CASE STUDY

CASE STUDY

CASE STUDY

Number of replies: 27

PT Surya Terang adalah perusahaan manufaktur yang telah beroperasi selama 15 tahun di Indonesia. Pada tahun 2020, perusahaan membeli sebuah mesin produksi seharga Rp1.000.000.000. Mesin ini diperkirakan akan digunakan selama 10 tahun dengan nilai residu sebesar Rp100.000.000. PT Surya Terang menggunakan metode garis lurus untuk penyusutan.

Namun, pada tahun 2025, muncul teknologi baru yang menyebabkan nilai pasar mesin tersebut menurun drastis. Penilaian independen menunjukkan bahwa nilai wajar mesin saat ini hanya Rp400.000.000, sedangkan nilai tercatat (carrying amount) adalah Rp600.000.000.

Manajemen mempertimbangkan untuk menggunakan model revaluasi agar laporan keuangan mereka mencerminkan nilai wajar aset, namun mereka khawatir akan dampaknya terhadap laporan laba rugi dan kepatuhan terhadap PSAK.

Pertanyaan:

  1. Identifikasi dan jelaskan dua basis pengukuran yang relevan dalam kasus ini. Bandingkan kelebihan dan kekurangannya.
  2. Jika PT Surya Terang memilih untuk menggunakan model revaluasi, sebutkan implikasi akuntansinya terhadap laporan keuangan, khususnya pada laporan posisi keuangan dan laba rugi.
  3. Apakah pengukuran menggunakan nilai wajar lebih memenuhi karakteristik kualitatif relevansi dan keandalan dibandingkan biaya historis dalam konteks ini? Jelaskan dengan alasan kritis.

In reply to First post

Re: CASE STUDY

by Ni Made Dwi Agustini -
Nama : Ni Made Dwi Agustini
Npm : 2413031086
Kelas : 24C

Dalam kasus PT Surya Terang, terdapat dua basis pengukuran yang relevan untuk dipertimbangkan, yaitu biaya historis dan nilai wajar. Biaya historis berarti aset dicatat sebesar harga perolehannya dan disusutkan secara sistematis selama umur manfaatnya. Keunggulan dari pendekatan ini adalah sifatnya yang objektif, mudah diverifikasi, serta konsisten karena didasarkan pada transaksi nyata yang sudah terjadi. Namun, kelemahannya adalah biaya historis sering kali tidak lagi mencerminkan kondisi ekonomi terkini, sehingga informasi yang dihasilkan bisa kehilangan relevansinya bagi para pengguna laporan keuangan. Sebaliknya, pengukuran berdasarkan nilai wajar lebih mampu menggambarkan kondisi ekonomi saat ini karena menunjukkan berapa nilai aset tersebut jika dipertukarkan di pasar. Keunggulan nilai wajar adalah relevansinya tinggi untuk pengambilan keputusan, tetapi kelemahannya terletak pada sifatnya yang subjektif karena mengandalkan estimasi penilai serta rentan terhadap fluktuasi pasar yang dapat membuat laporan keuangan kurang stabil.

Apabila PT Surya Terang memilih menggunakan model revaluasi sesuai PSAK 16, maka akan ada implikasi akuntansi terhadap laporan keuangan. Pada laporan posisi keuangan, mesin yang sebelumnya tercatat Rp600.000.000 harus disajikan ulang sesuai nilai wajarnya yaitu Rp400.000.000. Penurunan sebesar Rp200.000.000 tersebut akan berpengaruh pada akun surplus revaluasi di ekuitas, atau apabila tidak tersedia saldo surplus, maka akan dicatat sebagai kerugian pada laporan laba rugi. Selanjutnya, beban penyusutan juga akan berubah, karena dihitung dari nilai baru setelah revaluasi. Dengan nilai wajar Rp400.000.000 dan nilai residu Rp100.000.000, sisa nilai yang dapat disusutkan adalah Rp300.000.000 selama lima tahun, sehingga beban penyusutan per tahun menjadi Rp60.000.000, lebih rendah dibandingkan sebelumnya. Dampak ini tentu akan memengaruhi baik neraca, laba rugi, maupun ekuitas perusahaan.

Dalam hal pemenuhan karakteristik kualitatif laporan keuangan, nilai wajar dinilai lebih memenuhi unsur relevansi dibandingkan biaya historis. Hal ini karena dengan munculnya teknologi baru, nilai mesin yang sebenarnya di pasar hanya Rp400.000.000, sehingga pelaporan dengan biaya historis Rp600.000.000 bisa menyesatkan pengguna laporan keuangan dalam menilai posisi keuangan perusahaan. Meskipun demikian, dari sisi keandalan, biaya historis lebih unggul karena berbasis pada transaksi nyata yang objektif dan mudah diverifikasi, sedangkan nilai wajar mengandung unsur estimasi sehingga rentan terhadap bias. Dengan demikian, dalam konteks PT Surya Terang, nilai wajar lebih tepat untuk digunakan karena memberikan informasi yang lebih relevan dan mencerminkan realitas ekonomi terkini, meskipun harus diakui bahwa tingkat keandalannya sedikit berkurang.
In reply to First post

Re: CASE STUDY

by Natasya Natasya -
Nama: Natasya
NPM: 2413031081
Kelas: 2024 C

1. Biaya hiistoris adalah baiaya akuisisi asset saat pertama kali dibeli, termasuk semua biaya yang dikeluarkan untuk membawa asset ke kondisi siap pakai. Dalam kasus PT Surya Terang, baiaya historis mesin adalah Rp 1.000.000.000. perusahaan menggunakan metode garis lurus, dimana beban penyusutan dihitung berdasarkan biaya perolehan awal dikurangi nilai residu.
- Kelebihan: Keandalan dan objektivitas yaitu biaya historis sangat andak karena di dukung oleh bukti transaksu yang objektif, seperti ifaktur atau kuitansi. Ini meminimalkan sebyektivitas dan estimasi, membuatnya mudah untuk diverifikasi.
- Mudah diterapkan yaitu metode ini mudah dipahami dan diterapkan sehingga menguurangi biaya dan komplektivvitas akutansi.

Kekurangan
- Kurang relevan karena nilai historis mungkin tidak mencerminkan nilai ekonnomi asset saat ini, terutamma untuk asset yang nilainya berfluktuasi seiring waktu, seperti mesin dengan teknologi yang cepat using. Laporan keuangan yang hanya menggunakan biaya historis bisa menjadi.

Nilai wajar adalah harga yang akan diterima untuk menjual asset atau harga yang akan dibayarkan untuk mengalihkan liabilitas dalam transaksi teratur antara pelaku pasar pada tanggal pengukuran. Dalam kasus ini, nilai wjar mesin anjlok menjadi Rp 400.000.000 akibat teknologi baru.

Kelebihan
- Nilai wajar memeberikan informasi yang lebih relevan dan terkini tentang nilai ekonomi asset. Hal ini membantu pengguna laporan keuangan membuat keputusan ekonomi yang lebih baik karena mereka memiliki gambaran yang lebih akurat tentang psosisi keuangan perusahaan saat ini.
- Mencerminkan kondisi pasar, pengukuran ini secara langsung mencerminkan kondisi pasar dan dampak perubahan teknologi terhadap nilai asset.

Kekurangan
- Nilai wajar tertama untuk asset yang tidak memiliki nilai akktif bisa sangat subjektif dan memerlukan estimasi serta penilaian ahli. Hal ini dapat mengurangi keandalan pengukuran dibandingkan dengan biaya historis.
- Penggunaan nilai wajar dapat menyebabkan volatilitas yang tinggi pada laporan laba rugi dan laporan posisi keuangan karena perubahan nilai asset yang signifikan akan langsung diakui.


2. Jika PT Surya Terang memilih untuk menggunakan model revaluasi sesuai PSAK, mereka harus mencatat perubahan nilai mesin dari nilai tercatat (Rp600.000.000) menjadi nilai wajar (Rp400.000.000). ini akan mengakibatkan penurunan nilai wajar.

Laporan Posisi Keuangan
- Penurunan Nilai Asset: Nilai ini tercatat mesin di laporan posisi keuangan akan disesuaikan turun dari Rp600.000.000 menjadi Rp400.000.000.
- Pengakuan kerugian: penurunan nilai ssebesar Rp 200.000.000 (Rp600.000.000-Rp400.000.000) akan diakui sebagai kerugian penurunan nilai pada laporan laba rugi. Jika sebelumnya ada surplus revaluasi, karena ini adalah revaluasi pertama, seluruh keruugian akan ddibebankan ke laporan laba rugi.

Laporan Laba Rugi
- Beban Kerugian Penurunan Nilai: Beban non-operasional sebesar Rp200.000.000 akan ddicatat di laporan laba rugi. Hal ini akan mengurangi laba bersih perusahan secara signifikan pada tahun 2025.
- Pengaruh terhadap rasio kauangan, penurunan laba bersih akan memengaruhi rasio profitabilitas, seperti margin laba bersih dan pengembalian asset.

3. Pada PT Surya Terang, pengukuran menggunakan nilai wajar lebih relevan tetapi kuraang andal dibandingkan dengan biaya historis.
- Relevansi, menurut saya nilai wajar sangat relevan dalam konteks ini karena mencerminkan realitas ekonomi, nilai wajar Rp400.000.000 mencerminkan nilai ekonomi mesin yang sebenarnya di psar, yang jauh lebih relevan untuk pengambilan keputusan investor dan kreditor daripada nilai yang tercatat yaitu Rp600.000.000 yang telah using. Kemudian prediksi arus kas masa depan, yaitu informasi pada nilai wajar sangat membantu pengguna memprediksi arus kas di masa depan dengan lebih baik, misalnya investor dapat menilai apakah mesin tersebut masih dapat menghasilka laba yang memadai di masa depan. Kemudian penilaian kinerjja manajemen, yaitu dengan model revaluassi, laporan keuangan menunjukan dampak nyata dari perrubahan teknologi yang merupakan matrik penting untuk mengevaluasi kemampuan manajeen dalam mengelola asset secara efektif.

- Keandalan, Walaupun relevan, pada pengukuran nilai wajar memiliki beberapa tantangan terkait keandalan yaitu, kurangnya objek pengukuran yang jelas, nilai adalah konsep ambigu yang tidak dapat diverivikasi secara empiris seperti baiaya historis pengukuran nilai nilai wajar bergantung pada estimasi dan pertimbangan yang membuat kurang objektif. Pengukuran ini juga sangat bergantung pada penilaian ahli independent. Meskipun penilaian dilakukan secara professional, tetap ada unsur ssubjektivitas dan ketidakpastian dan perkiraan. Kemudian lapran keuangan yang menggunakan nilai wajar tidak sepenuhnya factual karena mengandung estimasi dan tidak di dasarkan pada transaksi yang dapat diverifikasi secara fisik.
In reply to First post

Re: CASE STUDY

by Ivan Kurniawan -
Nama: Ivan Kurniawan
NPM: 2453031005
Kelas: 2024 C

1. Dua basis pengukuran yang relevan
Dalam kasus PT Surya Terang, terdapat dua basis pengukuran yang relevan, yaitu biaya historis (historical cost) dan nilai wajar (fair value). Biaya historis adalah metode yang mencatat aset berdasarkan harga perolehan awal dikurangi akumulasi penyusutan. Kelebihannya adalah objektif, mudah diverifikasi, dan stabil. Kekurangannya adalah kurang relevan ketika nilai pasar berubah signifikan, sehingga tidak mencerminkan kondisi ekonomi terkini. Sebaliknya, nilai wajar mengukur aset berdasarkan harga pasar saat ini. Kelebihannya adalah lebih relevan karena menunjukkan nilai ekonomis terkini yang bisa diperoleh jika aset dijual. Namun, kekurangannya adalah penentuan nilai wajar sering bergantung pada estimasi, apalagi jika pasar tidak aktif, sehingga bisa menimbulkan ketidakpastian dan berkurangnya keandalan.

2. Implikasi jika menggunakan model revaluasi
Jika PT Surya Terang memilih model revaluasi sesuai PSAK 16, maka nilai mesin akan disesuaikan dari Rp600.000.000 menjadi Rp400.000.000. Dalam laporan posisi keuangan, aset tetap (mesin) akan ditampilkan sebesar nilai wajarnya, sehingga lebih mencerminkan kondisi saat ini. Selisih penurunan sebesar Rp200.000.000 akan diakui sebagai kerugian revaluasi. Jika perusahaan sebelumnya memiliki surplus revaluasi di ekuitas, penurunan nilai dapat mengurangi surplus tersebut terlebih dahulu; jika tidak ada, maka langsung diakui dalam laba rugi. Artinya, laporan laba rugi akan menunjukkan beban kerugian yang mengurangi laba tahun berjalan. Dengan demikian, revaluasi berdampak pada penurunan ekuitas atau laba tergantung kondisi sebelumnya.

