DISKUSI III (Fungsi Sastra)

DISKUSI III

DISKUSI III

Heru Prasetyo, S.Hum., M.Pd. གིས-
Number of replies: 32

Meskipun memiliki fungsi didaktis dan sosial yang kuat, sastra juga berfungsi sebagai hiburan. Menurut Anda, apakah ada tensi atau konflik antara fungsi sastra sebagai 'senjata' untuk perubahan sosial dan sebagai 'pelarian' untuk hiburan? Mengambil contoh dari karya fiksi populer Indonesia seperti novel Laut Bercerita karya Leila S. Chudori atau karya-karya populer lainnya yang mengangkat isu serius, jelaskan bagaimana seorang penulis dapat berhasil menyeimbangkan kedua fungsi ini tanpa mengorbankan kualitas artistik atau kedalaman pesan. Berikan argumen mengapa keseimbangan ini penting.

In reply to Heru Prasetyo, S.Hum., M.Pd.

Re: DISKUSI III

Deana Ghefira Sofa . གིས-
Memang ada kemungkinan terjadi ketegangan antara fungsi sastra sebagai alat perubahan sosial dan sebagai media hiburan. Sebagai “senjata”, sastra menuntut keberanian untuk mengangkat kritik dan realitas pahit; sedangkan sebagai “pelarian”, sastra diharapkan mampu memberi rasa nyaman dan kesenangan. Sekilas keduanya terlihat bertolak belakang, namun sebenarnya bisa dipadukan.

Hal ini tampak jelas dalam Laut Bercerita karya Leila S. Chudori. Novel tersebut menyoroti isu penculikan dan kekerasan politik pada masa Orde Baru, sehingga membawa fungsi didaktis dengan membuka kesadaran pembaca terhadap sejarah kelam bangsa. Namun, Leila tetap menjaga sisi estetika melalui narasi yang mengalir, karakter yang emosional, serta bahasa yang puitis tapi mudah dipahami. Hasilnya, pembaca tidak hanya tercerahkan secara intelektual, tetapi juga tetap terhibur dan larut dalam alur cerita.

Keseimbangan ini penting karena jika sastra hanya berfokus pada kritik, ia berisiko terasa kaku layaknya teks politik; sebaliknya, jika hanya menekankan hiburan, pesan sosialnya bisa hilang. Dengan menghadirkan keduanya, sastra mampu menjangkau pembaca yang luas: mereka yang mencari hiburan sekaligus mereka yang haus akan kritik sosial. Pada akhirnya, kombinasi ini membuat karya lebih bermakna dan tetap bernilai artistik
In reply to Heru Prasetyo, S.Hum., M.Pd.

Re: DISKUSI III

Lilis Hadijah གིས-
Memang ada ketegangan antara fungsi sastra sebagai alat perubahan sosial dan sebagai hiburan. Di satu sisi, sastra bisa jadi media untuk menyuarakan ketidakadilan, membuka luka sejarah, atau mendorong kesadaran kolektif. Tapi di sisi lain, sastra juga sering dianggap sebagai ruang pelarian, tempat orang mencari hiburan, keindahan, dan lain lain.

Contohnya Laut Bercerita karya Leila S. Chudori. Novel ini jelas membawa misi sosial dan politik, menceritakan tentang penculikan aktivis 1998 dengan sangat detail dan emosional. Tapi ia tidak melupakan kekuatan cerita. Karakter-karakternya hidup, konfliknya kuat, dan gaya bahasanya puitis. Jadi, pembaca tidak merasa sedang diceramahi, tapi tetap tergerak.

Menurut saya, keseimbangan ini penting karena jika sastra terlalu fokus pada pesan, ia bisa kehilangan kekuatan estetikanya. Tapi kalau hanya jadi hiburan, ia berisiko kehilangan makna yang lebih dalam. Penulis yang berhasil justru yang bisa menyelipkan kritik sosial tanpa mengorbankan keindahan narasi. Karena di situlah kekuatan sastra: membuat orang peduli lewat cerita, bukan hanya lewat argumen.
In reply to Heru Prasetyo, S.Hum., M.Pd.

Re: DISKUSI III

Nur Hidayanti གིས-
Sastra memiliki peran penting sebagai sarana hiburan dan media perubahan sosial. Namun, kedua fungsi ini sering dianggap bertentangan. Karya yang terlalu fokus pada kritik sosial bisa terasa berat dan kurang menarik, sementara yang hanya mengejar hiburan bisa kehilangan makna. Meski begitu, keseimbangan tetap bisa dicapai, seperti yang dilakukan Leila S. Chudori dalam novel Laut Bercerita. Novel ini berhasil mengangkat isu tentang pelanggaran HAM dengan cara yang emosional dan memikat, sehingga pesan sosial tetap tersampaikan tanpa mengorbankan kualitas cerita.
Namun, tidak semua karya sastra harus menjalankan dua fungsi ini sekaligus. Banyak karya yang memiliki tujuan hanya untuk menghibur seperti cerita romantis atau fantasi, ada pula yang sepenuhnya berfokus pada kritik sosial. Kedua pendekatan ini boleh saja, tergantung pada tujuan penulis dan kebutuhan pembacanya.
In reply to Heru Prasetyo, S.Hum., M.Pd.

Re: DISKUSI III

Zilva Anggita Simanjuntak གིས-
Memang ada kemungkinan terjadi konflik antara fungsi sastra sebagai sarana hiburan dan sebagai alat perubahan sosial. Ketika sastra terlalu menekankan fungsi sosialnya, karya tersebut bisa terasa berat dan kaku sehingga pembaca kehilangan sisi kenikmatan dalam membacanya. Sebaliknya, jika sastra hanya diarahkan pada hiburan semata, pesan sosial yang seharusnya disampaikan bisa menjadi dangkal atau bahkan hilang sama sekali.

