hukum internasional sama sekali tidak perlu diubah menjadi hukum nasional. Hukum tersebut secara otomatis berlaku di ranah hukum nasional, dan hukum internasional dapat langsung diterapkan oleh hakim di tingkatan nasional, dan dapat langsung digunakan sebagai landasan hukum dalam perkara oleh warga negara. Seorang hakim dapat menyatakan aturan nasional tidak sah jika bertentangan dengan aturan internasional karena di beberapa negara, hukum yang paling baru dikeluarkan memiliki prioritas. Di negara-negara seperti Jerman, perjanjian-perjanjian memiliki kekuatan hukum sama seperti undang-undang, dan dengan diberlakukannya asas Lex posterior derogat legi priori ("undang-undang baru menghapus yang sebelumnya"), maka perjanjian tersebut mengesampingkan undang-undang nasional dari masa sebelum ratifikasi. Sistem monisme yang paling murni menyatakan bahwa hukum nasional yang bertentangan dengan hukum internasional tidak berlaku lagi, bahkan jika hukum nasional tersebut dikeluarkan setelah hukum internasional atau jika hukum itu bersifat konstitusional.

Dari sudut pandang hak asasi manusia, monisme memiliki beberapa keuntungan. Sebagai contoh, suatu negara yang menerima perjanjian hak asasi manusia – misalnya, Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik, tetapi beberapa undang-undang nasionalnya membatasi kebebasan pers, maka seorang warga negara yang dituntut oleh negara tersebut apabila melanggar hukum nasional, dapat memohonkan perjanjian hak asasi manusia di ruang sidang nasional dan dapat meminta hakim menerapkan perjanjian tersebut dan memutuskan bahwa hukum nasional tidak sah. Ia tidak harus menunggu proses pengubahan hukum internasional ke dalam hukum nasional. Bagaimanapun, pemerintahannya dapat lalai atau bahkan tidak mau memasukkan hukum internasional.

"Jadi ketika seseorang di Belanda merasa hak asasi manusianya dilanggar, dia dapat pergi ke hakim Belanda dan hakim tersebut harus menerapkan hukum Konvensi. Ia harus menerapkan hukum internasional, meski hukum tersebut tidak sesuai dengan hukum Belanda". Sedangkan teori dualisme Konsep dualisme menekankan perbedaan antara hukum nasional dan internasional, dan mewajibkan pengubahan hukum internasional menjadi hukum nasional. Tanpa pengubahan, hukum internasional tidak diakui sebagai hukum. Hukum internasional harus menjadi hukum nasional, atau bukan hukum sama sekali. Jika suatu negara menerima sebuah perjanjian, tetapi tidak menyesuaikan hukum nasionalnya supaya sesuai dengan perjanjian tersebut; atau tidak menciptakan undang-undang nasional yang secara eksplisit memasukkan perjanjian tersebut, maka hal tersebut melanggar hukum internasional. Namun, seseorang tidak dapat mengklaim bahwa perjanjian tersebut telah menjadi bagian dari hukum nasional. Warga negara tidak dapat bergantung padanya dan hakim tidak dapat menerapkannya. Hukum nasional yang bertentangan dengan hukum internasional tetap berlaku. Menurut konsep dualisme, hakim nasional tidak pernah menerapkan hukum internasional, dan baru dapat melakukannya jika hukum internasional tersebut telah diubah menjadi hukum nasional.

"Hukum internasional tidak memberikan hak yang diakui oleh pengadilan nasional. Hukum ini hanya berlaku, sejauh aturan-aturan hukum internasional diakui termasuk ke dalam aturan hukum nasional; dan sejauh aturan-aturan tersebut diizinkan di pengadilan nasional untuk memberikan hak dan kewajiban".
In reply to M. Havez, S.H., M.H., CLA.

Re: Diskusi 1 (Untuk NPM Genap)

Elsa Maria Henni Novelina Hutagalung གིས-
Menurut Anzilotti, perbedaan mendasar dari hukum nasional dan hukum internasional adalah terletak pada hakikat bahwa hukum nasional harus ditaati, sedangkan hukum internasional harus dijunjung tinggi, sebagai hasil kesepakatan bersama. Ia membedakan hukum nasional dengan hukum internasional menurut prinsip-prinsip fundamental dengan mana masing-masing sistem itu ditentukan. Hukum nasional ditentukan oleh prinsip fundamental bahwa perundang-undangan negara harus ditaati. Sedangkan sistem hukum internasional ditentukan oleh prinsip pacta sunt servanda, yaitu perjanjian antara negara harus dijunjung tinggi. Berdasarkan teori Anzelotti ini berarti pactasunt servanda tidak dapat dikatanak sebagai norma yang melandasi hukum internasional.

