1. ertama, problematika institusi. Salah satu masalah Institusi lembaga PAUD adalah lembaga PAUD dan TK/RA masih belum diakui secara de jure oleh pemerintah seperti lembaga sekolah lainnya karena lembaga PAUD dan TK/RA tidak termasuk sebagai sekolah dasar atau disebut dengan lembaga pendidikan Non Formal sebagaimana dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Lembaga yang dianggap sekolah dasar adalah tingkat SD/MI saja
Kedua, problematika manajemen atau manajerial. Sumber permasalahan manajemen atau manajerial di lembaga PAUD dan TK/RA di Indonesia adalah pada jumlah atau kuantitas Sumber Daya Manusia (SDM) pengelola struktural lembaga PAUD dan TK/RA. Jumlah SDM-nya sangat minim, sehingga banyak guru yang merangkap banyak jabatan, seperti selain sebagai guru kelas, dia juga sebagai kepala sekolah, waka kurikulum, pegawai administrasi dan sebagainya.
Ketiga, problematika kualitas kompetensi guru. Sampai saat ini banyak guru PAUD dan TK/RA di Indonesia masih belum S-1 atau hanya lulusan SMA sederajat, sehingga masalah ini juga akan mempengaruhi terhadap kompetensi guru terutama kompetensi paedagogik dan profesional guru PAUD dan TK/RA di Indonesia. Di jenjang perguruan tinggi S-1 Prodi PAUD, PIAUD atau TK, calon guru atau mahasiswa akan dididik atau diajari tentang bagaimana guru dapat menguasai semua kompetensi pendidik terutama kompetensi paedagogik dan profesional baik secara teoritis maupun praktis. Ketika mahasiswa tersebut lulus dari prodi PAUD, PIAUD atau TK, maka mereka akan menjadi guru yang menguasai kompetensi paedagogik, sosial, kepribadian dan profesional.
Keempat, problematika kurikulum. Di antara masalah kurikulum yang terjadi adalah mayoritas lembaga PAUD dan TK/RA masih belum mampu menerapkan kurikulum 2013 pada kegiatan pembelajarannya. Para guru masih ada yang kebingungan untuk menerapkannya, ada yang kurang kreatif dan ada yang kurang termotivasi untuk menggunakan kurikukulum 2013 dengan efektif di sekolah.
Kelima, problematika pembelajaran. Pelaksanaan pembelajaran di lembaga PAUD dan TK/RA masih banyak yang cenderung berorientasi pada teacher oriented dan menoton, sehingga anak didiknya cepat bosan atau kurang semangat mengikuti pembelajaran karena gurunya kurang kreatif dalam mengelola pembelajaran dan menghidupkan suasana pembelajaran yang menarik, menyenangkan dan kontekstual. Selain itu, banyak kegiatan pembelajaran yang hanya terfokus pada pengembangan kognitif saja dan kurang menyentuh pada aspek nilai agama dan moral, fisik motorik kasar dan halus, sosial emosional, seni, dan kemampuan berkomunikasi dan berbahasa.
Keenam, problematika pemanfaatan dan penerapan media pembelajaran. Media pembelajaran memiliki peran yang sangat penting untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa, tetapi banyak lembaga PAUD dan TK/RA yang belum memanfaatkan berbagai macam media pembelajaran untuk digunaka dalam pembelajaran. Pengadaan media pembelajaran yang kurang, kreatifitas guru yang kurang dalam membuat dan mempraktekkan media pembalajaran, dan jumlah media pembelajaran yang sedikit dan atau istilahnya ”hanya-hanya itu saja medianya” adalah salah satu masalah dalam pemanfaatan dan penerapan media pembelajaran.
Ketujuh, problematika penerapan metode atau strategi pembelajaran. Di dalam teori pembelajaran, terdapat berbagai banyak macam metode atau strategi pembelajaran yang dapat digunakan dalam pembelajaran di lembaga PAUD dan TK/RA, tapi kenyataanya banyak guru yang masih menggunakan metode atau strategi yang sama setiap melaksanakan kegiatan pembelajaran. Banyak hasil penelitian yang menunjukkan bahwa apabila guru menggunakan metode atau strategi pembelajaran yang tidak variatif dan kolaboratif dalam pembelajaran, maka motivasi dah hasil belajar siswa akan mengalami penurunan, karena siswa akan merasa bosan dengan pola strategi yang sama dan selalu digunakan oleh guru.
