FORUM JAWABAN POST TEST

FORUM JAWABAN POST TEST

FORUM JAWABAN POST TEST

Jumlah balasan: 35

Analisis Jurnal tersebut dengan menggunakan bahasa anda sendiri, terlebih dahulu tulis nama, npm, dan kelas

Sebagai balasan Kiriman pertama

Re: FORUM JAWABAN POST TEST

oleh Putri Azzahra 2213053058 -
Nama : Putri Azzahra
NPM : 2213053058
Kelas : 2C

Post Test
Analisis Jurnal

A. IDENTITAS JURNAL
1. Nama Jurnal : Jurnal Penelitian Politik
2. Halaman : 69-81
3. Volume : Vol. 16
4. Nomor : No. 01
5. Tahun Terbit : Juni 2019
6. Judul Jurnal : Demokrasi dan Pemilu Presiden 2019
7. Nama Penulis : R. Siti Zuhro
8. Kata Kunci : Pendalaman Demokrasi, Pemilu Presiden, Politisasi Identitas, Pemerintahan Efektif , Membangun Kepercayaan

B. ABSTRAK JURNAL
Demokrasi belum terwujud dengan baik karena pilar-pilar demokrasi yang menjadi faktor penguat konsolidasi demokrasi belum efektif. Pilpres 2019 juga belum mampu menghasilkan suksesi kepemimpinan yang baik dan belum mampu pula membangun kepercayaan masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari munculnya ancaman sosial setelah pengumuman hasil rekapitulasi pilpres oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) karena dua kandidat yang diklaim sebagai pemenang pilpres.

C. PENDAHULUAN JURNAL
Membahas mengenai pemilu 2019 yang banyak menyita perhatian publik di karenakan kembali di hadapkan nya Joko Widodo dan Prabowo untuk kedua kalinya. Selain itu, situasi ke lima ini juga diwarnai oleh polarisasi Antara dua kubu pendukung capres.

D. JURNAL ISI
Pembahasan :
• Pendalaman Demokrasi dan Tantangannya
Demokrasi secara sederhana dapat dimaknai sebagai 'pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat'. Demokrasi akan terkonsolidasi bila aktor-aktor politik, ekonomi, negara, masyarakat sipil (masyarakat politik, masyarakat ekonomi, negara, dan
masyarakat sipil) mampu menyimpan tindakan tindakan sebagai alternatif utama untuk merebut kekuasaan. Dalam konteks Indonesia, proses demokrasi yang berlangsung dipengaruhi beberapa faktor,misalnya budaya politik, perilaku aktor dan kekuatan-kekuatan politik.Pilpres langsung menjadi langkah awal bagi penguatan peran masyarakat. Peran ini tentunya harus layang sampai terjadinya pergantian pemerintahan. Dengan cara itu, peran masyarakat akan selalu membatasi implementasi program pemerintah, dan sebaliknya pemerintah akan mendapat dukungan penuh dari masyarakat. Untuk itu, kiranya perlu dikedepankan kembali tujuan utama pilpres sebagai sarana untuk menegakkan dan mewujudkan kedaulatan rakyat dan kebebasan politik masyarakat. Kurangnya nilai-nilai toleransi, khususnya, dalam pemilu telah menimbulkan ekses negatif, seperti kekerasan dan meluas.

• Pemilu Presiden 2019 dan Masalah
Meskipun hak-hak politik dan kebebasan sipil telah dijamin oleh konstitusi serta partisipasi politik masyarakat yang semakin luas, tataran empirik pemilu masih belum mampu mengantarkan rakyat Indonesia benar-benar berdaulat. Pemilu bersimpati jauh lebih kompleks dan rumit, baik bagi penyelenggara pemilu, parpol, maupun rakyat. Ini juga merupakan pemilu yang paling gamang. Sebab, di satu sisi dengan adanya presidential threshold (PT) mereka harus berkoalisi dalam mengusung pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presidennya (cawapres), di sisi lain dalam saat yang sama mereka juga harus berjuang sendiri untuk merebut kursi legislatif. . Dengan kata lain, pilpres dan pileg 2019 perlu disikapi dengan cara-cara yang rasional, dewasa, profesional, adil, jujur, bijak dan beradab sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.

• Politisasi Identitas: Berebut Suara Muslim
Munculnya sejumlah isu yang oleh sebagian umat Islam dipandang merugikan mereka pada akhirnya melahirkan gerakan ijtima'ulama untuk mengusung pasangan calon (paslon) presiden dan wakil presiden. Sebagai negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam, berebut suara muslim merupakan hal yang logis dan selalu terjadi dalam setiap pemilu.
Meskipun dikotomi santri-abangan cenderung
membuat cair, pendapat tentang pentingnya pasangan calon yang merepresentasikan santri dan abangan masih cukup kuat. Tetapi, hal tersebut tidak dengan sendirinya memberikan jaminan kemenangan.

• Pemilu dan Kegagalan Parpol
Pemilu bukan hanya penanda suksesi kepemimpinan, tetapi juga merupakan evaluasi koreksi terhadap pemerintah dan proses pendalaman demokrasi untuk meningkatkan kualitas demokrasi yang sehat dan bermartabat. Dalam proses konsolidasi tersebut, parpol sebagai pelaku utama pemilu idealnya dapat melaksanakan fungsinya sebagai penyedia kader calon pemimpin. Namun, ketika fungsi parpol tidak maksimal, proses konsolidasi demokrasi
kelambatan. Dalam perkembangannya aktivitas parpol mewarnai pemerintahan dan parlemen. Perannya cenderung menguat dan berpengaruh signifikan terhadap peta politik Indonesia, meskipun pengaruhnya tidak sepenuhnya positif. Parpol tidak melakukan fungsi intermediasi secara maksimal. Representasi yang seharusnya dilakukan parpol untuk membatasi kepentingan dan aspirasi ketidakhadiran rakyat. Proses pengabaian ini lambat tapi pasti telah mendelegitimasi eksistensi parpol.
Bagi massa, parpol gagal melaksanakan peran dan fungsinya dan cenderung menggunakan institusinya hanya untuk memperjuangkan kekuasaan dan kepentingannya sendiri. Absennya beberapa fungsi yang tak dilakukan parpol tersebut membuat kepercayaan rakyat ke parpol menurun drastis. Parpol belum menjadi kader partai, tapi lebih mengandalkan peran ketokohan seorang ketua umum/ketua dewan pembina sebagaimana ditunjukkan selama ini.

• Pemilu dalam Masyarakat Plural
jika dalam suatu masyarakat majemuk masing-masing kelompok mengklaim kebenaran absolut agama, moralitas, atau kulturnya, yang menjadi hasil akhirnya adalah konflik. Pemilu selaras pada dasarnya merupakan upaya demokrasi yang diharapkan dapat menjadikan legislator dan eksekutif menjadi lebih akuntabel di hadapan rakyat sebagaimana tuntutan demokrasi yang ideal. Jika legislator terpilih tidak bekerja dengan baik, rakyat akan memiliki pilihan untuk tidak memilihnya lagi pada pemilu berikutnya. Pemilu juga signifikan untuk lebih mengenalkan nilai-nilai demokrasi di Indonesia yang merupakan masyarakat heterogen. Sudah tentu ada sejumlah ruang yang harus diisi untuk perbaikan-perbaikan, namun hal yang pasti adalah demokrasi masih tetap menjadi agenda bangsa ini.

• Pemilu dan Politisasi Birokrasi
Sebagai bagian dari upaya mewujudkan demokrasi yang hakiki, reformasi politik dan pemilu juga menuntut lahirnya reformasi birokrasi yang profesional terbebas dari pragmatisme dan kooptasi partai politik dan penguasa.
Ketidaknetralan birokrasi dalam pemilu bisa berakibat pada lemahnya legitimasi kinerja pemerintahan, penyelenggara pemilu dan hasilnya. Birokrasi terlibat politik praktis tak hanya di pusat, tapi juga sampai ke daerah-daerah. Harus diakui bahwa celah sangat rentan dijadikan alat kepentingan politik. Keberpihakan birokrasi pada satu kekuatan politik tertentu akan menimbulkan kerawanan tersendiri. Sulit dipahami bahwa kualitas birokrasi yang buruk menjadi salah satu sumber keterbelakangan Indonesia. Selain infrastruktur dan korupsi, birokrasi telah menjadi salah satu penghambat pembangunan. Dan hal ini membuat birokrasi cenderung menjadi alat untuk memperoleh dan mempertahankan kekuasaan.
Sebagai balasan Kiriman pertama

Re: FORUM JAWABAN POST TEST

oleh VITA MULYASARI 2213053080 -
Nama: Vita Mulyasari
NPM: 2213053080
Kelas: 2 C
Analisis Jurnal

Analisis Jurnal " Demokrasi Dan Pemilu Presiden 2019"
Berdasarkan hasil analisis saya mengenai Demokrasi dan pemilu presiden 2019 menjelaskan bahwa
Demokrasi secara sederhana dapat dimaknai sebagai ‘pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat’. Seperti dikatakan Ia tidak hanya merupakan proses politik yang terjadi pada level prosedural lembaga-lembaga politik, tetapi juga pada level masyarakat.proses demokrasi yang
berlangsung di tingkat nasional (setelah tiga kali melaksanakan pemilu presiden langsung) menunjukkan arah yang tak mudah, khususnya
dalam hal membangun kualitas pilpres dan pendalaman demokrasi (deepening democracy)
atau konsolidasi demokrasi. Proses ini krusial karena semua tahapan yang dilalui dalam pilpres akan berpengaruh terhadap kualitas tata kelola pemerintahan. Secara khusus pilpres
yang berkualitas akan berpengaruh positif terhadap pemerintahan yang efektif (governable).
Beberapa masalah yang muncul selama tahapan-tahapan pilpres tidak mendapatkan solusi yang konkrit dan memadai. Beberapa masalah seperti politisasi identitas dan sengitnya
perebutan suara Muslim, permasalahan parpol Pemilu 2019
yang kompleks, dengan tingkat kerumitan yang cukup tinggi dan hasilnya yang dipersoalkan
menjadi pelajaran yang sangat berharga. Pemilu
yang berkualitas memerlukan parpol dan koalisi parpol yang juga berkualitas. Ini penting
karena pemilu tidak hanya merupakan sarana suksesi kepemimpinan yang aspiratif, adil dan damai, tapi juga menjadi taruhan bagi ketahanan sosial rakyat dan eksistensi NKRI.
Tantangan yang cukup besar dalam menjalani pemilu serentak 2019 membuat konsolidasi demokrasi yang berkualitas sulit terbangun.
Sebagai balasan Kiriman pertama

Re: FORUM JAWABAN POST TEST

oleh Khairunnisa 2253053002 -
Nama: Khairunnisa
NPM: 2253053002
Kelas: 2C

Analisis Jurnal

Dinamika Sosial Politik Menjelang Pemilu Serentak 2019
Sejak era Reformasi, Indonesia sudah menggelar empat kali pemilu. Tetapi, pemilu ke lima tahun 2019, khususnya, pemilu presiden (pilpres) memiliki konstelasi politik yang lebih menyita perhatian publik. Sebagaimana diketahui, untuk kedua kalinya Joko Widodo (Jokowi) kembali berhadapan dengan Prabowo Subianto, head to head, untuk memperebutkan kursi presiden. Demokrasi secara sederhana dapat dimaknai sebagai "pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat". Namun, untuk mewujudkan makna tersebut tidaklah mudah karena demokrasi memerlukan proses panjang dan tahapan-tahapan penting yang harus dilalui, seperti proses konsolidasi demokrasi. Demokrasi yang berlangsung di daerah-daerah merupakan landasan utama bagi berkembangnya demokrasi di tingkat nasional. Argumen Smith (1985) dan Arghiros (2001) menyatakan bahwa nilai-nilai demokrasi telah mendasari perilaku, baik elite maupun masyarakat.

Dinamika politik menjelang pemilu 2019 cenderung memanas, terutama terkait tuduhan kecurangan. Hingga 20 April 2019 Badan Pemenangan Nasional (BPN) Capres/Cawapres Prabowo Subianto-Sandiaga Salahudin Uno, misalnya, secara resmi telah melaporkan sekitar 1.200 daftar sementara kecurangan Pilpres 2019 kepada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Pemilu serentak 2019 adalah pemilu kelima pasca Orde Baru dan merupakan pemilu serentak pertama yang melangsungkan pileg dan pilpres dalam waktu bersamaan. Pemilu 2019 yang kompleks, dengan tingkat kerumitan yang cukup tinggi dan hasilnya yang dipersoalkan menjadi pelajaran yang sangat berharga. Tantangan yang cukup besar dalam menjalani pemilu serentak 2019 membuat konsolidasi demokrasi yang berkualitas sulit terbangun. Nilai-nilai demokrasi dalam pilpres tak cukup dikedepankan. Sebagai negara demokrasi nomor 4 terbesar di dunia, Indonesia tampaknya belum mampu memperlihatkan dirinya sebagai negara yang menjalankan demokrasi substantif.
Sebagai balasan Kiriman pertama

Re: FORUM JAWABAN POST TEST

oleh Ninda Putriayu 2213053136 -
Nama : Ninda Putriayu
NPM : 2213053136
Kelas : 2C

Analisis Jurnal

Pembangunan demokrasi Indonesia yang tercermin dari pilpres masih mengalami banyak masalah. Pendalaman demokrasi belum terwujud dengan baik karena pilar-pilar demokrasi yang menjadi faktor penguat konsolidasi demokrasi belum efektif. Pilpres 2019 belum mampu menghasilkan suksesi kepemimpinan yang baik dan belum mampu pula membangun kepercayaan publik. Hal tersebut bisa dilihat dari munculnya kerusuhan sosial setelah pengumuman hasil rekapitulasi pilpres oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Satu kandidat menolak hasil pemilu. Sekarang Mahkamah Konstitusi (MK) menjadi penentu akhir hasil pilpres. Pendalaman demokrasi bisa berasal dari negara dan bisa pula dari masyarakat. Dari sisi masyarakat, pendalaman demokrasi merujuk pada pelembagaan penguatan peran masyarakat dalam aktivitas politik formal di tingkat lokal. Pilpres langsung menjadi langkah awal bagi penguatan peran masyarakat.

