CASE STUDY

CASE STUDY

CASE STUDY

Jumlah balasan: 26

PT Surya Terang adalah perusahaan manufaktur yang telah beroperasi selama 15 tahun di Indonesia. Pada tahun 2020, perusahaan membeli sebuah mesin produksi seharga Rp1.000.000.000. Mesin ini diperkirakan akan digunakan selama 10 tahun dengan nilai residu sebesar Rp100.000.000. PT Surya Terang menggunakan metode garis lurus untuk penyusutan.

Namun, pada tahun 2025, muncul teknologi baru yang menyebabkan nilai pasar mesin tersebut menurun drastis. Penilaian independen menunjukkan bahwa nilai wajar mesin saat ini hanya Rp400.000.000, sedangkan nilai tercatat (carrying amount) adalah Rp600.000.000.

Manajemen mempertimbangkan untuk menggunakan model revaluasi agar laporan keuangan mereka mencerminkan nilai wajar aset, namun mereka khawatir akan dampaknya terhadap laporan laba rugi dan kepatuhan terhadap PSAK.

Pertanyaan:

  1. Identifikasi dan jelaskan dua basis pengukuran yang relevan dalam kasus ini. Bandingkan kelebihan dan kekurangannya.
  2. Jika PT Surya Terang memilih untuk menggunakan model revaluasi, sebutkan implikasi akuntansinya terhadap laporan keuangan, khususnya pada laporan posisi keuangan dan laba rugi.
  3. Apakah pengukuran menggunakan nilai wajar lebih memenuhi karakteristik kualitatif relevansi dan keandalan dibandingkan biaya historis dalam konteks ini? Jelaskan dengan alasan kritis.

Sebagai balasan Kiriman pertama

Re: CASE STUDY

oleh Vina Nailatul Izza -
Nama : Vina Nailatul Izza
NPM : 2413031007

PT Surya Terang dihadapkan pada pilihan antara melanjutkan penggunaan model biaya historis atau beralih ke model revaluasi untuk mengukur mesin produksinya. Dua basis pengukuran yang relevan dalam kasus ini adalah Biaya Historis (Historical Cost) dan Nilai Wajar (Fair Value)

Biaya historis mengacu pada nilai aset pada saat perolehan, yang dalam kasus ini adalah Rp1.000.000.000. Aset kemudian disusutkan secara sistematis selama masa manfaatnya. Kelebihan dari basis ini adalah keandalannya, karena nilainya objektif, dapat diverifikasi, dan bebas dari bias. Namun, kekurangannya adalah kurang relevan pada periode setelah perolehan karena tidak mencerminkan kondisi ekonomi dan nilai pasar terkini, seperti yang terjadi dengan penurunan drastis nilai mesin PT Surya Terang. Sebaliknya, nilai wajar adalah harga yang akan diterima untuk menjual suatu aset dalam transaksi yang wajar antara pihak yang berkeinginan pada tanggal pengukuran. Kelebihannya adalah relevansinya yang tinggi karena memberikan informasi terkini tentang nilai aset yang lebih berguna untuk pengambilan keputusan ekonomi. Kekurangannya adalah kurang andal jika pasar tidak aktif, membuat penilaiannya menjadi subjektif dan bergantung pada estimasi, serta dapat menyebabkan volatilitas dalam laporan laba rugi.

Jika PT Surya Terang memilih untuk menggunakan model revaluasi, implikasi akuntansinya akan signifikan. Pada Laporan Posisi Keuangan (Neraca), nilai tercatat mesin akan diturunkan dari nilai bukunya yang sekarang, Rp. 600.000.000, menjadi nilai wajarnya, Rp. 400.000.000. Penurunan nilai sebesar Rp. 200.000.000 ini akan diakui dalam Laporan Laba Rugi sebagai beban penurunan nilai (impairment loss), yang akan secara langsung mengurangi laba tahun berjalan. Jika di kemudian hari nilai wajar aset meningkat, peningkatan tersebut (hingga mengganti kerugian revaluasi yang sebelumnya diakui dalam laporan laba) akan diakui langsung dalam ekuitas sebagai "cadangan revaluasi" dan tidak meningkatkan laba. Pilihan untuk menggunakan model revaluasi menurut PSAK 16 (aset tetap) bersifat permanen setelah dipilih, perusahaan harus menerapkannya secara konsisten kepada seluruh kelas aset tetap yang sejenis dan melakukan revaluasi secara rutin untuk memastikan nilai tercatat tidak berbeda material dengan nilai wajar pada akhir periode pelaporan.

Dalam konteks spesifik PT Surya Terang ini, pengukuran dengan nilai wajar lebih memenuhi karakteristik kualitatif relevansi dibandingkan biaya historis. Nilai wajar Rp. 400.000.000 memberikan informasi yang lebih berguna dan tepat waktu bagi pengguna laporan keuangan mengenai potensi manfaat ekonomi dari aset tersebut dan risiko yang melekat, terutama setelah adanya teknologi baru yang mengubah nilai ekonominya. Informasi biaya historis yang telah disusutkan (Rp. 600.000.000) sudah tidak relevan karena secara material melebih lebihkan nilai ekonomi yang sebenarnya.

Namun, pertanyaan tentang keandalan (reliability) lebih kompleks. Nilai wajar yang berasal dari penilaian independen umumnya dianggap cukup andal dan dapat diverifikasi. Meskipun mengandung unsur estimasi, tingkat keandalan ini mungkin masih dianggap memadai untuk penyajian yang wajar. Akan tetapi, keandalan nilai wajar sangat bergantung pada kualitas dan objektivitas dari penilai independen tersebut. Dalam standar akuntansi modern (seperti Kerangka Konseptual IFRS dan PSAK), konsep "keandalan" sering digantikan atau diwakili oleh karakteristik penghasilan yang tepat penyajian (faithful representation). Nilai wajar dalam kasus ini, jika didukung oleh appraisal yang kuat, dapat memberikan representasi yang lebih setia atas nilai ekonomi mesin yang sebenarnya pada tanggal pelaporan daripada biaya historis yang sudah kedaluwarsa. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa untuk keputusan ekonomi, manfaat relevansi dan representasi yang setia dari nilai wajar dalam situasi ini lebih unggul daripada keandalan objektif dari biaya historis yang sudah tidak mencerminkan realitas.
Sebagai balasan Kiriman pertama

Re: CASE STUDY

oleh Serly Natasa -
Nama: Serly Natasa
Npm: 2413031028

1. Dua basis pengukuran relevan dalam kasus tersebut yaitu:
a. Biaya Historis (Historical Cost)
Biaya historis adalah nilai perolehan awal aset saat dibeli, dikurangi akumulasi penyusutan. PT Surya Terang menggunakan metode garis lurus untuk menyusutkan mesin dari harga beli Rp1.000.000.000 selama 10 tahun dengan nilai residu Rp100.000.000. Kelebihan metode garis lurus adalah perhitungannya mudah dan beban penyusutan sama setiap tahun sehingga memudahkan perencanaan keuangan dan pelaporan. Namun, kelemahannya adalah nilai buku aset bisa menjadi tidak relevan jika terjadi penurunan nilai signifikan, karena biaya historis tidak mencerminkan nilai pasar saat ini. Beban penyusutan konstan juga menganggap kemampuan aset tetap sepanjang masa manfaat, padahal aset cenderung kehilangan nilai lebih cepat seiring waktu
b. Nilai Wajar (Fair Value) melalui model revaluasi
Nilai wajar mencerminkan harga pasar saat ini atau estimasi nilai penjualan aset. Pada 2025, PT Surya Terang mendapatkan penilaian nilai wajar mesin Rp400.000.000 lebih rendah dari nilai tercatat Rp600.000.000 akibat teknologi baru. Kelebihan model revaluasi adalah laporan keuangan lebih mencerminkan kondisi ekonomi nyata, memberikan informasi terbaru dan relevan untuk pengambilan keputusan. Namun, kelemahannya adalah fluktuasi nilai wajar dapat menyebabkan ketidakstabilan laba rugi, dan model ini memerlukan penilaian independen serta pemutakhiran nilai secara berkala, yang dapat meningkatkan beban administrasi dan biaya kepatuhan PSAK.

2. Implikasi Akuntansi Model Revaluasi pada PT Surya Terang yaitu jika PT Surya Terang menggunakan model revaluasi, maka nilai aset dicatat sebesar nilai wajar sekarang Rp400.000.000. Selisih penurunan nilai Rp200.000.000 dari nilai tercatat Rp600.000.000 dicatat sebagai kerugian penurunan nilai di laporan laba rugi atau dikurangkan dari surplus revaluasi jika ada. Pada laporan posisi keuangan, aset tetap akan tercatat senilai Rp400.000.000 dan nilai buku tercermin lebih akurat. Pada laporan laba rugi, dapat terjadi beban penurunan nilai yang mengurangi laba periode berjalan sehingga mengurangi laba bersih. Selain itu, akumulasi penyusutan akan disesuaikan berdasarkan nilai baru ini

3. Pengukuran nilai wajar lebih relevan dalam konteks ini karena mencerminkan kondisi pasar terkini dan nilai yang dapat diperoleh dari aset, sehingga memberikan informasi yang lebih berguna untuk pengambilan keputusan oleh pengguna laporan keuangan. Namun, nilai wajar memiliki kelemahan dalam keandalan karena penilaian bisa subjektif dan bergantung pada metode penilaian serta asumsi yang digunakan, sehingga mungkin tidak selalu konsisten dan dapat menimbulkan ketidakpastian. Sebaliknya, biaya historis lebih handal karena bersifat objektif, dapat diverifikasi, dan konsisten sepanjang waktu, tapi kurang relevan apabila nilai aset berubah signifikan dari nilai perolehannya. Oleh karena itu, penggunaan nilai wajar harus diiringi dengan pengungkapan yang memadai agar transparansi dan keandalan informasi tetap terjaga
Sebagai balasan Kiriman pertama

Re: CASE STUDY

oleh Nashita Shafiyah -
Nama : Nashita Shafiyah 
Npm : 2413031009



1. Dalam kasus PT Surya Terang, terdapat dua basis pengukuran aset tetap yang relevan, yaitu biaya historis dan nilai wajar. Biaya historis merupakan pencatatan aset berdasarkan harga perolehan dikurangi akumulasi penyusutan dan rugi penurunan nilai. Kelebihan biaya historis adalah lebih mudah diukur, objektif, serta stabil karena berdasarkan transaksi aktual. Namun, kelemahannya adalah kurang relevan, sebab nilai tercatat bisa jauh berbeda dengan kondisi pasar terkini. Sebaliknya, nilai wajar atau revaluasi mencatat aset sesuai nilai pasar pada tanggal revaluasi. Metode ini lebih relevan karena mencerminkan kondisi ekonomi terkini dan memberikan gambaran realistis bagi pemakai laporan keuangan. Kekurangannya adalah pengukuran lebih kompleks, memerlukan penilaian independen, bersifat subjektif, serta berpotensi menimbulkan fluktuasi nilai aset di laporan keuangan.

