ACTIVITY: RESUME

ACTIVITY: RESUME

ACTIVITY: RESUME

Number of replies: 27

Ketiklah disini resume singkat esensi dari  jurnal  di atas.

In reply to First post

Re: ACTIVITY: RESUME

Nina Oktaviana གིས-
Assalamualaikum wr wb ibuu

Nama : Nina Oktaviana
NpM : 2413031057

Jurnal ini membahas perbandingan antara biaya historis dan nilai wajar dalam konteks akuntansi keuangan. Biaya historis umumnya dipakai karena dianggap netral, mudah untuk diperiksa, dan tidak berfluktuasi. Namun, cara ini sering dianggap kurang sesuai karena tidak mencerminkan nilai ekonomi saat ini. Di sisi lain, nilai wajar lebih sesuai karena mencerminkan kondisi pasar saat ini, tetapi juga memiliki kekurangan seperti ketidakstabilan, sifat subjektif dalam estimasi, dan potensi manipulasi, terutama di pasar yang sepi.

Penulis menekankan bahwa IFRS mendukung penggunaan nilai wajar, tapi penerapannya perlu dilakukan dengan hati-hati. Diperlukan keseimbangan antara relevansi informasi dan keandalan dalam pengukuran. Oleh karena itu, kedua pendekatan ini memiliki fungsi masing-masing, dan penggunaannya sebaiknya disesuaikan dengan situasi pasar, jenis aset atau kewajiban, serta kebutuhan pelaporan.

Konsep-Konsep Utama

Biaya Historis
Aset dan kewajiban dicatat sesuai dengan biaya yang dikeluarkan saat transaksi dilakukan. Setelah dicatat, nilai tersebut umumnya tidak berubah (kecuali terdapat depresiasi, amortisasi, atau kerugian nilai).Kerugian nilai dilakukan jika nilai tercatat melebihi jumlah yang dapat dipulihkan.Kelebihan: bersifat objektif, dapat diverifikasi, dan stabil dalam jangka pendek.Kekurangan: informasi menjadi "ketinggalan zaman" karena tidak mencerminkan kondisi pasar saat ini; tidak mempertimbangkan dampak inflasi atau perubahan nilai ekonomi yang nyata.

Nilai Wajar / Pengukuran Berdasarkan Situasi Saat Ini

Nilai wajar dijelaskan sebagai jumlah yang diperlukan untuk menukarkan aset atau menyelesaikan kewajiban antara pihak-pihak yang memiliki pengetahuan, siap untuk bertransaksi, dalam transaksi yang adil.Pendekatan ini membutuhkan penyesuaian nilai aset dan kewajiban secara berkala untuk mencerminkan kondisi pasar yang berlaku.

Dalam IFRS (termasuk IAS/IFRS), banyak standar yang menggunakan atau merekomendasikan pengukuran nilai wajar, setidaknya pada tanggal laporan keuangan.

Ada situasi di mana nilai wajar diterapkan bahkan pada pengakuan awal (contohnya untuk instrumen keuangan).Argumen dan Kritik terhadap Setiap Pendekatan

Alasan mendukung penerapan Nilai Wajar (atau mengurangi dominasi Biaya Historis)

1. Informasi lebih relevan nilai wajar dianggap lebih sesuai dengan keadaan ekonomi saat ini dibanding biaya historis yang sudah usang.

2. Pemeliharaan modal fisik pengakuan nilai berdasarkan keadaan terkini dapat mencegah distribusi laba yang merugikan kemampuan perusahaan untuk mengganti atau mempertahankan aset riil.

3. Perbandingan dan objektivitas yang relatif nilai wajar diharapkan menghasilkan konsistensi yang lebih baik antar entitas dibanding pengukuran berdasarkan kondisi masing-masing entitas yang bisa bervariasi.

Risiko dan Kelemahan dari Nilai Wajar (serta kritik terhadap peningkatan penggunaannya)

Volatilitas dan ketidakstabilan laba/rugi perubahan dalam nilai wajar dapat menyebabkan fluktuasi besar di laporan laba rugi.Subjektivitas estimasi jika pasar tidak aktif atau informasi pasar sulit diakses, estimasi nilai wajar mungkin mengandung banyak asumsi manajerial yang dapat dimanipulasi.Masalah keandalan terutama untuk aset yang tidak likuid atau unik, penilaian nilai wajar sulit untuk diverifikasi.

Risiko dalam kondisi pasar yang ekstrem ketika pasar mengalami stagnasi atau guncangan, nilai wajar dapat menjadi tidak stabil atau tidak dapat dipercaya. Penulis menganalisis risiko ini dalam konteks krisis keuangan.

Penulis menekankan bahwa meskipun ada kecenderungan dalam praktik akuntansi modern (IFRS) untuk meningkatkan peran nilai wajar, perlu diambil langkah hati-hati dalam mengembangkan penggunaannya secara luas, terutama dalam situasi pasar yang tidak normal atau untuk aset yang sulit dinilai.
In reply to First post

Re: ACTIVITY: RESUME

Asnia Sundari གིས-
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Bu.
Nama: Asnia Sundari
NPM: 2413031040
Berikut resume singkat esensi artikel jurnal dari yang ibu bagikan.

This article discusses the debate between Historical Cost dan Fair Value Measurement dalam akuntansi keuangan. Measurement adalah hal inti dalam accounting karena semua aset dan liabilities harus dicatat pada dua titik penting: initial recognition (saat pertama kali dicatat) dan balance sheet date.

  1. Historical cost berarti aset dicatat pada harga perolehan awal (purchase price). Nilai hanya berubah jika ada impairment (penurunan nilai). Metode ini dianggap sederhana, objektif, dan stabil, tetapi kelemahannya adalah low information potentia di mana  angka yang tercatat bisa jauh berbeda dari kondisi ekonomi saat ini.
  2. Fair value, sebaliknya, mencerminkan nilai pasar saat ini (“the amount for which an asset could be exchanged, or a liability settled, between knowledgeable, willing parties”). Konsep ini lebih relevan karena menunjukkan kondisi ekonomi terkini, apalagi untuk financial instruments. Namun, fair value sering menghadapi masalah reliability, terutama ketika tidak ada active market. Estimasi berbasis model bisa membuat angka menjadi subjektif.

IFRS saat ini lebih condong menggunakan fair value di balance sheet date, sementara initial recognition biasanya tetap memakai cost. Beberapa standar, seperti IAS 41 (Agriculture) dan IAS 39 (Financial Instruments), bahkan mewajibkan fair value sejak awal.