Sebagai pilar utama demokrasi, pemilu merupakan sarana dan momentum terbaik bagi rakyat untuk menyalurkan aspirasi politiknya, memilih wakil-wakil terbaik di lembaga legislatif dan presiden/wakil presidennya secara damai. Pemilu serentak 2019 tak lepas dari isu politisasi identitas dan agama. Fenomena politisasi identitas dan agama diwarnai dengan berebut suara muslim. Beberapa masalah yang muncul selama tahapan-tahapan pilpres tidak mendapatkan solusi yang konkrit dan memadai. Secara teoritis konflik atau sengketa dalam pemilu bisa diredam jika peserta pemilu (parpol), penyelenggara pemilu, pemerintah, dan institusi penegak hukum mampu menunjukkan profesionalitas dan memiliki komitmen yang tinggi dalam menyukseskan pemilu. Pemilu yang berkualitas memerlukan parpol dan koalisi parpol yang juga berkualitas karena pemilu tidak hanya merupakan sarana suksesi kepemimpinan yang aspiratif, adil dan damai, tapi juga menjadi taruhan bagi ketahanan sosial rakyat dan eksistensi NKRI.
Sebagai balasan Kiriman pertama

Re: FORUM JAWABAN POST TEST

oleh Yurma Vadelta 2213053035 -
Nama : Yurma Vadelta
NPM :2213053035
Kelas : 2C

ANALISIS JURNAL DINAMIKA SOSIAL POLITIK MENJELANG PEMILU SERENTAK 2019.
Setelah saya membaca mengenai jurnal yang berjudul dinamika sosial politik menjelang pemilu serentak 2019 dapat saya simpulkan bahwasanya pemilihan umum serentak diselenggarakan pada tahun 2019 di Indonesia dimana merupakan pemilu pertama yang pemilihan presiden dan wakil presiden yang dilaksanakan bersamaan dengan pemilihan anggota legislative.
Pada jurnal ini juga membahas mengenai konsolidasi demokrasi dalam pemilu presiden (pilpres) 2019. Dimana Pembangunan demokrasi Indonesia Sebagian tercermin dari pilpres yang masih mengalami banyak masalah. Pendalaman demokrasi belum terwujud dengan baik karena pilar-pilar demokrasi yang menjadi faktor penguat konsolidasi demokrasi belum efektif. Pilpres 2019 belum mampu menghasilkan suksesi kepemimpinan yang baik dan belum mampu pula membangun kepercayaan publik. Hal tersebut bisa dilihat dari munculnya kerusuhan sosial setelah pengumuman hasil rekapitulasi pilpres oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Dimana satu kandidat menolak hasil pemilu. Sekarang Mahkamah Konstitusi (MK) menjadi penentu akhir hasil pilpres karena dua kandidat mengklaim sebagai pemenang pilpres. Dan juga telah dijelaskan bahwa demokratisasi adalah proses yang terus-menerus dan tak boleh henti dimana memiliki tujuan utama pilpres sebagai sarana untuk menegakkan dan mewujudkan kedaulatan rakyat dan kebebasan politik masyarakat.
Dalam konteks Indonesia juga, proses demokrasi yang berlangsung dipengaruhi beberapa faktor,misalnya budaya politik, perilaku aktor dan kekuatan-kekuatan politik. Proses demokrasi (demokratisasi) tersebut berlangsung relatif dinamis, khususnya sejak Pemilu 1999. Dinamikanya, bahkan, semakin pesat dan semarak setelah dilaksanakannya pemilu presiden secara langsung sejak 2004 dan pemilihan kepala daerah (pilkada) secara langsung sejak 2005.
Sejauh ini Indonesia mampu melaksanakan pemilu yang aman dan damai. Dimana pada pemilu 2019 yang kompleks, dengan tingkat kerumitan yang cukup tinggi dan hasilnya yang dipersoalkan menjadi pelajaran yang sangat berharga. Pemilu yang berkualitas memerlukan parpol dan koalisi parpol yang juga berkualitas. Ini penting karena pemilu tidak hanya merupakan sarana suksesi kepemimpinan yang aspiratif, adil dan damai, tapi juga menjadi taruhan bagi ketahanan sosial rakyat dan eksistensi NKRI. Tantangan yang cukup besar dalam menjalani pemilu serentak 2019 membuat konsolidasi demokrasi yang berkualitas sulit terbangun. Nilai-nilai demokrasi dalam pilpres tak cukup dikedepankan. Sebagai negara demokrasi nomor 4 terbesar di dunia, Indonesia tampaknya belum mampu memperlihatkan dirinya sebagai negara yang menjalankan demokrasi substantif
Sebagai balasan Kiriman pertama

Re: FORUM JAWABAN POST TEST

oleh ARCILIA INTAN PERMADANI 2213053041 -
Nama : Arcilia Intan Permadani
NPM : 2213053041
Kelas : 2C

Hasil analisis jurnal yang berjudul "Dinamika Sosial Politik Menjelang Pemilu Serentak 2019"

Indonesia sudah melakukan Pemilihan Umum presiden (Pilpres) kelima kalinya pada tahun 2019. Ajang pemilihan umum ini merupakan salah satu sarana untuk memilih pemimpin secara demokratis. Demokrasi yang sederhana dapat dimaknai sebagai Pemerintahan dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat. Untuk mewujudkan Makna tersebut sangat susah karena demokrasi memerlukan proses panjang dan bertahap yang harus dilalui. Proses demokrasi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, di Indonesia sendiri misalnya kebudayaan politik perilaku akta dan kekuatan politik. Demokrasi yang berlangsung di daerah merupakan suatu landasan utama bagi berkembangnya demokrasi di tingkat nasional. Dalam sebuah studi Pilpres dilihat bukan hanya sebagai batas Pesta dari demokrasi akan tetapi juga menjadi instrumen proses pendalaman demokrasi di tingkat nasional yang menjadi upaya penciptaan pemerintah yang efektif pasca pemilu. Pendalaman demokrasi bisa berasal dari negara yaitu bermakna sebagai pengembangan pelembagaan mekanisme penciptaan kepercayaan semua aktor politik sebagai seperti masyarakat sipil, partai politik dan birokrasi. Dan kemudian pengembangan penguatan kapasitas administratif yang menyertai pelembagaan yang telah dibentuk. Dan dari sisi masyarakat sendiri pendalaman demokrasi merujuk pada pelembagaan penguatan peran serta masyarakat dalam aktivitas politik formal di tingkat lokal. Tujuan dari Pilpres adalah sebagai sarana untuk menegakkan dan mewujudkan kedaulatan rakyat dan kebebasan politik masyarakat. Partisipasi masyarakat yaitu menggambarkan bagaimana tingkat keterlibatan masyarakat dalam proses politik. Dinamika politik menjelang Pemilu 2019 cenderung memanas yaitu karena keterkaitan tuduhan kecurangan pada kedua capres. Media sosial adalah salah satu tempat untuk berkampanye dan tak jarang menimbulkan kegaduhan, Selain itu juga penyebaran hoax dan ujaran kebencian isu politik agama dalam pilpres 2009 menjadi salah satu hal yang paling menonjol dalam masa kampanye. Dan masalah yang muncul pada pilpres yaitu seperti politisasi identitas dan perebutan suara muslim, permasalahan parpol dan semua yang terkait pemilu dan belum mampu untuk memaksimalkan peranan pentingnya dalam tanggung jawab.

Pemilu adalah suatu wadah yang terbaik bagi rakyat, khususnya untuk menyuarakan aspirasi politiknya dan memilih wakil-wakil terbaiknya di lembaga legislatif dan presiden/wakil presiden secara damai. Dalam pemilu juga menjadi sebuah evaluasi terhadap pemerintah dan proses deepening democracy, namun dibalik semua itu terdapat parpol yang sebagai pelaku utama Pemilu idealnya dapat melaksanakan fungsi sebagai penyedia kader dari calon pemimpin dan pada tahun 2019 banyak parpol yang gagal dalam proses kaderisasi karena banyaknya parpol yang memilih mencalonkan kalangan selebritis sebagai caleg yang bertujuan untuk menjadikan selebritis tersebut sebagai vote getter partai dalam pemilu dan menggunakan institusinya hanya untuk memperjuangkan kekuasaan dan kepentingannya sendiri. Dari beberapa pengalaman dari Pemilu selama lima kali bahwa permasalahan yang dihadapi relatif sama yaitu mengenai perilaku distro distortif, melanggar hukum dan menghalalkan semua cara. Di dalam pilpres 2019 banyak yang tidak menyadari pentingnya dari nilai-nilai budaya sendiri sebagai perisai ketahanan sosial bangsa di mana empat pilar kebangsaan Indonesia yaitu Pancasila UUD 1945 NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika yang berakar dari falsafah dan sejarah hidup bangsa Indonesia.

Secara umum pola relasi antara birokrasi dan politik cenderung sangat dinamis yaitu ketika proses politik berlangsung di mana saat birokrasi dan politik sedang memproses penyusunan peraturan atau perundang-undangan dan peraturan daerah. Birokrasi dapat dijadikan kekuatan politik karena jaringan struktur hingga ke basis masyarakat, menguasai informasi yang memadai, dan memiliki kewenangan eksekusi program dan anggaran. Keberadaan dari Birokrasi dapat dimanfaatkan untuk kepentingan publik bisa digunakan untuk motif politik tertentu dan dengan birokrasi dapat menjadi alat untuk memperoleh dan mempertahankan kekuasaan.
Sebagai balasan Kiriman pertama

Re: FORUM JAWABAN POST TEST

oleh Marsya Yarasyimah 2213053252 -
Nama : Marsya Yarasyimah
NPM : 2213053252
Kelas : 2C

Post Test
Analisis Jurnal
Dinamika sosial politik menjelang Pemilu serentak 2019.

Deepening Democracy dan tantangannya : Demokrasi secara sederhana dapat dimaknai sebagai pemerintah dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat tetapi untuk mewujudkan hal tersebut tidaklah mudah karena demokrasi memerlukan proses panjang dan tahapan-tahapan penting yang harus dilalui. Secara umum bila demokrasi dimaknai sebagai pemberdayaan rakyat, suatu sistem politik yang demokratis seharusnya dapat menjamin warga masyarakat yang kurang beruntung melalui setiap kebijakan publiknya. Demokrasi Indonesia yang berjalan selama 21(1998-2019) tahun masih diwarnai prosedural ketimbang substantif. Dinamika politik menjelang Pemilu 2019 cenderung memanas terutama terkait tuduhan kecurangan. Dampak dari demokrasi yang terbangun menafikan nilai-nilai budaya positif, seperti saling menghargai atau menghormati, saling mempercayai dan saling berempati.

Pemilu Presiden 2019 dan Masalahnya : Pemilu serentak 2019 menjadi test case penguatan sistem presidensial, pelembagaan parpol, dan koalisi parpol yang terukur dan terformat. Pemilu sementara ideologi kompleks dan rumit, baik bagi penyelenggara Pemilu parpol, maupun rakyat. Ini juga merupakan pemilu yang paling menghawatirkan karena di satu sisi dengan adanya presidential threshold (PT) mereka harus berkoalisi dalam mengusung Pasangan calon presiden dan calon wakil presidennya di sisi lain dalam saat yang bersama mereka juga harus berjuang secara sendiri untuk merebut kursi legislatif.

Pomitasi Identitas, Berebut Suara Muslim : Pemilu serta 2019 tak lepas dari isu politisasi identitas dan agama. Sebagai negara mayoritas penduduknya muslim, berebut suara muslim merupakan hal yang logis dan selalu terjadi dalam setiap pemilu.
Pemilu dan kegagalan Parpol : sejak 1999 kinerja parpol tidak punya menghasilkan Landasan atau platform politik nasional. Parpol hanya memperdebatkan soal electoral treshold sebagai legitimasi kelayakan, namun minim wacana mengenai ide atau program yang hendak ditawarkan kepada rakyat. Perhatian parpol pada rakyat umumnya hanya terjadi pada saat Pemilu ketika mereka membutuhkan dukungan suara. Setelah itu, hak dan kedaulatan rakyat tercampakkan.

Pemilu dan Masyarakat Plural : suatu hal penting untuk memahami makna demokrasi dalam sebuah negara yang plural dan multikultur seperti Indonesia. Dalam konteks Pilpres 2019 tampaknya tidak semua pihak menyadari pentingnya nilai-nilai budaya sendiri sebagai perisai ketahanan sosial bangsa dimana 4 pilar kebangsaan Indonesia berakar dari falsafah dan sejarah hidup bangsa. Pemilu juga signifikan untuk lebih mengenal nilai-nilai demokrasi di Indonesia merupakan masyarakat heterogen.
Pemilu dan Politisasi Birokrasi : untuk mewujudkan demokrasi dalam substansial reformasi politik dan pemilu juga menuntut lahirnya reformasi birokrasi yang profesional terbebas dari pragmatisme dan kooptasi partai politik dan penguasa. Ketidak netral dalam birokrasi dalam pemilu dapat berakibat pada lemahnya legitimasi kinerja pemerintah, penyelenggara pemilu dan hasilnya. Keberadaan Birokrasi dapat dimanfaatkan untuk kepentingan politik tetapi pada saat yang sama juga bisa digunakan untuk motif politik tertentu. Hal ini membuat birokrasi cenderung menjadi alat untuk memperoleh dan mempertahankan kekuasaan.
Sebagai balasan Kiriman pertama

Re: FORUM JAWABAN POST TEST

oleh Suherli Evarianti 2253053029 -
Nama : Suherli Evarianti
NPM : 2253053029

Analisis Jurnal "Demokrasi Pemilu dan Presiden 2019 "

Dalam konteks Indonesia, proses demokrasi yang berlangsung dipengaruhi beberapa faktor, misalnya budaya politik, perilaku aktor dan kekuatan-kekuatan politik. Proses demokrasi (demokratisasi) tersebut berlangsung relatif dinamis, khususnya sejak Pemilu 1999. Dinamikanya, bahkan, semakin pesat dan semarak setelah dilaksanakannya pemilu presiden secara langsung sejak 2004 dan pemilihan kepala daerah (pilkada) secara langsung sejak 2005. Demokrasi yang berlangsung di daerah daerah merupakan landasan utama bagi berkembangnya demokrasi di tingkat nasional. Pelaksanaan pilpres pada dasarnya juga merupakan tindak lanjut perwujudan prinsip prinsip demokrasi yang meliputi jaminan atas prinsip-prinsipkebebasan individu dan persamaan, khususnya dalam hak politik. Dalam konteks ini, pilpres langsung dapat dikategorikan sebagai proses demokrasi formal yang merupakan tindak lanjut jaminan terhadap hak-hak politik tersebut. Oleh karena itu, dalam studi ini pilpres dilihat bukan hanya sebatas pesta demokrasi semata, melainkan juga sebagai instrumen proses pendalaman demokrasi di tingkat nasional. Sebagai instrumen pendalaman demokrasi, pilpres merupakan upaya penciptaan pemerintahan yang efektif pasca pemilu.