3. Apakah nilai wajar lebih relevan dan andal?
Dalam konteks ini, penggunaan nilai wajar memang lebih relevan dibanding biaya historis karena kondisi pasar telah berubah signifikan akibat teknologi baru, sehingga nilai tercatat berdasarkan biaya historis tidak lagi mencerminkan manfaat ekonomis yang dapat diperoleh perusahaan. Namun dari sisi keandalan, fair value berisiko lebih rendah jika terdapat pasar aktif dan penilaian dilakukan secara objektif. Dalam kasus ini, karena penilaian dilakukan oleh penilai independen, nilai wajar relatif dapat diandalkan. Maka dapat disimpulkan bahwa nilai wajar lebih tepat digunakan karena memenuhi relevansi tanpa mengabaikan keandalan, meskipun tetap ada risiko subjektivitas estimasi.
In reply to First post

Re: CASE STUDY

by Nadiya Adila -
Nama : Nadiya Adila
Npm : 2413031079
Kelas 24 C

1. Dalam kasus dijelaskan bahwa mesin produksi yang nilainya turun karena teknologi baru, dua model pengukuran aset tetap menurut PSAK 16 adalah Model Biaya (Cost Model) dan Model Revaluasi (Revaluation Model). Kedua model ini buat hitung nilai aset setelah dibeli awal, dan harus konsisten untuk aset sejenis.

Kelebihan model biaya :
Sederhana, objektif, dan stabilin laba-rugi
Kekurangan model biaya :
Nilai aset bisa overstated, dan impairment langsung rugikan laba besar.

Kelebihan model revaluasi :
Lebih relevan dan transparan buat investor, dan bisa menambah ekuitas jika naik
Kekurangan model revaluasi :
Subjektif, mahal (butuh appraisal rutin), dan laporan penurunan langsung ke laba rugi.

2. Implikasi Akuntansi Model Revaluasi PT Surya Terang Jika memilih Model Revaluasi (PSAK 16), mesin disesuaikan ke nilai wajar Rp400.000.000 (dari carrying amount Rp600.000.000), sehingga penurunan Rp200.000.000 diakui. Karena transisi dari Model Biaya, kemungkinan tanpa surplus OCI sebelumnya, dampaknya langsung ke laporan keuangan.
a. Neraca (Laporan Posisi Keuangan)
- Nilai mesin turun Rp200.000.000 jadi Rp400.000.000 neraca lebih nyata nunjukin nilai pasar tapi total asetnya menyusut.
- Ekuitas ikut turun lewat laba ditahan, kecuali ada surplus revaluasi lama yang bisa nutupin dulu.
- Penyusutan ke depan lebih ringan (misalnya Rp60.000.000 per tahun buat sisa 5 tahun, residu Rp100.000.000), jadi beban masa depan berkurang dan ROA bisa naik pelan-pelan.
b. Laba Rugi
- Rugi revaluasi Rp200.000.000 langsung dicatat sebagai beban di laba 2025, bikin laba tahun itu anjlok.
- Masa depan : Penyusutan lebih kecil bisa bantu naikkan laba
- Wajib dicantumkan dicatatan : cara nilai independen dan seberapa sering revaluasi.

3. Pengukuran nilai wajar pada PT Surya Terang lebih relevan karena mencerminkan nilai pasar terkini mesin yang sudah turun signifikan, sehingga informasi yang disajikan lebih berguna bagi pengambil keputusan. Namun, biaya historis lebih andal karena berdasarkan nilai yang terbukti dan dapat diverifikasi. Jadi, meski nilai wajar meningkatkan relevansi, ia bisa menurunkan keandalan jika proses pengukurannya tidak transparan dan sesuai standar PSAK. Manajemen harus menyeimbangkan keduanya agar laporan keuangan tetap informatif dan dapat dipercaya.
In reply to First post

Re: CASE STUDY

by Gifrika Tutut Pradiyana -
Nama: Gifrika Tutut Pradiyana
NPM: 2453031008
Kelas: 2024 C

1. Basis Pengukuran Aset:
Dua basis pengukuran yang relevan dalam Studi kasus ini adalah biaya historis dan nilai wajar.
A. Biaya Historis
Basis pengukuran ini mencatat aset pada biaya perolehan aslinya. Dalam kasus PT Surya Terang, biaya historis mesin adalah Rp1.000.000.000. Setiap tahun, nilai ini dikurangi dengan biaya penyusutan, yang dihitung menggunakan metode garis lurus.
Kelebihan:
• Objektif dan Andal: Biaya historis dapat diverifikasi dengan mudah menggunakan bukti transaksi, seperti faktur pembelian. Menjadikannya sangat akurat dan tidak dipengaruhi oleh sudut pandang individu.
• Konsisten: Penggunaan metode ini memberikan konsistensi data dari waktu ke waktu, sehingga mempermudah perbandingan laporan keuangan dari satu periode ke periode lainnya.
• Prinsip konservatisme: biaya historis biasanya tidak mengakui keuntungan yang belum nyata terjadi, supaya laporan keuangan lebih hati-hati dan tidak terlalu optimis.
Kekurangan:
• Tidak Relevan: Nilai yang disajikan dalam laporan keuangan mungkin tidak mencerminkan nilai ekonomis atau nilai pasar aset saat ini. Hal ini terlihat jelas dalam kasus PT Surya Terang, di mana nilai tercatat mesin sebesar Rp600.000.000 jauh berbeda dengan nilai wajarnya yang hanya Rp400.000.000.
• Menyesatkan: Laporan keuangan yang hanya menggunakan biaya historis bisa menyesatkan pengguna dalam pengambilan keputusan karena tidak mencerminkan kondisi aset yang sebenarnya.
B. Nilai Wajar
Basis pengukuran ini mencerminkan harga aset yang akan diterima jika aset tersebut dijual dalam transaksi pasar yang teratur pada tanggal pengukuran. Dalam kasus ini, nilai wajar mesin adalah Rp400.000.000.
Kelebihan:
• Relevan: Pengukuran menggunakan nilai wajar memberikan informasi yang lebih relevan dan terkini tentang nilai aset perusahaan, yang sangat berguna bagi investor dan kreditor dalam membuat keputusan.
• Mencerminkan Kondisi Pasar Sebenarnya: Nilai wajar menunjukkan dampak dari perubahan kondisi ekonomi dan teknologi terhadap aset, seperti yang dialami oleh PT Surya Terang.
Kekurangan:
• Kurang Objektif: Penentuan nilai wajar sering kali memerlukan estimasi dan penilaian, yang bisa menjadi subjektif, terutama untuk aset yang tidak memiliki pasar aktif.
• Penggunaan nilai wajar bisa menyebabkan laporan keuangan menjadi sangat fluktuatif, karena nilai aset dapat berubah drastis dari waktu ke waktu. Hal ini bisa menyulitkan perbandingan antarperiode.
• Biaya Tambahan: Menggunakan model revaluasi memerlukan biaya tambahan karena harus melakukan penilaian independen secara rutin

2. Jika PT Surya Terang memilih menggunakan model revaluasi, implikasi akuntansinya terhadap laporan keuangan akan signifikan.
A. Laporan Posisi Keuangan (Neraca)
Aset Tetap: Nilai tercatat mesin (Rp600.000.000) akan disesuaikan turun menjadi nilai wajarnya (Rp400.000.000). Ini menimbulkan penurunan nilai sebesar Rp200.000.000 . Penurunan nilai ini yang disebut rugi revaluasi, akan diakui.
Ekuitas: Penyesuaian nilai ini tidak akan mempengaruhi saldo laba ditahan secara langsung. Rugi revaluasi akan diakui sebagai rugi komprehensif lain dan akan mengurangi saldo ekuitas dalam komponen akumulasi rugi revaluasi atau langsung mengurangi laba ditahan jika kerugian ini membatalkan surplus revaluasi sebelumnya.
B. Laporan Laba Rugi
Tidak ada pengaruh langsung terhadap laba bersih dalam periode ini. PSAK 16 mengatur bahwa kerugian dari revaluasi diakui dalam pendapatan komprehensif lain, bukan di laporan laba rugi, kecuali jika kerugian tersebut membalik surplus revaluasi sebelumnya yang diakui di pendapatan komprehensif lain.
Namun, ke depannya, beban penyusutan akan dihitung berdasarkan nilai revaluasi yang baru (Rp400.000.000). Ini akan menghasilkan beban penyusutan yang lebih rendah dari tahun-tahun sebelumnya, yang pada akhirnya akan meningkatkan laba bersih di masa mendatang.

3. Dalam konteks kasus PT Surya Terang, pengukuran menggunakan nilai wajar lebih memenuhi karakteristik kualitatif relevansi dan keandalan dibandingkan biaya historis.
Relevansi: Nilai wajar memiliki relevansi yang lebih tinggi. Nilai tercatat mesin yang sebesar Rp600.000.000 tidak relevan karena tidak mencerminkan realitas pasar. Informasi ini bisa menyesatkan pihak-pihak yang berkepentingan. Penurunan drastis nilai pasar mesin adalah informasi yang relevan dan penting untuk pengambilan keputusan, dan hanya nilai wajar yang dapat menyajikan informasi ini.
Keandalan: Nilai wajar dalam kasus ini juga dapat dianggap andal. Penurunan nilai mesin didukung oleh penilaian independen, yang memberikan dasar yang objektif dan dapat diverifikasi. Meskipun penilaian mungkin mengandung estimasi, adanya pihak independen mengurangi subjektivitas dan meningkatkan keandalan.
Walaupun biaya historis biasanya dianggap lebih dapat dipercaya karena didukung oleh bukti transaksi, dalam kondisi terjadi penurunan nilai aset yang signifikan, keandalannya menurun karena tidak lagi mencerminkan kondisi ekonomi yang sebenarnya.
In reply to First post

Re: CASE STUDY

by Melinda Dwi Safitri -

Nama: Melinda Dwi Safitri

Npm: 2413031092

Kasus PT Surya Terang

  1. Basis Pengukuran yang Relevan
    Dalam kasus ini, terdapat dua basis pengukuran yang relevan yaitu biaya historis (historical cost) dan nilai wajar (fair value). Biaya historis berarti aset dicatat sebesar harga perolehannya, yaitu Rp1.000.000.000, lalu disusutkan selama 10 tahun dengan metode garis lurus sampai nilainya mendekati nilai residu Rp100.000.000. Kelebihan basis ini adalah sifatnya yang objektif, dapat diverifikasi, serta stabil dari periode ke periode sehingga memudahkan analisis tren. Namun, kelemahannya adalah informasi yang disajikan kurang relevan ketika kondisi pasar berubah signifikan, seperti munculnya teknologi baru yang membuat nilai pasar turun drastis. Sebaliknya, nilai wajar mencerminkan harga terkini yang dapat diperoleh jika aset dijual di pasar (Rp400.000.000). Basis ini lebih relevan bagi pengguna laporan keuangan karena menunjukkan kondisi ekonomi saat ini. Kekurangannya, penentuan nilai wajar sering bergantung pada penilaian independen dan asumsi pasar, sehingga mengandung unsur subjektivitas dan bisa menimbulkan fluktuasi besar dalam laporan keuangan.

  2. Implikasi Model Revaluasi
    Jika PT Surya Terang memilih model revaluasi sesuai PSAK 16 tentang Aset Tetap, maka mesin dicatat sebesar nilai wajarnya, yaitu Rp400.000.000. Selisih penurunan sebesar Rp200.000.000 (600 juta nilai tercatat – 400 juta nilai wajar) akan diakui sebagai kerugian dalam laporan laba rugi, karena nilai wajar lebih rendah daripada nilai tercatat. Dampaknya pada laporan posisi keuangan, aset tetap akan berkurang sehingga total aset dan ekuitas perusahaan juga menurun. Pada laporan laba rugi, muncul beban kerugian revaluasi yang menurunkan laba bersih periode berjalan. Selain itu, perhitungan penyusutan pada periode selanjutnya akan menggunakan nilai wajar baru (Rp400.000.000 – Rp100.000.000 nilai residu), sehingga beban penyusutan per tahun menjadi lebih kecil daripada sebelumnya. Hal ini dapat memengaruhi laba perusahaan di tahun-tahun berikutnya.

  3. Nilai Wajar vs Biaya Historis: Relevansi dan Keandalan
    Dalam konteks ini, pengukuran dengan nilai wajar lebih memenuhi karakteristik relevansi, karena informasi yang dihasilkan mencerminkan kondisi ekonomi terbaru dan membantu pemakai laporan keuangan membuat keputusan yang tepat, misalnya investor bisa menilai risiko penurunan aset akibat teknologi baru. Namun, dari sisi keandalan (faithful representation), biaya historis lebih unggul karena didasarkan pada transaksi nyata, objektif, dan dapat diverifikasi. Nilai wajar terkadang dipengaruhi oleh estimasi dan kondisi pasar yang berubah-ubah, sehingga menimbulkan ketidakpastian. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa nilai wajar lebih bermanfaat untuk memberikan informasi yang relevan, meskipun harus mengorbankan sebagian tingkat keandalan. Sebaliknya, biaya historis lebih dapat dipercaya stabilitasnya, tetapi kurang relevan karena tidak mencerminkan nilai ekonomi terkini.


