Lampirkan analisis anda mengenai video berikut dengan menyertakan identitas diri seperti nama dan NPM. Dilarang melakukan plagiasi.
Forum Analisis Video 1
Kelas : 3H
NPM : 2213053209
ANALISIS VIDEO
Judul : THE TROLLEY PROBLEM
Philippa Foot tahun 1967, foot mengajukan suatu eksperimen yaitu the trolley problem.
Ekperimen yang telah diadaptasi untuk memhami konteks moral dalam berbagai kondisi antara lain : perang,penyiksaan , drone, aborsi dan euthanasia. Studi ini semakin penting saat perkembangan dengan kehadiran AI ( Artificial intelligence), machine learning dimana mesin diberi control untuk mengambil keputusan mana yang lebih bermoral pada berbagai kondisi yang terjadi.
the trolley problem membuat kita berpikir lebih jauh tentang konsekuensi dari sebuah pilihan,apakah itu dibuat berdasarkan nilai moral tertentu atau lebih kepada hasil akhirnya dan bagaimana kita mengekspresikannya dalam kehidupan sehari hari.
Bahwa memnag harus ada yang dikorbankan demi kepentingan yang lebih besar maka, tak heran jika kemudian moral sering digunakan sebagai alat oleh penguasa atau segelintir orang untuk membenarkan perang, membrangus etnis tertentu,genocide, diskriminasi minoritas, pengerusakan lingkungan,industrialisasi hanya dengan alasan demi perdamaian dunia, demi kepentingan umum,demi kelompok yang lebih besar,demi masa depan yang lebih cerah, atau karna 90 persen orang berpikir demikian tak mengapa mengorbankan yang sedikit untuk yang lebih besar lantas semua itu seolah menjadi benar dan bermoral.
Sebab pada akhirnya moralitas ternyata hanyalah soal egoisme manusia dengan kepentingan dirinya atau kelompoknya sendiri.
Npm: 2213053100
Judul:THE TROLLY PROBLEM
Tahun 1967, seorang filsuf moral di Oxford, Philippa Foot merancang dan memperkenalkan "The Trolley Problem" alias Masalah Troli lewat makalahnya berjudul "The Problem of Abortion and the Doctrine of the Double Effect". Lewat makalah tersebut, Philippa Foot memaparkan sebuah masalah yang melibatkan dilema etika.Masalah troli yang dipaparkan oleh Philippa Foot yang paling tradisional adalah sebagai berikut:
*Sebuah troli dengan seorang pengemudi meluncur di jalur rel. Masalah ditemukan ketika troli yang meluncur cepat tersebut bertemu lima orang yang berada di jalur utama. Namun, ada belokan sebelum bertemu dengan lima orang yang berdiri di jalur utama. Di belokan tersebut ada satu orang berdiri.
*Dengan demikian, hanya ada dua kemungkinan, yakni:
-Tetap membiarkan troli melaju lurus dan menabrak 5 orang
Berbelok, dan masuk ke jalur samping, kemudian menabrak 1 orang.
Apabila Anda berada di posisi tersebut, apa yang akan Anda lakukan? Kebanyakan orang berpegang pada etika, di mana membiarkan korban yang lebih sedikit lebih baik ketimbang korban yang lebih banyak. Maka lebih banyak yang akan memilih berbelok, meski sebenarnya jalur samping tak tahu mengarah ke mana.Meski demikian, apapun pilihan Anda, akan tetap dipertanyakan secara moral. Karena, akan ada korban yang meninggal. Apalagi, kasusnya diperumit dengan fakta bahwa satu orang di jalur samping adalah seseorang yang didorong ke rel agar mati, karena ada orang yang menginginkan organ tubuhnya. Dengan kata lain, satu orang di jalur yang lain itu merupakan orang yang sengaja akan dibunuh.
NPM : 2213053033
Kelas : 3H
Analisis Video
Dalam video tesebut Philippa Ruth Foot (3 Oktober 1920 – 3 Oktober 2010) adalah seorang filsuf Inggris yang cukup terkenal karena karyanya dalam bidang etika. Menurut Foot mengajukan eksperimen yang lebih dikenal dengan trolley problem. The Trolley Problem membuat kita berfikir jauh tentang konsekuensi dari sebuah pilihan.
-Apakah itu dibuat berdasarkan nilai moral tertentu atau lebih kepada hasil akhirnya dan bagaimana kita mengekspresikannya dalam kehidupan sehari-hari?
-Apakah mengorbankan yang lebih sedikit untuk menyelamatkan yang lebih banyak adalah sesuatu yang lebih bermoral?
Atau hanya sebuah pembenaran belaka.
Teori trolley problem adalah suatu kondisi seandainya kita tidak punya pilihan lain selain memilih menabrak 5 orang lurus didepannya atau membelokkan stir kemudi kereta dan menabrak 1 orang. pilihannya antara A atau B, jadi kebanyakan orang mau tidak mau, kita akan memilih untuk mengorbankan yang lebih sedikit, atau memilih untuk tidak ikut campur (dalam hal ini tidak mau mendorong orang dari atas jembatan).
Apakah mengorbankan sedikit untuk yang lebih banyak adalah pilihan yang baik?
Apakah hanya karena kita merasa tidak dilakukan oleh tangan kita sendiri lantas kita boleh menyetujuinya atau membiarkan itu terjadi?
Pelajaran moral seperti ini kerap masuk sebagai sebuah doktrin di kehidupan nyata, bahwa memang harus selalu ada yang dikorbankan demi kepentingan yang lebih besar. Karena itu moral sering digunakan sebagai alat penguasa dan segelintir orang untuk membenarkan perang, etnis tertentu, genosida, diskriminasi minoritas, kerusakan lingkungan, australisasi dan sebagainya.
Hidup ialah suatu pilihan, yang memagang kendali diri kita ya hanya kita sendiri, dalam mengambil sebuah keputusan juga tidak hanya dari aspek moralitas saja melainkan aspek realitas dan efisensi dalam kehidupan nyata.
NPM: 2253053040
Kelas: 3 H
ANALISIS VIDEO 1
JUDUL: The Trolley Problem
Video ini mengajak kita untuk menghadapi sebuah persoalan dilematis tentang moralitas. Dimana di dalam video tersebut akan bermain main dengan beberapa pertanyaan filosofis dari trolley problem yang klasik. Ini memaksa kita untuk berfikir untuk mendefinisikan kembali moralitas dari perspektif yang berbeda.
1. Sebuah kereta melaju namun jika kereta tersebut lurus maka akan menabrak 5 orang, tetapi jika berbelok hanya akan menabrak 1 orang. Bagaimana tanggapan mu?
Jawab: dari survey yang dilakukan 90% dari mereka akan berbelok sedangkan 10% memilih lurus. Prinsip moralnya yaitu lebih baik menyelamatkan 5 orang daripada hanya 1 orang.
Jika diubah skenarionya dimana jalan tersebut lurus tidak memiliki cabang, dan terdapat 5 orang didepan, kemudian terdapat 1 orang diatas dan 1 orang lagi yang bertubuh gemuk, apa yang akan kamu lakukan? mendorong orang tersebut untuk memberhentikan kereta atau tidak? Jawabannya dari survey yaitu 90℅ orang tidak mendorong, dan 10% orang mendorong. Hal ini karena mendorong merupakan kegiatan aktif tapi mendorong tuas kereta juga tindakan aktif. Disinilah terjadi dilema.
The trolley problem membuat kita berpikir jauh mengenai konsekuensi dari sebuah pilihan. Apakah itu dibuat berdasarkan nilai moral tertentu atau sebuah pilihan. Apakah mengorbankan yang lebih sedikit untuk menyelamatkan yang lebih banyak adalah sesuatu yang lebih bermoral? atau sebuah pembenaran belaka? Kita sering mendengar bahwa hal ini disebut doktrin, dimana kita mengorbankan seseorang demi kepentingan yang lebih besar. Maka tak heran kepentingan moral sering digunakan oleh segelintir orang atau penguasa untuk memenangkan perang, memberangus etnis tertentu, dll.
