Pengumuman Vclass

PIH ANE (Kelas A)

PIH ANE (Kelas A)

by Ita Prihantika -
Number of replies: 33

Perpanjangan up load tugas via v-class hingga 1 Oktober 2015 PKL 09,00 WIB. Mahasiswa yang meng-upload tugas diluar jam tersebut dinyatakan tidak mengerjakan.

Terima kasih.

In reply to Ita Prihantika

Re: PIH ANE (Kelas A)

by Tyas Ajeng Martha Palupi -

Nama Kelompok:

  1.  Diantika Arum Legawati 1516041075
  2. Tyas Ajeng M.P 1516041099
  3. Wiwik S.S.A 1516041115
  4. Desta Rapanca 1516041065
  5. Farida Rahmawati 1516041015
  6. Sonia Gusti Mauliza 1516041125
  7. Voni Leorna 1516041073

                                   

 

Kaidah Hukum  Kaidah hukum meruakan segala peraturan yang ada yang telah dibuat secara resmi oleh pemegang kekuasaan , yang sifatnya mengikat setiap orang dan pemberlakuannya merupakan paksaan yang harus ditaati dan apabila telah terjadi pelanggaran akan dikenakan sanksi tertentu.

Kaidah hukum lahir dan hidup di lingkungan manusia sejak manusia tersebut dilahirkan, oleh karenanya kaidah hukum juga disebut dengan sikap lahir seseorang.

Kaidah hukum tidak mempersoalkan apakah sikap batin seseorang itu baik atau buruk, yang diperhatikannya adalah bagaimana perbuatan lahiriyah orang itu.

Sebagai contoh seseorang pria menikah dengan wanita sah dimata hukum dan agamanya akan tetapi terdapat niat buruk dari pria tersebut untik menguras harta wanitanya.

Coba cermatilah sekilas seseorang tersebut secara lahiriyah sudah memenuhi kaidah hukum akan tetapi batin pria terseput sangat buruk.

Jadi dapat dikatakan bahwa kaidah hukum merupakan suatu pedoman atau patokan sebagai perilaku lahiriyah dan batiniyah yang baik.

Kebiasaan yang sudah biasa dilakukan meskipun tidak tertulis akan dipatuhi masyarakat dan bagi yang melanggar akan dikenakan sanksi.

Menurut sifatnya kaidah hukum terbagi 2, yaitu :

hukum yang imperatif, maksudnya kaidah hukum itu bersifat a priori harus ditaati, bersifat mengikat dan memaksa.

hukum yang fakultatif maksudnya ialah hukum itu tidak secara apriori mengikat. Kaidah fakultatif bersifat sebagai pelengkap.

Ada 4 macam norma yaitu :

Norma Agama berisi tentang peraturan hidup , perintah-perintah, larangan-larangan dan anjuran-anjuran yang berasal dari Tuhan yang merupakan tuntunan hidup ke arah atau jalan yang benar.

Norma Kesusilaan adalah peraturan hidup yang dianggap sebagai suara hati. Peraturan ini berisi suara batin yang diakui oleh sebagian orang sebagai pedoman dalam sikap dan perbuatannya.

Norma Kesopanan adalah peraturan hidup yang muncul dari hubungan sosial antar individu. Tiap golongan masyarakat tertentu dapat menetapkan peraturan tertentu mengenai kesopanan.

Norma Hukum adalah peraturan-peraturan hidup yang diakui oleh negara dan harus dilaksanakan di tiap-tiap daerah dalam negara tersebut. Dapat diartikan bahwa norma hukum ini mengikat tiap warganegara dalam wilayah negara tersebut

 

 

In reply to Ita Prihantika

Re: PIH ANE (Kelas A)

by farida rahmawati -
Nama Kelompok: 1. Diantika Arum Legawati 1516041075 2. Tyas Ajeng M.P 1516041099 3. Wiwik S.S.A 1516041115 4. Desta Rapanca 1516041065 5. Farida Rahmawati 1516041015 6. Sonia Gusti Mauliza 1516041125 7. Voni Leorna 1516041073 Kaidah Hukum~ Kaidah hukum meruakan segala peraturan yang ada yang telah dibuat secara resmi oleh pemegang kekuasaan , yang sifatnya mengikat setiap orang dan pemberlakuannya merupakan paksaan yang harus ditaati dan apabila telah terjadi pelanggaran akan dikenakan sanksi tertentu. Kaidah hukum lahir dan hidup di lingkungan manusia sejak manusia tersebut dilahirkan, oleh karenanya kaidah hukum juga disebut dengan sikap lahir seseorang. Kaidah hukum tidak mempersoalkan apakah sikap batin seseorang itu baik atau buruk, yang diperhatikannya adalah bagaimana perbuatan lahiriyah orang itu. Sebagai contoh seseorang pria menikah dengan wanita sah dimata hukum dan agamanya akan tetapi terdapat niat buruk dari pria tersebut untik menguras harta wanitanya. Coba cermatilah sekilas seseorang tersebut secara lahiriyah sudah memenuhi kaidah hukum akan tetapi batin pria terseput sangat buruk. Jadi dapat dikatakan bahwa kaidah hukum merupakan suatu pedoman atau patokan sebagai perilaku lahiriyah dan batiniyah yang baik. Kebiasaan yang sudah biasa dilakukan meskipun tidak tertulis akan dipatuhi masyarakat dan bagi yang melanggar akan dikenakan sanksi. Menurut sifatnya kaidah hukum terbagi 2, yaitu : hukum yang imperatif, maksudnya kaidah hukum itu bersifat a priori harus ditaati, bersifat mengikat dan memaksa. hukum yang fakultatif maksudnya ialah hukum itu tidak secara apriori mengikat. Kaidah fakultatif bersifat sebagai pelengkap. Ada 4 macam norma yaitu : Norma Agama berisi tentang peraturan hidup , perintah-perintah, larangan-larangan dan anjuran-anjuran yang berasal dari Tuhan yang merupakan tuntunan hidup ke arah atau jalan yang benar. Norma Kesusilaan adalah peraturan hidup yang dianggap sebagai suara hati. Peraturan ini berisi suara batin yang diakui oleh sebagian orang sebagai pedoman dalam sikap dan perbuatannya. Norma Kesopanan adalah peraturan hidup yang muncul dari hubungan sosial antar individu. Tiap golongan masyarakat tertentu dapat menetapkan peraturan tertentu mengenai kesopanan. Norma Hukum adalah peraturan-peraturan hidup yang diakui oleh negara dan harus dilaksanakan di tiap-tiap daerah dalam negara tersebut. Dapat diartikan bahwa norma hukum ini mengikat tiap warganegara dalam wilayah negara tersebut
In reply to Ita Prihantika

Re: PIH ANE (Kelas A)

by Dwi Yan Alfino -

pengertian hukum adalah keseluruhan norma oleh pemguasa masyarakat yag berwenang menetapkan hukum.

fungsi hukum:

1.sebagai perlindungan: hukum melindungi masyarakat dari ancama bahaya

2. fugsi keadilan: huukum sebagai penajaga, pelindung dan memberikan keadilan bagi manusia

3.dalam pembangunan: hukm digaka sebagai acuan tujuan negara

 

In reply to Ita Prihantika

Re: PIH ANE (Kelas A)

by Nila Arsita -

 

TUGAS PENGANTAR ILMU HUKUM

KELOMPOK 9

 

 

 
   

 

 

 

 

 

 

 

 

 

            Nama Kelompok :

  1. 1.      Ana Zaskia Anwar (1516041105)
  2. 2.      Bestha Lady (1516041101)
  3. 3.      Elma Sismi (1516041041)
  4. 4.      Etika Bayu Pratiwi (1516041031)
  5. 5.      Evi Okta Mayasari (1516041033)
  6. 6.      Nila Arsita (1516041013)

 

 

 

                                                   1. PENDAHULUAN

Dalam Pergaulan hidup manusia diatur oleh berbagai macam kaidah (Norma), yang tujuannya untuk menciptakan kehidupan yang lebih aman dan tertib. Pergaulan hidup manusia dapat mempengaruhi pola – pola berpikir manusia dan akan disalurkan dengan sifat dan karakter yang negative maupun positif. Kaidah disini difungsikan sebagai aturan untuk memberikan arahan dalam pergaulan hidup manusia yang diklasifikasikan dalam kaidah – kaidah kepercayaan dan kaidah – kaidah kesusilaan. Kaidah kepercayaan ditujukan untuk mencapai kehidupan yang beriman, sedangkan kaidah kesusilaan sendiri bertujuan agar manusia hidup berakhlak/ mempunyai hati nurani yang bersih. Dalam sosiologi hukum, kaidah yang didukung oleh kekuasaan pusat diterapkan dalam bentuk hukum, namun terdapat pertentangan diantara para ahli hukum dimana terdapat perbedaan dari sumber sanksinya dan pelaksanaanya.

Walaupun terdapat perbedaan namun inti dari sistem hukum sendiri sebenarnya terletak pada kesatuan aturan primer dan aturan sekunder. Aturan primer hanya merupaka ketentuan – ketentuan informal tetapi kehidupan manusia terus berkembang dan semakin kompleks sehingga kosekwensinya dapat menjadikan aturan primer tersebut menjadi pudar dan disini peraturan sekunder menjadi peran yang sangat penting yang hal ini dapat dilihat bahwa aturan sekunder meruapak rules of recognition, rules of change, dan rules of adjudication. Adalah hal yang sulit dalam membedakan antara hukum dan kaidah – kaidah secara tegas, namun terdapat cirri – cirri khusus di dalam hukum dimana hukum bertindak sebagai alat kekuasaan pusat untuk menciptakan keseimbangan didalam kehidupan bernegara. Sekiranya semua hal ini dapat dipahami bahwa hukum digunakan untuk tujuan perdamaian.

Dalam makalah ini akan lebih ditekankan tentang pembahasan masalah kaidah social karena kaidah social merupakan sebuah kaidah yang sangat erat dengan kehidupan masyarakat karena kaidah social berasal dari kebiasaan masyarakat.

2. PERMASALAHAN

  1. Apa pengertian kaidah sosial?
  2. Apa Fungsi dan Peran Kaidah Sosial Dalam Kehidupan Bermasyarakat?
  3. Apa konstribusi kaidah sosial dalam penciptaan hukum nasional?
  4. Apa contoh kaidah sosial yang dirubah menjadi hukum nasional?

3. PEMBAHASAN

3.1. Kaidah Sosial
Dalam sistem hukum yang berlaku di Indonesia pada saat ini, ada empat jenis kaidah sosial, yaitu;
1. Kaidah agama
Kaidah agama merupakan aturan-aturan yang berisi perintah maupun larangan yang besumber pada kitab suci masing-masing agama. Misalnya saja, bagi umat Islam, kaidah agama bersumber pada Al-Qur’an, atau injilyang menjadi sumber kaidah agama bagi yang memeluk agama Kristen.
Kaidah agama bukanlah kaidah yang bersifat mengikat kepada seluruh warga Negara Indonesia, kaidah ini tergantung pada agama apa yang dianut oleh warga tersebut. Oleh karenanya kaidah agama Islam tidak dapat diterapkan kepada individu atau masyarakat yang beragama Kristen, ataupun sebaliknya.

2. Kaidah kesusilaan
Kaidah kesusilaan adalah suatu keadaan dimana manusia secara naluriah dapat mengetahui dan membedakan tindakan yang baik dan tindakan yang buruk, hal itu dikarenakan kaidah kesusilaan bersumber dari naluri manusia tersebut.
Naluri manusia yang demikian itu menjadikannya aturan-aturan tersendiri dalam berperilaku, khususnya dalam menjaga diri dari tindakan-tindakan burukyang dapat merugikan diri sendiri.

3. Kaidah kesopanan
Kaidah kesopanan ialah aturan-aturan dalam bertingkah laku di dalam kehidupan bermasyarakat. Kaidah ini berisikan perintah maupun larangan untuk agar ketertiban dalam masyarakat tetap terjaga, baik itu berupa keamananmaupun kenyamanan.
Sopan santun merupakan salah satu sikap yang diperlukan seseorang untuk dapat diterima dengan baik oleh masyarakatnya, di samping sikap-sikap yang nebjadi syarat lainnya.

4. Kaidah Kebiasaan.
Kaidah kebiasaan merupakan aturan-aturan yang terbentuk oleh suatu kebiasaan di dalam masyarakat. Kebiasaan-kebiasaan tersebut membutuhkan waktu yang lama serta kontinuitas dalam pelaksanaannya sebelum menjadi kaidah.
Hukum adat merupakan bagian dari kaidah kebiasaan, oleh karenanya kaidah kebiasaan menjadi kaidah yang paling beragam seiring dengan beragamnya adat dan kebudayaan yang ada di Indonesia.

A. Perbedaan dalam kaidah-kaidah sosial

Sebelum mengetahui tentang perbedaan di antara kaidah-kaidah sosial, ada baiknya kita mengetahui tentang persamaan di antara kaidah-kaidah itu, yaitu semua kaidah-kaidah sosial sama-sama berisikan tentang aturanyang dimana di dalamnya berisikan tentang perintah dan larangan. Lalu sanksi yang timbul tidak jelas atau abstrak.
Ada beberapa perbedaan yang cukup signifikan diantara kaidah-kaidah sosial yang berlaku di Indonesia, dua diantaranya;
1. Sumber kaidah:

- kaidah agama bersumber kepada kitab suci.
- kaidah kesusilaan bersumber kepada hati nurani.
- kaidah kesopanan bersumber kepada masyarakat.
- kaidah kebiasaan bersumber kepada kebiasaan maupun adat istiadat.

2. Sanksi:

- kaidah agama memiliki sanksi dosa.
- kaidah kesusilaan memiliki sanksi ketenangan jiwa yang terganggu.
- kaidah kesopanan memiliki sanksi citra buruk di masyarakat.
- kaidah kebiasaan memiliki sanksi beragam, tergantung pada adatnya.

Walaupun berbeda, kaidah sosial merupakan suatu bagian yang utuh dalam sistem hukum yang berlaku di Indonesia.

B. Fungsi dan Peran Kaidah Sosial Dalam Kehidupan Bermasyarakat

Fungsi dan peran kaidah sosial di dalam kehidupan bermasyarakat adalah sesuai dengan PP No.25 tahun 2000, yaitu aturan atau ketentuan yang menjadi pedoman masyarakat tersebut dalam melaksanakan setiap kegiatannya. Diharapkan dengan adanya kaidah sosial ini kehidupan masyarakat dapat berjalan dengan tertib.
Kaidah sosial menjadi aturan hukum lain disamping hukum nasional yang berupa hukum perdata, hukum pidana, ataupun aturan-aturan hukum yang lainnya, dengan harapan dapat melengkapi ataupun menjadi hukum yang lebih jelas bagi kalangan tertentu.

C. Konstribusi kaidah sosial/ hukum adat dalam hukum nasional.

Konstribusi kaidah sosial/ hukum adat dalam hukum nasional adalah sebagai hukum yang mencerminkan kepribadian/ jiwa sebuah bangsa[1][1]. Kaidah sosial yang tidak menghambat tercapainya masyarakat sosialis pancasila yang dari dulu sampai sekarang menjadi pengatur- pengatur hidup bermasyarakat kita, harus menjadi dasar- dasar elemen, unsur- unsur, hukum yang kita masukan dalam hukum nasional kita yang baru.

Profesor soepomo dalam pidato Dies Natalis di UGM pada tgl 17 maret 1947 menegaskan sebagai berikut:

Ø Bahwa dalam lapangan hidup kekeluargaan, hukum adat masih akan menguasai masyarakat Indonesia.

Ø Bahwa hukum pidana dari suatu negara wajib sesuai dengan corak dan sifat- sifat bangsanya atau masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu, maka hukum adat pidana akan memberi bahan- bahan yang sangat berharga dalam pembentukan KUHP pidana baru untuk negara kita.

Ø Bahwa hukum adat sebagai hukum kebiasaan yang tak tertulis akan tetap emnjadi sumber hukum baru dalam hal- hal yang belum atau tidak ditetapkan oleh undang- undang.[2][2]

Dari berbagai uraian tersebut maka sungguh vital peranan hukum ada/ kaidah sosial dalam merumuskan hukum nasional sebuah negara. Karena jika hukum sebuah negara tidak sesuai dengan sifat atau karakter suatu bangsa maka akan sangat sulit hukum itu bisa dijalankan. Sebagai contoh adalah ketika hukum syari’at Islam di terapkan di Indonesia maka akan sangat sukit itu bisa berjalan. Karena masyarakat Indonesia bukanlah sluruhnya beragama Islam, selain itu dari segi sosio- historisnya masyarakat Indonesia erupakan masyarakat yang kental dengan corak budaya hindu dan budha.

3.2. Contoh Kaidah Sosial Yang Dijadikan Sebagai Hukum Nasional

A. Larangan merokok di tempat umum dan bagi anak- anak.

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menggagas perlunya suatu Undang-undang (UU) menyangkut larangan merokok bagi anak-anak karena peredaran rokok di Indonesia semakin tidak terkendali.
"Para perokok pemula semakin berusia muda," kata Sekretaris KPAI Hadi Supeno di Magelang, Sabtu
Pada Tahun 1970, katanya, perokok pemula berusia 15 tahun, tahun 2004 berusia tujuh tahun sedangkan sekarang berusia antara 5 tahun hingga 9 tahun.
Ia mengatakan, hingga saat ini Indonesia merupakan satu-satunya negara anggota Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) di Asia yang belum meratifikasi "Framework on Tobacco Control".
Pada Tahun 1993, katanya, sebanyak 192 negara anggota WHO menetapkan konvensi pengendalian tembakau. Hingga saat ini sebanyak 137 negara telah meratifikasinya sedangkan lainnya termasuk Indonesia belum meratifikasi.
"Akibatnya peredaran rokok di Indonesia tidak terkendali, dan itu berbahaya bagi anak-anak," katanya.
Ia mengatakan, hasil penelitian KPAI perokok aktif di Indonesia sekitar 141,4 juta orang sedangkan jumlah penduduk Indonesia sekitar 220 juta orang. Cina dengan penduduk sekitar 1,2 miliar jiwa, perokoknya sekitar 300 juta.

Ia mengatakan, sekitar 80 persen dari total perokok Indonesia itu warga miskin dengan penghasilan sekitar Rp20 ribu per hari.
Sebanyak 2.846 tayangan di semua stasiun televisi di Indonesia selama 1 tahun, katanya, disponsori rokok, sedangkan 1.350 kegiatan nasional juga disponsori rokok.
Total produksi rokok pada tahun 1970 sekitar 33 miliar batang sedangkan tahun 2006 sekitar 230 miliar batang.
"Akibatnya sekitar 43 juta anak usia hingga 18 tahun terancam penyakit mematikan," katanya.
Ia menyatakan pentingnya pemerintah menekan perokok guna mencegah pengaruh buruk rokok bagi anak-anak.
Negara-negara maju seperti, Jepang, Inggris, dan Amerika Serikat berhasil menekan angka perokok secara signifikan. Tetapi di Indonesia justru mengalami peningkatan pesat.
Menurut dia, kebijakan pemerintah tidak mampu mengendalikan peredaran rokok karena rokok menjadi sumber pembiayaan pembangunan. Tahun 2007 cukai rokok mencapai sekitar Rp57 triliun.
Selain itu, katanya, Kementerian Perindustrian menjadikan rokok sebagai industri utama yang menyangga industri nasional, bahkan akan terus dikembangkan hingga Tahun 2020.
"Seharusnya jangan produksi rokok yang dinaikan tetapi cukai rokok yang dinaikan sehingga rokok menjadi barang mahal dan tidak bisa dicapai anak-anak," katanya.
Pemerintah, katanya, juga harus segera meratifikasi konvensi pengendilan tembakau karena di dalamnya mengatur larangan iklan rokok.
Ia juga mengatakan, rancangan amandeman undang-undang tentang kesehatan yang dalam pembahasan saat ini antara lain mengatur larangan rokok bagi anak-anak.
"Merokok bagi anak mengganggu pertumbuhan jaringan tubuhnya," katanya.
Hingga saat ini KPAI melakukan survei tentang rokok, menggalang kerjasama dengan lembaga swadaya masyarakat antirokok, melakukan lobi dengan berbagai pihak terkait, serta menggalang aliansi dengan pemangku kepentingan atas larangan merokok bagi anak, kata Hadi Supeno.

Jadi dari kutipan diatas dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa merokok lebih banyak bahayanya dari pada manfaatnya. Sehingga sekarang telah diterbitkan undang- undang yang melarang untuk merokok ditempat umum dan bagi anak- anak kecil. Sebagai contoh adalah kejadian di Surabaya dimana seorang penumpang para pemilik jasa angkutan umum dipaksa oleh pemda agar memaksa turun orang/ penumpang yang merokok didalam bis (http://www.tempointeraktif.com/hg/nusa/2009/10/22/brk,20091022-203923,id.html) sedangkan sebenarnya merokok adalah bukan sebuah larangan akan tetapi kalau menurut kaidah social merokok di tempat umum dan anak- anak kecil yang merokok itu kurang etis sehingga terkesan tidak baik akan tetapi sekarang kaidah social tersebut telah diubah menjadi peraturan dalam hukum nasional.

B. Larangan meminta- minta

Pengemis sering kali kita jumpai di beberapa jalan di ibu kota atau daerah- daerah lainnya akan tetapi sekarang telah dikeluarkan undang- undang tentang larangan memberi apapun kepada para pengemis dengan alas an tidak mendidik dan sebagainya sebagaimana Dikutip dari republika.co.id dan beberapa sumber lainnya,baru – baru ini terdapat berita yang mengejutkan, Bersadarkan Peraturan Daerah (Perda) Provinsi DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum, pada pasal 40 huruf c disebutkan setiap orang atau badan dilarang memberikan sejumlah uang atau barang kepada pengemis, pengamen, dan pengelap mobil. Berikut ini adalah kutipannya di pasal 40, yang menjerat pemberi sedekah.
Setiap orang atau badan dilarang
a. Menjadi pengemis, pengamen, pedagang asongan, dan pengelap mobil.
b. Menyuruh orang lain untuk menjadi pengemis, pengamen, pedagang asongan, dan pengelap mobil.
c. membeli kepada pedagang asongan atau memberikan sejumlah uang atau barang kepada pengemis, pengamen, dan pengelap mobil.
Sedangkan ketentuan pidananya tercantum di Pasal 61.
Setiap orang atau badan yang melanggar ketentuan Pasal 2 ayat (1), ayat (2), ayat (3), Pasal 3 huruf i, Pasal 4 ayat (2), Pasal 5 huruf a, Pasal 1 ayat (1), Pasal 8, Pasal 9, Pasal 11 ayat (2), Pasal 12 huruf a, huruf e, huruf h, Pasal 14 ayat (1), ayat (2), Pasal 17 ayat (2), ayat (3), Pasal 19 huruf b, Pasal 21 huruf a, huruf b, huruf c, Pasal 25 ayat (2), ayat (3), Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), Pasal 28 ayat (2), Pasal 29 ayat (3), Pasal 31 ayat (1), Pasal 38 huruf a, huruf b, Pasal 39 ayat (1), Pasal 40 huruf a, huruf c, Pasal 51, Pasal 54 ayat (2) dan Pasal 57 dikenakan ancaman pidana kurungan paling singkat 10 (sepuluh) hari dan paling lama 60 (enam puluh) hari atau denda paling sedikit Rp. 100.000,- (Seratus Ribu Rupiah) dan paling banyak Rp. 20.000.000,- (Dua Puluh Juta Rupiah). Dalam hal ini sama juga dengan permasalahan dalam rokok. Mengemis atau mengamen sebenarnya bukan lah pekerjaan yang melanggar hokum, akan tetapi dengan berjalannya waktu demi keteriban bersama akhirnya diberlakukan larangan memberi pengamen atau pengemis dalam hokum nasional.

C. larangan membuang sampah disembarang tempat

Pasal 25 UU Pengelolaan Sampah menyebutkan, masyarakat dapat memperoleh kompensasi dari pemerintah jika mengalami kerugian akibat pengelolaan sampah yang buruk. Bentuk kompensasi dapat berupa direlokasi, pemulihan lingkungan, serta biaya kesehatan dan pengobatan.