Pada financial crisis, fair value menjadi kontroversial. Market prices bisa jatuh drastis, membuat laporan keuangan terlihat buruk dan memperparah krisis. Oleh karena itu, sebagian ahli berpendapat bahwa fair value perlu disajikan sebagai informasi alternatif, bukan dasar tunggal.

So, there is no single perfect method. Historical cost memberikan stabilitas, sedangkan fair value memberikan relevansi. A wise approach adalah kombinasi keduanya untuk menghasilkan informasi yang reliable dan useful bagi users.

Sekian, terima kasih Bu.

In reply to First post

Re: ACTIVITY: RESUME

Arshella Cahya Yuniarti གིས-
Nama: Arshella Cahya Yuniarti
Npm: 2413031058

Jurnal ini mengulas perbedaan antara metode biaya historis dan nilai wajar dalam pengukuran akuntansi. Biaya historis menitikberatkan pencatatan aset pada harga perolehan awal dan hanya disesuaikan jika terjadi penurunan nilai. Metode ini relatif stabil, tetapi kurang relevan ketika harga pasar mengalami perubahan signifikan. Sebaliknya, nilai wajar menggambarkan kondisi ekonomi saat ini melalui penilaian berbasis harga pasar, yang dianggap lebih relevan meskipun berisiko menimbulkan fluktuasi, ketergantungan pada asumsi, dan potensi manipulasi.

Dalam perkembangannya, IFRS semakin menekankan penggunaan nilai wajar, baik sebagai pilihan maupun sebagai dasar utama, terutama pada instrumen keuangan, properti investasi, serta aset biologis. Meski demikian, penerapan nilai wajar menghadapi kendala, khususnya bagi aset non-keuangan yang tidak diperdagangkan di pasar aktif. Artikel ini juga menyoroti perdebatan mengenai penerapan nilai wajar pada masa krisis keuangan, ketika penentuan harga pasar menjadi sulit dan justru meningkatkan ketidakpastian.

Kesimpulannya, penulis menegaskan bahwa tidak ada metode tunggal yang paling tepat untuk semua kondisi. Oleh karena itu, penggunaan kombinasi biaya historis, nilai wajar, dan pengukuran spesifik entitas dianggap lebih sesuai, tergantung pada jenis aset dan situasi pasar. Nilai wajar lebih efektif untuk instrumen keuangan, sementara pendekatan berbasis entitas dinilai lebih bermanfaat bagi aset non-keuangan.
In reply to First post

Re: ACTIVITY: RESUME

MAYKE RIANSYAH གིས-
Nama : Mayke Riansyah
NPM : 2413031047

Jurnal ini membahas tentang perdebatan pokok antara dua basis pengukuran dalam akuntansi—historical cost (biaya historis/entitas-spesifik) dan fair value (nilai wajar/berbasis pasar)—dengan fokus pada pengukuran saat pengakuan awal dan pada tanggal neraca. Penulis menjelaskan bahwa IFRS cenderung mengutamakan fair value, terutama untuk instrumen keuangan dan beberapa aset non-keuangan (mis. IAS 41 untuk sektor pertanian), sementara historical cost masih banyak dipertahankan untuk pengakuan awal karena lebih dapat diverifikasi. Kelebihan fair value adalah relevansi, objektivitas, dan kemampuan mencerminkan kondisi ekonomi saat ini; kelemahannya muncul saat pasar tidak aktif—ketergantungan pada estimasi subjektif menurunkan reliabilitas, terutama untuk aset non-keuangan. Jurnal juga membahas hubungan hirarki metode pengukuran (harga pasar observabel → model berbasis input pasar → current cost → model entitas-spesifik) dan masalah perlakuan biaya transaksi serta biaya penjualan dalam pengukuran. Dalam konteks krisis keuangan (2008), tulisan ini menyorot tekanan untuk menangguhkan atau memodifikasi pengukuran fair value karena pasar yang terganggu, namun regulator dan standar global berupaya mempertahankan prinsip fair value untuk instrumen keuangan sambil mengevaluasi aplikasi praktisnya. Kesimpulannya, penulis merekomendasikan penggunaan kombinasi kedua pendekatan: fair value lebih cocok untuk instrumen keuangan, sementara entity-specific (historical cost/biaya) kadang lebih tepat untuk aset non-keuangan; dan bahwa informasi nilai wajar sebaiknya disajikan dengan hati-hati agar tidak mendorong distribusi keuntungan tidak terealisasi kepada pemilik.
In reply to First post

Re: ACTIVITY: RESUME

Nuzulliana 2413031064 གིས-
Nama: Nuzulliana
NPM: 241303164

Jurnal ini membahas tentang perdebatan mengenai pilihan dasar pengukuran dalam akuntansi, yakni antara biaya historis (historical cost) dan nilai wajar (fair value). Biaya historis mencatat aset sesuai harga perolehan awal dan hanya diubah jika terjadi penurunan nilai. Metode ini sederhana dan objektif, tetapi sering kali kurang relevan karena tidak menunjukkan kondisi pasar terkini. Sebaliknya, nilai wajar mengukur aset berdasarkan harga pasar saat ini sehingga lebih mencerminkan keadaan ekonomi, meskipun berisiko subjektif dan fluktuatif bila pasar aktif tidak tersedia.

Dalam perkembangannya, standar akuntansi internasional (IFRS) semakin mendorong penerapan nilai wajar, terutama pada instrumen keuangan, properti investasi, dan aset biologis. Namun, untuk aset tetap seperti bangunan dan mesin, biaya historis masih umum digunakan pada pengakuan awal, dengan opsi revaluasi pada tanggal laporan. Bahkan, IASB sempat mengusulkan agar seluruh aset dan kewajiban diukur dengan nilai wajar sejak awal pengakuan, asalkan dapat ditentukan secara andal.

Alasan utama pergeseran dari biaya historis ke nilai wajar adalah karena keterbatasan biaya historis dalam memberikan informasi, adanya risiko erosi modal akibat inflasi, serta kurangnya daya banding antar perusahaan. Meski demikian, penggunaan nilai wajar juga menuai kritik, khususnya saat krisis keuangan 2008, ketika penurunan harga pasar menyebabkan laporan keuangan tampak lebih buruk. Hal ini mendorong beberapa regulator memberi alternatif pengukuran dengan menggunakan estimasi arus kas masa depan.