Masalah moral itu urusan dari pribadi masing masing.
NPM: 2213053233
ANALISIS VIDEO 1
Apakah Moral? The Trolley Problem
case 1: pada suatu hari, kamu berada dalam situasi genting. kamu berada dalam ruang kemudi kereta yang sedang bergerak kencang. di depanmu, kamu melihat ada 5 orang yang terikat di rel dan tidak bisa bergerak. jika kereta menabrak orang tersebut, kelimanya akan meninggal dunia. kabar baiknya di depanmu terdapat cabang perlintasan yang dapat membuat kereta berbelok hanya dengan menarik tuas yang berasa di ruang kemudi tersebut. tapi, masalahnya saat kamu menatap ke arah lintasan tersebut, ternyata disana ada 1 orang lain yang juga terikat di rel. kamu tidak tahu cara menghentikan kereta. satu satunya yang dapat kamu lakukan adalah menarik tuas dan membuat kereta berbelok. jika kamu membiarkan kereta pada posisinya, maka kereta akan membunuh 5 orang. jika kamu memutuskan berbelok, maka kereta akan menabrak 1 orang.
case 2: sebuah kereta bergerak cepat menuju 5 orang yang terikat di rel. kali ini hanya ada 1 lintasan rel saja. tanpa cabang perlintasan. di skenario ini kamu tidak ada di dalam kereta, melainkan ada di atas sebuah jembatan yang berada di atas rel kereta. di depanmu entah darimana dan entah siapa, ada seseorang bertubuh sangat besar. saat melihat kereta meluncur, jika kamu mendorong orang bertubuh besar itu, maka bobotnya dapat menghentikan kereta, sehingga 5 orang yang ada di ujung rel akan selamat. tentu orang yang bertubuh besar itu yang akan meninggal dunia. tetapi jika kamu tidak melakukan apa-apa berarti 5 orang yang akan meninggal dunia.
apakah mengorbankan sedikit untuk yang lebih banyak adalah pilihan yang lebih baik?
apakah hanya karena kita merasa itu tidak dilakukan oleh tangan kita sendiri lantas kita boleh menyetujuinya dan membiarkan itu terjadi?
gunakan Trolley Problem untuk bertanya mengenai persoalan moralitas dari hal hal seperti:
apakah mengorbankan tumbuh kembang anak kita saat ini dengan alasan pekerjaan demi masa depannya, sehingga anak kita jadi anak pembantu merupakan pilihan moralitas yang lebih baik atau hanya pembenaran semata dari orang tua yang egois?
apakah diskriminasi dan stigmatisasi kelompok minoritas oleh kaum mayoritas atau yang merasa dirinya paling benar dengan alasan kepentingan umum atau kepentingan mayoritas, dapat dibenarkan?
apakah perang terhadap sekelompok orang, etnis tertentu dengan mengorbankan orang yang tidak bersalah demi alasan perdamaian merupakan pilihan yang lebih bermoral?
dalam konteks mengorbankan sedikit untuk yang lebih banyak, mungkin itu jadi pilihan yang bermoral. tapi, jika kita berada di sisi yang berbeda, apakah hal tersebut tetap jadi pilihan yang bermoral?
dari hal ini kita tahu bahwa moralitas terlalu sering jadi alat pembenaran saat kita di posisi yang diuntungkan atau yang memiliki kepentingan. sebab pada akhirnya, moralitas soal egoisme manusia dengan kepentingan dirinya atau kelompoknya sendiri.
KELAS :3H
NPM :2213053285
ANALISIS VIDIO 1
Judul :THE TROLLEEY PROBLEM
Philippa Food tahun 1967, foot mengajukan eksperimen the TROLLEEY problem.
Eksperimen yang diadaptasi untuk memahami konteks dalam berbagai kondisi seperti : perang,penyiksaan drone ,aborsi,dan euthanasia.saat perkembangan dengan kehadiran Artificial intelligence, machine dimana control untuk mengambil keputusan yang lebih bermoral pada setiap kondisi yang terjadi.hal ini membuat kita berpikir tentang konsekuensi dari sebuah pilihan, apakah hal tersebut dibuat berdasarkan nilai moral atau lebih kepada bagaimana kita mengekspresikannya dalam kehidupan sehari- hari. Bahwa harus ada yang dikorbankan untuk kepentingan yang lebih besar,jika kemudian moral sering digunakan sebagai alat oleh penguasa untuk membenarkan perang,memberangus etnis tertentu,genocide, diskriminasi minoritas, pengerusakan lingkungan,industrialisasi hanya dengan alasan demi perdamaian dunia, demi kepentingan umum,demi kelompok yang lebih besar,demi masa depan yang lebih cerah, atau karna 90 persen orang berpikir demikian tak mengapa mengorbankan yang sedikit untuk yang lebih besar lantas semua itu seolah menjadi benar dan bermoral. Karena pada akhirnya moralitas ternyata hanyalah persoalan keegoisan manusia terhadap kepentingan diri sendiri atau kelompoknya.
NPM : 2213053129
Kelas : 3H
Dari video yang telah diidentifikasi saya mendapatkan bahwa moralitas menjadi dilema, Dilema ini digunakan untuk menjelaskan perbedaan antara tindakan yang disebabkan secara langsung dan tindakan yang disebabkan secara tidak langsung, pada skenario 1 prinsip nilai moral bahwa lebih baik menyelamatkan 5 orang daripada 1 orang Karena tidak melakukan tindakan secara langsung hanya berada dalam kereta. Kemudian pada skenario kedua sebaliknya hanya mau menyelamatkan 1 orang dan membunuh 5 nyawa karena adanya tindakan aktif untuk mendorong 1 orang berbadan besar.
Jadi dapat disimpulkan melalui trolly problem bahwa moralitas hanyalah egoisme manusia dan kepentingan dirinya dan kelompoknya sendiri.
Npm : 2213053002
Analisis video 1
judul video : THE TROLLEY PROBLEM PHILLIPA FOOT Tahun 1967
dalam video tersebut memperkenalkan philipa foot tahun 1967 silam yang mana foot mengajukan sebuah eksperimen yang kemudian dikenal sebagai Trolley problem dalam video sudah di perlihatkan eksperimen yang telah di adaptasi untuk dapat memahami konteks moral dalam berbagai kondisi,seperti : perang,penyiksaan,drone,
aborsi dan eutanasia.
studi ini kemudian menjadi sangat penting saat perkembangan Al ( Artificial Intelligence) machine learning dimna mesin diberikan kontrol untuk mengambil keputusan mana yang lebih bermoral pada berbagai kondisi yang terjadi .
selain itu the trolley problem membuat kita berfikir lebih jauh tentang konsekuensi dari sebuah pilihan apakah itu di buat berdasarkan nilai moral tertentu atau lebih kepada hasil akhirnya.
dan bagaimana kita mengekpresikannya dalam kehidupan sehari hari apakah mengorbankan yang lebih sedikit untuk menyelamatkan yang lebih banyak adalah sesuatu yang lebih bermoral? ataukah hanya sebuah pembenaran belakang?
sering kita dengar bahwa memang harus selalu ada yang kita korbankan demi kepentingan yang lebih besar.maka tidak heran jika moral sering digunakan sebagai alat penguasa dan segelintir orang untuk membenarkan orang, memberangus etnis tertentu ,genocide, deskriminasi minoritas, pengerusakan lingkungan industrialisasi dan sebagainya hanya dengan alasan perdamaian dunia,demi kepentingan umum ,demi kelompok yang lebih besar,demi masa depan yang lebih cerah atau karena 90% orang berfikir demikian tak mengapa mengorbankan yang lebih sedikit untuk yang lebih besar lantas semua itu seolah menjadi benar dan lebih bermoral.
dan pada akhirnya moralitas ternyata hanyalah soal egoisme manusia dengan kepentingan dirinya atau kelompoknya sendiri.