Pertama, paham dualisme yang menyatakan bahwa hukum internasional dengan hukum nasional merupakan dua sistem hukum yang berbeda secara keseluruhannya. Hakekat hukum internasional berbeda dengan hukum nasional. Hukum Internasional dan Hukum Nasional merupakan dua sistem hukum yang benar-benar terpisah,tidak saling mempunyai hubungan superioritas atau subordinasi. Kedua, Paham monisme berpendapat hukum internasional dan hukum nasional saling berkaitan satu sama lainnya. Menurut teori Monisme, hukum internasional itu adalah lanjutan dari hukum nasional, yaitu hukum nasional untuk urusan luar negeri. Menurut teori ini, hukum nasional kedudukannya lebih rendah dibanding dengan hukum internasional. Hukum nasional tunduk dan harus sesuai dengan hukum internasional.
In reply to M. Havez, S.H., M.H., CLA.

Re: Diskusi 1 (Untuk NPM Genap)

Diaz Muh Hartawan Unila གིས-
Nama: Diaz Muh Hartawan
NPM : 2012011384

Menurut pendapat Duta Besar, Eddy Pratomo, masih terdapat ketidaktegasan antara penganutan sistem monoisme atau dualisme di negara - negara, khususnya Indonesia.

Sejauh ini, Eddy menganggap bahwa Indonesia menganut doktrin gabungan, yaitu inkorporasi (monoisme) untuk perjanjian-perjanjian internasional yang menyangkut keterikatan negara sebagai subjek hukum internasionalsecara eksternal. Akan tetapi menganut doktrin transformasi (dualisme) untuk perjanjian internasional yang menciptakan hak dan kewajiban bagi seluruh rakyat Indonesia. Jadi, negara - negara yang ada memiliki praktik sistem campuran pada mayoritasnya, dikarenakan beragamnya egosektor serta aspek yang berlaku di suatu negara.

Menurut saya, hukum nasional Indonesia masih belum memberikan kejelasan sehubungan dengan arti pengesahan perjanjian internasional dalam sistem hukum nasional. Ketidakjelasan ini mengakibatkan status dan kedudukan perjanjian internasional dalam sistem hukum nasional pun menjadi tidak jelas dan pada akhirnya berakibat pada ketidak jelasannya pelaksanaan perjanjian internasional di Indonesia. Pengesahan perjanjian internasional pada hakikatnya merupakan persoalan yang paling mendasar untuk dikaji karena persoalan inilah yang selanjutnya akan menentukan bagaimana status dan kedudukan perjanjian internasional dalam sistem hukum nasional. Apabila pengesahan perjanjian internasional memberikan makna yang jelas maka status dan kedudukan perjanjian internasional dalam sistem hukum nasional akan dapat digambarkan secara jelas pula, sebaliknya apabila pengesahan perjanjian internasional tidak memberikan makna yang jelas maka perjanjian internasional dalam sistem hukum nasional pun akan terus berada pada posisi yang tidak menentu, dan pada akhirnya berakibat pada inkonsistensi pelaksanaan perjanjian internasional dalam sistem hukum nasional.
In reply to M. Havez, S.H., M.H., CLA.

Re: Diskusi 1 (Untuk NPM Genap)

Dicky Ryan Nugroho 2012011074 གིས-
Nama: Dicky Ryan Nugroho
Npm: 2011011074

Izin memberikan tanggapan pak

Jika melihat dari pendapat ahli Heinrich Triepel, seorang ahli hukum Jerman "internastional law and municipal law existed on separate planes...", dari pendapat itu kita dapat mengetahui bahwa ia menyatakan dari kedua sistem hukum internasional dan hukum nasional itu saling terpisah. Kemudian ia melanjutkan bahwa hukum nasional terbentuk atas kemauan negara dan hukum internasional berdasarkan persetujuan antar negara.

Melihat dari pendapat tersebut saya setuju bahwa Internasional law dan municipal law merupakan suatu sistem hukum yang terpisah atau disebut dualisme.

Menurut pendapat saya, dari subjek hukumnya saja sudah berbeda di mana subjek utama dari hukum internasional adalah itu adalah negara, sedangkan hukum nasional adalah orang perorangan baik perdata maupun pidana.
Kemudian hukum nasional mengatur hubungan antar individu dengan negara, dan hukum internasional mengatur hubungan antar negara.

jika melihat dari problem validitas antara hukum internasional dan hukum nasional, bahwa teori dualisme lebih parah dari teori monisme. Sistem hukum nasional sebagai dasar validitas hukum internasional secara harafiah berarti berlangsung pluralitas validitas. Maka dasar validitas dimanifestasi dalam bentuk kehendak bersama negara-negara dan menjadi hukum internasional yang mengikat bagi negara-negara tergabung.

Lalu melihat dari sistem yang dianut Indoneisa sendiri masih menganut doktrin gabungan, tapi jika dilihat dalam pasal 7 uu no.12/2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan, jelas Indonesia menganut aliran dualisme yang mana pelunya tranformasi hukum.

Saya pro terhadap hal tersebut karena ketentuan hukum internasional memerlukan tranformasi menjadi hukum nasional, karena agar sesuai dengan masyarakat Indonesia.

Mohon maaf apabila dalam penyampaian saya terdapat kekeliruan pak
Terimakasih