2. Apabila PT Surya Terang menggunakan model revaluasi, maka nilai mesin akan disesuaikan dari Rp600.000.000 (nilai buku) menjadi Rp400.000.000 (nilai wajar). Selisih penurunan sebesar Rp200.000.000 akan dicatat sebagai rugi revaluasi. Karena ini merupakan penurunan pertama dan tidak ada surplus revaluasi sebelumnya, maka rugi tersebut langsung diakui dalam laporan laba rugi, sehingga mengurangi laba tahun berjalan. Pada laporan posisi keuangan, nilai aset tetap akan tercatat sebesar Rp400.000.000. Selain itu, perhitungan penyusutan di periode berikutnya akan menggunakan nilai baru sebesar Rp400.000.000 sebagai dasar, bukan lagi nilai tercatat sebelumnya Rp600.000.000. Dengan demikian, model revaluasi berdampak pada penurunan laba tahun berjalan dan penyesuaian nilai aset serta beban penyusutan di masa depan.

3. Dalam konteks ini, pengukuran menggunakan nilai wajar lebih memenuhi karakteristik relevansi karena mencerminkan kondisi ekonomi terkini. Dengan adanya teknologi baru yang menyebabkan penurunan drastis nilai pasar mesin, informasi berbasis nilai wajar akan lebih bermanfaat bagi pengambilan keputusan pengguna laporan keuangan. Namun, dari sisi keandalan, biaya historis lebih unggul karena bersifat objektif, mudah diverifikasi, dan tidak bergantung pada estimasi penilai. Sementara itu, nilai wajar cenderung kurang andal karena bergantung pada penilaian independen dan asumsi tertentu. Oleh karena itu, terdapat trade-off antara relevansi dan keandalan. Dalam kasus PT Surya Terang, nilai wajar dianggap lebih tepat digunakan karena memberikan gambaran yang lebih realistis dan relevan terkait nilai mesin saat ini, meskipun sedikit mengurangi aspek keandalan dibandingkan biaya historis.
Sebagai balasan Kiriman pertama

Re: CASE STUDY

oleh Eris Ana Dita -
Nama : Eris Ana Dita
Npm : 2413031017

1. Dua basis pengukuran yang relevan dalam kasus PT Surya Terang adalah:
a). Biaya Historis: Aset dicatat berdasarkan harga perolehan pada saat pembelian dikurangi akumulasi penyusutan. Kelebihannya adalah prosesnya sederhana, mudah dipahami, dan menyediakan stabilitas dalam laporan keuangan karena beban penyusutan yang konsisten setiap periode. Kekurangannya, nilai tercatat bisa tidak mencerminkan nilai pasar terkini, apalagi saat ada penurunan nilai akibat teknologi baru.Nilai Wajar

b). Model Revaluasi : Aset dinilai ulang berdasarkan nilai pasar saat ini. Kelebihannya, laporan keuangan menjadi lebih relevan karena mencerminkan kondisi pasar yang sesungguhnya. Namun, kekurangannya adalah nilai wajar yang dapat berfluktuasi menyebabkan ketidakstabilan laba rugi dan kompleksitas dalam penilaian yang memerlukan estimasi atau penilaian independen.

2. Jika PT Surya Terang memilih model revaluasi, dalam laporan posisi keuangan, nilai mesin akan disesuaikan turun menjadi Rp400.000.000 dari nilai tercatat Rp600.000.000, sehingga terjadi penurunan nilai sebesar Rp200.000.000.Penurunan nilai ini akan dicatat sebagai kerugian dalam laporan laba rugi, langsung mengurangi laba perusahaan.Penyusutan masa depan akan dihitung ulang dengan basis nilai wajar tersebut dan sisa umur manfaat, yang dapat mengubah besaran beban penyusutan tahun-tahun mendatang.

3. Pengukuran menggunakan nilai wajar dalam konteks ini lebih memenuhi karakteristik relevansi karena memberikan gambaran nilai aset yang aktual sesuai kondisi pasar sehingga informasi menjadi lebih berguna untuk pengambilan keputusan. Namun, aspek keandalan nilai wajar bisa lebih rendah dibanding biaya historis karena nilai wajar bergantung pada estimasi dan penilaian yang bisa bersifat subjektif serta berfluktuasi. Sementara itu, biaya historis lebih mudah diverifikasi dan memiliki dasar bukti kuat, sehingga lebih dapat diandalkan meskipun kurang relevan dalam kondisi pasar yang berubah drastis.
Sebagai balasan Kiriman pertama

Re: CASE STUDY

oleh Fathiyah Dzahirah 2413031001 -
Nama : Fathiyah Dzahirah
NPM : 2413031001

1. Dua basis pengukuran yang relevan adalah biaya historis dan nilai wajar. Biaya historis mencatat aset sebesar harga perolehan dikurangi akumulasi penyusutan. Kelebihannya adalah objektif, mudah diverifikasi, dan stabil, sehingga meningkatkan keandalan. Kekurangannya, biaya historis kurang relevan saat kondisi pasar berubah drastis, sehingga informasi bisa usang. Sebaliknya, nilai wajar mencerminkan harga pasar terkini yang lebih relevan untuk pengambilan keputusan. Namun, kelemahannya adalah ketergantungan pada estimasi dan penilaian independen yang dapat menurunkan objektivitas serta meningkatkan volatilitas laporan keuangan.

2. Jika PT Surya Terang menggunakan model revaluasi, aset mesin pada laporan posisi keuangan akan disesuaikan ke nilai wajar Rp400.000.000. Selisih revaluasi negatif antara nilai tercatat (Rp600.000.000) dan nilai wajar (Rp400.000.000) sebesar Rp200.000.000 harus diakui sebagai rugi revaluasi dalam laporan laba rugi, kecuali jika sebelumnya terdapat saldo surplus revaluasi aset yang sama di ekuitas. Selanjutnya, penyusutan akan dihitung berdasarkan nilai wajar baru dan sisa umur manfaat, sehingga beban penyusutan di periode mendatang juga berubah.

3. Dalam konteks ini, nilai wajar lebih memenuhi karakteristik relevansi karena mencerminkan kondisi ekonomi terkini akibat teknologi baru, sehingga membantu pengguna laporan keuangan membuat keputusan yang tepat. Namun, dari sisi keandalan, biaya historis lebih unggul karena berbasis pada transaksi nyata yang dapat diverifikasi. Oleh karena itu, meskipun nilai wajar meningkatkan relevansi, penerapannya harus hati-hati agar tetap dapat diandalkan, misalnya melalui penilaian independen dan pengungkapan yang memadai.
Sebagai balasan Kiriman pertama

Re: CASE STUDY

oleh Resti Gustin -
Nama : Resti Gustin
NPM : 2413031020

1. Dua Basis Pengukuran yang Relevan dalam Kasus Ini

Dalam menghitung nilai aset tetap seperti mesin produksi PT Surya Terang, menurut PSAK 16 terdapat dua model pengukuran yang dapat digunakan setelah pengakuan awal, yaitu model biaya historis dan model revaluasi.

-Model biaya historis adalah pendekatan yang umum digunakan di mana aset dicatat pada harga perolehan awalnya yang sudah dikurangi akumulasi penyusutan dan akumulasi kerugian penurunan nilai jika ada. Kelebihan dari metode ini adalah bahwa nilainya didasarkan pada biaya yang sebenarnya dikeluarkan perusahaan, sehingga lebih dapat diandalkan dan konsisten dari waktu ke waktu. Metode ini juga mudah diadministrasikan dan diaudit karena berdasarkan data transaksi aktual. Namun, kekurangannya adalah nilai tercatat aset tidak mencerminkan nilai pasar yang berlaku saat ini. Dalam kasus PT Surya Terang, nilai tercatat mesin masih Rp600 juta, padahal nilai pasarnya hanya Rp400 juta akibat pergeseran teknologi. Hal ini menjadikan laporan keuangan kurang informatif dan kurang relevan karena tidak menunjukkan kondisi ekonomi yang sebenarnya.
-Sebaliknya, model revaluasi mengukur aset tetap berdasarkan nilai wajarnya yang dapat diukur secara andal setiap kali dilakukan revaluasi. Dengan pendekatan ini, nilai tercatat aset disesuaikan dengan nilai pasar saat revaluasi dilakukan, sehingga laporan keuangan menjadi lebih relevan dan menunjukkan nilai aset yang aktual. Namun, model ini juga memiliki kelemahan, seperti kebutuhan penilaian berkala, biaya penilaian yang bisa mahal, dan fluktuasi nilai aset yang dapat menyebabkan volatilitas laba rugi ketika terjadi penurunan nilai yang harus diakui secara langsung. Selain itu, penilaian nilai wajar terkadang mengandung unsur subjektivitas, terutama bila pasar tidak aktif.

Dalam konteks PT Surya Terang, model revaluasi dapat memberikan gambaran yang lebih tepat tentang nilai aset yang sesungguhnya, terutama karena ada perubahan teknologi yang menyebabkan penurunan pasar mesin secara drastis.

2. Implikasi Akuntansi Model Revaluasi terhadap Laporan Keuangan

Apabila PT Surya Terang memutuskan menggunakan model revaluasi, maka nilai mesin akan disesuaikan menjadi nilai wajar terbaru sebesar Rp400.000.000 dikurangi akumulasi penyusutan setelah revaluasi. Jika nilai tercatat sebelumnya adalah Rp600.000.000, maka terdapat penurunan sebesar Rp200.000.000. Penurunan nilai ini akan diakui dalam laporan keuangan sebagai berikut: jika perusahaan sebelumnya memiliki surplus revaluasi atas aset tersebut di ekuitas, maka penurunan nilai aset akan mengurangi surplus tersebut. Namun, jika penurunan nilai tersebut melebihi saldo surplus revaluasi, kelebihan penurunan nilai harus diakui sebagai beban dalam laporan laba rugi.
Hal ini dapat berdampak pada penurunan laba periode berjalan. Dalam laporan posisi keuangan, aset tetap akan muncul dengan nilai tercatat yang lebih mendekati nilai pasar saat ini, sehingga neraca akan lebih realistis dan relevan menggambarkan kondisi ekonomi perusahaan.
Namun, di sisi laporan laba rugi, beban penyusutan juga mungkin mengalami perubahan mengikuti nilai aset yang baru, dan ada kemungkinan munculnya beban penurunan nilai yang dapat menimbulkan fluktuasi profitabilitas perusahaan. Selain itu, perusahaan wajib mengungkapkan secara rinci dalam catatan atas laporan keuangan: dasar revaluasi, frekuensi revaluasi, serta dampak revaluasi terhadap laporan keuangan.