Kesimpulannya, tidak ada satu metode pengukuran yang sepenuhnya ideal. Nilai wajar lebih sesuai untuk instrumen keuangan, sementara biaya historis atau pengukuran berbasis entitas masih penting untuk aset non-keuangan. Oleh karena itu, informasi nilai wajar sebaiknya tetap disajikan sebagai pelengkap, bukan sepenuhnya menggantikan biaya historis, agar laporan keuangan lebih relevan sekaligus tetap andal.
In reply to First post

Re: ACTIVITY: RESUME

Dini Hanifa གིས-
Assalamualaikum Wr.Wb
NAMA: DINI HANIFA
NPM: 2413031055
Resume e-Journal
Historical Costs versus Fair Value Measurement in Financial Accounting

Biaya historis adalah metode pencatatan aset dan kewajiban berdasarkan harga pembelian asli saat aset atau kewajiban tersebut diperoleh. Nilai ini hanya akan berubah jika ada penurunan nilai aset, sesuai dengan standar akuntansi internasional. Metode ini memberikan kestabilan karena nilai yang dicatat tetap sama meskipun kondisi pasar berubah.

Nilai wajar adalah metode pencatatan aset dan kewajiban berdasarkan harga pasar saat ini, yaitu harga yang bisa diperoleh dalam transaksi antara pihak yang mengetahui informasi dan bersedia bertransaksi tanpa tekanan. Penilaian nilai wajar biasanya dilakukan secara berkala dan mencerminkan kondisi ekonomi terbaru pada tanggal neraca. Metode ini lebih relevan untuk aset yang nilainya sering berubah seperti properti investasi dan instrumen keuangan.

Standar pelaporan keuangan internasional semakin mendorong penggunaan nilai wajar, terutama pada instrumen keuangan dan aset biologis, karena memberikan informasi yang lebih akurat dan relevan bagi pengguna laporan keuangan. Namun, nilai wajar juga membawa risiko karena mengandung unsur estimasi dan volatilitas harga pasar. Oleh karena itu, pengukuran yang tepat dan konsisten sangat penting dalam akuntansi untuk menjaga transparansi dan kualitas informasi keuangan.
In reply to First post

Re: ACTIVITY: RESUME

Rizky Widyaningrum གིས-
Nama: Rizky Widyaningrum
NPM: 2413031060

Jurnal ini membahas perbedaan antara biaya historis (historical cost) dan nilai wajar (fair value) dalam akuntansi. Biaya historis memakai harga beli awal suatu aset, sehingga lebih stabil dan mudah dicek, tetapi kadang kurang sesuai dengan kondisi ekonomi sekarang. Sedangkan nilai wajar menilai aset sesuai harga pasar saat ini, jadi lebih relevan dan informatif, meskipun bisa berisiko karena harga pasar sering berubah-ubah dan tidak selalu ada data yang jelas. Dalam standar akuntansi internasional (IFRS), nilai wajar makin sering dipakai, terutama untuk instrumen keuangan dan properti, walaupun pencatatan awal biasanya masih pakai biaya historis.

Saat terjadi krisis keuangan, penggunaan nilai wajar menuai perdebatan karena jatuhnya harga pasar bisa membuat laporan keuangan terlihat lebih buruk. Karena itu, beberapa pihak memberi kelonggaran untuk tidak sepenuhnya menggunakan nilai wajar. Penulis menyimpulkan bahwa tidak ada metode yang paling tepat untuk semua situasi. Sebaiknya, keduanya digabung: nilai wajar cocok untuk aset keuangan, sedangkan biaya historis lebih sesuai untuk aset non-keuangan. Dengan begitu, laporan keuangan bisa tetap relevan sekaligus dapat dipercaya.
In reply to First post

Re: ACTIVITY: RESUME

Maya Lisnawati གིས-
Assalamualaikum bu
Nama: Maya Lisnawati
NPM: 2413031043
Jurnal yang berjudul “Historical Costs versus Fair Value Measurement in Financial Accounting” membahas dua pendekatan utama dalam pengukuran akuntansi, yaitu biaya historis dan nilai wajar. Biaya historis mengukur aset dan liabilitas berdasarkan harga perolehan awal dan hanya disesuaikan jika terjadi penurunan nilai, sedangkan nilai wajar mencerminkan kondisi ekonomi dan harga pasar terkini. Dalam standar IFRS, penggunaan nilai wajar semakin meluas, terutama pada aset keuangan, properti investasi, dan pertanian (IAS 41). Namun, metode ini menimbulkan perdebatan karena reliabilitasnya sering dipertanyakan, terutama ketika pasar tidak aktif atau harga pasar sulit ditentukan. Nilai wajar memberikan informasi yang lebih relevan tetapi juga membawa risiko tinggi, terutama bila laba belum direalisasi diakui dalam laporan laba rugi. Krisis keuangan global memperkuat perdebatan ini karena nilai wajar dinilai memperburuk volatilitas pasar. Dengan demikian bahwa kombinasi antara biaya historis dan nilai wajar lebih tepat digunakan agar laporan keuangan tetap informatif, andal, serta mampu menggambarkan kondisi ekonomi secara realistis tanpa menimbulkan distorsi terhadap laba dan modal perusahaan.
In reply to First post

Re: ACTIVITY: RESUME

Virginia Shaulan Zailani གིས-
Nama: Virginia Shaulan Zailani
NPM: 2413031069

Jurnal Historical Costs versus Fair Value Measurement in Financial Accounting oleh Dana Dvořáková (2009) membahas perbandingan antara historical cost dan fair value sebagai dasar pengukuran akuntansi. Historical cost berfokus pada harga perolehan awal dan relatif stabil, sedangkan fair value mencerminkan kondisi pasar terkini sehingga dianggap lebih relevan dan objektif, terutama untuk instrumen keuangan dan aset yang memiliki pasar aktif. IFRS mendorong penggunaan fair value karena dinilai meningkatkan relevansi informasi dan daya banding antar entitas. Namun, penerapan fair value menimbulkan masalah pada aset non-keuangan yang sulit dinilai karena pasar aktif sering tidak tersedia, sehingga penentuan nilai sangat bergantung pada estimasi manajemen. Hal ini menurunkan reliabilitas dan dapat memperburuk instabilitas, terutama saat krisis keuangan. Jurnal ini menyimpulkan bahwa tidak ada metode pengukuran yang sepenuhnya unggul, sehingga kombinasi historical cost dan fair value lebih tepat untuk menyajikan informasi akuntansi yang seimbang, relevan, dan andal.
In reply to First post

Re: ACTIVITY: RESUME

Vina Rahmadani གིས-
assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
izin memperkenalkan diri
nama: Vina Rahmadani
npm: 2413031067

Jurnal berjudul “Historical Costs versus Fair Value Measurement in Financial Accounting” ini membahas secara kritis dua pendekatan pengukuran utama dalam akuntansi keuangan: historical cost dan fair value. Penulis memulai dengan menyoroti bahwa dalam pelaporan keuangan, aset dan liabilitas harus diukur pada dua saat penting: pada pengakuan awal (initial recognition) dan pada tanggal neraca (balance sheet date). Umumnya, model historical cost digunakan pada saat pengakuan awal, sedangkan banyak standar akuntansi modern (terutama IFRS) mendorong penggunaan fair value pada tanggal neraca.