Namun, konflik ini sebenarnya bisa diseimbangkan melalui strategi penulisan yang tepat. Contohnya dapat kita lihat pada novel Laut Bercerita karya Leila S. Chudori. Novel ini mengangkat isu serius mengenai pelanggaran HAM, trauma sejarah, dan pergulatan politik. Meskipun temanya berat, Leila menyajikannya dengan bahasa yang puitis, alur yang emosional, dan tokoh-tokoh yang hidup, sehingga pembaca tetap merasa terhubung sekaligus terhibur. Di sini, pesan sosial tetap kuat, tetapi disampaikan dengan cara yang menyentuh hati, bukan menggurui.

Seorang penulis bisa berhasil menjaga keseimbangan ini dengan beberapa cara. Pertama, menyelipkan pesan sosial melalui konflik tokoh dan alur cerita, bukan dengan uraian panjang yang bersifat ceramah. Kedua, menciptakan tokoh yang realistis sehingga pembaca dapat ikut merasakan dilema dan pengalaman mereka. Ketiga, menjaga kualitas artistik, misalnya lewat gaya bahasa yang indah, simbolisme, atau penggambaran suasana yang kuat.

Keseimbangan ini penting karena sastra memiliki peran ganda: memberikan kesenangan sekaligus menumbuhkan kesadaran. Hiburan diperlukan agar pembaca mau terus membaca, sedangkan pesan sosial memberi kedalaman dan makna. Dengan demikian, sastra tidak hanya menjadi “pelarian” dari realitas, tetapi juga menjadi sarana refleksi dan perubahan. Pada akhirnya, fungsi hiburan dan fungsi sosial saling melengkapi, menjadikan karya sastra relevan sekaligus berpengaruh bagi kehidupan masyarakat.
In reply to Heru Prasetyo, S.Hum., M.Pd.

Re: DISKUSI III

DELA FADHILAH གིས-
Memang ada tensi atau konflik yang melekat antara fungsi sastra sebagai 'senjata' untuk perubahan sosial dan sebagai 'pelarian' untuk hiburan.

Terutama di novel laut bercerita. Dalam novel tersebut, penggambaran tokoh yang kuat, konflik emosional, serta narasi yang memikat mampu membuat pembaca terhibur sekaligus tersentuh dan tercerahkan oleh refleksi sosial dan kritik sejarah Indonesia, khususnya masa Orde Baru. Penggunaan gaya bercerita yang humanis dan simbolis membuat pesan sosial tersampaikan tanpa mengorbankan daya tarik estetika karya.

Keseimbangan ini penting karena sastra yang hanya fokus pada hiburan bisa kehilangan kemampuan mendorong perubahan sosial dan refleksi kritis, sementara sastra yang terlalu serius bisa kehilangan pembaca luas dan daya tarik artistik. Dengan keseimbangan, sastra tetap menjadi media seni yang memukau sekaligus agen perubahan yang menginspirasi dan membuka wawasan pembacanya.

Dengan demikian, seorang penulis yang berhasil menyeimbangkan fungsi ini akan menciptakan karya yang tidak hanya dinikmati tapi juga menjadikan sastra alat yang kuat sekaligus menyenangkan untuk diakses dan menggugah kesadaran sosial untuk terus mengembangkan sastra.
In reply to Heru Prasetyo, S.Hum., M.Pd.

Re: DISKUSI III

Fina Alfani Ulya Rohmah 2513041093 གིས-
Terdapat potensi ketegangan atau konflik antara fungsi sastra sebagai "senjata" perubahan sosial dan "pelarian" hiburan. Namun, seorang penulis dapat menyeimbangkan kedua fungsi ini dengan beberapa cara:
1. Dengan memadukan isu-isu serius dengan penyampaian yang menarik dan menghibur, misalnya melalui alur yang memikat, karakter yang kompleks, dan bahasa yang indah.
Misalnya: Novel "Laut Bercerita" karya Leila S. Chudori mengangkat isu-isu serius terkait sejarah kelam Indonesia, namun disajikan secara menarik dan menghibur melalui kisah-kisah keluarga dan pengalaman pribadi.
2. Dengan memanfaatkan fiksi sebagai sarana menyampaikan pesan-pesan sosial tanpa terkesan didaktis atau memaksa.
3. Dengan menyeimbangkan hiburan dan pesan-pesan sosial, dengan tetap memperhatikan kualitas artistik dan kedalaman pesan.
Keseimbangan ini krusial karena:
- Membuat karya sastra lebih relevan dan berdampak bagi pembaca.

- Meningkatkan kesadaran dan pemahaman pembaca tentang isu-isu sosial.

- Memberikan hiburan yang bermakna dan memperkaya pengalaman pembaca.
Dengan demikian, seorang penulis dapat menciptakan karya sastra yang tidak hanya menghibur tetapi juga menyampaikan pesan-pesan sosial yang mendalam dan berdampak.

Argumen :
Keseimbangan ini penting agar sastra tidak hanya menyampaikan pesan tapi juga tetap menarik perhatian pembaca, menjadikan pesan sosial lebih efektif terserap lewat hiburan yang tak membosankan.
In reply to Heru Prasetyo, S.Hum., M.Pd.

