SILAKAN DIBACA DAN DIDISKUSIKAN- Ini adalah paper tentang awal redupnya Ideologi Modernisme dalam Konsep Ruang Sosial
Sebagai balasan Novia Fitri Istiawati
Re: A FAILURE OF MODERNISM
Dari paper tersebut yang telah saya baca, terdapat faktor-faktor yang menyebabkan kegagalan Pruitt-Igoe. Pruitt- Igoe sendiri merupakan contoh kegagalan modernisme di St. Louis, Missouri, Amerika Serikat. Kemudian adapun pertanyaan yang ingin saya diskusikan. Apakah ada contoh lain dari kegagalan serupa di kota-kota lain?
Sebagai balasan 2313034031 Sarah Olafia Batubara
Re: A FAILURE OF MODERNISM
oleh 2313034007 SITI KHARIMAH -
Baik sebelum nya izin menanggapi dari pertanyaan Sarah, setelah saya cari ternyata terdapat contoh lain selain Pruitt-Igoe di St. Louis, Missouri, yang mengalami kegagalan proyek perumahan publik yang menunjukkan kesalahan serupa dalam penerapan prinsip modernisme di berbagai kota dunia. Salah satunya adalah kompleks perumahan Robin Hood Gardens di London, Inggris, yang dibangun pada tahun 1972 oleh arsitek Alison dan Peter Smithson. Proyek ini menerapkan konsep Brutalism yang menekankan penggunaan beton kasar dan tata ruang yang bertujuan mendorong interaksi sosial melalui jalur pejalan kaki yang disebut streets in the sky. Namun, seperti Pruitt-Igoe, konsep ini justru memperburuk kondisi sosial. Minimnya pengawasan alami dan aksesibilitas yang terbatas menyebabkan area tersebut menjadi sarang aktivitas kriminal dan memperkuat segregasi sosial. Akhirnya, Robin Hood Gardens dihancurkan pada tahun 2017, membuktikan bahwa desain tanpa mempertimbangkan kebutuhan sosial masyarakat berkontribusi pada kegagalan hunian publik.
Contoh lain adalah kompleks Cabrini-Green di Chicago, Amerika Serikat, yang dibangun pada tahun 1942 hingga 1962. Kompleks ini awalnya dirancang untuk menyediakan hunian terjangkau bagi masyarakat berpenghasilan rendah, tetapi gagal memenuhi harapan karena pengelolaan yang buruk, segregasi rasial, dan lemahnya pengawasan sosial. Tata letak bangunan dengan lorong panjang dan minimnya ruang publik yang aman menciptakan lingkungan yang tidak kondusif untuk interaksi sosial. Seiring berjalannya waktu, Cabrini-Green menjadi simbol kejahatan, kemiskinan, dan pengabaian pemerintah. Kompleks ini akhirnya dihancurkan pada awal tahun 2000-an sebagai bagian dari program revitalisasi kota.
Dan dari kedua contoh ini, dapat disimpulkan bahwa desain arsitektur yang tidak mempertimbangkan faktor sosial dan keamanan, ditambah dengan kebijakan publik yang tidak efektif, berkontribusi besar terhadap kegagalan proyek perumahan publik di berbagai kota besar.
Contoh lain adalah kompleks Cabrini-Green di Chicago, Amerika Serikat, yang dibangun pada tahun 1942 hingga 1962. Kompleks ini awalnya dirancang untuk menyediakan hunian terjangkau bagi masyarakat berpenghasilan rendah, tetapi gagal memenuhi harapan karena pengelolaan yang buruk, segregasi rasial, dan lemahnya pengawasan sosial. Tata letak bangunan dengan lorong panjang dan minimnya ruang publik yang aman menciptakan lingkungan yang tidak kondusif untuk interaksi sosial. Seiring berjalannya waktu, Cabrini-Green menjadi simbol kejahatan, kemiskinan, dan pengabaian pemerintah. Kompleks ini akhirnya dihancurkan pada awal tahun 2000-an sebagai bagian dari program revitalisasi kota.
Dan dari kedua contoh ini, dapat disimpulkan bahwa desain arsitektur yang tidak mempertimbangkan faktor sosial dan keamanan, ditambah dengan kebijakan publik yang tidak efektif, berkontribusi besar terhadap kegagalan proyek perumahan publik di berbagai kota besar.
Sebagai balasan 2313034007 SITI KHARIMAH
Re: A FAILURE OF MODERNISM
oleh 2313034032 Amirah Dzakiyah -
Baik, sebelumnya izinkan saya memperkuat argumen dari Siti Kharimah bahwa kegagalan proyek perumahan publik seperti Robin Hood Gardens di London dan Cabrini-Green di Chicago menunjukkan pola yang sama dengan Pruitt-Igoe, di mana penerapan prinsip modernisme dalam desain arsitektur tidak mempertimbangkan kebutuhan sosial dan keamanan penghuninya. Salah satu kelemahan utama dari proyek-proyek ini adalah minimnya pengawasan alami akibat desain yang mengisolasi penghuni dari lingkungan sekitar. Robin Hood Gardens, dengan konsep streets in the sky, justru menciptakan lorong-lorong yang sepi dan tidak aman, sementara tata letak bangunan Cabrini-Green yang memiliki lorong panjang tanpa ruang interaksi sosial mempermudah terjadinya kejahatan dan kekerasan. Selain itu, pengelolaan yang buruk serta segregasi sosial dan ekonomi semakin memperburuk kondisi penghuni, menjadikan perumahan ini bukan sebagai solusi, tetapi sebagai sumber masalah baru. Ketiadaan akses terhadap fasilitas umum dan pekerjaan juga menyebabkan perumahan ini terisolasi secara ekonomi, memperkuat siklus kemiskinan. Akhirnya, kegagalan proyek-proyek ini menegaskan bahwa arsitektur tidak bisa berdiri sendiri tanpa didukung oleh kebijakan publik yang inklusif dan sistem pengelolaan yang baik. Tanpa mempertimbangkan aspek sosial dan keamanan, desain modernisasi yang tampak inovatif justru dapat mempercepat kemunduran sebuah lingkungan hunian, sebagaimana yang terjadi di Pruitt-Igoe, Robin Hood Gardens, dan Cabrini-Green.
Sebagai balasan 2313034031 Sarah Olafia Batubara
Re: A FAILURE OF MODERNISM
Sebelumnya perkenalkan nama saya Syahla 'Amidah Umna dengan NPM 2313034056. Izin menjawab pertanyaan sarah bahwa terdapat contoh kegagalan modernisme di kota lain misalnya, kompleks perumahan Cabrini-Green di Chicago sering disebut sebagai contoh kegagalan perumahan publik. Seperti Pruitt-Igoe, Cabrini-Green dibangun dengan harapan untuk menyediakan perumahan yang layak bagi keluarga berpenghasilan rendah, tetapi akhirnya menjadi simbol kemiskinan dan kejahatan, dengan tingkat hunian yang menurun drastis dan masalah pemeliharaan yang serius.
Selain itu, proyek perumahan seperti Robert Taylor Homes di Chicago juga mengalami masalah yang sama. Proyek ini, yang awalnya dirancang untuk menampung ribuan penghuni, akhirnya menjadi tempat yang tidak aman dan tidak terawat, dengan banyak penghuni yang meninggalkan tempat tersebut. Keduanya menunjukkan bagaimana desain dan perencanaan yang buruk, serta faktor sosial seperti rasisme dan kebijakan publik yang tidak mendukung, dapat berkontribusi pada kegagalan perumahan publik.
Kegagalan-kegagalan ini menggarisbawahi pentingnya mempertimbangkan faktor-faktor sosial dan desain yang baik dalam perencanaan perumahan, agar tidak terulang di masa depan. Semoga jawaban ini dapat di mengerti terimakasih.
Selain itu, proyek perumahan seperti Robert Taylor Homes di Chicago juga mengalami masalah yang sama. Proyek ini, yang awalnya dirancang untuk menampung ribuan penghuni, akhirnya menjadi tempat yang tidak aman dan tidak terawat, dengan banyak penghuni yang meninggalkan tempat tersebut. Keduanya menunjukkan bagaimana desain dan perencanaan yang buruk, serta faktor sosial seperti rasisme dan kebijakan publik yang tidak mendukung, dapat berkontribusi pada kegagalan perumahan publik.
Kegagalan-kegagalan ini menggarisbawahi pentingnya mempertimbangkan faktor-faktor sosial dan desain yang baik dalam perencanaan perumahan, agar tidak terulang di masa depan. Semoga jawaban ini dapat di mengerti terimakasih.
Sebagai balasan 2313034031 Sarah Olafia Batubara
Re: A FAILURE OF MODERNISM
oleh 2313034006 Septia Dwi Arsita -
Nama : Septia Dwi Arsita
NPM: 2313034006
Paper ini mengeksplorasi kegagalan Kompleks Perumahan Umum Pruitt-Igoe di St. Louis, Missouri, yang menjadi simbol kegagalan modernisme dalam perencanaan kota dan perumahan sosial. Pruitt-Igoe, yang dibangun pada tahun 1950-an dan dihancurkan pada tahun 1972, sering dianggap sebagai contoh bagaimana desain dan perencanaan modernis dapat berkontribusi pada masalah sosial dan lingkungan. Pruitt-Igoe, yang dirancang untuk menampung 13.000 orang dalam 2.870 apartemen, awalnya dianggap sebagai solusi inovatif untuk masalah perumahan sosial. Namun, desain dan perencanaan yang buruk, termasuk pemisahan penggunaan ruang dan penempatan bangunan yang tidak memperhatikan interaksi sosial, berkontribusi pada malaise sosial yang melanda kawasan tersebut.
Salah satu faktor utama yang diidentifikasi adalah penurunan tingkat hunian, yang menyebabkan rusaknya hubungan antara orang dewasa dan anak-anak. Dengan semakin banyaknya anak-anak yang tidak diawasi, muncul kondisi yang memfasilitasi kegiatan kriminal, seperti vandalisme dan kejahatan lainnya. Penelitian menunjukkan bahwa desain yang tidak memadai menciptakan "antarmuka yang rusak" antara orang dewasa dan anak-anak, di mana anak-anak lebih rentan terhadap pengaruh negatif.
Selain itu, faktor demografis, seperti rasisme dan kebijakan perumahan yang tidak efektif, memperburuk situasi di Pruitt-Igoe. Kebijakan desegregasi yang diterapkan pada tahun 1955 menyebabkan hilangnya pendapatan sewa yang stabil, yang pada gilirannya mengakibatkan kurangnya pemeliharaan dan perhatian terhadap kompleks tersebut. Hal ini menciptakan lingkaran setan di mana persepsi malaise sosial semakin meningkat, mendorong lebih banyak orang dewasa untuk membatasi penggunaan ruang publik dan mengurangi kehadiran mereka di lingkungan tersebut.
Meskipun Pruitt-Igoe awalnya dianggap sebagai solusi untuk masalah perumahan, kenyataannya adalah bahwa desain yang tidak mempertimbangkan interaksi sosial, pemeliharaan yang memadai, dan kebutuhan komunitas mengakibatkan kegagalan yang signifikan. Pelajaran yang dapat diambil dari Pruitt-Igoe adalah pentingnya mempertimbangkan aspek sosial, lingkungan, dan manajemen dalam desain dan perencanaan perumahan. Hal ini untuk mencegah terulangnya kesalahan serupa di masa depan, serta memastikan bahwa proyek perumahan dapat berfungsi dengan baik dan memberikan manfaat bagi penghuninya.