In reply to First post

Re: CASE STUDY

by Sofia Dilara -

Nama: Sofia Dilara
NPM: 2413031091
Kelas: 2024 C

1. Basis Pengukuran yang Relevan
Dalam kasus PT Surya Terang, ada dua basis pengukuran yang bisa digunakan, yaitu biaya historis dan nilai wajar. Biaya historis adalah metode pencatatan aset berdasarkan harga perolehan awal dan dialokasikan melalui penyusutan selama umur manfaatnya. Metode ini memiliki kelebihan karena objektif, mudah diverifikasi, dan stabil dari fluktuasi pasar. 

Namun, kelemahannya adalah informasi bisa menjadi kurang relevan ketika nilai pasar aset sudah berubah jauh, sehingga laporan keuangan tidak lagi mencerminkan kondisi yang sebenarnya. Sebaliknya, nilai wajar mencatat aset berdasarkan harga yang dapat diterima jika dijual di pasar pada saat ini. Kelebihannya adalah informasi menjadi lebih relevan dan realistis, mencerminkan posisi keuangan perusahaan saat ini. Akan tetapi, kelemahannya terletak pada sifatnya yang kadang subyektif karena bergantung pada penilaian independen, biaya penilaian yang tidak sedikit, serta kemungkinan menimbulkan fluktuasi pada laporan keuangan.

2. Implikasi Model Revaluasi
Jika PT Surya Terang memilih untuk menggunakan model revaluasi sesuai PSAK 16, maka ada beberapa dampak yang muncul pada laporan keuangan. Dalam laporan posisi keuangan, nilai mesin yang sebelumnya tercatat Rp600.000.000 harus disesuaikan menjadi Rp400.000.000 sesuai nilai pasar saat ini. Selisih Rp200.000.000 dicatat sebagai kerugian revaluasi. Jika perusahaan memiliki surplus revaluasi sebelumnya, kerugian tersebut akan mengurangi saldo surplus, namun jika tidak ada maka langsung dibebankan pada laba rugi. Dampaknya pada laporan laba rugi adalah munculnya beban kerugian di tahun revaluasi. Selain itu, untuk periode-periode berikutnya, beban penyusutan akan berkurang karena dasar perhitungan penyusutan menjadi lebih kecil setelah revaluasi. Dari sisi ekuitas, surplus revaluasi atau laba ditahan akan menurun sesuai dengan pencatatan kerugian yang timbul.

3. Relevansi vs Keandalan
Jika dilihat dari karakteristik kualitatif laporan keuangan, pengukuran dengan nilai wajar lebih mampu memenuhi relevansi dibandingkan biaya historis. Hal ini karena nilai wajar mencerminkan kondisi terkini perusahaan, terutama setelah adanya teknologi baru yang membuat nilai mesin turun drastis. Sementara biaya historis memang lebih andal karena berbasis transaksi nyata, tetapi angka Rp600.000.000 sudah tidak lagi mencerminkan nilai ekonomis mesin. Informasi ini justru bisa menyesatkan pemakai laporan keuangan dalam menilai aset perusahaan. Dengan demikian, meskipun penggunaan nilai wajar mungkin mengurangi aspek keandalan karena bergantung pada penilaian, dalam kasus PT Surya Terang relevansi lebih penting untuk menjaga agar laporan keuangan tetap bermanfaat sebagai dasar pengambilan keputusan.


In reply to First post

Re: CASE STUDY

by IREN AGISTA PUTRI 2413031071 -
NAMA : IREN AGISTA PUTRI
NPM : 2413031071

1. A. Biaya Historis:
Basis ini mencatat aset pada jumlah kas atau setara kas yang dibayarkan untuk memperolehnya (Rp 1.000.000.000). Nilai tercatat mesin pada tahun 2025 sebesar Rp 600.000.000 adalah hasil dari penerapan basis ini setelah dikurangi akumulasi penyusutan.
Kelebihan: Basis ini sangat andal (reliable) karena didukung oleh bukti transaksi yang objektif dan mudah diverifikasi.
Kekurangan: Basis ini kurang relevan (less relevant) karena nilai buku yang Rp 600.000.000 tidak mencerminkan nilai ekonomis mesin saat ini, yang hanya Rp 400.000.000 akibat perubahan teknologi.
B. Nilai Wajar:
Basis ini mencerminkan harga jual aset dalam transaksi teratur antar pelaku pasar (Rp 400.000.000). Manajemen mempertimbangkan model revaluasi untuk mencerminkan nilai ini.
Kelebihan: Basis ini sangat relevan (highly relevant) karena menyajikan informasi yang lebih up-to-date dan faktual mengenai nilai aset di pasar, berguna untuk pengambilan keputusan.
Kekurangan: Basis ini seringkali kurang andal karena nilai wajar diperoleh dari estimasi dan penilaian independen, yang dapat bersifat subjektif dan berpotensi mahal

2. Jika PT Surya Terang memilih model revaluasi sesuai PSAK 16, dan mempertimbangkan bahwa nilai wajar (Rp 400.000.000) lebih rendah dari nilai tercatat (Rp 600.000.000), ini berarti terjadi penurunan nilai (impairment).
Implikasi pada Laporan Posisi Keuangan (Neraca) :
Nilai aset tetap (mesin) akan disajikan ulang sebesar Rp 400.000.000.
Akumulasi penyusutan akan disesuaikan.
Tidak ada Surplus Revaluasi yang timbul di Ekuitas karena ini adalah penurunan nilai.
Implikasi pada Laporan Laba Rugi :
Selisih penurunan nilai sebesar Rp 200.000.000 (Rp 600 jt – Rp 400 jt) wajib diakui sebagai Kerugian Penurunan Nilai (Impairment Loss).
Kerugian ini akan dicatat sebagai beban pada periode 2025, yang akan secara signifikan menurunkan Laba Bersih perusahaan pada tahun tersebut. PSAK mensyaratkan kerugian ini dicatat langsung ke Laba Rugi untuk mencerminkan dampak ekonomi buruk dari aset yang usang.

3. Pengukuran menggunakan Nilai Wajar (Rp 400.000.000) dalam konteks ini lebih memenuhi karakteristik kualitatif relevansi dibandingkan biaya historis.
Relevansi :
Nilai wajar jauh lebih relevan karena mencerminkan realitas ekonomi bahwa mesin tersebut hanya bernilai Rp 400.000.000 akibat munculnya teknologi baru. Informasi ini bersifat materiil dan dapat memengaruhi keputusan pengguna laporan keuangan (investor) mengenai valuasi perusahaan dan potensi kerugian. Biaya historis yang sudah disusutkan (Rp 600.000.000) adalah data masa lalu yang tidak lagi menggambarkan nilai ekonomi masa kini.
Keandalan :
Meskipun relevan, nilai wajar pada umumnya memiliki tingkat keandalan yang lebih rendah karena melibatkan estimasi dan pertimbangan dari penilai. Namun, dalam kasus penurunan nilai yang jelas dan didukung oleh penilaian independen (pihak ketiga), keandalan nilai wajar dapat dianggap memadai (memenuhi keterwakilan yang jujur). Pelaporan kerugian penurunan nilai (impairment loss) sebesar Rp 200.000.000 adalah contoh bagaimana akuntansi mengutamakan substansi ekonomi (nilai mesin benar-benar turun) daripada sekadar bentuk legal (biaya perolehan historis).
In reply to First post

Re: CASE STUDY

by Salwa Trisia Anjani -
Nama: Salwa Trisia Anjani
Npm: 2413031090
Kelas: 24C

Jawaban:
1. PT Surya Terang menghadapi dilema akuntansi setelah munculnya teknologi baru yang menyebabkan nilai pasar mesin produksinya menurun drastis. Dalam kasus ini, terdapat dua basis pengukuran yang relevan untuk dipertimbangkan, yaitu biaya historis dan nilai wajar. Biaya historis mencatat aset sebesar harga perolehannya dikurangi akumulasi penyusutan dan rugi penurunan nilai. Basis ini memiliki kelebihan berupa objektivitas yang tinggi karena didukung bukti transaksi yang jelas dan dapat diverifikasi. Selain itu, biaya historis juga memberikan stabilitas laporan keuangan sehingga mudah dipahami. Namun, kelemahan biaya historis adalah kurangnya relevansi ketika kondisi ekonomi berubah signifikan. Nilai tercatat aset sering kali tidak lagi mencerminkan realitas pasar, sebagaimana terlihat dalam kasus mesin PT Surya Terang.

Sebaliknya, pengukuran menggunakan nilai wajar akan lebih mampu menggambarkan kondisi terkini karena aset dinilai berdasarkan harga yang akan diterima jika dijual pada tanggal pelaporan. Kelebihannya terletak pada relevansi yang tinggi, di mana informasi yang disajikan lebih bermanfaat bagi pengambilan keputusan ekonomi. Nilai wajar juga memungkinkan penilaian yang lebih tepat terhadap posisi keuangan perusahaan. Namun, pengukuran ini memiliki kelemahan berupa potensi subjektivitas karena bergantung pada metode penilaian dan asumsi tertentu. Selain itu, biaya untuk memperoleh penilaian independen dapat menambah beban perusahaan, dan laporan keuangan menjadi kurang stabil karena fluktuasi nilai pasar.

2. Apabila PT Surya Terang memilih untuk menggunakan model revaluasi sesuai dengan PSAK 16, maka akan timbul implikasi akuntansi terhadap laporan keuangan. Dalam laporan posisi keuangan, nilai tercatat mesin akan disesuaikan menjadi Rp400.000.000 sesuai nilai wajar hasil penilaian independen. Selisih sebesar Rp200.000.000 dari nilai tercatat sebelumnya (Rp600.000.000) akan diakui sebagai rugi revaluasi. Konsekuensinya, laporan laba rugi akan mencatat kerugian sebesar Rp200.000.000 yang secara langsung mengurangi laba tahun berjalan. Di sisi lain, perhitungan beban penyusutan ke depan juga berubah karena akan didasarkan pada nilai baru Rp400.000.000 dikurangi nilai residu Rp100.000.000 dan dibagi dengan sisa umur manfaat mesin.

3.Dalam menilai apakah biaya historis atau nilai wajar lebih tepat digunakan, perlu dilihat dari sisi karakteristik kualitatif informasi akuntansi. Biaya historis jelas lebih andal karena objektif dan dapat diverifikasi, namun informasi yang dihasilkan dalam kasus ini kurang relevan karena tidak mencerminkan kondisi ekonomi aktual. Sebaliknya, nilai wajar meskipun memiliki kelemahan dari sisi keandalan akibat bergantung pada estimasi dan penilaian, justru lebih relevan karena menggambarkan realitas pasar saat ini. Dengan adanya penilaian independen, keandalan nilai wajar dapat ditingkatkan sehingga pemakai laporan keuangan lebih memahami kondisi sebenarnya dari aset perusahaan. Oleh karena itu, dalam konteks penurunan nilai mesin akibat teknologi baru, penggunaan nilai wajar dianggap lebih memenuhi tujuan penyajian laporan keuangan yang relevan bagi pengambilan keputusan ekonomi para pemangku kepentingan.
In reply to First post

Re: CASE STUDY

by Siti haryanti 2413031094 -
Nama : Siti Haryanti
Npm : 2413031094


PT Surya Terang menghadapi dilema ketika nilai mesin produksinya menurun karena perkembangan teknologi. Mesin yang awalnya dibeli pada tahun 2020 seharga Rp1 miliar dengan estimasi umur ekonomis sepuluh tahun dan nilai sisa Rp100 juta, disusutkan menggunakan metode garis lurus. Pada tahun 2025, nilai buku mesin tersebut tercatat Rp600 juta. Namun, penilaian independen menunjukkan bahwa nilai pasarnya hanya Rp400 juta. Kondisi ini menimbulkan pertanyaan apakah perusahaan sebaiknya tetap menggunakan dasar biaya historis atau beralih ke nilai wajar.

Penggunaan biaya historis memiliki keunggulan dari segi keandalan karena angka yang ditampilkan berasal dari transaksi riil sehingga dapat diverifikasi. Laporan keuangan dengan pendekatan ini juga lebih sederhana dan stabil. Akan tetapi, kelemahannya adalah informasi yang dihasilkan tidak selalu sesuai dengan keadaan ekonomi terkini. Dalam kasus PT Surya Terang, nilai Rp600 juta tidak lagi mencerminkan nilai sesungguhnya dari mesin di pasar.

Sebaliknya, jika perusahaan menerapkan pengukuran nilai wajar, laporan keuangan akan menunjukkan kondisi yang lebih relevan. Nilai Rp400 juta memberikan gambaran lebih akurat bagi pemangku kepentingan tentang aset perusahaan di tahun 2025. Namun, penerapan nilai wajar juga memiliki kelemahan, terutama karena pengukuran sangat bergantung pada estimasi dan penilaian pihak ketiga. Hal ini menimbulkan potensi subjektivitas, apalagi jika pasar aktif untuk aset tersebut terbatas.