Pemilu bukan hanya penanda suksesi kepemimpinan, tapi juga merupakan koreksi/evaluasi terhadap pemerintah dan proses deepening democracy untuk meningkatkan kualitas demokrasi yang sehat dan bermartabat.Dalam proseskonsolidasi tersebut, parpol sebagai pelaku utama pemilu idealnya dapat melaksanakan fungsinya sebagai penyedia kader calon pemimpin. Namun, ketika fungsi parpol tidak maksimal, proses konsolidasi demokrasi terhambat. Hal ini tampak jelas dalam pemilu 2019 di mana banyak parpol gagal dalam proses kaderisasi. Hal ini dapat dilihat dari maraknya partai yang memilih mencalonkan kalangan selebritis sebagai caleg. Tujuannya menjadikan selebritis tersebut sebagai vote getter partai dalam pemilu.Partai Nasdem, misalnya, tercatat sebagai partai yang paling banyak mengambil artis sebagai calon legislatifnya dalam pemilu 2019. Proses pendalaman demokrasi/konslidasi demokrasi memerlukan peran penting stakeholders terkait pemilu dan juga elemen elemen kekuatan lainnya seperti civil society, elite/aktor, media massa dan medsos serta lembaga survey. Independensi, kedewasaan dan partisipasi kekuatan-kekuatan sosial (societal forces) tersebut sangat diperlukan. Civil society, misalnya, perlu tetap kritis dalam mengawal pemilu dan hasilnya. Media massa bisa menjadi pemasok berita yang obyektif dan melakukan kontrol sosial yang berpihak pada rakyat.
Sebagai balasan Kiriman pertama

Re: FORUM JAWABAN POST TEST

oleh Rahmadani 2213053162 -
Nama: Rahmadani
NPM: 2213053162
Kelas: 2C

Analisis Jurnal "Dinamika Sosial Politik Menjelang Pemilu Serentak 2019"

Demokrasi secara sederhana dapat dimaknai
sebagai ‘pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat,
dan untuk rakyat’. Namun, untuk mewujudkan
makna tersebut tidaklah mudah karena demokrasi memerlukan proses panjang dan tahapan-tahapan penting yang harus dilalui, seperti proses konsolidasi demokrasi. Dalam konteks Indonesia, proses demokrasi yang berlangsung dipengaruhi beberapa faktor,misalnya budaya politik, perilaku aktor dan kekuatan-kekuatan politik. Proses demokrasi (demokratisasi) tersebut berlangsung relatif dinamis, khususnya sejak Pemilu 1999. Dinamikanya, bahkan, semakin pesat dan semarak setelah dilaksanakannya pemilu presiden secara langsung sejak 2004 dan pemilihan kepala daerah (pilkada) secara langsung sejak 2005.

demokrasi Indonesia yang berjalan selama 21 tahun (1998-2019) masih diwarnai prosedural ketimbang substantif. Masalahnya kepastian
sosial politik (social political certainty) terasa menjauh seiring dengan hadirnya keriuhan, kegaduhan, penistaan agama, isu intoleransi,
masalah kebhinekaan yang menimbulkan konflik/sengketa dan silang pendapat serta berita-berita hoax yang muncul tanpa henti.
Dinamika politik menjelang pemilu
2019 cenderung memanas, terutama terkait:
1). tuduhan kecurangan, Hingga 20 April 2019 Badan Pemenangan Nasional (BPN) Capres/Cawapres Prabowo Subianto-Sandiaga Salahudin
Uno, misalnya, secara resmi telah melaporkan sekitar 1.200 daftar sementara kecurangan Pilpres 2019 kepada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Hal yang sama juga terjadi diTim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma’ruf Amin yang juga menerima 14.843 laporan dugaan pelanggaran atau kecurangan yang menguntungkan paslon
Prabowo-Sandiaga.
2)kegaduhan yang terjadi di media massa dan media sosial (medsos), Emosi masyarakat tak jarang ikut terlibat dan mengundang keprihatinan tersendiri karena tidak sedikit di antaranya yang akhirnya harus berurusan dengan hukum. Menkopolhukam, Wiranto, misalnya, menyebutkan bahwa sepanjang tahun 2018 ada 53 kasus hoax (berita bohong) dan 324 hate speech (ujaran kebencian).
3)Isu politisasi agama, Selain persoalan hoaks dan ujaran kebencian, isu politisasi agama dalam pilpres 2019 menjadi salah satu hal yang paling menonjol dalam masa kampanye. Uniknya, kedua belah pihak mengklaim paling mewakili
suara umat Islam. Penggunaan politisasi agama dan character assassination dalam kampanye
semakin mempertajam ketegangan sosial yang berdampak pada munculnya rasa saling tak percaya dan saling tak menghargai antarsesama
anak bangsa.

Kepercayaan sebagian publik terhadap
netralitas birokrasi minim, demikian juga terhadap penyelenggara pemilu dan institusi penegak hukum. Padahal trust building merupakan suatu keniscayaan dalam proses deepening democracy/konsolidasi demokratisasi. Tumbuhnya rasa saling percaya di antara penyelenggara pemilu, parpol dan masyarakat menjadi syarat utama terbangunnya demokrasi yang berkualitas dan penopang terwujudnya stabilitas politik dan keamanan dalam masyarakat.
Sebagai balasan Kiriman pertama

Re: FORUM JAWABAN POST TEST

oleh Filicia Salsabella Choirunisa 2263053001 -
Nama: Filicia Salsabella Choirunisa
Npm: 2263053001
Kelas: 2C

Analisis Jurnal

Demokrasi secara sederhana dapat dimaknai sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Demokrasi Indonesia yang berjalan selama 21 tahun (1998-2019) masih diwarnai prosedural ketimbang substantif. Masalahnya kepastian sosial politik (social political certainty) terasa menjauh seiring dengan hadirnya keriuhan, kegaduhan, penistaan agama, isu intoleransi, masalah kebhinekaan yang menimbulkan konflik/ sengketa dan silang pendapat serta berita-berita hoax yang muncul tanpa henti. Sebagai pilar utama demokrasi, pemilu merupakan sarana dan momentum terbaik bagi rakyat, khususnya, untuk menyalurkan aspirasi politiknya, memilih wakil-wakil terbaiknya di lembaga legislatif dan presiden/wakil presidennya secara damai. Pemilu serentak jauh lebih kompleks dan rumit, baik bagi penyelenggara pemilu, parpol, maupun rakyat. Pemilu bukan hanya penanda suksesi kepemimpinan, tapi juga merupakan koreksi/ evaluasi terhadap pemerintah dan proses deepening democracy untuk meningkatkan kualitas demokrasi yang sehat dan bermartabat.

Pemilu di era reformasi telah memberikan nilai positif. Misalnya, proses liberalisasi politik di era transisi ini tidak hanya membuat proses politik menjadi semakin plural, tetapi juga kompetitif. Pemilu serentak pada dasarnya merupakan upaya demokratis yang diharapkan dapat menjadikan legislator dan eksekutif menjadi lebih akuntabel di hadapan rakyat sebagaimana tuntutan demokrasi ideal. Jika legislator terpilih tidak bekerja dengan baik, rakyat akan mempunyai pilihan untuk tidak memilihnya lagi pada pemilu berikutnya. Pemilu juga signifikan untuk lebih mengenalkan nilai-nilai demokrasi di Indonesia. yang merupakan masyarakat heterogen. Sebagai bagian dari upaya untuk mewujudkan demokrasi yang substansial, reformasi politik dan pemilu juga menuntut lahirnya reformasi birokrasi yang profesional terbebas dari pragmatisme dan kooptasi partai politik dan penguasa. Sejak era reformasi masalah reformasi birokrasi dan demokrasi di Indonesia telah menjadi isu sentral dan perdebatan publik. Krusialnya isu reformasi birokrasi ini tidak dapat dilepaskan dari tuntutan rakyat yang semakin kuat agar birokrasi menjadi abdi rakyat. Adalah sulit diingkari bahwa kualitas birokrasi yang buruk menjadi salah satu sumber keterbelakangan Indonesia. Selain infrastruktur dan korupsi, birokrasi telah menjadi salah satu penghambat pembangunan.
Sebagai balasan Kiriman pertama

Re: FORUM JAWABAN POST TEST

oleh ANNISYA ANGGREINY -
Nama : Annisya Anggreiny
NPM : 2213053229

Analisis jurnal.
Demokrasi dan Pemilu Presiden 2019

Deepening Democracy dan Tantangannya
Demokrasi dimaknai sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Untuk mewujudkan makna tersebut dibutuhkan proses panjang seperti konsolidasi demokrasi yang merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan secara prinsip komitmen seluruh lapisan masyarakat pada aturan main demokrasi. Proses demokrasi yang berlangsung dipengaruhi beberapa faktor,misalnya budaya politik, perilaku aktor dan kekuatan-kekuatan politik. Dinamika dalam proses demokrasi semakin marak setelah dilaksanakannya pemilu presiden secara langsung sejak 2004 dan pemilihan kepala daerah (pilkada) secara langsung sejak 2005, hal itu dimaksudkan sebagai terobosan dalam upaya pendalaman demokrasi (deepening democracy). Sebagai instrumen pendalaman demokrasi, pilpres merupakan upaya penciptaan pemerintahan yang efektif pasca pemilu. Pendalaman demokrasi juga dapat dipandang sebagai upaya untuk merealisasikan pemerintahan yang efektif, dengan demikian negara diharapkan mampu melakukan penetrasi ke dalam masyarakat, mengatur relasi sosial, mengambil sumber daya dan mengelolanya. Berkurangnya nilai-nilai toleransi, khususnya, dalam pemilu telah menimbulkan akses negatif, seperti kekerasan dan kerusuhan yang dapat mengancam harmoni sosial, dan juga perpengaruh terhadap proses konsolidasi demokrasi.

Pemilu Presiden 2019 dan Masalahnya
Sebagai pilar utama demokrasi, pemilu merupakan sarana dan momentum terbaik bagi rakyat, khususnya, untuk menyalurkan aspirasi politiknya, memilih wakil-wakil terbaiknya di lembaga legislatif dan presiden/wakil presidennya secara damai. Pemilu 2019 menjadi test case penguatan sistem presidensial, pelembagaan parpol dan koalisi parpol yang terukur dan terformat. Dengan kata lain, pilpres dan pileg 2019 perlu disikapi dengan cara-cara yang rasional, dewasa, profesional, adil, jujur, bijak dan beradab sesuai dengan nilai-nilai pancasila.

Politisasi Identitas: Berebut Suara Muslim
Pemilu serentak 2019 tidak terlepas dari isu politisasi identitas dan agama. Fenomena politisasi identitas dan agama juga diwarnai dengan berebut suara muslim. Munculnya sejumlah isu yang oleh sebagian umat Islam dipandang merugikan mereka pada akhirnya melahirkan gerakan ijtima’ulama untuk mengusung pasangan calon (paslon) presiden dan wakil presiden. Namun, hasil gerakan tersebut mendapat sanggahan dari kelompok umat islam karena dianggap tidak mewakili ulama-ulama yang lain.

Pemilu dan Kegagalan Parpol
Pemilu bukan hanya penanda suksesnya kepemimpinan, tapi juga merupakan koreksi/evaluasi terhadap pemerintah dan proses deepening democracy untuk meningkatkan kualitas demokrasi yang sehat dan bermartabat. Permasalahan yang dihadapi dari pemilu ke pemilu relatif sama yaitu, perilaku distortif, melanggar hukum dan menghalalkan semua cara (vote buying). Dengan demikian diharapkan pemilu berkorelasi positif terhadap kesejahteraan rakyat.

Pemilu dalam Masyarakat Plural
Pemilu serentak pada dasarnya merupakan upaya demokratis yang diharapkan dapat menjadikan legislator dan eksekutif menjadi lebih akuntabel di hadapan rakyat sebagaimana tuntutan demokrasi ideal.

Pemilu dan Politisasi Birokrasi
Upaya untuk mewujudkan demokrasi yang substansial, reformasi politik dan pemilu juga menuntut lahirnya reformasi birokrasi yang profesional terbebas dari pragmatisme dan kooptasi partai politik dan penguasa. Ketidaknetralan birokrasi dalam pemilu bisa berakibat pada lemahnya legitimasi kinerja pemerintah, penyelenggara pemilu dan hasilnya. Sejauh ini tataran empirik menunjukkan adanya tarikan politik, khususnya, dari penguasa terhadap birokrasi. Pemilu dalam konteks demokrasi dimaksudkan untuk menghasilkan pemerintahan yang efektif. Birokrasi dapat dijadikan sebagai kekuatan politik karena memiliki jaringan struktur hingga ke basis masyarakat, menguasai informasi yang memadai, dan memiliki kewenangan eksekusi program dan anggaran.
Sebagai balasan Kiriman pertama

Re: FORUM JAWABAN POST TEST

oleh Nadhofa Agustyawulandari 2253053044 -
Nama : Nadhofa Agustyawulandari
NPM : 2253053044

analisi jurnal DEMOKRASI DAN PEMILU PRESIDEN 2019 Sebagaimana diketahui, untuk
kedua kalinya Joko Widodo (Jokowi) kembali berhadapan dengan Prabowo Subianto, headto head, untuk memperebutkan kursi presiden. Memanasnya kontestasi pilpres 2019 juga diwarnai dengan polarisasi politik antara kedua kubu pendukung capres. Tak ayal bara pilpres pun cenderung semakin mempertajam timbulnya pembelahan sosial dalam masyarakat. Pelaksanaan pilpres pada dasarnya juga merupakan tindak lanjut perwujudan prinsipprinsip demokrasi yang meliputi jaminan atas prinsip-prinsip kebebasan individu dan persamaan, khususnya dalam hak politik. Dalam konteks ini, pilpres langsung dapat dikategorikan sebagai proses demokrasi formal yang merupakan tindak lanjut jaminan terhadap hak-hak politik tersebut. Oleh karena itu, dalam studi ini pilpres dilihat bukan hanya sebatas pesta demokrasi semata, melainkan juga sebagai instrumen proses pendalaman demokrasi di tingkat nasional. Sebagai instrumen pendalaman demokrasi, pilpres merupakan upaya penciptaan pemerintahan yang efektif pasca pemilu. Selain persoalan hoaks dan ujaran kebencian, isu politisasi agama dalam pilpres 2019 menjadi salah satu hal yang paling menonjol dalam masa kampanye. Uniknya, kedua belah pihak mengklaim paling mewakili suara umat Islam. Penggunaan politisasi agama dan character assassination dalam kampanye semakin mempertajam ketegangan sosial yang berdampak pada munculnya rasa saling tak percaya dan saling tak menghargai antarsesamaanak bangsa. Dampaknya, demokrasi yang terbangun menafikan nilai-nilai budaya positif, seperti saling menghargai/menghormati, saling mempercayai dan saling berempati. Tantangan pendalaman demokrasi semakin besar ketika kondisi sosial, ekonomi, politik dan hukum juga kurang memadai. Kondisi ini tidak hanya berpengaruh terhadap kualitas pemilu dan demokrasi, tapi juga stabilitas nasional. Apalagi ketika pemilu berlangsung di tengah keterbelahan sosial, menyeruaknya berita-berita sensasional di medsos, ujaran kebencian dan maraknya berita-berita hoax membuat hasil pemilu rentan dengan sengketa dan konflik. Beberapa masalah yang muncul selama tahapan-tahapan pilpres tidak mendapatkan solusi yang konkrit dan memadai. Beberapa masalah seperti politisasi identitas dan sengitnya perebutan suara Muslim, permasalahan parpol dan semua stakeholders terkait pemilu yang belum
mampu mengefektifkan dan memaksimalkan peran pentingnya dengan penuh tanggungjawab, tata kelola pemilu yang belum mampu mengakomodasi keragaman masyarakat, dan kentalnya politisasi birokrasi menjadi pekerjaan
rumah yang harus segera dibenahi Indonesia.