NPM: 2313034006
Paper ini mengeksplorasi kegagalan Kompleks Perumahan Umum Pruitt-Igoe di St. Louis, Missouri, yang menjadi simbol kegagalan modernisme dalam perencanaan kota dan perumahan sosial. Pruitt-Igoe, yang dibangun pada tahun 1950-an dan dihancurkan pada tahun 1972, sering dianggap sebagai contoh bagaimana desain dan perencanaan modernis dapat berkontribusi pada masalah sosial dan lingkungan. Pruitt-Igoe, yang dirancang untuk menampung 13.000 orang dalam 2.870 apartemen, awalnya dianggap sebagai solusi inovatif untuk masalah perumahan sosial. Namun, desain dan perencanaan yang buruk, termasuk pemisahan penggunaan ruang dan penempatan bangunan yang tidak memperhatikan interaksi sosial, berkontribusi pada malaise sosial yang melanda kawasan tersebut.
Salah satu faktor utama yang diidentifikasi adalah penurunan tingkat hunian, yang menyebabkan rusaknya hubungan antara orang dewasa dan anak-anak. Dengan semakin banyaknya anak-anak yang tidak diawasi, muncul kondisi yang memfasilitasi kegiatan kriminal, seperti vandalisme dan kejahatan lainnya. Penelitian menunjukkan bahwa desain yang tidak memadai menciptakan "antarmuka yang rusak" antara orang dewasa dan anak-anak, di mana anak-anak lebih rentan terhadap pengaruh negatif.
Selain itu, faktor demografis, seperti rasisme dan kebijakan perumahan yang tidak efektif, memperburuk situasi di Pruitt-Igoe. Kebijakan desegregasi yang diterapkan pada tahun 1955 menyebabkan hilangnya pendapatan sewa yang stabil, yang pada gilirannya mengakibatkan kurangnya pemeliharaan dan perhatian terhadap kompleks tersebut. Hal ini menciptakan lingkaran setan di mana persepsi malaise sosial semakin meningkat, mendorong lebih banyak orang dewasa untuk membatasi penggunaan ruang publik dan mengurangi kehadiran mereka di lingkungan tersebut.
Meskipun Pruitt-Igoe awalnya dianggap sebagai solusi untuk masalah perumahan, kenyataannya adalah bahwa desain yang tidak mempertimbangkan interaksi sosial, pemeliharaan yang memadai, dan kebutuhan komunitas mengakibatkan kegagalan yang signifikan. Pelajaran yang dapat diambil dari Pruitt-Igoe adalah pentingnya mempertimbangkan aspek sosial, lingkungan, dan manajemen dalam desain dan perencanaan perumahan. Hal ini untuk mencegah terulangnya kesalahan serupa di masa depan, serta memastikan bahwa proyek perumahan dapat berfungsi dengan baik dan memberikan manfaat bagi penghuninya.
Sebagai balasan 2313034031 Sarah Olafia Batubara
Re: A FAILURE OF MODERNISM
Nama: Tirta Ananda Kurnia
Npm: 2313034038
Mata Kuliah: Geografi Sosial
Dosen Pengampu: Dr. Novia Fitri Istiawati., M.Pd.
Paper ini menyelidiki Kompleks Perumahan Umum Pruitt-Igoe di St. Louis, Missouri, yang menjadi simbol kegagalan Modernisme dalam perumahan sosial. Dibangun untuk menampung 13.000 orang, kompleks ini dihancurkan pada tahun 1972 setelah mengalami penurunan populasi dan kualitas hidup yang signifikan.
Melalui analisis spasial menggunakan sintaksis ruang, penulis mengidentifikasi dua faktor utama yang berkontribusi pada masalah sosial di Pruitt-Igoe:
1. Penyediaan Ruang Berlebihan. Desain yang menyediakan terlalu banyak ruang mengakibatkan kurangnya interaksi antara orang dewasa dan anak-anak, menciptakan "antarmuka yang rusak."
2. Desain Menara Hunian, Tata letak menara hunian yang tidak teratur memfasilitasi peluang untuk kegiatan kriminal, dengan akses yang sulit diawasi.
Paper ini menyoroti kelemahan dalam desain dan perencanaan, menunjukkan bahwa pemisahan penggunaan ruang dan akses yang buruk memperburuk kondisi sosial. Penurunan tingkat hunian dan kebijakan diskriminatif juga berkontribusi pada meningkatnya jumlah anak-anak yang tidak diawasi, yang sering terlibat dalam vandalisme.
Kesimpulannya, kegagalan Pruitt-Igoe mencerminkan hasil dari berbagai faktor, termasuk desain yang buruk dan kebijakan publik yang tidak efektif. Pelajaran penting dari studi ini adalah bahwa penyediaan ruang yang berlebihan dalam desain dapat menciptakan kondisi yang tidak aman dan berpotensi berbahaya.
Npm: 2313034038
Mata Kuliah: Geografi Sosial
Dosen Pengampu: Dr. Novia Fitri Istiawati., M.Pd.
Paper ini menyelidiki Kompleks Perumahan Umum Pruitt-Igoe di St. Louis, Missouri, yang menjadi simbol kegagalan Modernisme dalam perumahan sosial. Dibangun untuk menampung 13.000 orang, kompleks ini dihancurkan pada tahun 1972 setelah mengalami penurunan populasi dan kualitas hidup yang signifikan.
Melalui analisis spasial menggunakan sintaksis ruang, penulis mengidentifikasi dua faktor utama yang berkontribusi pada masalah sosial di Pruitt-Igoe:
1. Penyediaan Ruang Berlebihan. Desain yang menyediakan terlalu banyak ruang mengakibatkan kurangnya interaksi antara orang dewasa dan anak-anak, menciptakan "antarmuka yang rusak."
2. Desain Menara Hunian, Tata letak menara hunian yang tidak teratur memfasilitasi peluang untuk kegiatan kriminal, dengan akses yang sulit diawasi.
Paper ini menyoroti kelemahan dalam desain dan perencanaan, menunjukkan bahwa pemisahan penggunaan ruang dan akses yang buruk memperburuk kondisi sosial. Penurunan tingkat hunian dan kebijakan diskriminatif juga berkontribusi pada meningkatnya jumlah anak-anak yang tidak diawasi, yang sering terlibat dalam vandalisme.
Kesimpulannya, kegagalan Pruitt-Igoe mencerminkan hasil dari berbagai faktor, termasuk desain yang buruk dan kebijakan publik yang tidak efektif. Pelajaran penting dari studi ini adalah bahwa penyediaan ruang yang berlebihan dalam desain dapat menciptakan kondisi yang tidak aman dan berpotensi berbahaya.
Sebagai balasan 2313034031 Sarah Olafia Batubara
Re: A FAILURE OF MODERNISM
Selain bangunan arsitektur modern Pruitt Igoe, Robin Hood Gardens adalah contoh bagaimana idealisme arsitektur modernis tidak selalu sesuai dengan kebutuhan sosial dan psikologis penghuninya. Hal ini disebabkan oleh banyak faktor seperti desain yang brutalist dengan bahan bangunan beton kasar dan kaku menyebabkan koridor luar malah menjadi area yang kosong dan tidak digunakan untuk interaksi sosial seperti yang diharapkan. Hal ini menyebabkan kriminalitas yang tinggi dan membuat penghuni merasa tidak aman.
Dilihat dari kasus Pruitt Igoe dan Robin Hood Gardens ini, dapat disimpulkan bahwa fenomena dan interaksi sesama manusia dalam masyarakat disuatu ruang sangat bergantung kepada lingkungannya. Kedua kasus ini menunjukkan bahwa desain ruang harus mempertimbangkan bagaimana manusia benar-benar hidup dan berinteraksi. Lingkungan yang mendukung interaksi sosial yang sehat akan memperkuat komunitas, sementara lingkungan yang mengisolasi manusia dapat memperburuk masalah sosial.
Dilihat dari kasus Pruitt Igoe dan Robin Hood Gardens ini, dapat disimpulkan bahwa fenomena dan interaksi sesama manusia dalam masyarakat disuatu ruang sangat bergantung kepada lingkungannya. Kedua kasus ini menunjukkan bahwa desain ruang harus mempertimbangkan bagaimana manusia benar-benar hidup dan berinteraksi. Lingkungan yang mendukung interaksi sosial yang sehat akan memperkuat komunitas, sementara lingkungan yang mengisolasi manusia dapat memperburuk masalah sosial.
NAMA : Intan Kurnia
NPM 2313034028
Dari paper tersebut saya dapat memahami contoh kegagalan moderenisme yang membahas kegagalan proyek perumahan sosial Pruitt-Igoe di St. Louis, Missouri, yang dihancurkan pada tahun 1972. Studi ini mengkaji bagaimana desain dan perencanaan berkontribusi pada malaise sosial di kompleks tersebut. Beberapa faktor yang berperan dalam kehancuran Pruitt-Igoe meliputi desain arsitektur yang tidak mendukung interaksi sosial, tingkat hunian yang menurun, meningkatnya kejahatan, serta kebijakan perumahan yang diskriminatif.
Pruitt-Igoe awalnya dirancang sebagai solusi modernis untuk perumahan sosial dengan bangunan bertingkat tinggi, namun desainnya justru menciptakan isolasi sosial. Penggunaan pilotis (kolom penyangga di lantai dasar) serta lorong-lorong internal menghambat pengawasan alami, memfasilitasi tindakan kriminal, dan menyebabkan kerusakan sosial. Selain itu, sistem elevator "skip-stop" yang hanya berhenti di lantai tertentu membuat penghuni harus menggunakan tangga yang gelap dan tidak aman, semakin memperburuk masalah keamanan.
Kegagalan regulasi juga berkontribusi terhadap krisis di Pruitt-Igoe. Kebijakan diskriminatif mencegah banyak keluarga berpenghasilan rendah dengan kepala keluarga pria untuk mendapatkan perumahan, sehingga mayoritas penghuni adalah ibu tunggal dengan anak-anak. Hal ini menyebabkan kurangnya kehadiran figur otoritatif yang dapat mengawasi lingkungan. Selain itu, suburbanisasi dan "white flight" (migrasi besar-besaran warga kulit putih ke pinggiran kota) menyebabkan penurunan pendapatan sewa dan berkurangnya pemeliharaan gedung, yang semakin mempercepat degradasi lingkungan.
Pruitt-Igoe awalnya dirancang sebagai solusi modernis untuk perumahan sosial dengan bangunan bertingkat tinggi, namun desainnya justru menciptakan isolasi sosial. Penggunaan pilotis (kolom penyangga di lantai dasar) serta lorong-lorong internal menghambat pengawasan alami, memfasilitasi tindakan kriminal, dan menyebabkan kerusakan sosial. Selain itu, sistem elevator "skip-stop" yang hanya berhenti di lantai tertentu membuat penghuni harus menggunakan tangga yang gelap dan tidak aman, semakin memperburuk masalah keamanan.
Kegagalan regulasi juga berkontribusi terhadap krisis di Pruitt-Igoe. Kebijakan diskriminatif mencegah banyak keluarga berpenghasilan rendah dengan kepala keluarga pria untuk mendapatkan perumahan, sehingga mayoritas penghuni adalah ibu tunggal dengan anak-anak. Hal ini menyebabkan kurangnya kehadiran figur otoritatif yang dapat mengawasi lingkungan. Selain itu, suburbanisasi dan "white flight" (migrasi besar-besaran warga kulit putih ke pinggiran kota) menyebabkan penurunan pendapatan sewa dan berkurangnya pemeliharaan gedung, yang semakin mempercepat degradasi lingkungan.
inti dari paper "Kegagalan Modernisme: Menggali Pruitt- Igoe":
Paper ini menyelidiki Kompleks Perumahan Umum Pruitt-Igoe di St. Louis, Missouri, yang dihancurkan pada tahun 1972. Penelitian ini menganalisis faktor-faktor desain dan perencanaan yang berkontribusi pada kegagalan kompleks tersebut, serta dampaknya terhadap malaise sosial.