3. Apakah Nilai Wajar Lebih Memenuhi Karakteristik Kualitatif Relevansi dan Keandalan Dibandingkan Biaya Historis?

Nilai wajar dalam pengukuran aset tetap selama aset tersebut dapat diukur secara andal memang lebih memenuhi karakteristik kualitatif relevansi karena memberikan informasi yang lebih tepat waktu dan mencerminkan nilai ekonomi sekarang. Pengguna laporan keuangan mendapatkan gambaran yang akurat mengenai nilai aset yang sebenarnya dan risiko yang menyertainya, sehingga dapat membuat keputusan ekonomi yang lebih baik. Namun, dari sisi keandalan, biaya historis cenderung lebih unggul karena didasarkan pada data pengukuran riil (transaksi pembelian), bebas dari subjektivitas dan lebih mudah diverifikasi. Sebaliknya, nilai wajar memerlukan estimasi dan asumsi yang kadang kurang objektif, terutama jika pasar tidak aktif atau data tidak tersedia secara umum.
Dalam kasus PT Surya Terang, yang mengalami penurunan nilai aset karena munculnya teknologi baru, penggunaan nilai wajar jelas lebih relevan dan menggambarkan kondisi ekonomi saat ini, meskipun harus diimbangi dengan upaya memastikan keandalan penilaian melalui metode penilaian yang tepat dan pengungkapan yang memadai agar informasi tetap dapat dipercaya.

Kesimpulannya, model revaluasi menggunakan nilai wajar dapat meningkatkan relevansi informasi dalam laporan keuangan PT Surya Terang, namun membutuhkan kehati-hatian agar keandalan tetap terjaga serta memenuhi persyaratan PSAK.
Sebagai balasan Kiriman pertama

Re: CASE STUDY

oleh Rahma Amelia -
Nama: Rahma Amelia
NPM: 2413031026

1. Dua Basis Pengukuran yang Relevan
Dalam kasus PT Surya Terang, terdapat dua basis pengukuran yang relevan yaitu biaya historis dan nilai wajar. Biaya historis berarti mesin dicatat berdasarkan harga perolehan awal sebesar Rp1.000.000.000 kemudian disusutkan dengan metode garis lurus sehingga nilai tercatatnya menjadi Rp600.000.000 pada tahun 2025. Kelebihan dari biaya historis adalah objektif, mudah diverifikasi, dan konsisten karena berdasarkan transaksi nyata. Namun kelemahannya, biaya historis kurang relevan untuk mencerminkan kondisi ekonomi terkini, apalagi jika nilai pasar sudah jauh menurun. Sebaliknya, nilai wajar mencatat mesin berdasarkan harga pasar saat ini yaitu Rp400.000.000 sesuai hasil penilaian independen. Kelebihannya, nilai ini lebih relevan karena mencerminkan kondisi ekonomi terbaru, tetapi kekurangannya adalah sifatnya bisa subjektif, memerlukan biaya penilaian, dan menimbulkan fluktuasi nilai aset di laporan keuangan.

2. Implikasi Akuntansi Jika Menggunakan Model Revaluasi
Apabila PT Surya Terang memilih model revaluasi, maka laporan posisi keuangan akan menampilkan nilai mesin sebesar Rp400.000.000, bukan lagi Rp600.000.000. Penurunan nilai Rp200.000.000 akan diakui sebagai rugi revaluasi. Jika sebelumnya terdapat saldo surplus revaluasi, maka rugi ini akan mengurangi saldo tersebut, tetapi jika tidak ada, kerugian harus diakui di laporan laba rugi. Dampaknya, laba perusahaan pada tahun revaluasi akan berkurang. Selain itu, biaya penyusutan di periode berikutnya juga akan lebih kecil karena dasar perhitungan berubah menjadi Rp400.000.000.

3. Perbandingan Relevansi dan Keandalan
Dalam hal relevansi, nilai wajar lebih unggul karena memberikan informasi yang sesuai dengan kondisi pasar terkini sehingga lebih berguna bagi investor, kreditor, dan pihak eksternal lain dalam menilai posisi keuangan perusahaan. Namun dari sisi keandalan, biaya historis lebih kuat karena berbasis transaksi yang benar-benar terjadi dan mudah diverifikasi, sementara nilai wajar sering kali bergantung pada estimasi dan kondisi pasar yang fluktuatif. Dengan demikian, dalam konteks ini nilai wajar lebih relevan untuk pengambilan keputusan, tetapi biaya historis tetap lebih dapat diandalkan dari sisi objektivitas.
Sebagai balasan Kiriman pertama

Re: CASE STUDY

oleh TRIASWARI AYUNANDINI -
Nama: Triaswari Ayunandini
NPM: 2413031029

1. Identifikasi dan Perbandingan Basis Pengukuran

Dalam kasus PT Surya Terang, ada dua basis pengukuran yang relevan yaitu Biaya Historis (Historical Cost) dan Nilai Wajar (Fair Value). Biaya Historis yang disusutkan, yaitu Rp600.000.000, memiliki kelebihan karena objektif dan mudah diverifikasi dari catatan pembelian awal, sehingga memberikan konsistensi. Namun, kekurangannya adalah tidak relevan karena gagal mencerminkan kenyataan pasar saat ini. Sebaliknya, Nilai Wajar, yaitu Rp400.000.000 yang didapatkan dari penilaian independen, memiliki kelebihan utama yaitu relevansi karena mencerminkan nilai ekonomi aset yang sebenarnya setelah munculnya teknologi baru. Namun, Nilai Wajar memiliki kekurangan karena cenderung subjektif (berdasarkan estimasi) dan dapat menyebabkan volatilitas laba rugi.

2. Implikasi Akuntansi Model Revaluasi

Jika PT Surya Terang memilih Model Revaluasi, implikasi akuntansinya sangat signifikan. Pada Laporan Posisi Keuangan, nilai aset mesin harus diturunkan dari Rp600.000.000 menjadi Rp400.000.000. Penurunan nilai sebesar Rp200.000.000 ini dicatat sebagai Kerugian Revaluasi. Karena ini adalah penurunan di bawah biaya perolehan yang disusutkan, kerugian tersebut harus diakui langsung di Laporan Laba Rugi sebagai beban. Dampaknya, Laba Bersih perusahaan pada tahun 2025 akan turun drastis sebesar Rp200.000.000. Di tahun-tahun berikutnya, beban penyusutan tahunan akan menjadi lebih rendah karena dihitung berdasarkan nilai aset yang baru (Rp400.000.000), yang secara tidak langsung akan meningkatkan laba bersih di masa depan.

3. Keunggulan Nilai Wajar dalam Konteks Relevansi dan Keandalan

Pengukuran menggunakan Nilai Wajar (Rp400.000.000) lebih unggul dalam hal relevansi dibandingkan Biaya Historis dalam konteks ini. Nilai Wajar memberikan informasi yang tepat waktu dan krusial bagi pengguna laporan keuangan untuk menilai prospek PT Surya Terang setelah kemunculan teknologi baru. Meskipun Biaya Historis lebih andal dari sisi keterverifikasian, angka Rp600.000.000 menjadi tidak jujur karena melebih-lebihkan nilai aset di pasar. Oleh karena itu, Nilai Wajar yang didukung penilaian independen dianggap lebih andal secara substantif (sesuai dengan realitas ekonomi) karena menyajikan aset secara jujur dan tidak menyesatkan, sehingga secara keseluruhan, ia lebih memenuhi karakteristik kualitatif untuk pengambilan keputusan yang baik.

Sebagai balasan Kiriman pertama

Re: CASE STUDY

oleh Mourien Ganesti -
Nama : Mourien Ganesti
Npm : 2413031013

1. Dalam situasi PT Surya Terang, dua metode pengukuran untuk aset tetap yang relevan adalah biaya historis dan nilai wajar, sesuai dengan ketentuan PSAK 16 yang berkorespondensi dengan IFRS. Perusahaan memiliki pilihan untuk memakai model biaya atau model revaluasi; metode biaya historis melihat aset berdasarkan harga perolehannya pada awal dikurangi akumulasi penyusutan dan penurunan nilai. Contohnya, sebuah mesin seharga Rp1. 000. 000. 000 dengan umur 10 tahun dan nilai residu Rp100. 000. 000 menghasilkan penyusutan tahunan sebesar Rp90. 000. 000, yang akan membuat nilai tercatat pada tahun 2025 sekitar Rp550. 000. 000 hingga Rp600. 000. 000 menurut biaya perolehan asli. Sementara itu, dengan nilai wajar, aset dinilai berdasarkan harga pasar yang independen saat ini, misalnya Rp400. 000. 000 hasil dari penilaian pihak ketiga yang mencerminkan keadaan pasar saat ini. Dalam perbandingan, biaya historis memiliki keunggulan seperti objektivitas dan kemudahan verifikasi melalui dokumen yang ada, stabilitas tanpa adanya fluktuasi dari pasar, serta kesesuaian dengan prinsip kehati-hatian yang menghindari overstatement. Namun, terdapat kelemahan seperti kurang relevan terhadap penurunan nilai karena teknologi baru yang dapat membingungkan pengguna laporan, ketidakpekaan terhadap perubahan ekonomi setelah perolehan, serta informasi yang minim mengenai nilai jual saat ini untuk aspek likuiditas. Di sisi lain, nilai wajar lebih relevan karena mencerminkan keadaan ekonomi yang aktual, memberikan transparansi terhadap penurunan nilai, dan menawarkan fleksibilitas dalam adaptasi, tetapi memiliki kelemahan berupa subjektivitas estimasi yang cenderung berfluktuasi dan sulit untuk diverifikasi, serta adanya fluktuasi dalam laporan keuangan yang dapat memengaruhi persepsi stabilitas, serta biaya tinggi untuk penilaian yang berisiko pajak. Secara keseluruhan, biaya historis lebih dapat diandalkan untuk aset stabil jangka panjang, sementara nilai wajar lebih sesuai untuk aset yang rentan terhadap perubahan teknologi, seperti mesin produksi.

2. Apabila PT Surya Terang mengimplementasikan model revaluasi sesuai dengan PSAK 16, khususnya di Paragraf 31-42, aset tetap seperti mesin akan dijadikan nilai wajar sebesar Rp400. 000. 000 dari carrying amount yang sebesar Rp600. 000. 000. Hal ini akan mengakibatkan kerugian penurunan nilai sebesar Rp200. 000. 000 yang akan dicatat sebagai beban dalam laporan laba rugi karena penurunan nilai ini lebih besar dari surplus revaluasi yang sebelumnya ada. Ini akan berdampak pada laporan posisi keuangan, di mana nilai aset akan berkurang, sehingga menekan total aset yang terdapat dalam neraca serta rasio-rasio seperti ROA. Selain itu, penyusutan di masa mendatang juga harus disesuaikan berdasarkan basis baru dan nilai residu yang telah direvisi, dengan usia ekonomis yang mungkin berkurang akibat teknologi yang sudah usang. Di laporan laba rugi, kerugian akibat penurunan ini langsung akan mengurangi laba tahun 2025 tanpa ada dampak lain pada OCI untuk penurunan nilai (berbeda jika ada kenaikan yang akan menambah ekuitas). Meskipun di tahun-tahun berikutnya penyusutan akan lebih rendah dan berpotensi meningkatkan laba, hal ini juga akan mempengaruhi pembayaran dividen, insentif manajemen, dan perjanjian utang. Untuk menjaga konsistensi dan mematuhi PSAK, wajib dilakukan pengungkapan terkait metode dan alasan revaluasi untuk seluruh kelompok aset yang serupa guna menghindari sanksi dari OJK atau auditor. Tanpa adanya revaluasi sebelumnya, hal ini pada dasarnya setara dengan uji penurunan nilai.