NPM : 2213053127
Analisis video
Moralitas pada saat ini masih menjadi alat untuk pembenaran disaat kita berada pada posisi yang diuntungkan, karena moralitas itu hanya soal egois manusia dengan kepentingan pribadi maupun kelompok.
Philippa foot pada tahun 1967 foot mengajukan sebuah eksperimen yang dikenal dengan trolley problem, untuk memahami Eksperimen yang diadaptasi untuk memahami konteks dalam berbagai kondisi seperti : perang, penyiksaan drone ,aborsi, dan euthanasia. Saat perkembangan dengan kehadiran Artificial intelligence, machine dimana control untuk mengambil keputusan yang lebih bermoral pada setiap kondisi yang terjadi, hal ini membuat kita untuk berpikir tentang konsekuensi dari sebuah pilihan yang diambil, apakah hal tersebut didasarkan nilai moral atau lebih pada bagaimana kita mengekspresikannya dalam kehidupan sehari-hari. Bahwa semua yang dilakukan harus ada yang dikorbankan untuk kepentingan yang lebih besar, jika kemudian moral sering digunakan sebagai alat oleh penguasa untuk membenarkan perang, memberangus etnis tertentu.
Npm :2253053034
Kelas : 3/H
Analisis vidio 1
Skenario 1
Saya memiliki kereta tersebut lurus karena jika kereta tersebut lurus maka hanya membunuh lima orang saja , jika kereta belok dan mengangkat tuasnya maka akan bisa membahayakan orang orang yang ada di dalam kereta dan satu orang tersebut karena Seorang masinis kereta api tidak mungkin melakukan pengontrolan wesel ketika kereta sedang berjalan .
Kembali lagi dari apa yang sudah di buat keputusan selalu ada konsekuensi yang di dapat . Tetapi satu orang tersebut adalah anggota keluarga kita .
Skenario 2
Saya memilih untuk tidak menjatuhkan orang tersebut karena jika yang terbunuh hanya lima orang kita tidak termasuk ke dalam perbuatan aktif tetapi jika kita menjatuhkan orang berbadan besar tersebut maka kita termasuk perbuatan aktif yaitu mendorong orang atau sama saja kita membunuh orang .
Dari sini kita di beritahu bahwa moralitas jadi sering memang terlalu sering untuk alat pembenaran saat kita di posisi yang di untungkan.
NPM : 2213053091
Kelas : 3H
ANALISIS VIDEO
Pada tahun 1967 foot mengajukan eksperimen yang kemudian dikenal dengan Trolly Problem yang telah diadaptasi untuk memahami konteks moral dalam kondisi seperti perang, penyiksaan, drone, aborsi dan euthanasia. Studi ini kemudia menjadi sangat penting saat perkembangan (Artificial Intelligence). Machine learning dimana mesin diberikan kontrol untuk mengambil keputusan mana yang lebih bermoral pada berbagai kondisi yang terjadi. The Trolley problem membuat kita berfikir lebih jauh tentang konsekuensi dari sebuah pilihan apakah itu dibuat berdasarkan nilai moral tertentu atau kepada hasil akhirnya dan bagaimana kita mengekspresikanya pada kehidupan sehari-hari. Apakah mengorbankan yang lebih sedikit untuk menyelamatkan yang lebih banyak adalah sesuatu yang lebih bermoral atau hanya sebuah kebenaran belaka
Kita mungkin sering mendengarkanya bahkan sepanjang hidup kita Pelajaran moral seperti ini kerap masuk sebagai doktrin bahwa memang harus selalu ada yang dikorbankan demi kepentingan yang kebih besar, maka tak heran jika kemudian moral sering digunakan sebagai alat oleh penguasa dan segelintir orang untuk membernarkan perang hanya dengan alasan perdamaian dunia dan demi kepentingan umum.
NPM: 2213053255
Analisis video 1
THE TROLLEY PROBLEM
Dalam video tersebut memberikan sebuah pertanyaan yang berkaitan dengan persoalan dilematis tentang moralitas untuk mencari nilai moral manakah yang lebih baik.
Pada tahun 1967 Philippa Foot adalah seorang ilmuwan yang membuat eksperimen yang disebut dengan Trolley Problem mengenai eksperimen untuk memahami konteks moral dalam segala situasi atau kondisi misalnya perang, aborsi, penyiksaan, drone dan eutanasia. Teori trolley problem adalah suatu kondisi seandainya kita tidak memiliki pilihan lain selain memilih menabrak 5 orang yang berada tepat didepannya atau membelokkan stir kemudi kereta dan menabrak 1 orang. pilihannya antara Ya atau Tidak, kebanyakan orang akan memilih untuk mengorbankan yang lebih sedikit, atau memilih untuk tidak ikut campur (dalam hal ini tidak mau mendorong orang dengan ukuran tubuh besar dari atas jembatan). Apakah mengorbankan sedikit untuk yang lebih banyak adalah pilihan yang baik? Apakah hanya karena kita merasa tidak dilakukan oleh tangan kita sendiri lantas kita boleh menyetujuinya atau membiarkan itu terjadi? Studi ini kemudian berkembang dengan sangat pesat setelah adanya perkembangan AI (Artificial Intellegence) machine learning yang mana mesin tersebut akan memiliki kontrol dalam mengambil keputusan manakah yang lebih bermoral dalam suatu kondisi yang terjadi. The trolley problem membuat kita berpikir tentang konsekuensi dari sebuah pilihan. Dalam video tersebut terdapat kesimpulan bahwa moralitas sering dijadikan alat pembenaran saat diri kita merasa berada dalam posisi yang diuntungkan atau memiliki kepentingan. Moralitas dalam kenyataannya adalah soal egoisme manusia dengan segala kepentingan dirinya sendiri ataupun kepentingan kelompoknya sendiri.
NPM : 2213053241
Analisis video 1
The Trolley problem adalah eksperimen pemikiran klasik dalam etika dan filsafat moral. Dalam video tersebut menghadirkan dilema yang melibatkan kereta yang melaju menuju lima orang yang terikat di satu jalur, dan Anda memiliki opsi untuk mengalihkan kereta ke jalur lain dengan satu orang terikat. Pertanyaan etisnya adalah apakah dapat diterima secara moral jika dengan sengaja mengorbankan satu nyawa demi menyelamatkan lima nyawa lainnya.
Ada variasi dan penafsiran yang berbeda mengenai Masalah Troli, dan masalah ini sering digunakan untuk mengeksplorasi berbagai teori etika, seperti utilitarianisme, deontologi, dan etika kebajikan.
Dalam praktiknya, tanggapan masyarakat terhadap Masalah Troli berbeda-beda, dan hal ini telah memicu banyak perdebatan dalam filsafat dan etika. Ini adalah alat untuk mengeksplorasi kompleksitas pengambilan keputusan moral dan benturan prinsip-prinsip etika. Orang yang berbeda mungkin sampai pada kesimpulan yang berbeda berdasarkan kerangka etika dan keyakinan pribadi mereka
NPM : 2213053107
Kelas : 3H
ANALISIS VIDEO 1 "Apakah Moral? ~The Trolley Problem"
Philippa Foot tahun 1967, foot mengajukan suatu eksperimen yaitu the trolley problem. Ekperimen yang telah diadaptasi untuk memhami konteks moral dalam berbagai kondisi antara lain : perang, penyiksaan, drone, aborsi dan euthanasia. Studi ini semakin penting saat perkembangan dengan kehadiran AI ( Artificial intelligence), machine learning dimana mesin diberi control untuk mengambil keputusan mana yang lebih bermoral pada berbagai kondisi yang terjadi.
the trolley problem membuat kita berpikir lebih jauh tentang konsekuensi dari sebuah pilihan.