Pruitt-Igoe juga sering dianggap sebagai contoh kegagalan Modernisme, dengan berbagai faktor yang disebut-sebut sebagai penyebabnya, termasuk arsitektur, kriminalitas, dan kebijakan publik. Paper ini menggunakan pendekatan sintaksis ruang untuk memahami bagaimana desain mempengaruhi interaksi sosial dan kejahatan.
1. Ruang dan Hubungan Sosial: Kelebihan ruang dan penurunan tingkat hunian menyebabkan hilangnya interaksi antara orang dewasa dan anak-anak, menciptakan "antarmuka yang rusak."
2. Desain dan Keamanan: Desain menara hunian dan pemisahan penggunaan ruang menciptakan peluang untuk kejahatan dan mengurangi pengawasan sosial.
3. Faktor Eksternal: Rasisme, kebijakan perumahan yang tidak efektif, dan pemindahan penduduk memperburuk situasi, dengan hilangnya pendapatan sewa yang mengakibatkan kurangnya pemeliharaan.
kesimpulan nya:
Pruitt-Igoe adalah contoh kompleksitas kegagalan dalam desain, perencanaan, dan kebijakan publik. Penurunan tingkat hunian dan kualitas manajemen berkontribusi pada malaise sosial, menunjukkan bahwa desain yang buruk dapat menciptakan kondisi yang memfasilitasi masalah yang jauh lebih besar.
Paper ini menekankan pentingnya mempertimbangkan hubungan antara lingkungan binaan dan kehadiran sosial dalam perencanaan perumahan.
Paper ini menyelidiki Kompleks Perumahan Umum Pruitt-Igoe di St. Louis, Missouri, yang dihancurkan pada tahun 1972. Penelitian ini menganalisis faktor-faktor desain dan perencanaan yang berkontribusi pada kegagalan kompleks tersebut, serta dampaknya terhadap malaise sosial.
Pruitt-Igoe juga sering dianggap sebagai contoh kegagalan Modernisme, dengan berbagai faktor yang disebut-sebut sebagai penyebabnya, termasuk arsitektur, kriminalitas, dan kebijakan publik. Paper ini menggunakan pendekatan sintaksis ruang untuk memahami bagaimana desain mempengaruhi interaksi sosial dan kejahatan.
1. Ruang dan Hubungan Sosial: Kelebihan ruang dan penurunan tingkat hunian menyebabkan hilangnya interaksi antara orang dewasa dan anak-anak, menciptakan "antarmuka yang rusak."
2. Desain dan Keamanan: Desain menara hunian dan pemisahan penggunaan ruang menciptakan peluang untuk kejahatan dan mengurangi pengawasan sosial.
3. Faktor Eksternal: Rasisme, kebijakan perumahan yang tidak efektif, dan pemindahan penduduk memperburuk situasi, dengan hilangnya pendapatan sewa yang mengakibatkan kurangnya pemeliharaan.
kesimpulan nya:
Pruitt-Igoe adalah contoh kompleksitas kegagalan dalam desain, perencanaan, dan kebijakan publik. Penurunan tingkat hunian dan kualitas manajemen berkontribusi pada malaise sosial, menunjukkan bahwa desain yang buruk dapat menciptakan kondisi yang memfasilitasi masalah yang jauh lebih besar.
Paper ini menekankan pentingnya mempertimbangkan hubungan antara lingkungan binaan dan kehadiran sosial dalam perencanaan perumahan.
Sebagai balasan Novia Fitri Istiawati
Re: A FAILURE OF MODERNISM
Dari pengamatan saya membaca, makalah ini membahas kegagalan Kompleks Perumahan Pruitt-Igoe di St. Louis, Missouri, yang dihancurkan pada tahun 1972. Pruitt-Igoe, yang dirancang untuk menampung 13.000 orang dalam 2.870 apartemen, sering dijadikan contoh kegagalan desain modernisme (hal. 1). Penelitian menunjukkan bahwa desain dan perencanaan yang buruk berkontribusi pada masalah sosial, termasuk meningkatnya kejahatan dan ketidaknyamanan di antara penghuni (hal. 1, 3).
Salah satu masalah utama adalah pemisahan antara orang dewasa dan anak-anak, yang menciptakan "antarmuka yang rusak" dan meningkatkan risiko kejahatan (hal. 3, 4). Selain itu, banyak anak-anak tidak diawasi, yang menyebabkan perilaku vandalisme dan ketidakamanan di lingkungan (hal. 4, 12). Penurunan tingkat hunian dari 91% pada tahun 1957 menjadi di bawah 60% pada tahun 1965 memperburuk situasi, karena semakin sedikit orang dewasa yang tinggal di sana (hal. 14, 15).
Faktor-faktor lain yang berkontribusi termasuk rasisme dan kebijakan publik yang tidak mendukung, yang menyebabkan hilangnya pendapatan sewa dan pemeliharaan yang buruk (hal. 15, 16). Akhirnya, makalah ini menyimpulkan bahwa desain dan perencanaan yang tidak mempertimbangkan interaksi sosial dapat menciptakan kondisi yang berbahaya, dan pelajaran dari Pruitt-Igoe penting untuk perencanaan perumahan di masa depan (hal. 17).
Salah satu masalah utama adalah pemisahan antara orang dewasa dan anak-anak, yang menciptakan "antarmuka yang rusak" dan meningkatkan risiko kejahatan (hal. 3, 4). Selain itu, banyak anak-anak tidak diawasi, yang menyebabkan perilaku vandalisme dan ketidakamanan di lingkungan (hal. 4, 12). Penurunan tingkat hunian dari 91% pada tahun 1957 menjadi di bawah 60% pada tahun 1965 memperburuk situasi, karena semakin sedikit orang dewasa yang tinggal di sana (hal. 14, 15).
Faktor-faktor lain yang berkontribusi termasuk rasisme dan kebijakan publik yang tidak mendukung, yang menyebabkan hilangnya pendapatan sewa dan pemeliharaan yang buruk (hal. 15, 16). Akhirnya, makalah ini menyimpulkan bahwa desain dan perencanaan yang tidak mempertimbangkan interaksi sosial dapat menciptakan kondisi yang berbahaya, dan pelajaran dari Pruitt-Igoe penting untuk perencanaan perumahan di masa depan (hal. 17).
Maaf sebelumnya pada malam ini Dr. Novia Fitri Istiawati, M. Pd. Izin memperkenalkan diri Nama saya M. Saddam Mukthi dari Kelas 2023 A, NPM 2313034005. Disini saya ingin mendiskusikan dari hasil paper yang saya baca, tentang awal redupnya ideologi Modernisme dalam konsep ruang sosial. Membahas konsep ruang sosial dengan studi kasus proyek perumahan Pruitt-Igoe di St. Louis, Missouri.
Jadi ada beberapa poin yang saya ingin didiskusikan ada 5 meliputi:
1. Kegagalan Modernisme dalam Perancangan Ruang Sosial
Modernisme dalam arsitektur menekankan pada desain rasional, efisiensi, dan penggunaan material baru. Namun, Pruitt-Igoe menunjukkan bahwa prinsip-prinsip gagal dalam menciptakan lingkungan sosial berkelanjutan. Salah satu masalah utama yang pemisahan fungsi ruang terlalu rigid, akan mengurangi interaksi sosial dan meningkatkan ketidakamanan.
2. Aspek Sosial dan Regulasi
Pruitt-Igoe dirancang sebagai proyek perumahan publik bagi komunitas berpenghasilan rendah. Namun kebijakan sosial dan regulasi yang diskriminatif memperburuk situasi. Misalnya, aturan yang tidak memungkinkan pria dewasa mengklaim bantuan perumahan menyebabkan banyak keluarga hidup tanpa figur ayah, yang berdampak negatif pada struktur sosial.
3. Desain yang gagal dalam keamanan dan pemeliharaan
Konsep pilotis (bangunan bertiang yang mengangkat lantai dasar) dan koridor panjang yang kurang diawasi justru menciptakan ruang-ruang kosong yang menjadi tempat berkembangnya kriminalitas. Desain ini memperparah isolasi sosial dan menciptakan "dysfunctional space" yang sulit digunakan secara produktif oleh penghuni.
4. Deskontruksi Mitos Modernisme
Kegagalan Pruitt Igoe sering dianggap sebagai titik-titik balik yang menandai awal redupnya modernisme dalam arsitektur dan perencanaan kota. Banyak arsitek dan perencana mulai mempertimbangkan faktor sosial dan interaksi manusia dalam desain ruang, kemudian berkembang menjadi pendekatan pasca modernisme.
5. Implikasi bagi perencanaannya di Kota Masa Depan
Studi kasus ini, pelajaran penting dapat diambil bahwa desain ruang sosial tidak bisa didasarkan pada prinsip-prinsip modernisme yang mengutamakan efisensi dan estetika, tetapi juga harus memperhitungkan faktor sosial, ekonomi, dan budaya dapat menciptakan lingkungan yang layak huni.
Jadi ada beberapa poin yang saya ingin didiskusikan ada 5 meliputi:
1. Kegagalan Modernisme dalam Perancangan Ruang Sosial
Modernisme dalam arsitektur menekankan pada desain rasional, efisiensi, dan penggunaan material baru. Namun, Pruitt-Igoe menunjukkan bahwa prinsip-prinsip gagal dalam menciptakan lingkungan sosial berkelanjutan. Salah satu masalah utama yang pemisahan fungsi ruang terlalu rigid, akan mengurangi interaksi sosial dan meningkatkan ketidakamanan.
2. Aspek Sosial dan Regulasi
Pruitt-Igoe dirancang sebagai proyek perumahan publik bagi komunitas berpenghasilan rendah. Namun kebijakan sosial dan regulasi yang diskriminatif memperburuk situasi. Misalnya, aturan yang tidak memungkinkan pria dewasa mengklaim bantuan perumahan menyebabkan banyak keluarga hidup tanpa figur ayah, yang berdampak negatif pada struktur sosial.
3. Desain yang gagal dalam keamanan dan pemeliharaan
Konsep pilotis (bangunan bertiang yang mengangkat lantai dasar) dan koridor panjang yang kurang diawasi justru menciptakan ruang-ruang kosong yang menjadi tempat berkembangnya kriminalitas. Desain ini memperparah isolasi sosial dan menciptakan "dysfunctional space" yang sulit digunakan secara produktif oleh penghuni.
4. Deskontruksi Mitos Modernisme
Kegagalan Pruitt Igoe sering dianggap sebagai titik-titik balik yang menandai awal redupnya modernisme dalam arsitektur dan perencanaan kota. Banyak arsitek dan perencana mulai mempertimbangkan faktor sosial dan interaksi manusia dalam desain ruang, kemudian berkembang menjadi pendekatan pasca modernisme.
5. Implikasi bagi perencanaannya di Kota Masa Depan
Studi kasus ini, pelajaran penting dapat diambil bahwa desain ruang sosial tidak bisa didasarkan pada prinsip-prinsip modernisme yang mengutamakan efisensi dan estetika, tetapi juga harus memperhitungkan faktor sosial, ekonomi, dan budaya dapat menciptakan lingkungan yang layak huni.
