Nama : Dzahrotus syita
Npm : 2513032005
Kelas : 25 A
KAJIAN KASUS DI BIDANG PENDIDIKAN
Pendidikan merupakan salah satu aspek terpenting dalam pembangunan bangsa. Melalui pendidikan, manusia dibentuk menjadi individu yang berpengetahuan, berakhlak, dan bertanggung jawab. Namun, di tengah upaya menciptakan pendidikan yang berkualitas, berbagai permasalahan masih sering muncul di dunia pendidikan Indonesia. Selain masalah klasik seperti rendahnya minat belajar dan tingginya angka putus sekolah, kini muncul persoalan baru yang cukup memprihatinkan, yaitu kasus guru yang dilaporkan ke polisi oleh orang tua siswa. Fenomena ini mencerminkan dinamika yang kompleks antara guru, siswa, dan orang tua dalam proses pembelajaran di sekolah akhir-akhir ini, media sosial diramaikan oleh berbagai kasus di mana guru harus berurusan dengan hukum karena dianggap melakukan tindakan yang tidak menyenangkan terhadap siswa. Bahkan, beberapa guru membuat video parodi yang menggambarkan rasa takut mereka dalam menegur murid, karena khawatir akan dipenjara. Parodi tersebut bukan sekadar hiburan, melainkan bentuk ekspresi kegelisahan dan kritik sosial terhadap kondisi yang dihadapi para pendidik saat ini.
Fenomena guru dilaporkan ke polisi sesungguhnya bukan hal baru. Sejak beberapa tahun terakhir, kasus semacam ini kerap terjadi. Banyak guru yang niatnya ingin mendidik dan mendisiplinkan siswa justru berujung pada laporan hukum karena dianggap melakukan kekerasan atau pelanggaran hak anak. Padahal, tindakan guru tersebut biasanya bertujuan membentuk karakter, sikap, dan kedisiplinan siswa agar menjadi pribadi yang lebih baik.Kasus ini menggambarkan melemahnya ikatan emosional dan kepercayaan antara pihak sekolah dan orang tua. Seharusnya, guru dipandang sebagai pengganti orang tua di sekolah sosok yang diberi kepercayaan untuk membantu mendidik anak-anak dalam aspek akademik maupun moral. Namun, saat ini banyak orang tua yang cenderung tidak menerima tindakan guru yang bersifat mendidik, dan lebih cepat bereaksi dengan cara melaporkan ke pihak berwenang.
Akar dari kasus-kasus ini seringkali kompleks, melibatkan faktor seperti kualitas guru yang tidak merata, kurangnya pelatihan dalam manajemen emosi dan resolusi konflik, serta sistem pengawasan yang lemah di sekolah. Selain itu, tekanan kurikulum dan tuntutan nilai yang tinggi dapat mendorong praktik pengajaran yang otoriter dan kontraproduktif. Dampak dari kasus-kasus ini sangat serius, tidak hanya merugikan korban secara fisik dan mental, tetapi juga merusak kepercayaan publik terhadap lembaga pendidikan. Fenomena ini mengharuskan adanya evaluasi menyeluruh terhadap standar etik profesi guru dan implementasi kebijakan anti-kekerasan di sekolah.Untuk mengatasi krisis ini, diperlukan pendekatan holistik yang progresif. Pertama, pemerintah dan lembaga terkait harus memperkuat program pelatihan guru yang berfokus pada pedagogi humanis, psikologi perkembangan anak, dan keterampilan komunikasi non-kekerasan. Kedua, perluasan peran konselor sekolah dan pengaktifan sistem pelaporan yang aman dan anonim bagi siswa sangat krusial. Terakhir, perubahan budaya sekolah menuju lingkungan yang inklusif, menghargai keragaman, dan menempatkan kesejahteraan siswa sebagai prioritas utama adalah langkah fundamental untuk memastikan bahwa pendidikan benar-benar menjadi wadah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, bebas dari rasa takut dan ancaman.