Metode historical cost mencatat nilai aset sesuai biaya perolehan awal, yang kemudian disesuaikan hanya jika terjadi penurunan nilai (impairment). Model ini menawarkan keandalan karena berdasarkan bukti transaksi historis dan mudah diverifikasi. Namun, kelemahannya muncul ketika nilai pasar berubah signifikan: informasi yang disajikan bisa jadi usang dan tidak relevan.

Sebaliknya, fair value measurement mencerminkan kondisi pasar terkini di tanggal neraca: nilai wajar yang mencerminkan apa yang akan dibayar atau diterima dalam transaksi “arm’s length” antar pihak yang berpengetahuan. Pendekatan ini meningkatkan relevansi laporan keuangan, memperbaiki komparabilitas dan transparansi. Namun tantangannya terletak pada estimasi subjektif, terutama bila pasar tidak likuid, serta potensi volatilitas yang tinggi.

Penulis juga meninjau usulan IASB (Discussion Paper 2005) yang mengusulkan bahwa semua aset dan liabilitas seharusnya diukur pada fair value sejak pengakuan awal, jika reliably estimable. Tapi dia memperingatkan bahwa perlu keseimbangan antara relevansi dan keandalan. Dalam kondisi krisis keuangan, penggunaan fair value bisa bermasalah karena pasar menjadi tidak aktif atau harga tidak mencerminkan nilai fundamental. Oleh karena itu, dalam praktik, metode campuran sering diusulkan: fair value untuk instrumen keuangan, dan pendekatan entitas-spesifik atau historical cost untuk aset non-keuangan.

Kesimpulannya, penulis menekankan bahwa tidak ada satu metode pengukuran sempurna. Pengguna laporan keuangan akan diuntungkan jika informasi dari fair value disajikan sebagai pelengkap atau alternatif, sementara distribusi keuntungan yang belum terealisasi perlu berhati-hati agar tidak merusak pemeliharaan modal fisik perusahaan.
In reply to First post

Re: ACTIVITY: RESUME

Adzra Ati'iqah གིས-
nama : adzra ati'iqah
npm : 2413031056

izin menjawab
Historical Costs versus Fair Value Measurement in Financial Accounting” oleh Dana Dvořáková (2009)
Jurnal ini menyoroti perdebatan antara biaya historis dan nilai wajar sebagai dasar pengukuran dalam akuntansi keuangan. Dvořáková menjelaskan bahwa tren IFRS semakin mendorong penggunaan nilai wajar karena dianggap lebih relevan dan mencerminkan kondisi ekonomi saat ini. Namun, penerapan nilai wajar juga menghadapi tantangan, terutama ketika tidak ada pasar aktif, yang membuat pengukuran menjadi kurang andal dan lebih subjektif. Di sisi lain, biaya historis dinilai lebih stabil dan mudah diverifikasi tetapi kurang mencerminkan nilai ekonomi aktual. Penulis menyimpulkan bahwa tidak ada satu metode yang sepenuhnya unggul, sehingga kombinasi keduanya diperlukan: nilai wajar cocok untuk aset keuangan, sedangkan biaya historis atau pengukuran berbasis entitas lebih tepat untuk aset nonkeuangan.
In reply to First post

Re: ACTIVITY: RESUME

Anindia Maharani གིས-
Assalamualaikum wr.wb.
izin memperkenalkan diri
Nama : Anindia Maharani
Npm : 2413031042

izin menjawab,
jurnal ini mengupas tuntas dilema klasik dalam akuntansi antara tetap berpegang pada biaya perolehan aset yang sudah lampau, atau mengikuti fluktuasi nilai wajar di pasar saat ini. Badan standar akuntansi internasional (IASB) memang cenderung mengutamakan nilai wajar karena dianggap lebih relevan dan real-time. namun, penulis jurnal ini mengingatkan bahwa nilai wajar tidak selalu bisa diandalkan, terutama untuk aset-aset yang jarang diperjual belikan. Selain itu, penggunaan nilai wajar secara berlebihan bisa berbahaya, terutama saat krisis keuangan. Jadi, intinya, jurnal ini menyarankan agar kita menggunakan kedua metode pengukuran secara bijak, tergantung pada jenis aset dan situasi ekonomi yang ada. Jangan terpaku pada satu metode saja, agar informasi keuangan yang dihasilkan lebih lengkap dan akurat.
In reply to First post

Re: ACTIVITY: RESUME

Fadhilah Izdihar གིས-
Assalamualaikum bu izin memperkenalkan diri:
Nama : Fadhilah Izdihar
NPM : 2413031068

Artikel “Historical Costs versus Fair Value Measurement in Financial Accounting” menjelaskan dua cara utama dalam menilai aset dan kewajiban, yaitu biaya historis (historical cost) dan nilai wajar (fair value). Biaya historis menilai aset berdasarkan harga saat dibeli, sedangkan nilai wajar menilai sesuai harga pasar terkini. Nilai wajar dianggap lebih relevan karena menunjukkan kondisi ekonomi saat ini, tetapi bisa kurang andal jika tidak ada pasar aktif atau harga yang pasti.

Sebaliknya, biaya historis lebih stabil dan mudah diverifikasi, namun sering kali tidak mencerminkan nilai sebenarnya ketika terjadi inflasi atau perubahan harga. Dalam kondisi krisis, penggunaan nilai wajar dapat memperburuk laporan keuangan karena harga pasar menurun tajam. Oleh sebab itu, pendekatan yang menggabungkan kedua metode tersebut dinilai paling tepat agar laporan keuangan tetap relevan, andal, dan menggambarkan kondisi perusahaan secara lebih seimbang.
In reply to First post

Re: ACTIVITY: RESUME

Danu Akta Alam གིས-
Assalamualaikum Wr, Wb.
Nama : Danu Akta Alam
NPM : 2413031052