Sebagai balasan Novia Fitri Istiawati
Re: A FAILURE OF MODERNISM
Berdasarkan paper "Kegagalan Modernisme: Pruitt-Igoe" oleh Dr. Mark David Major, berikut adalah kesimpulan utama dari analisis kegagalan proyek perumahan publik Pruitt-Igoe di St. Louis, Missouri:
Kesimpulan Utama
1. Desain dan Perencanaan yang Bermasalah
- Kelebihan Ruang (Overprovision of Space): Penurunan jumlah penghuni menciptakan "broken interface" antara orang dewasa dan anak-anak, yang menyebabkan kurangnya pengawasan terhadap anak-anak. Hal ini memicu gangguan sosial seperti vandalisme dan persepsi negatif terhadap lingkungan.
- Pilotis dan Tata Letak yang Tidak Intuitif: Struktur pilotis (tiang penyangga) pada menara hunian mengganggu akses formal dan distribusi ruang, menciptakan "intelligible dysfunction" yang mempermudah aktivitas kriminal. Tata letak ini juga mengurangi efektivitas pengawasan alami ("eyes on the street").
2. Faktor Sosial dan Ekonomi
- Migrasi dan Perubahan Demografi: Pruitt-Igoe dibangun untuk menampung populasi yang rentan secara ekonomi, termasuk migran kulit hitam dari Selatan AS yang menghadapi diskriminasi rasial. Namun, proyek ini gagal mengatasi tantangan sosial-ekonomi yang lebih luas.
- Krisis Manajemen: Kurangnya pemeliharaan properti oleh otoritas publik memperburuk kondisi fisik bangunan.
3. Persepsi dan Realitas Kejahatan
- Persepsi kejahatan seringkali lebih buruk daripada kenyataan, tetapi persepsi ini cukup untuk mengurangi penggunaan ruang publik oleh penghuni. Hal ini menciptakan lingkaran setan di mana ruang yang tidak digunakan menjadi ruang yang disalahgunakan.
- Pola kejahatan di Pruitt-Igoe terjadi di area yang relatif terisolasi tetapi dekat dengan ruang yang sering digunakan, memfasilitasi peluang dan pelarian bagi pelaku kejahatan.
4. Modernisme sebagai Akar Masalah
- Prinsip-prinsip desain Modernis, seperti pemisahan fungsi ruang dan penciptaan ruang hijau yang terlindungi, justru mengganggu dinamika sosial tradisional kota berbasis jalanan. Hal ini menyoroti kegagalan pendekatan Modernisme dalam merespon kebutuhan sosial masyarakat urban.
Pelajaran dari Pruitt-Igoe
- Kegagalan Pruitt-Igoe menjadi simbol kegagalan Modernisme dalam perencanaan kota dan desain perumahan publik. Proyek ini menunjukkan pentingnya mempertimbangkan hubungan antara desain fisik, dinamika sosial, dan manajemen dalam menciptakan lingkungan perkotaan yang berkelanjutan.
- Analisis menggunakan metode space syntax membantu mengidentifikasi bagaimana tata letak fisik berkontribusi pada disfungsi sosial di lingkungan tersebut.
paper ini memberikan wawasan mendalam tentang bagaimana faktor desain, kebijakan publik, dan konteks sosial-ekonomi dapat saling berinteraksi untuk menentukan keberhasilan atau kegagalan proyek perumahan publik.
Kesimpulan Utama
1. Desain dan Perencanaan yang Bermasalah
- Kelebihan Ruang (Overprovision of Space): Penurunan jumlah penghuni menciptakan "broken interface" antara orang dewasa dan anak-anak, yang menyebabkan kurangnya pengawasan terhadap anak-anak. Hal ini memicu gangguan sosial seperti vandalisme dan persepsi negatif terhadap lingkungan.
- Pilotis dan Tata Letak yang Tidak Intuitif: Struktur pilotis (tiang penyangga) pada menara hunian mengganggu akses formal dan distribusi ruang, menciptakan "intelligible dysfunction" yang mempermudah aktivitas kriminal. Tata letak ini juga mengurangi efektivitas pengawasan alami ("eyes on the street").
2. Faktor Sosial dan Ekonomi
- Migrasi dan Perubahan Demografi: Pruitt-Igoe dibangun untuk menampung populasi yang rentan secara ekonomi, termasuk migran kulit hitam dari Selatan AS yang menghadapi diskriminasi rasial. Namun, proyek ini gagal mengatasi tantangan sosial-ekonomi yang lebih luas.
- Krisis Manajemen: Kurangnya pemeliharaan properti oleh otoritas publik memperburuk kondisi fisik bangunan.
3. Persepsi dan Realitas Kejahatan
- Persepsi kejahatan seringkali lebih buruk daripada kenyataan, tetapi persepsi ini cukup untuk mengurangi penggunaan ruang publik oleh penghuni. Hal ini menciptakan lingkaran setan di mana ruang yang tidak digunakan menjadi ruang yang disalahgunakan.
- Pola kejahatan di Pruitt-Igoe terjadi di area yang relatif terisolasi tetapi dekat dengan ruang yang sering digunakan, memfasilitasi peluang dan pelarian bagi pelaku kejahatan.
4. Modernisme sebagai Akar Masalah
- Prinsip-prinsip desain Modernis, seperti pemisahan fungsi ruang dan penciptaan ruang hijau yang terlindungi, justru mengganggu dinamika sosial tradisional kota berbasis jalanan. Hal ini menyoroti kegagalan pendekatan Modernisme dalam merespon kebutuhan sosial masyarakat urban.
Pelajaran dari Pruitt-Igoe
- Kegagalan Pruitt-Igoe menjadi simbol kegagalan Modernisme dalam perencanaan kota dan desain perumahan publik. Proyek ini menunjukkan pentingnya mempertimbangkan hubungan antara desain fisik, dinamika sosial, dan manajemen dalam menciptakan lingkungan perkotaan yang berkelanjutan.
- Analisis menggunakan metode space syntax membantu mengidentifikasi bagaimana tata letak fisik berkontribusi pada disfungsi sosial di lingkungan tersebut.
paper ini memberikan wawasan mendalam tentang bagaimana faktor desain, kebijakan publik, dan konteks sosial-ekonomi dapat saling berinteraksi untuk menentukan keberhasilan atau kegagalan proyek perumahan publik.
Sebagai balasan Novia Fitri Istiawati
Re: A FAILURE OF MODERNISM
oleh 2313034029 Dwihaji Indratama -
NAMA : Dwihaji Indratama
NPM : 2313034029
Berdasarkan hasil yang telah saya rangkum, Jurnal ini meneliti Kompleks Perumahan Umum Pruitt-Igoe di St. Louis, Missouri, yang dihancurkan pada tahun 1972. Banyak kajian sebelumnya mengaitkan kegagalan kompleks ini dengan berbagai faktor, termasuk desain dan perencanaan, meskipun sering kali tanpa penjelasan yang jelas mengenai bagaimana dan mengapa aspek-aspek tersebut berkontribusi terhadap kemundurannya.
Melalui analisis space syntax yang didasarkan pada arsip dan penelitian terdahulu, studi ini mencoba menggali lebih dalam peran desain dan perencanaan dalam menciptakan masalah sosial di Pruitt-Igoe. Salah satu temuan utama adalah bahwa keberlimpahan ruang yang awalnya dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas hidup justru menjadi beban ketika tingkat hunian menurun. Berkurangnya jumlah penghuni menyebabkan melemahnya interaksi sosial antara orang dewasa dan anak-anak, menciptakan lingkungan yang kurang stabil dan rawan masalah sosial.
Selain itu, struktur pilotis yang digunakan pada menara hunian turut berperan dalam menciptakan tata letak yang tidak efektif. Pola distribusi ruang yang sulit dipahami menciptakan kondisi yang memungkinkan terjadinya aktivitas kriminal, sekaligus memberikan jalur pelarian yang mudah bagi pelaku kejahatan. Desain yang tidak mendukung kontrol sosial ini semakin memperburuk persepsi masyarakat terhadap keamanan di kompleks tersebut, hingga akhirnya mempercepat kejatuhan Pruitt-Igoe sebagai proyek perumahan modern yang gagal.
NPM : 2313034029
Berdasarkan hasil yang telah saya rangkum, Jurnal ini meneliti Kompleks Perumahan Umum Pruitt-Igoe di St. Louis, Missouri, yang dihancurkan pada tahun 1972. Banyak kajian sebelumnya mengaitkan kegagalan kompleks ini dengan berbagai faktor, termasuk desain dan perencanaan, meskipun sering kali tanpa penjelasan yang jelas mengenai bagaimana dan mengapa aspek-aspek tersebut berkontribusi terhadap kemundurannya.
Melalui analisis space syntax yang didasarkan pada arsip dan penelitian terdahulu, studi ini mencoba menggali lebih dalam peran desain dan perencanaan dalam menciptakan masalah sosial di Pruitt-Igoe. Salah satu temuan utama adalah bahwa keberlimpahan ruang yang awalnya dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas hidup justru menjadi beban ketika tingkat hunian menurun. Berkurangnya jumlah penghuni menyebabkan melemahnya interaksi sosial antara orang dewasa dan anak-anak, menciptakan lingkungan yang kurang stabil dan rawan masalah sosial.
Selain itu, struktur pilotis yang digunakan pada menara hunian turut berperan dalam menciptakan tata letak yang tidak efektif. Pola distribusi ruang yang sulit dipahami menciptakan kondisi yang memungkinkan terjadinya aktivitas kriminal, sekaligus memberikan jalur pelarian yang mudah bagi pelaku kejahatan. Desain yang tidak mendukung kontrol sosial ini semakin memperburuk persepsi masyarakat terhadap keamanan di kompleks tersebut, hingga akhirnya mempercepat kejatuhan Pruitt-Igoe sebagai proyek perumahan modern yang gagal.
Dalam paper "Kegagalan Modernisme: 'Menggali' Pruitt-Igoe," yang menyelidiki kompleks perumahan umum Pruitt-Igoe di St. Louis, Missouri, dapat dipahami bahwa kegagalan Pruitt-Igoe adalah contoh klasik kegagalan Modernisme. Faktor-faktor yang berkontribusi meliputi desain dan perencanaan yang buruk (seperti tata letak modernis yang kaku dan koridor panjang), masalah sosial-ekonomi (kemiskinan, pengangguran, kejahatan), kebijakan yang diskriminatif (segregasi rasial, "white flight"), serta kurangnya manajemen dan pemeliharaan yang memadai. Desain Pruitt-Igoe memfasilitasi kejahatan, dan "antarmuka yang rusak" antara orang dewasa dan anak-anak menciptakan masalah perilaku dan kejahatan. Sintaksis ruang digunakan untuk menganalisis bagaimana tata letak fisik berkontribusi pada masalah sosial. Sebelum Pruitt-Igoe dibangun, St. Louis sudah menghadapi masalah segregasi rasial, penurunan pusat kota, dan suburbanisasi. Secara keseluruhan, kegagalan Pruitt-Igoe memberikan pelajaran tentang pentingnya mempertimbangkan faktor sosial, ekonomi, dan politik dalam perencanaan dan desain perumahan untuk mendukung interaksi sosial yang positif dan rasa memiliki komunitas.
dari paper diatas yang sudah saya baca mengenai awal redupnya ideologi modernisme dalam konsep ruang sosial dapat disimpulkan yakni kegagalan Kompleks Perumahan Pruitt-Igoe di St. Louis, Missouri, yang dihancurkan pada tahun 1972. Penelitian ini mengeksplorasi faktor-faktor penyebab kemunduran kompleks tersebut, terutama peran desain dan perencanaan modernis. Ruang dan Hubungan Sosial yang Penyediaan ruang yang berlebihan menyebabkan rusaknya interaksi antara orang dewasa dan anak-anak, dengan proporsi anak-anak yang tidak terawasi meningkat. paper ini menekankan pentingnya memahami hubungan antara desain ruang dan dinamika sosial dalam konteks perumahan publik.
