1. Persepsi adalah proses di mana kita mengatur kerendahan hati, dan menafsirkan kesan sensorik untuk memberi makna pada lingkungan kita. Ada faktor internal dan eskternal yang mempengaruhi presepsi. Faktor internal diantaranya ada:
- Fisiologis: Informasi masuk melalui alat indera, selanjutnya informasi yang diperoleh ini akan mempengaruhi dan melengkapi usaha untuk mempersepsi pada tiap orang berbeda-beda sehingga interpretasi terhadap lingkungan juga dapat berbeda.
- Minat: Persepsi terhadap suatu obyek bervariasi tergantung pada seberapa banyak energi atau perceptual vigilance yang digerakkan untuk mempersepsi.
- Suasana hati: Keadaan emosi mempengaruhi perilaku seseorang, mood ini menunjukkan bagaimana perasaan seseorang pada waktu yang dapat mempengaruhi bagaimana seseorang dalam menerima, bereaksi dan mengingat.
Lalu ada faktor eksternal yaitu:
- Ukuran dan penempatan dari obyek atau stimulus: Faktor ini menyatakan bahwa semakin besarnya hubungan suatu obyek, maka semakin mudah dipahami.
- Motion atau gerakan: Individu akan banyak memberikan perhatian terhadap obyek yang memberikan gerakan dalam jangkauan pandangan dibandingkan obyek yang diambil.
2. Teori atribusi adalah teori yang dikembangkan oleh Heider tahun 1958, teori ini mempelajari proses bagaimana seseorang menginterpretasikan sesuatu peristiwa, alasan, atau sebab perilakunya. Tiga penentu atribusi diantara ada:
- Kekhasan: mengacu pada apakah seorang individu menunjukkan perilaku yang berbeda dalam situasi yang berbeda.
- Konsesus: setiap orang yang menghadapi situasi serupa merespons dengan cara yang sama.
- Konsistensi: Merespons dengan cara yang sama dari waktu ke waktu
3. Ada cara jalan pintas yang digunakan dalam menilai orang lain. Diantaranya ada stereotyping, yaitu menilai seseorang hanya berdasarkan kelompok tempat ia tergabung. Lalu ada yang namanya "Halo effect", terjadi ketika satu sifat dominan, baik positif maupun negatif, memengaruhi penilaian keseluruhan terhadap individu. Selain itu, ada contrast effect yang terjadi ketika seseorang dibandingkan dengan orang lain yang baru saja diamati, sehingga memengaruhi penilaian.
4. Hubungan presepsi dengan pengambilan keputusan karena keputusan seseorang tidak hanya berdasarkan fakta objektif, melainkan juga bagaimana ia menafsirkan fakta tersebut. Apabila persepsi yang terbentuk keliru, maka keputusan yang dihasilkan juga berpotensi salah. Dengan kata lain, kualitas keputusan sangat dipengaruhi oleh kejelasan dan ketepatan persepsi individu terhadap situasi atau masalah yang dihadapi.
5. Model rasional pengambilan keputusan menekankan proses logis dan sistematis, mulai dari identifikasi masalah, pencarian alternatif, evaluasi, hingga memilih solusi terbaik. Namun, dalam praktiknya, manusia memiliki keterbatasan informasi, waktu, dan kemampuan, sehingga muncullah konsep rasionalitas terbatas (bounded rationality) yang membuat individu cenderung memilih keputusan yang cukup memuaskan, bukan yang paling optimal. Selain itu intuisi juga menjadi dasar pengambilan keputusan, yaitu keputusan yang diambil berdasarkan pengalaman, perasaan, atau naluri tanpa analisis formal.
6. Dalam proses pengambilan keputusan, terdapat beberapa bias umum yang dapat memengaruhi kualitas keputusan. Pertama adalah bias terlalu percaya diri, yaitu kecenderungan individu untuk melebih-lebihkan tingkat akurasi pengetahuan atau kemampuannya, sehingga sering kali mengambil keputusan tanpa mempertimbangkan risiko secara memadai. Kedua adalah bias penjangkaran, yaitu kecenderungan untuk terlalu terpaku pada informasi awal yang diperoleh dan menjadikannya sebagai acuan utama, meskipun informasi tersebut mungkin tidak relevan atau kurang akurat. Lalu ada juga, bias konfirmasi, yaitu kecenderungan untuk mencari, menafsirkan, dan mengingat informasi yang hanya mendukung pandangan atau keputusan awal, sambil mengabaikan bukti lain yang bertentangan.
7. Perbedaan individu dan batasan organisasi juga bisa memengaruhi kualitas pengambilan keputusan. Faktor-faktor individu seperti kepribadian, nilai, pengalaman, gaya berpikir, dan tingkat toleransi risiko sangat menentukan cara seseorang memilih keputusan. Di sisi lain, faktor organisasi berupa kebijakan, struktur hierarki, aturan formal, budaya organisasi, keterbatasan sumber daya, serta tekanan waktu dapat mempersempit pilihan dan membatasi kebebasan individu dalam membuat keputusan.
8. Dalam konteks etika, terdapat tiga kriteria yang dapat digunakan dalam pengambilan keputusan. Pertama adalah utilitarianism, yaitu keputusan yang dianggap benar jika menghasilkan manfaat terbesar bagi jumlah orang terbanyak. Kedua adalah membuat keputusan yang konsisten dengan prinsip-prinsip dasar kebebasan dan hak istimewa, sebagaimana ditetapkan dalam dokumen-dokumen seperti Piagam Hak-Hak AS. Penekanan pada hak dalam pengambilan keputusan berarti menghormati dan melindungi hak-hak dasar individu, seperti hak privasi, kebebasan berbicara, dan proses hukum. Terakhir ada deonansi, yaitu suatu sudut pandang di mana keputusan etis dibuat karena Anda "harus" melakukannya agar konsisten dengan norma, standar, aturan, atau hukum moral.
9. Kreativitas adalah kemampuan untuk menghasilkan ide-ide baru yang orisinal, bermanfaat, dan relevan dalam memecahkan masalah atau menciptakan peluang. Proses kreativitas dapat dipahami melalui model tiga tahap. Tahap pertama adalah penyusunan masalah, yaitu mengidentifikasi masalah atau peluang yang ada. Tahap kedua adalah penyusunan ide, di mana individu mengumpulkan informasi, mengeksplorasi alternatif, dan menghasilkan gagasan baru. Tahap terakhir adalah evaluasi dan implementasi, yakni menilai ide yang muncul dan memilih ide terbaik untuk kemudian diterapkan secara nyata.