•Apakah itu dibuat berdasarkan nilai moral tertentu atau lebih kepada hasil akhirnya dan bagaimana kita mengekspresikannya dalam kehidupan sehari hari?
•Apakah mengorbankan yang lebih sedikit untuk menyelamatkan yang lebih banyak adalah sesuatu yang lebih bermoral?
Atau hanya sebuah pembenaran belaka?
Bahwa memang harus ada yang dikorbankan demi kepentingan yang lebih besar maka, tak heran jika kemudian moral sering digunakan sebagai alat oleh penguasa atau segelintir orang untuk membenarkan perang, genocide, diskriminasi minoritas, pengerusakan lingkungan,industrialisasi hanya dengan alasan demi perdamaian dunia, kepentingan umum, kelompok yang lebih besar, demi masa depan yang lebih cerah, atau karna 90 % orang berpikir demikian tak mengapa mengorbankan yang sedikit untuk yang lebih besar lantas semua itu seolah menjadi benar dan bermoral.
Jadi moralitas sering dijadikan alat pembenaran saat diri kita merasa berada dalam posisi yang diuntungkan atau memiliki kepentingan. Moralitas hanyalah soal egoisme manusia dengan segala kepentingan dirinya sendiri ataupun kepentingan kelompoknya sendiri.
NPM : 2213053234
Hasil analisis Video
Philippa Foot, pada tahun 1967 mengajukan eksperimen yang dikenal dengan Trolley Problem yang, eksperimen tentang moralitas yang telah diadaptasi untuk memahami konteks moral dalam berbagai konsdisi seperti perang, penyiksaan, aborsi, dsb. Studi ini menjadi semakin penting saat perkembangan AI, dimana mesin diberikan kontrol untuk mengambil keputusan yang lebih bermoral pada berbagai kondisi yang terjadi. The Trolley Problem membuat kita berpikir lebih jauh tentang konsekuensi dari berbagai pilihan, apakah itu dibuat berdasarkan nilai moral tertentu atau lebih pada hasil akhirnya. Serta bagaimana kita mengekspresikannya dalam kehidupan sehari-hari, apakah mengorbankan yang lebih sedikit untuk menyelamatkan yang lebih banyak adalah sesuatu yabg lebih bermoral atau hanya sebuah pembenaran belaka. Moralitas sering menjadi alat pembenaran saat ita berada diposisi yang diuntungkan atau memiliki kepentungan, moralitas hanyalah egoisme manusia dengan kepentingan dirinya atau kelompoknya sendiri.
Namun menurut saya, pada kasus yang digambarkan pada video tersebut tindakan apapun yang kita lakukan akan tetap salah. Dua pilihan sama-sama menimbulkan kerugian dan membuat kita seolah tidak bermoral, karena pada permasalahan ini kita tidak memiliki solusi lain. Pada kasus pertama tidak ada yang lebih baik selain mengorbankan yang lebih sedikit demi menyelamatkan yang kebih banyak. Karena pada dasarnya pada kasus pertama keduanya sama-sama dalam bahaya. Sedangkan dalam kasus kedua jika kita mendorong salah satu untuk menyelamatkan 5 lainnya, itu berarti kita menempatkan seseorang yang aman dalam kondisi bahaya.
NPM: 2213053259
Kelas: 3H
Analisis Video
Judul: The Trolley Problem
Pada tahun 1967 Phillipa foot mengajukan suatu eksperimen yang telah diadaptasi untuk memahami konteks moral dalam berbagai kondisi seperti perang, penyiksaan, drone, aborsi dan euthanasia. Eksperimen ini disebut dengan The Trolley Problem.
Philippa Foot berargumen bahwa ada perbedaan antara membunuh dan membiarkan mati. Yang pertama bersifat aktif, sedangkan yang kedua bersifat pasif. Dengan ilustrasi kita yang berada di dalam kereta diberikan dua pilihan jika membiarkan kereta terus berjalan maka dapat menyebabkan 5 orang terlindas namun jika menarik tuas makan kereta akan berbelok dan melindas 1 orang. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar orang menyetujui beberapa tindakan yang menyebabkan kerusakan, tetapi tindakan lain dengan hasil yang sama tidak diperbolehkan.
Pelajaran moral seperti ini seringkali masuk sebagai sebuah sugesti di kehidupan nyata, bahwa selalu ada yang dikorbankan demi kepentingan yang lebih besar. Karena itu moral sering digunakan sebagai alat penguasa dan segelintir orang untuk membenarkan perang, etnis tertentu, genosida, diskriminasi minoritas, kerusakan lingkungan dan sebagainya.
Hidup merupakan suatu pilihan, dalam mengambil sebuah keputusan juga tidak hanya dari aspek moralitas saja melainkan aspek realitas dan efisensi dalam kehidupan nyata.
Npm : 2253053054
Kelas : 3H
ANALISIS VIDIO
Judul :
THE TROLLEY PROBLEM
Philippa Foot pada tahun 1967, Foot mengusulkan sebuah eksperimen, masalah troli.
Eksperimen telah diadaptasi untuk memahami lanskap moral dalam berbagai kondisi termasuk:
perang, penyiksaan, drone, aborsi dan euthanasia. Penelitian ini menjadi semakin penting seiring kemajuan dengan hadirnya AI (Artificial Intelligence), pembelajaran mesin dimana mesin diberikan kendali untuk mengambil keputusan yang lebih etis dalam kondisi yang berbeda-beda.
Masalah troli membuat kita lebih memikirkan akibat dari sebuah pilihan, apakah itu dibuat atas dasar nilai moral tertentu atau lebih tepatnya pada hasil akhir dan bagaimana kita mengungkapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Bahwa ada sesuatu yang harus dikorbankan demi kebaikan bersama, oleh karena itu tidak mengherankan jika moralitas sering digunakan oleh pemerintah atau segelintir orang sebagai alat untuk membenarkan perang, penghancuran suatu kelompok etnis, genosida, diskriminasi terhadap kelompok minoritas, penghancuran kelompok etnis tertentu, dan sebagainya. peradaban. lingkungan, hanya industrialisasi. demi perdamaian dunia, demi kebaikan komunitas, demi kebaikan kelompok yang lebih besar, demi masa depan yang lebih baik, atau karena 90% orang berpikir bahwa mengorbankan hal kecil demi hal yang lebih besar adalah hal yang dapat diterima, tampaknya benar dan bermoral. Karena pada akhirnya moralitas ternyata hanyalah persoalan keegoisan masyarakat terhadap kepentingannya sendiri atau kelompoknya.
Nama : Febe Ririn Ariyani
NPM : 2213053277
Kelas : 3 H
trolley problem yang disajikan dalam video yaitu sebagai berikut:
sebuah kereta dengan seorang pengemudi meluncur dijalur rel. masalah ditemukan ketika kereta yang meluncur cepat tersebut bertemu lima orang yang berada dijalur utama, namun ada belokan sebelum bertemu 5 orang yang ada dijalur utama. tetapi dibelokan tersebut ada 1 orang
Dengan demikian, hanya ada dua kemungkinan, yakni:
1. Tetap membiarkan troli melaju lurus dan menabrak 5 orang
2. Berbelok, dan masuk ke jalur samping, kemudian menabrak 1 orang.
Apabila Anda berada di posisi tersebut, apa yang akan Anda lakukan? Kebanyakan orang berpegang pada etika, di mana membiarkan korban yang lebih sedikit lebih baik ketimbang korban yang lebih banyak. Maka lebih banyak yang akan memilih berbelok, meski sebenarnya jalur samping tak tahu mengarah ke mana.
apakah mengorbankan sedikit untuk yang lebih banyak adalah pilihan yang lebih baik? apakah hanya karena kita merasa itu tidak dilakukan oleh tangan kita sendiri lantas kita boleh menyetujuinya dan membiarkan itu terjadi?
the troly problem membuat kita berfikir lebiih jauh tentang konsekuensi dari sebuah pilihanapakah itu dibuat berdasarkan nilai moral tertentu atau lebih kepada hasil akhirnya dan bagaimana kita mengekspresikannya dalam kehidupan sehari hari
apakah mengorbankan yang lebih sedikit untuk menyelamatkan yang lebih banyak adalah sesuatu yang lebih bermoral? atau hanya sebuah pembenaran belaka.
maka tak heran kita sering terdoktrin bahwa harus selalu ada yan dikorbankan demi kepentingan yang lebih besar.
maka tak heran jika moral sering digunakan sebagai alat oleh penguasa dan segelintir orang untuk mendiskriminasi minoritas, perang dll. Karena pada akhirnya moralitas ternyata hanyalah persoalan keegoisan masyarakat terhadap kepentingannya sendiri atau kelompoknya.