Sejauh ini Indonesia mampu melaksanakan pemilu yang aman dan damai. Pemilu 2019 yang kompleks, dengan tingkat kerumitan yang cukup tinggi dan hasilnya yang dipersoalkan menjadi pelajaran yang sangat berharga. Pemilu yang berkualitas memerlukan parpol dan koalisi parpol yang juga berkualitas. Ini penting karena pemilu tidak hanya merupakan sarana suksesi kepemimpinan yang aspiratif, adil dan damai, tapi juga menjadi taruhan bagiketahanan sosial rakyat dan eksistensi NKRI. Tantangan yang cukup besar dalam menjalani pemilu serentak 2019 membuat konsolidasi demokrasi yang berkualitas sulit terbangun. Nilai-nilai demokrasi dalam pilpres tak cukup dikedepankan. Sebagai negara demokrasi nomor 4 terbesar di dunia, Indonesia tampaknya belum mampu memperlihatkan dirinya sebagai negara
yang menjalankan demokrasi substantif.
Sebagai balasan Kiriman pertama

Re: FORUM JAWABAN POST TEST

oleh Mery Nurkhaliza 2213053009 -
Nama: Mery Nurkhaliza
NPM: 2213053009
Kelas: 2C

Analisis Jurnal DEMOKRASI DAN PEMILU PRESIDEN 2019

Memanasnya kontestasi pilpres 2019 diwarnai dengan polarisasi politik antara kedua kubu pendukung capres. Tak ayal bara pilpres pun cenderung semakin mempertajam timbulnya pembelahan sosial dalam masyarakat.
Demokrasi secara sederhana dapat dimaknai sebagai ‘pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat’. Demokrasi akan terkonsolidasi bila aktor-aktor politik, ekonomi, negara, masyarakat sipil (political society, economic society, the state, dan
civil society) mampu mengedepankan tindakan demokratis sebagai alternatif utama untuk meraih kekuasaan.
Dalam konteks Indonesia, proses demokrasi yang berlangsung dipengaruhi beberapa faktor,misalnya budaya politik, perilaku aktor dan kekuatan-kekuatan politik. Proses demokrasi (demokratisasi) tersebut berlangsung relatif dinamis, khususnya sejak Pemilu 1999. 

Pelaksanaan pilpres pada dasarnya juga merupakan tindak lanjut perwujudan prinsip-prinsip demokrasi yang meliputi jaminan atas prinsip-prinsip kebebasan individu dan persamaan, khususnya dalam hak politik.
Selain persoalan hoaks dan ujaran kebencian, isu politisasi agama dalam pilpres 2019 menjadi salah satu hal yang paling
menonjol dalam masa kampanye.
Konsolidasi demokrasi di Indonesia cenderung fluktuatif dan belum berjalan secara regular karena pilar-pilar pentingnya (pemilu, partai politik, civil society, media massa) belum berfungsi efektif dan belum maksimal. Sebagai pilar penting demokrasi, pemilu diperlukan untuk suksesi kepemimpinan dan mengoreksi kinerja pemerintahan.
Pemilu yang berkualitas memerlukan parpol dan koalisi parpol yang juga berkualitas. Ini penting karena pemilu tidak hanya merupakan sarana suksesi kepemimpinan yang aspiratif, adil dan damai, tapi juga menjadi taruhan bagi ketahanan sosial rakyat dan eksistensi NKRI.
Sebagai balasan Kiriman pertama

Re: FORUM JAWABAN POST TEST

oleh adzkya salsabila cahyono 2213053280 -
Nama : Adzkya Salsabila Cahyono
Npm. : 2213053280
Kelas : 2C

Analisis Jurnal
Dinamika sosial politik menjelang pemilu serentak 2019.

DEMOKRASI DAN PEMILU PRESIDEN 2019

Sejak era Reformasi, Indonesia sudah menggelar empat kali pemilu. Tetapi, pemilu ke lima tahun 2019, khususnya, pemilu presiden (pilpres) memiliki konstelasi politik yang lebih menyita
perhatian publik.Sebagaimana diketahui, untuk kedua kalinya Joko Widodo (Jokowi) kembali berhadapan dengan Prabowo Subianto, head to head, untuk memperebutkan kursi presiden. Memanasnya kontestasi pilpres 2019 juga diwarnai dengan polarisasi politik antara kedua kubu pendukung capres. Tak ayal bara pilpres pun cenderung semakin mempertajam timbulnya pembelahan sosial dalam masyarakat.

Pemilu Presiden 2019 dan Masalahnya
Sebagai pilar utama demokrasi, pemilu
merupakan sarana dan momentum terbaik bagi rakyat, khususnya, untuk menyalurkan aspirasi politiknya, memilih wakil-wakil terbaiknya di lembaga legislatif dan presiden/wakil presidennya
secara damai. Keberhasilan penyelenggaraan pemilu (pemilu legislatif, pemilihan kepala daerah dan pemilihan presiden) dan pelembagaan sistem
demokrasi mensyaratkan kemampuan bangsa untuk mengelola politik dan pemerintahan sesuai amanat para pendiri bangsa. Meskipun hak-hak politik dan kebebasan sipil telah dijamin oleh
konstitusi serta partisipasi politik masyarakat semakin luas, di tataran empirik pemilu masih belum mampu mengantarkan rakyat Indonesia benar-benar berdaulat.

Tantangan pendalaman demokrasi semakin besar ketika kondisi sosial, ekonomi, politik dan hukum juga kurang memadai. Kondisi ini tidak hanya berpengaruh terhadap kualitas pemilu dan demokrasi, tapi juga stabilitas nasional. Apalagi ketika pemilu berlangsung di tengah keterbelahan sosial, menyeruaknya berita-berita sensasional
di medsos, ujaran kebencian dan maraknya berita-berita hoax membuat hasil pemilu rentan dengan sengketa dan konflik. Berkenaan dengan hal tersebut semua stakeholders terkait pemilu seperti partai politik, penyelenggara pemilu (KPU, Bawaslu, DKPP), pemerintah (pusat dan daerah) dan institusi penegak hukum perlu bersinergi secara profesional untuk memperbaiki kepercayaan publik terhadap hasil pilpres. Hal tersebut
perlu dilakukan karena sukses tidaknya pemilu, konflik tidaknya pilpres sangat bergantung pada tinggi-rendahnya tingkat kepercayaan rakyat kepada para stakeholders tersebut. Karena itu
bisa disimpulkan bahwa semakin substansial demokrasi yang terbangun melalui pemilu akan semakin besar kemungkinan munculnya public
trust dan pemilu yang damai. Sebaliknya,
semakin prosedural demokrasi yang terbangun melalui pemilu akan semakin besar pula ketidak percayaan publik dan semakin rentan pula sengketa/konflik yang akan muncul. Sejauh ini Indonesia mampu melaksanakan pemilu yang aman dan damai. Pemilu 2019 yang kompleks, dengan tingkat kerumitan yang cukup tinggi dan hasilnya yang dipersoalkan
menjadi pelajaran yang sangat berharga. Pemilu yang berkualitas memerlukan parpol dan koalisi parpol yang juga berkualitas. Ini penting karena pemilu tidak hanya merupakan sarana
suksesi kepemimpinan yang aspiratif, adil dan damai, tapi juga menjadi taruhan bagi ketahanan sosial rakyat dan eksistensi NKRI.
Sebagai balasan Kiriman pertama

Re: FORUM JAWABAN POST TEST

oleh Ni Wayan Deliani 2253053030 -
Nama : Ni Wayan Deliani
Npm : 2253053030
Kelas : 2C

Analisis Jurnal
Sebagai pilar utama demokrasi, pemilu merupakan sarana dan momentum terbaik bagi rakyat, khususnya, untuk menyalurkan aspirasi politiknya, memilih wakil-wakil terbaiknya di lembaga legislatif dan presiden/wakil presidennya secara damai. Keberhasilan penyelenggaraan pemilu (pemilu legislatif, pemilihan kepala daerah dan pemilihan presiden) dan pelembagaan sistem demokrasi mensyaratkan kemampuan bangsa untuk mengelola politik dan pemerintahan sesuai amanat para pendiri bangsa. Meskipun hak-hak politik dan kebebasan sipil telah dijamin oleh konstitusi serta partisipasi politik masyarakat semakin luas, di tataran empirik pemilu masih belum mampu mengantarkan rakyat Indonesia benar-benar berdaulat. Proses pendalaman demokrasi/konslidasi demokrasi memerlukan peran penting stakeholders terkait pemilu dan juga elemenelemen kekuatan lainnya seperti civil society, elite/aktor, media massa dan medsos serta lembaga survey. Independensi, kedewasaan dan partisipasi kekuatan-kekuatan sosial (societal forces) tersebut sangat diperlukan. Civil society, misalnya, perlu tetap kritis dalam mengawal pemilu dan hasilnya. Media massa bisa menjadi pemasok berita yang obyektif dan melakukan kontrol sosial yang berpihak pada rakyat. Pengalaman dari pemilu ke pemilu. menunjukkan bahwa permasalahan yang dihadapi relatif sama: perilaku distortif, melanggar hukum dan menghalalkan semua cara (vote buying). Tapi parpol sebagai peserta pemilu belum mampu merespon dan memberi solusi konkrit. Harapan rakyat pasca pemilu, mereka bisa menyaksikan kinerja pemerintah/parlemen yang lebih berpihak pada nasib rakyat. Karena pemilu diharapkan berkorelasi positif terhadap kesejahteraan rakyat. Sejauh ini Indonesia mampu melaksanakan pemilu yang aman dan damai. Pemilu 2019 yang kompleks, dengan tingkat kerumitan yang cukup tinggi dan hasilnya yang dipersoalkan menjadi pelajaran yang sangat berharga. Pemilu yang berkualitas memerlukan parpol dan koalisi parpol yang juga berkualitas. Ini penting karena pemilu tidak hanya merupakan sarana suksesi kepemimpinan yang aspiratif, adil dan damai, tapi juga menjadi taruhan bagi ketahanan sosial rakyat dan eksistensi NKRI. Tantangan yang cukup besar dalam menjalani pemilu serentak 2019 membuat konsolidasi demokrasi yang berkualitas sulit terbangun.
Sebagai balasan Kiriman pertama

Re: FORUM JAWABAN POST TEST

oleh Ayu Septiana 2213053205 -
Nama : Ayu Septiana
NPM : 2213053205
Kelas : 2c


Analisis Jurnal " Demokrasi Dan Pemilu Presiden 2019"
Dari jurnal tersebut dapat disimpulkan bahwa Sejak era Reformasi, Indonesia sudah menggelar empat kali pemilu. Tetapi, pemilu ke lima tahun 2019, khususnya, pemilu presiden (pilpres) memiliki konstelasi politik yang lebih menyita perhatian publik.Sebagaimana diketahui, untuk kedua kalinya Joko Widodo (Jokowi) kembali berhadapan dengan Prabowo Subianto, head to head, untuk memperebutkan kursi presiden. Memanasnya kontestasi pilpres 2019 juga diwarnai dengan polarisasi politik antara kedua kubu pendukung capres.

Deepening Democracy dan Tantangannya
Demokrasi secara sederhana dapat dimaknai sebagai ‘pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat’. 
Pemilu Presiden 2019 dan Masalahnya
Sebagai pilar utama demokrasi, pemilu merupakan sarana dan momentum terbaik bagi rakyat, khususnya, untuk menyalurkan aspirasi politiknya, memilih wakil-wakil terbaiknya di lembaga legislatif dan presiden/wakil presidennya secara damai.
Politisasi Identitas: Berebut Suara Muslim
Pemilu serentak 2019 tak lepas dari isu politisasi identitas dan agama. Fenomena politisasi identitas dan agama juga diwarnai dengan berebut suara muslim. Munculnya sejumlah isu yang oleh sebagian umat Islam dipandang merugikan mereka pada akhirnya melahirkan gerakan ijtima’ulama untuk mengusung pasangan calon (paslon) presiden dan wakil presiden.
Pemilu bukan hanya penanda suksesi kepemimpinan, tapi juga merupakan koreksi/ evaluasi terhadap pemerintah dan proses deepening democracy untuk meningkatkan kualitas demokrasi yang sehat dan bermartabat. 

Pemilu dalam Masyarakat Plural
Mungkin bijak untuk memahami makna demokrasi dalam sebuah negara yang plural dan multikultural seperti Indonesia, dengan mengutip teori etik filsuf Jerman, Immanuel Kant (1724-1804) yang mengingatkan, jika dalam suatu masyarakat majemuk masing-masing kelompok mengklaim kebenaran absolut agama, moralitas, atau kulturnya, yang menjadi hasil akhirnya adalah konflik.
Sebagai bagian dari upaya untuk mewujudkan demokrasi yang substansial, reformasi politik dan pemilu juga menuntut lahirnya reformasi birokrasi yang profesional terbebas dari pragmatisme dan kooptasi partai politik dan penguasa. Ketidaknetralan birokrasi dalam pemilu bisa berakibat pada lemahnya legitimasi kinerja pemerintah, penyelenggara pemilu dan hasilnya.