Apabila manajemen memilih model revaluasi sesuai PSAK 16, maka neraca akan disesuaikan dengan nilai Rp400 juta. Selisih Rp200 juta dari nilai buku harus diakui sebagai penurunan nilai. Jika sebelumnya belum ada surplus revaluasi, maka rugi revaluasi ini akan langsung berdampak pada laba rugi, sehingga menurunkan laba bersih. Dari sisi karakteristik kualitatif, nilai wajar memang lebih relevan untuk pengambilan keputusan ekonomi, meskipun biaya historis tetap unggul dari sisi keandalan. Dengan demikian, pilihan dasar pengukuran harus dipertimbangkan secara hati-hati agar laporan tetap relevan sekaligus dapat dipercaya.
In reply to First post

Re: CASE STUDY

by Niabi Rahma Wati -
Nama: Niabi Rahma Wati
NPM: 2413031078

1. Dua Basis pengukuran yang relevan
Menurut saya, dua basis pengukuran yang relevan dengan kasus PT. Surya Terang yaitu biaya historis dan nilai wajar (fair value), karena keduanya merepresentasikan pendekatan akuntansi yang berbeda yang sedang dipertimbangkan oleh manajemen untuk menyajikan informasi keuangan yang tepat.
a) biaya historis, menurut FSAB 2007 historical cost mencatat aset berdasarkan harga perolehan saat terjadinya transaksi awal.
Kelebihan: Objektif dan dapat diverifikasi, stabil tidak terpengaruh dengan fluktuasi pasar, serta basis pengukuran ini mudah dipahami oleh pengguna yang masih awam.
Kekurangan: kurang relevan terhadap kondisi pasar yang sering berubah ubah dan tidak dapat mencerminkan nilai ekonomi saat ini, hal ini dapat menyesatkan dalam pengambilan sebuah Keputusan.

b) nilai wajar (fair value), mencerminkan estimasi nilai pasar saat ini dari suatu aset atau liabilitas pada tanggal pelaporan.
Kelebihan: basis pengukuran ini lebih relevan karna mencerminkan kondisi ekonomi dan nilai aset terkini dan memberikan informasi yang lebih akurat bagi penggunanya.
Kekurangan: penilaian yang subjektif, laporan keuangan lebih fluktuasi karena dipengaruhi pasar, dan biaya penilaian yang tinggi.

2. Implikasi Akuntansi Model Revaluasi
Revaluasi adalah penilaian kembali aset tetap Perusahaan baik karena meningkatnya nilai aset di pasaran atau menurunnya nilai aset akibat devaluasi atau lainnya, sehingga nilai aset tetap yang tersaji dalam laporan keuangan tidak lagi mencerminkan nilai wajar. Jika PT Surya Terang memilih menggunakan model revaluasi, maka:
Pada laporan posisi keuangan (neraca), nilai mesin akan disesuaikan dari Rp. 600.000.000 menjadi Rp. 400.000.000, sehingga terjadinya penurunan nilai aset tetap sebesar Rp. 200.000.000 kemudian ekuitas akan berkurang melalui penurunan saldo revaluasi ataupun langsung memengaruhi laba ditahan.
Pada Laporan Laba Rugi, penurunan nilai aset sebesar Rp. 200.000.000 diakui sebagai beban dalam laporan laba rugi, kemudian beban penyusutan ke depannya akan lebih kecil karna basis aset turun menjadi Rp. 400.000.000

3. Analisis Karakteristik Kualitatif
Keandalan dan relevansi informasi keuangan; nilai historis dinilai lebih unggul dari sisi keandalan, karena pada dasarnya pada data transaksi nyata di masa lalu yang dapat diverifikasi dan bebas dari estimasi. Namun, dalam lingkup bisnis yang terus berubah, informasi historis sering kali dianggap kurang relevan karena tidak mencerminkan nilai terkini dari aset atau liabilitas. Sebaliknya, nilai wajar dianggap lebih relevan karena mencerminkan nilai pasar saat ini, tetapi juga mengandung tingkat subjektivitas dan estimasi yang lebih besar, sehingga dapat mengurangi tingkat keandalannya.
Berdasarkan kasus PT. Surya Terang, nilai wajar dianggap lebih unggul dari sisi relevansi, namun nilai historis lebih unggul dari sisi keandalannya. PSAK sendiri memberikan fleksibilitas dengan memperbolehkan Perusahaan tetap menggunakan nilai historis atau memilih model revaluasi, asalkan konsisten untuk seluruh aset sejenis.
In reply to First post

Re: CASE STUDY

by Della Puspita -
Nama : Della Puspita
NPM : 2453031007

1. Identifikasi dan jelaskan dua basis pengukuran yang relevan dalam kasus ini. Bandingkan kelebihan dan kekurangannya.
JAWAB:
Dalam peristiwa yang dialami PT Surya Terang, terdapat dua pendekatan pengukuran aset yang dapat digunakan, yaitu biaya perolehan historis dan nilai wajar.
1. Biaya Perolehan Historis (Historical Cost)
•Pengertian: Mesin dicatat sebesar harga perolehannya pada awal pembelian, yaitu Rp1.000.000.000, lalu dialokasikan sebagai beban penyusutan sesuai masa manfaat dan nilai residunya.
•Kelebihan
-Data yang digunakan bersumber dari transaksi nyata sehingga lebih objektif.
-Praktis diterapkan karena tidak perlu penilaian ulang setiap periode.
-Nilainya relatif stabil sehingga tidak mudah berubah akibat kondisi pasar.
•Kekurangan
-Nilai buku yang tersaji bisa jauh berbeda dengan kondisi pasar terkini.
-Kurang mencerminkan manfaat ekonomi yang sebenarnya masih bisa diperoleh dari aset.
-Potensial menyesatkan pengguna laporan keuangan jika harga pasar menurun drastis.

2. Nilai wajar (Fair Value)
Pengertian: Mesin dinilai sesuai harga pasar terkini, yaitu Rp400.000.000 hasil penilaian independen.
•Kelebihan
-Lebih mencerminkan kondisi ekonomi saat ini karena didasarkan pada harga yang berlaku di pasar.
-Memberikan informasi yang lebih relevan bagi pengambilan keputusan pemangku kepentingan.
-Menggambarkan risiko dan posisi keuangan perusahaan secara lebih realistis.
•Kekurangan
-Proses penilaian bisa melibatkan subjektivitas karena bergantung pada asumsi penilai atau kondisi pasar.
-Nilai yang dicatat dapat berubah-ubah sehingga membuat laporan keuangan kurang stabil.
-Dapat menimbulkan pengaruh langsung terhadap laba atau rugi, misalnya adanya kerugian penurunan nilai ketika harga pasar lebih rendah dari nilai buku.

2. Jika PT Surya Terang memilih untuk menggunakan model revaluasi, sebutkan implikasi akuntansinya terhadap laporan keuangan, khususnya pada laporan posisi keuangan dan laba rugi.
JAWAB:
Jika PT Surya Terang memakai model revaluasi, maka:

•Laporan Posisi Keuangan: Nilai mesin disesuaikan menjadi Rp400.000.000. Selisih Rp200.000.000 dicatat sebagai rugi revaluasi sehingga aset dan ekuitas turun.
•Laporan Laba Rugi: Penurunan nilai bisa muncul sebagai kerugian. Selain itu, beban penyusutan ke depan dihitung berdasarkan nilai revaluasi baru, sehingga laba bersih juga bisa berubah.

3. Apakah pengukuran menggunakan nilai wajar lebih memenuhi karakteristik kualitatif relevansi dan keandalan dibandingkan biaya historis dalam konteks ini? Jelaskan dengan alasan kritis.
JAWAB:
Dalam situasi PT Surya Terang, penggunaan nilai wajar lebih mencerminkan keadaan ekonomi sekarang karena menunjukkan harga pasar mesin sebesar Rp400.000.000, sehingga informasi yang diberikan lebih relevan bagi pihak yang membutuhkan laporan keuangan. Sebaliknya, biaya historis memang lebih dapat diandalkan karena didasarkan pada angka perolehan nyata, tetapi nilainya sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi aset saat ini. Secara kritis, relevansi seharusnya lebih diprioritaskan karena informasi yang tidak sesuai realitas dapat menyesatkan keputusan ekonomi. Oleh sebab itu, meskipun nilai wajar mengandung unsur estimasi, tetap lebih tepat digunakan agar laporan keuangan menunjukkan gambaran yang aktual dan jujur.
In reply to First post

Re: CASE STUDY

by zara nur rohimah -
Nama : Zara Nur Rohimah
Npm : 2413031070
Kelas : 2024C

1. Identifikasi dan jelaskan dua basis pengukuran yang relevan dalam kasus ini. Bandingkan kelebihan dan kekurangannya.
Jawab :
Dua basis pengukuran utama yang relevan dalam kasus ini adalah Biaya Historis (Historical Cost) dan Nilai Wajar (Fair Value).
- Biaya Historis Kelebihannya Keandalan Tinggi: Mudah diverifikasi karena didasarkan pada harga transaksi aktual di masa lalu. Kekurangannya Kurang Relevan: Nilai aset tidak mencerminkan harga pasar, terutama jika terjadi perubahan teknologi atau inflasi yang signifikan (seperti kasus PT Surya Terang di 2025).

- Nilai Wajar Kelebihannya Relevansi Tinggi: Mencerminkan kondisi pasar dan nilai ekonomi aktual mesin saat ini ($400 juta), sangat berguna untuk keputusan investasi. Kekurangannya Keandalan Rendah: Lebih subjektif karena didasarkan pada estimasi dan penilaian independen, yang dapat menimbulkan ketidakpastian pengukuran.


2. Jika PT Surya Terang memilih untuk menggunakan model revaluasi, sebutkan implikasi akuntansinya terhadap laporan keuangan, khususnya pada laporan posisi keuangan dan laba rugi.
Jawab :
Jika PT Surya Terang menggunakan model revaluasi dan nilai tercatat ($600 juta) lebih besar dari nilai wajar ($400 juta), maka terjadi Defisit Revaluasi atau Penurunan Nilai (Impairment) sebesar Rp200.000.000 ($600 juta - $400 juta).

A. Laporan Posisi Keuangan (Neraca)
-Aset Mesin: Nilai aset (mesin) akan diturunkan menjadi Rp400.000.000.
-Ekuitas: Penurunan nilai Rp200 juta ini akan mengurangi Laba Ditahan karena diakui sebagai beban di Laporan Laba Rugi.

B. Laporan Laba Rugi
-Beban Penurunan Nilai: Seluruh selisih kerugian revaluasi sebesar Rp200.000.000 akan diakui sebagai Beban Penurunan Nilai (Loss on Impairment).
-Dampak Laba: Laba Bersih tahun 2025 akan turun sebesar Rp200.000.000 akibat pengakuan beban tersebut.


3. Apakah pengukuran menggunakan nilai wajar lebih memenuhi karakteristik kualitatif relevansi dan keandalan dibandingkan biaya historis dalam konteks ini? Jelaskan dengan alasan kritis.
Jawab : Dalam konteks kasus ini, pengukuran menggunakan Nilai Wajar lebih memenuhi karakteristik kualitatif relevansi dan representasi jujur dibandingkan Biaya Historis.
- Relevansi: Nilai Wajar ($400 juta) jauh lebih relevan karena mencerminkan nilai ekonomi aktual mesin pasca guncangan teknologi. Informasi ini sangat penting bagi pengguna laporan untuk memprediksi arus kas masa depan dan menilai risiko aset. Nilai Biaya Historis ($600 juta) dianggap tidak relevan karena didasarkan pada kondisi pasar yang sudah tidak berlaku lagi.

- Keandalan (Representasi Jujur): Meskipun Biaya Historis unggul dalam aspek verifikasi (sangat objektif), ia gagal memberikan representasi yang jujur (faithful representation) atas kondisi ekonomi aset saat ini. Melaporkan aset yang hanya bernilai Rp400 juta sebagai Rp600 juta menyesatkan. Oleh karena itu, penurunan nilai ke Nilai Wajar, meskipun menggunakan estimasi, lebih jujur dalam menyajikan realitas ekonomi PT Surya Terang kepada para pemangku kepentingan.
In reply to First post

Re: CASE STUDY

by Esa Azalia Zahra -
Nama : Esa Azalia Zahra
NPM : 2413031084
Kelas : C

1. Pada kasus ini, terdapat dua dasar pengukuran yang dapat dipertimbangkan yaitu biaya historis dan nilai wajar.
-Biaya Historis berarti merujuk pada total biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh aset saat pembelian. PT Surya Terang, biaya historis untuk mesin tercatat sebesar Rp1. 000. 000. 000. Dasar ini dianggap lebih objektif karena didukung bukti transaksi nyata. Kelebihannya adalah mudah untuk diverifikasi dan tidak memerlukan perkiraan yang kompleks, sehingga dapat diandalkan. Namun, kelemahannya adalah tidak relevan untuk keputusan saat ini, karena tidak menunjukkan nilai pasar aset yang sebenarnya.
-Nilai Wajar berarti harga yang akan diterima untuk aset jika dijual dalam transaksi biasa antara pelaku pasar. Berdasarkan penilaian independen, nilai wajar saat ini untuk mesin tersebut adalah Rp400. 000. 000. Kelebihan dari nilai wajar adalah relevansinya yang tinggi karena mencerminkan nilai pasar sekarang, memberi informasi yang lebih bermanfaat untuk investor dan pemberi pinjaman. Di sisi lain, kelemahannya adalah kurangnya keandalan karena melibatkan estimasi dan penilaian, yang dapat bersifat subjektif dan rawan manipulasi.