Re: DISKUSI III

Shela Adesti གིས-
Tidak harus ada konflik antara fungsi sastra sebagai 'senjata' dan sebagai 'pelarian', meskipun kedua fungsi ini sering dianggap bertentangan. Dalam novel Laut Bercerita karya Leila S. Chudori, yang menceritakan kisah aktivis 98 yang diculik dan menerima kekerasan politik karena melawan rezim Orde Baru. Leila tetap berhasil menyampaikan isu politik yang berat itu tanpa mengorbankan kualitas estetika dan dapat mengembangkan emosional dan suasana dalam cerita, sehingga pembaca tetap terhibur dan juga mendapatkan wawasan serta mengerti makna yang hendak disampaikan.
Keseimbangan ini penting karena karya sastra yang terlalu menghibur akan kehilangan kekuatannya dalam menyampaikan makna. Sedangkan, sastra yang terlalu fokus pada fungsi 'senjata' akan membuatnya tidak menarik untuk dibaca dan terasa seperti artikel berita bukan karya sastra.
In reply to Heru Prasetyo, S.Hum., M.Pd.

Re: DISKUSI III

Monica Aina Tia Nastiti Nastiti གིས-
Sastra memiliki dua fungsi utama, yaitu sebagai sarana hiburan atau media kritik sosial. Seperti yang kita tahu, keduanya terkadang menjadi sebuah perselisihan. Fungsi hiburan dalam karya sastra yaitu untuk menarik perhatian pembaca dan menikmati karyanya dengan ceria, sedangkan media kritik sosial dalam karya sastra yaitu untuk menyampaikan pesan-pesan moral serta kesadaran akan persoalan mengenai sosial.
Dalam novel "Laut Bercerita" karya Leila S. Chudori, menggabungkan keduanya dengan menampilkan kisah yang terkesan unik sekaligus mengangkat isu mengenai pelanggaran HAM pada masa orde baru. Beliau berhasil menjaga keseimbangan ini dengan penyampaian pesan secara halus namun menggunakan bahasa yang artistik, serta mampu membangun karakter agar tetap hidup. Tentunya, tanpa kehilangan keindahan bahasa dan nilai emosionalnya.
Keseimbangan ini penting agar sebuah karya sastra tidak hanya sekadar menghibur tanpa pesan yang memiliki makna dan juga tidak berat, yang membuat pembaca sulit mencerna dari alur atau kritik sosial yang disampaikan. Oleh karena itu, karya ini tetap mampu memberikan kenikmatan estetika, ditambah dorongan dari perubahan sosial yang ditampilkan.
In reply to Heru Prasetyo, S.Hum., M.Pd.

Re: DISKUSI III

BELLA NEDI NOVANI གིས-
Ada tensi atau potensi konflik antara fungsi sastra sebagai 'senjata' untuk perubahan sosial dan sebagai 'pelarian' hiburan, tetapi keduanya dapat dipandang sebagai fungsi yang saling melengkapi dalam karya sastra. Sastra bukan hanya media hiburan yang menghidupkan imajinasi dan memicu emosi, tetapi juga alat yang efektif untuk mengkritik sosial, membangkitkan kesadaran, dan mendokumentasikan realitas sosial. Di Indonesia, sastra sering menjadi cermin masyarakat yang kaya budaya dan tradisi, mengangkat isu-isu seperti ketidakadilan sosial, perjuangan kelas, hingga perubahan nilai budaya, sekaligus menyediakan ruang refleksi dan pelarian dari kenyataan hidup yang berat.

Contoh dari novel Laut Bercerita karya Leila S. Chudori yang mengangkat tema berat seperti rezim Orde Baru dan penghilangan aktivis, penulis berhasil menyeimbangkan fungsi didaktis dan hiburan dengan menyajikan konflik sosial dalam narasi yang penuh emosi dan estetika. Pendekatan penceritaan yang hidup dan karakter yang kuat membuat pesan sosial tersampaikan tanpa terkesan menggurui. Ini memungkinkan pembaca terhanyut dalam cerita sekaligus merenungkan isu serius di baliknya.

Penulis dapat menyeimbangkan kedua fungsi ini dengan:

Mengemas cerita dengan gaya bahasa dan narasi yang menarik dan estetis sehingga memberikan hiburan yang bermakna.

Menggunakan simbolisme dan karakter yang memunculkan empati sekaligus kritik sosial yang dalam.

Memberikan ruang bagi pembaca merasakan pengalaman tokoh, bukan hanya menyampaikan fakta atau ide, sehingga pesan sosial tidak kehilangan kedalaman.

Keseimbangan ini penting agar karya sastra tetap memiliki kualitas artistik dan daya tarik yang membuat pembaca mau membuka diri terhadap pesan sosial. Tanpa keseimbangan, karya bisa terlalu berat dan sulit dinikmati, atau sebaliknya tanpa makna mendalam jika hanya sekadar hiburan. Keharmonisan fungsi hiburan dan perubahan sosial dalam sastra memperkaya pengalaman membaca dan memperkuat peran sastra sebagai medium transformasi sosial dan estetika.

Singkatnya, konflik fungsi sastra hanya terjadi jika salah satu fungsi terlalu dominan. Penulis yang baik memadukan hiburan dan pesan sosial sehingga karya menjadi indah sekaligus bermakna, menggugah sekaligus menghibur.
In reply to Heru Prasetyo, S.Hum., M.Pd.

Re: DISKUSI III

RAHMA NUR SEPTIA RAHMA ARFITRA གིས-
Ada ketegangan antara fungsi sastra sebagai alat perubahan sosial dan sebagai hiburan. Jika terlalu condong ke salah satu sisi, karya bisa kehilangan daya tarik atau kedalaman. Namun, keseimbangan tersebut penting dan bisa dicapai.