UU Pengelolaan Sampah juga mengatur larangan membuang sampah sembarangan. Warga masyarakat yang melanggar dapat dikenai hukuman pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 9 tahun. "Sejak diberlakukannya UU ini, masyarakat tidak boleh membuang sampah sembarangan. Ada hukumannya," kata Wakil Ketua Panitia Khusus RUU Pengelola Sampah, Syamsul Bachri, Rabu (8/4).

UU tersebut juga mewajibkan setiap pelaku usaha meminimalkan pengunaan bahan baku yang menghasilkan sampah. Pelaku usaha agar sedapat mungkin menggunakan bahan baku yang sampahnya dapat didaur ulang atau mudah diurai oleh alam.

Selain itu, UU Pengelolaan Sampah melarang pembuangan sampah di tempat terbuka. UU ini mewajibkan pengelola sampah membuang sampah di tempat pembuangan terakhir. Hal ini termasuk pelayanan pengelolaan sampah terhadap masyarakat.

4. KESIMPULAN

Dari semua penjelasan diatas kita dapat menyimpulkan bahwa banyak sekali- aturan- aturan, norma- norma ataupun kaidah- kaidah yang dapat dijadikan sebagai seumber dari hukum nasional. Karena bagaimanapun semua aturan atau hukum nasional berasal dari kebiasaan masyarakat.

Dan sebuah hukum suatu negara tidaklah dapat berjalan apabila tidak sesuai dengan karakter dan sifat- sifat masyarakat dari suatu negara tersebut, karena dalam hal ini masyarakat merupakan objek dari hukum tersebut.

Disamping itu ada beberapa hukum adat / kaidah sosial yang telah benar- benar disahkan oleh pemerintah menjadi sebuah hukum tetulis di Negara Indonesia.

Diantaranya adalah larangan mengenai maslah rokok, untuk saat ini pemerintah telah menetapkan pasal akan larangan merokok di tempat umum dan bagi anak- anak.

Selain itu tentang masalah peminta- minta yang sering kita jumpai dijalan- jalan, beberapa perda saat ini telah mengesahkan bahwa dilarang memberi peminta- minta dijalanan.

Begitu juga dengan masalah sampah, pemerintah telah mengeluarkan hukum tertulis mengenai pengelolaan sampah.

Akan tetapi semua itu tidaklah bisa berjalan apabila kita sebgai masyarakat yang menjdi subyek hukum tersebut tidak mematuhi hukum- hukum tersebut. Kesadaran akan hukum sangat diperlukan dalam melancarkan proses penegakan hukum di Indonesia, demi mewujudkan ketertiban dan kenyamanan bersama.

 

  1. DAFTAR PUSTAKA

Mertokusumo, sudikno. Mengenal Hukum.penerbit Lyberti .Jogjakarta.2002

Wignjodipuro, surojo. Pengantar dan asas- asas hukum adat.gunung agung. Jakarta 1967.

http://www.indoskripsi.com

http://www.wikipedia.com

http://www.google.com

 



 

 

In reply to Nila Arsita

Re: PIH ANE (Kelas A)

by Onisa Nainggolan -

TUGAS PENGANTAR ILMU HUKUM

KELOMPOK 9

 

 

 
   

 

 

 

 

 

 

 

 

 

            Nama Kelompok :

  1. 1.      Ana Zaskia Anwar (1516041105)
  2. 2.      Bestha Lady (1516041101)
  3. 3.      Elma Sismi (1516041041)
  4. 4.      Etika Bayu Pratiwi (1516041031)
  5. 5.      Evi Okta Mayasari (1516041033)
  6. 6.      Nila Arsita (1516041013)
  7. 7.      Onisa Nainggolan (1516041107)

 

 

 

                                                   1. PENDAHULUAN

Dalam Pergaulan hidup manusia diatur oleh berbagai macam kaidah (Norma), yang tujuannya untuk menciptakan kehidupan yang lebih aman dan tertib. Pergaulan hidup manusia dapat mempengaruhi pola – pola berpikir manusia dan akan disalurkan dengan sifat dan karakter yang negative maupun positif. Kaidah disini difungsikan sebagai aturan untuk memberikan arahan dalam pergaulan hidup manusia yang diklasifikasikan dalam kaidah – kaidah kepercayaan dan kaidah – kaidah kesusilaan. Kaidah kepercayaan ditujukan untuk mencapai kehidupan yang beriman, sedangkan kaidah kesusilaan sendiri bertujuan agar manusia hidup berakhlak/ mempunyai hati nurani yang bersih. Dalam sosiologi hukum, kaidah yang didukung oleh kekuasaan pusat diterapkan dalam bentuk hukum, namun terdapat pertentangan diantara para ahli hukum dimana terdapat perbedaan dari sumber sanksinya dan pelaksanaanya.

Walaupun terdapat perbedaan namun inti dari sistem hukum sendiri sebenarnya terletak pada kesatuan aturan primer dan aturan sekunder. Aturan primer hanya merupaka ketentuan – ketentuan informal tetapi kehidupan manusia terus berkembang dan semakin kompleks sehingga kosekwensinya dapat menjadikan aturan primer tersebut menjadi pudar dan disini peraturan sekunder menjadi peran yang sangat penting yang hal ini dapat dilihat bahwa aturan sekunder meruapak rules of recognition, rules of change, dan rules of adjudication. Adalah hal yang sulit dalam membedakan antara hukum dan kaidah – kaidah secara tegas, namun terdapat cirri – cirri khusus di dalam hukum dimana hukum bertindak sebagai alat kekuasaan pusat untuk menciptakan keseimbangan didalam kehidupan bernegara. Sekiranya semua hal ini dapat dipahami bahwa hukum digunakan untuk tujuan perdamaian.

Dalam makalah ini akan lebih ditekankan tentang pembahasan masalah kaidah social karena kaidah social merupakan sebuah kaidah yang sangat erat dengan kehidupan masyarakat karena kaidah social berasal dari kebiasaan masyarakat.

2. PERMASALAHAN

  1. Apa pengertian kaidah sosial?
  2. Apa Fungsi dan Peran Kaidah Sosial Dalam Kehidupan Bermasyarakat?
  3. Apa konstribusi kaidah sosial dalam penciptaan hukum nasional?
  4. Apa contoh kaidah sosial yang dirubah menjadi hukum nasional?

3. PEMBAHASAN

3.1. Kaidah Sosial
Dalam sistem hukum yang berlaku di Indonesia pada saat ini, ada empat jenis kaidah sosial, yaitu;
1. Kaidah agama
Kaidah agama merupakan aturan-aturan yang berisi perintah maupun larangan yang besumber pada kitab suci masing-masing agama. Misalnya saja, bagi umat Islam, kaidah agama bersumber pada Al-Qur’an, atau injilyang menjadi sumber kaidah agama bagi yang memeluk agama Kristen.
Kaidah agama bukanlah kaidah yang bersifat mengikat kepada seluruh warga Negara Indonesia, kaidah ini tergantung pada agama apa yang dianut oleh warga tersebut. Oleh karenanya kaidah agama Islam tidak dapat diterapkan kepada individu atau masyarakat yang beragama Kristen, ataupun sebaliknya.

2. Kaidah kesusilaan
Kaidah kesusilaan adalah suatu keadaan dimana manusia secara naluriah dapat mengetahui dan membedakan tindakan yang baik dan tindakan yang buruk, hal itu dikarenakan kaidah kesusilaan bersumber dari naluri manusia tersebut.
Naluri manusia yang demikian itu menjadikannya aturan-aturan tersendiri dalam berperilaku, khususnya dalam menjaga diri dari tindakan-tindakan burukyang dapat merugikan diri sendiri.

3. Kaidah kesopanan
Kaidah kesopanan ialah aturan-aturan dalam bertingkah laku di dalam kehidupan bermasyarakat. Kaidah ini berisikan perintah maupun larangan untuk agar ketertiban dalam masyarakat tetap terjaga, baik itu berupa keamananmaupun kenyamanan.
Sopan santun merupakan salah satu sikap yang diperlukan seseorang untuk dapat diterima dengan baik oleh masyarakatnya, di samping sikap-sikap yang nebjadi syarat lainnya.

4. Kaidah Kebiasaan.
Kaidah kebiasaan merupakan aturan-aturan yang terbentuk oleh suatu kebiasaan di dalam masyarakat. Kebiasaan-kebiasaan tersebut membutuhkan waktu yang lama serta kontinuitas dalam pelaksanaannya sebelum menjadi kaidah.
Hukum adat merupakan bagian dari kaidah kebiasaan, oleh karenanya kaidah kebiasaan menjadi kaidah yang paling beragam seiring dengan beragamnya adat dan kebudayaan yang ada di Indonesia.

A. Perbedaan dalam kaidah-kaidah sosial

Sebelum mengetahui tentang perbedaan di antara kaidah-kaidah sosial, ada baiknya kita mengetahui tentang persamaan di antara kaidah-kaidah itu, yaitu semua kaidah-kaidah sosial sama-sama berisikan tentang aturanyang dimana di dalamnya berisikan tentang perintah dan larangan. Lalu sanksi yang timbul tidak jelas atau abstrak.
Ada beberapa perbedaan yang cukup signifikan diantara kaidah-kaidah sosial yang berlaku di Indonesia, dua diantaranya;
1. Sumber kaidah:

- kaidah agama bersumber kepada kitab suci.
- kaidah kesusilaan bersumber kepada hati nurani.
- kaidah kesopanan bersumber kepada masyarakat.
- kaidah kebiasaan bersumber kepada kebiasaan maupun adat istiadat.

2. Sanksi:

- kaidah agama memiliki sanksi dosa.
- kaidah kesusilaan memiliki sanksi ketenangan jiwa yang terganggu.
- kaidah kesopanan memiliki sanksi citra buruk di masyarakat.
- kaidah kebiasaan memiliki sanksi beragam, tergantung pada adatnya.

Walaupun berbeda, kaidah sosial merupakan suatu bagian yang utuh dalam sistem hukum yang berlaku di Indonesia.

B. Fungsi dan Peran Kaidah Sosial Dalam Kehidupan Bermasyarakat

Fungsi dan peran kaidah sosial di dalam kehidupan bermasyarakat adalah sesuai dengan PP No.25 tahun 2000, yaitu aturan atau ketentuan yang menjadi pedoman masyarakat tersebut dalam melaksanakan setiap kegiatannya. Diharapkan dengan adanya kaidah sosial ini kehidupan masyarakat dapat berjalan dengan tertib.
Kaidah sosial menjadi aturan hukum lain disamping hukum nasional yang berupa hukum perdata, hukum pidana, ataupun aturan-aturan hukum yang lainnya, dengan harapan dapat melengkapi ataupun menjadi hukum yang lebih jelas bagi kalangan tertentu.

C. Konstribusi kaidah sosial/ hukum adat dalam hukum nasional.

Konstribusi kaidah sosial/ hukum adat dalam hukum nasional adalah sebagai hukum yang mencerminkan kepribadian/ jiwa sebuah bangsa[1][1]. Kaidah sosial yang tidak menghambat tercapainya masyarakat sosialis pancasila yang dari dulu sampai sekarang menjadi pengatur- pengatur hidup bermasyarakat kita, harus menjadi dasar- dasar elemen, unsur- unsur, hukum yang kita masukan dalam hukum nasional kita yang baru.

Profesor soepomo dalam pidato Dies Natalis di UGM pada tgl 17 maret 1947 menegaskan sebagai berikut:

Ø Bahwa dalam lapangan hidup kekeluargaan, hukum adat masih akan menguasai masyarakat Indonesia.

Ø Bahwa hukum pidana dari suatu negara wajib sesuai dengan corak dan sifat- sifat bangsanya atau masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu, maka hukum adat pidana akan memberi bahan- bahan yang sangat berharga dalam pembentukan KUHP pidana baru untuk negara kita.

Ø Bahwa hukum adat sebagai hukum kebiasaan yang tak tertulis akan tetap emnjadi sumber hukum baru dalam hal- hal yang belum atau tidak ditetapkan oleh undang- undang.[2][2]

Dari berbagai uraian tersebut maka sungguh vital peranan hukum ada/ kaidah sosial dalam merumuskan hukum nasional sebuah negara. Karena jika hukum sebuah negara tidak sesuai dengan sifat atau karakter suatu bangsa maka akan sangat sulit hukum itu bisa dijalankan. Sebagai contoh adalah ketika hukum syari’at Islam di terapkan di Indonesia maka akan sangat sukit itu bisa berjalan. Karena masyarakat Indonesia bukanlah sluruhnya beragama Islam, selain itu dari segi sosio- historisnya masyarakat Indonesia erupakan masyarakat yang kental dengan corak budaya hindu dan budha.

3.2. Contoh Kaidah Sosial Yang Dijadikan Sebagai Hukum Nasional

A. Larangan merokok di tempat umum dan bagi anak- anak.

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menggagas perlunya suatu Undang-undang (UU) menyangkut larangan merokok bagi anak-anak karena peredaran rokok di Indonesia semakin tidak terkendali.
"Para perokok pemula semakin berusia muda," kata Sekretaris KPAI Hadi Supeno di Magelang, Sabtu
Pada Tahun 1970, katanya, perokok pemula berusia 15 tahun, tahun 2004 berusia tujuh tahun sedangkan sekarang berusia antara 5 tahun hingga 9 tahun.
Ia mengatakan, hingga saat ini Indonesia merupakan satu-satunya negara anggota Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) di Asia yang belum meratifikasi "Framework on Tobacco Control".
Pada Tahun 1993, katanya, sebanyak 192 negara anggota WHO menetapkan konvensi pengendalian tembakau. Hingga saat ini sebanyak 137 negara telah meratifikasinya sedangkan lainnya termasuk Indonesia belum meratifikasi.
"Akibatnya peredaran rokok di Indonesia tidak terkendali, dan itu berbahaya bagi anak-anak," katanya.
Ia mengatakan, hasil penelitian KPAI perokok aktif di Indonesia sekitar 141,4 juta orang sedangkan jumlah penduduk Indonesia sekitar 220 juta orang. Cina dengan penduduk sekitar 1,2 miliar jiwa, perokoknya sekitar 300 juta.

Ia mengatakan, sekitar 80 persen dari total perokok Indonesia itu warga miskin dengan penghasilan sekitar Rp20 ribu per hari.
Sebanyak 2.846 tayangan di semua stasiun televisi di Indonesia selama 1 tahun, katanya, disponsori rokok, sedangkan 1.350 kegiatan nasional juga disponsori rokok.
Total produksi rokok pada tahun 1970 sekitar 33 miliar batang sedangkan tahun 2006 sekitar 230 miliar batang.
"Akibatnya sekitar 43 juta anak usia hingga 18 tahun terancam penyakit mematikan," katanya.
Ia menyatakan pentingnya pemerintah menekan perokok guna mencegah pengaruh buruk rokok bagi anak-anak.
Negara-negara maju seperti, Jepang, Inggris, dan Amerika Serikat berhasil menekan angka perokok secara signifikan. Tetapi di Indonesia justru mengalami peningkatan pesat.
Menurut dia, kebijakan pemerintah tidak mampu mengendalikan peredaran rokok karena rokok menjadi sumber pembiayaan pembangunan. Tahun 2007 cukai rokok mencapai sekitar Rp57 triliun.
Selain itu, katanya, Kementerian Perindustrian menjadikan rokok sebagai industri utama yang menyangga industri nasional, bahkan akan terus dikembangkan hingga Tahun 2020.
"Seharusnya jangan produksi rokok yang dinaikan tetapi cukai rokok yang dinaikan sehingga rokok menjadi barang mahal dan tidak bisa dicapai anak-anak," katanya.
Pemerintah, katanya, juga harus segera meratifikasi konvensi pengendilan tembakau karena di dalamnya mengatur larangan iklan rokok.
Ia juga mengatakan, rancangan amandeman undang-undang tentang kesehatan yang dalam pembahasan saat ini antara lain mengatur larangan rokok bagi anak-anak.
"Merokok bagi anak mengganggu pertumbuhan jaringan tubuhnya," katanya.
Hingga saat ini KPAI melakukan survei tentang rokok, menggalang kerjasama dengan lembaga swadaya masyarakat antirokok, melakukan lobi dengan berbagai pihak terkait, serta menggalang aliansi dengan pemangku kepentingan atas larangan merokok bagi anak, kata Hadi Supeno.

Jadi dari kutipan diatas dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa merokok lebih banyak bahayanya dari pada manfaatnya. Sehingga sekarang telah diterbitkan undang- undang yang melarang untuk merokok ditempat umum dan bagi anak- anak kecil. Sebagai contoh adalah kejadian di Surabaya dimana seorang penumpang para pemilik jasa angkutan umum dipaksa oleh pemda agar memaksa turun orang/ penumpang yang merokok didalam bis (http://www.tempointeraktif.com/hg/nusa/2009/10/22/brk,20091022-203923,id.html) sedangkan sebenarnya merokok adalah bukan sebuah larangan akan tetapi kalau menurut kaidah social merokok di tempat umum dan anak- anak kecil yang merokok itu kurang etis sehingga terkesan tidak baik akan tetapi sekarang kaidah social tersebut telah diubah menjadi peraturan dalam hukum nasional.

B. Larangan meminta- minta

Pengemis sering kali kita jumpai di beberapa jalan di ibu kota atau daerah- daerah lainnya akan tetapi sekarang telah dikeluarkan undang- undang tentang larangan memberi apapun kepada para pengemis dengan alas an tidak mendidik dan sebagainya sebagaimana Dikutip dari republika.co.id dan beberapa sumber lainnya,baru – baru ini terdapat berita yang mengejutkan, Bersadarkan Peraturan Daerah (Perda) Provinsi DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum, pada pasal 40 huruf c disebutkan setiap orang atau badan dilarang memberikan sejumlah uang atau barang kepada pengemis, pengamen, dan pengelap mobil. Berikut ini adalah kutipannya di pasal 40, yang menjerat pemberi sedekah.
Setiap orang atau badan dilarang
a. Menjadi pengemis, pengamen, pedagang asongan, dan pengelap mobil.
b. Menyuruh orang lain untuk menjadi pengemis, pengamen, pedagang asongan, dan pengelap mobil.
c. membeli kepada pedagang asongan atau memberikan sejumlah uang atau barang kepada pengemis, pengamen, dan pengelap mobil.
Sedangkan ketentuan pidananya tercantum di Pasal 61.
Setiap orang atau badan yang melanggar ketentuan Pasal 2 ayat (1), ayat (2), ayat (3), Pasal 3 huruf i, Pasal 4 ayat (2), Pasal 5 huruf a, Pasal 1 ayat (1), Pasal 8, Pasal 9, Pasal 11 ayat (2), Pasal 12 huruf a, huruf e, huruf h, Pasal 14 ayat (1), ayat (2), Pasal 17 ayat (2), ayat (3), Pasal 19 huruf b, Pasal 21 huruf a, huruf b, huruf c, Pasal 25 ayat (2), ayat (3), Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), Pasal 28 ayat (2), Pasal 29 ayat (3), Pasal 31 ayat (1), Pasal 38 huruf a, huruf b, Pasal 39 ayat (1), Pasal 40 huruf a, huruf c, Pasal 51, Pasal 54 ayat (2) dan Pasal 57 dikenakan ancaman pidana kurungan paling singkat 10 (sepuluh) hari dan paling lama 60 (enam puluh) hari atau denda paling sedikit Rp. 100.000,- (Seratus Ribu Rupiah) dan paling banyak Rp. 20.000.000,- (Dua Puluh Juta Rupiah). Dalam hal ini sama juga dengan permasalahan dalam rokok. Mengemis atau mengamen sebenarnya bukan lah pekerjaan yang melanggar hokum, akan tetapi dengan berjalannya waktu demi keteriban bersama akhirnya diberlakukan larangan memberi pengamen atau pengemis dalam hokum nasional.

C. larangan membuang sampah disembarang tempat

Pasal 25 UU Pengelolaan Sampah menyebutkan, masyarakat dapat memperoleh kompensasi dari pemerintah jika mengalami kerugian akibat pengelolaan sampah yang buruk. Bentuk kompensasi dapat berupa direlokasi, pemulihan lingkungan, serta biaya kesehatan dan pengobatan.

UU Pengelolaan Sampah juga mengatur larangan membuang sampah sembarangan. Warga masyarakat yang melanggar dapat dikenai hukuman pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 9 tahun. "Sejak diberlakukannya UU ini, masyarakat tidak boleh membuang sampah sembarangan. Ada hukumannya," kata Wakil Ketua Panitia Khusus RUU Pengelola Sampah, Syamsul Bachri, Rabu (8/4).

UU tersebut juga mewajibkan setiap pelaku usaha meminimalkan pengunaan bahan baku yang menghasilkan sampah. Pelaku usaha agar sedapat mungkin menggunakan bahan baku yang sampahnya dapat didaur ulang atau mudah diurai oleh alam.

Selain itu, UU Pengelolaan Sampah melarang pembuangan sampah di tempat terbuka. UU ini mewajibkan pengelola sampah membuang sampah di tempat pembuangan terakhir. Hal ini termasuk pelayanan pengelolaan sampah terhadap masyarakat.

4. KESIMPULAN

Dari semua penjelasan diatas kita dapat menyimpulkan bahwa banyak sekali- aturan- aturan, norma- norma ataupun kaidah- kaidah yang dapat dijadikan sebagai seumber dari hukum nasional. Karena bagaimanapun semua aturan atau hukum nasional berasal dari kebiasaan masyarakat.

Dan sebuah hukum suatu negara tidaklah dapat berjalan apabila tidak sesuai dengan karakter dan sifat- sifat masyarakat dari suatu negara tersebut, karena dalam hal ini masyarakat merupakan objek dari hukum tersebut.

Disamping itu ada beberapa hukum adat / kaidah sosial yang telah benar- benar disahkan oleh pemerintah menjadi sebuah hukum tetulis di Negara Indonesia.

Diantaranya adalah larangan mengenai maslah rokok, untuk saat ini pemerintah telah menetapkan pasal akan larangan merokok di tempat umum dan bagi anak- anak.

Selain itu tentang masalah peminta- minta yang sering kita jumpai dijalan- jalan, beberapa perda saat ini telah mengesahkan bahwa dilarang memberi peminta- minta dijalanan.

Begitu juga dengan masalah sampah, pemerintah telah mengeluarkan hukum tertulis mengenai pengelolaan sampah.

Akan tetapi semua itu tidaklah bisa berjalan apabila kita sebgai masyarakat yang menjdi subyek hukum tersebut tidak mematuhi hukum- hukum tersebut. Kesadaran akan hukum sangat diperlukan dalam melancarkan proses penegakan hukum di Indonesia, demi mewujudkan ketertiban dan kenyamanan bersama.

 

  1. DAFTAR PUSTAKA

Mertokusumo, sudikno. Mengenal Hukum.penerbit Lyberti .Jogjakarta.2002

Wignjodipuro, surojo. Pengantar dan asas- asas hukum adat.gunung agung. Jakarta 1967.

http://www.indoskripsi.com

http://www.wikipedia.com

http://www.google.com

In reply to Ita Prihantika

Re: PIH ANE (Kelas A)

by shinta arista lamsi -

 

TUGAS PENGANTAR ILMU HUKUM

KELOMPOK 10

 

 

 
   

 

 

 

 

 

 

 

 

 

                                                            Nama Kelompok :

  1. 1.      Maulidya Agustina                                                                (1516041037)
  2. 2.      Galuh tri wahyuning tyas                                                     (1516041025)
  3. 3.      Wendy nurzahroh puspitarini                                             (1516041103)
  4. 4.      Intan purnama sari                                                               (1516041019)
  5. 5.      Shinta arista lamsi                                                                 (1516041023)
  6. 6.      Nisa wiji wati                                                                         (1516041049)
  7. 7.      Dedi sonata                                                                            (1516041005)

 

 

 

                                              

                                               1. PENDAHULUAN

         Dalam Pergaulan hidup manusia diatur oleh berbagai macam kaidah (Norma), yang tujuannya untuk menciptakan kehidupan yang lebih aman dan tertib. Pergaulan hidup manusia dapat mempengaruhi pola – pola berpikir manusia dan akan disalurkan dengan sifat dan karakter yang negative maupun positif. Kaidah disini difungsikan sebagai aturan untuk memberikan arahan dalam pergaulan hidup manusia yang diklasifikasikan dalam kaidah – kaidah kepercayaan dan kaidah – kaidah kesusilaan. Kaidah kepercayaan ditujukan untuk mencapai kehidupan yang beriman, sedangkan kaidah kesusilaan sendiri bertujuan agar manusia hidup berakhlak/ mempunyai hati nurani yang bersih. Dalam sosiologi hukum, kaidah yang didukung oleh kekuasaan pusat diterapkan dalam bentuk hukum, namun terdapat pertentangan diantara para ahli hukum dimana terdapat perbedaan dari sumber sanksinya dan pelaksanaanya.