3. Alasan Kritis Berdasarkan kerangka konseptual PSAK yang mengikuti IFRS Conceptual Framework, penentuan nilai wajar lebih memenuhi aspek relevansi dalam situasi ini karena mencerminkan kondisi ekonomi nyata senilai Rp400. 000. 000 yang berpotensi menghasilkan arus kas rendah akibat kemunduran teknologi dan mencerminkan dampak pasar pada tahun 2025. Ini menawarkan informasi yang penting bagi investor untuk mempertimbangkan penggantian aset atau risiko, sementara biaya historis sebesar Rp600. 000. 000 cenderung kurang relevan karena sudah usang dan dapat menyebabkan penyalahan dalam penilaian aset yang telah usang. Meskipun terdapat pandangan bahwa nilai wajar bisa kurang akurat di pasar yang tidak efisien atau untuk aset yang unik karena estimasi yang bersifat subjektif, dalam konteks ini didukung oleh penilaian dari pihak independen; namun, dalam hal keandalan atau representasi yang setia, biaya historis dianggap lebih unggul karena sifatnya yang netral, dapat diverifikasi dari transaksi yang terjadi, lengkap, dan bebas dari kesalahan sesuai prinsip kehati-hatian yang menghindari manipulasi serta memastikan stabilitas dan perbandingan. Di sisi lain, nilai wajar dipandang lemah karena bergantung pada asumsi tingkat 2/3 dari PSAK 68/IFRS 13 seperti penilaian oleh ahli yang rentan terhadap bias atau kesalahan di pasar Indonesia yang kurang likuid sehingga berisiko tinggi dan tidak lengkap. Ada kritik bahwa walaupun data yang netral dapat meningkatkan keandalan, nilai wajar tetap kurang stabil untuk aset jangka panjang; pada analisis kritis, nilai wajar paling ideal untuk relevansi dalam situasi gangguan teknologi. Namun, perimbangan dengan keandalan membuatnya tidak selalu lebih baik dibandingkan biaya historis yang menjadi acuan PSAK untuk aset tetap, kecuali dalam kasus revaluasi yang penting demi kepentingan materialitas. Ini bergantung pada keseimbangan manajemen antara mendapatkan informasi yang terbaru dan menjaga kestabilan.
Sebagai balasan Kiriman pertama

Re: CASE STUDY

oleh Amara Gusti Kharisma -
Nama : Amara Gusti Kharisma
NPM : 2413031033

1. Basis Pengukuran yang Relevan
Dalam kasus PT Surya Terang, dua basis pengukuran yang relevan adalah biaya historis dan nilai wajar. Biaya historis lebih objektif dan mudah diverifikasi, namun kurang relevan karena tidak mencerminkan kondisi pasar terkini. Sebaliknya, nilai wajar lebih relevan karena menunjukkan nilai aset saat ini, tetapi kurang andal jika pasar tidak likuid dan membutuhkan penilaian independen yang bersifat subjektif.

2. Implikasi Akuntansi Jika Menggunakan Model Revaluasi
Jika perusahaan memilih model revaluasi, nilai mesin harus disesuaikan menjadi Rp400.000.000 dari Rp600.000.000, sehingga terjadi rugi revaluasi Rp200.000.000. Dampaknya, aset tetap di neraca menurun dan rugi tersebut dibebankan ke laba rugi (jika tidak ada surplus revaluasi sebelumnya). Beban penyusutan di periode berikutnya juga lebih kecil karena nilai aset yang baru lebih rendah.

3. Nilai Wajar vs Biaya Historis
Nilai wajar lebih relevan karena mencerminkan kondisi ekonomi yang aktual dan membantu pengguna laporan keuangan dalam pengambilan keputusan. Namun, biaya historis lebih andal karena berbasis transaksi nyata. Dalam konteks PT Surya Terang, karena perbedaan nilai yang cukup besar, penggunaan nilai wajar lebih tepat sepanjang penilaian dilakukan dengan metode yang kredibel.
Sebagai balasan Kiriman pertama

Re: CASE STUDY

oleh Nasroh Aulia -
Nama : Nasroh Aulia
NPM : 2413031004

1. Biaya Historis (Historical Cost) Adalah nilai perolehan aset pada tanggal pembelian, dikurangi akumulasi penyusutan. Nilai tercatat mesin saat ini adalah Rp600.000.000. Kelebihan : Mudah diverifikasi karena didasarkan pada bukti transaksi yang nyata. Keandalan Tinggi: Ketidakpastian pengukuran sangat rendah. Kekurangan : Nilai yang dilaporkan tidak mencerminkan nilai ekonomi atau daya jual mesin saat ini, yang hanya Rp400.000.000. Informasi menjadi usang. Nilai Wajar (Fair Value) adalah Harga yang akan diterima untuk menjual aset dalam transaksi teratur antar pelaku pasar pada tanggal pengukuran, yaitu Rp400.000.000. Kelebihan : Mencerminkan nilai ekonomi aset yang aktual di tengah perubahan teknologi, sangat berguna untuk pengambilan keputusan kekurangan : Pengukuran sering kali melibatkan estimasi dan pertimbangan profesional (penilai independen), yang meningkatkan ketidakpastian pengukuran.

2. Jika PT Surya Terang memilih untuk mengadopsi Model Revaluasi, aset mesin harus dicatat pada Nilai Wajar saat ini, yaitu Rp400.000.000. Hal ini akan mengharuskan perusahaan mengakui Rugi Revaluasi sebesar Rp200.000.000 (selisih dari nilai tercatat Rp600.000.000). Secara akuntansi, di Laporan Posisi Keuangan, nilai aset mesin akan turun, dan kerugian ini akan dicatat di Laporan Laba Rugi sebagai beban, yang secara signifikan akan mengurangi Laba Bersih tahun 2025. Dampak jangka panjangnya, di tahun-tahun mendatang, adalah beban penyusutan tahunan akan lebih rendah karena dihitung dari nilai mesin yang baru direvaluasi (Rp400.000.000), yang berpotensi meningkatkan laba bersih di masa depan.

3. Dalam situasi PT Surya Terang, di mana harga mesin turun drastis, pengukuran menggunakan Nilai Wajar (Rp400 Juta) lebih unggul daripada Biaya Historis (Rp600 Juta) karena ia lebih relevan bagi pengguna laporan keuangan. Angka Biaya Historis (Rp600 Juta) sudah usang dan menyesatkan karena tidak mencerminkan nilai pasar mesin saat ini, yang hanya Rp400 Juta. Sementara Biaya Historis memang lebih dapat diandalkan dari sisi objektivitas bukti transaksi (faktur), ia gagal memberikan representasi yang jujur tentang kondisi ekonomi aset yang sebenarnya setelah munculnya teknologi baru. Oleh karena itu, bagi pengambilan keputusan, menyajikan Nilai Wajar memberikan informasi yang terkini dan lebih jujur tentang sumber daya perusahaan.
Sebagai balasan Kiriman pertama

Re: CASE STUDY

oleh Tantowi Jauhari -
Nama : Tantowi Jauhari
NPM : 2413031008

1. Basis Pengukuran
Dalam kasus mesin produksi PT Surya Terang, terdapat dua basis pengukuran yang relevan, yaitu biaya historis dan nilai wajar. Biaya historis berarti aset dicatat sebesar harga beli awal Rp1 miliar dikurangi penyusutan, sehingga nilai tercatat pada 2025 adalah Rp600 juta. Kelebihan biaya historis adalah mudah diverifikasi, stabil, dan berbasis bukti transaksi, namun kelemahannya tidak lagi mencerminkan kondisi ekonomi terkini. Sementara itu, nilai wajar adalah harga pasar aset saat ini, yaitu Rp400 juta berdasarkan penilaian independen. Kelebihan nilai wajar adalah lebih relevan karena mencerminkan keadaan pasar saat ini, tetapi kelemahannya adalah sifatnya yang fluktuatif dan sangat bergantung pada estimasi penilai.

2. Implikasi Model Revaluasi
Jika PT Surya Terang menggunakan model revaluasi, maka laporan posisi keuangan akan menunjukkan penurunan nilai mesin dari Rp600 juta menjadi Rp400 juta, sehingga aset perusahaan berkurang Rp200 juta. Penurunan ini bisa dicatat sebagai kerugian revaluasi di laporan laba rugi apabila tidak ada saldo surplus revaluasi sebelumnya, atau dibebankan ke ekuitas melalui laba rugi komprehensif lain jika surplus tersedia. Selain itu, beban penyusutan di periode berikutnya akan berkurang karena nilai tercatat aset menjadi lebih rendah setelah revaluasi.

3. Relevansi vs Keandalan
Penggunaan nilai wajar dalam kasus ini lebih memenuhi aspek relevansi karena menggambarkan nilai ekonomi aset yang sesungguhnya di pasar, sehingga lebih bermanfaat bagi investor dan kreditor dalam pengambilan keputusan. Namun, dari sisi keandalan, biaya historis lebih unggul karena objektif dan mudah diverifikasi. Dalam situasi PT Surya Terang, adanya penilaian independen membuat nilai wajar cukup andal untuk digunakan. Dengan demikian, meskipun biaya historis tetap penting, nilai wajar lebih tepat dipilih agar laporan keuangan mencerminkan realitas ekonomi yang ada.
Sebagai balasan Kiriman pertama

Re: CASE STUDY

oleh Nurida Elsa -
Nama: Nurida Elsa
NPM: 2413031012

1. Dua metode pengukuran yang relevan dalam kasus ini adalah:
- Biaya historis, yaitu pencatatan nilai aset berdasarkan harga beli awal dikurangi penyusutan. Kelebihan dari metode ini adalah keakuratannya karena berdasarkan data transaksi nyata dan lebih dapat dipercaya. Namun, metode ini kurang mencerminkan nilai aset saat ini jika terjadi perubahan pasar signifikan.
- Nilai wajar, yaitu penilaian aset berdasarkan harga pasar kini. Kelebihan metode ini adalah memberikan informasi yang lebih relevan dan mencerminkan kondisi ekonomi aktual. Kekurangannya adalah nilai wajar dapat berubah-ubah dan mengandung unsur subjektivitas sehingga bisa menurunkan tingkat keandalannya.