2. Jika PT Surya Terang memutuskan untuk menggunakan model revaluasi, ada beberapa implikasi akuntansinya meliputi:
-Laporan Posisi Keuangan (Neraca): Nilai mesin (aset) akan disesuaikan dari nilai tercatat sebesar Rp600. 000. 000 menjadi nilai wajar Rp400. 000. 000. Penurunan nilai ini sebesar Rp200. 000. 000. Karena ini adalah penurunan pertama setelah pembelian aset, kerugian ini akan dicatat sebagai kerugian revaluasi dan langsung berdampak pada laporan laba rugi untuk tahun berjalan. Akibatnya, total aset akan mengalami penurunan, dan laba ditahan juga akan berkurang.
-Laporan Laba Rugi: Kerugian revaluasi sebesar Rp200. 000. 000 akan dicatat sebagai biaya, sehingga mengurangi laba bersih perusahaan di tahun 2025. Hal ini berpotensi mempengaruhi rasio profitabilitas dan hasil keuangan perusahaan dengan cara yang negatif.

3. Dalam konteks ini, pengukuran dengan metode nilai wajar lebih sesuai dengan karakteristik kualitatif relevansi dibandingkan keandalan.
-Relevansi: Berarti pengukuran nilai wajar lebih relevan karena menyediakan informasi yang lebih tepat tentang potensi aset untuk menghasilkan arus kas di masa depan dan mencerminkan nilai pasar yang sebenarnya. Data ini sangat penting bagi investor dan kreditur dalam membuat keputusan yang bijaksana, terlebih dengan perkembangan teknologi yang cepat dan perubahan nilai aset yang signifikan.
-Keandalan: Meskipun nilai wajar memberikan informasi yang relevan, tingkat keandalannya mungkin lebih rendah dibandingkan dengan biaya historis. Biaya historis lebih dapat diandalkan karena didasarkan pada fakta transaksi yang telah terjadi. Namun, dalam konteks ini, informasi dari biaya historis menjadi tidak relevan karena tidak mencerminkan nilai ekonomi yang sebenarnya. Oleh karena itu, meskipun terdapat unsur subjektivitas dalam penilaian, pengukuran nilai wajar tetap dianggap lebih baik karena memberikan gambaran yang lebih tepat mengenai kondisi keuangan perusahaan, terutama saat biaya historis tidak lagi relevan.
In reply to First post

Re: CASE STUDY

by Nuraini Naibaho 2413031076 -
Nama   : Nuraini Naibaho
Npm     : 2413031076
Kelas    : 24 C

1.      Identifikasi dan Penjelasan Dua Basis Pengukuran yang Relevan

Dalam kasus PT Surya Terang, dua basis pengukuran aset tetap (seperti mesin produksi) yang relevan sesuai PSAK 16 (Aset Tetap) adalah Model Biaya (Cost Model) dan Model Revaluasi (Revaluation Model). Keduanya digunakan untuk mengukur nilai aset setelah pengakuan awal.

a.      Model Biaya (Cost Model):

Aset dicatat pada biaya perolehan historis (Rp1.000.000.000 dalam kasus ini), dikurangi akumulasi penyusutan (menggunakan metode garis lurus selama 10 tahun, sehingga penyusutan tahunan Rp90.000.000 = (Rp1.000.000.000 - Rp100.000.000)/10) dan kerugian penurunan nilai (impairment) jika diperlukan. Pada 2025 (5 tahun setelah pembelian), nilai tercatat adalah Rp600.000.000, yang mencerminkan biaya historis yang disesuaikan dengan penggunaan aset.

Kelebihan:

- Objektif dan mudah diverifikasi karena didasarkan pada transaksi historis yang faktual.

- Konsisten dan sederhana dalam penerapan, mengurangi subjektivitas manajemen.

Kekurangan:

- Kurang relevan untuk aset yang nilai pasarnya berubah signifikan (seperti penurunan drastis akibat teknologi baru), sehingga tidak mencerminkan nilai ekonomi saat ini.

Dapat menghasilkan overstatement aset jika nilai wajar turun, yang memengaruhi rasio keuangan seperti ROA (Return on Assets).

b.      Model Revaluasi (Revaluation Model):

Aset dicatat ulang pada nilai wajar (fair value) pada tanggal revaluasi (Rp400.000.000 dalam kasus ini, berdasarkan penilaian independen), dikurangi penyusutan dan impairment selanjutnya. Revaluasi harus dilakukan secara berkala untuk memastikan nilai wajar tidak berbeda material dari nilai tercatat. Ini memungkinkan penyesuaian aset ke kondisi pasar terkini.

Kelebihan:

- Lebih relevan karena mencerminkan nilai ekonomi aset saat ini, terutama dalam situasi perubahan teknologi yang memengaruhi nilai pasar.

- Meningkatkan transparansi laporan keuangan bagi pengguna eksternal, seperti investor, yang membutuhkan informasi terkini.

Kekurangan:

- Subjektif karena bergantung pada penilaian independen, yang bisa bervariasi dan memerlukan biaya tinggi (appraisal fees).

- Volatilitas laporan keuangan akibat fluktuasi nilai wajar, yang dapat memengaruhi persepsi stabilitas perusahaan.

Perbandingan Kelebihan dan Kekurangan:

a.      Model Biaya lebih unggul dalam hal keandalan dan kesederhanaan, cocok untuk perusahaan stabil seperti PT Surya Terang yang khawatir dampak pada laba rugi, tetapi kurang fleksibel menghadapi perubahan eksternal seperti teknologi baru.

b.      Model Revaluasi lebih baik untuk relevansi, terutama dalam konteks impairment potensial (Rp200.000.000 penurunan), tetapi berisiko volatilitas dan biaya, yang bisa bertentangan dengan kepatuhan PSAK jika tidak dilakukan secara konsisten. 

2.      Implikasi Akuntansi Model Revaluasi terhadap Laporan Keuangan

Jika PT Surya Terang memilih model revaluasi, implikasi utamanya adalah penyesuaian aset ke nilai wajar Rp400.000.000 dari nilai tercatat Rp600.000.000, yang menghasilkan penurunan sebesar Rp200.000.000. Menurut PSAK 16 dan PSAK 1 (Penyajian Laporan Keuangan), implikasi spesifik adalah sebagai berikut:

a.      Implikasi pada Laporan Posisi Keuangan (Neraca)

Nilai aset (mesin) akan diturunkan menjadi Rp400.000.000, mengurangi total aset secara keseluruhan.

Penurunan nilai akan dicatat sebagai pengurangan revaluation surplus (jika ada surplus sebelumnya dari revaluasi naik) di ekuitas (bagian dari Other Comprehensive Income/OCI). Jika surplus tidak mencukupi (misalnya, ini revaluasi pertama), sisanya akan diakui sebagai impairment loss di laba rugi, yang secara tidak langsung memengaruhi ekuitas melalui retained earnings.

Dampak keseluruhan: Rasio keuangan seperti current ratio atau debt-to-asset ratio membaik karena aset disesuaikan ke nilai realistis, tetapi ekuitas bisa menurun jika ada pengakuan di laba rugi.

b.      Implikasi pada Laporan Laba Rugi (Income Statement):

Tidak ada dampak langsung pada laba rugi untuk kenaikan revaluasi (jika terjadi di masa depan), karena dicatat di OCI. Namun, untuk penurunan (seperti kasus ini), Rp200.000.000 akan diakui sebagai beban impairment di laba rugi jika melebihi revaluation surplus sebelumnya, mengurangi laba bersih tahun berjalan.

Penyusutan masa depan akan dihitung berdasarkan nilai wajar baru (Rp400.000.000 dikurangi residu yang disesuaikan), yang lebih rendah, sehingga beban penyusutan tahunan menurun dan meningkatkan laba di periode selanjutnya.

Dampak keseluruhan: Potensi kerugian saat ini (impairment loss) dapat menekan laba rugi 2025, memengaruhi dividen dan pajak, tetapi mencerminkan realitas ekonomi untuk menghindari overstatement laba di masa depan.

Secara keseluruhan, model ini memastikan kepatuhan PSAK dengan mencerminkan nilai wajar, tetapi manajemen harus mempertimbangkan volatilitas OCI dan potensi dampak negatif pada laba rugi.

3.      Pengukuran Nilai Wajar vs. Biaya Historis: Pemenuhan Karakteristik Kualitatif Relevansi dan Keandalan

Ya, pengukuran menggunakan nilai wajar lebih memenuhi karakteristik kualitatif relevansi dibandingkan biaya historis dalam konteks ini, tetapi kurang memenuhi keandalan (representational faithfulness). Penilaian ini berdasarkan kerangka konseptual PSAK/IAS (karakteristik kualitatif utama: relevansi dan faithful representation/keandalan). Berikut penjelasan kritis:

a)      Relevansi (Predictive Value dan Confirmatory Value):

Nilai wajar (Rp400.000.000) lebih relevan karena memberikan informasi prediktif tentang nilai ekonomi aset saat ini, terutama dengan adanya teknologi baru yang menyebabkan penurunan pasar drastis. Ini membantu pengguna laporan (seperti investor) memprediksi arus kas masa depan dan mengonfirmasi impairment potensial, yang tidak tercermin dalam biaya historis (Rp600.000.000). Biaya historis kehilangan relevansi seiring waktu (5 tahun penggunaan), karena tidak menangkap perubahan eksternal, sehingga kurang berguna untuk pengambilan keputusan di industri manufaktur yang dinamis.

Alasannya karena dalam konteks impairment, relevansi nilai wajar mendukung prinsip PSAK 16 untuk mencerminkan kondisi terkini, menghindari misleading seperti overvaluation aset yang bisa menyesatkan stakeholder tentang kemampuan likuidasi.

b)      Keandalan (Faithful Representation, Verifiability, Neutrality):

Biaya historis lebih andal karena objektif, dapat diverifikasi melalui dokumen transaksi asli, dan netral (tidak dipengaruhi estimasi subjektif). Ini memastikan representasi yang setia terhadap substansi ekonomi aset pada saat perolehan, dengan verifiability tinggi melalui audit sederhana.

Nilai wajar kurang andal karena bergantung pada penilaian independen yang subjektif (misalnya, asumsi pasar untuk mesin usang), berpotensi bias manajemen untuk menghindari impairment loss, dan sulit diverifikasi sepenuhnya (volatilitas pasar). Dalam kasus ini, penurunan Rp200.000.000 bisa dipertanyakan akurasinya jika penilaian tidak konsisten.Alasannya karena meskipun nilai wajar meningkatkan relevansi, trade-off dengan keandalan bisa merusak kredibilitas laporan keuangan PT Surya Terang, terutama jika perusahaan khawatir kepatuhan PSAK. Biaya historis lebih unggul untuk keandalan jangka panjang, tetapi gagal dalam relevansi saat aset impaired, menimbulkan dilema etis di mana manajemen harus memprioritaskan informasi yang berguna meski kurang sempurna.

Kesimpulannya, nilai wajar lebih unggul secara keseluruhan untuk konteks perubahan teknologi ini, karena relevansi sering kali lebih krusial daripada keandalan absolut, sesuai dengan tujuan laporan keuangan untuk membantu pengambilan keputusan ekonomi. Namun, perusahaan harus menerapkan kontrol internal kuat untuk memitigasi subjektivitas.


In reply to First post

Re: CASE STUDY

by GRESCIE ODELIA SITUKKIR 2413031088 -

 Nama : Grescie Odelia Situkkir

NPM : 2413031088

Kelas : 2024C

Pertanyaan:

  1. Identifikasi dan jelaskan dua basis pengukuran yang relevan dalam kasus ini. Bandingkan kelebihan dan kekurangannya.
  2. Jika PT Surya Terang memilih untuk menggunakan model revaluasi, sebutkan implikasi akuntansinya terhadap laporan keuangan, khususnya pada laporan posisi keuangan dan laba rugi.
  3. Apakah pengukuran menggunakan nilai wajar lebih memenuhi karakteristik kualitatif relevansi dan keandalan dibandingkan biaya historis dalam konteks ini? Jelaskan dengan alasan kritis.