Walaupun terdapat perbedaan namun inti dari sistem hukum sendiri sebenarnya terletak pada kesatuan aturan primer dan aturan sekunder. Aturan primer hanya merupaka ketentuan – ketentuan informal tetapi kehidupan manusia terus berkembang dan semakin kompleks sehingga kosekwensinya dapat menjadikan aturan primer tersebut menjadi pudar dan disini peraturan sekunder menjadi peran yang sangat penting yang hal ini dapat dilihat bahwa aturan sekunder meruapak rules of recognition, rules of change, dan rules of adjudication. Adalah hal yang sulit dalam membedakan antara hukum dan kaidah – kaidah secara tegas, namun terdapat cirri – cirri khusus di dalam hukum dimana hukum bertindak sebagai alat kekuasaan pusat untuk menciptakan keseimbangan didalam kehidupan bernegara. Sekiranya semua hal ini dapat dipahami bahwa hukum digunakan untuk tujuan perdamaian.

Dalam makalah ini akan lebih ditekankan tentang pembahasan masalah kaidah social karena kaidah social merupakan sebuah kaidah yang sangat erat dengan kehidupan masyarakat karena kaidah social berasal dari kebiasaan masyarakat.

 

 

 

2. PERMASALAHAN

  1. Apa pengertian kaidah sosial?
  2. Apa Fungsi dan Peran Kaidah Sosial Dalam Kehidupan Bermasyarakat?
  3. Apa konstribusi kaidah sosial dalam penciptaan hukum nasional?
  4. Apa contoh kaidah sosial yang dirubah menjadi hukum nasional?

3. PEMBAHASAN

3.1. Kaidah Sosial
Dalam sistem hukum yang berlaku di Indonesia pada saat ini, ada empat jenis kaidah sosial, yaitu;
1. Kaidah agama
Kaidah agama merupakan aturan-aturan yang berisi perintah maupun larangan yang besumber pada kitab suci masing-masing agama. Misalnya saja, bagi umat Islam, kaidah agama bersumber pada Al-Qur’an, atau injilyang menjadi sumber kaidah agama bagi yang memeluk agama Kristen.
Kaidah agama bukanlah kaidah yang bersifat mengikat kepada seluruh warga Negara Indonesia, kaidah ini tergantung pada agama apa yang dianut oleh warga tersebut. Oleh karenanya kaidah agama Islam tidak dapat diterapkan kepada individu atau masyarakat yang beragama Kristen, ataupun sebaliknya.

2. Kaidah kesusilaan
Kaidah kesusilaan adalah suatu keadaan dimana manusia secara naluriah dapat mengetahui dan membedakan tindakan yang baik dan tindakan yang buruk, hal itu dikarenakan kaidah kesusilaan bersumber dari naluri manusia tersebut.
Naluri manusia yang demikian itu menjadikannya aturan-aturan tersendiri dalam berperilaku, khususnya dalam menjaga diri dari tindakan-tindakan burukyang dapat merugikan diri sendiri.

3. Kaidah kesopanan
Kaidah kesopanan ialah aturan-aturan dalam bertingkah laku di dalam kehidupan bermasyarakat. Kaidah ini berisikan perintah maupun larangan untuk agar ketertiban dalam masyarakat tetap terjaga, baik itu berupa keamananmaupun kenyamanan.
Sopan santun merupakan salah satu sikap yang diperlukan seseorang untuk dapat diterima dengan baik oleh masyarakatnya, di samping sikap-sikap yang nebjadi syarat lainnya.

4. Kaidah Kebiasaan.
Kaidah kebiasaan merupakan aturan-aturan yang terbentuk oleh suatu kebiasaan di dalam masyarakat. Kebiasaan-kebiasaan tersebut membutuhkan waktu yang lama serta kontinuitas dalam pelaksanaannya sebelum menjadi kaidah.
Hukum adat merupakan bagian dari kaidah kebiasaan, oleh karenanya kaidah kebiasaan menjadi kaidah yang paling beragam seiring dengan beragamnya adat dan kebudayaan yang ada di Indonesia.

A. Perbedaan dalam kaidah-kaidah sosial

Sebelum mengetahui tentang perbedaan di antara kaidah-kaidah sosial, ada baiknya kita mengetahui tentang persamaan di antara kaidah-kaidah itu, yaitu semua kaidah-kaidah sosial sama-sama berisikan tentang aturanyang dimana di dalamnya berisikan tentang perintah dan larangan. Lalu sanksi yang timbul tidak jelas atau abstrak.
Ada beberapa perbedaan yang cukup signifikan diantara kaidah-kaidah sosial yang berlaku di Indonesia, dua diantaranya;
1. Sumber kaidah:

- kaidah agama bersumber kepada kitab suci.
- kaidah kesusilaan bersumber kepada hati nurani.
- kaidah kesopanan bersumber kepada masyarakat.
- kaidah kebiasaan bersumber kepada kebiasaan maupun adat istiadat.

2. Sanksi:

- kaidah agama memiliki sanksi dosa.
- kaidah kesusilaan memiliki sanksi ketenangan jiwa yang terganggu.
- kaidah kesopanan memiliki sanksi citra buruk di masyarakat.
- kaidah kebiasaan memiliki sanksi beragam, tergantung pada adatnya.

Walaupun berbeda, kaidah sosial merupakan suatu bagian yang utuh dalam sistem hukum yang berlaku di Indonesia.

 

 

B. Fungsi dan Peran Kaidah Sosial Dalam Kehidupan Bermasyarakat

Fungsi dan peran kaidah sosial di dalam kehidupan bermasyarakat adalah sesuai dengan PP No.25 tahun 2000, yaitu aturan atau ketentuan yang menjadi pedoman masyarakat tersebut dalam melaksanakan setiap kegiatannya. Diharapkan dengan adanya kaidah sosial ini kehidupan masyarakat dapat berjalan dengan tertib.
Kaidah sosial menjadi aturan hukum lain disamping hukum nasional yang berupa hukum perdata, hukum pidana, ataupun aturan-aturan hukum yang lainnya, dengan harapan dapat melengkapi ataupun menjadi hukum yang lebih jelas bagi kalangan tertentu.

C. Konstribusi kaidah sosial/ hukum adat dalam hukum nasional.

Konstribusi kaidah sosial/ hukum adat dalam hukum nasional adalah sebagai hukum yang mencerminkan kepribadian/ jiwa sebuah bangsa[1][1]. Kaidah sosial yang tidak menghambat tercapainya masyarakat sosialis pancasila yang dari dulu sampai sekarang menjadi pengatur- pengatur hidup bermasyarakat kita, harus menjadi dasar- dasar elemen, unsur- unsur, hukum yang kita masukan dalam hukum nasional kita yang baru.

Profesor soepomo dalam pidato Dies Natalis di UGM pada tgl 17 maret 1947 menegaskan sebagai berikut:

Ø Bahwa dalam lapangan hidup kekeluargaan, hukum adat masih akan menguasai masyarakat Indonesia.

Ø Bahwa hukum pidana dari suatu negara wajib sesuai dengan corak dan sifat- sifat bangsanya atau masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu, maka hukum adat pidana akan memberi bahan- bahan yang sangat berharga dalam pembentukan KUHP pidana baru untuk negara kita.

Ø Bahwa hukum adat sebagai hukum kebiasaan yang tak tertulis akan tetap emnjadi sumber hukum baru dalam hal- hal yang belum atau tidak ditetapkan oleh undang- undang.[2][2]

Dari berbagai uraian tersebut maka sungguh vital peranan hukum ada/ kaidah sosial dalam merumuskan hukum nasional sebuah negara. Karena jika hukum sebuah negara tidak sesuai dengan sifat atau karakter suatu bangsa maka akan sangat sulit hukum itu bisa dijalankan. Sebagai contoh adalah ketika hukum syari’at Islam di terapkan di Indonesia maka akan sangat sukit itu bisa berjalan. Karena masyarakat Indonesia bukanlah sluruhnya beragama Islam, selain itu dari segi sosio- historisnya masyarakat Indonesia erupakan masyarakat yang kental dengan corak budaya hindu dan budha.

3.2. Contoh Kaidah Sosial Yang Dijadikan Sebagai Hukum Nasional

A. Larangan merokok di tempat umum dan bagi anak- anak.

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menggagas perlunya suatu Undang-undang (UU) menyangkut larangan merokok bagi anak-anak karena peredaran rokok di Indonesia semakin tidak terkendali.
"Para perokok pemula semakin berusia muda," kata Sekretaris KPAI Hadi Supeno di Magelang, Sabtu
Pada Tahun 1970, katanya, perokok pemula berusia 15 tahun, tahun 2004 berusia tujuh tahun sedangkan sekarang berusia antara 5 tahun hingga 9 tahun.
Ia mengatakan, hingga saat ini Indonesia merupakan satu-satunya negara anggota Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) di Asia yang belum meratifikasi "Framework on Tobacco Control".
Pada Tahun 1993, katanya, sebanyak 192 negara anggota WHO menetapkan konvensi pengendalian tembakau. Hingga saat ini sebanyak 137 negara telah meratifikasinya sedangkan lainnya termasuk Indonesia belum meratifikasi.
"Akibatnya peredaran rokok di Indonesia tidak terkendali, dan itu berbahaya bagi anak-anak," katanya.
Ia mengatakan, hasil penelitian KPAI perokok aktif di Indonesia sekitar 141,4 juta orang sedangkan jumlah penduduk Indonesia sekitar 220 juta orang. Cina dengan penduduk sekitar 1,2 miliar jiwa, perokoknya sekitar 300 juta.

Ia mengatakan, sekitar 80 persen dari total perokok Indonesia itu warga miskin dengan penghasilan sekitar Rp20 ribu per hari.
Sebanyak 2.846 tayangan di semua stasiun televisi di Indonesia selama 1 tahun, katanya, disponsori rokok, sedangkan 1.350 kegiatan nasional juga disponsori rokok.
Total produksi rokok pada tahun 1970 sekitar 33 miliar batang sedangkan tahun 2006 sekitar 230 miliar batang.
"Akibatnya sekitar 43 juta anak usia hingga 18 tahun terancam penyakit mematikan," katanya.
Ia menyatakan pentingnya pemerintah menekan perokok guna mencegah pengaruh buruk rokok bagi anak-anak.
Negara-negara maju seperti, Jepang, Inggris, dan Amerika Serikat berhasil menekan angka perokok secara signifikan. Tetapi di Indonesia justru mengalami peningkatan pesat.
Menurut dia, kebijakan pemerintah tidak mampu mengendalikan peredaran rokok karena rokok menjadi sumber pembiayaan pembangunan. Tahun 2007 cukai rokok mencapai sekitar Rp57 triliun.
Selain itu, katanya, Kementerian Perindustrian menjadikan rokok sebagai industri utama yang menyangga industri nasional, bahkan akan terus dikembangkan hingga Tahun 2020.
"Seharusnya jangan produksi rokok yang dinaikan tetapi cukai rokok yang dinaikan sehingga rokok menjadi barang mahal dan tidak bisa dicapai anak-anak," katanya.
Pemerintah, katanya, juga harus segera meratifikasi konvensi pengendilan tembakau karena di dalamnya mengatur larangan iklan rokok.
Ia juga mengatakan, rancangan amandeman undang-undang tentang kesehatan yang dalam pembahasan saat ini antara lain mengatur larangan rokok bagi anak-anak.
"Merokok bagi anak mengganggu pertumbuhan jaringan tubuhnya," katanya.
Hingga saat ini KPAI melakukan survei tentang rokok, menggalang kerjasama dengan lembaga swadaya masyarakat antirokok, melakukan lobi dengan berbagai pihak terkait, serta menggalang aliansi dengan pemangku kepentingan atas larangan merokok bagi anak, kata Hadi Supeno.

Jadi dari kutipan diatas dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa merokok lebih banyak bahayanya dari pada manfaatnya. Sehingga sekarang telah diterbitkan undang- undang yang melarang untuk merokok ditempat umum dan bagi anak- anak kecil. Sebagai contoh adalah kejadian di Surabaya dimana seorang penumpang para pemilik jasa angkutan umum dipaksa oleh pemda agar memaksa turun orang/ penumpang yang merokok didalam bis (http://www.tempointeraktif.com/hg/nusa/2009/10/22/brk,20091022-203923,id.html) sedangkan sebenarnya merokok adalah bukan sebuah larangan akan tetapi kalau menurut kaidah social merokok di tempat umum dan anak- anak kecil yang merokok itu kurang etis sehingga terkesan tidak baik akan tetapi sekarang kaidah social tersebut telah diubah menjadi peraturan dalam hukum nasional.

B. Larangan meminta- minta

Pengemis sering kali kita jumpai di beberapa jalan di ibu kota atau daerah- daerah lainnya akan tetapi sekarang telah dikeluarkan undang- undang tentang larangan memberi apapun kepada para pengemis dengan alas an tidak mendidik dan sebagainya sebagaimana Dikutip dari republika.co.id dan beberapa sumber lainnya,baru – baru ini terdapat berita yang mengejutkan, Bersadarkan Peraturan Daerah (Perda) Provinsi DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum, pada pasal 40 huruf c disebutkan setiap orang atau badan dilarang memberikan sejumlah uang atau barang kepada pengemis, pengamen, dan pengelap mobil. Berikut ini adalah kutipannya di pasal 40, yang menjerat pemberi sedekah.
Setiap orang atau badan dilarang
a. Menjadi pengemis, pengamen, pedagang asongan, dan pengelap mobil.
b. Menyuruh orang lain untuk menjadi pengemis, pengamen, pedagang asongan, dan pengelap mobil.
c. membeli kepada pedagang asongan atau memberikan sejumlah uang atau barang kepada pengemis, pengamen, dan pengelap mobil.
Sedangkan ketentuan pidananya tercantum di Pasal 61.
Setiap orang atau badan yang melanggar ketentuan Pasal 2 ayat (1), ayat (2), ayat (3), Pasal 3 huruf i, Pasal 4 ayat (2), Pasal 5 huruf a, Pasal 1 ayat (1), Pasal 8, Pasal 9, Pasal 11 ayat (2), Pasal 12 huruf a, huruf e, huruf h, Pasal 14 ayat (1), ayat (2), Pasal 17 ayat (2), ayat (3), Pasal 19 huruf b, Pasal 21 huruf a, huruf b, huruf c, Pasal 25 ayat (2), ayat (3), Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), Pasal 28 ayat (2), Pasal 29 ayat (3), Pasal 31 ayat (1), Pasal 38 huruf a, huruf b, Pasal 39 ayat (1), Pasal 40 huruf a, huruf c, Pasal 51, Pasal 54 ayat (2) dan Pasal 57 dikenakan ancaman pidana kurungan paling singkat 10 (sepuluh) hari dan paling lama 60 (enam puluh) hari atau denda paling sedikit Rp. 100.000,- (Seratus Ribu Rupiah) dan paling banyak Rp. 20.000.000,- (Dua Puluh Juta Rupiah). Dalam hal ini sama juga dengan permasalahan dalam rokok. Mengemis atau mengamen sebenarnya bukan lah pekerjaan yang melanggar hokum, akan tetapi dengan berjalannya waktu demi keteriban bersama akhirnya diberlakukan larangan memberi pengamen atau pengemis dalam hokum nasional.

 

 

 

C. larangan membuang sampah disembarang tempat

Pasal 25 UU Pengelolaan Sampah menyebutkan, masyarakat dapat memperoleh kompensasi dari pemerintah jika mengalami kerugian akibat pengelolaan sampah yang buruk. Bentuk kompensasi dapat berupa direlokasi, pemulihan lingkungan, serta biaya kesehatan dan pengobatan.

UU Pengelolaan Sampah juga mengatur larangan membuang sampah sembarangan. Warga masyarakat yang melanggar dapat dikenai hukuman pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 9 tahun. "Sejak diberlakukannya UU ini, masyarakat tidak boleh membuang sampah sembarangan. Ada hukumannya," kata Wakil Ketua Panitia Khusus RUU Pengelola Sampah, Syamsul Bachri, Rabu (8/4).

UU tersebut juga mewajibkan setiap pelaku usaha meminimalkan pengunaan bahan baku yang menghasilkan sampah. Pelaku usaha agar sedapat mungkin menggunakan bahan baku yang sampahnya dapat didaur ulang atau mudah diurai oleh alam.

Selain itu, UU Pengelolaan Sampah melarang pembuangan sampah di tempat terbuka. UU ini mewajibkan pengelola sampah membuang sampah di tempat pembuangan terakhir. Hal ini termasuk pelayanan pengelolaan sampah terhadap masyarakat.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

4. KESIMPULAN

Dari semua penjelasan diatas kita dapat menyimpulkan bahwa banyak sekali- aturan- aturan, norma- norma ataupun kaidah- kaidah yang dapat dijadikan sebagai seumber dari hukum nasional. Karena bagaimanapun semua aturan atau hukum nasional berasal dari kebiasaan masyarakat.

Dan sebuah hukum suatu negara tidaklah dapat berjalan apabila tidak sesuai dengan karakter dan sifat- sifat masyarakat dari suatu negara tersebut, karena dalam hal ini masyarakat merupakan objek dari hukum tersebut.

Disamping itu ada beberapa hukum adat / kaidah sosial yang telah benar- benar disahkan oleh pemerintah menjadi sebuah hukum tetulis di Negara Indonesia.

Diantaranya adalah larangan mengenai maslah rokok, untuk saat ini pemerintah telah menetapkan pasal akan larangan merokok di tempat umum dan bagi anak- anak.

Selain itu tentang masalah peminta- minta yang sering kita jumpai dijalan- jalan, beberapa perda saat ini telah mengesahkan bahwa dilarang memberi peminta- minta dijalanan.

Begitu juga dengan masalah sampah, pemerintah telah mengeluarkan hukum tertulis mengenai pengelolaan sampah.

Akan tetapi semua itu tidaklah bisa berjalan apabila kita sebgai masyarakat yang menjdi subyek hukum tersebut tidak mematuhi hukum- hukum tersebut. Kesadaran akan hukum sangat diperlukan dalam melancarkan proses penegakan hukum di Indonesia, demi mewujudkan ketertiban dan kenyamanan bersama.

 

 

 

 

 

  1. DAFTAR PUSTAKA

Mertokusumo, sudikno. Mengenal Hukum.penerbit Lyberti .Jogjakarta.2002

Wignjodipuro, surojo. Pengantar dan asas- asas hukum adat.gunung agung. Jakarta 1967.

http://www.indoskripsi.com

http://www.wikipedia.com

http://www.google.com

 



 

 

In reply to Ita Prihantika

Re: PIH ANE (Kelas A)

by maulidya agustina -

 

TUGAS PENGANTAR ILMU HUKUM

KELOMPOK 10

 

 

 
   

 

 

 

 

 

 

 

 

                                                            Nama Kelompok :

  1. 1.      Maulidya Agustina                                                                (1516041037)
  2. 2.      Galuh tri wahyuning tyas                                                     (1516041025)
  3. 3.      Wendy nurzahroh puspitarini                                             (1516041103)
  4. 4.      Intan purnama sari                                                               (1516041019)
  5. 5.      Shinta arista lamsi                                                                 (1516041023)
  6. 6.      Nisa wiji wati                                                                         (1516041049)
  7. 7.      Dedi sonata                                                                            (1516041005)

 

 

 

                                              

                                               1. PENDAHULUAN

         Dalam Pergaulan hidup manusia diatur oleh berbagai macam kaidah (Norma), yang tujuannya untuk menciptakan kehidupan yang lebih aman dan tertib. Pergaulan hidup manusia dapat mempengaruhi pola – pola berpikir manusia dan akan disalurkan dengan sifat dan karakter yang negative maupun positif. Kaidah disini difungsikan sebagai aturan untuk memberikan arahan dalam pergaulan hidup manusia yang diklasifikasikan dalam kaidah – kaidah kepercayaan dan kaidah – kaidah kesusilaan. Kaidah kepercayaan ditujukan untuk mencapai kehidupan yang beriman, sedangkan kaidah kesusilaan sendiri bertujuan agar manusia hidup berakhlak/ mempunyai hati nurani yang bersih. Dalam sosiologi hukum, kaidah yang didukung oleh kekuasaan pusat diterapkan dalam bentuk hukum, namun terdapat pertentangan diantara para ahli hukum dimana terdapat perbedaan dari sumber sanksinya dan pelaksanaanya.

Walaupun terdapat perbedaan namun inti dari sistem hukum sendiri sebenarnya terletak pada kesatuan aturan primer dan aturan sekunder. Aturan primer hanya merupaka ketentuan – ketentuan informal tetapi kehidupan manusia terus berkembang dan semakin kompleks sehingga kosekwensinya dapat menjadikan aturan primer tersebut menjadi pudar dan disini peraturan sekunder menjadi peran yang sangat penting yang hal ini dapat dilihat bahwa aturan sekunder meruapak rules of recognition, rules of change, dan rules of adjudication. Adalah hal yang sulit dalam membedakan antara hukum dan kaidah – kaidah secara tegas, namun terdapat cirri – cirri khusus di dalam hukum dimana hukum bertindak sebagai alat kekuasaan pusat untuk menciptakan keseimbangan didalam kehidupan bernegara. Sekiranya semua hal ini dapat dipahami bahwa hukum digunakan untuk tujuan perdamaian.

Dalam makalah ini akan lebih ditekankan tentang pembahasan masalah kaidah social karena kaidah social merupakan sebuah kaidah yang sangat erat dengan kehidupan masyarakat karena kaidah social berasal dari kebiasaan masyarakat.

 

 

 

2. PERMASALAHAN

  1. Apa pengertian kaidah sosial?
  2. Apa Fungsi dan Peran Kaidah Sosial Dalam Kehidupan Bermasyarakat?
  3. Apa konstribusi kaidah sosial dalam penciptaan hukum nasional?
  4. Apa contoh kaidah sosial yang dirubah menjadi hukum nasional?

3. PEMBAHASAN

3.1. Kaidah Sosial
Dalam sistem hukum yang berlaku di Indonesia pada saat ini, ada empat jenis kaidah sosial, yaitu;
1. Kaidah agama
Kaidah agama merupakan aturan-aturan yang berisi perintah maupun larangan yang besumber pada kitab suci masing-masing agama. Misalnya saja, bagi umat Islam, kaidah agama bersumber pada Al-Qur’an, atau injilyang menjadi sumber kaidah agama bagi yang memeluk agama Kristen.
Kaidah agama bukanlah kaidah yang bersifat mengikat kepada seluruh warga Negara Indonesia, kaidah ini tergantung pada agama apa yang dianut oleh warga tersebut. Oleh karenanya kaidah agama Islam tidak dapat diterapkan kepada individu atau masyarakat yang beragama Kristen, ataupun sebaliknya.

2. Kaidah kesusilaan
Kaidah kesusilaan adalah suatu keadaan dimana manusia secara naluriah dapat mengetahui dan membedakan tindakan yang baik dan tindakan yang buruk, hal itu dikarenakan kaidah kesusilaan bersumber dari naluri manusia tersebut.
Naluri manusia yang demikian itu menjadikannya aturan-aturan tersendiri dalam berperilaku, khususnya dalam menjaga diri dari tindakan-tindakan burukyang dapat merugikan diri sendiri.

3. Kaidah kesopanan
Kaidah kesopanan ialah aturan-aturan dalam bertingkah laku di dalam kehidupan bermasyarakat. Kaidah ini berisikan perintah maupun larangan untuk agar ketertiban dalam masyarakat tetap terjaga, baik itu berupa keamananmaupun kenyamanan.
Sopan santun merupakan salah satu sikap yang diperlukan seseorang untuk dapat diterima dengan baik oleh masyarakatnya, di samping sikap-sikap yang nebjadi syarat lainnya.