Konsolidasi demokrasi di Indonesia cenderung fluktuatif dan belum berjalan secara regular karena pilar-pilar pentingnya (pemilu, partai politik, civil society, media massa) belum berfungsi efektif dan belum maksimal. Sebagai pilar penting demokrasi, pemilu diperlukan untuk suksesi kepemimpinan dan mengoreksi kinerja pemerintahan. Pemilu juga mensyaratkan unsur kejujuran, keadilan, transparansi dan akuntabilitas. Tantangan pendalaman demokrasi semakin besar ketika kondisi sosial, ekonomi, politik dan hukum juga kurang memadai. Kondisi ini tidak hanya berpengaruh terhadap kualitas pemilu dan demokrasi, tapi juga stabilitas nasional. Apalagi ketika pemilu berlangsung di tengah keterbelahan sosial, menyeruaknya berita-berita sensasional di medsos, ujaran kebencian dan maraknya berita-berita hoax membuat hasil pemilu rentan.
Sebagai balasan Kiriman pertama

Re: FORUM JAWABAN POST TEST

oleh Muadhatus Solehah 2213053174 -
Nama : Muadhatus Solehah
Npm : 2213053174
Kelas : 2C

Post test
Analisis Jurnal

Demokrasi secara sederhana dapat dimaknai sebagai ‘pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat’. Proses konsolidasi demokrasi merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan secara prinsip komitmen seluruh lapisan masyarakat pada aturan main demokrasi. Proses demokrasi yang berlangsung dipengaruhi beberapa faktor, misalnya budaya politik, perilaku aktor dan kekuatan-kekuatan politik. Pilpres adalah arah yang tak mudah, khususnya dalam hal membangun kualitas pilpres dan pendalaman demokrasi. Proses ini krusial karena semua tahapan yang dilalui dalam pilpres akan berpengaruh terhadap kualitas tata kelola pemerintahan.
Pendalaman demokrasi bisa berasal dari negara dan bisa pula dari masyarakat. Pengembangan penguatan kapasitas administrativa yang menyertai pelembagaan yang telah dibentuk. Pendalaman demokrasi merujuk pada pelembagaan penguatan peran dan masyarakat dalam aktivitas politik formal di tingkat lokal. Peran ini tentunya harus berkesinambungan sampai terjadinya pergantian pemerintahan. Pendalaman demokrasi juga dapat dipandang sebagai upaya untuk merealisasikan pemerintahan yang efektif.
Negara juga harus mampu memberdayakan masyarakat untuk terlibat aktif dalam proses kehidupan berbangsa dan bernegara. Konsolidasi demokrasi memunculkan pertanyaan, yang bermanfaat bagi penguatan demokratisasi dan penciptaan pemerintahan yang legitimate dan efektif. Partisipasi masyarakat menggambarkan bagaimana tingkat keterlibatan masyarakat dalam proses politik: ketaatan dan kepatuhan hukum, budaya kekerasan, keterbukaan politik, toleransi, egalitarianism, dan penghormatan terhadap HAM.
Pemilu Presiden 2019 adalah sarana dan momentum terbaik bagi rakyat, khususnya, untuk menyalurkan aspirasi politiknya, memilih wakil-wakil terbaiknya di lembaga legislatif dan presiden/wakil presidennya secara damai. Keberhasilan penyelenggaraan pemilu dan pelembagaan sistem demokrasi mensyaratkan kemampuan bangsa untuk mengelola politik dan pemerintahan sesuai amanat para pendiri bangsa. Pilpres dan pileg 2019 perlu disikapi dengan cara-cara rasional, dewasa, profesional, adil, jujur, bijak dan beradab sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.
Sebagai balasan Kiriman pertama

Re: FORUM JAWABAN POST TEST

oleh Dimas Prasetyo 2213053138 -
Nama : Dimas Prasetyo
Npm. : 2213053138
Kelas : 2C

Analisis Jurnal.

Dinamika sosial politik menjelang pemilu serentak 2019.

DEMOKRASI DAN PEMILU PRESIDEN 2019

Sejak era Reformasi, Indonesia sudah menggelar empat kali pemilu. Tetapi, pemilu ke lima tahun 2019, khususnya, pemilu presiden (pilpres) memiliki konstelasi politik yang lebih menyita
perhatian publik.Sebagaimana diketahui, untuk kedua kalinya Joko Widodo (Jokowi) kembali berhadapan dengan Prabowo Subianto, head to head, untuk memperebutkan kursi presiden. Memanasnya kontestasi pilpres 2019 juga diwarnai dengan polarisasi politik antara kedua kubu pendukung capres. Tak ayal bara pilpres pun cenderung semakin mempertajam timbulnya pembelahan sosial dalam masyarakat. Deepening Democracy dan Tantangannya Demokrasi secara sederhana dapat dimaknai sebagai ‘pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat’. Namun, untuk mewujudkan makna tersebut tidaklah mudah karena demokrasi memerlukan proses panjang dan tahapan-tahapan penting yang harus dilalui, seperti proses konsolidasi demokrasi. Seperti dikatakan Laurence Whitehead (1989), konsolidasi demokrasi merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan secara prinsip komitmen seluruh lapisan masyarakat pada aturan main demokrasi. Ia tidak hanya merupakan proses politik yang terjadi pada level prosedural lembaga-lembaga politik, tetapi juga pada level masyarakat. Demokrasi akan terkonsolidasi bila aktor-aktor politik, ekonomi, negara, masyarakat sipil (political society, economic society, the state, dan civil society) mampu mengedepankan tindakan demokratis sebagai alternatif utama untuk meraih kekuasaan.

Pemilu Presiden 2019 dan Masalahnya
Sebagai pilar utama demokrasi, pemilu
merupakan sarana dan momentum terbaik bagi rakyat, khususnya, untuk menyalurkan aspirasi politiknya, memilih wakil-wakil terbaiknya di lembaga legislatif dan presiden/wakil presidennya
secara damai. Keberhasilan penyelenggaraan pemilu (pemilu legislatif, pemilihan kepala daerah dan pemilihan presiden) dan pelembagaan sistem demokrasi mensyaratkan kemampuan bangsa untuk mengelola politik dan pemerintahan sesuai amanat para pendiri bangsa. Meskipun hak-hak politik dan kebebasan sipil telah dijamin oleh konstitusi serta partisipasi politik masyarakat semakin luas, di tataran empirik pemilu masih belum mampu mengantarkan rakyat Indonesia benar-benar berdaulat.

Tantangan pendalaman demokrasi semakin besar ketika kondisi sosial, ekonomi, politik dan hukum juga kurang memadai. Kondisi ini tidak hanya berpengaruh terhadap kualitas pemilu dan demokrasi, tapi juga stabilitas nasional. Apalagi ketika pemilu berlangsung di tengah keterbelahan sosial, menyeruaknya berita-berita sensasional di medsos, ujaran kebencian dan maraknya berita-berita hoax membuat hasil pemilu rentan dengan sengketa dan konflik. Berkenaan dengan hal tersebut semua stakeholders terkait pemilu seperti partai politik, penyelenggara pemilu (KPU, Bawaslu, DKPP), pemerintah (pusat dan daerah) dan institusi penegak hukum perlu bersinergi secara profesional untuk memperbaiki kepercayaan publik terhadap hasil pilpres.
Sebagai balasan Kiriman pertama

Re: FORUM JAWABAN POST TEST

oleh Ricky surya perdana 2253053036 -
Nama : Ricky surya perdana
Npm : 2253053036
Kelas : 2 C

Analisis Jurnal

   Dalam konteks Indonesia, proses
demokrasi yang berlangsung dipengaruhi
beberapa faktor,misalnya budaya politik,
perilaku aktor dan kekuatan-kekuatan politik. Proses demokrasi (demokratisasi) tersebut
berlangsung relatif dinamis, khususnya sejak Pemilu 1999. Demokrasi yang berlangsung di daerah-daerah merupakan landasan utama bagi berkembangnya demokrasi di tingkat nasional.
   Sementara itu, proses demokrasi yang
berlangsung di tingkat nasional (setelah tiga kali melaksanakan pemilu presiden langsung) menunjukkan arah yang tak mudah,khususnya dalam hal membangun kualitas pilpres dan pendalaman demokrasi (deepening democracy) atau konsolidasi demokrasi. Pelaksanaan pilpres pada dasarnya juga merupakan tindak lanjut perwujudan prinsip-prinsip demokrasi yang meliputi jaminan atas prinsip-prinsip kebebasan individu dan persamaan, khususnya dalam hak politik. Dalam konteks ini, pilpres langsung dapat dikategorikan sebagai proses demokrasi formal yang merupakan tindak lanjut jaminan terhadap
hak-hak politik tersebut.
Sebagai balasan Kiriman pertama

Re: FORUM JAWABAN POST TEST

oleh Ellena Aulia Yunika Putri 2213053273 -
Nama : Ellena Aulia Yunika Putri
NPM : 2213053273
Kelas : 2C

Analisis Jurnal Politik Demokrasi dan Pemilu Presiden 2019

Demokrasi secara sederhana dapat dimaknai
sebagai ‘pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat,
dan untuk rakyat’. Namun, untuk mewujudkan
makna tersebut tidaklah mudah karena demokrasi
memerlukan proses panjang dan tahapan-tahapan
penting yang harus dilalui, seperti proses
konsolidasi demokrasi.
Dalam konteks Indonesia, proses
demokrasi yang berlangsung dipengaruhi
beberapa faktor,misalnya budaya politik,
perilaku aktor dan kekuatan-kekuatan politik.
Proses demokrasi (demokratisasi) tersebut
berlangsung relatif dinamis, khususnya sejak
Pemilu 1999. Dinamikanya, bahkan, semakin
pesat dan semarak setelah dilaksanakannya
pemilu presiden secara langsung sejak 2004
dan pemilihan kepala daerah (pilkada) secara
langsung sejak 2005.
Pemilihan kepala daerah secara langsung
merupakan terobosan penting yang dimaksudkan
sebagai upaya pendalaman demokrasi (deepening
democracy), yakni suatu upaya untuk mengatasi
kelemahan praktek demokrasi substantif,
khususnya dalam merespon tuntutan-tuntutan
masyarakat lokal.proses demokrasi yang
berlangsung di tingkat nasional (setelah tiga
kali melaksanakan pemilu presiden langsung)
menunjukkan arah yang tak mudah, khususnya
dalam hal membangun kualitas pilpres dan
pendalaman demokrasi (deepening democracy)
atau konsolidasi demokrasi.Sebagai
pilar penting dalam demokrasi, pemilu diperlukan
untuk mensukseskan kepemimpinan dan mengoreksi
kinerja pemerintahan. Pemilu juga mensyaratkan unsur kejujuran, keadilan, transparansi dan
akuntabilitas,maka dari itu diperlukan prakondisi dan komitmen
semua elemen bangsa untuk mematuhi peraturan
yang ada. Proses
pendalaman demokrasi akan terhambat ketika
parpol melalui para elitenya dan stakeholders
terkait pemilu menunjukkan perilaku yang tidak
mendorong proses demokrasi. Mereka cenderung
constraining dan tidak concern dengan nilai-nilai
demokrasi substansial, yang terkait
dengan partisipasi genuinemasyarakat, kualitias
kompetisi, political equality, dan peningkatan
political responsiveness.
Tantangan pendalaman demokrasi semakin
besar ketika kondisi sosial, ekonomi, politik dan
hukum juga kurang memadai. Kondisi ini tidak
hanya berpengaruh terhadap kualitas pemilu dan
demokrasi, tapi juga stabilitas nasional. Apalagi
ketika pemilu berlangsung di tengah keterbelahan
sosial, menyeruaknya berita-berita sensasional
di medsos, ujaran kebencian dan maraknya
berita-berita hoax membuat hasil pemilu rentan
dengan sengketa dan konflik.
Beberapa masalah yang muncul selama
tahapan-tahapan pilpres tidak mendapatkan
solusi yang konkrit dan memadai. Beberapa
masalah seperti politisasi identitas dan sengitnya
perebutan suara Muslim, permasalahan parpol dansemua stakeholders terkait pemilu yang belum
mampumengefektifkan dan memaksimalkan
peran pentingnya dengan penuh tanggungjawab,
tata kelola pemilu yang belum mampu
mengakomodasi keragaman masyarakat, dan
kentalnya politisasi birokrasi menjadi pekerjaan
rumah yang harus segera dibenahi Indonesia.

Proses pendalaman demokrasi memerlukan peran penting
stakeholders terkait pemilu dan juga elemen-
elemen kekuatan lainnya seperti civil society,
elite/aktor, media massa dan medsos serta
lembaga survey. Independensi, kedewasaan dan
partisipasi kekuatan-kekuatan sosial (societal
forces) tersebut sangat diperlukan. Civil society, misalnya, perlu tetap kritis dalam mengawal
pemilu dan hasilnya. Media massa bisa menjadi
pemasok berita yang obyektif dan melakukan
kontrol sosial yang berpihak pada rakyat. Semakin substansialdemokrasi yang terbangun melalui pemilu akan
semakin besar kemungkinan munculnya public
trust dan pemilu yang damai. Sebaliknya,
semakin prosedural demokrasi yang terbangun
melalui pemilu akan semakin besar pula ketidak
percayaan publik dan semakin rentan pula
sengketa/konflik yang akan muncul.
Sejauh ini Indonesia mampu melaksanakan
pemilu yang aman dan damai. Pemilu 2019
yang kompleks, dengan tingkat kerumitan yang
cukup tinggi dan hasilnya yang dipersoalkan
menjadi pelajaran yang sangat berharga. Pemilu
yang berkualitas memerlukan parpol dan
koalisi parpol yang juga berkualitas. Ini penting
karena pemilu tidak hanya merupakan sarana
suksesi kepemimpinan yang aspiratif, adil
dan damai, tapi juga menjadi taruhan bagi
ketahanan sosial rakyat dan eksistensi NKRI.
Tantangan yang cukup besar dalam menjalani
pemilu serentak 2019 membuat konsolidasi
demokrasi yang berkualitas sulit terbangun.
Nilai-nilai demokrasi dalam pilpres tak cukup
dikedepankan. Sebagai negara demokrasi nomor
4 terbesar di dunia, Indonesia tampaknya belum
mampu memperlihatkan dirinya sebagai negara
yang menjalankan demokrasi substantif.
Sebagai balasan Kiriman pertama

Re: FORUM JAWABAN POST TEST

oleh Brigita Theoananta Putri P 2213053131 -
Nama : Brigita Theoananta Putri P
NPM : 2213053131
Kelas : 2C

Analisis Jurnal dinamika sosial politik menjelang pemilu serentak 2019

 Pemilu 2019 yang kompleks, dengan tingkat kesulitan yang cukup tinggi dan hasilnya yang dipersoalkan menjadi pelajaran yang sangat berharga. Pemilu yang berkualitas memerlukan partai politik dan koalisi partai politik yang juga berkualitas. Ini penting karena pemilu tidak hanya merupakan faktor kesuksesan kepemimpinan yang dapat mengaspirasi, adil dan damai, tapi juga menjadi faktor penting bagi ketahanan sosial rakyat dan eksistensi NKRI. Tantangan yang cukup besar dalam menjalani pemilu serentak 2019 membuat adanya persatuan kembali demokrasi yang berkualitas sulit untuk dibangun. Nilai-nilai demokrasi dalam pilpres tak cukup dikedepankan. 