NPM : 2213053168
Kelas : 3H
The troli problem membuat kita berpikir lebih jauh tentang konsekuensi dari sebuah pilihan apakah itu dibuat berdasarkan nilai moral tertentu atau lebih kepada hasil akhirnya dan bagaimana kita mengekspresikannya dalam kehidupan sehari-hari apakah lebih sedikit untuk menyelamatkan yang lebih banyak adalah sesuatu yang lebih bermoral atau hanya sebuah pembenaran belaka.
Usai diskriminasi minoritas pengrusakan lingkungan industrialisasi dan lain sebagainya hanya dengan alasan demi perdamaian dunia demi kepentingan umum demi kelompok yang lebih besar demi masa depan yang lebih cerah atau karena 90% orang berpikir demikian tak mengapa mengorbankan yang sedikit untuk yang lebih besar lantai semua itu seolah menjadi benar dan lebih bermoral.
Orang bermoral justru sering dimanfaatkan oleh pihak tertentu atau bahkan diri kita sendiri untuk menyakiti orang lain apakah mengorbankan sedikit untuk yang lebih banyak adalah pilihan yang lebih baik apakah hanya karena kita merasa itu tidak dilakukan oleh tangan kita sendiri lantas kita boleh menyetujuinya atau membiarkan itu terjadi.
Kita dapat menggunakan troli problem untuk bertanya mengenai persoalan moralitas dari hal-hal seperti apakah mengorbankan tumbuh kembang anak kita saat ini dengan alasan pekerjaan demi masa depannya sehingga anak kita lantas jadi anak pembantu merupakan pilihan moral yang lebih baik atau hanya pembenaran semata dari orang tua yang egois.
Aapakah diskriminasi dan stigmatisasi kelompok minoritas oleh kaum mayoritas atau yang merasa dirinya paling benar paling berkuasa dengan alasan demi kepentingan umum atau kepentingan mayoritas dapat dibenarkan apakah perang terhadap sekelompok orang etnis tertentu oknum yang dicap pembuat onar dengan mengorbankan orang yang tidak bersalah hanya demi alasan kedamaian dan ketertiban dunia merupakan pilihan yang lebih bermoral dalam konteks berpikir mengorbankan sedikit untuk yang lebih banyak mungkin itu jadi pilihan yang lebih bermoral yang sering jadi alat pembenaran saat kita berada diposisi yang diuntungkan atau yang memiliki kepentingan bukan sebab pada akhirnya moralitas ternyata hanyalah soal egoisme manusia dengan kepentingan dirinya atau kelompoknya sendiri
Npm: 2213053034
Analisis Vidio
“ THE TROLLEY PROBLEM “
vidio ini mengajak kita untuk menghadapi sebuah persoalan dilematis tentang moralitas. Dengan pertanyaan filosofis dari trolley problem yang klasik.
vidio ini juga akan membuat kita berpikir untuk mendefinisikan kembali moralitas dari perspektif yang berbeda.
pada persoalan pertama:
pada suatu hari kita berada didalam situasi genting dikereta yang sedang bergerak kencang, didepan kereta ada 5 orang yang terikat di rel dan tidak bisa bergerak. Jika kereta menabrak 5 orang tersebut maka kelimanya akan meninggal dunia. Lalu kabar baiknya terdapat cabang perlintasan yang dapat membuat kereta berbelok hanya dengan menarik tuas yang ada diruang kemudi tersebut. Tetapi masalahnya saat kita menatap ke arah lintasan tersebut ada satu orang juga yang terikat di rel dan tidak bisa bergerak. Dan kita tidak tahu cara menghentikan kereta, satu satunya cara yang bisa kita lakukan yaitu menarik tuas dan membuat kereta berbelok. Tetapi jika kita membiarkan kereta pada posisinya maka kereta akan terus meluncur dan membunuh 5 orang tetapi jika kita memutuskan untuk berbelok maka kereta akan menabrak 1 orang.
dari persoalan tersebut banyak yang memilih untuk berbelok dan hanya 1 orang yang terbunuh ketimbang 5 orang yang terbunuh.
Prinsip moralnya: lebih baik menyelamatkan 5 orang daripada hanya 1 orang.
Tetapi apakah dengan merelakan 1 orang terbunuh demi menyelamatkan 5 orang adalah pilihan moral yang lebih baik?
Pada persoalan kedua:
Sebuah kereta bergerak cepat menuju 5 orang yang terikat direl kali ini hanya ada satu lintasan saja. Disini kamu berada diatas jembatan bukan didalem kereta lalu didepan kamu ada seseorang yang bertubuh sangat besar. Saat melihat kereta meluncur kamu tahu jika kamu mendorong orang bertubuh besar itu maka bobotnya dapat memberhentikan kereta sehingga 5 orang terselamatkan dan orang bertubuh besar meninggal dunia, tetapi jika kamu tidak mendorong orang trsebut maka 5 orang tersebut yang meninggal dunia.
Pada persoalan kedua ini banyak yang memilih untuk tidak mendorong orang tersebut maka 5 orang yang meninggal dunia.
Mengapa mereka memilih untuk tidak mendorong orang tersebut karena pada skenario ini terjadi perbuatan aktif. Tetapi mereka juga lupa jika menarik tuas untuk membelokan kereta juga merupakan perbuatan aktif. Dari sinilah moralitas menjadi sebuah dilema.
Philippa Food kembali ke tahun 1967 silam foot mengajukan sebuah eksperimen yang kemudian dikenal sebagai TROLLEY PROBLEM. Eksperimental dari pertanyaan yang kita mainkan tadi untuk memahami konteks moral dalam berbagai kondisi, seperti:
Perang, penyiksaan, drone, aborsi dan eutanasia. Studi ini menjadi sangat penting saat perkembangan AI (Artificial Intelligence) , Machine Learning dimana mesin diberikan kontrol untuk mengambil keputusan mana yang lebih bermoral pada berbagai kondisi yang terjadi. The Trolley Problem membuat kita berpikir lebih jauh tentang konsekuensi dari sebuah pilihan.
Npm: 2253053035
Kelas :3H
Analisis video 1
Judul : The Trolley Problem
Pada tahun 1967 Phillipa foot mengajukan suatu eksperimen yang telah diadaptasi untuk memahami konteks moral dalam berbagai kondisi seperti perang, penyiksaan, drone, aborsi dan euthanasia. Eksperimen ini disebut dengan The Trolley Problem.