4. Kaidah Kebiasaan.
Kaidah kebiasaan merupakan aturan-aturan yang terbentuk oleh suatu kebiasaan di dalam masyarakat. Kebiasaan-kebiasaan tersebut membutuhkan waktu yang lama serta kontinuitas dalam pelaksanaannya sebelum menjadi kaidah.
Hukum adat merupakan bagian dari kaidah kebiasaan, oleh karenanya kaidah kebiasaan menjadi kaidah yang paling beragam seiring dengan beragamnya adat dan kebudayaan yang ada di Indonesia.

A. Perbedaan dalam kaidah-kaidah sosial

Sebelum mengetahui tentang perbedaan di antara kaidah-kaidah sosial, ada baiknya kita mengetahui tentang persamaan di antara kaidah-kaidah itu, yaitu semua kaidah-kaidah sosial sama-sama berisikan tentang aturanyang dimana di dalamnya berisikan tentang perintah dan larangan. Lalu sanksi yang timbul tidak jelas atau abstrak.
Ada beberapa perbedaan yang cukup signifikan diantara kaidah-kaidah sosial yang berlaku di Indonesia, dua diantaranya;
1. Sumber kaidah:

- kaidah agama bersumber kepada kitab suci.
- kaidah kesusilaan bersumber kepada hati nurani.
- kaidah kesopanan bersumber kepada masyarakat.
- kaidah kebiasaan bersumber kepada kebiasaan maupun adat istiadat.

2. Sanksi:

- kaidah agama memiliki sanksi dosa.
- kaidah kesusilaan memiliki sanksi ketenangan jiwa yang terganggu.
- kaidah kesopanan memiliki sanksi citra buruk di masyarakat.
- kaidah kebiasaan memiliki sanksi beragam, tergantung pada adatnya.

Walaupun berbeda, kaidah sosial merupakan suatu bagian yang utuh dalam sistem hukum yang berlaku di Indonesia.

 

 

B. Fungsi dan Peran Kaidah Sosial Dalam Kehidupan Bermasyarakat

Fungsi dan peran kaidah sosial di dalam kehidupan bermasyarakat adalah sesuai dengan PP No.25 tahun 2000, yaitu aturan atau ketentuan yang menjadi pedoman masyarakat tersebut dalam melaksanakan setiap kegiatannya. Diharapkan dengan adanya kaidah sosial ini kehidupan masyarakat dapat berjalan dengan tertib.
Kaidah sosial menjadi aturan hukum lain disamping hukum nasional yang berupa hukum perdata, hukum pidana, ataupun aturan-aturan hukum yang lainnya, dengan harapan dapat melengkapi ataupun menjadi hukum yang lebih jelas bagi kalangan tertentu.

C. Konstribusi kaidah sosial/ hukum adat dalam hukum nasional.

Konstribusi kaidah sosial/ hukum adat dalam hukum nasional adalah sebagai hukum yang mencerminkan kepribadian/ jiwa sebuah bangsa[1][1]. Kaidah sosial yang tidak menghambat tercapainya masyarakat sosialis pancasila yang dari dulu sampai sekarang menjadi pengatur- pengatur hidup bermasyarakat kita, harus menjadi dasar- dasar elemen, unsur- unsur, hukum yang kita masukan dalam hukum nasional kita yang baru.

Profesor soepomo dalam pidato Dies Natalis di UGM pada tgl 17 maret 1947 menegaskan sebagai berikut:

Ø Bahwa dalam lapangan hidup kekeluargaan, hukum adat masih akan menguasai masyarakat Indonesia.

Ø Bahwa hukum pidana dari suatu negara wajib sesuai dengan corak dan sifat- sifat bangsanya atau masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu, maka hukum adat pidana akan memberi bahan- bahan yang sangat berharga dalam pembentukan KUHP pidana baru untuk negara kita.

Ø Bahwa hukum adat sebagai hukum kebiasaan yang tak tertulis akan tetap emnjadi sumber hukum baru dalam hal- hal yang belum atau tidak ditetapkan oleh undang- undang.[2][2]

Dari berbagai uraian tersebut maka sungguh vital peranan hukum ada/ kaidah sosial dalam merumuskan hukum nasional sebuah negara. Karena jika hukum sebuah negara tidak sesuai dengan sifat atau karakter suatu bangsa maka akan sangat sulit hukum itu bisa dijalankan. Sebagai contoh adalah ketika hukum syari’at Islam di terapkan di Indonesia maka akan sangat sukit itu bisa berjalan. Karena masyarakat Indonesia bukanlah sluruhnya beragama Islam, selain itu dari segi sosio- historisnya masyarakat Indonesia erupakan masyarakat yang kental dengan corak budaya hindu dan budha.

3.2. Contoh Kaidah Sosial Yang Dijadikan Sebagai Hukum Nasional

A. Larangan merokok di tempat umum dan bagi anak- anak.

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menggagas perlunya suatu Undang-undang (UU) menyangkut larangan merokok bagi anak-anak karena peredaran rokok di Indonesia semakin tidak terkendali.
"Para perokok pemula semakin berusia muda," kata Sekretaris KPAI Hadi Supeno di Magelang, Sabtu
Pada Tahun 1970, katanya, perokok pemula berusia 15 tahun, tahun 2004 berusia tujuh tahun sedangkan sekarang berusia antara 5 tahun hingga 9 tahun.
Ia mengatakan, hingga saat ini Indonesia merupakan satu-satunya negara anggota Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) di Asia yang belum meratifikasi "Framework on Tobacco Control".
Pada Tahun 1993, katanya, sebanyak 192 negara anggota WHO menetapkan konvensi pengendalian tembakau. Hingga saat ini sebanyak 137 negara telah meratifikasinya sedangkan lainnya termasuk Indonesia belum meratifikasi.
"Akibatnya peredaran rokok di Indonesia tidak terkendali, dan itu berbahaya bagi anak-anak," katanya.
Ia mengatakan, hasil penelitian KPAI perokok aktif di Indonesia sekitar 141,4 juta orang sedangkan jumlah penduduk Indonesia sekitar 220 juta orang. Cina dengan penduduk sekitar 1,2 miliar jiwa, perokoknya sekitar 300 juta.

Ia mengatakan, sekitar 80 persen dari total perokok Indonesia itu warga miskin dengan penghasilan sekitar Rp20 ribu per hari.
Sebanyak 2.846 tayangan di semua stasiun televisi di Indonesia selama 1 tahun, katanya, disponsori rokok, sedangkan 1.350 kegiatan nasional juga disponsori rokok.
Total produksi rokok pada tahun 1970 sekitar 33 miliar batang sedangkan tahun 2006 sekitar 230 miliar batang.
"Akibatnya sekitar 43 juta anak usia hingga 18 tahun terancam penyakit mematikan," katanya.
Ia menyatakan pentingnya pemerintah menekan perokok guna mencegah pengaruh buruk rokok bagi anak-anak.
Negara-negara maju seperti, Jepang, Inggris, dan Amerika Serikat berhasil menekan angka perokok secara signifikan. Tetapi di Indonesia justru mengalami peningkatan pesat.
Menurut dia, kebijakan pemerintah tidak mampu mengendalikan peredaran rokok karena rokok menjadi sumber pembiayaan pembangunan. Tahun 2007 cukai rokok mencapai sekitar Rp57 triliun.
Selain itu, katanya, Kementerian Perindustrian menjadikan rokok sebagai industri utama yang menyangga industri nasional, bahkan akan terus dikembangkan hingga Tahun 2020.
"Seharusnya jangan produksi rokok yang dinaikan tetapi cukai rokok yang dinaikan sehingga rokok menjadi barang mahal dan tidak bisa dicapai anak-anak," katanya.
Pemerintah, katanya, juga harus segera meratifikasi konvensi pengendilan tembakau karena di dalamnya mengatur larangan iklan rokok.
Ia juga mengatakan, rancangan amandeman undang-undang tentang kesehatan yang dalam pembahasan saat ini antara lain mengatur larangan rokok bagi anak-anak.
"Merokok bagi anak mengganggu pertumbuhan jaringan tubuhnya," katanya.
Hingga saat ini KPAI melakukan survei tentang rokok, menggalang kerjasama dengan lembaga swadaya masyarakat antirokok, melakukan lobi dengan berbagai pihak terkait, serta menggalang aliansi dengan pemangku kepentingan atas larangan merokok bagi anak, kata Hadi Supeno.

Jadi dari kutipan diatas dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa merokok lebih banyak bahayanya dari pada manfaatnya. Sehingga sekarang telah diterbitkan undang- undang yang melarang untuk merokok ditempat umum dan bagi anak- anak kecil. Sebagai contoh adalah kejadian di Surabaya dimana seorang penumpang para pemilik jasa angkutan umum dipaksa oleh pemda agar memaksa turun orang/ penumpang yang merokok didalam bis (http://www.tempointeraktif.com/hg/nusa/2009/10/22/brk,20091022-203923,id.html) sedangkan sebenarnya merokok adalah bukan sebuah larangan akan tetapi kalau menurut kaidah social merokok di tempat umum dan anak- anak kecil yang merokok itu kurang etis sehingga terkesan tidak baik akan tetapi sekarang kaidah social tersebut telah diubah menjadi peraturan dalam hukum nasional.

B. Larangan meminta- minta

Pengemis sering kali kita jumpai di beberapa jalan di ibu kota atau daerah- daerah lainnya akan tetapi sekarang telah dikeluarkan undang- undang tentang larangan memberi apapun kepada para pengemis dengan alas an tidak mendidik dan sebagainya sebagaimana Dikutip dari republika.co.id dan beberapa sumber lainnya,baru – baru ini terdapat berita yang mengejutkan, Bersadarkan Peraturan Daerah (Perda) Provinsi DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum, pada pasal 40 huruf c disebutkan setiap orang atau badan dilarang memberikan sejumlah uang atau barang kepada pengemis, pengamen, dan pengelap mobil. Berikut ini adalah kutipannya di pasal 40, yang menjerat pemberi sedekah.
Setiap orang atau badan dilarang
a. Menjadi pengemis, pengamen, pedagang asongan, dan pengelap mobil.
b. Menyuruh orang lain untuk menjadi pengemis, pengamen, pedagang asongan, dan pengelap mobil.
c. membeli kepada pedagang asongan atau memberikan sejumlah uang atau barang kepada pengemis, pengamen, dan pengelap mobil.
Sedangkan ketentuan pidananya tercantum di Pasal 61.
Setiap orang atau badan yang melanggar ketentuan Pasal 2 ayat (1), ayat (2), ayat (3), Pasal 3 huruf i, Pasal 4 ayat (2), Pasal 5 huruf a, Pasal 1 ayat (1), Pasal 8, Pasal 9, Pasal 11 ayat (2), Pasal 12 huruf a, huruf e, huruf h, Pasal 14 ayat (1), ayat (2), Pasal 17 ayat (2), ayat (3), Pasal 19 huruf b, Pasal 21 huruf a, huruf b, huruf c, Pasal 25 ayat (2), ayat (3), Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), Pasal 28 ayat (2), Pasal 29 ayat (3), Pasal 31 ayat (1), Pasal 38 huruf a, huruf b, Pasal 39 ayat (1), Pasal 40 huruf a, huruf c, Pasal 51, Pasal 54 ayat (2) dan Pasal 57 dikenakan ancaman pidana kurungan paling singkat 10 (sepuluh) hari dan paling lama 60 (enam puluh) hari atau denda paling sedikit Rp. 100.000,- (Seratus Ribu Rupiah) dan paling banyak Rp. 20.000.000,- (Dua Puluh Juta Rupiah). Dalam hal ini sama juga dengan permasalahan dalam rokok. Mengemis atau mengamen sebenarnya bukan lah pekerjaan yang melanggar hokum, akan tetapi dengan berjalannya waktu demi keteriban bersama akhirnya diberlakukan larangan memberi pengamen atau pengemis dalam hokum nasional.

 

 

 

C. larangan membuang sampah disembarang tempat

Pasal 25 UU Pengelolaan Sampah menyebutkan, masyarakat dapat memperoleh kompensasi dari pemerintah jika mengalami kerugian akibat pengelolaan sampah yang buruk. Bentuk kompensasi dapat berupa direlokasi, pemulihan lingkungan, serta biaya kesehatan dan pengobatan.

UU Pengelolaan Sampah juga mengatur larangan membuang sampah sembarangan. Warga masyarakat yang melanggar dapat dikenai hukuman pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 9 tahun. "Sejak diberlakukannya UU ini, masyarakat tidak boleh membuang sampah sembarangan. Ada hukumannya," kata Wakil Ketua Panitia Khusus RUU Pengelola Sampah, Syamsul Bachri, Rabu (8/4).

UU tersebut juga mewajibkan setiap pelaku usaha meminimalkan pengunaan bahan baku yang menghasilkan sampah. Pelaku usaha agar sedapat mungkin menggunakan bahan baku yang sampahnya dapat didaur ulang atau mudah diurai oleh alam.

Selain itu, UU Pengelolaan Sampah melarang pembuangan sampah di tempat terbuka. UU ini mewajibkan pengelola sampah membuang sampah di tempat pembuangan terakhir. Hal ini termasuk pelayanan pengelolaan sampah terhadap masyarakat.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

4. KESIMPULAN

Dari semua penjelasan diatas kita dapat menyimpulkan bahwa banyak sekali- aturan- aturan, norma- norma ataupun kaidah- kaidah yang dapat dijadikan sebagai seumber dari hukum nasional. Karena bagaimanapun semua aturan atau hukum nasional berasal dari kebiasaan masyarakat.

Dan sebuah hukum suatu negara tidaklah dapat berjalan apabila tidak sesuai dengan karakter dan sifat- sifat masyarakat dari suatu negara tersebut, karena dalam hal ini masyarakat merupakan objek dari hukum tersebut.

Disamping itu ada beberapa hukum adat / kaidah sosial yang telah benar- benar disahkan oleh pemerintah menjadi sebuah hukum tetulis di Negara Indonesia.

Diantaranya adalah larangan mengenai maslah rokok, untuk saat ini pemerintah telah menetapkan pasal akan larangan merokok di tempat umum dan bagi anak- anak.

Selain itu tentang masalah peminta- minta yang sering kita jumpai dijalan- jalan, beberapa perda saat ini telah mengesahkan bahwa dilarang memberi peminta- minta dijalanan.

Begitu juga dengan masalah sampah, pemerintah telah mengeluarkan hukum tertulis mengenai pengelolaan sampah.

Akan tetapi semua itu tidaklah bisa berjalan apabila kita sebgai masyarakat yang menjdi subyek hukum tersebut tidak mematuhi hukum- hukum tersebut. Kesadaran akan hukum sangat diperlukan dalam melancarkan proses penegakan hukum di Indonesia, demi mewujudkan ketertiban dan kenyamanan bersama.

 

 

 

 

 

  1. DAFTAR PUSTAKA

Mertokusumo, sudikno. Mengenal Hukum.penerbit Lyberti .Jogjakarta.2002

Wignjodipuro, surojo. Pengantar dan asas- asas hukum adat.gunung agung. Jakarta 1967.

http://www.indoskripsi.com

http://www.wikipedia.com

http://www.google.com

 



 

 

In reply to Ita Prihantika

Re: PIH ANE (Kelas A)

by galuh tri wahyuning tyas -

 

TUGAS PENGANTAR ILMU HUKUM

KELOMPOK 10

 

 

 
   

 

 

 

 

 

 

 

 

 

                                                            Nama Kelompok :

  1. 1.      Maulidya Agustina                                                                (1516041037)
  2. 2.      Galuh tri wahyuning tyas                                                     (1516041025)
  3. 3.      Wendy nurzahroh puspitarini                                             (1516041103)
  4. 4.      Intan purnama sari                                                               (1516041019)
  5. 5.      Shinta arista lamsi                                                                 (1516041023)
  6. 6.      Nisa wiji wati                                                                         (1516041049)
  7. 7.      Dedi sonata                                                                            (1516041005)

 

 

 

                                              

                                               1. PENDAHULUAN

         Dalam Pergaulan hidup manusia diatur oleh berbagai macam kaidah (Norma), yang tujuannya untuk menciptakan kehidupan yang lebih aman dan tertib. Pergaulan hidup manusia dapat mempengaruhi pola – pola berpikir manusia dan akan disalurkan dengan sifat dan karakter yang negative maupun positif. Kaidah disini difungsikan sebagai aturan untuk memberikan arahan dalam pergaulan hidup manusia yang diklasifikasikan dalam kaidah – kaidah kepercayaan dan kaidah – kaidah kesusilaan. Kaidah kepercayaan ditujukan untuk mencapai kehidupan yang beriman, sedangkan kaidah kesusilaan sendiri bertujuan agar manusia hidup berakhlak/ mempunyai hati nurani yang bersih. Dalam sosiologi hukum, kaidah yang didukung oleh kekuasaan pusat diterapkan dalam bentuk hukum, namun terdapat pertentangan diantara para ahli hukum dimana terdapat perbedaan dari sumber sanksinya dan pelaksanaanya.

Walaupun terdapat perbedaan namun inti dari sistem hukum sendiri sebenarnya terletak pada kesatuan aturan primer dan aturan sekunder. Aturan primer hanya merupaka ketentuan – ketentuan informal tetapi kehidupan manusia terus berkembang dan semakin kompleks sehingga kosekwensinya dapat menjadikan aturan primer tersebut menjadi pudar dan disini peraturan sekunder menjadi peran yang sangat penting yang hal ini dapat dilihat bahwa aturan sekunder meruapak rules of recognition, rules of change, dan rules of adjudication. Adalah hal yang sulit dalam membedakan antara hukum dan kaidah – kaidah secara tegas, namun terdapat cirri – cirri khusus di dalam hukum dimana hukum bertindak sebagai alat kekuasaan pusat untuk menciptakan keseimbangan didalam kehidupan bernegara. Sekiranya semua hal ini dapat dipahami bahwa hukum digunakan untuk tujuan perdamaian.

Dalam makalah ini akan lebih ditekankan tentang pembahasan masalah kaidah social karena kaidah social merupakan sebuah kaidah yang sangat erat dengan kehidupan masyarakat karena kaidah social berasal dari kebiasaan masyarakat.

 

 

 

2. PERMASALAHAN

  1. Apa pengertian kaidah sosial?
  2. Apa Fungsi dan Peran Kaidah Sosial Dalam Kehidupan Bermasyarakat?
  3. Apa konstribusi kaidah sosial dalam penciptaan hukum nasional?
  4. Apa contoh kaidah sosial yang dirubah menjadi hukum nasional?

3. PEMBAHASAN

3.1. Kaidah Sosial
Dalam sistem hukum yang berlaku di Indonesia pada saat ini, ada empat jenis kaidah sosial, yaitu;
1. Kaidah agama
Kaidah agama merupakan aturan-aturan yang berisi perintah maupun larangan yang besumber pada kitab suci masing-masing agama. Misalnya saja, bagi umat Islam, kaidah agama bersumber pada Al-Qur’an, atau injilyang menjadi sumber kaidah agama bagi yang memeluk agama Kristen.
Kaidah agama bukanlah kaidah yang bersifat mengikat kepada seluruh warga Negara Indonesia, kaidah ini tergantung pada agama apa yang dianut oleh warga tersebut. Oleh karenanya kaidah agama Islam tidak dapat diterapkan kepada individu atau masyarakat yang beragama Kristen, ataupun sebaliknya.

2. Kaidah kesusilaan
Kaidah kesusilaan adalah suatu keadaan dimana manusia secara naluriah dapat mengetahui dan membedakan tindakan yang baik dan tindakan yang buruk, hal itu dikarenakan kaidah kesusilaan bersumber dari naluri manusia tersebut.
Naluri manusia yang demikian itu menjadikannya aturan-aturan tersendiri dalam berperilaku, khususnya dalam menjaga diri dari tindakan-tindakan burukyang dapat merugikan diri sendiri.

3. Kaidah kesopanan
Kaidah kesopanan ialah aturan-aturan dalam bertingkah laku di dalam kehidupan bermasyarakat. Kaidah ini berisikan perintah maupun larangan untuk agar ketertiban dalam masyarakat tetap terjaga, baik itu berupa keamananmaupun kenyamanan.
Sopan santun merupakan salah satu sikap yang diperlukan seseorang untuk dapat diterima dengan baik oleh masyarakatnya, di samping sikap-sikap yang nebjadi syarat lainnya.

4. Kaidah Kebiasaan.
Kaidah kebiasaan merupakan aturan-aturan yang terbentuk oleh suatu kebiasaan di dalam masyarakat. Kebiasaan-kebiasaan tersebut membutuhkan waktu yang lama serta kontinuitas dalam pelaksanaannya sebelum menjadi kaidah.
Hukum adat merupakan bagian dari kaidah kebiasaan, oleh karenanya kaidah kebiasaan menjadi kaidah yang paling beragam seiring dengan beragamnya adat dan kebudayaan yang ada di Indonesia.

A. Perbedaan dalam kaidah-kaidah sosial

Sebelum mengetahui tentang perbedaan di antara kaidah-kaidah sosial, ada baiknya kita mengetahui tentang persamaan di antara kaidah-kaidah itu, yaitu semua kaidah-kaidah sosial sama-sama berisikan tentang aturanyang dimana di dalamnya berisikan tentang perintah dan larangan. Lalu sanksi yang timbul tidak jelas atau abstrak.
Ada beberapa perbedaan yang cukup signifikan diantara kaidah-kaidah sosial yang berlaku di Indonesia, dua diantaranya;
1. Sumber kaidah:

- kaidah agama bersumber kepada kitab suci.
- kaidah kesusilaan bersumber kepada hati nurani.
- kaidah kesopanan bersumber kepada masyarakat.
- kaidah kebiasaan bersumber kepada kebiasaan maupun adat istiadat.

2. Sanksi:

- kaidah agama memiliki sanksi dosa.
- kaidah kesusilaan memiliki sanksi ketenangan jiwa yang terganggu.
- kaidah kesopanan memiliki sanksi citra buruk di masyarakat.
- kaidah kebiasaan memiliki sanksi beragam, tergantung pada adatnya.

Walaupun berbeda, kaidah sosial merupakan suatu bagian yang utuh dalam sistem hukum yang berlaku di Indonesia.

 

 

B. Fungsi dan Peran Kaidah Sosial Dalam Kehidupan Bermasyarakat

Fungsi dan peran kaidah sosial di dalam kehidupan bermasyarakat adalah sesuai dengan PP No.25 tahun 2000, yaitu aturan atau ketentuan yang menjadi pedoman masyarakat tersebut dalam melaksanakan setiap kegiatannya. Diharapkan dengan adanya kaidah sosial ini kehidupan masyarakat dapat berjalan dengan tertib.
Kaidah sosial menjadi aturan hukum lain disamping hukum nasional yang berupa hukum perdata, hukum pidana, ataupun aturan-aturan hukum yang lainnya, dengan harapan dapat melengkapi ataupun menjadi hukum yang lebih jelas bagi kalangan tertentu.

C. Konstribusi kaidah sosial/ hukum adat dalam hukum nasional.

Konstribusi kaidah sosial/ hukum adat dalam hukum nasional adalah sebagai hukum yang mencerminkan kepribadian/ jiwa sebuah bangsa[1][1]. Kaidah sosial yang tidak menghambat tercapainya masyarakat sosialis pancasila yang dari dulu sampai sekarang menjadi pengatur- pengatur hidup bermasyarakat kita, harus menjadi dasar- dasar elemen, unsur- unsur, hukum yang kita masukan dalam hukum nasional kita yang baru.

Profesor soepomo dalam pidato Dies Natalis di UGM pada tgl 17 maret 1947 menegaskan sebagai berikut:

Ø Bahwa dalam lapangan hidup kekeluargaan, hukum adat masih akan menguasai masyarakat Indonesia.

Ø Bahwa hukum pidana dari suatu negara wajib sesuai dengan corak dan sifat- sifat bangsanya atau masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu, maka hukum adat pidana akan memberi bahan- bahan yang sangat berharga dalam pembentukan KUHP pidana baru untuk negara kita.