Nama : Amirah Dzakiyah
NPM : 2313034032
Dari materi ini saya menyimpulkan bahwa Pruitt-Igoe merupakan contoh kegagalan modernism dalam arsitektur dan perencanaan kota. Pruitt-Igoe yang dahulunya dibangun sebagai tempat hunian masyarakat berpenghasilan rendah, dihancurkan pada tahun 1972 akibat berbagai masalah sosial dan desain yang tidak mendukung kehidupan suatu komunitas. Beberapa faktor utama dari penyebab kegalalan Pruitt-Igoe adalah desain arsitektur yang kurang mempertimbangkan interaksi sosial, pengabaian terhadap pemeliharaan bangunan, serta kebijakan perumahan yang tidak berpihak pada penghuni. Penggunaan pilotis (struktur bertiang) menciptakan ruang publik yang sulit diawasi, meningkatkan kriminalitas. Sistem elevator 'skip-stop' juga menyulitkan akses ke beberapa lantai, menyebabkan area tangga menjadi gelap dan rawan kejahatan. Selain itu, "White Flight" memperburuk situasi dengan mengurangi tingkat hunian dan pendapatan sewa yang diperlukan untuk pemeliharaan perumahan. Pruitt-Igoe mengalami pergeseran demografi, dilihat dari banyaknya penghuni lyang pergi karena adanya regulasi perumahan sosial yang ketat, sehingga banyak anak-anak yang tidak diawasi. Hal ini tentunya akan memperburuk konidis sosial di lingkungan dan menyebabkan meningkatkan vandalisme dan ketidakamanan. Kegagalan Pruitt-Igoe menunjukkan bahwa desain arsitektur dan perencanaan kota harus mempertimbangkan aspek sosial dan ekonomi. Pembongkaran Pruitt-Igoe menjadi simbol kegagalan kebijakan perumahan publik di Amerika Serikat.
NPM : 2313034032
Dari materi ini saya menyimpulkan bahwa Pruitt-Igoe merupakan contoh kegagalan modernism dalam arsitektur dan perencanaan kota. Pruitt-Igoe yang dahulunya dibangun sebagai tempat hunian masyarakat berpenghasilan rendah, dihancurkan pada tahun 1972 akibat berbagai masalah sosial dan desain yang tidak mendukung kehidupan suatu komunitas. Beberapa faktor utama dari penyebab kegalalan Pruitt-Igoe adalah desain arsitektur yang kurang mempertimbangkan interaksi sosial, pengabaian terhadap pemeliharaan bangunan, serta kebijakan perumahan yang tidak berpihak pada penghuni. Penggunaan pilotis (struktur bertiang) menciptakan ruang publik yang sulit diawasi, meningkatkan kriminalitas. Sistem elevator 'skip-stop' juga menyulitkan akses ke beberapa lantai, menyebabkan area tangga menjadi gelap dan rawan kejahatan. Selain itu, "White Flight" memperburuk situasi dengan mengurangi tingkat hunian dan pendapatan sewa yang diperlukan untuk pemeliharaan perumahan. Pruitt-Igoe mengalami pergeseran demografi, dilihat dari banyaknya penghuni lyang pergi karena adanya regulasi perumahan sosial yang ketat, sehingga banyak anak-anak yang tidak diawasi. Hal ini tentunya akan memperburuk konidis sosial di lingkungan dan menyebabkan meningkatkan vandalisme dan ketidakamanan. Kegagalan Pruitt-Igoe menunjukkan bahwa desain arsitektur dan perencanaan kota harus mempertimbangkan aspek sosial dan ekonomi. Pembongkaran Pruitt-Igoe menjadi simbol kegagalan kebijakan perumahan publik di Amerika Serikat.
Sebagai balasan Novia Fitri Istiawati
Re: A FAILURE OF MODERNISM
Nama : Selly Meilan Sari Purba
NPM : 2313034002
Dari apa yang sudah saya baca mengenai makalah ini, saya mengetahui bahwa Pruitt-Igoe adalah proyek perumahan sosial di St. Louis, Missouri, yang dianggap sebagai kegagalan Modernisme dalam arsitektur dan perencanaan kota. Proyek ini dihancurkan pada tahun 1972 akibat berbagai faktor, termasuk desain yang tidak mendukung kehidupan sosial yang sehat, meningkatnya tingkat kriminalitas, serta kebijakan perumahan yang gagal.
Saya juga memahami bahwa desain tata ruang Pruitt-Igoe, seperti penggunaan pilotis dan koridor internal, justru menciptakan lingkungan yang kurang aman dan mempersulit pengawasan sosial. Selain itu, kebijakan perumahan yang tidak mempertimbangkan faktor sosial dan ekonomi, seperti penurunan tingkat hunian dan segregasi rasial, memperburuk kondisi di sana.
Dari sudut pandang spasial, makalah ini menjelaskan bagaimana desain yang tidak responsif terhadap kebutuhan penghuni dapat menciptakan peluang bagi kejahatan dan mempercepat kemunduran lingkungan. Kesimpulannya, kegagalan Pruitt-Igoe bukan hanya karena desain fisik, tetapi juga akibat kebijakan perumahan dan faktor sosial yang saling mempengaruhi.
NPM : 2313034002
Dari apa yang sudah saya baca mengenai makalah ini, saya mengetahui bahwa Pruitt-Igoe adalah proyek perumahan sosial di St. Louis, Missouri, yang dianggap sebagai kegagalan Modernisme dalam arsitektur dan perencanaan kota. Proyek ini dihancurkan pada tahun 1972 akibat berbagai faktor, termasuk desain yang tidak mendukung kehidupan sosial yang sehat, meningkatnya tingkat kriminalitas, serta kebijakan perumahan yang gagal.
Saya juga memahami bahwa desain tata ruang Pruitt-Igoe, seperti penggunaan pilotis dan koridor internal, justru menciptakan lingkungan yang kurang aman dan mempersulit pengawasan sosial. Selain itu, kebijakan perumahan yang tidak mempertimbangkan faktor sosial dan ekonomi, seperti penurunan tingkat hunian dan segregasi rasial, memperburuk kondisi di sana.
Dari sudut pandang spasial, makalah ini menjelaskan bagaimana desain yang tidak responsif terhadap kebutuhan penghuni dapat menciptakan peluang bagi kejahatan dan mempercepat kemunduran lingkungan. Kesimpulannya, kegagalan Pruitt-Igoe bukan hanya karena desain fisik, tetapi juga akibat kebijakan perumahan dan faktor sosial yang saling mempengaruhi.
Sebagai balasan Novia Fitri Istiawati
Re: A FAILURE OF MODERNISM
NAMA:KHAIRANI RAHMA PUTRI
NPM:2313034033
KELAS:2023 A
-Pruitt-Igoe mengalami kemunduran drastis hingga akhirnya dihancurkan pada tahun 1972. Kegagalan ini tidak hanya disebabkan oleh desain arsitekturalnya tetapi juga oleh faktor sosial, ekonomi, dan kebijakan publik yang lebih luas.
kegagalan Pruitt-Igoe:
Kegagalan Desain Modernis dan Asumsi Sosial yang Keliru
Salah satu penyebab utama kegagalan Pruitt-Igoe adalah pendekatan modernis dalam desain arsitektur yang tidak memperhitungkan aspek sosial dan budaya penghuninya. Kompleks ini terdiri dari 33 gedung bertingkat tinggi dengan koridor umum yang panjang dan desain yang sangat terstandarisasi. Filosofi desain modernisme, yang menekankan pada efisiensi, keteraturan, dan keseragaman, tidak mempertimbangkan dinamika sosial yang sebenarnya terjadi di dalam lingkungan urban.
Beberapa aspek desain yang bermasalah antara lain:
Koridor Umum dan Ruang Bersama yang Tidak Aman
Ruang-ruang publik seperti tangga dan lorong-lorong panjang justru menjadi tempat bagi aktivitas kriminal, karena kurangnya pengawasan dan keterasingan dari penghuni lainnya. Seiring waktu, area ini menjadi zona rawan kejahatan seperti perampokan dan vandalisme, yang mengurangi rasa aman penghuni.
Minimnya Rasa Kepemilikan
Desain yang seragam dan tanpa ciri khas membuat penghuni tidak merasa memiliki atau berkontribusi dalam membangun komunitasnya. Tidak adanya ruang interaksi yang dirancang dengan baik membuat kehidupan sosial di Pruitt-Igoe menjadi kaku dan kurang mendukung rasa kebersamaan antarwarga.
Tidak Sesuai dengan Kebutuhan Sosial dan Budaya Penghuni
Konsep modernis yang diterapkan dalam Pruitt-Igoe mengabaikan aspek budaya dan kebiasaan hidup masyarakat. Misalnya, banyak keluarga yang lebih terbiasa dengan lingkungan perumahan bertingkat rendah, di mana mereka bisa memiliki halaman dan ruang interaksi sosial yang lebih nyaman. Dengan dipaksa tinggal di gedung bertingkat tinggi, penghuni kehilangan keterikatan dengan lingkungan mereka, yang menyebabkan meningkatnya tingkat pengabaian dan ketidakpedulian terhadap fasilitas bersama.
-Faktor Sosial-Ekonomi dan Kebijakan Publik yang Gagal
Selain desain arsitektur, faktor ekonomi dan kebijakan publik juga berperan besar dalam kegagalan Pruitt-Igoe. Kompleks ini dirancang dengan asumsi bahwa penghuni akan berasal dari kalangan pekerja dengan penghasilan tetap, yang akan membayar biaya sewa dan menjaga fasilitas bersama. Namun, dalam realitasnya, faktor-faktor berikut berkontribusi pada kegagalan proyek ini:
Keterbatasan Anggaran dan Pemeliharaan yang Buruk
Pruitt-Igoe mengalami kekurangan dana untuk pemeliharaan sejak awal. Pemerintah setempat tidak memiliki anggaran yang cukup untuk memperbaiki fasilitas yang rusak, sehingga gedung-gedungnya dengan cepat mengalami degradasi. Lift sering rusak, sistem pemanas tidak berfungsi, dan kebersihan lingkungan tidak terjaga, yang mempercepat kemunduran kawasan ini.
Meningkatnya Kemiskinan dan Pengangguran
Pada tahun 1950-an dan 1960-an, kota St. Louis mengalami penurunan ekonomi akibat deindustrialisasi. Banyak pekerjaan di sektor manufaktur hilang, menyebabkan peningkatan pengangguran di kalangan penghuni Pruitt-Igoe. Akibatnya, banyak penghuni tidak mampu membayar sewa, yang semakin memperburuk kondisi keuangan kompleks ini.
Kebijakan Pemisahan Rasial dan Ketimpangan Sosial
Pada awalnya, Pruitt-Igoe dirancang untuk menampung komunitas kulit hitam dan kulit putih secara terpisah, tetapi pada kenyataannya, mayoritas penghuni akhirnya adalah warga Afrika-Amerika. Ketidaksetaraan rasial dalam kebijakan perumahan publik di Amerika Serikat pada masa itu menyebabkan kurangnya perhatian terhadap kebutuhan penghuni Pruitt-Igoe. Diskriminasi rasial dalam kesempatan kerja juga memperburuk kemiskinan di komunitas ini, yang pada akhirnya mempercepat kemunduran sosial dan ekonomi kawasan tersebut.