Sebagai negara demokrasi nomor 4 terbesar di dunia, Indonesia masih belum mampu memperlihatkan dirinya sebagai negara yang menjalankan demokrasi substantif. Berbeda dengan pilpres sebelumnya, seusai pengumuman pemilu oleh KPU pilpres 2019 diwarnai oleh adanya kerusuhan 22 Mei 2019. Realitas sosial tersebut jelas tidak hanya mengancam harmoni sosial, tetapi juga berpengaruh terhadap proses bersatunya kembali demokrasi di Indonesia.Pemilu serentak 2019 tak lepas pula dari isu politisasi identitas dan agama. Fenomena politisasi identitas dan agama juga diwarnai dengan berebut suara muslim. Munculnya sejumlah isu yang oleh sebagian umat Islam dipandang merugikan mereka pada akhirnya melahirkan gerakan ijtima’ulama untuk mengusung pasangan calon (paslon) presiden dan wakil presiden. Pengalaman dari pemilu ke pemilu menunjukkan bahwa permasalahan yang dihadapi relatif sama: perilaku distortif, melanggar hukum dan menghalalkan semua cara (vote buying). Tapi parpol sebagai peserta pemilu belum mampu merespon dan memberi solusi konkrit. Harapan rakyat pasca pemilu, mereka bisa menyaksikan kinerja pemerintah/parlemen yang lebih berpihak pada nasib rakyat. Karena pemilu diharapkan berkorelasi positif terhadap kesejahteraan rakyat.
Terimakasih
Sebagai balasan Kiriman pertama

Re: FORUM JAWABAN POST TEST

oleh Andini Putri Endria 2213053149 -
Nama: Andini Putri Endria
NPM: 2213053149
Kelas: 2C

Postest

Dinamika sosial politik menjelang pemilu serentak 2019

• Demokrasi dan pemilu presiden 2019

Saat itu pembangunan demokrasi Indonesia yang tercermin dari pilpres mengalami banyak masalah, pendalam demokrasi belum terwujud dengan baik karena pilar-pilar demokrasi yang menjadikan faktor penguat konsolidasi demokrasi belum efektif. Pilpres 2019 belum mampu menghasilkan kepemimpinan yang baik dan membangun kepercayaan publik yang dapat dilihat dari munculnya kerusuhan sosial setelah pengumuman hasil rekapitulasi pilpres oleh KPU.

Sebagai pilar penting demokrasi, pemilu diperlukan untuk suksesi kepemimpinan dan mengoreksi kinerja pemerintah. Pemilu juga mensyaratkan unsur kejujuran, keadilan, transpalasi dan akuntabilitas yang untuk menciptakannya diperlukan prakondisi dan komitmen elemen bangsa untuk memenuhi peraturan yang diterapkan. Tantangan demokrasi semakin besar ketika kondisi sosial, ekonomi, politik dan hukum kurang memadai. Apalagi di saat pemilu menyeruaknya berita-berita sensasional di medsos, ujaran kebencian dan maraknya berita hoax membuat hasil pemilu rentan akan sengketa dan konflik. Sengketa dan konflik dapat diredam, jika peserta pemilu, penyelenggara pemilu, pemerintah, dan institusi penegak hukum mampu menunjukkan keprofesionalitasnya dan independasinya, tidak partisan dan memiliki komitmen dalam menyukseskan pemilu.

Pada pemilu 2019 yang kompleks, kerumitan yang cukup tinggi dan hasil yang dipermasalahkan menjadi pelajaran. Pemilu yang berkualitas memerlukan parpol dan koalisi perpol yang berkualitas juga, karena pemilu tidak hanya sarana suksesi kepemimpinan yang aspiratif, adil dan damai, tetapi dapat menjadi taruhan bagi katahanan sosial rakyat dan ekstansi NKRI. Tantangan pada pemilu 2019 membuat konsolidasi demokrasi sulit dibangun, nilai-nilai demokrasi saat pemilu tidak dikedepankan. Sehingga Indonesia menjadi negara demokrasi nomor 4 terbesar didunia belum mampu memperlihatkan sebagai negara yang menjalankan demokrasi substantif.
Sebagai balasan Kiriman pertama

Re: FORUM JAWABAN POST TEST

oleh Evangeline Yuana Elvida 2213053007 -
Nama : Evangeline Yuana Elvida
NPM : 2213053007
Kelas : 2C

Analisis jurnal
Demokrasi dan pemilu presiden 2019

Demokrasi adalah sebuah pandangan atau konsep politik dalam pemerintahan yang melibatkan warga negara atau rakyat karena memiliki hak dan kewajiban. Namun secara sederhana demokrasi dapat diartikan atau dimaknai sebagai pemerintah dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat tetapi untuk mewujudkan hal tersebut tentu tidak mudah karena harus memerlukan tahapan yang panjang dan tentunya adalah tahapan-tahapan penting yang perlu dilalui. Proses demokrasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti di Indonesia misalkan kebudayaan politik perilaku akta dan kekuasaan politik. Demokrasi yang dilakukan atau berlangsung di dalam daerah adalah landasan utama bagi berkembangnya demokrasi di tingkat nasional. Saat ini dinamika dalam proses demokrasi semakin marak setelah dilaksanakannya pemilu presiden secara langsung pada tahun 2004 serta pemilihan kepala daerah atau Pilkada secara langsung pada 2005. Pelaksanaan pilpres yang pada dasarnya merupakan tindak lanjut perwujudan prinsip-prinsip demokrasi yang meliputi jaminan atau prinsip kebebasan individu dan persamaan khususnya dalam hal politik.

Dalam studi pilpres dilihat bukan hanya sebatas pesta demokrasi semata namun juga sebagai instrumen proses pendalaman demokrasi di tingkat nasional sehingga sebagai instrumen pedalaman demokrasi ini pilpres merupakan upaya untuk menciptakan pemerintahan yang efektif pasca pemilu. Dinamika politik menjelang pemilu pada tahun 2019 lalu cenderung memanas terutama terkait kecenderungan kecurangan, hal ini berdampak dari demokrasi sendiri yaitu dampaknya dari demokrasi adalah yang membangun atau menafkahi nilai-nilai budaya positif seperti saling menghargai atau menghormati dan juga saling mempercayai dan saling berempati. Tantangan yang cukup besar dalam menjalani penelusuran Pak 2019 lalu membuat konsolidasi demokrasi yang berkualitas sulit terbangun sehingga nilai-nilai demokrasi dalam pilpres tak cukup dikedepankan. Indonesia sebagai negara demokrasi nomor 4 terbesar di dunia belum mampu memperlihatkan dirinya sebagai negara yang menjalankan demokrasi substantif
Sebagai balasan Kiriman pertama

Re: FORUM JAWABAN POST TEST

oleh Maira Amelia 2213053118 -
Nama : Maira Amelia
NPM : 2213053118
Kelas : 2C

Jawaban Post Test analisis Jurnal
JURNAL PENELITIAN POLITIK
Dinamika Sosial Menjelang Pemilu Serentak 2019

Jurnal ini menyajikan 6 artikel yang menggambarkan berbagai topik terkait pemilu.
Artikel pertama yang dipublikasikan Efriza berjudul “Penguatan Sistem.” Presidensial dalam Pemilu Serentak 2019,” yang membahas dinamika pemilihan presiden 2019 dan rinci platform kandidat. Artikel ini juga membahas implementasi sistem kepresidenan, yang dapat dikatakan memiliki beberapa kelemahan mengingat bahwa sistem multipartai digunakan untuk menerapkannya. Selain itu, artikel ini mengkritik perubahan signifikan dalam sistem pemilu yang akan terjadi pada 2019 sebagai akibat dari ambang batas presiden yang terlalu tinggi dan aparatur partai politik yang terlalu besar. Akibatnya, koalisi politik yang diciptakan oleh dua kandidat presiden masih ditandai dengan sifat pragmatisnya.
 
"Upaya Mobilisasi Perempuan Melalui Narasi Simbolik 'Emak-Emak Dan Ibu Bangsa' Pada Pemilu 2019," adalah artikel berikutnya.
Artikel yang ditulis oleh Luky Sandra Amalia. Artikel ini membahas cara memobilisasi pakaian seseorang menggunakan label "emakemak" dan "ibu bangsa". Emak-emak adalah istilah untuk karyawan di sebuah perusahaan pendukung paslon penantang, sedangkan Ibu Bangsa adalah istilah bagi karyawan pada sebuah bar yang melayani petahana.Tidak ada yang lebih mirip dengan yang lain daripada fakta bahwa kedua istival ini termasuk domestikasi manusia. Kedua kubu seolah menegaskan bahwa perempuan harus menjadi ibu/ibu yang tugasnya hanya di ranah domestik melalui label ibu-ibu atau ibu bangsa.

Selain itu, artikel Sarah Nuraini Siregar “Netralitas Polri Menjelang Pemilu Serentak 2019” menganalisis situasi khusus netralitas polri dalam proses pemilu 2019. Ada dua tanda titik pada titik ini. Alasan pertama adalah bahwa Pemerintah telah mengeluarkan undang-undang yang mempromosikan hak asasi manusia dasar dan keamanan bagi semua warga negara, termasuk dalam kasus ini, yang menangani pemilu 2019 keamanan. Alasan kedua adalah Polri juga memiliki fungsi pencegahan untuk mencegah gangguan keamanan dari terjadi, yaitu menjelang pemilu. Setiap anggota Polri melakukan fungsi ini dalam bentuk yang paling dasar, tetapi fungsi pencegahan utamanya adalah mendeteksi gangguan keamanan potensial sampai tingkat desa dekat dengan Polri anggota Babinkamtibmas.

Fenomena Budaya Populer “Populisme Di Indonesia Kontemporer: Transformasi Populisme Persaingan dan Konsekuensinya dalam Masyarakat Dinamis” “Kontestasi Politik Menjelang Pemilu 2019,” yang ditulis oleh Defbry Margiansyah, memeriksa evolusi populisme dalam dua pemilihan yang berbeda dan konsekuensi yang ada pada politik pemilu. Ini juga membahas taktik khusus yang digunakan oleh kandidat populis selama kontes politik dan faktor-faktor yang telah berkontribusi terhadap politik populis di Indonesia. Artikel ini menjelaskan bagaimana populisme hanya digunakan sebagai alat untuk elitisme dan oligarki dengan menggunakan berbagai kriteria, seperti identitas primordial, clientelism, prestasis, dan kepribadian kandidat dengan cara yang pragmatis. Namun, itu tidak memberikan kerangka yang lebih substansial untuk transformasi politik dan dasar demokrasi dengan cara yang demokratis.

Artikel selanjutnya ini membahas “Demokrasi dan Pemilu Presiden 2019,” yang diterbitkan oleh R. Kota Zuhro. Untuk demokrasi yang lebih stabil dalam pemilihan presiden 2019 (pilpres). Pembangunan demokrasi Indonesia seperti yang muncul dari Pilpres masih dirugikan oleh banyak masalah. Pendalaman demokrasi tidak bekerja dengan baik karena struktur partai politik yang tidak efektif adalah faktor dalam kurangnya konsolidasi partai yang efektif. Pilpres 2019 belum mampu mencapai penilaian peer-to-peer yang sukses, dan juga belum mampu membangun kepercayaan publik. Setelah Komite Perlindungan Konstitusi menerima hasil pilpres recapitulasi, ini dapat dilihat dari perkembangan sosial (KPU). Hashtag pemilu menolak adalah satu-satunya kandidat. Ini hanya laporan awal. Mahkamah Konstitusi (MK) saat ini memiliki dua kandidat yang mengklaim menjadi kandidat pilpres, menjadikannya hasil akhir pemilihan.

Artikel terakhir membahas "Menelaah Sisi Historis Shalawat Badar: Dimensi Politik di Sastra Lisan Pesantren."ditulis oleh Dhuroruddin Mashad. Esai ini membahas tradisi pesantren, yaitu Shalawat Badar, yang mengungkapkan karakteristik khasnya, yaitu hubungan dekat dengan ideologi politik.
Peraturan ini sering digunakan sebagai strategi untuk memobilisasi santri dalam berbagai kontes politik.Realitas saat ini telah membuat jelas bahwa prinsip-prinsip pendirian Shalawat Badar adalah manifestasi dari hubungan antara filsafat, agama, dan politik. Bab ini penting untuk merekonstruksi konteks politik pada saat Shalawat Badar lahir, menjelaskan alasan mengapa ini terjadi, serta realitas politik bahwa Shalavat akhirnya akan digunakan sebagai alat untuk memobilisasi kaum Santri.
Sebagai balasan Kiriman pertama

Re: FORUM JAWABAN POST TEST

oleh Rendo Fahestama 2213053274 -
Nama : Rendo Fahestama
NPM : 2213053274
Kelas : 2C

Analisis Jurnal

Sejak era Reformasi, Indonesia sudah menggelar empat kali pemilu. Tetapi pemilu 2019 lebih menyita perhatian publik dikarenakan kita di hadapkan oleh 2 orang calon yang sama seperti pemilu sebelumnya. Saat itu pembangunan demokrasi Indonesia yang tercermin dari pilpres mengalami banyak masalah, pendalam demokrasi belum terwujud dengan baik karena pilar-pilar demokrasi yang menjadikan faktor penguat konsolidasi demokrasi belum efektif. Berbeda dengan pilpres sebelumnya, seusai pengumuman pemilu oleh KPU pilpres 2019 diwarnai oleh adanya kerusuhan 22 Mei 2019. Pilpres dan pileg 2019 perlu disikapi dengan cara-cara rasional, dewasa, profesional, adil, jujur, bijak dan beradab sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Indonesia sebagai negara demokrasi nomor 4 terbesar di dunia belum mampu memperlihatkan dirinya sebagai negara yang menjalankan demokrasi substantif. Harapan rakyat pasca pemilu, mereka bisa menyaksikan kinerja pemerintah/parlemen yang lebih berpihak pada nasib rakyat. Karena pemilu diharapkan berkorelasi positif terhadap kesejahteraan rakyat.
Sebagai balasan Kiriman pertama

Re: FORUM JAWABAN POST TEST

oleh Yakub Simamora 2213053158 -
Nama: Yakub Simamora
NPM: 2213053158
Kelas: 2C

Analisis Jurnal "Demokrasi dan Pemilu Presiden 2019"

Demokrasi dimaknai sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Namun untuk mewujudkan makna tersebut dibutuhkan proses panjang seperti proses konsolidasi demokrasi. Konsolidasi demokrasi merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan secara prinsip komitmen seluruh lapisan masyarakat pada aturan main demokrasi. Proses demokrasi yang berlangsung dipengaruhi beberapa faktor, misalnya budaya politik, perilaku aktor dan kekuatan-kekuatan politik.

Konsolidasi demokrasi di Indonesia cenderung fluktuatif dan belum berjalan secara regular karena pilar-pilar pentingnya (pemilu, partai politik, civil society, media massa) belum berfungsi efektif dan belum maksimal. Sebagai pilar penting demokrasi, pemilu diperlukan untuk suksesi kepemimpinan dan mengoreksi kinerja pemerintahan. Pemilu juga mensyaratkan unsur kejujuran, keadilan, transparansi dan akuntabilitas. Prasyarat untuk menciptakan hal tersebut memerlukan prakondisi dan komitmen semua elemen bangsa untuk mematuhi peraturan yang ada. Konsolidasi demokrasi atau proses pendalaman demokrasi akan terhambat ketika parpol melalui para elitenya dan stakeholders terkait pemilu menunjukkan perilaku yang tidak mendorong proses demokrasi. Mereka cenderung constraining dan tidak concern dengan nilai-nilai demokrasi substansial, khususnya yang terkait dengan partisipasi genuine masyarakat, kualitias kompetisi, political equality, dan peningkatan political responsiveness.