Menurut saya, antara trolley problem yg digambarkan dan nilai moral yg sebenarnya dalam kehidupan sehari2 ada perbedaan yg sangat besar, yaitu "pilihan".Teori trolley problem adalah suatu kondisi seandainya kita gak punya pilihan lain selain sekenario pertama atau sekenario kedua , logisnya, mau tidak mau,Saya memiliki kereta tersebut lurus karena jika kereta tersebut lurus maka hanya membunuh lima orang saja , jika kereta belok dan mengangkat tuasnya maka akan bisa membahayakan orang orang yang ada di dalam kereta dan satu orang tersebut karena Seorang masinis kereta api tidak mungkin melakukan pengontrolan wesel ketika kereta sedang berjalan.atau memilih untuk tidak ikut campur (dalam hal ini tidak mau mendorong orang dari atas jembatan). Masalahnya adalah, dalam hidup, segimanapun sempitnya, selalu ada jalan yg lebih baik. Selalu ada opsi untuk tidak mengorbankan orang lain. Bahkan selalu ada opsi untuk mengorbankan diri (rela berkorban demi orang banyak). sederhana mendalami luasnya nilai moral yang di miliki manusia Selalu ada pilihan untuk tidak memulai perang, genosida, mendiskriminasi kaum minoritas. Ketika beberapa orang memilih untuk melakukan itu semua, artinya pada saat itu bukan moral mereka yg berperan, melainkan nafsu dan keegoisan.
NPM : 2213053247
Analisis Video 1
"Apakah Moral? ~The Trolley Problem"
Philippa Foot pada tahun 1967 mengajukan sebuah eksperimen yang kemudian dikenal sebagai Trolley Problem. The Trolley Problem membuat kita berpikir lebih jauh tentang konsekuensi dari sebuah pilihan berdasarkan nilai moral tertentu atau lebih kepada hasil akhirnya, dan diekspresikan dalam kehidupan sehari-hari.
Skenario 1:
Pada saat di suatu posisi genting. Kamu berada dalam ruangan kereta yang sedang bergerak kencang. Di depanmu, ada lima orang yang terikat di rel dan tidak bisa bergerak. Jika kereta menabrak kelima orang tersebut, maka kelima nya akan meninggal dunia. Kabar baiknya, di depanmu terdapat cabang perlintasan yang dapat membuat kereta berbelok. Tapi masalahnya, ada satu orang yang terikat di rel dan tidak bisa bergerak. 90% orang akan memilih untuk menyelamatkan lima orang yang terikat sedangkan harus mengorbankan satu orang meninggal dunia.
Skenario 2:
Ada sebuah kereta yang bergerak cepat dan di depannya terdapat lima orang yang terikat di rel kereta dan tidak dapat bergerak. Kamu berada di sebuah jembatan di atas kereta dan di depanmu ada seseorang tidak di kenal yang memiliki badan besar. Apabila kamu mendorong nya ke bawah, otomatis kereta akan berhenti dan tidak jadi menabrak kelima orang yang terikat di rel, melainkan orang yang kamu dorong tersebut meninggal. 90% orang akan memilih untuk tidak mengorbankan orang yang didorong ke bawah, melainkan membiarkan lima orang yang terikat di rel tertabrak dan meninggal dunia.
Dari kedua skenario tersebut, dapat disimpulkan bahwa moralitas terlalu sering jadi alat pembenaran saat kita di posisi yang diuntungkan atau yang memiliki kepentingan. sebab pada akhirnya, moralitas soal egoisme manusia dengan kepentingan dirinya atau kelompoknya sendiri.
NAMA: MESRI RAHAYU
NPM: 2213053250
KELAS: 3H
Dari Video yang telah saya identifikasi sebelumnya, saya dapat menarik kesimpulan bahwasanya, Moralitas dapat menjadi dilema. Dilema ini dapat dilihat pada contoh dalam video yang telah di tonton sebelumnya. Dalam video tersebut, terdapat perbedaan tindakan antara case 1 dan juga case 2, yang dimana tindakannya dilakukan secara langsung dan tidak langsung.
Pada case 1, dapat dilihat bahwa lebih baik menyelamatkan 5 orang daripada 1 orang, karena dalam case 1, tindakan yang dilakukan tidak langsung. Dikarenakan ada perantara antara keduanya, yaitu menarik tuas pada kereta. Sedangkan, pada case 2 lebih memilih menyelamatkan 1 orang daripada 5 orang. Hal ini dikarenakan, tindakan mendorong orang gendut dari jembatan agar kereta berhenti adalah tindakan secara langsung atau aktif. Yang dimana tindakan mendorong orang gendut itu adalah keterlibatan langsung, tanpa adanya perantara seperti kereta tadi.
Jadi dapat disimpulkan bahwasanya, moralitas hanyalah soal egoisme manusia. Yang dimana hanya mementingkan kepentingan dirinya sendiri atau kelompoknya sendiri.
Npm : 2213053142
Analisis Video 2
Apakah Moral? The trolly problem
Skenario 1 : kamu sebagai pengemudi kereta yang bergerak laju, melihat di perlintasan rel ada 5 lima orang terikat. jika kereta terus melaju maka akan menabrak 5 orang tersebut. Kamu dapat menarik tuas kereta untuk berbelok karena ada cabang pintasan, namun di rel itu terdapat 1 orang terikat yang merupakan anggota keluargamu. jika kamu tidak melakukan apapun kereta tetap posisinya, maka kereta akan membunuh 5 orang. jika kamu berbelok, maka kereta akan menabrak 1 orang.
Skenario 2 : kereta bergerak laju pada satu pintasan, dipintasan tersebut terikat 5 orang. Dalam skenario ini kamu berada di atas jembatan yang berada diatas rel dan ntah darimana dan ntah siapa ada seseorang bertubuh besar di depanmu. jika kamu mendorong orang bertubuh besar, maka bobotnya dapat menghentikan kereta, sehingga 5 orang yang terikat selamat sedangkan orang bertubuh besar itu akan meninggal dunia. jika, kamu tidak melakukan apapun 5 orang akan meninggal dunia.
Dari kedua skenario tersebut, dapat disimpulkan bahwasanya moralitas sering menjadi alat pembenaran saat kita di posisi yang diuntungkan atau memiliki kepentingan. Karena pada akhirnya, moralitas hanyalah soal egoisme manusia dengan kepentingan dirinya atau kelompoknya sendiri.
NPM : 2213053070
Moral the Trolley Problem
Pada tahun 1997, Philippa Foot mengajukan sebuah eksperimen dengan nama The Trolley Problem. Teori ini mengajarkan kita untuk berfikir jauh tentang konsekuensi (akibat) dari sebuah pilihan, yang dimana apakah itu dibuat berdasarkan nilai moral tertentu atau lebih kepada hasil akhir serta bagaimana cara kita mengekspresikannya ke dalam kehidupan sehari-hari. Harus selalu ada yang dikorbankan demi kepentingan yang lebih besar memang sebuah nilai moral yang kerap kali menjadi doktrin.Sehingga tidak heran apabila moral digunakan sebagai alat untuk diskriminasi,genocuide, perusakan lingkungan, dan lain sebagainya. Terkadang apa yang kita pahami dan yakini tentang moralitas bisa jadi menyakiti orang lain. Pada teori The Trolley Problem, kita ambil satu contoh seperti apakah perang terhadap sekelompok orang atau etnis tertentu, oknum yang dicap sebagai pembuat onar dengan mengorbankan orang yang tidak bersalah hanya demi alasan perdamaian dan ketertiban dunia merupakan pilihan yang lebih bermoral?. Dengan kata lain pengambilan keputusan akan selalu dipengaruhi oleh logika dan moral, dalam pengambilan keputusan tidak hanya moral yang diperlukan tetapi juga aspek lain seperti realitas dan efisiensi untuk mencapai keputusan yang tepat.
NPM : 2213053192
Kelas : 3H
The Trolley Problem
Philippa Foot tahun 1967 mengajukan sebuah eksperimen yang kemudian dikenal sebagai trolley problem eksperimental yang membuat kita berpikir lebih jauh tentang konsekuensi dari sebuah pilihan apakah itu dibuat berdasarkan nilai moral tertentu atau lebih kepada hasil akhirnya dan bagaimana kita mengekspresikannya dalam kehidupan sehari-hari.