Ø Bahwa hukum adat sebagai hukum kebiasaan yang tak tertulis akan tetap emnjadi sumber hukum baru dalam hal- hal yang belum atau tidak ditetapkan oleh undang- undang.[2][2]

Dari berbagai uraian tersebut maka sungguh vital peranan hukum ada/ kaidah sosial dalam merumuskan hukum nasional sebuah negara. Karena jika hukum sebuah negara tidak sesuai dengan sifat atau karakter suatu bangsa maka akan sangat sulit hukum itu bisa dijalankan. Sebagai contoh adalah ketika hukum syari’at Islam di terapkan di Indonesia maka akan sangat sukit itu bisa berjalan. Karena masyarakat Indonesia bukanlah sluruhnya beragama Islam, selain itu dari segi sosio- historisnya masyarakat Indonesia erupakan masyarakat yang kental dengan corak budaya hindu dan budha.

3.2. Contoh Kaidah Sosial Yang Dijadikan Sebagai Hukum Nasional

A. Larangan merokok di tempat umum dan bagi anak- anak.

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menggagas perlunya suatu Undang-undang (UU) menyangkut larangan merokok bagi anak-anak karena peredaran rokok di Indonesia semakin tidak terkendali.
"Para perokok pemula semakin berusia muda," kata Sekretaris KPAI Hadi Supeno di Magelang, Sabtu
Pada Tahun 1970, katanya, perokok pemula berusia 15 tahun, tahun 2004 berusia tujuh tahun sedangkan sekarang berusia antara 5 tahun hingga 9 tahun.
Ia mengatakan, hingga saat ini Indonesia merupakan satu-satunya negara anggota Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) di Asia yang belum meratifikasi "Framework on Tobacco Control".
Pada Tahun 1993, katanya, sebanyak 192 negara anggota WHO menetapkan konvensi pengendalian tembakau. Hingga saat ini sebanyak 137 negara telah meratifikasinya sedangkan lainnya termasuk Indonesia belum meratifikasi.
"Akibatnya peredaran rokok di Indonesia tidak terkendali, dan itu berbahaya bagi anak-anak," katanya.
Ia mengatakan, hasil penelitian KPAI perokok aktif di Indonesia sekitar 141,4 juta orang sedangkan jumlah penduduk Indonesia sekitar 220 juta orang. Cina dengan penduduk sekitar 1,2 miliar jiwa, perokoknya sekitar 300 juta.

Ia mengatakan, sekitar 80 persen dari total perokok Indonesia itu warga miskin dengan penghasilan sekitar Rp20 ribu per hari.
Sebanyak 2.846 tayangan di semua stasiun televisi di Indonesia selama 1 tahun, katanya, disponsori rokok, sedangkan 1.350 kegiatan nasional juga disponsori rokok.
Total produksi rokok pada tahun 1970 sekitar 33 miliar batang sedangkan tahun 2006 sekitar 230 miliar batang.
"Akibatnya sekitar 43 juta anak usia hingga 18 tahun terancam penyakit mematikan," katanya.
Ia menyatakan pentingnya pemerintah menekan perokok guna mencegah pengaruh buruk rokok bagi anak-anak.
Negara-negara maju seperti, Jepang, Inggris, dan Amerika Serikat berhasil menekan angka perokok secara signifikan. Tetapi di Indonesia justru mengalami peningkatan pesat.
Menurut dia, kebijakan pemerintah tidak mampu mengendalikan peredaran rokok karena rokok menjadi sumber pembiayaan pembangunan. Tahun 2007 cukai rokok mencapai sekitar Rp57 triliun.
Selain itu, katanya, Kementerian Perindustrian menjadikan rokok sebagai industri utama yang menyangga industri nasional, bahkan akan terus dikembangkan hingga Tahun 2020.
"Seharusnya jangan produksi rokok yang dinaikan tetapi cukai rokok yang dinaikan sehingga rokok menjadi barang mahal dan tidak bisa dicapai anak-anak," katanya.
Pemerintah, katanya, juga harus segera meratifikasi konvensi pengendilan tembakau karena di dalamnya mengatur larangan iklan rokok.
Ia juga mengatakan, rancangan amandeman undang-undang tentang kesehatan yang dalam pembahasan saat ini antara lain mengatur larangan rokok bagi anak-anak.
"Merokok bagi anak mengganggu pertumbuhan jaringan tubuhnya," katanya.
Hingga saat ini KPAI melakukan survei tentang rokok, menggalang kerjasama dengan lembaga swadaya masyarakat antirokok, melakukan lobi dengan berbagai pihak terkait, serta menggalang aliansi dengan pemangku kepentingan atas larangan merokok bagi anak, kata Hadi Supeno.

Jadi dari kutipan diatas dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa merokok lebih banyak bahayanya dari pada manfaatnya. Sehingga sekarang telah diterbitkan undang- undang yang melarang untuk merokok ditempat umum dan bagi anak- anak kecil. Sebagai contoh adalah kejadian di Surabaya dimana seorang penumpang para pemilik jasa angkutan umum dipaksa oleh pemda agar memaksa turun orang/ penumpang yang merokok didalam bis (http://www.tempointeraktif.com/hg/nusa/2009/10/22/brk,20091022-203923,id.html) sedangkan sebenarnya merokok adalah bukan sebuah larangan akan tetapi kalau menurut kaidah social merokok di tempat umum dan anak- anak kecil yang merokok itu kurang etis sehingga terkesan tidak baik akan tetapi sekarang kaidah social tersebut telah diubah menjadi peraturan dalam hukum nasional.

B. Larangan meminta- minta

Pengemis sering kali kita jumpai di beberapa jalan di ibu kota atau daerah- daerah lainnya akan tetapi sekarang telah dikeluarkan undang- undang tentang larangan memberi apapun kepada para pengemis dengan alas an tidak mendidik dan sebagainya sebagaimana Dikutip dari republika.co.id dan beberapa sumber lainnya,baru – baru ini terdapat berita yang mengejutkan, Bersadarkan Peraturan Daerah (Perda) Provinsi DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum, pada pasal 40 huruf c disebutkan setiap orang atau badan dilarang memberikan sejumlah uang atau barang kepada pengemis, pengamen, dan pengelap mobil. Berikut ini adalah kutipannya di pasal 40, yang menjerat pemberi sedekah.
Setiap orang atau badan dilarang
a. Menjadi pengemis, pengamen, pedagang asongan, dan pengelap mobil.
b. Menyuruh orang lain untuk menjadi pengemis, pengamen, pedagang asongan, dan pengelap mobil.
c. membeli kepada pedagang asongan atau memberikan sejumlah uang atau barang kepada pengemis, pengamen, dan pengelap mobil.
Sedangkan ketentuan pidananya tercantum di Pasal 61.
Setiap orang atau badan yang melanggar ketentuan Pasal 2 ayat (1), ayat (2), ayat (3), Pasal 3 huruf i, Pasal 4 ayat (2), Pasal 5 huruf a, Pasal 1 ayat (1), Pasal 8, Pasal 9, Pasal 11 ayat (2), Pasal 12 huruf a, huruf e, huruf h, Pasal 14 ayat (1), ayat (2), Pasal 17 ayat (2), ayat (3), Pasal 19 huruf b, Pasal 21 huruf a, huruf b, huruf c, Pasal 25 ayat (2), ayat (3), Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), Pasal 28 ayat (2), Pasal 29 ayat (3), Pasal 31 ayat (1), Pasal 38 huruf a, huruf b, Pasal 39 ayat (1), Pasal 40 huruf a, huruf c, Pasal 51, Pasal 54 ayat (2) dan Pasal 57 dikenakan ancaman pidana kurungan paling singkat 10 (sepuluh) hari dan paling lama 60 (enam puluh) hari atau denda paling sedikit Rp. 100.000,- (Seratus Ribu Rupiah) dan paling banyak Rp. 20.000.000,- (Dua Puluh Juta Rupiah). Dalam hal ini sama juga dengan permasalahan dalam rokok. Mengemis atau mengamen sebenarnya bukan lah pekerjaan yang melanggar hokum, akan tetapi dengan berjalannya waktu demi keteriban bersama akhirnya diberlakukan larangan memberi pengamen atau pengemis dalam hokum nasional.

 

 

 

C. larangan membuang sampah disembarang tempat

Pasal 25 UU Pengelolaan Sampah menyebutkan, masyarakat dapat memperoleh kompensasi dari pemerintah jika mengalami kerugian akibat pengelolaan sampah yang buruk. Bentuk kompensasi dapat berupa direlokasi, pemulihan lingkungan, serta biaya kesehatan dan pengobatan.

UU Pengelolaan Sampah juga mengatur larangan membuang sampah sembarangan. Warga masyarakat yang melanggar dapat dikenai hukuman pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 9 tahun. "Sejak diberlakukannya UU ini, masyarakat tidak boleh membuang sampah sembarangan. Ada hukumannya," kata Wakil Ketua Panitia Khusus RUU Pengelola Sampah, Syamsul Bachri, Rabu (8/4).

UU tersebut juga mewajibkan setiap pelaku usaha meminimalkan pengunaan bahan baku yang menghasilkan sampah. Pelaku usaha agar sedapat mungkin menggunakan bahan baku yang sampahnya dapat didaur ulang atau mudah diurai oleh alam.

Selain itu, UU Pengelolaan Sampah melarang pembuangan sampah di tempat terbuka. UU ini mewajibkan pengelola sampah membuang sampah di tempat pembuangan terakhir. Hal ini termasuk pelayanan pengelolaan sampah terhadap masyarakat.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

4. KESIMPULAN

Dari semua penjelasan diatas kita dapat menyimpulkan bahwa banyak sekali- aturan- aturan, norma- norma ataupun kaidah- kaidah yang dapat dijadikan sebagai seumber dari hukum nasional. Karena bagaimanapun semua aturan atau hukum nasional berasal dari kebiasaan masyarakat.

Dan sebuah hukum suatu negara tidaklah dapat berjalan apabila tidak sesuai dengan karakter dan sifat- sifat masyarakat dari suatu negara tersebut, karena dalam hal ini masyarakat merupakan objek dari hukum tersebut.

Disamping itu ada beberapa hukum adat / kaidah sosial yang telah benar- benar disahkan oleh pemerintah menjadi sebuah hukum tetulis di Negara Indonesia.

Diantaranya adalah larangan mengenai maslah rokok, untuk saat ini pemerintah telah menetapkan pasal akan larangan merokok di tempat umum dan bagi anak- anak.

Selain itu tentang masalah peminta- minta yang sering kita jumpai dijalan- jalan, beberapa perda saat ini telah mengesahkan bahwa dilarang memberi peminta- minta dijalanan.

Begitu juga dengan masalah sampah, pemerintah telah mengeluarkan hukum tertulis mengenai pengelolaan sampah.

Akan tetapi semua itu tidaklah bisa berjalan apabila kita sebgai masyarakat yang menjdi subyek hukum tersebut tidak mematuhi hukum- hukum tersebut. Kesadaran akan hukum sangat diperlukan dalam melancarkan proses penegakan hukum di Indonesia, demi mewujudkan ketertiban dan kenyamanan bersama.

 

 

 

 

 

  1. DAFTAR PUSTAKA

Mertokusumo, sudikno. Mengenal Hukum.penerbit Lyberti .Jogjakarta.2002

Wignjodipuro, surojo. Pengantar dan asas- asas hukum adat.gunung agung. Jakarta 1967.

http://www.indoskripsi.com

http://www.wikipedia.com

http://www.google.com

 



 

 

In reply to Ita Prihantika

Re: PIH ANE (Kelas A)

by Elma Sismi -

 

TUGAS PENGANTAR ILMU HUKUM

KELOMPOK 9

 

 
   

 

 

 

 

 

 

 

 

 

            Nama Kelompok :

  1. 1.      Ana Zaskia Anwar (1516041105)
  2. 2.      Bestha Lady (1516041101)
  3. 3.      Elma Sismi (1516041041)
  4. 4.      Etika Bayu Pratiwi (1516041031)
  5. 5.      Evi Okta Mayasari (1516041033)
  6. 6.      Nila Arsita (1516041013)

 

 

 

                                                   1. PENDAHULUAN

Dalam Pergaulan hidup manusia diatur oleh berbagai macam kaidah (Norma), yang tujuannya untuk menciptakan kehidupan yang lebih aman dan tertib. Pergaulan hidup manusia dapat mempengaruhi pola – pola berpikir manusia dan akan disalurkan dengan sifat dan karakter yang negative maupun positif. Kaidah disini difungsikan sebagai aturan untuk memberikan arahan dalam pergaulan hidup manusia yang diklasifikasikan dalam kaidah – kaidah kepercayaan dan kaidah – kaidah kesusilaan. Kaidah kepercayaan ditujukan untuk mencapai kehidupan yang beriman, sedangkan kaidah kesusilaan sendiri bertujuan agar manusia hidup berakhlak/ mempunyai hati nurani yang bersih. Dalam sosiologi hukum, kaidah yang didukung oleh kekuasaan pusat diterapkan dalam bentuk hukum, namun terdapat pertentangan diantara para ahli hukum dimana terdapat perbedaan dari sumber sanksinya dan pelaksanaanya.

Walaupun terdapat perbedaan namun inti dari sistem hukum sendiri sebenarnya terletak pada kesatuan aturan primer dan aturan sekunder. Aturan primer hanya merupaka ketentuan – ketentuan informal tetapi kehidupan manusia terus berkembang dan semakin kompleks sehingga kosekwensinya dapat menjadikan aturan primer tersebut menjadi pudar dan disini peraturan sekunder menjadi peran yang sangat penting yang hal ini dapat dilihat bahwa aturan sekunder meruapak rules of recognition, rules of change, dan rules of adjudication. Adalah hal yang sulit dalam membedakan antara hukum dan kaidah – kaidah secara tegas, namun terdapat cirri – cirri khusus di dalam hukum dimana hukum bertindak sebagai alat kekuasaan pusat untuk menciptakan keseimbangan didalam kehidupan bernegara. Sekiranya semua hal ini dapat dipahami bahwa hukum digunakan untuk tujuan perdamaian.

Dalam makalah ini akan lebih ditekankan tentang pembahasan masalah kaidah social karena kaidah social merupakan sebuah kaidah yang sangat erat dengan kehidupan masyarakat karena kaidah social berasal dari kebiasaan masyarakat.

2. PERMASALAHAN

  1. Apa pengertian kaidah sosial?
  2. Apa Fungsi dan Peran Kaidah Sosial Dalam Kehidupan Bermasyarakat?
  3. Apa konstribusi kaidah sosial dalam penciptaan hukum nasional?
  4. Apa contoh kaidah sosial yang dirubah menjadi hukum nasional?

3. PEMBAHASAN

3.1. Kaidah Sosial
Dalam sistem hukum yang berlaku di Indonesia pada saat ini, ada empat jenis kaidah sosial, yaitu;
1. Kaidah agama
Kaidah agama merupakan aturan-aturan yang berisi perintah maupun larangan yang besumber pada kitab suci masing-masing agama. Misalnya saja, bagi umat Islam, kaidah agama bersumber pada Al-Qur’an, atau injilyang menjadi sumber kaidah agama bagi yang memeluk agama Kristen.
Kaidah agama bukanlah kaidah yang bersifat mengikat kepada seluruh warga Negara Indonesia, kaidah ini tergantung pada agama apa yang dianut oleh warga tersebut. Oleh karenanya kaidah agama Islam tidak dapat diterapkan kepada individu atau masyarakat yang beragama Kristen, ataupun sebaliknya.

2. Kaidah kesusilaan
Kaidah kesusilaan adalah suatu keadaan dimana manusia secara naluriah dapat mengetahui dan membedakan tindakan yang baik dan tindakan yang buruk, hal itu dikarenakan kaidah kesusilaan bersumber dari naluri manusia tersebut.
Naluri manusia yang demikian itu menjadikannya aturan-aturan tersendiri dalam berperilaku, khususnya dalam menjaga diri dari tindakan-tindakan burukyang dapat merugikan diri sendiri.

3. Kaidah kesopanan
Kaidah kesopanan ialah aturan-aturan dalam bertingkah laku di dalam kehidupan bermasyarakat. Kaidah ini berisikan perintah maupun larangan untuk agar ketertiban dalam masyarakat tetap terjaga, baik itu berupa keamananmaupun kenyamanan.
Sopan santun merupakan salah satu sikap yang diperlukan seseorang untuk dapat diterima dengan baik oleh masyarakatnya, di samping sikap-sikap yang nebjadi syarat lainnya.

4. Kaidah Kebiasaan.
Kaidah kebiasaan merupakan aturan-aturan yang terbentuk oleh suatu kebiasaan di dalam masyarakat. Kebiasaan-kebiasaan tersebut membutuhkan waktu yang lama serta kontinuitas dalam pelaksanaannya sebelum menjadi kaidah.
Hukum adat merupakan bagian dari kaidah kebiasaan, oleh karenanya kaidah kebiasaan menjadi kaidah yang paling beragam seiring dengan beragamnya adat dan kebudayaan yang ada di Indonesia.

A. Perbedaan dalam kaidah-kaidah sosial

Sebelum mengetahui tentang perbedaan di antara kaidah-kaidah sosial, ada baiknya kita mengetahui tentang persamaan di antara kaidah-kaidah itu, yaitu semua kaidah-kaidah sosial sama-sama berisikan tentang aturanyang dimana di dalamnya berisikan tentang perintah dan larangan. Lalu sanksi yang timbul tidak jelas atau abstrak.
Ada beberapa perbedaan yang cukup signifikan diantara kaidah-kaidah sosial yang berlaku di Indonesia, dua diantaranya;
1. Sumber kaidah:

- kaidah agama bersumber kepada kitab suci.
- kaidah kesusilaan bersumber kepada hati nurani.
- kaidah kesopanan bersumber kepada masyarakat.
- kaidah kebiasaan bersumber kepada kebiasaan maupun adat istiadat.

2. Sanksi:

- kaidah agama memiliki sanksi dosa.
- kaidah kesusilaan memiliki sanksi ketenangan jiwa yang terganggu.
- kaidah kesopanan memiliki sanksi citra buruk di masyarakat.
- kaidah kebiasaan memiliki sanksi beragam, tergantung pada adatnya.

Walaupun berbeda, kaidah sosial merupakan suatu bagian yang utuh dalam sistem hukum yang berlaku di Indonesia.

B. Fungsi dan Peran Kaidah Sosial Dalam Kehidupan Bermasyarakat

Fungsi dan peran kaidah sosial di dalam kehidupan bermasyarakat adalah sesuai dengan PP No.25 tahun 2000, yaitu aturan atau ketentuan yang menjadi pedoman masyarakat tersebut dalam melaksanakan setiap kegiatannya. Diharapkan dengan adanya kaidah sosial ini kehidupan masyarakat dapat berjalan dengan tertib.
Kaidah sosial menjadi aturan hukum lain disamping hukum nasional yang berupa hukum perdata, hukum pidana, ataupun aturan-aturan hukum yang lainnya, dengan harapan dapat melengkapi ataupun menjadi hukum yang lebih jelas bagi kalangan tertentu.

C. Konstribusi kaidah sosial/ hukum adat dalam hukum nasional.

Konstribusi kaidah sosial/ hukum adat dalam hukum nasional adalah sebagai hukum yang mencerminkan kepribadian/ jiwa sebuah bangsa[1][1]. Kaidah sosial yang tidak menghambat tercapainya masyarakat sosialis pancasila yang dari dulu sampai sekarang menjadi pengatur- pengatur hidup bermasyarakat kita, harus menjadi dasar- dasar elemen, unsur- unsur, hukum yang kita masukan dalam hukum nasional kita yang baru.

Profesor soepomo dalam pidato Dies Natalis di UGM pada tgl 17 maret 1947 menegaskan sebagai berikut:

Ø Bahwa dalam lapangan hidup kekeluargaan, hukum adat masih akan menguasai masyarakat Indonesia.

Ø Bahwa hukum pidana dari suatu negara wajib sesuai dengan corak dan sifat- sifat bangsanya atau masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu, maka hukum adat pidana akan memberi bahan- bahan yang sangat berharga dalam pembentukan KUHP pidana baru untuk negara kita.

Ø Bahwa hukum adat sebagai hukum kebiasaan yang tak tertulis akan tetap emnjadi sumber hukum baru dalam hal- hal yang belum atau tidak ditetapkan oleh undang- undang.[2][2]

Dari berbagai uraian tersebut maka sungguh vital peranan hukum ada/ kaidah sosial dalam merumuskan hukum nasional sebuah negara. Karena jika hukum sebuah negara tidak sesuai dengan sifat atau karakter suatu bangsa maka akan sangat sulit hukum itu bisa dijalankan. Sebagai contoh adalah ketika hukum syari’at Islam di terapkan di Indonesia maka akan sangat sukit itu bisa berjalan. Karena masyarakat Indonesia bukanlah sluruhnya beragama Islam, selain itu dari segi sosio- historisnya masyarakat Indonesia erupakan masyarakat yang kental dengan corak budaya hindu dan budha.

3.2. Contoh Kaidah Sosial Yang Dijadikan Sebagai Hukum Nasional

A. Larangan merokok di tempat umum dan bagi anak- anak.

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menggagas perlunya suatu Undang-undang (UU) menyangkut larangan merokok bagi anak-anak karena peredaran rokok di Indonesia semakin tidak terkendali.
"Para perokok pemula semakin berusia muda," kata Sekretaris KPAI Hadi Supeno di Magelang, Sabtu
Pada Tahun 1970, katanya, perokok pemula berusia 15 tahun, tahun 2004 berusia tujuh tahun sedangkan sekarang berusia antara 5 tahun hingga 9 tahun.
Ia mengatakan, hingga saat ini Indonesia merupakan satu-satunya negara anggota Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) di Asia yang belum meratifikasi "Framework on Tobacco Control".
Pada Tahun 1993, katanya, sebanyak 192 negara anggota WHO menetapkan konvensi pengendalian tembakau. Hingga saat ini sebanyak 137 negara telah meratifikasinya sedangkan lainnya termasuk Indonesia belum meratifikasi.
"Akibatnya peredaran rokok di Indonesia tidak terkendali, dan itu berbahaya bagi anak-anak," katanya.
Ia mengatakan, hasil penelitian KPAI perokok aktif di Indonesia sekitar 141,4 juta orang sedangkan jumlah penduduk Indonesia sekitar 220 juta orang. Cina dengan penduduk sekitar 1,2 miliar jiwa, perokoknya sekitar 300 juta.

Ia mengatakan, sekitar 80 persen dari total perokok Indonesia itu warga miskin dengan penghasilan sekitar Rp20 ribu per hari.
Sebanyak 2.846 tayangan di semua stasiun televisi di Indonesia selama 1 tahun, katanya, disponsori rokok, sedangkan 1.350 kegiatan nasional juga disponsori rokok.
Total produksi rokok pada tahun 1970 sekitar 33 miliar batang sedangkan tahun 2006 sekitar 230 miliar batang.
"Akibatnya sekitar 43 juta anak usia hingga 18 tahun terancam penyakit mematikan," katanya.
Ia menyatakan pentingnya pemerintah menekan perokok guna mencegah pengaruh buruk rokok bagi anak-anak.
Negara-negara maju seperti, Jepang, Inggris, dan Amerika Serikat berhasil menekan angka perokok secara signifikan. Tetapi di Indonesia justru mengalami peningkatan pesat.
Menurut dia, kebijakan pemerintah tidak mampu mengendalikan peredaran rokok karena rokok menjadi sumber pembiayaan pembangunan. Tahun 2007 cukai rokok mencapai sekitar Rp57 triliun.
Selain itu, katanya, Kementerian Perindustrian menjadikan rokok sebagai industri utama yang menyangga industri nasional, bahkan akan terus dikembangkan hingga Tahun 2020.
"Seharusnya jangan produksi rokok yang dinaikan tetapi cukai rokok yang dinaikan sehingga rokok menjadi barang mahal dan tidak bisa dicapai anak-anak," katanya.
Pemerintah, katanya, juga harus segera meratifikasi konvensi pengendilan tembakau karena di dalamnya mengatur larangan iklan rokok.
Ia juga mengatakan, rancangan amandeman undang-undang tentang kesehatan yang dalam pembahasan saat ini antara lain mengatur larangan rokok bagi anak-anak.
"Merokok bagi anak mengganggu pertumbuhan jaringan tubuhnya," katanya.
Hingga saat ini KPAI melakukan survei tentang rokok, menggalang kerjasama dengan lembaga swadaya masyarakat antirokok, melakukan lobi dengan berbagai pihak terkait, serta menggalang aliansi dengan pemangku kepentingan atas larangan merokok bagi anak, kata Hadi Supeno.