Kedelapan, problematika penerapan evaluasi pembelajaran. Realita yang banyak terjadi dalam evaluasi pembelajaran di lembaga PAUD dan TK/RA adalah pelaksanaan evaluasi pembelajaran hanya banyak difokuskan pada aspek kemampuan kognitif dan bahkan ada beberapa lembaga PAUD dan TK/RA hanya mengevaluasi siswanya pada aspek kognitif saja. Sebenarnya evaluasi pembelajaran yang harus dilakukan oleh guru tidah hanya mengarah pada aspek kemampuan kognitif saja, tetapi juga pada aspek nilai agama dan moral, fisik motorik kasar dan halus, sosial emosional, seni dan dan kemampuan berkomunikasi dan berbahasa.
Kesembilan, problematika biaya pendidikan dan anggaran pendidikan. Biaya pendidikan mayoritas lembaga PAUD dan TK/RA di Indonesia sangat minim, sehingga masalah ini berdampak terhadap anggaran pendidikan yang minim untuk mengembangkan kualitas kelembagaan atau institusi, manajerial, SDM, sarana dan sarana pendidikan dan pembelajaran. Bantuan dari pemerintah baik depdiknas maupun kementerian agama sudah ada, tetapi hal itu tidak cukup untuk menutupi kekurangan yang sangat dibutuhkan oleh lembaga PAUD dan TK/RA.
Kesepuluh, problematika sarana dan prasarana pendidikan. Sarana pendidikan yang lengkap akan mendukung upaya untuk meningkatkan kualitas institusi terutama dalam kegiatan pembelajaran para siswa, tetapi banyak lembaga PAUD dan TK/RA di Indonesia yang masih minim sarana dan prasarananya. Akibatnya, pelaksanaan pendidikan dan pembelajaran di lembaga tersebut kurang optimal.
Kesebelas, problematika kerjasama antara sekolah, orang tua dan masyarakat. Tujuan pendidikan lembaga PAUD dan TK/RA akan tercapai apabila sekolah, orang tua dan masyarakat saling bekerjasama untuk mewujudkan tujuan tersebut, tetapi kenyatannya banyak orang tua dan masyarakat yang masih berpandangan bahwa proses pendidikan dan pembelajaran itu hanya ada di lembaga sekolah. Ini adalah pandangan yang kurang benar karena proses pendidikan tidak hanya di sekolah saja, tetapi proses pendidikan juga harus dilakukan oleh orang tua dan masyarakat. Ketiga elemen tersebut harus bekerjasama agar tujuan pendidikan di lembaga PAUD dan TK/RA dapat dicapai.
Keduabelas, problematika kekerasan pada anak usia dini di dalam dan di luar sekolah. Kekerasan anak usia dini di dalam sekolah banyak terjadi seperti contohnya: 1) berdasarkan data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA) jumlah kekerasan di Sumatera Barat terjadi peningkatan yang signifikan, pada tahun 2018 terdapat 39 kasus dan tahun 2019 keadaan Juni terdapat sebanyak 43 kasus; 2) Seorang bocah bernisial ST (4) diduga menjadi korban kekerasan oleh gurunya sendiri di sekolah pendidikan anak usia dini (PAUD), yang terletak di bilangan Jalan Urip Sumoharjo, Kelurahan Sidomulyo, Samarinda Ilir; 3) kisah penganiayaan murid TK terhadap adik kelasnya yang masih duduk di bangku Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di Kecamatan Wates, Kabupaten Kediri; dan sebagainya. Sedangkan kekerasan anak di luar sekolah juga banyak terjadi di lingkungan keluarga dan masyarakat seperti kekerasan fisik dan psikis, pelecehan seksual, penculikan dan pembunuhan.
2. Menurut Hikmawati (2011:20-21) peran guru dalam pelaksanaan Bimbingan Konseling antara lain sebagai informatory, fasilitator, mediator, dan kolaborator. Menurut Sukardi dan Kusmawati (2008:24-29) peran guru dalam Bimbingan Konseling antara lain sebagai perancang pembelajaran, pengelola pembelajaran, pengarah pembelajaran, evaluator, pelaksana kurikulum, dan pembimbing (Konselor). Berdasarkan pendapat tersebut peran sebagai pelaksana layanan Bimbingan Konseling sekrang-kurangnya dapat berperan sebagai pembimbing, informatori, fasilitator, mediator, dan kolaborator.Berdasarkan data yang diperoleh peneliti melalui wawancara, peran guru sebagai pelaksana layanan Bimbingan Konseling dalam membangun sikap disiplin siswa dapat dilakukan dengan cara membimbing siswa, menasehati siswa, memberi teguran kepada siswa yang tidak disiplin, memberi pujian kepada siswa yang telah disiplin, memberi hukuman kepada siswa, memberi contoh sikap disiplin kepada siswa, sebagai fasilitator bagi siswa, bekerja sama atau berkolaborasi dengan orang tua siswa, sesama guru, dan kepala sekolah, serta memberi motivasi kepada siswa yang telah disiplin.