2. Jika PT Surya Terang menggunakan model revaluasi, maka pada laporan posisi keuangan aset akan dicatat berdasarkan nilai wajar terbaru yang lebih rendah dari nilai tercatat sekarang. Penurunan nilai ini harus dicatat sebagai rugi penurunan nilai dalam laporan laba rugi, yang akan menyebabkan laba bersih menurun. Penggunaan model ini juga berpotensi menambah fluktuasi laba akibat perubahan nilai wajar yang perlu diakui secara berkala.

3. Dari sisi karakteristik kualitatif, pengukuran menggunakan nilai wajar lebih unggul dalam hal relevansi karena menunjukkan nilai aset yang sebenarnya pada waktu tertentu sehingga informasi lebih berguna bagi pengambil keputusan. Namun, nilai wajar sering kali kurang dapat diandalkan karena bergantung pada estimasi dan kondisi pasar yang bisa berfluktuasi. Oleh karena itu, meskipun nilai wajar meningkatkan relevansi, biaya historis tetap memiliki keunggulan dalam hal keandalan.

Jadi, Secara keseluruhan, PT Surya Terang harus mempertimbangkan dengan cermat keuntungan dan risiko penggunaan model revaluasi, termasuk dampaknya terhadap profitabilitas dan kepatuhan terhadap standar akuntansi yang berlaku.
Sebagai balasan Kiriman pertama

Re: CASE STUDY

oleh Syifa Dwi Putriyani -
Nama: Syifa Dwi Putriyani
NPM: 2413031024


1. Pada kasus PT Surya Terang, terdapat dua pendekatan yang dapat digunakan dalam pengukuran aset tetap, yaitu biaya historis dan nilai wajar. Biaya historis mencatat aset berdasarkan harga perolehan awal dikurangi akumulasi penyusutan serta rugi penurunan nilai. Metode ini memiliki keunggulan berupa kemudahan pengukuran, tingkat objektivitas yang tinggi, serta kestabilan karena bersumber dari transaksi aktual. Akan tetapi, kelemahannya adalah informasi yang dihasilkan kurang relevan terhadap kondisi pasar terkini karena nilai tercatat dapat jauh berbeda dari nilai ekonomis aset saat ini. Sebaliknya, metode nilai wajar atau revaluasi mengukur aset sesuai nilai pasar pada tanggal penilaian. Cara ini lebih mencerminkan keadaan ekonomi terkini dan memberikan informasi yang lebih representatif bagi para pengguna laporan keuangan. Kekurangannya, proses pengukuran lebih rumit, membutuhkan jasa penilai independen, bersifat subjektif, serta berpotensi menimbulkan fluktuasi nilai dalam laporan keuangan.


2. Jika PT Surya Terang memilih menggunakan model revaluasi, maka nilai mesin yang semula tercatat sebesar Rp600.000.000 akan disesuaikan menjadi Rp400.000.000 sesuai dengan nilai wajarnya. Selisih sebesar Rp200.000.000 dicatat sebagai rugi revaluasi. Karena ini merupakan penurunan pertama dan belum terdapat surplus revaluasi sebelumnya, maka rugi tersebut langsung diakui dalam laporan laba rugi dan akan mengurangi laba bersih pada periode berjalan. Pada laporan posisi keuangan, nilai aset tetap akan tercatat sebesar Rp400.000.000. Selain itu, perhitungan penyusutan di periode berikutnya akan didasarkan pada nilai baru tersebut, bukan lagi pada nilai sebelumnya. Dengan demikian, penerapan model revaluasi berimplikasi pada penurunan laba saat ini serta perubahan nilai aset dan beban penyusutan di masa mendatang.


3. Dalam konteks ini, pengukuran menggunakan nilai wajar dinilai lebih relevan karena mampu menggambarkan kondisi ekonomi aktual. Adanya perkembangan teknologi yang menyebabkan penurunan signifikan pada nilai pasar mesin membuat informasi berbasis nilai wajar lebih berguna dalam pengambilan keputusan. Namun, dari segi keandalan, biaya historis lebih unggul karena lebih objektif, mudah diverifikasi, dan tidak bergantung pada estimasi. Sebaliknya, nilai wajar cenderung kurang andal karena dipengaruhi oleh penilaian subjektif dan asumsi tertentu. Oleh sebab itu, terdapat pertukaran (trade-off) antara relevansi dan keandalan. Dalam kasus PT Surya Terang, penggunaan nilai wajar dianggap sebagai pilihan yang lebih tepat karena memberikan informasi yang lebih realistis dan sesuai kondisi saat ini, meskipun sedikit mengurangi tingkat keandalan dibandingkan metode biaya historis.
Sebagai balasan Kiriman pertama

Re: CASE STUDY

oleh Alya Khoirun Nisa -
Nama : Alya Khoirun Nisa
NPM : 2413031019

1. Identifikasi dan jelaskan dua basis pengukuran yang relevan dalam kasus ini. Bandingkan kelebihan dan kekurangannya. Jawab :
⁠Basis pengukuran yang relevan dalam kasus PT Surya Terang adalah biaya historis (historical cost) dan nilai wajar (fair value). Biaya historis adalah nilai aset pada saat dibeli, yaitu Rp1.000.000.000, yang kemudian diperhitungkan melalui penyusutan hingga mencapai nilai tercatat Rp600.000.000 pada tahun 2025. Kelebihannya adalah objektif, mudah diperiksa, dan mencerminkan transaksi nyata. Namun, kelemahannya adalah tidak mencerminkan harga pasar saat ini, sehingga kurang relevan dalam pengambilan keputusan. Sementara itu, nilai wajar mencerminkan harga pasar terkini, yaitu Rp400.000.000. Kelebihannya adalah relevansi terhadap kondisi ekonomi nyata, namun kekurangannya adalah subjektif dan bergantung pada penilaian penilai.

2.Jika PT Surya Terang memilih model revaluasi, sebutkan implikasi akuntansinya terhadap laporan keuangan, terutama pada laporan posisi keuangan dan laba rugi.
Jawab :
Jika menggunakan model revaluasi sesuai PSAK 16, nilai aset mesin dalam laporan posisi keuangan harus diubah dari Rp600.000.000 menjadi Rp400.000.000. Penurunan nilai ini dicatat sebagai rugi revaluasi. Jika ada saldo surplus revaluasi sebelumnya, rugi tersebut akan mengurangi saldo tersebut, tetapi jika tidak ada, kerugian harus dicatat dalam laporan laba rugi. Dalam laporan posisi keuangan, nilai aset akan lebih sesuai dengan kondisi pasar. Sementara di laporan laba rugi, penurunan nilai bisa memengaruhi laba periode berjalan. Dengan demikian, model revaluasi memberikan informasi yang lebih relevan, tetapi berpotensi menurunkan profitabilitas perusahaan.

3.Apakah pengukuran menggunakan nilai wajar lebih memenuhi karakteristik kualitatif relevansi dan keandalan dibandingkan biaya historis dalam konteks ini? Jelaskan dengan argumen kritis.
Jawab :
Dalam konteks ini, nilai wajar lebih memenuhi karakteristik relevansi karena mencerminkan kondisi ekonomi terkini setelah adanya perubahan teknologi. Informasi ini sangat berguna bagi para pihak yang memakai laporan keuangan, seperti investor dan kreditur. Namun, dari segi keandalan, biaya historis lebih unggul karena berlandaskan transaksi aktual yang mudah diverifikasi. Nilai wajar cenderung lebih subjektif dan memerlukan estimasi dari penilai. Meskipun demikian, karena penurunan nilai aset cukup signifikan, nilai wajar lebih tepat untuk meningkatkan relevansi laporan keuangan, asalkan perusahaan memberikan pengungkapan yang jelas agar laporan tetap dipercayai.
Sebagai balasan Kiriman pertama

Re: CASE STUDY

oleh Alissya Putri Kartika -







Nama : Alissya Putri Kartika 

NPM : 2413031011


1. Dua Basis Pengukuran yang Relevan

Dua basis pengukuran yang relevan dalam kasus ini adalah:

a. Biaya Historis (Historical Cost)

Pengertian: Aset dicatat sebesar biaya perolehan awal dikurangi akumulasi penyusutan dan rugi penurunan nilai.

Kelebihan: Objektif dan dapat diverifikasi, karena didasarkan pada transaksi aktual. Stabil dan tidak terpengaruh oleh fluktuasi pasar. Mudah diterapkan dan tidak memerlukan penilaian ulang secara berkala.

Kekurangan: Kurang relevan secara ekonomi, karena nilai tercatat mungkin tidak mencerminkan nilai wajar saat ini. Tidak mencerminkan daya beli saat ini, sehingga informasi bisa ketinggalan zaman untuk pengambilan keputusan.

b. Nilai Wajar (Fair Value)

Pengertian: Aset diukur berdasarkan harga yang akan diterima untuk menjual aset dalam transaksi pasar wajar pada tanggal pelaporan.

Kelebihan: Lebih relevan, karena mencerminkan kondisi ekonomi dan nilai pasar terkini. Memberikan gambaran lebih realistis terhadap posisi keuangan perusahaan.

Kekurangan: Kurang andal jika tidak ada pasar aktif, karena bergantung pada estimasi dan penilaian subjektif. Volatilitas tinggi, nilai aset dan laba bisa berubah signifikan dari periode ke periode.


2. Implikasi Akuntansi Jika Menggunakan Model Revaluasi

Jika PT Surya Terang memilih model revaluasi (PSAK 16):

- Laporan Posisi Keuangan (Neraca):

Nilai mesin akan disesuaikan dari Rp600.000.000 menjadi Rp400.000.000 (nilai wajar). Selisih sebesar Rp200.000.000 diakui sebagai kerugian revaluasi.

Jika sebelumnya ada surplus revaluasi atas aset tersebut, maka rugi revaluasi dapat mengurangi saldo surplus revaluasi. Akumulasi penyusutan disesuaikan proporsional terhadap perubahan nilai aset.

- Laporan Laba Rugi:

Jika revaluasi menyebabkan penurunan nilai wajar di bawah nilai tercatat, maka selisih (Rp200.000.000) diakui sebagai rugi penurunan nilai dalam laba rugi (kecuali ada saldo surplus revaluasi sebelumnya). Beban penyusutan ke depan akan lebih kecil, karena nilai dasar aset berkurang menjadi Rp400.000.000.


3. Perbandingan Relevansi dan Keandalan

- Relevansi: 

Pengukuran nilai wajar lebih relevan karena mencerminkan nilai ekonomi aset saat ini. Dalam kasus ini, nilai pasar mesin sudah turun signifikan akibat teknologi baru, jadi laporan berbasis biaya historis akan menyesatkan pengguna laporan keuangan.

- Keandalan:

Sebaliknya, biaya historis lebih andal karena didukung bukti transaksi aktual. Nilai wajar bisa kurang andal jika penilaian bergantung pada estimasi atau pasar yang tidak aktif.