Contohnya terlihat dalam Laut Bercerita karya Leila S. Chudori. Novel ini mengangkat isu politik dan pelanggaran HAM, tetapi tetap menyentuh secara emosional. Tokoh-tokohnya terasa hidup, narasinya menggugah, dan alurnya membawa pembaca larut dalam kisah, tanpa mengabaikan pesan serius yang ingin disampaikan.

Penulis berhasil menyisipkan kritik sosial melalui konflik pribadi dan emosi karakter. Dengan begitu, pembaca tidak hanya belajar, tetapi juga tergerak. Keseimbangan ini penting karena memungkinkan sastra menjangkau lebih banyak orang, menyampaikan nilai tanpa menggurui, dan tetap mempertahankan kualitas artistik.
In reply to Heru Prasetyo, S.Hum., M.Pd.

Re: DISKUSI III

Adelia Fatma Desmara གིས-
Ada kemungkinan terjadi ketegangan antara fungsi sastra sebagai alat perubahan sosial dan sebagai media hiburan. Contohnya dalam karya fiksi populer seperti novel Laut Bercerita karya Leila S. Chudori, tampak jelas bagaimana sastra dapat berfungsi ganda, yakni sebagai sarana perubahan sosial sekaligus sebagai hiburan atau pengungsi. Novel ini mengangkat isu-isu serius tentang kekuasaan otoriter dan perjuangan aktivisme mahasiswa di masa Orde Baru dengan alur yang tidak kronologis dan narasi yang kuat, sehingga memberikan kedalaman pesan sekaligus daya tarik naratif yang membuat pembaca terlibat secara emosional dan intelektual.

Seorang penulis dapat mencapai keseimbangan antara fungsi didaktis dan hiburan dengan cara mengemas pesan-pesan sosial yang berat ke dalam plot yang menarik, karakter yang kuat, dan gaya bahasa artistik yang memikat. Hal ini tampak dalam Laut Bercerita yang tidak hanya fokus pada kritik sosial dan sejarah, tetapi juga pada pengembangan karakter, emosi, dan hubungan antar tokoh yang membuat pembaca terhubung secara pribadi. Alur yang bercampur antara flashback, foreshadowing, dan alur maju secara kreatif menghidupkan cerita tanpa mengorbankan kedalaman pesan.

Keseimbangan ini penting karena sastra yang hanya berfungsi sebagai "senjata" perubahan sosial bisa menjadi berat dan menggurui sehingga kehilangan daya tarik pembaca. Sebaliknya, jika hanya menjadi hiburan tanpa pesan yang mendalam, sastra kehilangan kekuatan transformasi sosialnya. Dengan memadukan keduanya, sastra tidak hanya menghibur, tetapi juga menggerakkan kesadaran dan perubahan, menjaga relevansi dan kualitas artistik serta isi pesan yang disampaikan.
In reply to Heru Prasetyo, S.Hum., M.Pd.

Re: DISKUSI III

Erike Rachma Yostia Dwi Trista གིས-
Ada potensi antara fungsi sastra sebagai sarana perubahan sosial dan sebagai hiburan, namun penulis dapat menyeimbangkannya dengan mengolah isu serius ke dalam cerita yang tetap menarik dan menyentuh. Novel Laut Bercerita karya Leila S. Chudori, misalnya, menggambarkan tragedi politik 1998 melalui narasi personal, alur yang dramatis, dan bahasa yang komunikatif sehingga pesan sosialnya tetap kuat tanpa kehilangan nilai estetika maupun daya hiburnya. Keseimbangan ini penting agar sastra tidak menjadi sekadar hiburan ringan, melainkan mampu memberikan pengalaman estetik sekaligus menumbuhkan kesadaran kritis pembaca.
In reply to Heru Prasetyo, S.Hum., M.Pd.

Re: DISKUSI III

Dienisa Salena གིས-
Sastra memiliki dua fungsi utama yang sering menimbulkan ketegangan, yaitu sebagai alat perubahan sosial dan sebagai media hiburan. Fungsi sosial berperan untuk menyampaikan kritik, memberi edukasi, serta membangkitkan kesadaran, sedangkan fungsi hiburan berfokus pada memberikan kenikmatan estetis dan menjadi pelarian dari kehidupan sehari-hari. Meski berbeda, keduanya dapat dipadukan agar karya sastra tetap bermakna sekaligus menyenangkan. Contohnya terlihat dalam novel Laut Bercerita karya Leila S. Chudori, yang mampu memadukan isu sosial dengan narasi menarik, tokoh realistis, dan bahasa puitis sehingga pembaca merasa terhibur sekaligus terdorong berpikir kritis. Keseimbangan ini dapat dijaga dengan menyampaikan pesan melalui pengalaman tokoh, menggunakan gaya bahasa yang memikat, dan menyusun alur cerita yang tetap menarik. Dengan demikian, sastra akan tetap relevan, mudah diakses, dan memiliki dampak edukatif sekaligus estetis bagi masyarakat.
In reply to Heru Prasetyo, S.Hum., M.Pd.

Re: DISKUSI III

Andara nuraini shanty གིས-
Menurut saya memang ada potensi konflik antara sastra sebagai alat perubahan sosial dan sebagai hiburan, sebab karya yang terlalu fokus pada kritik sosial bisa terasa berat, sedangkan yang hanya mengejar hiburan bisa kehilangan makna. Namun, penulis dapat menyeimbangkan keduanya, seperti terlihat pada Laut Bercerita karya Leila S. Chudori yang berhasil menyampaikan isu pelanggaran HAM lewat kisah personal, tokoh yang emosional, dan alur naratif yang tetap menarik dibaca. Dengan cara ini, pesan serius tetap sampai tanpa kehilangan unsur keindahan dan daya tarik cerita. Keseimbangan ini penting karena membuat sastra lebih efektif menyampaikan pesan, dapat dinikmati pembaca luas, serta menjaga kualitas artistik dan kedalaman makna karya.
In reply to Heru Prasetyo, S.Hum., M.Pd.