Jawaban :

1.  Identifikasi dan Penjelasan Dua Dasar Pengukuran yang Relevan

Dalam kasus PT Surya Terang, dua dasar pengukuran yang paling relevan adalah biaya historis dan nilai wajar. Biaya historis adalah nilai mesin saat dibeli, yaitu Rp1 miliar. Nilai ini kemudian disusutkan selama 10 tahun dengan metode garis lurus, sehingga pada tahun 2025, nilai tercatatnya menjadi Rp600 juta. Kelebihan dari biaya historis adalah konsistensi dan kepastian. Nilai ini mudah dihitung, tidak perlu penilaian eksternal, dan tidak berubah-ubah dari waktu ke waktu, sehingga memudahkan perbandingan antar periode pelaporan. Namun, kelemahannya sangat jelas: nilai ini sudah tidak mencerminkan kenyataan pasar. Dengan teknologi baru yang muncul, mesin tersebut kini jauh lebih murah di pasar, namun masih tercatat dengan harga tinggi. Hal ini bisa mengacaukan  karena memberi kesan bahwa aset masih bernilai tinggi meskipun kinerjanya sudah tidak efisien.Sementara itu, nilai wajar adalah harga pasar aktual dari mesin saat ini, yang telah dinilai secara independen sebesar Rp400 juta. Nilai ini jauh lebih mencerminkan realitas di lapangan. Jika perusahaan ingin membuat keputusan strategis seperti mengganti mesin atau menilai kinerja aset nilai wajar memberikan gambaran yang lebih akurat. Dengan begitu, manajemen bisa melihat bahwa mesin tersebut sudah tidak layak digunakan lagi, meskipun secara akuntansi masih tercatat sebagai aset. Namun, nilai wajar memiliki kekurangan: perlu penilai eksternal yang profesional, yang bisa menambah biaya dan waktu. Selain itu, karena nilai wajar bisa berubah-ubah tiap tahun, hal ini bisa mengurangi konsistensi dalam penyajian laporan keuangan. Jadi, secara garis besar, biaya historis lebih stabil tetapi kurang relevan, sedangkan nilai wajar lebih realistis tetapi lebih rumit.

2. Dampak Penggunaan Model Revaluasi terhadap Laporan Keuangan

Jika PT Surya Terang memilih model revaluasi, maka pengaruhnya terhadap laporan keuangan sangat penting, terutama pada laporan posisi keuangan (neraca) dan laporan laba rugi. Di laporan posisi keuangan, nilai mesin akan direvaluasi dari Rp600 juta menjadi Rp400 juta. Selisihnya sebesar Rp200 juta tidak akan langsung dimasukkan ke laba rugi. Menurut PSAK 16, kerugian revaluasi ini akan dicatat dalam ekuitas khusus, bukan di laba rugi. Artinya, laba bersih tidak langsung terganggu. Hal ini penting karena menjaga stabilitas laba, meskipun asetnya sudah tidak bernilai tinggi lagi. Namun, pencatatan ini akan mengurangi ekuitas perusahaan, yang bisa berpengaruh pada rasio keuangan seperti rasio kesehatan atau rasio utang terhadap ekuitas. Di sisi lain, laporan laba rugi juga akan terdampak secara tidak langsung. Karena dasar penyusutan dihitung dari nilai wajar (Rp400 juta), maka beban penyusutan tahunan akan lebih rendah dibandingkan jika menyusutkan dari nilai tercatat Rp600 juta. Akibatnya, laba operasional bisa terlihat lebih tinggi, meskipun mesinnya sudah tidak efisien. Ini bisa menimbulkan kesan positif pada laporan keuangan, tetapi perlu dijelaskan bahwa kenaikan laba ini bukan karena kinerja bisnis yang lebih baik, melainkan karena penyesuaian nilai aset yang lebih realistis. Secara keseluruhan, model revaluasi membuat laporan keuangan menjadi lebih transparan dan mencerminkan pasar nyata, meskipun membutuhkan pengelolaan lebih hati-hati terutama dalam pelaporan ekuitas dan pengungkapan informasi.

3.  Pembandingan Relevansi dan Konsistensi Nilai Wajar vs Biaya Historis

Apakah nilai wajar lebih baik dari biaya historis dalam hal relevansi dan konsistensi, dalam studi kasus ini? Ya, karena nilai wajar lebih unggul dalam relevansi, meskipun agak kalah dalam konsistensi. Relevansi adalah kemampuan informasi akuntansi untuk membantu pengambilan keputusan. Dalam kondisi PT Surya Terang, teknologi baru telah membuat mesin menjadi ketinggalan zaman. Jika perusahaan tetap menggunakan biaya historis, mereka akan terus melihat mesin sebagai aset bernilai tinggi, padahal di pasar nyata nilainya hanya Rp400 juta. Ini bisa mengelabui manajemen, investor, dan bank. Dengan nilai wajar, semua pihak bisa melihat betapa buruknya kondisi aset itu, sehingga bisa membuat keputusan lebih cepat, misalnya: harus ganti mesin atau tidak? Informasi ini sangat relevan dan membantu strategi jangka panjang. Bahkan, berdasarkan PSAK 16, perusahaan diperbolehkan untuk menggunakan model revaluasi sebagai pilihan, menunjukkan bahwa standar keuangan mendukung nilai wajar untuk keperluan informasi yang lebih baik. Di sisi lain,  konsistensi adalah keseragaman metode akuntansi dari waktu ke waktu. Biaya historis memang lebih konsisten karena tidak berganti-ganti nilai. Tapi, ini bukan jaminan keakuratan. Konsistensi yang tinggi tetapi tidak relevan justru bisa merugikan. Jika informasi tetap konsisten tetapi sudah tidak mencerminkan realitas, maka manfaatnya berkurang. Seorang manajer yang melihat laporan dengan nilai historis Rp600 juta mungkin akan menghindari mengganti mesin karena "asetnya masih bernilai tinggi", padahal sebenarnya itu adalah ilusi. Oleh karena itu, dalam dunia bisnis modern yang cepat berubah, relevansi harus lebih diutamakan daripada konsistensi semata. Walaupun nilai wajar sedikit mengurangi konsistensi karena perlu penilaian berkala, kualitas informasinya jauh lebih baik. Dalam situasi perusahaan seperti PT Surya Terang yang bergerak di industri teknologi manufaktur, dimana kecepatan perubahan sangat tinggi, nilai wajar memang lebih memenuhi prinsip akuntansi yang sehat karena menekankan pada keterwakilan nyata dan kegunaan informasi bagi semua pihak yang berkepentingan.

In reply to First post

Re: CASE STUDY

by Rizky Abelia Putri -
Nama: Rizky Abelia Putri
NPM: 2413031098
24C
1. Dalam Kasus ini terdapat 2 basis pengukuran yang relevan:
yang pertama ada Biaya Histori(Historical cost) dan yang kedua ada Nilai Wajar atau biasa disebut dengan (Fair Value)
Perbandingan Kelebihan dan Kekurangan
a). Biaya Historis memiliki kelebian yaitu: stabil, objektif dan mudah diverifikasi karena berbasis transaksi yang sudah terjadi, sedangkan kekurnangan nya adalah kurang relevannya karena tidak mencerminkan kondisi ekonomi atau nilai pasar terkini.
b). Nilai wajar(Fair Value) Kelebihanya dalah relevan karena menggambarkan kondisi pasar saat ini, dan kekurangan nya adalah adanya biaya tambahan untuk penilaian ulang secara berkala.

2.Jika PT Surya Terang memilih modek relaluasi (nilai wajar Rp.400jt);
a). Laporan posisi keuangan Neraca yaitu: tercatat mesin akan diturunkan dari Rp600jt menjadi Rp 400jt, Penurunan sebesar Rp.200jt akan dicatat sebagai rugi revaluasi
lalu, b). Lporan laba rugi akan; rugi sebesar Rp200jt dan bebn biaya penyusutan di tahun-tahun berikutnya.

3. dalam hal ini, nilai wajar lebih memenuhi karakteristik relevansi, sementara biaya histori lebih unggul dalam sisi keandalan. Oleh karna itu teputusan ada di tanggan pemegang perusahan, apakah mereka lebih memilih yng menekankan stbilitas atau yang relavansi
In reply to First post

Re: CASE STUDY

by Rulla Alifah -
Nama : Rulla Alifah
NPM : 2413031093

1. Dua basis pengukuran yang relevan
Pada kasus PT Surya Terang, basis yang relevan adalah biaya historis dan nilai wajar. Biaya historis mencatat aset berdasarkan harga perolehan dikurangi penyusutan, kelebihannya objektif, stabil, dan mudah diverifikasi, tetapi kurang relevan jika nilai pasar berubah drastis. Nilai wajar mencerminkan harga pasar saat ini sehingga lebih informatif bagi pengambilan keputusan, namun pengukurannya bisa subjektif, fluktuatif, dan membutuhkan biaya penilaian tambahan.

2. Implikasi akuntansi dari model revaluasi
Jika menggunakan model revaluasi, mesin dicatat sebesar Rp400.000.000 sesuai nilai wajar, turun dari Rp600.000.000. Selisih Rp200.000.000 diakui sebagai rugi revaluasi dalam laba rugi, kecuali ada saldo surplus revaluasi di ekuitas. Selain itu, dasar perhitungan penyusutan berubah karena menggunakan nilai baru dikurangi nilai residu, lalu dibagi dengan sisa umur manfaat.

3. Nilai wajar vs biaya historis
Dalam konteks ini, nilai wajar lebih relevan karena mencerminkan kondisi terkini setelah adanya teknologi baru, sementara biaya historis memberi gambaran yang kurang akurat. Dari sisi keandalan, biaya historis lebih tinggi karena berbasis transaksi nyata, namun informasinya kurang berguna jika jauh dari nilai pasar. Nilai wajar memang lebih rentan estimasi, tetapi tetap lebih bermanfaat bagi pengguna laporan keuangan.
In reply to First post

Re: CASE STUDY

by Lola Egidiya -
Nama : Lola Egidiya
NPM : 2413031087
Kelas : 24C

Analisis Akuntansi PT Surya Terang (2025)

1. Dua Basis Pengukuran: Biaya Historis dan Nilai Wajar
Dalam kasus PT Surya Terang, dua basis pengukuran yang relevan adalah Biaya Historis dan Nilai Wajar. Biaya Historis mencerminkan nilai perolehan yang sudah disusutkan (Nilai Tercatat Rp600 Juta). Kelebihannya adalah basis ini sangat objektif karena diverifikasi oleh transaksi masa lalu, namun kekurangannya adalah menjadi tidak relevan ketika pasar berubah drastis. Sementara itu, Nilai Wajar (Rp400 Juta) mencerminkan harga jual aset saat ini. Kelebihan utamanya adalah relevansi informasi yang tinggi untuk pengambilan keputusan, namun kekurangannya adalah berpotensi kurang andal atau subjektif karena berasal dari estimasi atau penilaian independen.

2. Implikasi Akuntansi Model Revaluasi
Jika PT Surya Terang menggunakan Model Revaluasi, aset harus disajikan sebesar nilai wajar yang baru, yaitu Rp400 Juta. Karena nilai wajar ini lebih rendah dari nilai tercatat (Rp600 Juta), timbul Kerugian Revaluasi sebesar Rp200 Juta. Secara spesifik, di Laporan Posisi Keuangan, nilai aset mesin akan turun menjadi Rp400 Juta. Konsekuensi utamanya, kerugian sebesar Rp200 Juta ini harus diakui segera sebagai beban dalam Laporan Laba Rugi, yang akan menyebabkan penurunan signifikan pada laba bersih tahun 2025. Inilah yang menjadi dasar kekhawatiran manajemen terhadap rasio profitabilitas dan kepatuhan PSAK.

3. Perbandingan Relevansi dan Keandalan
Dalam konteks penurunan nilai pasar yang ekstrem ini, pengukuran menggunakan Nilai Wajar (Rp400 Juta) lebih memenuhi karakteristik kualitatif relevansi dibandingkan Biaya Historis (Rp600 Juta). Nilai wajar jauh lebih relevan karena mencerminkan realitas ekonomi dan kemampuan aset menghasilkan kas di masa depan. Meskipun nilai wajar sering dianggap kurang andal karena melibatkan estimasi, dalam kasus ini, ia justru memberikan representasi yang lebih jujur daripada biaya historis yang sudah usang. Biaya historis sebesar Rp600 Juta menjadi menyesatkan (tidak andal) karena tidak lagi mencerminkan kondisi sebenarnya dari aset tersebut. Oleh karena itu, di sini, relevansi yang tinggi dari nilai wajar mengungguli keandalan formal dari biaya historis.
In reply to First post

Re: CASE STUDY

by Adinda Putri Zahra -
Nama: Adinda Putri Zahra
NPM: 2413031083
Kelas: 2024C

1.Dua dasar pengukuran yang paling relevan untuk PT Surya Terang adalah biaya historis dan nilai wajar. Biaya historis mencatat aset berdasarkan harga perolehan awal dikurangi penyusutan dan penurunan nilai. Metode ini memiliki kelebihan konsistensi yang tinggi karena didasarkan pada data transaksi yang jelas dan mudah digunakan. Namun kelemahannya adalah informasi yang dihasilkan dapat menjadi tidak relevan jika nilai aset pasar berubah secara signifikan, seperti yang terjadi karena munculnya teknologi baru. Sebaliknya, nilai wajar mengukur aset berdasarkan harga pasar saat ini, yang mencerminkan kondisi ekonomi terbaru. Metode ini lebih sesuai untuk memberikan gambaran nilai aset yang sebenarnya. Namun, metode ini memiliki kelemahan karena bergantung pada estimasi dan penilaian, yang dapat menjadi subjektif dan menyebabkan ketidakpastian dalam laporan keuangan.