Dalam konteks PT Surya Terang, nilai wajar lebih memenuhi karakteristik relevansi, karena mencerminkan kondisi terkini dan memberikan informasi yang lebih berguna bagi pengambilan keputusan ekonomi. Namun, manajemen perlu memastikan penilaian dilakukan oleh penilai independen yang kompeten agar tetap andal dan dapat diaudit.

Sebagai balasan Kiriman pertama

Re: CASE STUDY

oleh Nayla Andara -
Nama: Nayla Andara
NPM : 2413031018

1. Dua Basis Pengukuran Relevan dalam Kasus PT Surya Terang:
- Biaya Historis (Historical Cost): Mesin dicatat berdasarkan harga beli awal yaitu Rp1.000.000.000. Penyusutan dihitung dengan metode garis lurus selama 10 tahun, sehingga setiap tahun mesin disusutkan sebesar Rp90.000.000 ((1.000.000.000 - 100.000.000) / 10). Kelebihan dari Nilai biaya historis dianggap lebih andal dan objektif karena berdasarkan data transaksi pembelian nyata. Tidak dipengaruhi oleh fluktuasi pasar. sedangkan kekurangannya Nilai ini tidak mencerminkan kondisi pasar saat ini, terutama jika ada kemajuan teknologi yang menyebabkan penurunan nilai aset secara signifikan. Dengan demikian, laporan keuangan mungkin kurang relevan bagi pengguna yang membutuhkan informasi nilai terkini.
- Nilai Wajar (Fair Value): Mengacu pada estimasi nilai pasar mesin saat ini, yaitu Rp400.000.000. basis pengukuran ini lebih relevan karena mencerminkan nilai ekonomi aktual dari aset, memberikan informasi terkini untuk pengambilan keputusan. kekurangannya didasarkan pada Penentuan nilai wajar bisa subjektif dan bergantung pada asumsi atau metode penilaian yang digunakan, sehingga bisa mengurangi keandalan laporan keuangan dan menimbulkan volatilitas jika nilai aset sering berubah.

2. Jika PT Surya Terang menggunakan model revaluasi, nilai aset dalam laporan posisi keuangan akan disesuaikan ke nilai wajar Rp400.000.000 dari nilai tercatat Rp600.000.000 (setelah penyusutan sampai 2025). Penurunan nilai sebesar Rp200.000.000 akan dicatat sebagai rugi penurunan nilai di laporan laba rugi, sehingga mengurangi laba perusahaan pada periode tersebut. Di neraca, nilai aset mesin tercatat lebih akurat sesuai kondisi pasar sekarang. Perusahaan harus mengungkapkan kebijakan revaluasi, metode penilaian, dan dampaknya pada laporan keuangan sesuai standar akuntansi PSAK.

3. - Relevansi: Nilai wajar lebih relevan dalam konteks ini karena memberikan gambaran nilai mesin yang mencerminkan kondisi pasar dan teknologi terkini, yang penting bagi pengguna laporan untuk mengambil keputusan ekonomi yang tepat.
- Keandalan: Biaya historis lebih dapat diandalkan karena didukung bukti transaksi aktual dan lebih konsisten. Nilai wajar lebih subjektif dan dapat berubah dari waktu ke waktu sehingga menimbulkan ketidakpastian.
Sebagai balasan Kiriman pertama

Re: CASE STUDY

oleh Refamei Kudadiri -
Nama: Refamei Kudadiri
Npm:2413031014

1. Dua Basis Pengukuran yang Relevan
Dalam kasus ini, terdapat dua basis pengukuran utama yang relevan, yaitu biaya historis (historical cost) dan nilai wajar (fair value)
a. Biaya Historis
Aset dicatat sebesar harga perolehannya, yaitu Rp1.000.000.000, kemudian disusutkan secara sistematis selama umur manfaatnya.
Kelebihan:
1. Objektif dan dapat diverifikasi karena didasarkan pada transaksi aktual.
2. Stabil, tidak terpengaruh oleh fluktuasi pasar.
3. Memudahkan perbandingan antar periode karena nilainya tidak berubah tanpa transaksi nyata.
Kekurangan:
1. Kurang relevan secara ekonomi, terutama jika nilai pasar aset berubah signifikan.
2. Tidak mencerminkan kondisi ekonomi terkini, sehingga informasi bisa menyesatkan bagi investor atau kreditor.
b. Nilai Wajar
Nilai aset diukur berdasarkan harga pasar terkini, yaitu Rp400.000.000 hasil penilaian independen.
Kelebihan:
1. Lebih relevan, karena mencerminkan kondisi ekonomi dan nilai pasar saat ini.
2. Memberikan informasi terkini.bagi pengguna laporan keuangan dalam pengambilan keputusan.
Kekurangan:
1. Kurang andal karena bergantung pada estimasi dan penilaian subyektif, terutama jika pasar tidak aktif.
2. Volatilitas tinggi, yang dapat membuat laba rugi berubah-ubah dari periode ke periode.

2. Implikasi Akuntansi Jika Menggunakan Model Revaluasi (PSAK 16)
Jika PT Surya Terang memilih model revaluasi, maka aset tetap akan dicatat sebesar nilai wajar Rp400.000.000, bukan nilai tercatat lama Rp600.000.000.
a. Laporan Posisi Keuangan (Neraca)
Nilai aset tetap akan turun sebesar Rp200.000.000 (Rp600.000.000 – Rp400.000.000).
Penurunan nilai ini diakui sebagai kerugian revaluasi.
Jika sebelumnya belum ada surplus revaluasi, maka rugi ini diakui langsung ke laba rugi.
Jika ada surplus revaluasi sebelumnya, rugi akan mengurangi saldo surplus revaluasi di ekuitas.
b. Laporan Laba Rugi
Akan muncul rugi revaluasi sebesar Rp200.000.000 yang menurunkan laba tahun berjalan.
Namun, untuk periode berikutnya, beban penyusutan akan lebih kecil, karena dasar perhitungannya turun menjadi Rp400.000.000 (dikurangi nilai residu Rp100.000.000).

3. Analisis Kritis: Relevansi vs Keandalan

Dalam konteks PT Surya Terang:
Relevansi:
Nilai wajar lebih relevan karena mencerminkan kondisi ekonomi aktual — mesin sudah turun nilai karena teknologi baru. Informasi ini membantu investor dan manajemen dalam menilai posisi keuangan sebenarnya dan membuat keputusan bisnis yang lebih baik.
Keandalan:
Biaya historis lebih andal karena berbasis data faktual dari transaksi masa lalu, tanpa estimasi subjektif. Sebaliknya, nilai wajar mungkin kurang andal jika pasar tidak aktif atau penilaian bergantung pada asumsi pihak ketiga.

Kesimpulan nya adalah dalam situasi di mana nilai pasar turun drastis karena perubahan teknologi, nilai wajar lebih memenuhi karakteristik relevansi, karena memberikan gambaran yang akurat tentang nilai ekonomi saat ini. Namun, biaya historis tetap unggul dalam keandalan. Oleh karena itu, pemilihan basis pengukuran sebaiknya mempertimbangkan keseimbangan antara relevansi informasi dan tingkat keandalan pengukuran sesuai tujuan pelaporan keuangan.
Sebagai balasan Kiriman pertama

Re: CASE STUDY

oleh Laila Asia Somad -
NAMA : LAILA ASIA SOMAD
NPM: 2413031005

1. Dua Basis Pengukuran yang Relevan dan Perbandingannya
Dalam kasus ini, terdapat dua basis pengukuran yang relevan, yaitu:
a. Biaya Historis (Historical Cost)
Biaya historis adalah dasar pengukuran yang mencatat aset sebesar jumlah kas atau setara kas yang dibayarkan saat perolehan. Dalam kasus ini, mesin dicatat sebesar Rp1.000.000.000 dan disusutkan setiap tahun dengan metode garis lurus.
Kelebihan:
Stabil dan objektif karena didasarkan pada transaksi aktual, Memiliki tingkat verifikasi yang tinggi (reliable), menghindari volatilitas nilai aset akibat perubahan pasar.
Kekurangan:
Kurang relevan seiring waktu karena tidak mencerminkan kondisi ekonomi saat ini, tidak mencerminkan nilai wajar aset ketika terjadi penurunan atau kenaikan signifikan di pasar.
b. Nilai Wajar (Fair Value)
Nilai wajar mencerminkan harga yang akan diterima jika aset dijual dalam transaksi normal pada tanggal pelaporan. Dalam kasus ini, nilai wajar mesin berdasarkan penilaian independen adalah Rp400.000.000.
Kelebihan:
Lebih relevan karena mencerminkan kondisi pasar terkini, memberikan gambaran ekonomi yang lebih akurat terhadap posisi keuangan perusahaan.
Kekurangan:
Nilai dapat berfluktuasi karena perubahan pasar, terkadang sulit diverifikasi jika tidak ada pasar aktif (mengurangi keandalan), dapat menimbulkan volatilitas pada laba rugi.

2. Implikasi Akuntansi Jika Menggunakan Model Revaluasi
Jika PT Surya Terang beralih ke model revaluasi sesuai PSAK 16 (Aset Tetap), maka:
Laporan Posisi Keuangan (Neraca):
Nilai tercatat mesin akan disesuaikan dari Rp600.000.000 menjadi Rp400.000.000. Penurunan nilai sebesar Rp200.000.000 diakui sebagai kerugian revaluasi.
Jika sebelumnya pernah ada surplus revaluasi untuk aset tersebut, kerugian ini akan mengurangi saldo surplus revaluasi di ekuitas. Jika tidak ada, maka akan langsung diakui dalam laba rugi.
Laporan Laba Rugi:
Penurunan nilai Rp200.000.000 diakui sebagai beban penurunan nilai (impairment loss), yang akan mengurangi laba periode berjalan.
Depresiasi selanjutnya akan dihitung berdasarkan nilai revaluasian (Rp400.000.000) dikurangi nilai residu baru, selama sisa umur ekonomis.

3. Dalam konteks kasus PT Surya Terang, pengukuran nilai wajar lebih memenuhi karakteristik kualitatif relevansi, karena mencerminkan kondisi ekonomi saat ini dan memberikan informasi yang berguna bagi pengguna laporan keuangan untuk pengambilan keputusan. Nilai historis yang masih menunjukkan Rp600.000.000 sudah tidak mencerminkan manfaat ekonomis aktual dari mesin tersebut. Namun, dari sisi keandalan (faithful representation), biaya historis lebih dapat diverifikasi karena berbasis transaksi nyata. Nilai wajar mengandung unsur estimasi dan asumsi yang bisa berbeda antarpenilai, sehingga berisiko mengurangi obyektivitas. Secara kritis, dalam situasi penurunan nilai signifikan seperti ini, penggunaan nilai wajar dianggap lebih tepat dan relevan, asalkan proses penilaian dilakukan secara independen dan transparan. Dengan begitu, laporan keuangan PT Surya Terang akan mencerminkan kondisi ekonomi yang sebenarnya, meskipun mungkin menimbulkan dampak negatif pada laba jangka pendek.
Sebagai balasan Kiriman pertama

Re: CASE STUDY

oleh Reyhta Putri Herdian -
NAMA : REYHTA PUTRI HERDIAN
NPM : 2413031035

1. Dua Basis Pengukuran yang Relevan

Dalam kasus PT Surya Terang, terdapat dua basis pengukuran yang relevan, yaitu biaya historis (historical cost) dan nilai wajar (fair value).