Migrasi ke Pinggiran Kota (Suburbanization)
Pada periode yang sama, banyak keluarga kelas menengah dan pekerja kulit putih meninggalkan pusat kota dan pindah ke daerah pinggiran yang lebih makmur. Hal ini mengurangi basis pajak di St. Louis dan mengurangi pendapatan pemerintah kota untuk mendukung perumahan umum. Akibatnya, Pruitt-Igoe semakin terisolasi dan ditinggalkan tanpa investasi yang memadai untuk perbaikan.
*tidak memperhitungkan aspek sosial, ekonomi, dan budaya penghuninya. Desain yang terlalu kaku dan minim ruang interaksi sosial mempercepat degradasi komunitas di dalamnya. Sementara itu, faktor ekonomi dan kebijakan publik yang tidak mendukung memperparah kondisi sosial di kompleks ini. Akhirnya, kegagalan ini menunjukkan bahwa pendekatan arsitektur modernis yang hanya berfokus pada aspek fungsional dan estetika tidak cukup untuk menciptakan lingkungan hunian yang berkelanjutan. Pruitt-Igoe bukan sekadar kegagalan desain, tetapi juga bukti bahwa perumahan sosial membutuhkan pendekatan holistik yang mencakup aspek sosial, ekonomi, dan budaya untuk memastikan keberhasilannya.
NPM:2313034033
KELAS:2023 A
-Pruitt-Igoe mengalami kemunduran drastis hingga akhirnya dihancurkan pada tahun 1972. Kegagalan ini tidak hanya disebabkan oleh desain arsitekturalnya tetapi juga oleh faktor sosial, ekonomi, dan kebijakan publik yang lebih luas.
kegagalan Pruitt-Igoe:
Kegagalan Desain Modernis dan Asumsi Sosial yang Keliru
Salah satu penyebab utama kegagalan Pruitt-Igoe adalah pendekatan modernis dalam desain arsitektur yang tidak memperhitungkan aspek sosial dan budaya penghuninya. Kompleks ini terdiri dari 33 gedung bertingkat tinggi dengan koridor umum yang panjang dan desain yang sangat terstandarisasi. Filosofi desain modernisme, yang menekankan pada efisiensi, keteraturan, dan keseragaman, tidak mempertimbangkan dinamika sosial yang sebenarnya terjadi di dalam lingkungan urban.
Beberapa aspek desain yang bermasalah antara lain:
Koridor Umum dan Ruang Bersama yang Tidak Aman
Ruang-ruang publik seperti tangga dan lorong-lorong panjang justru menjadi tempat bagi aktivitas kriminal, karena kurangnya pengawasan dan keterasingan dari penghuni lainnya. Seiring waktu, area ini menjadi zona rawan kejahatan seperti perampokan dan vandalisme, yang mengurangi rasa aman penghuni.
Minimnya Rasa Kepemilikan
Desain yang seragam dan tanpa ciri khas membuat penghuni tidak merasa memiliki atau berkontribusi dalam membangun komunitasnya. Tidak adanya ruang interaksi yang dirancang dengan baik membuat kehidupan sosial di Pruitt-Igoe menjadi kaku dan kurang mendukung rasa kebersamaan antarwarga.
Tidak Sesuai dengan Kebutuhan Sosial dan Budaya Penghuni
Konsep modernis yang diterapkan dalam Pruitt-Igoe mengabaikan aspek budaya dan kebiasaan hidup masyarakat. Misalnya, banyak keluarga yang lebih terbiasa dengan lingkungan perumahan bertingkat rendah, di mana mereka bisa memiliki halaman dan ruang interaksi sosial yang lebih nyaman. Dengan dipaksa tinggal di gedung bertingkat tinggi, penghuni kehilangan keterikatan dengan lingkungan mereka, yang menyebabkan meningkatnya tingkat pengabaian dan ketidakpedulian terhadap fasilitas bersama.
-Faktor Sosial-Ekonomi dan Kebijakan Publik yang Gagal
Selain desain arsitektur, faktor ekonomi dan kebijakan publik juga berperan besar dalam kegagalan Pruitt-Igoe. Kompleks ini dirancang dengan asumsi bahwa penghuni akan berasal dari kalangan pekerja dengan penghasilan tetap, yang akan membayar biaya sewa dan menjaga fasilitas bersama. Namun, dalam realitasnya, faktor-faktor berikut berkontribusi pada kegagalan proyek ini:
Keterbatasan Anggaran dan Pemeliharaan yang Buruk
Pruitt-Igoe mengalami kekurangan dana untuk pemeliharaan sejak awal. Pemerintah setempat tidak memiliki anggaran yang cukup untuk memperbaiki fasilitas yang rusak, sehingga gedung-gedungnya dengan cepat mengalami degradasi. Lift sering rusak, sistem pemanas tidak berfungsi, dan kebersihan lingkungan tidak terjaga, yang mempercepat kemunduran kawasan ini.
Meningkatnya Kemiskinan dan Pengangguran
Pada tahun 1950-an dan 1960-an, kota St. Louis mengalami penurunan ekonomi akibat deindustrialisasi. Banyak pekerjaan di sektor manufaktur hilang, menyebabkan peningkatan pengangguran di kalangan penghuni Pruitt-Igoe. Akibatnya, banyak penghuni tidak mampu membayar sewa, yang semakin memperburuk kondisi keuangan kompleks ini.
Kebijakan Pemisahan Rasial dan Ketimpangan Sosial
Pada awalnya, Pruitt-Igoe dirancang untuk menampung komunitas kulit hitam dan kulit putih secara terpisah, tetapi pada kenyataannya, mayoritas penghuni akhirnya adalah warga Afrika-Amerika. Ketidaksetaraan rasial dalam kebijakan perumahan publik di Amerika Serikat pada masa itu menyebabkan kurangnya perhatian terhadap kebutuhan penghuni Pruitt-Igoe. Diskriminasi rasial dalam kesempatan kerja juga memperburuk kemiskinan di komunitas ini, yang pada akhirnya mempercepat kemunduran sosial dan ekonomi kawasan tersebut.
Migrasi ke Pinggiran Kota (Suburbanization)
Pada periode yang sama, banyak keluarga kelas menengah dan pekerja kulit putih meninggalkan pusat kota dan pindah ke daerah pinggiran yang lebih makmur. Hal ini mengurangi basis pajak di St. Louis dan mengurangi pendapatan pemerintah kota untuk mendukung perumahan umum. Akibatnya, Pruitt-Igoe semakin terisolasi dan ditinggalkan tanpa investasi yang memadai untuk perbaikan.
*tidak memperhitungkan aspek sosial, ekonomi, dan budaya penghuninya. Desain yang terlalu kaku dan minim ruang interaksi sosial mempercepat degradasi komunitas di dalamnya. Sementara itu, faktor ekonomi dan kebijakan publik yang tidak mendukung memperparah kondisi sosial di kompleks ini. Akhirnya, kegagalan ini menunjukkan bahwa pendekatan arsitektur modernis yang hanya berfokus pada aspek fungsional dan estetika tidak cukup untuk menciptakan lingkungan hunian yang berkelanjutan. Pruitt-Igoe bukan sekadar kegagalan desain, tetapi juga bukti bahwa perumahan sosial membutuhkan pendekatan holistik yang mencakup aspek sosial, ekonomi, dan budaya untuk memastikan keberhasilannya.
Sebagai balasan Novia Fitri Istiawati
Re: A FAILURE OF MODERNISM
Dari yang saya baca, Makalah ini membahas kegagalan proyek perumahan sosial Pruitt-Igoe di St. Louis, Missouri, sebagai simbol runtuhnya Modernisme. Pruitt-Igoe dibangun dengan konsep arsitektur modern — bangunan bertingkat tinggi, ruang hijau, dan pemisahan fungsi — tetapi justru memperparah masalah sosial.
Kegagalannya dipicu oleh menurunnya tingkat hunian yang menyebabkan berkurangnya pengawasan alami antara orang dewasa dan anak-anak, menciptakan ruang-ruang kosong yang rentan terhadap kejahatan. Desain seperti lorong-lorong kosong dan tangga tersembunyi memberi kesempatan bagi aktivitas kriminal dan memperumit jalur pelarian.
Masalah ini diperparah oleh faktor eksternal seperti rasisme, pengelolaan yang buruk, serta suburbanisasi yang mendorong "white flight" — perpindahan warga kulit putih ke pinggiran kota, mengurangi pemasukan dan pemeliharaan properti.
Akhirnya, Pruitt-Igoe dihancurkan pada tahun 1972, menjadi simbol kegagalan desain modernis dalam memahami dinamika sosial. Kesimpulannya, desain yang mengabaikan keterhubungan sosial dan hanya berfokus pada bentuk fisik justru menciptakan lingkungan yang rentan dan bermasalah.
Kegagalannya dipicu oleh menurunnya tingkat hunian yang menyebabkan berkurangnya pengawasan alami antara orang dewasa dan anak-anak, menciptakan ruang-ruang kosong yang rentan terhadap kejahatan. Desain seperti lorong-lorong kosong dan tangga tersembunyi memberi kesempatan bagi aktivitas kriminal dan memperumit jalur pelarian.
Masalah ini diperparah oleh faktor eksternal seperti rasisme, pengelolaan yang buruk, serta suburbanisasi yang mendorong "white flight" — perpindahan warga kulit putih ke pinggiran kota, mengurangi pemasukan dan pemeliharaan properti.
Akhirnya, Pruitt-Igoe dihancurkan pada tahun 1972, menjadi simbol kegagalan desain modernis dalam memahami dinamika sosial. Kesimpulannya, desain yang mengabaikan keterhubungan sosial dan hanya berfokus pada bentuk fisik justru menciptakan lingkungan yang rentan dan bermasalah.
Sebagai balasan Novia Fitri Istiawati
Re: A FAILURE OF MODERNISM
menurut saya mengenai dokumen ini bahwa ia menyoroti pentingnya desain ruang yang baik dalam menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi penghuni. Persepsi keselamatan yang buruk dapat mengakibatkan pengurangan penggunaan ruang publik, yang berpotensi meningkatkan kejahatan. Oleh karena itu, perlu ada perhatian lebih terhadap faktor-faktor sosial dan fisik dalam perencanaan kota.
dan kesimpulan yang bisa saya ambil untuk mengatasi masalah yang dihadapi oleh Pruitt-Igoe dan lingkungan serupa, penting untuk menggabungkan desain yang efektif dengan kebijakan yang mendukung keberagaman dan partisipasi masyarakat. Dengan demikian, kita dapat menciptakan ruang yang tidak hanya aman tetapi juga mendukung interaksi sosial yang positif dan meningkatkan kualitas hidup bagi semua penghuni.
dan kesimpulan yang bisa saya ambil untuk mengatasi masalah yang dihadapi oleh Pruitt-Igoe dan lingkungan serupa, penting untuk menggabungkan desain yang efektif dengan kebijakan yang mendukung keberagaman dan partisipasi masyarakat. Dengan demikian, kita dapat menciptakan ruang yang tidak hanya aman tetapi juga mendukung interaksi sosial yang positif dan meningkatkan kualitas hidup bagi semua penghuni.