Artikel ini membahas perbedaan antara pengukuran berbasis biaya historis dan nilai wajar dalam akuntansi keuangan. Penulis menjelaskan bahwa pengukuran dilakukan pada dua tahap penting, yaitu saat pengakuan awal dan pada tanggal laporan posisi keuangan. Menurut IFRS, metode nilai wajar semakin banyak digunakan karena dianggap lebih mencerminkan kondisi ekonomi terkini dibanding biaya historis. Biaya historis dianggap kurang informatif karena tidak menggambarkan perubahan nilai aset akibat inflasi dan dinamika pasar, sementara nilai wajar memberikan informasi yang lebih relevan bagi pengguna laporan keuangan. Namun, penggunaan nilai wajar juga membawa risiko, terutama jika tidak ada pasar aktif sehingga penilaian bergantung pada estimasi subjektif. Artikel ini juga menyoroti pengaruh krisis keuangan global terhadap penerapan nilai wajar, di mana penilaian pasar menjadi sulit dan tidak stabil. Beberapa lembaga, seperti SEC dan FASB, bahkan mengizinkan metode alternatif selain mark-to-market untuk menjaga keandalan laporan keuangan. Dvořáková menegaskan bahwa tidak ada satu metode pengukuran yang sempurna. Nilai wajar lebih sesuai untuk instrumen keuangan, sedangkan pengukuran berbasis entitas atau biaya historis masih relevan untuk aset non-keuangan. Kesimpulannya, kombinasi antara kedua pendekatan tersebut dinilai paling tepat agar laporan keuangan tetap informatif, andal, dan mencerminkan kondisi ekonomi secara adil.
In reply to First post

Re: ACTIVITY: RESUME

ALZIRAH SABRINA གིས-
Nama: Alzirah Sabrina
NPM: 2413031049

Penelitian yang dilakukan oleh Dana Dvořáková (2009) berjudul “Historical Costs versus Fair Value Measurement in Financial Accounting” membahas salah satu isu utama dalam akuntansi modern, yaitu perdebatan mengenai apakah aset dan kewajiban sebaiknya diukur menggunakan biaya historis (historical cost) atau nilai wajar (fair value).

Studi ini menyoroti perbedaan mendasar antara kedua pendekatan tersebut. Biaya historis mencatat aset berdasarkan harga perolehan awal dan hanya menurun ketika terjadi penurunan nilai (impairment), sedangkan nilai wajar mencerminkan kondisi ekonomi terkini dengan melakukan penilaian ulang terhadap harga pasar pada tanggal pelaporan. Menurut Dvořáková, tren akuntansi internasional, khususnya dalam penerapan IFRS, menunjukkan pergeseran yang semakin kuat menuju penggunaan nilai wajar karena dianggap lebih relevan, objektif, dan informatif bagi para pengguna laporan keuangan.

Namun demikian, pendekatan nilai wajar juga memiliki sejumlah tantangan, terutama yang berkaitan dengan reliabilitas data dan volatilitas pasar. IASB, dalam diskusinya pada tahun 2005, bahkan mengusulkan agar seluruh aset dan kewajiban diukur dengan nilai wajar sejak pengakuan awal, selama estimasinya dapat dilakukan secara andal. Meskipun begitu, Dvořáková memperingatkan bahwa penerapan nilai wajar secara luas, khususnya terhadap aset non-keuangan, dapat memunculkan ketidakpastian pengukuran dan menurunkan keandalan laporan keuangan. Dalam kondisi pasar yang tidak aktif atau ketika terjadi krisis keuangan, nilai wajar justru bisa menyesatkan karena bergantung pada harga pasar yang tidak stabil.

Sebagai kesimpulan, Dvořáková menegaskan bahwa tidak ada satu dasar pengukuran yang sepenuhnya ideal untuk semua jenis aset dan kewajiban. Ia menyarankan penggunaan pendekatan kombinatif, di mana nilai wajar lebih sesuai untuk instrumen keuangan, sementara biaya historis tetap relevan untuk aset non-keuangan. Pendekatan ganda ini dinilai lebih realistis karena mampu menjaga keseimbangan antara relevansi informasi dan keandalan pelaporan, sehingga dapat memberikan gambaran yang lebih akurat dan stabil dalam konteks akuntansi modern.
In reply to First post

Re: ACTIVITY: RESUME

Murni Solekha གིས-
Nama: Murni Solekha
NPM: 2413031061

"Historical Costs versus Fair Value Measurement in Financial Accounting" oleh Dana Dvořáková.
Membahas dua konsep utama dalam pengukuran aset dan kewajiban dalam akuntansi keuangan, yaitu pencatatan berdasarkan historical cost dan fair value. Pengukuran ini penting pada dua momen utama: saat pengakuan awal aset/kewajiban dan pada tanggal laporan keuangan (balance sheet day).
Pencatatan historical cost menggunakan harga pembelian asli sebagai dasar pengukuran, yang bersifat objektif dan tidak berubah kecuali jika terjadi penurunan nilai (impairment). Sebaliknya, fair value mengukur aset dan kewajiban berdasarkan harga pasar saat ini, mencerminkan kondisi ekonomi terkini dan ekspektasi pasar, sehingga lebih relevan tetapi juga lebih sulit diukur secara objektif, terutama untuk aset non-keuangan yang tidak diperdagangkan aktif.
IASB (International Accounting Standards Board) mendukung penggunaan fair value khususnya pada tanggal laporan keuangan, dan bahkan mengusulkan penggunaannya pada pengakuan awal dalam beberapa standar. Namun, fair value memiliki risiko khususnya terkait reliabilitas dan subjektivitas penilaian, serta potensi distorsi laba akibat pengakuan keuntungan dari revaluasi aset sebelum realisasi.
Jurnal ini juga menjelaskan tantangan penggunaan fair value saat krisis keuangan, ketika pasar tidak aktif dan harga pasar sulit ditentukan, sehingga penilaian menjadi kurang andal. Dalam situasi tersebut, metode entity-specific measurement yang lebih konservatif sering digunakan.

Kesimpulannya, tidak ada metode pengukuran yang sempurna. Pemilihan antara historical cost dan fair value harus disesuaikan dengan konteks dan jenis aset: fair value lebih tepat untuk instrumen keuangan yang aktif diperdagangkan, sedangkan historical cost lebih sesuai untuk aset non-keuangan. Kombinasi keduanya dapat menghasilkan laporan keuangan yang lebih relevan dan akurat.
In reply to First post

Re: ACTIVITY: RESUME

Olivia Rahma Dani གིས-
Nama : Olivia Rahma Dani
NPM : 2413031039

Biaya historis adalah metode pengukuran aset dan kewajiban berdasarkan harga pembelian saat transaksi awal. Nilai ini hanya akan berkurang jika terjadi penurunan nilai aset yang signifikan. Namun, metode biaya historis dianggap kurang mencerminkan kondisi ekonomi yang sedang berlangsung, terutama untuk investasi dan instrumen keuangan yang nilainya bisa berubah-ubah. Oleh karena itu, IFRS mendorong penggunaan pengukuran nilai wajar yang didasarkan pada harga pasar saat pengukuran dilakukan. Nilai wajar dianggap lebih relevan dan objektif karena mencerminkan kondisi pasar saat ini, bukan hanya biaya masa lalu. Peralihan dari biaya historis ke nilai wajar didasarkan pada beberapa alasan penting. Pertama, biaya historis sering dianggap memberikan informasi yang kurang memadai bagi pengguna laporan keuangan, terutama dalam hal investasi. Kedua, biaya historis dapat menyebabkan erosi modal fisik karena pengakuan laba yang terlalu tinggi akibat inflasi yang tidak tercermin dalam biaya aset. Ketiga, nilai wajar meningkatkan objektivitas dan komparabilitas antar entitas, karena pengukuran tidak bergantung pada kondisi awal saat aset atau kewajiban diakui. 