Biaya historis merupakan metode pengukuran yang mencatat aset berdasarkan harga perolehan awalnya, yaitu Rp1.000.000.000, kemudian dikurangi akumulasi penyusutan. Kelebihan biaya historis adalah objektivitas dan keandalannya, karena nilainya didasarkan pada transaksi aktual yang dapat diverifikasi. Selain itu, metode ini sederhana dan stabil terhadap fluktuasi pasar. Namun, kelemahannya adalah kurang mencerminkan kondisi ekonomi terkini, terutama ketika nilai pasar aset mengalami penurunan signifikan akibat perubahan teknologi seperti pada kasus ini.

Sebaliknya, nilai wajar (fair value) mengukur aset berdasarkan harga pasar saat ini, yaitu Rp400.000.000, yang mencerminkan nilai realisasi atau penggantian terkini. Kelebihannya adalah meningkatkan relevansi informasi, karena mencerminkan kondisi ekonomi dan nilai sebenarnya dari aset. Akan tetapi, kelemahannya terletak pada ketidakpastian pengukuran dan volatilitas nilai, terutama bila pasar aktif tidak tersedia atau bergantung pada estimasi penilai independen.

2. Implikasi Akuntansi Model Revaluasi

Jika PT Surya Terang memilih model revaluasi sesuai PSAK 16 (Aset Tetap), maka nilai mesin akan disesuaikan dari Rp600.000.000 menjadi Rp400.000.000. Selisih penurunan sebesar Rp200.000.000 diakui sebagai rugi revaluasi.

Implikasinya terhadap laporan keuangan adalah:

Laporan Posisi Keuangan: nilai tercatat aset tetap akan menurun, sehingga total aset dan ekuitas perusahaan berkurang. Jika penurunan nilai melebihi saldo surplus revaluasi sebelumnya, maka selisihnya diakui sebagai rugi di laporan laba rugi.

Laporan Laba Rugi: rugi revaluasi sebesar Rp200.000.000 akan mengurangi laba bersih tahun berjalan, kecuali jika sebelumnya ada surplus revaluasi atas aset yang sama.

3. Analisis Relevansi dan Keandalan Nilai Wajar vs Biaya Historis

Pengukuran menggunakan nilai wajar dalam konteks ini memang lebih relevan, karena menunjukkan nilai aktual mesin setelah adanya penurunan harga akibat teknologi baru. Investor dan pihak eksternal akan memperoleh gambaran yang lebih realistis tentang nilai aset perusahaan. Namun, dari segi keandalan, biaya historis tetap lebih kuat karena nilainya berbasis pada data objektif dan tidak bergantung pada asumsi pasar atau estimasi penilai independen.

Dalam konteks Indonesia, di mana pasar aktif untuk mesin industri mungkin terbatas, fair value tetap memiliki risiko subjektivitas. Oleh karena itu, pendekatan terbaik adalah menyeimbangkan relevansi dan keandalan dengan menerapkan nilai wajar secara hati-hati dan transparan, disertai pengungkapan metode serta sumber data penilaian. Dengan demikian, laporan keuangan PT Surya Terang tetap relevan bagi pengguna tanpa mengorbankan integritas informasi yang disajikan.
Sebagai balasan Kiriman pertama

Re: CASE STUDY

oleh Waly Tanti Fitrani -
Nama: WALY TANTI FITRANI
NPM: 2413031031

1. Dua basis pengukuran yang relevan
Dua basis pengukuran yang relevan dalam kasus PT Surya Terang adalah biaya historis (historical cost) dan nilai wajar (fair value).
Biaya historis mencatat aset berdasarkan harga perolehan awalnya (Rp1.000.000.000) dikurangi akumulasi penyusutan. Kelebihannya adalah objektif, dapat diverifikasi, dan stabil karena tidak dipengaruhi fluktuasi pasar. Kekurangannya, nilai tersebut kurang mencerminkan kondisi ekonomi terkini, terutama ketika terjadi perubahan besar di pasar seperti penurunan nilai akibat teknologi baru.
Nilai wajar mencerminkan harga yang akan diterima jika aset dijual dalam transaksi normal saat ini (Rp400.000.000). Kelebihannya adalah lebih relevan dan memberikan gambaran ekonomi terkini kepada pengguna laporan keuangan. Namun, kelemahannya adalah kurang andal jika pasar tidak aktif atau estimasi penilaian bergantung pada asumsi subjektif.

2. Implikasi akuntansi dari model revaluasi
Jika PT Surya Terang menggunakan model revaluasi seuai PSAK 16 (Aset Tetap), maka nilai mesin akan disesuaikan dari Rp600.000.000 menjadi Rp400.000.000. Selisih penurunan sebesar Rp200.000.000 akan diakui sebagai rugi revaluasi yang dicatat di laba rugi jika sebelumnya belum ada cadangan revaluasi aset tersebut. Dalam laporan posisi keuangan, aset tetap akan ditampilkan sebesar nilai wajar terbarunya, dan jika di masa depan terjadi kenaikan nilai, selisihnya dapat diakui sebagai surplus revaluasi dalam ekuitas (OCI).

3. Nilai wajar vs biaya historis: relevansi dan keandalan
Dalam konteks ini, nilai wajar lebih relevan karena mencerminkan kondisi ekonomi saat ini dan memberikan informasi yang berguna bagi investor dan kreditur untuk menilai posisi keuangan perusahaan. Namun, biaya historis lebih andal, karena didasarkan pada transaksi aktual dan dapat diverifikasi tanpa estimasi subjektif. Secara kritis, jika penilaian independen dilakukan secara profesional dan pasar cukup transparan, penggunaan nilai wajar dapat meningkatkan relevansi tanpa mengorbankan keandalan secara signifikan, sehingga lebih tepat digunakan dalam situasi penurunan nilai yang material seperti kasus ini.
Sebagai balasan Kiriman pertama

Re: CASE STUDY

oleh Alya Nurani -
Nama: ALYA NURANI
Npm: 2413031025

1. Basis Pengukuran yang Relevan
Dua basis pengukuran yang relevan adalah biaya historis (historical cost) dan nilai wajar (fair value). Biaya historis mencatat aset berdasarkan harga perolehannya dikurangi akumulasi penyusutan. Kelebihannya adalah objektif, mudah diverifikasi, dan stabil. Namun, kelemahannya kurang mencerminkan kondisi ekonomi terkini saat nilai pasar berubah. Sebaliknya, nilai wajar mencerminkan harga pasar saat ini, sehingga lebih relevan bagi pengguna laporan keuangan. Kekurangannya adalah bergantung pada estimasi dan pasar aktif; bila pasar tidak likuid, reliabilitasnya menurun karena penilaian bersifat subjektif.

2. Implikasi Akuntansi Model Revaluasi
Jika PT Surya Terang menggunakan model revaluasi sesuai PSAK 16, aset akan dinilai kembali sebesar Rp400.000.000. Selisih penurunan nilai sebesar Rp200.000.000 diakui sebagai kerugian revaluasi. Bila sebelumnya aset pernah naik nilainya, penurunan dapat mengurangi saldo surplus revaluasi di ekuitas. Dalam laporan posisi keuangan, nilai aset tetap menurun, dan pada laporan laba rugi muncul beban penurunan nilai (jika tidak ada saldo revaluasi sebelumnya). Depresiasi berikutnya juga akan dihitung dari nilai baru, sehingga laba masa depan sedikit meningkat.

3. Relevansi vs Keandalan Nilai Wajar
Dalam konteks ini, nilai wajar lebih relevan, karena mencerminkan kondisi ekonomi dan kemampuan aset menghasilkan manfaat ekonomi saat ini. Namun, tingkat keandalan bisa berkurang jika penilaian tidak berbasis pasar aktif. Biaya historis lebih andal karena didukung bukti transaksi, tetapi kurang relevan ketika nilai pasar turun signifikan. Jadi, pendekatan terbaik adalah tetap menggunakan nilai wajar dengan pengungkapan metode dan asumsi penilaian agar laporan tetap relevan sekaligus transparan sesuai prinsip PSAK dan IFRS.
Sebagai balasan Kiriman pertama

Re: CASE STUDY

oleh Rahmi Taqiya Darmawanti -
Rahmi Taqiya Darmawanti
2313031006

1. Dua basis pengukuran yang relevan dalam kasus PT Surya Terang adalah biaya historis dan nilai wajar (revaluasi). Biaya historis mengukur aset berdasarkan harga perolehan dikurangi akumulasi penyusutan. Kelebihannya adalah keandalan tinggi karena data transaksi aktual dan sederhana untuk diterapkan, namun kurang relevan saat nilai pasar aset berubah signifikan.
Nilai wajar mengukur aset berdasarkan estimasi harga pasar saat ini. Kelebihannya adalah relevansi lebih tinggi, terutama saat kondisi pasar berubah, sehingga laporan keuangan mencerminkan nilai ekonomi terkini. Kekurangannya adalah potensi subjektivitas dalam penentuan nilai wajar dan biaya penilaian yang lebih tinggi.

2. Jika PT Surya Terang memilih model revaluasi, nilai tercatat aset dalam laporan posisi keuangan akan disesuaikan menjadi Rp400.000.000 sesuai nilai wajar terkini. Penurunan nilai ini menyebabkan kerugian revaluasi yang biasanya dicatat di pendapatan komprehensif lain (other comprehensive income), tidak langsung memengaruhi laba rugi kecuali nilai wajar naik kembali. Namun, penyusutan ke depan akan didasarkan pada nilai revaluasi baru, memengaruhi beban penyusutan.

3. Pengukuran nilai wajar lebih memenuhi karakteristik relevansi karena mencerminkan nilai pasar terkini yang membantu pengambil keputusan. Namun, dalam konteks Indonesia dengan pasar aset yang kurang aktif, keandalan nilai wajar dapat menurun akibat estimasi subjektif dan volatilitas, berbeda dengan biaya historis yang lebih dapat dipercaya. Oleh karena itu, pemilihan basis pengukuran harus mempertimbangkan keseimbangan antara relevansi dan keandalan di konteks pasar lokal.
Sebagai balasan Kiriman pertama

Re: CASE STUDY

oleh Susan Ti -
NAMA:SUSANTI
NPM:2413031034

1. Dua Basis Pengukuran yang Relevan

Dalam kasus PT Surya Terang, terdapat dua basis pengukuran utama yang relevan, yaitu:

a. Biaya Historis (Historical Cost)

Biaya historis adalah jumlah kas atau setara kas yang dibayarkan untuk memperoleh aset pada saat perolehan. Dalam kasus ini, mesin dicatat sebesar Rp1.000.000.000 dan disusutkan selama umur manfaat.