Re: DISKUSI III

Nabila Alma Rahmadani གིས-
Sastra bisa jadi hiburan sekaligus senjata sosial. Kadang keduanya berlawanan, kalau terlalu serius bisa membosankan, kalau terlalu ringan pesannya hilang. Contohnya "Laut Bercerita" karya Leila S. Chudori. Meski mengangkat isu penculikan aktivis yang berat, ceritanya tetap indah dan emosional lewat tokoh, persahabatan, dan cinta. Jadi, pesan sosial tersampaikan tanpa kehilangan daya tarik cerita. Keseimbangan ini penting karena sastra yang hanya propaganda kehilangan seni, sementara yang hanya hiburan jadi hampa. Kalau seimbang, sastra bisa menghibur sekaligus menyadarkan.
In reply to Heru Prasetyo, S.Hum., M.Pd.

Re: DISKUSI III

Laura Sintia གིས-
Ada ketegangan atau potensi perselisihan antara peran sastra sebagai "alat" untuk perubahan sosial dan sebagai "pelarian" untuk hiburan, namun kedua hal ini dapat diimbangi dengan baik oleh penulis.

Contohnya dapat dilihat dalam novel Laut Bercerita karya Leila S. Chudori, yang mengambil setting di era Orde Baru. Karya ini mengangkat isu penting terkait kekejaman politik serta perjuangan para aktivis mahasiswa tanpa mengurangi nilai artistiknya dan kedalaman maknanya. Dalam novel ini, selain menyajikan narasi yang menggugah emosi dan kritis terhadap kondisi sosial dan politik, juga disajikan dengan alur yang tidak linier, teknik bercerita yang mengesankan, serta pengembangan karakter yang kuat. Penulis dengan sukses memadukan elemen kritik sosial dan seni bercerita, menciptakan pengalaman membaca yang mendalam, edukatif, dan sekaligus menghibur.
In reply to Heru Prasetyo, S.Hum., M.Pd.

Re: DISKUSI III

Naila Salsabila Rifaldi གིས-
Memang ada potensi konflik antara sastra sebagai alat perubahan sosial dan sebagai hiburan. Kalau terlalu menekankan pesan sosial, karya bisa terasa berat dan membosankan, sedangkan kalau terlalu fokus pada hiburan, pesan pentingnya bisa hilang. Tapi penulis bisa menyeimbangkan keduanya, seperti dalam novel *Laut Bercerita* karya Leila S. Chudori yang mengangkat isu penculikan aktivis 1998 dengan tetap menghadirkan kisah persahabatan dan cinta. Keseimbangan ini penting supaya sastra tetap menyampaikan kritik sosial, tapi juga bisa dinikmati pembaca tanpa merasa digurui.

Penulis bisa menyeimbangkan fungsi hiburan dan sosial dengan mengangkat isu serius lewat cerita yang tetap menarik, seperti novel Laut Bercerita karya Leila S. Chudori. Isu penculikan aktivis 1998 disajikan lewat kisah cinta, keluarga, dan persahabatan sehingga pembaca terhibur sekaligus sadar akan pesan sosialnya. Keseimbangan ini penting agar karya tidak terasa menggurui, tetap artistik, dan punya makna yang mendalam.
In reply to Heru Prasetyo, S.Hum., M.Pd.

Re: DISKUSI III

Elya Kurniawan གིས-
Memang ada tensi antara fungsi sastra sebagai senjata perubahan sosial dan sebagai hiburan atau pelarian, karena tujuan keduanya kadang berbeda—sastra sosial ingin menggugah kesadaran, sementara hiburan ingin menghibur dan menyenangkan pembaca. Namun, keduanya tak selalu berkonflik. Misalnya, Laut Bercerita karya Leila S. Chudori berhasil mengangkat isu serius seperti penindasan politik dengan cara penceritaan yang kuat, emosional, dan menarik, sehingga pembaca tidak merasa terbebani tapi tetap digugah kesadarannya.

Keseimbangan ini penting karena:
- Jika terlalu fokus pada hiburan tanpa pesan, karya bisa jadi dangkal dan tidak berdampak sosial.
- Jika terlalu berat dengan pesan sosial tanpa hiburan, pembaca bisa cepat bosan atau menolak karena merasa ‘ditegur’.
- Keseimbangan membuat karya lebih mudah diterima, dinikmati, dan pesan sosialnya tersampaikan dengan efektif tanpa merasa dipaksa.

Jadi, penulis yang berhasil adalah yang mampu mengemas ide-ide besar dalam cerita yang memikat dan berkelas, sehingga karya bukan hanya inspiratif tapi juga enjoy atau santai untuk dibaca. Ini membuat sastra punya kekuatan ganda: menghibur sekaligus menginspirasi perubahan.
In reply to Heru Prasetyo, S.Hum., M.Pd.

Re: DISKUSI III

Khansa Salma Zhafira གིས-
Potensi benturan antara sastra sebagai hiburan dan sebagai alat perubahan sosial memang ada. Karya yang terlalu menekankan pesan sosial bisa terasa kaku dan melelahkan, sementara karya yang hanya mengejar hiburan berisiko kehilangan kedalaman makna. Namun, ketegangan ini bisa diatasi jika penulis mampu mengolah pesan dan cerita secara seimbang.