2. Jika PT Surya Terang memutuskan untuk menerapkan model revaluasi dalam menilai mesin produksinya, maka nilai mesin tersebut akan diubah menjadi nilai wajar yang mencapai Rp400. 000. 000 dalam laporan posisi keuangan. Perubahan ini menunjukkan bahwa nilai tercatat mesin akan berkurang dari Rp600. 000. 000 menjadi Rp400. 000. 000, sehingga terjadi penurunan nilai sebesar Rp200. 000. 000. Penurunan nilai ini harus dicatat dalam laporan keuangan, dan jika sebelumnya tidak tersedia surplus revaluasi yang memadai untuk menutupi penurunan tersebut, maka kerugian yang terjadi sebesar Rp200. 000. 000 akan langsung dimasukkan dalam laporan laba rugi, yang dapat mengurangi laba bersih perusahaan untuk periode itu. Di samping itu, penyusutan mesin di masa depan akan dihitung berdasarkan nilai revaluasi yang baru dikurangi nilai residu, sehingga beban penyusutan tahunan juga akan menurun. Penerapan model revaluasi ini membuat laporan keuangan menggambarkan nilai aset yang lebih akurat sesuai dengan kondisi pasar saat ini, tetapi juga bisa menyebabkan fluktuasi laba akibat perubahan nilai wajarnya. Oleh karena itu, manajemen harus mempertimbangkan efek tersebut serta memastikan kepatuhan terhadap PSAK yang mengatur penggunaan model revaluasi demi menjaga transparansi dan keandalan pelaporan keuangan.

3.Nilai wajar sesuai untuk saat ini lebih penting dalam konteks ini karena menunjukkan keadaan pasar saat ini serta nilai ekonomi nyata dari aset. Dengan munculnya teknologi baru yang mengurangi nilai mesin, biaya yang tercatat sebelumnya tidak lagi memberikan informasi yang tepat mengenai nilai aset tersebut. Namun, nilai wajar kurang dapat diandalkan jika dibandingkan dengan biaya yang tercatat atau historis karena tergantung pada perkiraan dan evaluasi yang mungkin bersifat subjektif dan sulit untuk dilakukan dengan cara yang langsung. Penilaian dari pihak independen dapat membantu meningkatkan efektivitas, namun tetap menjaga risiko dan menutupi nilai yang dapat berdampak pada konsistensi laporan keuangan.
In reply to First post

Re: CASE STUDY

by Alfiantika Putri -
Nama : Alfiantika Putri
NPM : 2413031095

Jawaban Pertanyaan :
1. Dua basis pengukuran yang sesuai untuk PT Surya Terang adalah biaya historis dan model revaluasi (nilai wajar).
a. Biaya historis mencatat mesin berdasarkan harga beli dikurangi penyusutan. Kelebihannya sederhana dan andal karena berdasarkan fakta transaksi. Kekurangannya, nilai mesin yang tercatat tidak berubah walau nilai pasar turun, jadi kurang relevan dengan kondisi sekarang.
b. Model nilai wajar mencatat mesin sesuai nilai pasarnya sekarang. Kelebihannya, laporan keuangan lebih menggambarkan keadaan sebenarnya, jadi lebih relevan. Kekurangannya, perlu penilai independen, biaya lebih tinggi, dan nilai bisa berubah-ubah sehingga laporan keuangan jadi tidak stabil.
2. Jika PT Surya Terang memilih model revaluasi, laporan posisi keuangan akan menunjukkan nilai mesin hanya Rp400 juta (nilai wajar saat ini), sehingga aset tercatat turun. Di laporan laba rugi, akan muncul rugi penurunan nilai sebesar selisih antara nilai tercatat lama (Rp600 juta) dan nilai wajar baru (Rp400 juta), yaitu Rp200 juta, yang akan menurunkan laba perusahaan. Penyusutan berikutnya juga akan dihitung dari nilai baru ini. Selain itu, perusahaan harus memperhatikan pajak atas keuntungan atau kerugian revaluasi.
3. Pengukuran dengan nilai wajar lebih relevan karena menunjukkan nilai mesin sesuai kondisi pasar saat ini. Namun, keandalannya bisa dipertanyakan karena bergantung pada penilaian pihak ketiga yang bisa berbeda dan ada biaya tinggi. Biaya historis lebih andal karena berdasarkan transaksi nyata, tetapi kurang relevan karena tidak mencerminkan penurunan nilai pasar yang signifikan. Jadi dalam konteks PT Surya Terang yang mesin nilainya turun drastis, model revaluasi lebih baik untuk memberikan informasi yang berguna, tetapi perusahaan harus siap dengan dampak fluktuasi dan beban biaya yang timbul.
In reply to First post

Re: CASE STUDY

by Erlita Pakpahan -
nama : Erlita pakpahan
NPM : 2413031077


1. Dua basis pengukuran yang relevan: Biaya Historis Dan Nilai Wajar
-Biaya Historis (Historical Cost) Aset diukur sebesar jumlah kas atau setara kas yang dibayarkan pada saat perolehan. (Kerangka Konseptual PSAK 2019; PSAK 16 paragraf 30).
Penerapan di kasus: Mesin dibeli Rp1.000.000.000, disusutkan garis lurus selama 10 tahun
Akumulasi penyusutan (5 tahun): = (Rp1.000.000.000 − Rp100.000.000) / 10 × 5 = Rp450.000.000
Nilai tercatat (carrying amount) = Rp1.000.000.000 − Rp450.000.000 = Rp550.000.000 (dibulatkan ±Rp600.000.000)
- Nilai Wajar (Fair Value) merupakan Harga yang akan diterima untuk menjual aset atau dibayar untuk mengalihkan liabilitas antara pelaku pasar dalam transaksi teratur pada tanggal pengukuran (PSAK 68 / IFRS 13).
Penerapan di kasus: Penilai independen menunjukkan nilai wajar mesin = Rp400.000.000 per 2025.
-Kelebihan dan kekurangan Biaya Historis
Kelebihan : Objektif & dapat diverifikasi (berdasarkan transaksi nyata). Stabil, tidak mudah berfluktuasi. Cocok untuk lingkungan pasar tidak aktif.
Kekurangan: Kurang relevan saat nilai pasar berubah signifikan, dan Dapat menyesatkan jika nilai ekonomis aset sudah jauh menurun.
-Kelebihan dan kekurangan nilai wajar
Kelebihan : Lebih relevan secara ekonomi; mencerminkan kondisi terkini, dan Menunjukkan nilai aset yang sebenarnya bagi investor dan kreditur.
Kekurangan : Mengandung unsur estimasi & subyektivitas (terutama jika pasar tidak aktif), dan Menimbulkan volatilitas pada ekuitas & laba (OCI).

2. Model revaluasi akan menurunkan nilai aset, menurunkan laba tahun berjalan, tetapi setelahnya beban penyusutan menurun. Ekuitas bisa lebih kecil sementara, namun laporan keuangan menjadi lebih ekonomis realistis.

3. Dalam konteks PT Surya Terang: Nilai wajar memang memberikan relevansi tinggi, karena menunjukkan kondisi ekonomi terkini (aset sudah kehilangan sebagian manfaat). Namun jika penilaian bergantung pada input tidak teramati (pasar tidak aktif), maka keandalannya bisa dipertanyakan. Solusi kompromi: tetap gunakan model biaya historis dengan pengujian penurunan nilai (impairment test) (PSAK 48). Dalam hal ini, rugi penurunan nilai Rp200.000.000 diakui di laba rugi.Pendekatan ini menjaga keandalan dan mengakui penurunan nilai secara wajar tanpa volatilitas berlebihan.
Jadi Lebih baik kita mengkombinasi nilai wajar dan biaya historis karna nilai wajar unggul dalam relevansi, dan biaya historis unggul dalam keandalan dan auditabilitas jika keduanya di kombinasikan keduanya akan membuat pelaporan paling tepat dalam konteks di Indonesia.
In reply to First post

Re: CASE STUDY

by Rency Husna Adinda -
Nama: Rency Husna Adinda
Npm: 2413031082

1. Identifikasi dan jelaskan dua basis pengukuran yang relevan dalam kasus ini. Bandingkan kelebihan dan kekurangannya.
Dua basis pengukuran yang relevan:
1. Biaya historis (Historical Cost)
Aset dicatat sebesar harga perolehannya (Rp1.000.000.000) dan disusutkan sesuai umur manfaat.
Kelebihan:
-Objektif dan dapat diverifikasi karena berdasarkan transaksi nyata.
-Stabil dan tidak terpengaruh oleh fluktuasi pasar.
-Mudah diterapkan dan dipahami.
Kekurangan:
-Tidak mencerminkan nilai ekonomi saat ini, sehingga kurang relevan.
-Dapat menyesatkan jika nilai pasar turun jauh di bawah nilai buku.
2. Nilai wajar (Fair Value)
Aset diukur berdasarkan nilai pasar saat ini (Rp400.000.000 pada tahun 2025).
Kelebihan:
-Lebih relevan dan mencerminkan kondisi ekonomi terkini.
-Memberikan informasi yang lebih berguna untuk pengambilan keputusan.
Kekurangan:
-Dapat bersifat subjektif jika pasar tidak aktif.
-Menimbulkan volatilitas pada laporan keuangan.

2. Jika PT Surya Terang memilih untuk menggunakan model revaluasi, sebutkan implikasi akuntansinya terhadap laporan keuangan, khususnya pada laporan posisi keuangan dan laba rugi.
Implikasi pada laporan posisi keuangan (neraca):
-Nilai aset tetap (mesin) akan meningkat atau menurun sesuai hasil revaluasi (misal dari Rp600 juta menjadi Rp400 juta).
-Selisih revaluasi diakui dalam ekuitas (surplus revaluasi) jika nilai naik, atau rugi penurunan nilai jika turun.
-Akumulasi penyusutan disesuaikan dengan nilai revaluasi baru.
Implikasi pada laporan laba rugi:
-Jika terjadi penurunan nilai (impairment) karena revaluasi, maka rugi penurunan nilai akan mengurangi laba.
-Penyusutan berikutnya dihitung berdasarkan nilai aset yang baru, sehingga beban penyusutan per tahun bisa berubah.

3. Apakah pengukuran menggunakan nilai wajar lebih memenuhi karakteristik kualitatif relevansi dan keandalan dibandingkan biaya historis dalam konteks ini? Jelaskan dengan alasan kritis.
Relevansi:
Nilai wajar lebih relevan, karena mencerminkan kondisi ekonomi terkini dan menggambarkan potensi manfaat ekonomi yang sebenarnya dari aset. Dalam kasus ini, mesin mengalami penurunan nilai akibat teknologi baru, sehingga nilai wajar Rp400 juta memberikan gambaran yang lebih akurat.
Keandalan:
Biaya historis lebih andal, karena berdasarkan transaksi nyata dan mudah diverifikasi. Sedangkan nilai wajar bisa bersifat estimasi dan tergantung pada penilai independen.
In reply to First post

Re: CASE STUDY

by Muhammad Fawwaz -
nama = muhammad khalil fawwaz
npm = 2413031085
kelas = 2024 c

1. Dua pendekatan pengukuran yang relevan:
Berkenaan dengan PT Surya Terang, dua teknik pengukuran utama yang relevan adalah:
a. Biaya Historis, atau biaya historis.
Aset dicatat berdasarkan nilai perolehannya dikurangi akumulasi penyusutan dan kerugian penyusutan.
Contoh:
Sebuah perangkat senilai Rp1.000.000.000 kemudian disusutkan menggunakan pendekatan garis lurus selama sepuluh tahun, dengan nilai sisa Rp100.000.000.
→ Beban penyusutan tahunan sama dengan (1.000.000.000 – 100.000.000) / 10, atau Rp90.000.000 per tahun.
Lima tahun setelahnya (2025), nilai buku sama dengan 1.000.000.000 - (90.000.000 x 5) = Rp550.000.000 (dibulatkan menjadi Rp600.000.000 per kueri).
Manfaat:
Berdasarkan transaksi aktual, objektif dan dapat diverifikasi.
Stabil dan perubahan pasar memiliki pengaruh yang kecil.
Mudah diterapkan, tidak perlu penilaian ulang.
Defisit:
Kurang tepat ketika terjadi pergeseran pasar yang besar (misalnya, inovasi teknologi menurunkan nilai pasar).
Tidak mencerminkan nilai ekonomi aset saat ini.
Jika nilai buku berbeda secara signifikan dari nilai pasar, informasi tersebut seharusnya menyesatkan.
b. Nilai wajar adalah nilai moneter.
Sesuai dengan harga yang akan diterima untuk menjual aset dalam transaksi wajar antara pelaku pasar pada tanggal pengukuran (PSAK 68), aset diukur.
Manfaat:
Lebih tepat karena mencerminkan nilai pasar dan situasi ekonomi terkini.
Menawarkan informasi yang berguna untuk pengambilan keputusan ekonomi.
Kekurangan:
Penetapan nilai wajar memerlukan estimasi atau evaluasi yang tidak memihak, sehingga mengandung beberapa faktor subjektif.
Nilainya dapat berubah, yang menyebabkan hasil laba rugi yang tidak menentu.
Evaluasi membutuhkan upaya dan biaya tambahan.
2. Konsekuensi akuntansi saat menggunakan model revaluasi:
Jika PT Surya Terang memilih untuk menerapkan model revaluasi sesuai dengan PSAK 16 (Aset Tetap):
a. Dampak terhadap Laporan Posisi Keuangan:
Nilai tercatat Mesin akan berubah dengan nilai wajar, dari Rp600.000.000 menjadi Rp400.000.000.
Kerugian revaluasi akan dicatat sebesar selisih revaluasi negatif (Rp200.000.000).
Kerugian devaluasi ini akan langsung dilaporkan dalam laba rugi jika tidak ada cadangan penilaian atau akan mengurangi surplus revaluasi (jika sebelumnya ada).
b. Dampak terhadap Laporan Laba Rugi:
Jika penurunan nilai ini tidak diimbangi dengan surplus revaluasi yang ada, akan terjadi kerugian revaluasi sebesar Rp200.000. Rp400.000.000 akan dilaporkan sebagai beban dalam laporan laba rugi untuk periode tersebut.
Dengan nilai baru (Rp400.000.000) dan sisa masa manfaat 5 tahun, beban amortisasi berikut akan dihitung untuk mengurangi amortisasi tahunan.
c. Dampak selanjutnya:
Revaluasi di masa mendatang (jika dilakukan) dapat menghasilkan surplus revaluasi yang akan dicatat dalam ekuitas (pendapatan komprehensif lain).
Perusahaan secara hukum terikat untuk mengungkapkan dasar revaluasi, tanggal revaluasi terbaru, dan teknik penilaian dalam catatan atas laporan keuangan.
3. Nilai wajar versus biaya historis: relevansi dan akurasi:
Relevansi:
Dalam skenario PT Surya Terang, nilai wajar lebih relevan karena mencerminkan kondisi ekonomi terkini.
Karena perkembangan teknologi, nilai mesin terdepresiasi; dengan demikian, harga wajar Rp400.000.000 memberikan estimasi manfaat ekonomi yang tersisa lebih tepat daripada harga historis Rp600.000.000.
Representasi yang Andal: Keandalan
Berdasarkan transaksi yang nyata dan mudah diverifikasi, harga historis lebih dapat diandalkan.
Namun, ketika nilai pasar berfluktuasi secara signifikan, data dari biaya historis kurang representatif meskipun secara teknis masih akurat.
Tanpa pasar yang aktif, nilai wajar mungkin kurang dapat diandalkan; namun, dengan penilaian independen, keandalannya dapat ditingkatkan.
In reply to First post