Tantangan pendalaman demokrasi semakin besar ketika kondisi sosial, ekonomi, politik dan hukum juga kurang memadai. Kondisi ini tidak hanya berpengaruh terhadap kualitas pemilu dan demokrasi, tapi juga stabilitas nasional. Apalagi ketika pemilu berlangsung di tengah keterbelahan sosial, menyeruaknya berita-berita sensasional di medsos, ujaran kebencian dan maraknya berita-berita hoax membuat hasil pemilu rentan dengan sengketa dan konflik.

Proses pendalaman demokrasi/konslidasi demokrasi memerlukan peran penting stakeholders terkait pemilu dan juga elemen-elemen kekuatan lainnya seperti civil society, elite/aktor, media massa dan medsos serta lembaga survey. Independensi, kedewasaan dan partisipasi kekuatan-kekuatan sosial (societal forces) tersebut sangat diperlukan. Civil society, misalnya, perlu tetap kritis dalam mengawal pemilu dan hasilnya. Media massa bisa menjadi pemasok berita yang obyektif dan melakukan kontrol sosial yang berpihak pada rakyat. Sejauh ini Indonesia mampu melaksanakan pemilu yang aman dan damai. Dimana pada pemilu 2019 yang kompleks, dengan tingkat kerumitan yang cukup tinggi dan hasilnya yang dipersoalkan menjadi pelajaran yang sangat berharga. Pemilu yang berkualitas memerlukan parpol dan koalisi parpol yang juga berkualitas. Ini penting karena pemilu tidak hanya merupakan sarana suksesi kepemimpinan yang aspiratif, adil dan damai, tapi juga menjadi taruhan bagi ketahanan sosial rakyat dan eksistensi NKRI. Tantangan yang cukup besar dalam menjalani pemilu serentak 2019 membuat konsolidasi demokrasi yang berkualitas sulit terbangun. Nilai-nilai demokrasi dalam pilpres tak cukup dikedepankan. Sebagai negara demokrasi nomor 4 terbesar di dunia, Indonesia tampaknya belum mampu memperlihatkan dirinya sebagai negara yang menjalankan demokrasi substantif
Sebagai balasan Kiriman pertama

Re: FORUM JAWABAN POST TEST

oleh Putri sahapani 2213053236 -
Nama: Putri Sahapani
Kelas: 2.C
NPM: 2213053236

Analisis Jurnal
" Demokrasi Dan Pemilu Presiden 2019"

hasil analisis yang saya dapat dari Demokrasi dan pemilu presiden 2019 adalah Demokrasi sederhana yang ‘pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat’. demokrasi dikatakan sebagai proses politik yang terjadi dilevel prosedural lembaga-lembaga politik, tetapi juga pada level masyarakat. proses demokrasi yang
berlangsung di tingkat nasional (setelah tiga kali melaksanakan pemilu presiden langsung) menunjukkan arah yang tak mudah, khususnya dalam hal membangun kualitas pilpres dan pendalaman demokrasi (deepening democracy) atau konsolidasi demokrasi. Proses ini krusial karena semua tahapan yang dilalui dalam pilpres akan berpengaruh terhadap kualitas tata kelola pemerintahan.

Dinamika politik menjelang pemilu 2019 memanas, terutama dengan adanaya tuduhan kecurangan. Hingga 20 April 2019 Badan Pemenangan Nasional (BPN) seperti Capres/Cawapres Prabowo Subianto-Sandiaga Salahudin Uno, yang secara resmi telah melaporkan sekitar 1.200 daftar sementara kecurangan Pilpres 2019 kepada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Pemilu serentak 2019 adalah pemilu kelima pasca Orde Baru dan merupakan pemilu serentak pertama yang melangsungkan pileg dan pilpres dalam waktu bersamaan. Pemilu 2019 yang kompleks, dengan tingkat kerumitan yang cukup tinggi dan hasilnya yang dipersoalkan menjadi pelajaran yang sangat berharga. Tantangan yang cukup besar dalam menjalani pemilu serentak 2019 membuat konsolidasi demokrasi yang berkualitas sulit terbangun. Nilai-nilai demokrasi dalam pilpres tak cukup dikedepankan. Sebagai negara demokrasi nomor 4 terbesar di dunia, Indonesia tampaknya belum mampu memperlihatkan dirinya sebagai negara yang menjalankan demokrasi yang substantif.
Sebagai balasan Kiriman pertama

Re: FORUM JAWABAN POST TEST

oleh Melda Setialista -
Nama: Melda Setialista
NPM: 2253053047
Kelas: 2C

Analisis jurnal!

"Dinamika Sosial Politik Menjelang Pemilu Serentak 2019"
Setelah menganalisis jurnal tersebut saya simpulkan bahwa sejak era Reformasi, Indonesia sudah menggelar empat kali pemilu. Indonesia sudah melakukan Pemilihan Umum presiden (Pilpres) kelima kalinya pada tahun 2019. Ajang pemilihan umum ini merupakan salah satu sarana untuk memilih pemimpin secara demokratis.Tetapi, pemilu ke lima tahun 2019, khususnya, pemilu presiden (pilpres) memiliki konstelasi politik yang lebih menyita perhatian publik.Pembangunan demokrasi Indonesia yang tercermin dari pilpres masih mengalami banyak masalah. Pendalaman demokrasi belum terwujud dengan baik karena pilar-pilar demokrasi yang menjadi faktor penguat konsolidasi demokrasi belum efektif. Pilpres 2019 belum mampu menghasilkan suksesi kepemimpinan yang baik dan belum mampu pula membangun kepercayaan publik. Sebagai pilar utama demokrasi, pemilu merupakan sarana dan momentum terbaik bagi rakyat, khususnya, untuk menyalurkan aspirasi politiknya, memilih wakil-wakil terbaiknya di lembaga legislatif dan presiden/wakil presidennya secara damai. Pemilu bukan hanya penanda suksesi kepemimpinan, tapi juga merupakan koreksi/ evaluasi terhadap pemerintah dan proses deepening democracy untuk meningkatkan kualitas demokrasi yang sehat dan bermartabat.

Dinamika politik menjelang pemilu pada tahun 2019 lalu cenderung memanas terutama terkait kecenderungan kecurangan, hal ini berdampak dari demokrasi sendiri yaitu dampaknya dari demokrasi adalah yang membangun atau menafkahi nilai-nilai budaya positif seperti saling menghargai atau menghormati dan juga saling mempercayai dan saling berempati. Pemilu yang berkualitas memerlukan parpol dan koalisi perpol yang berkualitas juga, karena pemilu tidak hanya sarana suksesi kepemimpinan yang aspiratif, adil dan damai, tetapi dapat menjadi taruhan bagi katahanan sosial rakyat dan ekstansi NKRI. Tantangan pada pemilu 2019 membuat konsolidasi demokrasi sulit dibangun, nilai-nilai demokrasi saat pemilu tidak dikedepankan. Sehingga Indonesia menjadi negara demokrasi nomor 4 terbesar didunia belum mampu memperlihatkan sebagai negara yang menjalankan demokrasi substantif.
Sebagai balasan Kiriman pertama

Re: FORUM JAWABAN POST TEST

oleh Zakia Az'zahra Qurota'aini 2213053028 -
NAMA : ZAKIA AZ ‘ ZAHRA QUROTA ‘ AINI
NPM : 2213053028
KELAS : 2C
Analisis jurnal
Setelah saya membaca jurnal yang bejudul dinamika social politik menjelang pemilu serentak 2019 dapat yang saya simpulkan adalah Demokrasi secara sederhana dapat dimaknai sebagai ‘pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat’. Namun, untuk mewujudkan makna tersebut tidaklah mudah karena demokrasi memerlukan proses panjang dan tahapan-tahapan penting yang harus dilalui, seperti proses konsolidasi demokrasi. Seperti dikatakan Laurence Whitehead (1989), konsolidasi demokrasi merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan secara prinsip komitmen seluruh lapisan masyarakat pada aturan main demokrasi.

Dalam konteks Indonesia, proses demokrasi yang berlangsung dipengaruhi beberapa faktor,misalnya budaya politik, perilaku aktor dan kekuatan-kekuatan politik. Proses demokrasi (demokratisasi) tersebut berlangsung relatif dinamis, khususnya sejak Pemilu 1999. Dinamikanya, bahkan, semakin pesat dan semarak setelah dilaksanakannya pemilu presiden secara langsung sejak 2004 dan pemilihan kepala daerah (pilkada) secara langsung sejak 2005. Demokrasi yang berlangsung di daerah - daerah merupakan landasan utama bagi berkembangnya demokrasi di tingkat nasional.

Pemilihan kepala daerah secara langsung merupakan terobosan penting yang dimaksudkan sebagai upaya pendalaman demokrasi (deepening democracy), yakni suatu upaya untuk mengatasi kelemahan praktek demokrasi substantif, khususnya dalam merespon tuntutan-tuntutan masyarakat lokal. Sementara itu, proses demokrasi yang berlangsung di tingkat nasional (setelah tiga kali melaksanakan pemilu presiden langsung) menunjukkan arah yang tak mudah, khususnya dalam hal membangun kualitas pilpres dan pendalaman demokrasi (deepening democracy) atau konsolidasi demokrasi. Proses ini krusial karena semua tahapan yang dilalui dalam pilpres akan berpengaruh terhadap kualitas tata kelola pemerintahan. Secara khusus pilpres yang berkualitas akan berpengaruh positif terhadap pemerintahan yang efektif (governable). Secara umum bila demokrasi dimaknai sebagai pemberdayaan rakyat, suatu sistem politik yang demokratis seharusnya dapat menjamin warga masyarakat yang kurang beruntung melalui setiap kebijakan publiknya.
Sebagai balasan Kiriman pertama

Re: FORUM JAWABAN POST TEST

oleh FARISA ALICIA 2213053026 -
Nama : FARISA ALICIA
NPM : 2213053026
Kelas : 2.C

POST TEST (Analisis Jurnal "Demokrasi dan Pemilu Presiden 2019"

Pemilu serentak 2019 adalah pemilu kelima pasca Orde Baru dan merupakan pemilu serentak pertama yang melangsungkan pileg dan pilpres dalam waktu bersamaan. Pemilu 2019 menjadi test case penguatan sistem presidensial, pelembagaan parpol dan koalisi parpol yang terukur dan terformat. Pemilu serentak jauh lebih kompleks dan rumit, baik bagi penyelenggara pemilu, parpol, maupun rakyat. Ini juga merupakan pemilu yang paling gamang. Sebab, di satu sisi dengan adanya presidential threshold (PT) mereka harus berkoalisi dalam mengusung pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presidennya (cawapres), di sisi lain dalam saat yang bersamaan mereka juga harus berjuang secara sendiri-sendiri untuk merebut kursi legislatif.
Sebagai negara yang mayoritas penduduknya Muslim, berebut suara muslim merupakan hal yang logis dan selalu terjadi dalam setiap pemilu. Meskipun dikotomi santri-abangan cenderung makin cair, pendapat tentang pentingnya pasangan calon yang merepresentasikan santri dan abangan masih cukup kuat. Tetapi, hal tersebut tidak dengan sendirinya memberikan jaminan kemenangan. Sejauh ini, dua tokoh utama NU lainnya, yakni Solahuddin Wahid dan Hasyim Muzadi, juga pernah menjadi cawapres dari capres Nasionalis, yakni Wiranto dan Megawati, tetapi keduanya kalah.

Sejak 1999 kinerja parpol tidak kunjung menghasilkan landasan atau platform politik nasional. Kampanye lebih merupakan pameran pernak-pernik demokrasi ketimbang untuk memetakan dan menjawab persoalan bangsa. Parpol hanya memperdebatkan soal electoral threshold sebagai legitimasi kelayakan. Perhatian parpol pada rakyat umumnya hanya terjadi pada saat pemilu ketika mereka membutuhkan dukungan suara. Setelah itu, hak dan kedaulatan rakyat tercampakkan.
Beberapa masalah yang muncul selama tahapan-tahapan pilpres tidak mendapatkan solusi yang konkrit dan memadai. Secara teoritis konflik atau sengketa dalam pemilu bisa diredam jika peserta pemilu (parpol), penyelenggara pemilu, pemerintah, dan institusi penegak hukum mampu menunjukkan profesionalitas dan memiliki komitmen yang tinggi dalam menyukseskan pemilu

Tantangan pendalaman demokrasi semakin besar ketika kondisi sosial, ekonomi, politik dan hukum juga kurang memadai. Kondisi ini tidak hanya berpengaruh terhadap kualitas pemilu dan demokrasi, tapi juga stabilitas nasional. Apalagi ketika pemilu berlangsung di tengah keterbelahan sosial, menyeruaknya berita-berita sensasional
di medsos, ujaran kebencian dan maraknya berita-berita hoax membuat hasil pemilu rentan dengan sengketa dan konflik.
Sebagai balasan Kiriman pertama

Re: FORUM JAWABAN POST TEST

oleh Neng Sarah Aprillia 2213053067 -
Nama : Neng Sarah Aprilia
NPM : 2213053067
Kelas : 2C
Analisis Jurnal