Novel Laut Bercerita karya Leila S. Chudori menunjukkan bagaimana isu berat seperti pelanggaran HAM dan trauma sejarah dapat diangkat tanpa mengorbankan kenikmatan membaca. Leila tidak menyampaikan kritik sosial secara langsung, tetapi melalui tokoh yang kuat, alur yang emosional, dan gaya bahasa yang estetis. Pembaca tetap terpikat oleh cerita, sekaligus tersentuh oleh realitas yang diselipkan di dalamnya.

Keseimbangan ini dapat dicapai dengan menyampaikan pesan melalui konflik tokoh, menghadirkan karakter yang realistis, dan menjaga kualitas naratif serta gaya bahasa. Hal tersebut penting karena sastra bekerja di dua ranah: memberi kenikmatan sekaligus menggugah kesadaran. Dengan begitu, sastra tidak hanya menjadi hiburan kosong, tetapi juga sarana refleksi dan pengaruh sosial yang bermakna.
In reply to Heru Prasetyo, S.Hum., M.Pd.

Re: DISKUSI III

Syifa Qolbi Haniyah གིས-
Menurut saya, ada tensi atau konflik yang menarik dalam novel Laut Bercerita karya Leila S. Chudori, melalui narasi ini, sastra menjadi 'senjata', sarana kritik sosial untuk menyampaikan nilai-nilai sosial yang kuat kepada pembaca dan berperan juga sebagai 'pelarian', hiburan karena mampu menghadirkan kisah yang mengena dan membawa pembaca masuk ke dalam dunia cerita.

Jadi, ada semacam keseimbangan tensi antara fungsi sosio-politik dan fungsi estetika/hiburan, keduanya saling melengkapi. Ketegangan antara keduanya menciptakan karya sastra yang kaya dan bermakna yang bisa menggerakkan perubahan sosial sambil membuat pembaca hanyut dalam cerita.

Keseimbangan antara fungsi hiburan dan pengaruh sosial ini penting. Jika sastra hanya berfungsi sebagai hiburan, maka sastra bisa menjadi sekadar pelarian kosong tanpa makna, sementara sastra yang terlalu didaktis atau berat secara sosial berpotensi kehilangan pembaca yang mencari pengalaman estetis yang menyenangkan.
In reply to Heru Prasetyo, S.Hum., M.Pd.

Re: DISKUSI III

Atari Regita Putri གིས-
memang ada kaitan antara fungsi sastra sebagai 'senjata' dan sebagai 'pelarian' fungsi sastra sebagai senjata itu untuk perubahan sosial dan yang sebagai pelarian untuk hiburan

Seperti dalam novel "Laut Bercerita" karya Leila S. Chudori, beliau berani mengambil isu politik dan sejarah tapi beliau menulis dengan gaya yang mengandung humor, sarkasme, dan kritik sosial. Selain itu, fungsi hiburan sendiri menampilkan pelarian mental dan emosional. Dalam "Laut Bercerita" juga menggunakan narasi sejarah yang kuat tetapi tetap di barengi dengan gaya bahasa yang humor untuk mengajak pembaca memahami realistis politik masa lalu tetapi dengan cara menarik sehingga menyentuh emosional, penulis menggabungkan unsur estetika sastra dan pesen secara harmonis sehingga novel tersebut berfungsi sebagai sastra sosial sekaligus hiburan.

Keseimbangan ini dalam sastra penting karna sastra yang hanya berfungsi sebagai hiburan bisa kehilangan kekuatan kritiknya, sementara sastra yang terlalu monoton bisa menjadi membosankan para membaca dan kurang diminati secara luas oleh para pembaca. Tetapi dengan keseimbangan tersebut, sastra mampu mencapai tujuan yang tepat dan pas, sehingga pembaca merasa puas karena sastra tidak hanya estetika tetapi juga mendorong untuk berpikir dan bertindak secara sosial.
In reply to Heru Prasetyo, S.Hum., M.Pd.

Re: DISKUSI III

Windy Jennia Putri Windy Jennia གིས-
Sebuah karya sastra dapat dikatakan bernilai sastra tinggi jika karya itu mampu memberikan hiburan kepada pembaca, serta mampu memberikan pengajaran positif bagi pembacanya. Karya sastra yang hanya mampu memberikan hiburan tanpa ada manfaat akan terasa gersang.
karya sastra yang hanya mampu memberikan manfaat dan tidak mampu memberikan hiburan bagi pembaca akan terasa hambar. Oleh sebab itu, sastra dapat dikatakan sebagai media hiburan yang mengajar, dan media pengajaran yang menghibur.

Fungsi sastra sebagai sarana hiburan dan sebagai 'senjata' untuk perubahan sosial memang dapat menimbulkan tensi atau konflik, tetapi kedua fungsi ini sebenarnya saling melengkapi. Sastra memiliki fungsi didaktis dan sosial yang kuat, yang bertujuan untuk mendidik, memberikan pesan moral, dan mengangkat isu-isu sosial. Di sisi lain, sastra juga berfungsi sebagai hiburan yang memberikan kesenangan, keindahan, dan pelarian bagi pembaca dari realitas kehidupan sehari-hari.

Tensi atau konflik antara fungsi sastra sebagai alat perubahan sosial dan hiburan memang ada, tapi bukan berarti tidak bisa diseimbangkan. Penulis seperti Leila S. Chudori mampu menyeimbangkan keduanya.

Dengan keseimbangan, karya sastra tidak hanya menghibur tapi juga membangkitkan kesadaran pembaca, sehingga pesan sosialnya lebih efektif tanpa mengorbankan kualitas artistik.