Re: CASE STUDY

by Ratih Apriyani -
Nama: Ratih Apriyani
Npm: 2413031073

1. a. Biaya historis adalah nilai perolehan awal aset (mesin) dikurangi akumulasi penyusutan. Dalam kasus ini, mesin awalnya dicatat Rp1.000.000.000, disusutkan secara garis lurus, dan per 2025 nilai tercatatnya adalah Rp600.000.000.
Kelebihan: Objektif, mudah diverifikasi, dan stabil. Tidak terpengaruh fluktuasi pasar.
Kekurangan: Bisa menjadi kurang relevan jika pasar berubah drastis seperti pada kasus muncul teknologi baru; tidak mencerminkan nilai ekonomis saat ini.
b. Nilai wajar adalah estimasi harga transaksi wajar yang dapat diperoleh di pasar antara pihak yang berkeinginan dan berpengetahuan pada tanggal pelaporan—dalam hal ini, penilaian independen menunjukkan nilai wajar mesin menjadi Rp400.000.000.
Kelebihan: Lebih relevan dan mencerminkan kondisi ekonomi aktual. Pengguna laporan keuangan dapat menilai aset sesuai nilai pasar sekarang.
Kekurangan: Lebih subjektif, memerlukan estimasi dan judgement, berpotensi kurang andal jika pasar tidak aktif atau data terbatas.

2. Jika PT Surya Terang memilih menggunakan model revaluasi sesuai PSAK 16:
Laporan Posisi Keuangan:
Nilai mesin akan disesuaikan dari nilai tercatat (Rp600.000.000) menjadi nilai wajar baru (Rp400.000.000).
Selisih penurunan (Rp200.000.000) dicatat sebagai rugi revaluasi dan mengurangi saldo revaluasi aset pada ekuitas, atau diakui sebagai kerugian pada laba rugi jika rugi melebihi saldo surplus revaluasi aset yang pernah diakui sebelumnya.
Laporan Laba Rugi:
Penurunan nilai wajar yang melebihi saldo surplus revaluasi akan dibebankan sebagai rugi penurunan nilai (impairment loss) pada laba rugi periode berjalan, sehingga laba bersih perusahaan akan turun secara signifikan pada tahun revaluasi.

3. Perbandingan Nilai Wajar & Biaya Historis (Relevansi & Keandalan)
Relevansi: Dalam situasi seperti ini, penggunaan nilai wajar lebih memenuhi karakteristik relevansi, karena mencerminkan berapa banyak nilai ekonomi yang masih bisa diperoleh perusahaan dari aset pada saat pelaporan. Laporan keuangan menjadi lebih bermanfaat untuk pengambilan keputusan oleh pengguna atas kondisi ekonomi terkini.
Keandalan: Biaya historis biasanya lebih andal karena berbasis data transaksi nyata yang tidak berubah dan mudah diverifikasi. Namun, keandalannya jadi berkurang jika nilai pasar aset sudah jauh dari nilai tercatatnya, sehingga tidak menggambarkan kenyataan ekonomi. Nilai wajar membutuhkan estimasi dan pertimbangan profesional; selama penilaian dilakukan secara independen dan metodologinya transparan, keandalan bisa dijaga dalam tingkat wajar.
In reply to First post

Re: CASE STUDY

by Ivan Kurniawan -
Nama: Ivan Kurniawan
NPM: 2453031005
Kelas: 2024 C

1. Dua Dasar Pengukuran yang Relevan: Biaya Historis dan Nilai Wajar

a. Biaya Historis (Historical Cost)
• Pengertian: Aset dicatat sebesar harga perolehan awalnya dikurangi akumulasi penyusutan.
• Kelebihan:
• Objektif dan mudah diverifikasi (berdasarkan bukti transaksi).
• Stabil dari waktu ke waktu, mendukung konsistensi laporan.
• Kekurangan:
• Tidak mencerminkan kondisi ekonomi terkini, terutama jika nilai pasar berubah signifikan.
• Mengurangi relevansi informasi bagi pengambil keputusan karena tidak menunjukkan nilai aset yang sebenarnya saat ini.

b. Nilai Wajar (Fair Value)
• Pengertian: Aset dinilai sebesar harga yang akan diterima jika dijual di pasar wajar pada tanggal pelaporan.
• Kelebihan:
• Lebih relevan karena mencerminkan kondisi pasar terkini.
• Memberikan informasi yang lebih berguna untuk menilai posisi keuangan perusahaan secara aktual.
• Kekurangan:
• Mengandung unsur subjektivitas karena bergantung pada penilaian atau estimasi.
• Dapat menimbulkan fluktuasi besar dalam laporan laba rugi.



2. Dampak Penerapan Model Revaluasi terhadap Laporan Keuangan

Jika PT Surya Terang menerapkan model revaluasi (PSAK 16):
• Laporan Posisi Keuangan (Neraca):
• Nilai buku mesin akan dinaikkan dari Rp600.000.000 menjadi nilai wajar Rp400.000.000 (karena ini penurunan, bukan kenaikan).
• Selisih penurunan nilai sebesar Rp200.000.000 diakui sebagai kerugian revaluasi, kecuali jika sebelumnya ada surplus revaluasi untuk aset yang sama.
• Laporan Laba Rugi:
• Kerugian revaluasi sebesar Rp200.000.000 diakui sebagai beban penurunan nilai (impairment loss).
• Beban penyusutan selanjutnya akan lebih kecil karena nilai dasar aset sudah diturunkan menjadi Rp400.000.000.
In reply to First post

Re: CASE STUDY

by vie amanillah -
Nama: Vie Amanillah
NPM: 2413031097
Kelas: 2024C

1. Dalam kasus ini, PT Surya Terang berada di persimpangan antara dua basis pengukuran utama yang diatur dalam PSAK 16 (Aset Tetap):
A. Model Biaya (Cost Model)
Ini adalah model yang digunakan perusahaan sejak awal (basis biaya historis).
Definisi: Aset dicatat sebesar biaya perolehan (Rp1.000.000.000) dikurangi akumulasi penyusutan dan akumulasi rugi penurunan nilai (impairment loss).
Nilai Tercatat (Saat ini): Rp600.000.000 (sebelum penyesuaian).

Kelebihan:
Objektivitas & Keterverifikasian (Reliability): Sangat andal. Nilai perolehan (Rp1M) didukung oleh faktur pembelian yang objektif. Perhitungan penyusutan juga sistematis dan mudah diverifikasi.
Konservatif: Cenderung tidak melebih-lebihkan nilai aset.

Kekurangan:
Kurang Relevan: Seiring waktu, nilai buku (Rp600M) bisa sangat jauh dari nilai ekonomi sebenarnya (Rp400M), sehingga dapat menyesatkan investor mengenai nilai sumber daya perusahaan yang sebenarnya.

B. Model Revaluasi (Revaluation Model)
Ini adalah model yang sedang dipertimbangkan oleh manajemen.
Definisi: Aset dicatat sebesar nilai wajar (fair value) pada tanggal revaluasi (Rp400.000.000), dikurangi akumulasi penyusutan dan rugi penurunan nilai setelah tanggal tersebut.

Kelebihan:
Relevansi Tinggi: Menyajikan nilai aset yang paling mutakhir (terkini) bagi pengambil keputusan. Ini mencerminkan realitas ekonomi (substansi) dari aset tersebut.

Kekurangan:
Subjektivitas: Nilai wajar (Rp400M) berasal dari "penilaian independen". Meskipun independen, angka ini tetap merupakan estimasi (mungkin input Level 2 atau 3) dan tidak seobjektif harga faktur.
Kompleksitas & Biaya: Membutuhkan penilai profesional secara berkala, yang menambah biaya dan kompleksitas akuntansi.
Volatilitas: Dapat menyebabkan fluktuasi besar pada ekuitas (jika nilai naik) atau laba rugi (jika nilai turun).

2.Jika PT Surya Terang memilih beralih ke model revaluasi pada tahun 2025, implikasinya sangat signifikan, terutama karena nilai wajar lebih rendah dari nilai tercatat.
Nilai Tercatat (Buku): Rp600.000.000
Nilai Wajar (Pasar): Rp400.000.000
Selisih (Penurunan): Rp200.000.000

Menurut PSAK 16, perlakuan atas penurunan nilai akibat revaluasi adalah sebagai berikut:
Implikasi pada Laporan Laba Rugi: Penurunan nilai sebesar Rp200.000.000 harus diakui sebagai beban (Rugi Revaluasi) di dalam Laporan Laba Rugi periode berjalan (2025).
Ini adalah ketakutan utama manajemen. Penggunaan model revaluasi dalam kasus ini tidak menghindari dampak ke laba rugi.
Catatan: Rugi ini diakui di laba rugi karena ini adalah penurunan pertama (tidak ada "Surplus Revaluasi" sebelumnya atas aset ini yang bisa di-offset di ekuitas/OCI).
-Implikasi pada Laporan Posisi Keuangan (Neraca):
-Aset: Nilai tercatat Aset Tetap (Mesin) akan turun dari Rp600.000.000 menjadi Rp400.000.000.
-Ekuitas: Karena Rugi Revaluasi Rp200M diakui di Laba Rugi, ini akan mengurangi Laba Bersih, yang pada akhirnya akan mengurangi Saldo Laba (Retained Earnings) di dalam Ekuitas.

3. Dalam konteks ini, pengukuran menggunakan nilai wajar (Rp400M) jelas lebih unggul dalam memenuhi kombinasi karakteristik kualitatif relevansi dan representasi tepat, dibandingkan mempertahankan nilai historis (Rp600M).

Berikut alasan kritisnya:
A. Relevansi (Relevance)
Nilai Wajar (Rp400M): Jauh lebih relevan. Angka ini memberi tahu investor dan kreditur nilai ekonomi sebenarnya dari mesin tersebut pasca munculnya teknologi baru. Informasi ini memiliki nilai prediktif dan konfirmatif yang tinggi atas arus kas masa depan.

Biaya Historis (Rp600M): Sangat tidak relevan. Angka ini adalah "angka hantu" yang didasarkan pada perhitungan masa lalu dan tidak lagi mencerminkan kapasitas aset untuk menghasilkan pendapatan di masa depan. Mempertahankan angka ini akan menyesatkan investor.

B. Keandalan (Representasi Tepat / Faithful Representation)
Di sinilah letak perdebatan utamanya.
Representasi Tepat berarti menyajikan substansi ekonomi (economic substance) secara jujur, netral, dan bebas dari kesalahan material.
Biaya historis (Rp600M) mungkin akurat secara perhitungan (forma), tetapi tidak lagi jujur secara substansi. Menyatakan aset bernilai Rp600M padahal nilai ekonominya hanya Rp400M adalah bentuk misrepresentation (salah saji) realitas ekonomi.
Nilai wajar (Rp400M), meskipun berasal dari estimasi (penilai independen) dan mungkin kurang "objektif" dibandingkan faktur pembelian, adalah angka yang lebih jujur dan lebih tepat dalam merepresentasikan kondisi ekonomi aset saat ini.