Sebagai balasan Novia Fitri Istiawati
Re: A FAILURE OF MODERNISM
oleh 2313034036 Nabilah Nuramalia -
Ringkasan paper yang berjudul "Kegagalan Modernisme: Menggali Pruitt-Igoe dapat dijabarkan sebagai berikut;
Sebelum pembangunan Pruitt-Igoe, St. Louis mengalami perubahan demografi yang berakibatkan migrasi besar-besaran dari penduduk kulit hitam yang melarikan diri dari segregasi di Selatan, dan penduduk miskin dari pertanian yang mencari pekerjaan di kota-kota industri. Kebijakan zonasi sejak tahun 1926 juga memainkan peran penting dalam membentuk penggunaan lahan yang tercipta sebelum pembangunan Pruitt-Igoe, mengubah banyak lahan pertanian menjadi perumahan suburban. Dengan meningkatnya kepadatan populasi di area tersebut dan akar segregasi rasial, kondisi sosial di St. Louis semakin kompleks. Ketika pembangunan Pruitt-Igoe dimulai, konsep desain Modernis yang diterapkan terdiri dari sejumlah bangunan tinggi dengan ruang terbuka di sekitar mereka. Namun, desain ini ternyata tidak memperhatikan interaksi sosial antar penghuni dan bagaimana ruang publik digunakan. Keberadaan pilotis di bawah menara memberikan ilusi bahwa ruang publik aman, tetapi faktanya, hal ini hanya memperburuk kondisi dengan menciptakan ruang yang tidak terawasi dan memungkinkan aktivitas kriminal. Penulis menjelaskan bahwa ini menghasilkan 'disfungsi spasial' di mana penghuni merasa terasing satu sama lain, dan hidup di lingkungan yang tidak bersahabat. Seiring berjalannya waktu, kondisi Pruitt-Igoe semakin memburuk. Layanan darurat dan pemeliharaan yang buruk sekali lagi berkontribusi terhadap perasaan ketidakamanan di kalangan penghuni. Kriminalitas meningkat, dengan geng-geng mulai menggunakan ruang komunal dan area transit seperti tangga dan lift sebagai tempat bertemu dan melakukan kejahatan. Banyak penghuni yang mengalami serangan saat menggunakan area tersebut, menciptakan ketakutan umum yang semakin memperdalam rasa tidak nyaman dan keterasingan. Sebagian besar penduduk yang tinggal di Pruitt-Igoe adalah keluarga berpenghasilan rendah yang terpaksa pindah ke sana karena tidak mendapatkan perumahan yang lebih baik. Situasi ini diperparah oleh kebijakan pemerintah yang memfasilitasi pemindahan keluarga ke Pruitt-Igoe tanpa mempertimbangkan dampaknya pada struktur sosial komunitas tersebut. Berkurangnya kehadiran orang dewasa, terutama laki-laki kepala keluarga, menjadi salah satu faktor yang memperburuk keadaaan di Pruitt-Igoe.
Sebelum pembangunan Pruitt-Igoe, St. Louis mengalami perubahan demografi yang berakibatkan migrasi besar-besaran dari penduduk kulit hitam yang melarikan diri dari segregasi di Selatan, dan penduduk miskin dari pertanian yang mencari pekerjaan di kota-kota industri. Kebijakan zonasi sejak tahun 1926 juga memainkan peran penting dalam membentuk penggunaan lahan yang tercipta sebelum pembangunan Pruitt-Igoe, mengubah banyak lahan pertanian menjadi perumahan suburban. Dengan meningkatnya kepadatan populasi di area tersebut dan akar segregasi rasial, kondisi sosial di St. Louis semakin kompleks. Ketika pembangunan Pruitt-Igoe dimulai, konsep desain Modernis yang diterapkan terdiri dari sejumlah bangunan tinggi dengan ruang terbuka di sekitar mereka. Namun, desain ini ternyata tidak memperhatikan interaksi sosial antar penghuni dan bagaimana ruang publik digunakan. Keberadaan pilotis di bawah menara memberikan ilusi bahwa ruang publik aman, tetapi faktanya, hal ini hanya memperburuk kondisi dengan menciptakan ruang yang tidak terawasi dan memungkinkan aktivitas kriminal. Penulis menjelaskan bahwa ini menghasilkan 'disfungsi spasial' di mana penghuni merasa terasing satu sama lain, dan hidup di lingkungan yang tidak bersahabat. Seiring berjalannya waktu, kondisi Pruitt-Igoe semakin memburuk. Layanan darurat dan pemeliharaan yang buruk sekali lagi berkontribusi terhadap perasaan ketidakamanan di kalangan penghuni. Kriminalitas meningkat, dengan geng-geng mulai menggunakan ruang komunal dan area transit seperti tangga dan lift sebagai tempat bertemu dan melakukan kejahatan. Banyak penghuni yang mengalami serangan saat menggunakan area tersebut, menciptakan ketakutan umum yang semakin memperdalam rasa tidak nyaman dan keterasingan. Sebagian besar penduduk yang tinggal di Pruitt-Igoe adalah keluarga berpenghasilan rendah yang terpaksa pindah ke sana karena tidak mendapatkan perumahan yang lebih baik. Situasi ini diperparah oleh kebijakan pemerintah yang memfasilitasi pemindahan keluarga ke Pruitt-Igoe tanpa mempertimbangkan dampaknya pada struktur sosial komunitas tersebut. Berkurangnya kehadiran orang dewasa, terutama laki-laki kepala keluarga, menjadi salah satu faktor yang memperburuk keadaaan di Pruitt-Igoe.
Sebagai balasan Novia Fitri Istiawati
Re: A FAILURE OF MODERNISM
Nama: Intan Nur Suci Rahmadhani
NPM: 2313034030
Berdasarkan yang sudah saya baca dapat saya rangkumkan bahwasannya:
Pruitt-Igoe, sebuah kompleks perumahan sosial yang terletak di St. Louis, Missouri, sering kali dijadikan sebagai contoh archetypal kegagalan Modernisme dalam arsitektur dan perencanaan kota. Didirikan pada awal tahun 1950-an untuk menyediakan tempat tinggal bagi populasi berpenghasilan rendah, kompleks ini awalnya terdiri dari 33 bangunan bertingkat 11 dengan total 2.870 apartemen yang dapat menampung sekitar 13.000 penghuni Namun, kompleks ini dihancurkan pada tahun 1972 oleh Otoritas Perumahan Umum setempat, menyiratkan serangkaian isu kompleks yang berkontribusi terhadap kejatuhan dan kegagalannya.
Dalam kajian ini, penulis, Mark David Major, menerapkan metode analisis 'arkeologi spasial' untuk mengeksplorasi kontribusi desain dan perencanaan terhadap malaise sosial yang dialami di Pruitt-Igoe. Untuk mencapai tujuan ini, penelitian ini memanfaatkan catatan arsip, kesaksian mantan penghuni, dan penelitian sebelumnya, untuk menghubungkan faktor-faktor fisik dan non-fisik yang mempengaruhi kehidupan sosial di kompleks tersebut.
Adapun Kesimpulan dari analisis ini menunjukkan bahwa dua faktor utama berkontribusi pada kegagalan Pruitt-Igoe. Pertama, penyediaan ruang yang berlebihan tanpa mempertimbangkan interaksi sosial antar penghuni menciptakan antarmuka yang rusak degradasi hubungan antara orang dewasa dan anak-anak. Kedua, desain yang tidak berfungsi dengan baik dari pilotis (kolom penyangga yang mengangkat struktur di atas tanah) menghasilkan distribusi spasial yang tidak efektif, yang selanjutnya memfasilitasi peluang untuk kriminalitas dan pelarian dari situasi yang tidak aman. Penelitian ini menyimpulkan bahwa meskipun faktor-faktor seperti kriminalitas dan demografi sering disebut sebagai penyebab utama, kehadiran rasisme dan kegagalan kebijakan juga memainkan peranan signifikan dalam memperburuk kondisi kehidupan di Pruitt-Igoe.
Selain itu ketidakmampuan sistem perumahan untuk mengakomodasi populasi berpenghasilan rendah dan kurangnya perhatian terhadap perawatan dan pemeliharaan bangunan lebih lanjut memperburuk situasi. Fragmentasi demografis dan kurangnya kehadiran laki-laki dewasa di dalam rumah tangga juga mengakibatkan menurunnya keterlibatan sosial, yang pada gilirannya mempertinggi risiko kriminalitas dan kerusuhan sosial.
NPM: 2313034030
Berdasarkan yang sudah saya baca dapat saya rangkumkan bahwasannya:
Pruitt-Igoe, sebuah kompleks perumahan sosial yang terletak di St. Louis, Missouri, sering kali dijadikan sebagai contoh archetypal kegagalan Modernisme dalam arsitektur dan perencanaan kota. Didirikan pada awal tahun 1950-an untuk menyediakan tempat tinggal bagi populasi berpenghasilan rendah, kompleks ini awalnya terdiri dari 33 bangunan bertingkat 11 dengan total 2.870 apartemen yang dapat menampung sekitar 13.000 penghuni Namun, kompleks ini dihancurkan pada tahun 1972 oleh Otoritas Perumahan Umum setempat, menyiratkan serangkaian isu kompleks yang berkontribusi terhadap kejatuhan dan kegagalannya.
Dalam kajian ini, penulis, Mark David Major, menerapkan metode analisis 'arkeologi spasial' untuk mengeksplorasi kontribusi desain dan perencanaan terhadap malaise sosial yang dialami di Pruitt-Igoe. Untuk mencapai tujuan ini, penelitian ini memanfaatkan catatan arsip, kesaksian mantan penghuni, dan penelitian sebelumnya, untuk menghubungkan faktor-faktor fisik dan non-fisik yang mempengaruhi kehidupan sosial di kompleks tersebut.
Adapun Kesimpulan dari analisis ini menunjukkan bahwa dua faktor utama berkontribusi pada kegagalan Pruitt-Igoe. Pertama, penyediaan ruang yang berlebihan tanpa mempertimbangkan interaksi sosial antar penghuni menciptakan antarmuka yang rusak degradasi hubungan antara orang dewasa dan anak-anak. Kedua, desain yang tidak berfungsi dengan baik dari pilotis (kolom penyangga yang mengangkat struktur di atas tanah) menghasilkan distribusi spasial yang tidak efektif, yang selanjutnya memfasilitasi peluang untuk kriminalitas dan pelarian dari situasi yang tidak aman. Penelitian ini menyimpulkan bahwa meskipun faktor-faktor seperti kriminalitas dan demografi sering disebut sebagai penyebab utama, kehadiran rasisme dan kegagalan kebijakan juga memainkan peranan signifikan dalam memperburuk kondisi kehidupan di Pruitt-Igoe.
Selain itu ketidakmampuan sistem perumahan untuk mengakomodasi populasi berpenghasilan rendah dan kurangnya perhatian terhadap perawatan dan pemeliharaan bangunan lebih lanjut memperburuk situasi. Fragmentasi demografis dan kurangnya kehadiran laki-laki dewasa di dalam rumah tangga juga mengakibatkan menurunnya keterlibatan sosial, yang pada gilirannya mempertinggi risiko kriminalitas dan kerusuhan sosial.
Sebagai balasan Novia Fitri Istiawati
Re: A FAILURE OF MODERNISM
Nama: Adinda Meiza Putri
Npm: 2313034057
Berdasarkan paper yang telah saya rangkum, Paper ini membahas kegagalan Kompleks Perumahan Umum Pruitt-Igoe di St. Louis, Missouri, sebagai simbol kegagalan modernisme dalam perencanaan kota dan arsitektur. Penelitian ini menggunakan pendekatan "spasial-arkeologi" dengan sintaksis ruang untuk memahami bagaimana desain dan perencanaan berkontribusi terhadap kemunduran sosial. Beberapa faktor yang diidentifikasi meliputi tata letak yang tidak memungkinkan pengawasan alami, rusaknya hubungan antara orang dewasa dan anak-anak akibat menurunnya tingkat hunian, serta tingginya peluang kriminalitas karena distribusi spasial yang buruk. Selain itu, peraturan yang diskriminatif dan suburbanisasi mempercepat penurunan hunian, menghilangkan pendapatan sewa yang diperlukan untuk pemeliharaan, sehingga memperburuk kondisi lingkungan. Analisis menunjukkan bahwa bukan desain fisik yang langsung menyebabkan kejahatan, melainkan bagaimana desain menciptakan kondisi yang memungkinkan kejahatan terjadi. Kegagalan Pruitt-Igoe menjadi pelajaran bahwa perencanaan kota tidak hanya harus mempertimbangkan aspek fisik tetapi juga interaksi sosial dan keberlanjutan jangka panjang.