Meski novel ini adalah fiksi, Laut Bercerita menunjukkan kepada pembacanya bahwa negeri ini pernah memasuki masa pemerintahan yang kelam. Novel ini didasarkan pada kisah dan obrolan nyata para aktivis pra-reformasi. Kala itu suara aktivis dibatasi, serta diberantas habis. Cerita ini membuat banyak pembaca meresapi fakta-fakta sejarah, akan apa yang terjadi pada masa itu.



Hal ini menunjukkan bahwa karya tersebut memiliki fungsi sosial yang kuat sebagai kritik terhadap ketidakadilan dan dorongan untuk perubahan. Namun secara bersamaan, novel ini juga menggunakan teknik naratif yang menarik dan alur cerita yang padat untuk tetap menghibur pembaca.
In reply to Heru Prasetyo, S.Hum., M.Pd.

Re: DISKUSI III

Anis Marsela གིས-
Menurut saya, memang ada potensi tensi antara fungsi sastra sebagai alat perubahan sosial dan sebagai hiburan. Namun, keduanya tidak harus dipertentangkan, justru bisa saling melengkapi. Contohnya dalam novel Laut Bercerita karya Leila S. Chudori. Novel ini mengangkat isu serius tentang pelanggaran HAM masa Orde Baru, tetapi cara penyampaiannya dikemas dengan narasi yang mengalir, tokoh-tokoh yang kuat, dan konflik emosional yang membuat pembaca tetap merasa terhibur.

Seorang penulis bisa menyeimbangkan kedua fungsi itu dengan mengolah tema serius melalui gaya penceritaan yang menarik, misalnya lewat alur yang dramatis, karakter yang hidup, dan bahasa yang puitis namun tetap mudah dipahami. Dengan begitu, pembaca tidak hanya mendapatkan pengetahuan atau kesadaran sosial, tetapi juga pengalaman estetik dan emosional.

Keseimbangan ini penting karena kalau sastra hanya fokus pada hiburan, maka pesan kritis bisa hilang. Sebaliknya, kalau hanya fokus pada kritik sosial tanpa memperhatikan unsur artistik, karya bisa terasa kaku dan membosankan. Jadi, perpaduan keduanya membuat sastra tetap relevan: bisa menjadi cermin realitas sekaligus ruang pelarian yang menyenangkan bagi pembaca.
In reply to Heru Prasetyo, S.Hum., M.Pd.

Re: DISKUSI III

Alivia Arsyta Soya Ahmad གིས-
Potensi benturan antara sastra sebagai hiburan dan sebagai alat perubahan sosial memang ada. Karya yang terlalu sarat pesan bisa terasa kaku, sementara karya yang hanya menghibur berisiko dangkal. Namun, ketegangan ini dapat diatasi dengan keseimbangan yang tepat.
Novel Laut Bercerita karya Leila S. Chudori menjadi contoh ideal. Isu berat seperti pelanggaran HAM disampaikan lewat tokoh yang kuat, alur emosional, dan bahasa yang estetis, sehingga tetap menghibur sekaligus menggugah.
Keseimbangan dapat dicapai dengan menyisipkan pesan melalui konflik tokoh, karakter realistis, dan narasi yang kuat. Dengan demikian, sastra mampu berfungsi ganda: menyenangkan dan menyadarkan.
In reply to Heru Prasetyo, S.Hum., M.Pd.

Re: DISKUSI III

Puti Chika Hafi 2513041096 གིས-
Sastra memiliki dua fungsi yaitu sebagai hiburan dan sebagai senjata kritik sosial. Sastra berfungsi sebagai hiburan yaitu untuk menyenangkan pembaca, melupakan masalah sehari-hari dan menikmati cerita. Sedangkan sastra sebagai senjata kritik sosial yaitu untuk memberitahu, menyadarkan dan membuat pembaca peduli pada masalah penting seperti isu sosial-politik. Biasanya sastra sebagai senjata kritik ini memiliki makna yang dalam, sikap kritis dan kesadaran moral. Memang sekilas ada kemungkinan muncul ketegangan antara dua fungsi tersebut, tetapi sebenarnya dua fungsi tersebut dapat dipadukan.

Contohnya pada karya sastra novel "Laut Bercerita" karya Leila S. Chudori. Novel ini mengangkat isu penculikan dan kekerasan pada masa Orde Baru sehingga membawa fungsi didaktis dengan membuka kesadaran pembaca terhadap sejarah kelam bangsa. Namun Leila S. Chudori dapat memadukan cerita dengan bahasa yang mengalir dan mudah dipahami, serta karakter yang hidup dan emosional. Sehingga pembaca tidak hanya mendapatkan pengetahuan atau kesadaran baru tetapi tetap bisa menikmati cerita dengan baik.

Penting supaya sastra dapat menemukan keseimbangan ini. Jika hanya berfokus pada kritik, cerita akan terasa berat dan membosankan. Sebaliknya, jika hanya untuk hiburan, makna pada satra bisa hilang, Saat keduanya dipadukan, sastra dapat menjangkau lebih banyak mereka yang mrncari hiburan sekaligus ingin diberi pemahaman sosial. Hasilnya, karya sastra menjadi lebih bermakna.
In reply to Heru Prasetyo, S.Hum., M.Pd.

Re: DISKUSI III

Diva Cahya གིས-
Memang ada tensi atau konflik yang melekat antara fungsi sastra sebagai 'senjata' untuk perubahan sosial dan sebagai 'pelarian' untuk hiburan.

Terutama di novel laut bercerita. Dalam novel tersebut, penggambaran tokoh yang kuat, konflik emosional, serta narasi yang memikat mampu membuat pembaca terhibur sekaligus tersentuh dan tercerahkan oleh refleksi sosial dan kritik sejarah Indonesia, khususnya masa Orde Baru. Penggunaan gaya bercerita yang humanis dan simbolis membuat pesan sosial tersampaikan tanpa mengorbankan daya tarik estetika karya.