Demokrasi
Setelah saya menganalis isi dari jurnal diatas yaitu Sejak era Reformasi, Indonesia
sudah menggelar empat kali pemilu. Tetapi, pemilu ke lima tahun 2019, khususnya,
pemilu presiden (pilpres) memiliki konstelasi politik yang lebih menyita perhatian
publik.Sebagaimana diketahui, untuk kedua kalinya Joko Widodo (Jokowi) kembali
berhadapan dengan Prabowo Subianto, head to head, untuk memperebutkan kursi
presiden. Memanasnya kontestasi pilpres 2019 juga diwarnai dengan polarisasi
politik antara kedua kubu pendukung capres.
Deepening Democracy dan Tantangannya
Demokrasi secara sederhana dapat dimaknai sebagai ‘pemerintahan dari rakyat,
oleh rakyat, dan untuk rakyat’. Namun, untuk mewujudkan makna tersebut tidaklah
mudah karena demokrasi memerlukan proses panjang dan tahapan-tahapan penting
yang harus dilalui, seperti proses konsolidasi demokrasi. Seperti dikatakan Laurence
Whitehead (1989), konsolidasi demokrasi merupakan salah satu sarana untuk
meningkatkan secara prinsip komitmen seluruh lapisan masyarakat pada aturan
main demokrasi.
Pemilu Presiden 2019 dan Masalahnya
Sebagai pilar utama demokrasi, pemilu merupakan sarana dan momentum terbaik
bagi rakyat, khususnya, untuk menyalurkan aspirasi politiknya, memilih wakil-wakil
terbaiknya di lembaga legislatif dan presiden/wakil presidennya secara damai.
Politisasi Identitas: Berebut Suara Muslim
Pemilu serentak 2019 tak lepas dari isu politisasi identitas dan agama. Fenomena
politisasi identitas dan agama juga diwarnai dengan berebut suara muslim.
Munculnya sejumlah isu yang oleh sebagian umat Islam dipandang merugikan
mereka pada akhirnya melahirkan gerakan ijtima’ulama untuk mengusung pasangan
calon (paslon) presiden dan wakil presiden.
Pemilu dan Kegagalan Parpol
Pemilu bukan hanya penanda suksesi kepemimpinan, tapi juga merupakan koreksi/
evaluasi terhadap pemerintah dan proses deepening democracy
untuk
meningkatkan kualitas demokrasi yang sehat dan bermartabat. Dalam proses
konsolidasi tersebut, parpol sebagai pelaku utama pemilu idealnya dapat
melaksanakan fungsinya sebagai penyedia kader calon pemimpin. Namun, ketika
fungsi parpol tidak maksimal, proses konsolidasi demokrasi terhambat.
Pemilu dalam Masyarakat Plural
Mungkin bijak untuk memahami makna demokrasi dalam sebuah negara yang plural
dan multikultural seperti Indonesia, dengan mengutip teori etik filsuf Jerman,
Immanuel Kant (1724-1804) yang mengingatkan, jika dalam suatu masyarakat
majemuk masing-masing kelompok mengklaim kebenaran absolut agama,
moralitas, atau kulturnya, yang menjadi hasil akhirnya adalah konflik. Dalam konteks
Indonesia, kiranya jelas bahwa yang dihadapi tidak hanya kemajemukan etnik dan
daerah, tetapi pada saat yang bersamaan adalah ’subbudaya etnik dan daerah’ yang
majemuk pula.
Pemilu dan Politisasi Birokrasi
Sebagai bagian dari upaya untuk mewujudkan demokrasi yang substansial,
reformasi politik dan pemilu juga menuntut lahirnya reformasi birokrasi yang
profesional terbebas dari pragmatisme dan kooptasi partai politik dan penguasa.
Ketidaknetralan birokrasi dalam pemilu bisa berakibat pada lemahnya legitimasi
kinerja pemerintah, penyelenggara pemilu dan hasilnya.Konsolidasi demokrasi di Indonesia cenderung fluktuatif dan belum berjalan secara
regular karena pilar-pilar pentingnya (pemilu, partai politik, civil society, media
massa) belum berfungsi efektif dan belum maksimal. Sebagai pilar penting
demokrasi, pemilu diperlukan untuk suksesi kepemimpinan dan mengoreksi kinerja
pemerintahan. Pemilu juga mensyaratkan unsur kejujuran, keadilan, transparansi
dan akuntabilitas.
Tantangan pendalaman demokrasi semakin besar ketika kondisi sosial, ekonomi,
politik dan hukum juga kurang memadai. Kondisi ini tidak hanya berpengaruh
terhadap kualitas pemilu dan demokrasi, tapi juga stabilitas nasional. Apalagi ketika
pemilu berlangsung di tengah keterbelahan sosial, menyeruaknya berita-berita
sensasional di medsos, ujaran kebencian dan maraknya berita-berita hoax membuat
hasil pemilu rentan
Sebagai balasan Kiriman pertama

Re: FORUM JAWABAN POST TEST

oleh Sherli Chaca 2213053087 -
Nama : Sherli Chaca Oktavia
Npm : 2213053087
Kelas : 2C

ANALISIS JURNAL DINAMIKA SOSIAL POLITIK MENJELANG PEMILU SERENTAK 2019.
Sejak era Reformasi, Indonesia sudah menggelar empat kali pemilu. Tetapi, pemilu ke lima tahun 2019, khususnya, pemilu presiden memiliki konstelasi politik yang lebih menyita perhatian publik. Sebagaimana diketahui, untuk kedua kalinya Joko Widodo kembali berhadapan dengan Prabowo Subianto, head to head, untuk memperebutkan kursi presiden. Demokrasi secara sederhana dapat dimaknai sebagai "pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat". Namun, untuk mewujudkan makna tersebut tidaklah mudah karena demokrasi memerlukan proses panjang dan tahapan-tahapan penting yang harus dilalui, seperti proses konsolidasi demokrasi. Demokrasi yang berlangsung di daerah-daerah merupakan landasan utama bagi berkembangnya demokrasi di tingkat nasional. Argumen Smith (1985) dan Arghiros (2001) menyatakan bahwa nilai-nilai demokrasi telah mendasari perilaku, baik elite maupun masyarakat.

Dinamika politik menjelang pemilu 2019 cenderung memanas, terutama terkait tuduhan kecurangan. Hingga 20 April 2019 Badan Pemenangan Nasional (BPN) Capres/Cawapres Prabowo Subianto-Sandiaga Salahudin Uno, misalnya, secara resmi telah melaporkan sekitar 1.200 daftar sementara kecurangan Pilpres 2019 kepada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Pemilu serentak 2019 adalah pemilu kelima pasca Orde Baru dan merupakan pemilu serentak pertama yang melangsungkan pileg dan pilpres dalam waktu bersamaan.

Sebagai pilar utama demokrasi, pemilu merupakan sarana dan momentum terbaik bagi rakyat untuk menyalurkan aspirasi politiknya, memilih wakil-wakil terbaik di lembaga legislatif dan presiden/wakil presidennya secara damai. Pemilu serentak 2019 tak lepas dari isu politisasi identitas dan agama. Fenomena politisasi identitas dan agama diwarnai dengan berebut suara muslim. Beberapa masalah yang muncul selama tahapan - tahapan pilpres tidak mendapatkan solusi yang konkrit dan memadai. Secara teoritis konflik atau sengketa dalam pemilu bisa diredam jika peserta pemilu (parpol), penyelenggara pemilu, pemerintah, dan institusi penegak hukum mampu menunjukkan profesionalitas dan memiliki komitmen yang tinggi dalam menyukseskan pemilu. Pemilu yang berkualitas memerlukan parpol dan koalisi parpol yang juga berkualitas karena pemilu tidak hanya merupakan sarana suksesi kepemimpinan yang aspiratif, adil dan damai, tapi juga menjadi taruhan bagi ketahanan sosial rakyat dan eksistensi NKRI.
Sebagai balasan Kiriman pertama

Re: FORUM JAWABAN POST TEST

oleh Ratih Kurniasih 2213053159 -
Nama: Ratih Kurniasih
Npm: 2213053159
Kelas: 2C

Analisis jurnal
Dinamika sosial politik menjelang pemilu serentak 2019.
Demokrasi secara sederhana adalah pemerintah dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat, menurut whitehead (1989), konsolidasi demokrasi merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan secara prinsip komitmen seluruh lapisan masyarakat pada aturan main demokrasi. Demokrasi dipandang sebagai upaya untuk merealisasikan pemerintahan yang efektif. Nilai demokrasi telah mendasari perilaku baik elit maupun masyarakat, masyarakat dapat diasumsikan memiliki kapasitas untuk melakukan pilihan dan mengambil keputusan atas pilihannya berdasarkan rasionalitas politik. Partisipasi masyarakat menggambarkan bagaimana tingkat keterlibatan masyarakat dalam proses politik.
Dinamika politik menjelang pemilu 2019 memanas terutama terkait tuduhan kecurangan, selain itu juga ada persoalan mengenai hoax dan ujaran kebencian politisasi agama dalam pilpres 2019 menjadi salah satu hal yang paling menonjol dalam masa kampanye, dalam kampanye karakter character Assassination semakin mempertajam ketegasan sosial yang berdampak pada munculnya rasa saling tak percaya dan saling tak menghargai antar sesama anak bangsa. Keragaman yang menjadi spirith bhinneka tunggal Ika cenderung diabaikan padahal Indonesia yang terbentuk archipelago membentang dari Sabang sampai Merauke memiliki karakteristik dan kekhasannya sendiri membutuhkan nilai-nilai toleransi yang menerima perbedaan baik agama maupun suku ataupun etnis.

Masalah pemilu presiden 2019, sebagai pilar utama demokrasi pemilu merupakan sarana dan momentum terbaik bagi rakyat khususnya untuk menyalurkan aspirasi politiknya, pemilu serentak jauh lebih kompleks dan rumit baik bagi penyelenggara pemilu parpol maupun rakyat ini juga merupakan pemilu yang paling aman sebab di satu sisi dengan adanya presidensial Threshold mereka harus berkoalisi dalam mengusung pasangan calon presiden dan di sisi lain secara bersamaan mereka harus berjuang secara sendiri untuk merebut kursi legislatif. Pemilu serentak 2019 tak lepas dari isu politik identitas dan agama fenomena politisasi identitas dan agama juga diwarnai dengan merebut suara muslim, sebagai negara yang mayoritas penduduknya muslim berebut pada musim merupakan hal yang logis dan selalu terjadi dalam setiap pemilu.

Pemilu bukan hanya penanda suksesi kepemimpinan tapi juga merupakan koreksi atau evaluasi terhadap pemerintahan dan proses dependen demokrasi untuk meningkatkan kualitas demokrasi yang sehat dan bermartabat, sejak 1999 kinerja parabola tidak kunjung menghasilkan landasan atau platform politik nasional, dalam perkembangannya aktivitas parpol mewarnai pemerintahan dan parlemen perannya cenderung menguat dan berpengaruh signifikan terhadap peta politik Indonesia, lagi masa parpol gagal melaksanakan peran dan fungsinya dan cenderung menggunakan institusinya hanya untuk memperjuangkan kekuasaan dan kepentingannya sendiri, pengalaman dari pemilu ke pemilu menunjukkan bahwa permasalahan yang dihadapi relatif sama yaitu perilaku distortif melanggar hukum dan menghalalkan semua cara. Pemilu dalam masyarakat yang plural, pemilu serentak pada dasarnya merupakan upaya demokratis yang diharapkan dapat menjadikan legislatif eksekutif menjadi lebih akuntabel dihadapan rakyat sebagaimana tuntutan demokrasi ideal.
Pemilu dan politisasi birokrasi, sebagai bagian dari upaya untuk mewujudkan demokrasi yang substansial reformasi politik dan pemilu juga menuntut lahirnya reformasi birokrasi yang profesional terbebas dari pragmatisme dan kooptasi partai politik dan penguasa. Pemilu dalam konteks demokrasi tak lain dimaksudkan untuk menghasilkan pemerintahan yang efektif, sejak era reformasi masalah reformasi birokrasi dan demokrasi di Indonesia telah menjadi isu sentral dan pendapatan politik krusialnya isu reformasi birokrasi ini tidak dapat dilepaskan dari tuntutan rakyat yang semakin kuat agar birokrasi menjadi abdi rakyat adalah sudah diingkari bahwa kualitas birokrasi yang buruk menjadi salah satu sumber keterbelakangan Indonesia. Relasi beroperasi dan politik sebagaimana diuraikan menunjukkan kuatnya motif politik dalam birokrasi birokrasi bahkan bisa dijadikan kekuatan politik karena memiliki jaringan struktur hingga ke basis masyarakat, menguasai informasi yang memadai dan memiliki kewenangan eksekutif program dan anggaran. keberadaan birokrasi dapat dimanfaatkan untuk kepentingan publik tapi pada saat yang sama juga bisa digunakan untuk motif politik tertentu, hal ini membuat birokrasi cenderung menjadi alat untuk memperoleh dan mempertahankan kekuasaan.
Sebagai balasan Kiriman pertama

Re: FORUM JAWABAN POST TEST

oleh Adventinus Bernadianto 2213053165 -
Nama : Adventinus Bernadianto
NPM : 2213053165
Kelas : 2C

Analisis Jurnal

Konsolidasi demokrasi di Indonesia cenderung fluktuatif dan belum berjalan secara regular karena pilar-pilar pentingnya (pemilu, partai politik, civil society, media massa) belum berfungsi efektif dan belum maksimal. Sebagai pilar penting demokrasi, pemilu diperlukan untuk suksesi kepemimpinan dan mengoreksi kinerja pemerintahan. Pemilu juga mensyaratkan unsur kejujuran, keadilan, transparansi dan akuntabilitas.Tantangan pendalaman demokrasi semakin besar ketika kondisi sosial, ekonomi, politik dan hukum juga kurang memadai. Kondisi ini tidak hanya berpengaruh terhadap kualitas pemilu dan demokrasi, tapi juga stabilitas nasional. Apalagi ketika pemilu berlangsung di tengah keterbelahan sosial, menyeruaknya berita-berita sensasional di medsos, ujaran kebencian dan maraknya berita-berita hoax membuat hasil pemilu rentan dengan sengketa dan konflik.

Berkenaan dengan hal tersebut semua stakeholders terkait pemilu seperti partai politik, penyelenggara pemilu (KPU, Bawaslu, DKPP), pemerintah (pusat dan daerah) dan institusi penegak hukum perlu bersinergi secara profesional untuk memperbaiki kepercayaan publik terhadap hasil pilpres.Sejauh ini Indonesia mampu melaksanakan pemilu yang aman dan damai. Pemilu 2019 yang kompleks, dengan tingkat kerumitan yang cukup tinggi dan hasilnya yang dipersoalkan menjadi pelajaran yang sangat berharga. Pemilu yang berkualitas memerlukan parpol dan koalisi parpol yang juga berkualitas.
Sebagai balasan Kiriman pertama

Re: FORUM JAWABAN POST TEST

oleh Samsul maarif 2213053272 -
Nama : Samsul maarif
Npm 2213053272
Kelas 2C

Demokrasi adalah bentuk pemerintahan di mana kekuasaan dipegang oleh rakyat melalui pemilihan umum dan partisipasi dalam proses politik. Pemilihan umum adalah salah satu mekanisme utama demokrasi yang memungkinkan rakyat untuk memilih pemimpin mereka dan menentukan kebijakan publik.

Pemilu 2019 adalah pemilihan umum yang diadakan di Indonesia pada 17 April 2019. Pemilihan ini mencakup pemilihan presiden dan wakil presiden, serta pemilihan anggota parlemen di tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota. Secara umum, pemilu 2019 dapat dianggap sebagai indikator kesehatan demokrasi di Indonesia.

Dalam pemilu 2019, partisipasi masyarakat sangat tinggi, dengan tingkat partisipasi sekitar 80 persen. Hal ini menunjukkan bahwa rakyat Indonesia sangat bersemangat untuk terlibat dalam proses demokrasi dan memberikan suaranya untuk memilih pemimpin mereka. Selain itu, pemilu 2019 dianggap sebagai pemilu yang paling damai dan aman dalam sejarah Indonesia, dengan sedikit insiden kekerasan atau ketidakstabilan.

Namun, terdapat beberapa tantangan dalam pemilu 2019 yang perlu diperhatikan. Salah satunya adalah masalah keterlibatan uang dalam politik, di mana kandidat dengan dana paling banyak cenderung memiliki keuntungan dalam kampanye mereka. Selain itu, masih terdapat tantangan dalam mengatasi diskriminasi politik dan kekerasan yang ditujukan pada kelompok minoritas.

Secara keseluruhan, pemilu 2019 dapat dianggap sebagai indikator positif dari kesehatan demokrasi Indonesia. Namun, masih ada ruang untuk perbaikan dalam proses demokrasi, terutama dalam mengatasi tantangan seperti keterlibatan uang dalam politik dan diskriminasi politik