Kelebihan:

Memberikan dasar pengukuran yang objektif dan dapat diverifikasi karena berdasarkan transaksi aktual.

Stabil dari waktu ke waktu, sehingga mengurangi volatilitas laporan keuangan.

Memenuhi prinsip keandalan (faithful representation) karena tidak dipengaruhi oleh fluktuasi pasar.


Kekurangan:

Kurang relevan ketika kondisi ekonomi berubah, karena nilai tercatat tidak lagi mencerminkan nilai ekonomi kini.

Tidak mencerminkan potensi penurunan nilai (impairment) secara real-time, sehingga bisa menyesatkan pengguna laporan.



---

b. Nilai Wajar (Fair Value)

Nilai wajar adalah harga yang akan diterima untuk menjual suatu aset dalam transaksi teratur antara pelaku pasar pada tanggal pengukuran (PSAK 68). Dalam kasus ini, penilaian independen menunjukkan nilai wajar mesin Rp400.000.000.

Kelebihan:

Lebih relevan karena mencerminkan kondisi pasar terkini dan nilai ekonomi sebenarnya.

Memberikan informasi yang lebih berguna bagi investor dan kreditur dalam menilai posisi keuangan.


Kekurangan:

Kurang andal jika pasar tidak aktif atau data penilaian didasarkan pada estimasi (Level 3 input PSAK 68).

Dapat menyebabkan volatilitas laba akibat perubahan nilai wajar yang diakui.

Membutuhkan biaya tinggi untuk penilaian independen secara periodik.



---

2. Implikasi Akuntansi Jika Menggunakan Model Revaluasi

Jika PT Surya Terang menerapkan model revaluasi (PSAK 16), maka:

a. Laporan Posisi Keuangan (Neraca)

Nilai tercatat mesin akan dinaikkan atau diturunkan sesuai nilai wajar (Rp400.000.000).

Selisih antara nilai tercatat lama (Rp600.000.000) dan nilai wajar baru (Rp400.000.000) sebesar Rp200.000.000 diakui sebagai kerugian revaluasi.

Kerugian ini biasanya dibebankan ke laba rugi, kecuali jika sebelumnya terdapat saldo surplus revaluasi aset yang sama di ekuitas.


b. Laporan Laba Rugi dan Penghasilan Komprehensif Lain

Penurunan nilai karena revaluasi diakui sebagai rugi revaluasi (other comprehensive loss) atau beban penurunan nilai bila tidak ada saldo surplus.

Beban penyusutan berikutnya akan berdasarkan nilai revaluasi baru (Rp400 juta) dan sisa umur manfaat mesin.

Jika di masa depan nilai mesin naik kembali, kenaikan tersebut bisa diakui sebagai surplus revaluasi di ekuitas (OCI), bukan langsung ke laba rugi.





3. Analisis: Nilai Wajar vs Biaya Historis (Relevansi & Keandalan)

Dalam konteks PT Surya Terang, nilai wajar lebih relevan karena:

Kondisi pasar telah berubah akibat teknologi baru, sehingga nilai ekonomis mesin tidak lagi sesuai dengan nilai historis.

Investor dan kreditur memerlukan informasi terkini untuk menilai aset perusahaan dan prospek arus kas di masa depan.


Namun, dari sisi keandalan (faithful representation), biaya historis lebih unggul karena didasarkan pada transaksi nyata dan tidak bergantung pada asumsi atau estimasi pasar yang bisa bias.

Secara kritis, dalam lingkungan di mana pasar tidak aktif atau sulit diobservasi (seperti mesin industri khusus), penggunaan fair value harus hati-hati. Nilai wajar akan lebih berguna jika didukung oleh penilaian independen yang kredibel dan pengungkapan memadai (asumsi, metode, dan sensitivitas nilai).




Kesimpulan

Kedua basis pengukuran memiliki fungsi masing-masing: biaya historis menekankan keandalan, sedangkan nilai wajar menonjolkan relevansi.

Dalam kasus PT Surya Terang, penerapan model revaluasi dapat dibenarkan untuk meningkatkan relevansi informasi, namun harus disertai pengungkapan yang transparan dan penilaian profesional agar tetap memenuhi prinsip keandalan.
Sebagai balasan Kiriman pertama

Re: CASE STUDY

oleh Revie Nevilla Extin -

Nama : Revie Nevilla Extin 

NPM : 2413031027

1. Dalam kasus PT Surya Terang, terdapat dua basis pengukuran yang relevan, yaitu biaya historis (historical cost) dan nilai wajar (fair value).

- Biaya Historis: Biaya historis adalah nilai aset yang diperoleh berdasarkan harga perolehan pada saat aset tersebut diperoleh. Kelebihan biaya historis adalah bahwa nilai ini objektif dan dapat diverifikasi karena berdasarkan pada transaksi aktual. Namun, kekurangannya adalah bahwa nilai ini mungkin tidak mencerminkan nilai aset yang sebenarnya pada saat ini, terutama jika terjadi perubahan signifikan dalam nilai pasar aset.

- Nilai Wajar: Nilai wajar adalah nilai aset yang diperoleh berdasarkan harga pasar saat ini. Kelebihan nilai wajar adalah bahwa nilai ini mencerminkan nilai aset yang sebenarnya pada saat ini, sehingga memberikan informasi yang lebih relevan bagi pengguna laporan keuangan. Namun, kekurangannya adalah bahwa nilai ini subjektif dan dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor pasar yang tidak stabil, sehingga memerlukan penilaian yang hati-hati dan transparan.

2. Implikasi Akuntansi Model Revaluasi

Jika PT Surya Terang memilih untuk menggunakan model revaluasi, maka implikasi akuntansinya adalah sebagai berikut:

- Laporan Posisi Keuangan: Nilai aset akan disesuaikan dengan nilai wajar, sehingga nilai aset akan menurun sebesar Rp200.000.000 (Rp600.000.000 - Rp400.000.000). Selisih ini akan diakui sebagai kerugian penurunan nilai aset dan akan mengurangi nilai aset tidak lancar.

- Laporan Laba Rugi: Kerugian penurunan nilai aset sebesar Rp200.000.000 akan diakui sebagai beban dalam laporan laba rugi, sehingga akan mengurangi laba bersih perusahaan.

3. Pengukuran menggunakan nilai wajar lebih memenuhi karakteristik kualitatif relevansi dibandingkan biaya historis dalam konteks ini, karena nilai wajar mencerminkan nilai aset yang sebenarnya pada saat ini. Hal ini sangat penting dalam pengambilan keputusan ekonomi oleh pengguna laporan keuangan. Namun, keandalan nilai wajar dapat dipertanyakan karena nilai ini subjektif dan dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor pasar yang tidak stabil. Oleh karena itu, perlu dilakukan penilaian yang hati-hati dan transparan dalam menentukan nilai wajar aset, serta pengungkapan yang memadai tentang metode penilaian dan asumsi yang digunakan. Dalam kasus ini, penilaian independen dapat membantu meningkatkan keandalan nilai wajar.

Sebagai balasan Kiriman pertama

Re: CASE STUDY

oleh Eka Saryuni -
Nama : Eka Saryuni
Npm : 2413031030

1. Dalam kasus PT Surya Terang, terdapat dua basis pengukuran yang paling relevan, yaitu biaya historis dan nilai wajar. Biaya historis merupakan dasar pengukuran awal yang digunakan ketika mesin dibeli pada tahun 2020. Basis ini mencatat aset sebesar harga perolehan dan kemudian dialokasikan sebagai beban melalui penyusutan. Kelebihan biaya historis adalah objektivitas dan keandalannya karena didasarkan pada transaksi nyata sehingga kecil kemungkinan menimbulkan subjektivitas penilaian. Namun, kelemahannya adalah kurang relevan ketika kondisi ekonomi atau teknologi berubah secara signifikan, sehingga nilai buku tidak lagi mencerminkan manfaat ekonomi masa depan dari aset tersebut. Nilai wajar, di sisi lain, menggambarkan harga pasar saat ini berdasarkan informasi terkini sebagai dasar estimasi manfaat ekonomi masa depan. Nilai wajar lebih relevan untuk pengambilan keputusan karena menunjukkan kondisi ekonomi yang sesungguhnya. Meski demikian, nilai wajar mengandung unsur subjektivitas dan ketidakpastian, terutama ketika pasar tidak aktif atau memerlukan asumsi penilaian yang signifikan, sehingga dapat menurunkan tingkat keandalan.

2. Apabila PT Surya Terang memutuskan untuk menggunakan model revaluasi sesuai PSAK 16, terdapat beberapa implikasi terhadap laporan keuangan. Pada laporan posisi keuangan, nilai tercatat mesin akan disesuaikan menjadi Rp400.000.000. Selisih penurunan dari nilai tercatat sebelumnya, yaitu Rp600.000.000, akan diakui sebagai rugi revaluasi dan dibebankan ke laba rugi, kecuali jika terdapat saldo surplus revaluasi sebelumnya yang dapat digunakan untuk mengompensasi penurunan tersebut. Dengan demikian, ekuitas akan terpengaruh: jika penurunan diakui sebagai rugi, maka laba ditahan menurun. Selain itu, setelah revaluasi, beban penyusutan pada periode selanjutnya akan dihitung berdasarkan nilai revaluasian yang baru serta sisa umur manfaat dan nilai residu yang telah direvisi, sehingga dapat mengubah besaran laba di masa mendatang.

3. Dalam konteks perubahan teknologi yang menyebabkan penurunan signifikan nilai pasar mesin, penggunaan nilai wajar dapat dikatakan lebih memenuhi karakteristik kualitatif relevansi menurut Kerangka Konseptual PSAK dan IFRS. Nilai wajar memberikan informasi yang lebih mencerminkan kondisi ekonomi aktual dan potensi manfaat ekonomi masa depan sehingga lebih berguna bagi pengguna laporan keuangan untuk menilai risiko, posisi keuangan, maupun kinerja perusahaan. Namun, dari sisi keandalan (faithful representation), biaya historis masih memiliki keunggulan karena lebih objektif dan dapat diverifikasi. Walaupun demikian, dalam situasi di mana nilai pasar berbeda jauh dari nilai buku seperti kasus ini, biaya historis justru dapat mengurangi representasi setia karena tidak lagi mencerminkan nilai ekonomi mesin. Oleh karena itu, secara kritis dapat dinyatakan bahwa dalam kondisi penurunan nilai yang signifikan dan adanya bukti penilaian independen, nilai wajar lebih seimbang memenuhi relevansi sekaligus tetap dapat diandalkan, selama penilaian dilakukan dengan teknik yang tepat dan sumber data yang dapat diverifikasi.