Dalam IFRS, banyak standar mengadopsi nilai wajar sebagai dasar pengukuran, terutama pada tanggal neraca, seperti IAS 16 (Properti, Pabrik dan Peralatan), IAS 40 (Properti Investasi), dan IAS 39 (Instrumen Keuangan). Namun, pada pengakuan awal, sebagian besar aset dan kewajiban masih diukur menggunakan biaya historis, kecuali untuk beberapa kasus seperti aset biologis (IAS 41) dan instrumen keuangan, yang mewajibkan pengukuran nilai wajar sejak awal. Pengukuran nilai wajar memang memberikan informasi yang lebih relevan, tetapi juga memiliki risiko, terutama ketika pasar aktif tidak tersedia. Dalam kondisi ini, nilai wajar sering harus dihitung berdasarkan estimasi yang subjektif dan spesifik entitas, sehingga dapat mengurangi reliabilitas informasi. Selain itu, keuntungan yang diperoleh dari kenaikan nilai wajar belum tentu bisa direalisasikan dalam bentuk kas, terutama untuk aset yang tidak mudah dijual. Perbedaan dalam pendekatan nilai wajar juga terlihat antara IAS 41 dan panduan IASB. IAS 41 memperbolehkan pengurangan nilai wajar dengan biaya transaksi, sedangkan IASB cenderung menolak pengurangan tersebut agar nilai wajar tetap mencerminkan harga pasar murni. Hal ini menunjukkan bahwa pengukuran nilai wajar masih terus dikembangkan dan disesuaikan agar lebih akurat dan dapat diandalkan. 

Secara keseluruhan, meskipun pengukuran nilai wajar membawa risiko, metode ini dinilai lebih mampu memberikan informasi yang relevan dan objektif bagi pengguna laporan keuangan dibandingkan biaya historis. Oleh karena itu, IFRS lebih mengutamakan pengukuran yang mencerminkan kondisi ekonomi saat ini, dengan tetap mempertimbangkan aspek reliabilitas agar laporan keuangan tetap memberikan gambaran yang adil dan tepat mengenai kondisi perusahaan.
In reply to First post

Re: ACTIVITY: RESUME

Maya Khoyrotun Nisa གིས-
Assalamualaikum wr wb ibuu
Nama : Maya Khoyrotun Nisa
NpM : 2413031045

Berikut resume singkat mengenai esensi artikel "Historical Costs versus Fair Value Measurement in Financial Accounting" oleh Dana Dvořáková:
Artikel ini membahas dua pendekatan utama dalam pengukuran aset dan kewajiban dalam akuntansi keuangan, yaitu pengukuran berdasarkan biaya historis dan pengukuran nilai wajar. Biaya historis mencatat nilai aset berdasarkan harga perolehan awal dan hanya menyesuaikan bila terjadi penurunan nilai (impairment). Sementara itu, nilai wajar mencerminkan nilai pasar saat ini, yaitu harga yang disepakati antara pihak-pihak yang memahami dan bersedia dalam transaksi wajar.

IASB (International Accounting Standards Board) saat ini lebih mengedepankan penggunaan nilai wajar terutama saat penyajian laporan keuangan pada tanggal neraca, karena nilai wajar dianggap memberikan informasi yang lebih relevan dan objektif. Namun, pada saat pengakuan awal, aset biasanya diukur berdasarkan biaya historis kecuali standar tertentu seperti IAS 39 dan IAS 41 yang mewajibkan nilai wajar saat pengakuan awal.

Artikel juga menyoroti isu risiko dan tantangan terkait nilai wajar, terutama selama krisis keuangan ketika pasar tidak aktif sehingga sulit menentukan nilai pasar yang andal. Dalam kondisi seperti itu, penggunaan biaya historis atau pengukuran berbasis entitas (entity-specific) menjadi lebih dipertimbangkan. Akhirnya, penulis menyimpulkan bahwa kedua metode pengukuran perlu digunakan secara komplementer untuk memberikan informasi yang seimbang dan akurat bagi pengguna laporan keuangan.

Dengan demikian, artikel ini menguraikan perdebatan dan potensi kompromi antara biaya historis yang konservatif dan nilai wajar yang dinamis dalam konteks akuntansi dan pelaporan keuangan.
In reply to First post

Re: ACTIVITY: RESUME

Az Zahra Syahlia Putri གིས-
Nama : Az Zahra Syahlia Putri
Npm : 2413031041
Jurnal ini membahas bahwa teori akuntansi adalah sistem atas perangkat ide atau konsep yang diterima secara luas sebagai justifikasi atau penjelasan untuk praktek akuntansi tiap akuntansi terutama bertujuan menjelaskan alasan di balik praktik akuntansi yang diikuti bukan berarti itu adalah kata ilmiah tetapi tentu memiliki logika dibaliknya contohnya wineries umumnya mengikuti metode lifo untuk penilaian persediaan sedangkan penjual buah lebih memilih metode fifo untuk penilaian persediaan dari akuntansi harus menyediakan penjelasan tentang praktik penilaian persediaan yang diikuti baik berdasarkan logika atau prinsip ilmiah.
In reply to First post

Re: ACTIVITY: RESUME

Rahma Dwi Gishela གིས-
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh bu
Nama: Rahma Dwi Gishela
NPM: 2413031038