Npm: 2313034057
Berdasarkan paper yang telah saya rangkum, Paper ini membahas kegagalan Kompleks Perumahan Umum Pruitt-Igoe di St. Louis, Missouri, sebagai simbol kegagalan modernisme dalam perencanaan kota dan arsitektur. Penelitian ini menggunakan pendekatan "spasial-arkeologi" dengan sintaksis ruang untuk memahami bagaimana desain dan perencanaan berkontribusi terhadap kemunduran sosial. Beberapa faktor yang diidentifikasi meliputi tata letak yang tidak memungkinkan pengawasan alami, rusaknya hubungan antara orang dewasa dan anak-anak akibat menurunnya tingkat hunian, serta tingginya peluang kriminalitas karena distribusi spasial yang buruk. Selain itu, peraturan yang diskriminatif dan suburbanisasi mempercepat penurunan hunian, menghilangkan pendapatan sewa yang diperlukan untuk pemeliharaan, sehingga memperburuk kondisi lingkungan. Analisis menunjukkan bahwa bukan desain fisik yang langsung menyebabkan kejahatan, melainkan bagaimana desain menciptakan kondisi yang memungkinkan kejahatan terjadi. Kegagalan Pruitt-Igoe menjadi pelajaran bahwa perencanaan kota tidak hanya harus mempertimbangkan aspek fisik tetapi juga interaksi sosial dan keberlanjutan jangka panjang.
Paper tersebut membahas kegagalan proyek perumahan sosial Pruitt-Igoe di St. Louis, Missouri, yang dihancurkan pada tahun 1972 karena berbagai faktor sosial dan desain. Studi tersebut menggunakan sintaksis ruang untuk menganalisis bagaimana tata letak dan perencanaan proyek berkontribusi terhadap malaise sosial, termasuk rusaknya hubungan antara orang dewasa dan anak-anak akibat penurunan tingkat hunian serta terbentuknya ruang yang tidak terpantau yang mendorong aktivitas kriminal. Kesimpulannya, meskipun desain Modernis Pruitt-Igoe bertujuan menciptakan perumahan berkualitas dengan ruang terbuka hijau, realitas sosial, ekonomi, dan kebijakan yang buruk menyebabkan proyek ini menjadi simbol kegagalan perencanaan kota modern.
Dari paper tersebut, terdapat beberapa hal penting yang dapat dipelajari terkait desain perkotaan, kebijakan perumahan, dan dampak sosial dari perencanaan kota modern:
a) Kelemahan sesain modernis, tata letak Pruitt-Igoe yang berbasis prinsip Modernisme, seperti pemisahan fungsi ruang, bangunan bertingkat tinggi, dan koridor komunal, justru menciptakan lingkungan yang tidak mendukung interaksi sosial dan meningkatkan potensi kriminalitas.
b) Pentingnya pengawasan sosial, kurangnya keterlibatan sosial antara orang dewasa dan anak-anak, diperburuk oleh tingkat hunian yang menurun, menciptakan ruang yang tidak terpantau yang memicu kejahatan dan vandalisme.
c) Dampak kebijakan perumahan, regulasi yang tidak tepat, termasuk persyaratan ekonomi yang memisahkan keluarga dan desegregasi yang kurang terkelola, berkontribusi terhadap penurunan populasi dan memburuknya kondisi sosial di Pruitt-Igoe.
d) Kegagalan manajemen dan pemeliharaan, hilangnya pendapatan dari sewa akibat "white flight" serta kurangnya dana pemeliharaan mempercepat degradasi bangunan dan menciptakan lingkungan yang semakin tidak layak huni.
e) Pelajaran untuk perencanaan kota, perencanaan yang hanya berfokus pada kuantitas tanpa mempertimbangkan aspek sosial dan kebutuhan penghuni dapat berujung pada kegagalan besar. Faktor sosial, ekonomi, dan tata ruang harus dipertimbangkan secara holistik dalam desain perumahan publik.
Dari paper tersebut, terdapat beberapa hal penting yang dapat dipelajari terkait desain perkotaan, kebijakan perumahan, dan dampak sosial dari perencanaan kota modern:
a) Kelemahan sesain modernis, tata letak Pruitt-Igoe yang berbasis prinsip Modernisme, seperti pemisahan fungsi ruang, bangunan bertingkat tinggi, dan koridor komunal, justru menciptakan lingkungan yang tidak mendukung interaksi sosial dan meningkatkan potensi kriminalitas.
b) Pentingnya pengawasan sosial, kurangnya keterlibatan sosial antara orang dewasa dan anak-anak, diperburuk oleh tingkat hunian yang menurun, menciptakan ruang yang tidak terpantau yang memicu kejahatan dan vandalisme.
c) Dampak kebijakan perumahan, regulasi yang tidak tepat, termasuk persyaratan ekonomi yang memisahkan keluarga dan desegregasi yang kurang terkelola, berkontribusi terhadap penurunan populasi dan memburuknya kondisi sosial di Pruitt-Igoe.
d) Kegagalan manajemen dan pemeliharaan, hilangnya pendapatan dari sewa akibat "white flight" serta kurangnya dana pemeliharaan mempercepat degradasi bangunan dan menciptakan lingkungan yang semakin tidak layak huni.
e) Pelajaran untuk perencanaan kota, perencanaan yang hanya berfokus pada kuantitas tanpa mempertimbangkan aspek sosial dan kebutuhan penghuni dapat berujung pada kegagalan besar. Faktor sosial, ekonomi, dan tata ruang harus dipertimbangkan secara holistik dalam desain perumahan publik.
Sebagai balasan Novia Fitri Istiawati
Re: A FAILURE OF MODERNISM
Nyoman Gio Pratama
2313034034
tanggapan saya
pruitt-Igoe adalah proyek perumahan umum yang terletak di St. Louis, Missouri, Amerika Serikat. Proyek ini dibangun pada tahun 1954 dan dihancurkan pada tahun 1972. Kegagalan Pruitt-Igoe sering dikutip sebagai contoh kegagalan modernisme dalam desain perkotaan.
ada banyak faktor yang berkontribusi pada kegagalan Pruitt-Igoe, termasuk desainnya, yang dianggap tidak manusiawi dan tidak ramah. Proyek ini juga menderita tingkat kejahatan dan kemiskinan yang tinggi. Selain itu, proyek ini tidak dikelola dengan baik oleh pemerintah kota.
kegagalan pruitt-Igoe adalah pengingat akan pentingnya desain perkotaan yang manusiawi dan berkelanjutan. Kegagalan ini juga menyoroti perlunya pengelolaan dan pemeliharaan yang efektif untuk proyek perumahan umum.
2313034034
tanggapan saya
pruitt-Igoe adalah proyek perumahan umum yang terletak di St. Louis, Missouri, Amerika Serikat. Proyek ini dibangun pada tahun 1954 dan dihancurkan pada tahun 1972. Kegagalan Pruitt-Igoe sering dikutip sebagai contoh kegagalan modernisme dalam desain perkotaan.
ada banyak faktor yang berkontribusi pada kegagalan Pruitt-Igoe, termasuk desainnya, yang dianggap tidak manusiawi dan tidak ramah. Proyek ini juga menderita tingkat kejahatan dan kemiskinan yang tinggi. Selain itu, proyek ini tidak dikelola dengan baik oleh pemerintah kota.
kegagalan pruitt-Igoe adalah pengingat akan pentingnya desain perkotaan yang manusiawi dan berkelanjutan. Kegagalan ini juga menyoroti perlunya pengelolaan dan pemeliharaan yang efektif untuk proyek perumahan umum.
Sebagai balasan Novia Fitri Istiawati
Re: A FAILURE OF MODERNISM
Izin memperkenalkan diri,
Nama: Gusti Ayu Prastiwi Putri
NPM: 2313034041
Dari pemaparan paper yang ada, saya mengambil kesimpulan bahwa Pruitt-Igoe berfokus pada kritik terhadap prinsip-prinsip dasar modernisme dalam perencanaan kota dan arsitektur. Pruitt-Igoe adalah kompleks perumahan di St. Louis, AS, yang dihancurkan pada tahun 1972 dan dianggap sebagai simbol kegagalan modernisme. Modernisme sering kali memprioritaskan fungsionalitas dan estetika geometris yang minimalis, tanpa mempertimbangkan kebutuhan sosial dan emosional penghuninya. Pruitt-Igoe dirancang dengan tujuan efisiensi dan keteraturan, tetapi hal ini mengabaikan konteks sosial dan kondisi manusia yang sebenarnya, seperti isolasi sosial dan ketidakamanan. Di Pruitt-Igoe, struktur besar dan monolitik menyingkirkan ruang publik yang memungkinkan interaksi sosial yang sehat, memicu rasa keterasingan dan krisis identitas di kalangan penghuninya. Masalah-masalah sosial dan ekonomi yang dihadapi oleh penghuni Pruitt-Igoe—seperti kemiskinan, kekerasan, dan diskriminasi—tidak dapat diselesaikan hanya dengan arsitektur. Masalah-masalah ini berakar pada ketidaksetaraan struktural yang tidak dapat diatasi hanya dengan desain bangunan. Jadi, secara keseluruhan, kegagalan Pruitt-Igoe mencerminkan keterbatasan teori modernisme yang menganggap desain arsitektur dapat menyelesaikan masalah sosial dan ekonomi yang lebih besar. Ini menyoroti perlunya pendekatan yang lebih holistik dan sensitif terhadap kebutuhan komunitas dalam perencanaan perkotaan.
Nama: Gusti Ayu Prastiwi Putri
NPM: 2313034041
Dari pemaparan paper yang ada, saya mengambil kesimpulan bahwa Pruitt-Igoe berfokus pada kritik terhadap prinsip-prinsip dasar modernisme dalam perencanaan kota dan arsitektur. Pruitt-Igoe adalah kompleks perumahan di St. Louis, AS, yang dihancurkan pada tahun 1972 dan dianggap sebagai simbol kegagalan modernisme. Modernisme sering kali memprioritaskan fungsionalitas dan estetika geometris yang minimalis, tanpa mempertimbangkan kebutuhan sosial dan emosional penghuninya. Pruitt-Igoe dirancang dengan tujuan efisiensi dan keteraturan, tetapi hal ini mengabaikan konteks sosial dan kondisi manusia yang sebenarnya, seperti isolasi sosial dan ketidakamanan. Di Pruitt-Igoe, struktur besar dan monolitik menyingkirkan ruang publik yang memungkinkan interaksi sosial yang sehat, memicu rasa keterasingan dan krisis identitas di kalangan penghuninya. Masalah-masalah sosial dan ekonomi yang dihadapi oleh penghuni Pruitt-Igoe—seperti kemiskinan, kekerasan, dan diskriminasi—tidak dapat diselesaikan hanya dengan arsitektur. Masalah-masalah ini berakar pada ketidaksetaraan struktural yang tidak dapat diatasi hanya dengan desain bangunan. Jadi, secara keseluruhan, kegagalan Pruitt-Igoe mencerminkan keterbatasan teori modernisme yang menganggap desain arsitektur dapat menyelesaikan masalah sosial dan ekonomi yang lebih besar. Ini menyoroti perlunya pendekatan yang lebih holistik dan sensitif terhadap kebutuhan komunitas dalam perencanaan perkotaan.