Study kasus 1 :
Seseorang berada pada sebuah kereta melaju lurus pada lintasan dimana ada 5 orang terikat pada rel dan tidak bisa bergerak, sedangkan terdapat cabang perlintasan yang hanya ada 1 orang terikat pada rel dan tidak bisa bergerak
Terdapat pilihan menarik tuas untuk membelokkan kereta tetapi mengorbankan 1 orang atau membiarkan kereta melaju dan mengorbankan 5 orang
Sebanyak 90% orang menjawab mereka akan membuat kereta berbelok pada cabang perlintasan sehingga hanya akan ada 1 orang terbunuh daripada mengorbankan 5 orang terbunuh.
Study kasus 2 :
Sebuah kereta melaju lurus pada lintasan dimana ada 5 orang terikat pada rel dan tidak bisa bergerak, sedangkan seseorang berada diatas jembatan yang berada diatas rel dengan seseorang bertubuh besar.
Terdapat pilihan jika mengorbankan seseorang bertubuh besar dengan mendorongnya agar dapat menghentikan kereta dan menyelamatkan 5 orang yang terikat direl, atau tidak melakukan apapun dan membiarkan 5 orang yang terikat direl terbunuh.
Sebanyak 90% orang menjawab mereka akan memilih untuk tidak mendorong sehingga mengakibatkan 5 orang tewas karena tertabrak kereta.
Banyak alasan yang diberikan yang paling banyak adalah karena pada kasus kedua ini terjadi perbuatan aktif yaitu mendorong orang tapi mereka lupa jika menarik tuas untuk membelokkan kereta juga merupakan perbuatan aktif.
Study kasus 1 dengan mengubah variabel
Jika dihadapkan pada posisi seperti Study kasus 1 namun diubah vaiabelnya menjadi seperti ini :
Seseorang berada pada sebuah kereta melaju lurus pada lintasan dimana ada 5 orang terikat pada rel dan tidak bisa bergerak, sedangkan terdapat cabang perlintasan yang hanya ada 1 orang terikat pada rel dan tidak bisa bergerak
Terdapat pilihan menarik tuas untuk membelokkan kereta tetapi mengorbankan 1 orang atau membiarkan kereta melaju dan mengorbankan 5 orang
Namun ternyata 1 orang yang terikat pada rel di cabang perlintasan adalah keluarganya.
Dapat dipastikan pada study kasus tersebut lebih banyak yang memilih mengorbankan 5 orang daripada harus mengorbankan 1 orang yang merupakan keluarganya.
Dari sini dapat kita lihat bahwa moral masih menjadi dilema dengan banyak pembenaran belaka yang dilakukan, ditambah dengan kita yang kerap mendengarkan doktrin bahwa memang harus selalu ada yang dikorbankan demi kepentingan yang lebih besar maka tak heran jika kemudian moral sering digunakan sebagai alat oleh penguasa dan segelintir orang untuk membenarkan perang, memberangus etnis tertentu, genocide, diskriminasi minoritas, pengrusakan lingkungan, industrialisasi dan lain sebagainya hanya dengan alasan demi perdamaian dunia, demi kepentingan umum, demi kelompok yang lebih besar, demi masa depan yang lebih cerah atau karena 90% orang berpikir bahwa tidak masalah mengorbankan yang sedikit untuk yang lebih besar, lantas semua itu seolah menjadi benar dan lebih bermoral. Padahal pada kenyataan nya moral sering dimanfaatkan oleh pihak tertentu atau bahkan diri kita sendiri untuk menyakiti orang lain.
Dalam konteks berpikir mengorbankan sedikit untuk yang lebih banyak mungkin itu menjadi pilihan yang lebih bermoral tapi coba bayangkan jika kita berada di sisi yang berbeda, kita adalah minoritas bukan yang mayoritas, kita adalah korban bukan pemenang perang, apakah kita masih berpikir jika itu jadi pilihan yang lebih bermoral dari sinilah kita diberitahu bahwa moralitas yang terlalu sering jadi alat kebenaran saat kita berada di posisi yang diuntungkan atau yang memiliki kepentingan, sebab pada akhirnya moralitas ternyata hanyalah soal egoisme manusia dengan kepentingan dirinya atau kelompoknya sendiri.
NPM : 2213053050
Judul:THE TROLLY PROBLEM
Tahun 1967, seorang filsuf moral di Oxford, Philippa Foot merancang dan memperkenalkan "The Trolley Problem" alias Masalah Troli lewat makalahnya berjudul "The Problem of Abortion and the Doctrine of the Double Effect". Lewat makalah tersebut, Philippa Foot memaparkan sebuah masalah yang melibatkan dilema etika.Masalah troli yang dipaparkan oleh Philippa Foot yang paling tradisional adalah sebagai berikut:
*Sebuah troli dengan seorang pengemudi meluncur di jalur rel. Masalah ditemukan ketika troli yang meluncur cepat tersebut bertemu lima orang yang berada di jalur utama. Namun, ada belokan sebelum bertemu dengan lima orang yang berdiri di jalur utama. Di belokan tersebut ada satu orang berdiri.
*Dengan demikian, hanya ada dua kemungkinan, yakni:
-Tetap membiarkan troli melaju lurus dan menabrak 5 orang
Berbelok, dan masuk ke jalur samping, kemudian menabrak 1 orang.
Apabila Anda berada di posisi tersebut, apa yang akan Anda lakukan? Kebanyakan orang berpegang pada etika, di mana membiarkan korban yang lebih sedikit lebih baik ketimbang korban yang lebih banyak. Maka lebih banyak yang akan memilih berbelok, meski sebenarnya jalur samping tak tahu mengarah ke mana.Meski demikian, apapun pilihan Anda, akan tetap dipertanyakan secara moral. Karena, akan ada korban yang meninggal. Apalagi, kasusnya diperumit dengan fakta bahwa satu orang di jalur samping adalah seseorang yang didorong ke rel agar mati, karena ada orang yang menginginkan organ tubuhnya. Dengan kata lain, satu orang di jalur yang lain itu merupakan orang yang sengaja akan dibunuh.
NPM : 2213053251
Analisis Video
Judul : The Rolley Problem
Dari rasa dilema akan sebuah moralitas terkait tindakan pasif dan aktif, dalam video ini memperkenalkan tokoh bernama Philippa Foot yang merupakan English philosopher, was one the founders of contemporary virtue ethics. Pada tahun 1967, Foot mengajukan sebuah eksperimen yang kemudia dikenal sebagai Trolley Problem. Eksperimen yang telah dilakukan di awal video merupakan sebuah adaptasi untuk memahami konteks moral dalam berbagai kondisi, seperti: perang, penyiksaan, drone, aborsi, dan eutanasia. Studi ini kemudian menjadi semakin penting saat perkembangan AI dimana mesin memiliki kontrol untuk mengambil keputusan yang lebih bermoral pada berbagai kondisi yang terjadi.
The trolley problem akan membuat kita berpikir lebih jauh tentang sebuah konsekuensi dari sebuah pilihan. Apakah pilhan kita ditentukan berdasarkan moral atau keputusan akhir dan bagaimana kita mengekspresikan dalam kehidupan sehari-hari.
Pelajaran moral seperti ini kerap masuk sebagai sebuah doktrin bahwasannya memang harus selalu ada yang harus dikorbankan demi kepentingan yang lebih besar. Banyak pihak yang memanfaatkan pemikiran ini seingganya terjadi suatu perang, kerusakan lingkungan, dan banyak hal lain yang berdasar dengan pemikiran tidak apa mengobarkan hal kecil demi mendapat keuntungan yang lebih besar.