Jadi dari kutipan diatas dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa merokok lebih banyak bahayanya dari pada manfaatnya. Sehingga sekarang telah diterbitkan undang- undang yang melarang untuk merokok ditempat umum dan bagi anak- anak kecil. Sebagai contoh adalah kejadian di Surabaya dimana seorang penumpang para pemilik jasa angkutan umum dipaksa oleh pemda agar memaksa turun orang/ penumpang yang merokok didalam bis (http://www.tempointeraktif.com/hg/nusa/2009/10/22/brk,20091022-203923,id.html) sedangkan sebenarnya merokok adalah bukan sebuah larangan akan tetapi kalau menurut kaidah social merokok di tempat umum dan anak- anak kecil yang merokok itu kurang etis sehingga terkesan tidak baik akan tetapi sekarang kaidah social tersebut telah diubah menjadi peraturan dalam hukum nasional.

B. Larangan meminta- minta

Pengemis sering kali kita jumpai di beberapa jalan di ibu kota atau daerah- daerah lainnya akan tetapi sekarang telah dikeluarkan undang- undang tentang larangan memberi apapun kepada para pengemis dengan alas an tidak mendidik dan sebagainya sebagaimana Dikutip dari republika.co.id dan beberapa sumber lainnya,baru – baru ini terdapat berita yang mengejutkan, Bersadarkan Peraturan Daerah (Perda) Provinsi DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum, pada pasal 40 huruf c disebutkan setiap orang atau badan dilarang memberikan sejumlah uang atau barang kepada pengemis, pengamen, dan pengelap mobil. Berikut ini adalah kutipannya di pasal 40, yang menjerat pemberi sedekah.
Setiap orang atau badan dilarang
a. Menjadi pengemis, pengamen, pedagang asongan, dan pengelap mobil.
b. Menyuruh orang lain untuk menjadi pengemis, pengamen, pedagang asongan, dan pengelap mobil.
c. membeli kepada pedagang asongan atau memberikan sejumlah uang atau barang kepada pengemis, pengamen, dan pengelap mobil.
Sedangkan ketentuan pidananya tercantum di Pasal 61.
Setiap orang atau badan yang melanggar ketentuan Pasal 2 ayat (1), ayat (2), ayat (3), Pasal 3 huruf i, Pasal 4 ayat (2), Pasal 5 huruf a, Pasal 1 ayat (1), Pasal 8, Pasal 9, Pasal 11 ayat (2), Pasal 12 huruf a, huruf e, huruf h, Pasal 14 ayat (1), ayat (2), Pasal 17 ayat (2), ayat (3), Pasal 19 huruf b, Pasal 21 huruf a, huruf b, huruf c, Pasal 25 ayat (2), ayat (3), Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), Pasal 28 ayat (2), Pasal 29 ayat (3), Pasal 31 ayat (1), Pasal 38 huruf a, huruf b, Pasal 39 ayat (1), Pasal 40 huruf a, huruf c, Pasal 51, Pasal 54 ayat (2) dan Pasal 57 dikenakan ancaman pidana kurungan paling singkat 10 (sepuluh) hari dan paling lama 60 (enam puluh) hari atau denda paling sedikit Rp. 100.000,- (Seratus Ribu Rupiah) dan paling banyak Rp. 20.000.000,- (Dua Puluh Juta Rupiah). Dalam hal ini sama juga dengan permasalahan dalam rokok. Mengemis atau mengamen sebenarnya bukan lah pekerjaan yang melanggar hokum, akan tetapi dengan berjalannya waktu demi keteriban bersama akhirnya diberlakukan larangan memberi pengamen atau pengemis dalam hokum nasional.

C. larangan membuang sampah disembarang tempat

Pasal 25 UU Pengelolaan Sampah menyebutkan, masyarakat dapat memperoleh kompensasi dari pemerintah jika mengalami kerugian akibat pengelolaan sampah yang buruk. Bentuk kompensasi dapat berupa direlokasi, pemulihan lingkungan, serta biaya kesehatan dan pengobatan.

UU Pengelolaan Sampah juga mengatur larangan membuang sampah sembarangan. Warga masyarakat yang melanggar dapat dikenai hukuman pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 9 tahun. "Sejak diberlakukannya UU ini, masyarakat tidak boleh membuang sampah sembarangan. Ada hukumannya," kata Wakil Ketua Panitia Khusus RUU Pengelola Sampah, Syamsul Bachri, Rabu (8/4).

UU tersebut juga mewajibkan setiap pelaku usaha meminimalkan pengunaan bahan baku yang menghasilkan sampah. Pelaku usaha agar sedapat mungkin menggunakan bahan baku yang sampahnya dapat didaur ulang atau mudah diurai oleh alam.

Selain itu, UU Pengelolaan Sampah melarang pembuangan sampah di tempat terbuka. UU ini mewajibkan pengelola sampah membuang sampah di tempat pembuangan terakhir. Hal ini termasuk pelayanan pengelolaan sampah terhadap masyarakat.

4. KESIMPULAN

Dari semua penjelasan diatas kita dapat menyimpulkan bahwa banyak sekali- aturan- aturan, norma- norma ataupun kaidah- kaidah yang dapat dijadikan sebagai seumber dari hukum nasional. Karena bagaimanapun semua aturan atau hukum nasional berasal dari kebiasaan masyarakat.

Dan sebuah hukum suatu negara tidaklah dapat berjalan apabila tidak sesuai dengan karakter dan sifat- sifat masyarakat dari suatu negara tersebut, karena dalam hal ini masyarakat merupakan objek dari hukum tersebut.

Disamping itu ada beberapa hukum adat / kaidah sosial yang telah benar- benar disahkan oleh pemerintah menjadi sebuah hukum tetulis di Negara Indonesia.

Diantaranya adalah larangan mengenai maslah rokok, untuk saat ini pemerintah telah menetapkan pasal akan larangan merokok di tempat umum dan bagi anak- anak.

Selain itu tentang masalah peminta- minta yang sering kita jumpai dijalan- jalan, beberapa perda saat ini telah mengesahkan bahwa dilarang memberi peminta- minta dijalanan.

Begitu juga dengan masalah sampah, pemerintah telah mengeluarkan hukum tertulis mengenai pengelolaan sampah.

Akan tetapi semua itu tidaklah bisa berjalan apabila kita sebgai masyarakat yang menjdi subyek hukum tersebut tidak mematuhi hukum- hukum tersebut. Kesadaran akan hukum sangat diperlukan dalam melancarkan proses penegakan hukum di Indonesia, demi mewujudkan ketertiban dan kenyamanan bersama.

 

  1. DAFTAR PUSTAKA

Mertokusumo, sudikno. Mengenal Hukum.penerbit Lyberti .Jogjakarta.2002

Wignjodipuro, surojo. Pengantar dan asas- asas hukum adat.gunung agung. Jakarta 1967.

http://www.indoskripsi.com

http://www.wikipedia.com

http://www.google.com

 



 

 

In reply to Ita Prihantika

Re: PIH ANE (Kelas A)

by wendy nurzahroh -

 

TUGAS PENGANTAR ILMU HUKUM

KELOMPOK 10

 

 

 
   

 

 

 

 

 

 

 

 

 

                                                            Nama Kelompok :

  1. 1.      Maulidya Agustina                                                                (1516041037)
  2. 2.      Galuh tri wahyuning tyas                                                     (1516041025)
  3. 3.      Wendy nurzahroh puspitarini                                             (1516041103)
  4. 4.      Intan purnama sari                                                               (1516041019)
  5. 5.      Shinta arista lamsi                                                                 (1516041023)
  6. 6.      Nisa wiji wati                                                                         (1516041049)
  7. 7.      Dedi sonata                                                                            (1516041005)

 

 

 

                                              

                                               1. PENDAHULUAN

         Dalam Pergaulan hidup manusia diatur oleh berbagai macam kaidah (Norma), yang tujuannya untuk menciptakan kehidupan yang lebih aman dan tertib. Pergaulan hidup manusia dapat mempengaruhi pola – pola berpikir manusia dan akan disalurkan dengan sifat dan karakter yang negative maupun positif. Kaidah disini difungsikan sebagai aturan untuk memberikan arahan dalam pergaulan hidup manusia yang diklasifikasikan dalam kaidah – kaidah kepercayaan dan kaidah – kaidah kesusilaan. Kaidah kepercayaan ditujukan untuk mencapai kehidupan yang beriman, sedangkan kaidah kesusilaan sendiri bertujuan agar manusia hidup berakhlak/ mempunyai hati nurani yang bersih. Dalam sosiologi hukum, kaidah yang didukung oleh kekuasaan pusat diterapkan dalam bentuk hukum, namun terdapat pertentangan diantara para ahli hukum dimana terdapat perbedaan dari sumber sanksinya dan pelaksanaanya.

Walaupun terdapat perbedaan namun inti dari sistem hukum sendiri sebenarnya terletak pada kesatuan aturan primer dan aturan sekunder. Aturan primer hanya merupaka ketentuan – ketentuan informal tetapi kehidupan manusia terus berkembang dan semakin kompleks sehingga kosekwensinya dapat menjadikan aturan primer tersebut menjadi pudar dan disini peraturan sekunder menjadi peran yang sangat penting yang hal ini dapat dilihat bahwa aturan sekunder meruapak rules of recognition, rules of change, dan rules of adjudication. Adalah hal yang sulit dalam membedakan antara hukum dan kaidah – kaidah secara tegas, namun terdapat cirri – cirri khusus di dalam hukum dimana hukum bertindak sebagai alat kekuasaan pusat untuk menciptakan keseimbangan didalam kehidupan bernegara. Sekiranya semua hal ini dapat dipahami bahwa hukum digunakan untuk tujuan perdamaian.

Dalam makalah ini akan lebih ditekankan tentang pembahasan masalah kaidah social karena kaidah social merupakan sebuah kaidah yang sangat erat dengan kehidupan masyarakat karena kaidah social berasal dari kebiasaan masyarakat.

 

 

 

2. PERMASALAHAN

  1. Apa pengertian kaidah sosial?
  2. Apa Fungsi dan Peran Kaidah Sosial Dalam Kehidupan Bermasyarakat?
  3. Apa konstribusi kaidah sosial dalam penciptaan hukum nasional?
  4. Apa contoh kaidah sosial yang dirubah menjadi hukum nasional?

3. PEMBAHASAN

3.1. Kaidah Sosial
Dalam sistem hukum yang berlaku di Indonesia pada saat ini, ada empat jenis kaidah sosial, yaitu;
1. Kaidah agama
Kaidah agama merupakan aturan-aturan yang berisi perintah maupun larangan yang besumber pada kitab suci masing-masing agama. Misalnya saja, bagi umat Islam, kaidah agama bersumber pada Al-Qur’an, atau injilyang menjadi sumber kaidah agama bagi yang memeluk agama Kristen.
Kaidah agama bukanlah kaidah yang bersifat mengikat kepada seluruh warga Negara Indonesia, kaidah ini tergantung pada agama apa yang dianut oleh warga tersebut. Oleh karenanya kaidah agama Islam tidak dapat diterapkan kepada individu atau masyarakat yang beragama Kristen, ataupun sebaliknya.

2. Kaidah kesusilaan
Kaidah kesusilaan adalah suatu keadaan dimana manusia secara naluriah dapat mengetahui dan membedakan tindakan yang baik dan tindakan yang buruk, hal itu dikarenakan kaidah kesusilaan bersumber dari naluri manusia tersebut.
Naluri manusia yang demikian itu menjadikannya aturan-aturan tersendiri dalam berperilaku, khususnya dalam menjaga diri dari tindakan-tindakan burukyang dapat merugikan diri sendiri.

3. Kaidah kesopanan
Kaidah kesopanan ialah aturan-aturan dalam bertingkah laku di dalam kehidupan bermasyarakat. Kaidah ini berisikan perintah maupun larangan untuk agar ketertiban dalam masyarakat tetap terjaga, baik itu berupa keamananmaupun kenyamanan.
Sopan santun merupakan salah satu sikap yang diperlukan seseorang untuk dapat diterima dengan baik oleh masyarakatnya, di samping sikap-sikap yang nebjadi syarat lainnya.

4. Kaidah Kebiasaan.
Kaidah kebiasaan merupakan aturan-aturan yang terbentuk oleh suatu kebiasaan di dalam masyarakat. Kebiasaan-kebiasaan tersebut membutuhkan waktu yang lama serta kontinuitas dalam pelaksanaannya sebelum menjadi kaidah.
Hukum adat merupakan bagian dari kaidah kebiasaan, oleh karenanya kaidah kebiasaan menjadi kaidah yang paling beragam seiring dengan beragamnya adat dan kebudayaan yang ada di Indonesia.

A. Perbedaan dalam kaidah-kaidah sosial

Sebelum mengetahui tentang perbedaan di antara kaidah-kaidah sosial, ada baiknya kita mengetahui tentang persamaan di antara kaidah-kaidah itu, yaitu semua kaidah-kaidah sosial sama-sama berisikan tentang aturanyang dimana di dalamnya berisikan tentang perintah dan larangan. Lalu sanksi yang timbul tidak jelas atau abstrak.
Ada beberapa perbedaan yang cukup signifikan diantara kaidah-kaidah sosial yang berlaku di Indonesia, dua diantaranya;
1. Sumber kaidah:

- kaidah agama bersumber kepada kitab suci.
- kaidah kesusilaan bersumber kepada hati nurani.
- kaidah kesopanan bersumber kepada masyarakat.
- kaidah kebiasaan bersumber kepada kebiasaan maupun adat istiadat.

2. Sanksi:

- kaidah agama memiliki sanksi dosa.
- kaidah kesusilaan memiliki sanksi ketenangan jiwa yang terganggu.
- kaidah kesopanan memiliki sanksi citra buruk di masyarakat.
- kaidah kebiasaan memiliki sanksi beragam, tergantung pada adatnya.

Walaupun berbeda, kaidah sosial merupakan suatu bagian yang utuh dalam sistem hukum yang berlaku di Indonesia.

 

 

B. Fungsi dan Peran Kaidah Sosial Dalam Kehidupan Bermasyarakat

Fungsi dan peran kaidah sosial di dalam kehidupan bermasyarakat adalah sesuai dengan PP No.25 tahun 2000, yaitu aturan atau ketentuan yang menjadi pedoman masyarakat tersebut dalam melaksanakan setiap kegiatannya. Diharapkan dengan adanya kaidah sosial ini kehidupan masyarakat dapat berjalan dengan tertib.
Kaidah sosial menjadi aturan hukum lain disamping hukum nasional yang berupa hukum perdata, hukum pidana, ataupun aturan-aturan hukum yang lainnya, dengan harapan dapat melengkapi ataupun menjadi hukum yang lebih jelas bagi kalangan tertentu.

C. Konstribusi kaidah sosial/ hukum adat dalam hukum nasional.

Konstribusi kaidah sosial/ hukum adat dalam hukum nasional adalah sebagai hukum yang mencerminkan kepribadian/ jiwa sebuah bangsa[1][1]. Kaidah sosial yang tidak menghambat tercapainya masyarakat sosialis pancasila yang dari dulu sampai sekarang menjadi pengatur- pengatur hidup bermasyarakat kita, harus menjadi dasar- dasar elemen, unsur- unsur, hukum yang kita masukan dalam hukum nasional kita yang baru.

Profesor soepomo dalam pidato Dies Natalis di UGM pada tgl 17 maret 1947 menegaskan sebagai berikut:

Ø Bahwa dalam lapangan hidup kekeluargaan, hukum adat masih akan menguasai masyarakat Indonesia.

Ø Bahwa hukum pidana dari suatu negara wajib sesuai dengan corak dan sifat- sifat bangsanya atau masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu, maka hukum adat pidana akan memberi bahan- bahan yang sangat berharga dalam pembentukan KUHP pidana baru untuk negara kita.

Ø Bahwa hukum adat sebagai hukum kebiasaan yang tak tertulis akan tetap emnjadi sumber hukum baru dalam hal- hal yang belum atau tidak ditetapkan oleh undang- undang.[2][2]

Dari berbagai uraian tersebut maka sungguh vital peranan hukum ada/ kaidah sosial dalam merumuskan hukum nasional sebuah negara. Karena jika hukum sebuah negara tidak sesuai dengan sifat atau karakter suatu bangsa maka akan sangat sulit hukum itu bisa dijalankan. Sebagai contoh adalah ketika hukum syari’at Islam di terapkan di Indonesia maka akan sangat sukit itu bisa berjalan. Karena masyarakat Indonesia bukanlah sluruhnya beragama Islam, selain itu dari segi sosio- historisnya masyarakat Indonesia erupakan masyarakat yang kental dengan corak budaya hindu dan budha.

3.2. Contoh Kaidah Sosial Yang Dijadikan Sebagai Hukum Nasional

A. Larangan merokok di tempat umum dan bagi anak- anak.

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menggagas perlunya suatu Undang-undang (UU) menyangkut larangan merokok bagi anak-anak karena peredaran rokok di Indonesia semakin tidak terkendali.
"Para perokok pemula semakin berusia muda," kata Sekretaris KPAI Hadi Supeno di Magelang, Sabtu
Pada Tahun 1970, katanya, perokok pemula berusia 15 tahun, tahun 2004 berusia tujuh tahun sedangkan sekarang berusia antara 5 tahun hingga 9 tahun.
Ia mengatakan, hingga saat ini Indonesia merupakan satu-satunya negara anggota Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) di Asia yang belum meratifikasi "Framework on Tobacco Control".
Pada Tahun 1993, katanya, sebanyak 192 negara anggota WHO menetapkan konvensi pengendalian tembakau. Hingga saat ini sebanyak 137 negara telah meratifikasinya sedangkan lainnya termasuk Indonesia belum meratifikasi.
"Akibatnya peredaran rokok di Indonesia tidak terkendali, dan itu berbahaya bagi anak-anak," katanya.
Ia mengatakan, hasil penelitian KPAI perokok aktif di Indonesia sekitar 141,4 juta orang sedangkan jumlah penduduk Indonesia sekitar 220 juta orang. Cina dengan penduduk sekitar 1,2 miliar jiwa, perokoknya sekitar 300 juta.

Ia mengatakan, sekitar 80 persen dari total perokok Indonesia itu warga miskin dengan penghasilan sekitar Rp20 ribu per hari.
Sebanyak 2.846 tayangan di semua stasiun televisi di Indonesia selama 1 tahun, katanya, disponsori rokok, sedangkan 1.350 kegiatan nasional juga disponsori rokok.
Total produksi rokok pada tahun 1970 sekitar 33 miliar batang sedangkan tahun 2006 sekitar 230 miliar batang.
"Akibatnya sekitar 43 juta anak usia hingga 18 tahun terancam penyakit mematikan," katanya.
Ia menyatakan pentingnya pemerintah menekan perokok guna mencegah pengaruh buruk rokok bagi anak-anak.
Negara-negara maju seperti, Jepang, Inggris, dan Amerika Serikat berhasil menekan angka perokok secara signifikan. Tetapi di Indonesia justru mengalami peningkatan pesat.
Menurut dia, kebijakan pemerintah tidak mampu mengendalikan peredaran rokok karena rokok menjadi sumber pembiayaan pembangunan. Tahun 2007 cukai rokok mencapai sekitar Rp57 triliun.
Selain itu, katanya, Kementerian Perindustrian menjadikan rokok sebagai industri utama yang menyangga industri nasional, bahkan akan terus dikembangkan hingga Tahun 2020.
"Seharusnya jangan produksi rokok yang dinaikan tetapi cukai rokok yang dinaikan sehingga rokok menjadi barang mahal dan tidak bisa dicapai anak-anak," katanya.
Pemerintah, katanya, juga harus segera meratifikasi konvensi pengendilan tembakau karena di dalamnya mengatur larangan iklan rokok.
Ia juga mengatakan, rancangan amandeman undang-undang tentang kesehatan yang dalam pembahasan saat ini antara lain mengatur larangan rokok bagi anak-anak.
"Merokok bagi anak mengganggu pertumbuhan jaringan tubuhnya," katanya.
Hingga saat ini KPAI melakukan survei tentang rokok, menggalang kerjasama dengan lembaga swadaya masyarakat antirokok, melakukan lobi dengan berbagai pihak terkait, serta menggalang aliansi dengan pemangku kepentingan atas larangan merokok bagi anak, kata Hadi Supeno.

Jadi dari kutipan diatas dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa merokok lebih banyak bahayanya dari pada manfaatnya. Sehingga sekarang telah diterbitkan undang- undang yang melarang untuk merokok ditempat umum dan bagi anak- anak kecil. Sebagai contoh adalah kejadian di Surabaya dimana seorang penumpang para pemilik jasa angkutan umum dipaksa oleh pemda agar memaksa turun orang/ penumpang yang merokok didalam bis (http://www.tempointeraktif.com/hg/nusa/2009/10/22/brk,20091022-203923,id.html) sedangkan sebenarnya merokok adalah bukan sebuah larangan akan tetapi kalau menurut kaidah social merokok di tempat umum dan anak- anak kecil yang merokok itu kurang etis sehingga terkesan tidak baik akan tetapi sekarang kaidah social tersebut telah diubah menjadi peraturan dalam hukum nasional.

B. Larangan meminta- minta

Pengemis sering kali kita jumpai di beberapa jalan di ibu kota atau daerah- daerah lainnya akan tetapi sekarang telah dikeluarkan undang- undang tentang larangan memberi apapun kepada para pengemis dengan alas an tidak mendidik dan sebagainya sebagaimana Dikutip dari republika.co.id dan beberapa sumber lainnya,baru – baru ini terdapat berita yang mengejutkan, Bersadarkan Peraturan Daerah (Perda) Provinsi DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum, pada pasal 40 huruf c disebutkan setiap orang atau badan dilarang memberikan sejumlah uang atau barang kepada pengemis, pengamen, dan pengelap mobil. Berikut ini adalah kutipannya di pasal 40, yang menjerat pemberi sedekah.
Setiap orang atau badan dilarang
a. Menjadi pengemis, pengamen, pedagang asongan, dan pengelap mobil.
b. Menyuruh orang lain untuk menjadi pengemis, pengamen, pedagang asongan, dan pengelap mobil.
c. membeli kepada pedagang asongan atau memberikan sejumlah uang atau barang kepada pengemis, pengamen, dan pengelap mobil.
Sedangkan ketentuan pidananya tercantum di Pasal 61.
Setiap orang atau badan yang melanggar ketentuan Pasal 2 ayat (1), ayat (2), ayat (3), Pasal 3 huruf i, Pasal 4 ayat (2), Pasal 5 huruf a, Pasal 1 ayat (1), Pasal 8, Pasal 9, Pasal 11 ayat (2), Pasal 12 huruf a, huruf e, huruf h, Pasal 14 ayat (1), ayat (2), Pasal 17 ayat (2), ayat (3), Pasal 19 huruf b, Pasal 21 huruf a, huruf b, huruf c, Pasal 25 ayat (2), ayat (3), Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), Pasal 28 ayat (2), Pasal 29 ayat (3), Pasal 31 ayat (1), Pasal 38 huruf a, huruf b, Pasal 39 ayat (1), Pasal 40 huruf a, huruf c, Pasal 51, Pasal 54 ayat (2) dan Pasal 57 dikenakan ancaman pidana kurungan paling singkat 10 (sepuluh) hari dan paling lama 60 (enam puluh) hari atau denda paling sedikit Rp. 100.000,- (Seratus Ribu Rupiah) dan paling banyak Rp. 20.000.000,- (Dua Puluh Juta Rupiah). Dalam hal ini sama juga dengan permasalahan dalam rokok. Mengemis atau mengamen sebenarnya bukan lah pekerjaan yang melanggar hokum, akan tetapi dengan berjalannya waktu demi keteriban bersama akhirnya diberlakukan larangan memberi pengamen atau pengemis dalam hokum nasional.

 

 

 

C. larangan membuang sampah disembarang tempat

Pasal 25 UU Pengelolaan Sampah menyebutkan, masyarakat dapat memperoleh kompensasi dari pemerintah jika mengalami kerugian akibat pengelolaan sampah yang buruk. Bentuk kompensasi dapat berupa direlokasi, pemulihan lingkungan, serta biaya kesehatan dan pengobatan.