Izin menjawab bu, berdasarkan jurnal yang telah ibu berikan, maka esensi yang saya dapatkan adalah perbedaan antara biaya historis (historical cost) dan nilai wajar (fair value) dalam akuntansi. Historical cost berfokus pada harga perolehan awal dan relatif stabil, sedangkan fair value mencerminkan kondisi pasar terkini sehingga dianggap lebih relevan dan objektif, terutama untuk instrumen keuangan dan aset yang memiliki pasar aktif. Kesimpulannya, tidak ada metode pengukuran yang sempurna. Pemilihan antara historical cost dan fair value harus disesuaikan dengan konteks dan jenis aset: fair value lebih tepat untuk instrumen keuangan yang aktif diperdagangkan, sedangkan historical cost lebih sesuai untuk aset non-keuangan. Kombinasi keduanya dapat menghasilkan laporan keuangan yang lebih relevan dan akurat.
In reply to First post

Re: ACTIVITY: RESUME

Anggit Yunizar གིས-
Nama : Anggit Yunizar
NPM : 2413031046

Jurnal di atas menjelaskan perbedaan antara pengukuran biaya historis dan nilai wajar dalam pelaporan keuangan menurut IFRS. Penulis menjelaskan bahwa penggunaan fair value semakin meluas karena dianggap lebih relevan dan mencerminkan kondisi ekonomi saat ini, meskipun berisiko tinggi ketika pasar tidak aktif atau untuk aset non-keuangan yang sulit dinilai secara objektif. Sementara itu, metode historical cost dinilai lebih andal dan stabil, tetapi kurang mencerminkan nilai ekonomi aktual. Dalam konteks krisis keuangan, fair value bahkan dapat memperburuk volatilitas laporan keuangan. kesimpulannya adalah kombinasi kedua metode fair value untuk instrumen keuangan dan historical cost untuk aset non-keuangan merupakan pendekatan terbaik untuk menghasilkan laporan keuangan yang relevan dan andal.
In reply to First post

Re: ACTIVITY: RESUME

Ria Agustina གིས-
Nama: Ria Agustina
Npm: 2413031048

setelah saya membaca jurnal “Historical Costs versus Fair Value Measurement in Financial Accounting”, jurnal ini membahas tentang dua pendekatan utama dalam pengukuran aset dan kewajiban dalam akuntansi, yaitu biaya historis (historical cost) dan nilai wajar (fair value). Kedua metode ini memiliki kelebihan dan kelemahan masing-masing, serta menjadi perdebatan penting dalam praktik pelaporan keuangan modern.

Pendekatan historical cost didasarkan pada harga perolehan suatu aset saat pertama kali dibeli. Nilai aset hanya akan berubah jika terjadi penurunan nilai (impairment). Sementara itu, fair value mencerminkan harga pasar terkini, yaitu nilai yang akan diperoleh apabila aset tersebut dijual pada tanggal pelaporan. Dengan demikian, nilai wajar dianggap lebih relevan karena mencerminkan kondisi ekonomi saat ini.

Dalam perkembangan standar akuntansi internasional (IFRS), terdapat kecenderungan yang semakin kuat untuk menggunakan pengukuran berbasis fair value, terutama untuk aset seperti instrumen keuangan, investasi, dan properti investasi. Penggunaan fair value dinilai mampu meningkatkan relevansi, objektivitas, dan daya banding laporan keuangan bagi para pengguna informasi seperti investor dan analis.

Namun, penerapan fair value juga menimbulkan berbagai permasalahan. Pada kondisi pasar yang tidak stabil, seperti saat krisis keuangan, penentuan fair value menjadi sulit karena tidak adanya pasar aktif atau harga yang dapat diandalkan. Hal ini dapat menyebabkan laporan keuangan menjadi kurang mencerminkan keadaan sebenarnya. Contohnya dapat dilihat pada penerapan IAS 41 – Agriculture, yang mewajibkan penggunaan fair value sejak pengakuan awal hingga akhir, namun menimbulkan tantangan dalam menentukan nilai pasar aset biologis yang sering kali tidak memiliki harga pasar yang jelas.

Dvorakova menyimpulkan bahwa tidak ada satu metode pengukuran yang paling tepat untuk semua kondisi. Penggunaan fair value memang memberikan informasi yang lebih relevan, tetapi juga memiliki risiko ketidakpastian yang tinggi. Oleh karena itu, kombinasi antara pendekatan historical cost dan fair value dianggap lebih tepat, di mana fair value lebih sesuai untuk instrumen keuangan yang aktif diperdagangkan, sementara historical cost tetap relevan untuk aset non keuangan yang sulit diukur nilainya.
In reply to First post

Re: ACTIVITY: RESUME

Alfiya Nadhira Syifa གིས-
Assalamualaikum wr.wb. bu
Nama: Alfiya Nadhira Syifa
NPM: 2413031037
Kelas: 2024 B

Jurnal berjudul “Historical Costs versus Fair Value Measurement in Financial Accounting” karya Dana (2009) membahas perbedaan serta tantangan dalam penerapan biaya historis dan nilai wajar pada pelaporan keuangan. Penulis menjelaskan bahwa pengukuran nilai aset dan kewajiban menjadi isu penting dalam akuntansi modern, terutama dalam upaya penyelarasan standar antara IFRS dan US GAAP. Biaya historis dianggap lebih objektif dan stabil karena didasarkan pada harga perolehan awal, namun dinilai kurang relevan dengan kondisi ekonomi saat ini. Sementara itu, nilai wajar dianggap lebih informatif karena menggambarkan nilai pasar terkini, meskipun metode ini cenderung fluktuatif dan dapat menimbulkan subjektivitas jika data pasar sulit diperoleh.

Penulis juga menyoroti bahwa IFRS semakin banyak mengadopsi konsep nilai wajar, seperti pada standar IAS 40 tentang investasi properti dan IAS 41 yang mengatur aset pertanian. Namun dalam situasi pasar yang tidak stabil, terutama saat terjadi krisis keuangan, penggunaan nilai wajar bisa memperburuk ketidakpastian dan menurunkan keandalan laporan keuangan. Oleh karena itu, penulis menegaskan bahwa tidak ada metode pengukuran yang sepenuhnya ideal. Kombinasi antara nilai wajar dan pendekatan berbasis entitas dianggap lebih tepat, dengan mempertimbangkan jenis aset dan kondisi ekonomi. Nilai wajar lebih sesuai untuk instrumen keuangan, sedangkan biaya historis lebih relevan bagi aset non-keuangan agar laporan keuangan tetap akurat dan bermanfaat bagi penggunanya.
In reply to First post

Re: ACTIVITY: RESUME

Laura Aulia Novriandila Laura གིས-
Assalamualaikum wr wb

Nama : Laura Aulia Novriandila
NpM : 2413031051

Jurnal ini membahas perdebatan utama dalam akuntansi keuangan antara pengukuran berbasis biaya historis (historical cost) dan nilai wajar (fair value). Dvořáková menyoroti bahwa pengukuran merupakan inti dari pelaporan keuangan, dan perkembangan IFRS menunjukkan kecenderungan kuat untuk memperluas penggunaan fair value, baik saat pengakuan awal maupun pada tanggal neraca.