Keseimbangan ini penting karena sastra yang hanya fokus pada hiburan bisa kehilangan kemampuan mendorong perubahan sosial dan refleksi kritis, sementara sastra yang terlalu serius bisa kehilangan pembaca luas dan daya tarik artistik. Dengan keseimbangan, sastra tetap menjadi media seni yang memukau sekaligus agen perubahan yang menginspirasi dan membuka wawasan pembacanya.

Dengan demikian, seorang penulis yang berhasil menyeimbangkan fungsi ini akan menciptakan karya yang tidak hanya dinikmati tapi juga menjadikan sastra alat yang kuat sekaligus menyenangkan untuk diakses dan menggugah kesadaran sosial untuk terus mengembangkan sastra.
In reply to Heru Prasetyo, S.Hum., M.Pd.

Re: DISKUSI III

Alika Cahyani Putri གིས-
Menurut pendapat saya, ketegangan antara sastra sebagai media perubahan sosial dan sebagai hiburan memang bisa terjadi. Jika penulis membuat karya hanya berfokus kepada hiburan, pesan sosialnya bisa hilang dan tidak meninggalkan bekas. Sebaliknya, kalau hanya fokus pada kritik sosial, sastra berisiko terasa kaku, berat, dan tidak menarik bagi pembaca.

Novel Laut Bercerita karya Leila S. Chudori, membahas isu penculikan dan kekerasan politik pada masa Orde Baru. Ceritanya membuka kesadaran pembaca tentang sejarah kelam bangsa. Tapi, Leila juga tetap menjaga sisi indahnya dengan bahasa yang mengalir, tokoh yang emosional, dan cerita yang menyentuh. Jadi, pembaca bukan hanya belajar hal penting, tapi juga tetap merasa terhibur. Artinya, fungsi sosial dan hiburan dapat berjalan berdampingan.
In reply to Heru Prasetyo, S.Hum., M.Pd.

Re: DISKUSI III

Sera Sera teresya གིས-
Tensi atau konflik antara peran sastra sebagai "senjata" untuk mengubah masyarakat dan sebagai "pelarian" untuk hiburan memang ada, tetapi tidak berarti keduanya harus saling menjauh. Seorang penulis bisa berhasil menggabungkan kedua peran tersebut

di novel laut bercerita, dalam novel tersebut menceritakan tentang kisah keluarga dan persahabatan yang terjalin erat ditengah peristiwa pada masa orde baru ke reformasi. sehingga memberikan gambaran yang kuat dan perjuangan melawan ketidakadilan sosial dan politik. sehingga pembaca terhibur.

Keseimbangan ini penting karena sastra hanya fokus pada hiburan. dengan keseimbangan sastra menjadi seni sekaligus agen perubahan sehingga menginspirasi pembacanya.
Dengan demikian penulis dapat mengangkat isu seperti, ketidakadilan sosial,politik, dengan cara menarik pembacanya, sehingga pembaca tidak merasa bosan atau merasa dipaksa untuk memahami pesan yang ingij disampaikan.
In reply to Heru Prasetyo, S.Hum., M.Pd.

Re: DISKUSI III

Akbar Tegar wijaya གིས-
Sastra memiliki fungsi ganda yang kadang tampak bertentangan: sebagai medium untuk perubahan sosial yang mengangkat isu serius dan sebagai sarana hiburan atau pelarian dari realitas. Fungsi pertama menuntut karya sastra menyampaikan pesan moral, kritik sosial, dan refleksi mendalam tentang realitas, sementara fungsi kedua menuntut karya tersebut tetap menarik, menghibur, dan mampu menyenangkan pembaca tanpa membuatnya merasa terbebani. Namun, kedua fungsi ini bukanlah mutlak saling meniadakan, melainkan bisa seimbang saling melengkapi jika dikelola dengan baik.
Contoh Novel "Laut Bercerita"Novel "Laut Bercerita" karya Leila S. Chudori adalah contoh karya fiksi yang mengangkat isu serius seperti sejarah, politik, dan pengaruh kekuasaan di Indonesia, namun tetap mempertahankan kualitas sastra dan daya tarik naratif. Lewat penggunaan latar yang hidup, karakter kompleks, dan plot yang menarik, novel ini mampu menyampaikan pesan perubahan sosial tanpa kehilangan elemen kisah yang menghibur dan penuh emosi.
In reply to Heru Prasetyo, S.Hum., M.Pd.

Re: DISKUSI III

YASMIN SAFA AZZAHRAH གིས-
Menurut saya, adanya kemungkinan bahwa ketegangan atau konflik yang cukup nyata antara fungsi sastra sebagai 'senjata' perubahan sosial dan sebagai 'pelarian' hiburan. Sastra 'senjata' yang bertujuan mengubah masyarakat harus bisa mengkritik dan menggugah pembaca untuk berpikir dan bertindak. Namun, sebagai 'pelarian' hiburan, sastra juga harus menarik dan memberikan kenyamanan bagi pembaca.

Dalam Novel Laut Bercerita karya Leila S. Chudori dapat menyeimbangkan fungsi sastra sebagai media kritik sosial dan hiburan. Dengan melalui cerita yang emosional dan tokoh yang kuat, pesan tentang sejarah dan hak asasi manusia disampaikan secara efektif tanpa kehilangan daya tariknya. Keseimbangan ini penting agar sastra dapat diterima luas sebagai sarana kesadaran sosial sekaligus pelipur lara emosional bagi pembaca.