UU Pengelolaan Sampah juga mengatur larangan membuang sampah sembarangan. Warga masyarakat yang melanggar dapat dikenai hukuman pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 9 tahun. "Sejak diberlakukannya UU ini, masyarakat tidak boleh membuang sampah sembarangan. Ada hukumannya," kata Wakil Ketua Panitia Khusus RUU Pengelola Sampah, Syamsul Bachri, Rabu (8/4).

UU tersebut juga mewajibkan setiap pelaku usaha meminimalkan pengunaan bahan baku yang menghasilkan sampah. Pelaku usaha agar sedapat mungkin menggunakan bahan baku yang sampahnya dapat didaur ulang atau mudah diurai oleh alam.

Selain itu, UU Pengelolaan Sampah melarang pembuangan sampah di tempat terbuka. UU ini mewajibkan pengelola sampah membuang sampah di tempat pembuangan terakhir. Hal ini termasuk pelayanan pengelolaan sampah terhadap masyarakat.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

4. KESIMPULAN

Dari semua penjelasan diatas kita dapat menyimpulkan bahwa banyak sekali- aturan- aturan, norma- norma ataupun kaidah- kaidah yang dapat dijadikan sebagai seumber dari hukum nasional. Karena bagaimanapun semua aturan atau hukum nasional berasal dari kebiasaan masyarakat.

Dan sebuah hukum suatu negara tidaklah dapat berjalan apabila tidak sesuai dengan karakter dan sifat- sifat masyarakat dari suatu negara tersebut, karena dalam hal ini masyarakat merupakan objek dari hukum tersebut.

Disamping itu ada beberapa hukum adat / kaidah sosial yang telah benar- benar disahkan oleh pemerintah menjadi sebuah hukum tetulis di Negara Indonesia.

Diantaranya adalah larangan mengenai maslah rokok, untuk saat ini pemerintah telah menetapkan pasal akan larangan merokok di tempat umum dan bagi anak- anak.

Selain itu tentang masalah peminta- minta yang sering kita jumpai dijalan- jalan, beberapa perda saat ini telah mengesahkan bahwa dilarang memberi peminta- minta dijalanan.

Begitu juga dengan masalah sampah, pemerintah telah mengeluarkan hukum tertulis mengenai pengelolaan sampah.

Akan tetapi semua itu tidaklah bisa berjalan apabila kita sebgai masyarakat yang menjdi subyek hukum tersebut tidak mematuhi hukum- hukum tersebut. Kesadaran akan hukum sangat diperlukan dalam melancarkan proses penegakan hukum di Indonesia, demi mewujudkan ketertiban dan kenyamanan bersama.

 

 

 

 

 

  1. DAFTAR PUSTAKA

Mertokusumo, sudikno. Mengenal Hukum.penerbit Lyberti .Jogjakarta.2002

Wignjodipuro, surojo. Pengantar dan asas- asas hukum adat.gunung agung. Jakarta 1967.

http://www.indoskripsi.com

http://www.wikipedia.com

http://www.google.com

 



 

 

In reply to Ita Prihantika

Re: PIH ANE (Kelas A)

by DEDI SONATA -

 

TUGAS PENGANTAR ILMU HUKUM

KELOMPOK 10

 

 
   

 

 

 

 

 

 

 

 

 

            Nama Kelompok :

  1. 1.      Maulidya Agustina (1516041037)
  2. 2.      Galuh tri wahyuning tyas (1516041025)
  3. 3.      Wendy nurzahroh puspitarini (1516041103)
  4. 4.      Intan purnama sari (1516041019)
  5. 5.      Shinta arista lamsi (1516041023)
  6. 6.      Nisa wiji wati (1516041049)
  7. 7.      Dedi sonata (1516041005)

 

 

 

                                             

1. PENDAHULUAN

Dalam Pergaulan hidup manusia diatur oleh berbagai macam kaidah (Norma), yang tujuannya untuk menciptakan kehidupan yang lebih aman dan tertib. Pergaulan hidup manusia dapat mempengaruhi pola – pola berpikir manusia dan akan disalurkan dengan sifat dan karakter yang negative maupun positif. Kaidah disini difungsikan sebagai aturan untuk memberikan arahan dalam pergaulan hidup manusia yang diklasifikasikan dalam kaidah – kaidah kepercayaan dan kaidah – kaidah kesusilaan. Kaidah kepercayaan ditujukan untuk mencapai kehidupan yang beriman, sedangkan kaidah kesusilaan sendiri bertujuan agar manusia hidup berakhlak/ mempunyai hati nurani yang bersih. Dalam sosiologi hukum, kaidah yang didukung oleh kekuasaan pusat diterapkan dalam bentuk hukum, namun terdapat pertentangan diantara para ahli hukum dimana terdapat perbedaan dari sumber sanksinya dan pelaksanaanya.

Walaupun terdapat perbedaan namun inti dari sistem hukum sendiri sebenarnya terletak pada kesatuan aturan primer dan aturan sekunder. Aturan primer hanya merupaka ketentuan – ketentuan informal tetapi kehidupan manusia terus berkembang dan semakin kompleks sehingga kosekwensinya dapat menjadikan aturan primer tersebut menjadi pudar dan disini peraturan sekunder menjadi peran yang sangat penting yang hal ini dapat dilihat bahwa aturan sekunder meruapak rules of recognition, rules of change, dan rules of adjudication. Adalah hal yang sulit dalam membedakan antara hukum dan kaidah – kaidah secara tegas, namun terdapat cirri – cirri khusus di dalam hukum dimana hukum bertindak sebagai alat kekuasaan pusat untuk menciptakan keseimbangan didalam kehidupan bernegara. Sekiranya semua hal ini dapat dipahami bahwa hukum digunakan untuk tujuan perdamaian.

Dalam makalah ini akan lebih ditekankan tentang pembahasan masalah kaidah social karena kaidah social merupakan sebuah kaidah yang sangat erat dengan kehidupan masyarakat karena kaidah social berasal dari kebiasaan masyarakat.

 

 

 

2. PERMASALAHAN

  1. Apa pengertian kaidah sosial?
  2. Apa Fungsi dan Peran Kaidah Sosial Dalam Kehidupan Bermasyarakat?
  3. Apa konstribusi kaidah sosial dalam penciptaan hukum nasional?
  4. Apa contoh kaidah sosial yang dirubah menjadi hukum nasional?

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

3. PEMBAHASAN

3.1. Kaidah Sosial
Dalam sistem hukum yang berlaku di Indonesia pada saat ini, ada empat jenis kaidah sosial, yaitu;
1. Kaidah agama
Kaidah agama merupakan aturan-aturan yang berisi perintah maupun larangan yang besumber pada kitab suci masing-masing agama. Misalnya saja, bagi umat Islam, kaidah agama bersumber pada Al-Qur’an, atau injilyang menjadi sumber kaidah agama bagi yang memeluk agama Kristen.
Kaidah agama bukanlah kaidah yang bersifat mengikat kepada seluruh warga Negara Indonesia, kaidah ini tergantung pada agama apa yang dianut oleh warga tersebut. Oleh karenanya kaidah agama Islam tidak dapat diterapkan kepada individu atau masyarakat yang beragama Kristen, ataupun sebaliknya.

2. Kaidah kesusilaan
Kaidah kesusilaan adalah suatu keadaan dimana manusia secara naluriah dapat mengetahui dan membedakan tindakan yang baik dan tindakan yang buruk, hal itu dikarenakan kaidah kesusilaan bersumber dari naluri manusia tersebut.
Naluri manusia yang demikian itu menjadikannya aturan-aturan tersendiri dalam berperilaku, khususnya dalam menjaga diri dari tindakan-tindakan burukyang dapat merugikan diri sendiri.

3. Kaidah kesopanan
Kaidah kesopanan ialah aturan-aturan dalam bertingkah laku di dalam kehidupan bermasyarakat. Kaidah ini berisikan perintah maupun larangan untuk agar ketertiban dalam masyarakat tetap terjaga, baik itu berupa keamananmaupun kenyamanan.
Sopan santun merupakan salah satu sikap yang diperlukan seseorang untuk dapat diterima dengan baik oleh masyarakatnya, di samping sikap-sikap yang nebjadi syarat lainnya.

4. Kaidah Kebiasaan.
Kaidah kebiasaan merupakan aturan-aturan yang terbentuk oleh suatu kebiasaan di dalam masyarakat. Kebiasaan-kebiasaan tersebut membutuhkan waktu yang lama serta kontinuitas dalam pelaksanaannya sebelum menjadi kaidah.
Hukum adat merupakan bagian dari kaidah kebiasaan, oleh karenanya kaidah kebiasaan menjadi kaidah yang paling beragam seiring dengan beragamnya adat dan kebudayaan yang ada di Indonesia.

A. Perbedaan dalam kaidah-kaidah sosial

Sebelum mengetahui tentang perbedaan di antara kaidah-kaidah sosial, ada baiknya kita mengetahui tentang persamaan di antara kaidah-kaidah itu, yaitu semua kaidah-kaidah sosial sama-sama berisikan tentang aturanyang dimana di dalamnya berisikan tentang perintah dan larangan. Lalu sanksi yang timbul tidak jelas atau abstrak.
Ada beberapa perbedaan yang cukup signifikan diantara kaidah-kaidah sosial yang berlaku di Indonesia, dua diantaranya;
1. Sumber kaidah:

- kaidah agama bersumber kepada kitab suci.
- kaidah kesusilaan bersumber kepada hati nurani.
- kaidah kesopanan bersumber kepada masyarakat.
- kaidah kebiasaan bersumber kepada kebiasaan maupun adat istiadat.

2. Sanksi:

- kaidah agama memiliki sanksi dosa.
- kaidah kesusilaan memiliki sanksi ketenangan jiwa yang terganggu.
- kaidah kesopanan memiliki sanksi citra buruk di masyarakat.
- kaidah kebiasaan memiliki sanksi beragam, tergantung pada adatnya.

Walaupun berbeda, kaidah sosial merupakan suatu bagian yang utuh dalam sistem hukum yang berlaku di Indonesia.

B. Fungsi dan Peran Kaidah Sosial Dalam Kehidupan Bermasyarakat

Fungsi dan peran kaidah sosial di dalam kehidupan bermasyarakat adalah sesuai dengan PP No.25 tahun 2000, yaitu aturan atau ketentuan yang menjadi pedoman masyarakat tersebut dalam melaksanakan setiap kegiatannya. Diharapkan dengan adanya kaidah sosial ini kehidupan masyarakat dapat berjalan dengan tertib.
Kaidah sosial menjadi aturan hukum lain disamping hukum nasional yang berupa hukum perdata, hukum pidana, ataupun aturan-aturan hukum yang lainnya, dengan harapan dapat melengkapi ataupun menjadi hukum yang lebih jelas bagi kalangan tertentu.

C. Konstribusi kaidah sosial/ hukum adat dalam hukum nasional.

Konstribusi kaidah sosial/ hukum adat dalam hukum nasional adalah sebagai hukum yang mencerminkan kepribadian/ jiwa sebuah bangsa[1][1]. Kaidah sosial yang tidak menghambat tercapainya masyarakat sosialis pancasila yang dari dulu sampai sekarang menjadi pengatur- pengatur hidup bermasyarakat kita, harus menjadi dasar- dasar elemen, unsur- unsur, hukum yang kita masukan dalam hukum nasional kita yang baru.

Profesor soepomo dalam pidato Dies Natalis di UGM pada tgl 17 maret 1947 menegaskan sebagai berikut:

Ø Bahwa dalam lapangan hidup kekeluargaan, hukum adat masih akan menguasai masyarakat Indonesia.

Ø Bahwa hukum pidana dari suatu negara wajib sesuai dengan corak dan sifat- sifat bangsanya atau masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu, maka hukum adat pidana akan memberi bahan- bahan yang sangat berharga dalam pembentukan KUHP pidana baru untuk negara kita.

Ø Bahwa hukum adat sebagai hukum kebiasaan yang tak tertulis akan tetap emnjadi sumber hukum baru dalam hal- hal yang belum atau tidak ditetapkan oleh undang- undang.[2][2]

Dari berbagai uraian tersebut maka sungguh vital peranan hukum ada/ kaidah sosial dalam merumuskan hukum nasional sebuah negara. Karena jika hukum sebuah negara tidak sesuai dengan sifat atau karakter suatu bangsa maka akan sangat sulit hukum itu bisa dijalankan. Sebagai contoh adalah ketika hukum syari’at Islam di terapkan di Indonesia maka akan sangat sukit itu bisa berjalan. Karena masyarakat Indonesia bukanlah sluruhnya beragama Islam, selain itu dari segi sosio- historisnya masyarakat Indonesia erupakan masyarakat yang kental dengan corak budaya hindu dan budha.

3.2. Contoh Kaidah Sosial Yang Dijadikan Sebagai Hukum Nasional

A. Larangan merokok di tempat umum dan bagi anak- anak.

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menggagas perlunya suatu Undang-undang (UU) menyangkut larangan merokok bagi anak-anak karena peredaran rokok di Indonesia semakin tidak terkendali.
"Para perokok pemula semakin berusia muda," kata Sekretaris KPAI Hadi Supeno di Magelang, Sabtu
Pada Tahun 1970, katanya, perokok pemula berusia 15 tahun, tahun 2004 berusia tujuh tahun sedangkan sekarang berusia antara 5 tahun hingga 9 tahun.
Ia mengatakan, hingga saat ini Indonesia merupakan satu-satunya negara anggota Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) di Asia yang belum meratifikasi "Framework on Tobacco Control".
Pada Tahun 1993, katanya, sebanyak 192 negara anggota WHO menetapkan konvensi pengendalian tembakau. Hingga saat ini sebanyak 137 negara telah meratifikasinya sedangkan lainnya termasuk Indonesia belum meratifikasi.
"Akibatnya peredaran rokok di Indonesia tidak terkendali, dan itu berbahaya bagi anak-anak," katanya.
Ia mengatakan, hasil penelitian KPAI perokok aktif di Indonesia sekitar 141,4 juta orang sedangkan jumlah penduduk Indonesia sekitar 220 juta orang. Cina dengan penduduk sekitar 1,2 miliar jiwa, perokoknya sekitar 300 juta.

Ia mengatakan, sekitar 80 persen dari total perokok Indonesia itu warga miskin dengan penghasilan sekitar Rp20 ribu per hari.
Sebanyak 2.846 tayangan di semua stasiun televisi di Indonesia selama 1 tahun, katanya, disponsori rokok, sedangkan 1.350 kegiatan nasional juga disponsori rokok.
Total produksi rokok pada tahun 1970 sekitar 33 miliar batang sedangkan tahun 2006 sekitar 230 miliar batang.
"Akibatnya sekitar 43 juta anak usia hingga 18 tahun terancam penyakit mematikan," katanya.
Ia menyatakan pentingnya pemerintah menekan perokok guna mencegah pengaruh buruk rokok bagi anak-anak.
Negara-negara maju seperti, Jepang, Inggris, dan Amerika Serikat berhasil menekan angka perokok secara signifikan. Tetapi di Indonesia justru mengalami peningkatan pesat.
Menurut dia, kebijakan pemerintah tidak mampu mengendalikan peredaran rokok karena rokok menjadi sumber pembiayaan pembangunan. Tahun 2007 cukai rokok mencapai sekitar Rp57 triliun.
Selain itu, katanya, Kementerian Perindustrian menjadikan rokok sebagai industri utama yang menyangga industri nasional, bahkan akan terus dikembangkan hingga Tahun 2020.
"Seharusnya jangan produksi rokok yang dinaikan tetapi cukai rokok yang dinaikan sehingga rokok menjadi barang mahal dan tidak bisa dicapai anak-anak," katanya.
Pemerintah, katanya, juga harus segera meratifikasi konvensi pengendilan tembakau karena di dalamnya mengatur larangan iklan rokok.
Ia juga mengatakan, rancangan amandeman undang-undang tentang kesehatan yang dalam pembahasan saat ini antara lain mengatur larangan rokok bagi anak-anak.
"Merokok bagi anak mengganggu pertumbuhan jaringan tubuhnya," katanya.
Hingga saat ini KPAI melakukan survei tentang rokok, menggalang kerjasama dengan lembaga swadaya masyarakat antirokok, melakukan lobi dengan berbagai pihak terkait, serta menggalang aliansi dengan pemangku kepentingan atas larangan merokok bagi anak, kata Hadi Supeno.

Jadi dari kutipan diatas dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa merokok lebih banyak bahayanya dari pada manfaatnya. Sehingga sekarang telah diterbitkan undang- undang yang melarang untuk merokok ditempat umum dan bagi anak- anak kecil. Sebagai contoh adalah kejadian di Surabaya dimana seorang penumpang para pemilik jasa angkutan umum dipaksa oleh pemda agar memaksa turun orang/ penumpang yang merokok didalam bis (http://www.tempointeraktif.com/hg/nusa/2009/10/22/brk,20091022-203923,id.html) sedangkan sebenarnya merokok adalah bukan sebuah larangan akan tetapi kalau menurut kaidah social merokok di tempat umum dan anak- anak kecil yang merokok itu kurang etis sehingga terkesan tidak baik akan tetapi sekarang kaidah social tersebut telah diubah menjadi peraturan dalam hukum nasional.

B. Larangan meminta- minta

Pengemis sering kali kita jumpai di beberapa jalan di ibu kota atau daerah- daerah lainnya akan tetapi sekarang telah dikeluarkan undang- undang tentang larangan memberi apapun kepada para pengemis dengan alas an tidak mendidik dan sebagainya sebagaimana Dikutip dari republika.co.id dan beberapa sumber lainnya,baru – baru ini terdapat berita yang mengejutkan, Bersadarkan Peraturan Daerah (Perda) Provinsi DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum, pada pasal 40 huruf c disebutkan setiap orang atau badan dilarang memberikan sejumlah uang atau barang kepada pengemis, pengamen, dan pengelap mobil. Berikut ini adalah kutipannya di pasal 40, yang menjerat pemberi sedekah.
Setiap orang atau badan dilarang
a. Menjadi pengemis, pengamen, pedagang asongan, dan pengelap mobil.
b. Menyuruh orang lain untuk menjadi pengemis, pengamen, pedagang asongan, dan pengelap mobil.
c. membeli kepada pedagang asongan atau memberikan sejumlah uang atau barang kepada pengemis, pengamen, dan pengelap mobil.
Sedangkan ketentuan pidananya tercantum di Pasal 61.
Setiap orang atau badan yang melanggar ketentuan Pasal 2 ayat (1), ayat (2), ayat (3), Pasal 3 huruf i, Pasal 4 ayat (2), Pasal 5 huruf a, Pasal 1 ayat (1), Pasal 8, Pasal 9, Pasal 11 ayat (2), Pasal 12 huruf a, huruf e, huruf h, Pasal 14 ayat (1), ayat (2), Pasal 17 ayat (2), ayat (3), Pasal 19 huruf b, Pasal 21 huruf a, huruf b, huruf c, Pasal 25 ayat (2), ayat (3), Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), Pasal 28 ayat (2), Pasal 29 ayat (3), Pasal 31 ayat (1), Pasal 38 huruf a, huruf b, Pasal 39 ayat (1), Pasal 40 huruf a, huruf c, Pasal 51, Pasal 54 ayat (2) dan Pasal 57 dikenakan ancaman pidana kurungan paling singkat 10 (sepuluh) hari dan paling lama 60 (enam puluh) hari atau denda paling sedikit Rp. 100.000,- (Seratus Ribu Rupiah) dan paling banyak Rp. 20.000.000,- (Dua Puluh Juta Rupiah). Dalam hal ini sama juga dengan permasalahan dalam rokok. Mengemis atau mengamen sebenarnya bukan lah pekerjaan yang melanggar hokum, akan tetapi dengan berjalannya waktu demi keteriban bersama akhirnya diberlakukan larangan memberi pengamen atau pengemis dalam hokum nasional.

C. larangan membuang sampah disembarang tempat

Pasal 25 UU Pengelolaan Sampah menyebutkan, masyarakat dapat memperoleh kompensasi dari pemerintah jika mengalami kerugian akibat pengelolaan sampah yang buruk. Bentuk kompensasi dapat berupa direlokasi, pemulihan lingkungan, serta biaya kesehatan dan pengobatan.

UU Pengelolaan Sampah juga mengatur larangan membuang sampah sembarangan. Warga masyarakat yang melanggar dapat dikenai hukuman pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 9 tahun. "Sejak diberlakukannya UU ini, masyarakat tidak boleh membuang sampah sembarangan. Ada hukumannya," kata Wakil Ketua Panitia Khusus RUU Pengelola Sampah, Syamsul Bachri, Rabu (8/4).

UU tersebut juga mewajibkan setiap pelaku usaha meminimalkan pengunaan bahan baku yang menghasilkan sampah. Pelaku usaha agar sedapat mungkin menggunakan bahan baku yang sampahnya dapat didaur ulang atau mudah diurai oleh alam.

Selain itu, UU Pengelolaan Sampah melarang pembuangan sampah di tempat terbuka. UU ini mewajibkan pengelola sampah membuang sampah di tempat pembuangan terakhir. Hal ini termasuk pelayanan pengelolaan sampah terhadap masyarakat.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

4. KESIMPULAN

Dari semua penjelasan diatas kita dapat menyimpulkan bahwa banyak sekali- aturan- aturan, norma- norma ataupun kaidah- kaidah yang dapat dijadikan sebagai seumber dari hukum nasional. Karena bagaimanapun semua aturan atau hukum nasional berasal dari kebiasaan masyarakat.

Dan sebuah hukum suatu negara tidaklah dapat berjalan apabila tidak sesuai dengan karakter dan sifat- sifat masyarakat dari suatu negara tersebut, karena dalam hal ini masyarakat merupakan objek dari hukum tersebut.

Disamping itu ada beberapa hukum adat / kaidah sosial yang telah benar- benar disahkan oleh pemerintah menjadi sebuah hukum tetulis di Negara Indonesia.

Diantaranya adalah larangan mengenai maslah rokok, untuk saat ini pemerintah telah menetapkan pasal akan larangan merokok di tempat umum dan bagi anak- anak.

Selain itu tentang masalah peminta- minta yang sering kita jumpai dijalan- jalan, beberapa perda saat ini telah mengesahkan bahwa dilarang memberi peminta- minta dijalanan.

Begitu juga dengan masalah sampah, pemerintah telah mengeluarkan hukum tertulis mengenai pengelolaan sampah.

Akan tetapi semua itu tidaklah bisa berjalan apabila kita sebgai masyarakat yang menjdi subyek hukum tersebut tidak mematuhi hukum- hukum tersebut. Kesadaran akan hukum sangat diperlukan dalam melancarkan proses penegakan hukum di Indonesia, demi mewujudkan ketertiban dan kenyamanan bersama.

 

 

 

 

 

  1. DAFTAR PUSTAKA

Mertokusumo, sudikno. Mengenal Hukum.penerbit Lyberti .Jogjakarta.2002

Wignjodipuro, surojo. Pengantar dan asas- asas hukum adat.gunung agung. Jakarta 1967.

http://www.indoskripsi.com

http://www.wikipedia.com

http://www.google.com

 



 

 

In reply to Ita Prihantika

Re: PIH ANE (Kelas A)

by Bestha Lady -

 

TUGAS PENGANTAR ILMU HUKUM

KELOMPOK 9

 

 
   

 

 

 

 

 

 

 

 

 

            Nama Kelompok :

  1. 1.      Ana Zaskia Anwar (1516041105)
  2. 2.      Bestha Lady (1516041101)
  3. 3.      Elma Sismi (1516041041)
  4. 4.      Etika Bayu Pratiwi (1516041031)
  5. 5.      Evi Okta Mayasari (1516041033)
  6. 6.      Nila Arsita (1516041013)

 

 

 

                                                   1. PENDAHULUAN

Dalam Pergaulan hidup manusia diatur oleh berbagai macam kaidah (Norma), yang tujuannya untuk menciptakan kehidupan yang lebih aman dan tertib. Pergaulan hidup manusia dapat mempengaruhi pola – pola berpikir manusia dan akan disalurkan dengan sifat dan karakter yang negative maupun positif. Kaidah disini difungsikan sebagai aturan untuk memberikan arahan dalam pergaulan hidup manusia yang diklasifikasikan dalam kaidah – kaidah kepercayaan dan kaidah – kaidah kesusilaan. Kaidah kepercayaan ditujukan untuk mencapai kehidupan yang beriman, sedangkan kaidah kesusilaan sendiri bertujuan agar manusia hidup berakhlak/ mempunyai hati nurani yang bersih. Dalam sosiologi hukum, kaidah yang didukung oleh kekuasaan pusat diterapkan dalam bentuk hukum, namun terdapat pertentangan diantara para ahli hukum dimana terdapat perbedaan dari sumber sanksinya dan pelaksanaanya.