Biaya historis menilai aset dan liabilitas berdasarkan harga perolehan awal, dikurangi penurunan nilai. Pendekatan ini dianggap kurang informatif dalam kondisi ekonomi yang berubah karena tidak mencerminkan nilai pasar terkini. Sebaliknya, nilai wajar mencerminkan kondisi ekonomi saat ini, dengan dasar harga pasar yang mencerminkan transaksi antara pihak yang berpengetahuan dan bersedia.

IASB (International Accounting Standards Board) berupaya menyeragamkan penggunaan nilai wajar, terutama pada instrumen keuangan dan properti investasi. Namun, penerapan nilai wajar menghadapi masalah pada aset non-keuangan karena sering tidak ada pasar aktif sehingga pengukurannya menjadi subjektif.

Penulis menilai bahwa fair value memberikan informasi yang lebih relevan, tetapi berisiko menimbulkan laba yang belum direalisasi dan potensi erosi modal fisik bila digunakan tanpa kehati-hatian. Selama krisis keuangan, penerapan fair value juga menimbulkan ketidakstabilan karena sulit menentukan nilai pasar yang andal.

Dvořáková menyimpulkan bahwa kombinasi antara biaya historis dan nilai wajar sebaiknya digunakan untuk menghasilkan informasi keuangan yang andal dan relevan. Fair value cocok untuk instrumen keuangan, sementara biaya historis atau nilai spesifik entitas lebih tepat bagi aset non-keuangan.
In reply to First post

Re: ACTIVITY: RESUME

Najwa Denita Syafitri གིས-
Assalamu’alaikum, Bu.
Nama: Najwa Denita Syafitri
NPM: 2413031065
Dari jurnal diatas membahas dua cara utama dalam menilai aset dan kewajiban perusahaan, yaitu biaya historis dan nilai wajar.
Biaya historis berarti mencatat aset berdasarkan harga saat pertama kali dibeli. Metode ini dianggap stabil dan mudah dicek, tapi kadang tidak mencerminkan nilai sebenarnya dari aset di masa sekarang. Sementara itu, nilai wajar menilai aset berdasarkan harga pasar saat ini. Cara ini membuat laporan keuangan lebih relevan dan sesuai dengan kondisi ekonomi terkini. Namun, metode ini bisa berisiko karena harga pasar bisa berubah-ubah dan tidak selalu bisa diukur dengan pasti apalagi kalau pasar sedang tidak aktif atau mengalami krisis.
Dvorakova menjelaskan bahwa standar akuntansi internasional (IFRS) kini lebih banyak mendorong penggunaan nilai wajar, terutama untuk aset seperti instrumen keuangan, properti investasi, dan aset biologis. Tapi, tidak semua jenis aset cocok memakai nilai wajar. Untuk aset non-keuangan, biaya historis masih sering dianggap lebih aman dan masuk akal.
Ketika terjadi krisis keuangan, penggunaan nilai wajar bisa memperparah keadaan karena penurunan harga pasar langsung membuat nilai aset perusahaan terlihat turun drastis. Karena itu, penulis menekankan pentingnya menggabungkan kedua metode biaya historis untuk menjaga kestabilan, dan nilai wajar untuk mencerminkan kondisi terkini.
In reply to First post

Re: ACTIVITY: RESUME

Mega Marsanda Putri གིས-
Assalamualaikum Wr.Wb
Nama: Mega Marsanda Putri
Npm: 2413031054

Jurnal tersebut membahas dua metode pengukuran dalam akuntansi keuangan, yaitu biaya historis dan nilai wajar, yang digunakan pada saat pengakuan awal dan pada tanggal neraca. Saat ini, banyak standar keuangan internasional yang lebih mengutamakan penggunaan nilai wajar, khususnya pada tanggal neraca, meskipun pengakuan awal biasanya masih memakai biaya historis. Pergeseran ke nilai wajar didorong oleh beberapa alasan seperti peningkatan relevansi informasi, perlindungan terhadap erosi modal fisik, serta upaya meningkatkan objektivitas dan perbandingan laporan keuangan. Namun, penggunaan nilai wajar memiliki risiko, terutama dalam mengukur aset non-keuangan yang tidak memiliki pasar aktif, sehingga diperlukan penilaian berdasarkan data spesifik perusahaan yang mengandung unsur subjektifitas. Jurnal juga menyoroti tantangan penggunaan nilai wajar saat krisis keuangan, di mana ketidakpastian harga pasar membuat nilai wajar kurang dapat diandalkan dan muncul kecenderungan untuk kembali menggunakan metode berbasis entitas. Jurnal menegaskan perlunya penerapan kedua metode pengukuran biaya historis dan nilai wajar secara bijak sesuai kondisi, agar informasi keuangan tetap relevan dan akurat bagi pengguna laporan keuangan.
In reply to First post

Re: ACTIVITY: RESUME

Revalina revalina གིས-

Nama :Revalina

Npm :2413031053

Jurnal ini membahas dua pendekatan utama dalam pengukuran aset dan liabilitas dalam akuntansi keuangan, yaitu biaya historis dan nilai wajar. Pengukuran dilakukan pada dua titik penting: saat pengenalan awal dan pada tanggal neraca. Biaya historis mencatat aset berdasarkan harga perolehan dan hanya menyesuaikan nilai ketika terjadi penurunan nilai (penurunan nilai). Sedangkan nilai wajar mencerminkan kondisi pasar saat ini dan diatur dalam banyak standar IFRS untuk memberikan gambaran nilai ekonomi aktual.

IASB lebih mengutamakan pengukuran nilai wajar pada tanggal neraca karena dianggap lebih relevan untuk pengguna laporan keuangan, meskipun pengukuran ini mengatasi tantangan seperti kekurangan pasar aktif untuk beberapa aset non-keuangan serta risiko subjektivitas dalam penilaian. Nilai wajar memberikan informasi yang lebih terkini dan dapat meningkatkan objektivitas dan keterbandingan antar perusahaan, namun dapat menimbulkan volatilitas yang lebih tinggi pada laporan laba rugi.

Dalam krisis keuangan, penggunaan nilai wajar menghadapi kritik karena refleks pasar yang ekstrem dapat melemahkan kondisi keuangan perusahaan. Sebagai tanggapan, otoritas seperti SEC dan FASB mengizinkan metode alternatif untuk menilai aset yang tidak memiliki pasar aktif guna menjaga stabilitas pelaporan.