Npm : 2213053046
"APAKAH MORAL?~ The Trolley Problem" adalah sebuah video animasi pendek yang menggambarkan sebuah situasi etis yang dihadapi oleh seorang konduktor kereta yang harus memilih antara dua pilihan yang sulit untuk menyelamatkan nyawa. Pertama, jika ia terus melaju, maka sekelompok lima orang yang sedang berada di atas rel akan dibunuh oleh kereta. Kedua, jika ia beralih jalan, maka kereta akan menabrak dan membunuh seorang orang yang sedang berdiri di jalur alternatif.
Dalam video ini dimunculkan beberapa konsep etis yang relevan, seperti consequentialism dan deontologi. Konduktor kereta harus memilih antara mengikuti prinsip deontologi yang mengutamakan aturan dan moral, atau consequentialism yang mengutamakan hasil dan akibat atas tindakan. Dalam hal ini, pilihan konduktor kereta akan bergantung pada pandangan etika yang ia pegang.
Namun, video ini juga menunjukkan bahwa situasi etis yang dihadapi konduktor kereta tidak selalu hitam atau putih. Ada berbagai faktor yang perlu dipertimbangkan dan ketidakpastian dalam mengambil keputusan. Misalnya, meskipun konduktor kereta memilih untuk membunuh satu orang, ia tidak tahu apakah orang tersebut memang seorang teroris atau memiliki keluarga dan teman yang akan meratapi kematian mereka.
Selain itu, video ini juga membuka diskusi tentang berbagai situasi etis yang tidak berkaitan dengan Trolley Problem. Situasi etis seringkali rumit, dan tidak selalu terdapat jawaban yang tepat atau salah. Oleh karena itu, semua orang perlu memiliki kemampuan berpikir etis untuk mengambil keputusan yang tepat dalam situasi yang sulit.
Secara keseluruhan, video "APAKAH MORAL?~ The Trolley Problem" adalah sebuah video yang menarik dan bermakna, karena menyajikan sebuah situasi etis yang rumit dan memperkenalkan berbagai konsep etika. Video ini dapat digunakan sebagai alat pembelajaran untuk membangun kemampuan berpikir etis dan membuka diskusi tentang situasi-situasi etis yang serupa dalam kehidupan nyata.
Kelas : 3H
NPM : 2213053029
The Trolley Problem
Philippa Foot seorang filsuf moral pada tahun 1967 mengajukan suatu eksperimen yaitu the trolley problem. Ekperimen yang telah diadaptasi untuk memhami konteks moral dalam berbagai kondisi antara lain : perang, penyiksaan, drone, aborsi dan euthanasia. Studi ini semakin penting saat perkembangan dengan kehadiran AI dimana mesin diberi control untuk mengambil keputusan mana yang lebih bermoral pada berbagai kondisi yang terjadi. the trolley problem membuat kita berpikir lebih jauh tentang konsekuensi dari sebuah pilihan.
•Apakah itu dibuat berdasarkan nilai moral tertentu atau lebih kepada hasil akhirnya dan bagaimana kita mengekspresikannya dalam kehidupan sehari hari?
•Apakah mengorbankan yang lebih sedikit untuk menyelamatkan yang lebih banyak adalah sesuatu yang lebih bermoral?
Atau hanya sebuah pembenaran belaka?
Bahwa memang harus ada yang dikorbankan demi kepentingan yang lebih besar maka, tak heran jika kemudian moral sering digunakan sebagai alat oleh penguasa atau segelintir orang untuk membenarkan perang, genocide, diskriminasi minoritas, pengerusakan lingkungan,industrialisasi hanya dengan alasan demi perdamaian dunia, kepentingan umum, kelompok yang lebih besar, demi masa depan yang lebih cerah, atau karna banyaknya orang berpikir demikian tak mengapa mengorbankan yang sedikit untuk yang lebih besar lantas semua itu seolah menjadi benar dan bermoral.
Jadi moralitas sering dijadikan alat pembenaran saat diri kita merasa berada dalam posisi yang diuntungkan atau memiliki kepentingan. Moralitas hanyalah soal egoisme manusia dengan segala kepentingan dirinya sendiri ataupun kepentingan kelompoknya sendiri.
Nama : Meldayanti putri
NPM : 2213053088
Teori trolley problem adalah suatu kondisi seandainya kita tidak punya pilihan lain selain memilih menabrak 5 orang lurus didepannya atau membelokkan stir kemudi kereta dan menabrak 1 orang. pilihannya antara A atau B, jadi kebanyakan orang mau tidak mau, kita akan memilih untuk mengorbankan yang lebih sedikit, atau memilih untuk tidak ikut campur (dalam hal ini tidak mau mendorong orang dari atas jembatan).
The Trolley Problem membuat kita berfikir jauh tentang konsekuensi dari sebuah pilihan.
-Apakah itu dibuat berdasarkan nilai moral tertentu atau lebih kepada hasil akhirnya dan bagaimana kita mengekspresikannya dalam kehidupan sehari-hari?
-Apakah mengorbankan yang lebih sedikit untuk menyelamatkan yang lebih banyak adalah sesuatu yang lebih bermoral?
Atau hanya sebuah pembenaran belaka.
Pelajaran moral seperti ini kerap masuk sebagai sebuah doktrin di kehidupan nyata, bahwa memang harus selalu ada yang dikorbankan demi kepentingan yang lebih besar. Karena itu moral sering digunakan sebagai alat penguasa dan segelintir orang untuk membenarkan perang, etnis tertentu, genosida, diskriminasi minoritas, kerusakan lingkungan, australisasi dan sebagainya.
Re: Forum Analisis Video 1
Kelas:2H
NPM:2253053050
Pada tahun 1967, Philippa Foot adalah seorang ilmuwan yang membuat eksperimen yang disebut dengan Trolley Problem, yang diadaptasi untuk memahami konteks moral dari situasi seperti perang, penyiksaan, drone, aborsi, dan euthanasia. Penelitian ini menjadi semakin penting seiring kemajuan dengan hadirnya AI (Artificial Intelligence), pembelajaran mesin dimana mesin diberikan kendali untuk mengambil keputusan yang lebih etis dalam kondisi yang berbeda-beda. The Trolley problem membuat kita berpikir bahwa selalu ada yang dikorbankan demi kepentingan yang lebih besar. lebih dekat tentang konsekuensi dari sebuah pilihan, apakah itu dibuat berdasarkan nilai-nilai moral tertentu atau hasil akhirnya, dan bagaimana hal itu diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari. Pelajaran moral seperti ini seringkali menjadi pelajaran bahwa sesuatu harus selalu dikorbankan demi kebaikan yang lebih besar, sehingga tidak mengherankan jika pihak yang berkuasa dan segelintir orang sering menggunakan moralitas sebagai alat untuk membenarkan perang demi tujuan yang adil, perdamaian dunia, dan kebaikan bersama
Kelas : 3H
NPM : 2213053290
Pada video yang telah di berikan jelas terlihat kita dibuat dilema dengan sebuah kasus yang diberikan, karena ketika kita dihadapkan dengan ke2 kasus tersebut mempunyai jawaban yang berbeda yang pada intinya mempunyai tujuan yang sama. karena didalam kasus tersebut mempunyai 2 pilihan yaitu apakah kita akan mengorbankan yang lebih sedikit demi menyelamatkan yang lebih banyak ataupun sebaliknya. The trolley problem membuat kita berfikir lebih jauh tentang konsekuensi dari sebuah pilihan.
Dalam konteks berfikir mengorbankan sedikit untuk yang lebih banyak, mungkin itu menjadi pilihan yang lebih bermoral, tetapi ketika kita bayangkan sebaliknya itu semua tidak menjadi pilihan yang bermoral. Moralitas memang terlalu sering menjadi alat pembenaran saat kita berada di posisi yang di untungkan atau yang memiliki kepentingan yang akhirnya moralitas hanyalah sebuah egoisme manusia dengan kepentingan dirinya atau kelompoknya sendiri.