Walaupun terdapat perbedaan namun inti dari sistem hukum sendiri sebenarnya terletak pada kesatuan aturan primer dan aturan sekunder. Aturan primer hanya merupaka ketentuan – ketentuan informal tetapi kehidupan manusia terus berkembang dan semakin kompleks sehingga kosekwensinya dapat menjadikan aturan primer tersebut menjadi pudar dan disini peraturan sekunder menjadi peran yang sangat penting yang hal ini dapat dilihat bahwa aturan sekunder meruapak rules of recognition, rules of change, dan rules of adjudication. Adalah hal yang sulit dalam membedakan antara hukum dan kaidah – kaidah secara tegas, namun terdapat cirri – cirri khusus di dalam hukum dimana hukum bertindak sebagai alat kekuasaan pusat untuk menciptakan keseimbangan didalam kehidupan bernegara. Sekiranya semua hal ini dapat dipahami bahwa hukum digunakan untuk tujuan perdamaian.

Dalam makalah ini akan lebih ditekankan tentang pembahasan masalah kaidah social karena kaidah social merupakan sebuah kaidah yang sangat erat dengan kehidupan masyarakat karena kaidah social berasal dari kebiasaan masyarakat.

2. PERMASALAHAN

  1. Apa pengertian kaidah sosial?
  2. Apa Fungsi dan Peran Kaidah Sosial Dalam Kehidupan Bermasyarakat?
  3. Apa konstribusi kaidah sosial dalam penciptaan hukum nasional?
  4. Apa contoh kaidah sosial yang dirubah menjadi hukum nasional?

3. PEMBAHASAN

3.1. Kaidah Sosial
Dalam sistem hukum yang berlaku di Indonesia pada saat ini, ada empat jenis kaidah sosial, yaitu;
1. Kaidah agama
Kaidah agama merupakan aturan-aturan yang berisi perintah maupun larangan yang besumber pada kitab suci masing-masing agama. Misalnya saja, bagi umat Islam, kaidah agama bersumber pada Al-Qur’an, atau injilyang menjadi sumber kaidah agama bagi yang memeluk agama Kristen.
Kaidah agama bukanlah kaidah yang bersifat mengikat kepada seluruh warga Negara Indonesia, kaidah ini tergantung pada agama apa yang dianut oleh warga tersebut. Oleh karenanya kaidah agama Islam tidak dapat diterapkan kepada individu atau masyarakat yang beragama Kristen, ataupun sebaliknya.

2. Kaidah kesusilaan
Kaidah kesusilaan adalah suatu keadaan dimana manusia secara naluriah dapat mengetahui dan membedakan tindakan yang baik dan tindakan yang buruk, hal itu dikarenakan kaidah kesusilaan bersumber dari naluri manusia tersebut.
Naluri manusia yang demikian itu menjadikannya aturan-aturan tersendiri dalam berperilaku, khususnya dalam menjaga diri dari tindakan-tindakan burukyang dapat merugikan diri sendiri.

3. Kaidah kesopanan
Kaidah kesopanan ialah aturan-aturan dalam bertingkah laku di dalam kehidupan bermasyarakat. Kaidah ini berisikan perintah maupun larangan untuk agar ketertiban dalam masyarakat tetap terjaga, baik itu berupa keamananmaupun kenyamanan.
Sopan santun merupakan salah satu sikap yang diperlukan seseorang untuk dapat diterima dengan baik oleh masyarakatnya, di samping sikap-sikap yang nebjadi syarat lainnya.

4. Kaidah Kebiasaan.
Kaidah kebiasaan merupakan aturan-aturan yang terbentuk oleh suatu kebiasaan di dalam masyarakat. Kebiasaan-kebiasaan tersebut membutuhkan waktu yang lama serta kontinuitas dalam pelaksanaannya sebelum menjadi kaidah.
Hukum adat merupakan bagian dari kaidah kebiasaan, oleh karenanya kaidah kebiasaan menjadi kaidah yang paling beragam seiring dengan beragamnya adat dan kebudayaan yang ada di Indonesia.

A. Perbedaan dalam kaidah-kaidah sosial

Sebelum mengetahui tentang perbedaan di antara kaidah-kaidah sosial, ada baiknya kita mengetahui tentang persamaan di antara kaidah-kaidah itu, yaitu semua kaidah-kaidah sosial sama-sama berisikan tentang aturanyang dimana di dalamnya berisikan tentang perintah dan larangan. Lalu sanksi yang timbul tidak jelas atau abstrak.
Ada beberapa perbedaan yang cukup signifikan diantara kaidah-kaidah sosial yang berlaku di Indonesia, dua diantaranya;
1. Sumber kaidah:

- kaidah agama bersumber kepada kitab suci.
- kaidah kesusilaan bersumber kepada hati nurani.
- kaidah kesopanan bersumber kepada masyarakat.
- kaidah kebiasaan bersumber kepada kebiasaan maupun adat istiadat.

2. Sanksi:

- kaidah agama memiliki sanksi dosa.
- kaidah kesusilaan memiliki sanksi ketenangan jiwa yang terganggu.
- kaidah kesopanan memiliki sanksi citra buruk di masyarakat.
- kaidah kebiasaan memiliki sanksi beragam, tergantung pada adatnya.

Walaupun berbeda, kaidah sosial merupakan suatu bagian yang utuh dalam sistem hukum yang berlaku di Indonesia.

B. Fungsi dan Peran Kaidah Sosial Dalam Kehidupan Bermasyarakat

Fungsi dan peran kaidah sosial di dalam kehidupan bermasyarakat adalah sesuai dengan PP No.25 tahun 2000, yaitu aturan atau ketentuan yang menjadi pedoman masyarakat tersebut dalam melaksanakan setiap kegiatannya. Diharapkan dengan adanya kaidah sosial ini kehidupan masyarakat dapat berjalan dengan tertib.
Kaidah sosial menjadi aturan hukum lain disamping hukum nasional yang berupa hukum perdata, hukum pidana, ataupun aturan-aturan hukum yang lainnya, dengan harapan dapat melengkapi ataupun menjadi hukum yang lebih jelas bagi kalangan tertentu.

C. Konstribusi kaidah sosial/ hukum adat dalam hukum nasional.

Konstribusi kaidah sosial/ hukum adat dalam hukum nasional adalah sebagai hukum yang mencerminkan kepribadian/ jiwa sebuah bangsa[1][1]. Kaidah sosial yang tidak menghambat tercapainya masyarakat sosialis pancasila yang dari dulu sampai sekarang menjadi pengatur- pengatur hidup bermasyarakat kita, harus menjadi dasar- dasar elemen, unsur- unsur, hukum yang kita masukan dalam hukum nasional kita yang baru.

Profesor soepomo dalam pidato Dies Natalis di UGM pada tgl 17 maret 1947 menegaskan sebagai berikut:

Ø Bahwa dalam lapangan hidup kekeluargaan, hukum adat masih akan menguasai masyarakat Indonesia.

Ø Bahwa hukum pidana dari suatu negara wajib sesuai dengan corak dan sifat- sifat bangsanya atau masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu, maka hukum adat pidana akan memberi bahan- bahan yang sangat berharga dalam pembentukan KUHP pidana baru untuk negara kita.

Ø Bahwa hukum adat sebagai hukum kebiasaan yang tak tertulis akan tetap emnjadi sumber hukum baru dalam hal- hal yang belum atau tidak ditetapkan oleh undang- undang.[2][2]

Dari berbagai uraian tersebut maka sungguh vital peranan hukum ada/ kaidah sosial dalam merumuskan hukum nasional sebuah negara. Karena jika hukum sebuah negara tidak sesuai dengan sifat atau karakter suatu bangsa maka akan sangat sulit hukum itu bisa dijalankan. Sebagai contoh adalah ketika hukum syari’at Islam di terapkan di Indonesia maka akan sangat sukit itu bisa berjalan. Karena masyarakat Indonesia bukanlah sluruhnya beragama Islam, selain itu dari segi sosio- historisnya masyarakat Indonesia erupakan masyarakat yang kental dengan corak budaya hindu dan budha.

3.2. Contoh Kaidah Sosial Yang Dijadikan Sebagai Hukum Nasional

A. Larangan merokok di tempat umum dan bagi anak- anak.

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menggagas perlunya suatu Undang-undang (UU) menyangkut larangan merokok bagi anak-anak karena peredaran rokok di Indonesia semakin tidak terkendali.
"Para perokok pemula semakin berusia muda," kata Sekretaris KPAI Hadi Supeno di Magelang, Sabtu
Pada Tahun 1970, katanya, perokok pemula berusia 15 tahun, tahun 2004 berusia tujuh tahun sedangkan sekarang berusia antara 5 tahun hingga 9 tahun.
Ia mengatakan, hingga saat ini Indonesia merupakan satu-satunya negara anggota Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) di Asia yang belum meratifikasi "Framework on Tobacco Control".
Pada Tahun 1993, katanya, sebanyak 192 negara anggota WHO menetapkan konvensi pengendalian tembakau. Hingga saat ini sebanyak 137 negara telah meratifikasinya sedangkan lainnya termasuk Indonesia belum meratifikasi.
"Akibatnya peredaran rokok di Indonesia tidak terkendali, dan itu berbahaya bagi anak-anak," katanya.
Ia mengatakan, hasil penelitian KPAI perokok aktif di Indonesia sekitar 141,4 juta orang sedangkan jumlah penduduk Indonesia sekitar 220 juta orang. Cina dengan penduduk sekitar 1,2 miliar jiwa, perokoknya sekitar 300 juta.

Ia mengatakan, sekitar 80 persen dari total perokok Indonesia itu warga miskin dengan penghasilan sekitar Rp20 ribu per hari.
Sebanyak 2.846 tayangan di semua stasiun televisi di Indonesia selama 1 tahun, katanya, disponsori rokok, sedangkan 1.350 kegiatan nasional juga disponsori rokok.
Total produksi rokok pada tahun 1970 sekitar 33 miliar batang sedangkan tahun 2006 sekitar 230 miliar batang.
"Akibatnya sekitar 43 juta anak usia hingga 18 tahun terancam penyakit mematikan," katanya.
Ia menyatakan pentingnya pemerintah menekan perokok guna mencegah pengaruh buruk rokok bagi anak-anak.
Negara-negara maju seperti, Jepang, Inggris, dan Amerika Serikat berhasil menekan angka perokok secara signifikan. Tetapi di Indonesia justru mengalami peningkatan pesat.
Menurut dia, kebijakan pemerintah tidak mampu mengendalikan peredaran rokok karena rokok menjadi sumber pembiayaan pembangunan. Tahun 2007 cukai rokok mencapai sekitar Rp57 triliun.
Selain itu, katanya, Kementerian Perindustrian menjadikan rokok sebagai industri utama yang menyangga industri nasional, bahkan akan terus dikembangkan hingga Tahun 2020.
"Seharusnya jangan produksi rokok yang dinaikan tetapi cukai rokok yang dinaikan sehingga rokok menjadi barang mahal dan tidak bisa dicapai anak-anak," katanya.
Pemerintah, katanya, juga harus segera meratifikasi konvensi pengendilan tembakau karena di dalamnya mengatur larangan iklan rokok.
Ia juga mengatakan, rancangan amandeman undang-undang tentang kesehatan yang dalam pembahasan saat ini antara lain mengatur larangan rokok bagi anak-anak.
"Merokok bagi anak mengganggu pertumbuhan jaringan tubuhnya," katanya.
Hingga saat ini KPAI melakukan survei tentang rokok, menggalang kerjasama dengan lembaga swadaya masyarakat antirokok, melakukan lobi dengan berbagai pihak terkait, serta menggalang aliansi dengan pemangku kepentingan atas larangan merokok bagi anak, kata Hadi Supeno.

Jadi dari kutipan diatas dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa merokok lebih banyak bahayanya dari pada manfaatnya. Sehingga sekarang telah diterbitkan undang- undang yang melarang untuk merokok ditempat umum dan bagi anak- anak kecil. Sebagai contoh adalah kejadian di Surabaya dimana seorang penumpang para pemilik jasa angkutan umum dipaksa oleh pemda agar memaksa turun orang/ penumpang yang merokok didalam bis (http://www.tempointeraktif.com/hg/nusa/2009/10/22/brk,20091022-203923,id.html) sedangkan sebenarnya merokok adalah bukan sebuah larangan akan tetapi kalau menurut kaidah social merokok di tempat umum dan anak- anak kecil yang merokok itu kurang etis sehingga terkesan tidak baik akan tetapi sekarang kaidah social tersebut telah diubah menjadi peraturan dalam hukum nasional.

B. Larangan meminta- minta

Pengemis sering kali kita jumpai di beberapa jalan di ibu kota atau daerah- daerah lainnya akan tetapi sekarang telah dikeluarkan undang- undang tentang larangan memberi apapun kepada para pengemis dengan alas an tidak mendidik dan sebagainya sebagaimana Dikutip dari republika.co.id dan beberapa sumber lainnya,baru – baru ini terdapat berita yang mengejutkan, Bersadarkan Peraturan Daerah (Perda) Provinsi DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum, pada pasal 40 huruf c disebutkan setiap orang atau badan dilarang memberikan sejumlah uang atau barang kepada pengemis, pengamen, dan pengelap mobil. Berikut ini adalah kutipannya di pasal 40, yang menjerat pemberi sedekah.
Setiap orang atau badan dilarang
a. Menjadi pengemis, pengamen, pedagang asongan, dan pengelap mobil.
b. Menyuruh orang lain untuk menjadi pengemis, pengamen, pedagang asongan, dan pengelap mobil.
c. membeli kepada pedagang asongan atau memberikan sejumlah uang atau barang kepada pengemis, pengamen, dan pengelap mobil.
Sedangkan ketentuan pidananya tercantum di Pasal 61.
Setiap orang atau badan yang melanggar ketentuan Pasal 2 ayat (1), ayat (2), ayat (3), Pasal 3 huruf i, Pasal 4 ayat (2), Pasal 5 huruf a, Pasal 1 ayat (1), Pasal 8, Pasal 9, Pasal 11 ayat (2), Pasal 12 huruf a, huruf e, huruf h, Pasal 14 ayat (1), ayat (2), Pasal 17 ayat (2), ayat (3), Pasal 19 huruf b, Pasal 21 huruf a, huruf b, huruf c, Pasal 25 ayat (2), ayat (3), Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), Pasal 28 ayat (2), Pasal 29 ayat (3), Pasal 31 ayat (1), Pasal 38 huruf a, huruf b, Pasal 39 ayat (1), Pasal 40 huruf a, huruf c, Pasal 51, Pasal 54 ayat (2) dan Pasal 57 dikenakan ancaman pidana kurungan paling singkat 10 (sepuluh) hari dan paling lama 60 (enam puluh) hari atau denda paling sedikit Rp. 100.000,- (Seratus Ribu Rupiah) dan paling banyak Rp. 20.000.000,- (Dua Puluh Juta Rupiah). Dalam hal ini sama juga dengan permasalahan dalam rokok. Mengemis atau mengamen sebenarnya bukan lah pekerjaan yang melanggar hokum, akan tetapi dengan berjalannya waktu demi keteriban bersama akhirnya diberlakukan larangan memberi pengamen atau pengemis dalam hokum nasional.

C. larangan membuang sampah disembarang tempat

Pasal 25 UU Pengelolaan Sampah menyebutkan, masyarakat dapat memperoleh kompensasi dari pemerintah jika mengalami kerugian akibat pengelolaan sampah yang buruk. Bentuk kompensasi dapat berupa direlokasi, pemulihan lingkungan, serta biaya kesehatan dan pengobatan.

UU Pengelolaan Sampah juga mengatur larangan membuang sampah sembarangan. Warga masyarakat yang melanggar dapat dikenai hukuman pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 9 tahun. "Sejak diberlakukannya UU ini, masyarakat tidak boleh membuang sampah sembarangan. Ada hukumannya," kata Wakil Ketua Panitia Khusus RUU Pengelola Sampah, Syamsul Bachri, Rabu (8/4).

UU tersebut juga mewajibkan setiap pelaku usaha meminimalkan pengunaan bahan baku yang menghasilkan sampah. Pelaku usaha agar sedapat mungkin menggunakan bahan baku yang sampahnya dapat didaur ulang atau mudah diurai oleh alam.

Selain itu, UU Pengelolaan Sampah melarang pembuangan sampah di tempat terbuka. UU ini mewajibkan pengelola sampah membuang sampah di tempat pembuangan terakhir. Hal ini termasuk pelayanan pengelolaan sampah terhadap masyarakat.

4. KESIMPULAN

Dari semua penjelasan diatas kita dapat menyimpulkan bahwa banyak sekali- aturan- aturan, norma- norma ataupun kaidah- kaidah yang dapat dijadikan sebagai seumber dari hukum nasional. Karena bagaimanapun semua aturan atau hukum nasional berasal dari kebiasaan masyarakat.

Dan sebuah hukum suatu negara tidaklah dapat berjalan apabila tidak sesuai dengan karakter dan sifat- sifat masyarakat dari suatu negara tersebut, karena dalam hal ini masyarakat merupakan objek dari hukum tersebut.

Disamping itu ada beberapa hukum adat / kaidah sosial yang telah benar- benar disahkan oleh pemerintah menjadi sebuah hukum tetulis di Negara Indonesia.

Diantaranya adalah larangan mengenai maslah rokok, untuk saat ini pemerintah telah menetapkan pasal akan larangan merokok di tempat umum dan bagi anak- anak.

Selain itu tentang masalah peminta- minta yang sering kita jumpai dijalan- jalan, beberapa perda saat ini telah mengesahkan bahwa dilarang memberi peminta- minta dijalanan.

Begitu juga dengan masalah sampah, pemerintah telah mengeluarkan hukum tertulis mengenai pengelolaan sampah.

Akan tetapi semua itu tidaklah bisa berjalan apabila kita sebgai masyarakat yang menjdi subyek hukum tersebut tidak mematuhi hukum- hukum tersebut. Kesadaran akan hukum sangat diperlukan dalam melancarkan proses penegakan hukum di Indonesia, demi mewujudkan ketertiban dan kenyamanan bersama.

 

  1. DAFTAR PUSTAKA

Mertokusumo, sudikno. Mengenal Hukum.penerbit Lyberti .Jogjakarta.2002

Wignjodipuro, surojo. Pengantar dan asas- asas hukum adat.gunung agung. Jakarta 1967.

http://www.indoskripsi.com

http://www.wikipedia.com

http://www.google.com

 



 

 

In reply to Ita Prihantika

Re: PIH ANE (Kelas A)

by Evi okta mayasari -

 

TUGAS PENGANTAR ILMU HUKUM

KELOMPOK 10

 

 
   

 

 

 

 

 

 

 

 

 

            Nama Kelompok :

  1. 1.      Maulidya Agustina (1516041037)
  2. 2.      Galuh tri wahyuning tyas (1516041025)
  3. 3.      Wendy nurzahroh puspitarini (1516041103)
  4. 4.      Intan purnama sari (1516041019)
  5. 5.      Shinta arista lamsi (1516041023)
  6. 6.      Nisa wiji wati (1516041049)
  7. 7.      Dedi sonata (1516041005)

 

 

 

                                             

1. PENDAHULUAN

Dalam Pergaulan hidup manusia diatur oleh berbagai macam kaidah (Norma), yang tujuannya untuk menciptakan kehidupan yang lebih aman dan tertib. Pergaulan hidup manusia dapat mempengaruhi pola – pola berpikir manusia dan akan disalurkan dengan sifat dan karakter yang negative maupun positif. Kaidah disini difungsikan sebagai aturan untuk memberikan arahan dalam pergaulan hidup manusia yang diklasifikasikan dalam kaidah – kaidah kepercayaan dan kaidah – kaidah kesusilaan. Kaidah kepercayaan ditujukan untuk mencapai kehidupan yang beriman, sedangkan kaidah kesusilaan sendiri bertujuan agar manusia hidup berakhlak/ mempunyai hati nurani yang bersih. Dalam sosiologi hukum, kaidah yang didukung oleh kekuasaan pusat diterapkan dalam bentuk hukum, namun terdapat pertentangan diantara para ahli hukum dimana terdapat perbedaan dari sumber sanksinya dan pelaksanaanya.

Walaupun terdapat perbedaan namun inti dari sistem hukum sendiri sebenarnya terletak pada kesatuan aturan primer dan aturan sekunder. Aturan primer hanya merupaka ketentuan – ketentuan informal tetapi kehidupan manusia terus berkembang dan semakin kompleks sehingga kosekwensinya dapat menjadikan aturan primer tersebut menjadi pudar dan disini peraturan sekunder menjadi peran yang sangat penting yang hal ini dapat dilihat bahwa aturan sekunder meruapak rules of recognition, rules of change, dan rules of adjudication. Adalah hal yang sulit dalam membedakan antara hukum dan kaidah – kaidah secara tegas, namun terdapat cirri – cirri khusus di dalam hukum dimana hukum bertindak sebagai alat kekuasaan pusat untuk menciptakan keseimbangan didalam kehidupan bernegara. Sekiranya semua hal ini dapat dipahami bahwa hukum digunakan untuk tujuan perdamaian.

Dalam makalah ini akan lebih ditekankan tentang pembahasan masalah kaidah social karena kaidah social merupakan sebuah kaidah yang sangat erat dengan kehidupan masyarakat karena kaidah social berasal dari kebiasaan masyarakat.

 

 

 

2. PERMASALAHAN

  1. Apa pengertian kaidah sosial?
  2. Apa Fungsi dan Peran Kaidah Sosial Dalam Kehidupan Bermasyarakat?
  3. Apa konstribusi kaidah sosial dalam penciptaan hukum nasional?
  4. Apa contoh kaidah sosial yang dirubah menjadi hukum nasional?

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

3. PEMBAHASAN

3.1. Kaidah Sosial
Dalam sistem hukum yang berlaku di Indonesia pada saat ini, ada empat jenis kaidah sosial, yaitu;
1. Kaidah agama
Kaidah agama merupakan aturan-aturan yang berisi perintah maupun larangan yang besumber pada kitab suci masing-masing agama. Misalnya saja, bagi umat Islam, kaidah agama bersumber pada Al-Qur’an, atau injilyang menjadi sumber kaidah agama bagi yang memeluk agama Kristen.
Kaidah agama bukanlah kaidah yang bersifat mengikat kepada seluruh warga Negara Indonesia, kaidah ini tergantung pada agama apa yang dianut oleh warga tersebut. Oleh karenanya kaidah agama Islam tidak dapat diterapkan kepada individu atau masyarakat yang beragama Kristen, ataupun sebaliknya.

2. Kaidah kesusilaan
Kaidah kesusilaan adalah suatu keadaan dimana manusia secara naluriah dapat mengetahui dan membedakan tindakan yang baik dan tindakan yang buruk, hal itu dikarenakan kaidah kesusilaan bersumber dari naluri manusia tersebut.
Naluri manusia yang demikian itu menjadikannya aturan-aturan tersendiri dalam berperilaku, khususnya dalam menjaga diri dari tindakan-tindakan burukyang dapat merugikan diri sendiri.

3. Kaidah kesopanan
Kaidah kesopanan ialah aturan-aturan dalam bertingkah laku di dalam kehidupan bermasyarakat. Kaidah ini berisikan perintah maupun larangan untuk agar ketertiban dalam masyarakat tetap terjaga, baik itu berupa keamananmaupun kenyamanan.
Sopan santun merupakan salah satu sikap yang diperlukan seseorang untuk dapat diterima dengan baik oleh masyarakatnya, di samping sikap-sikap yang nebjadi syarat lainnya.

4. Kaidah Kebiasaan.
Kaidah kebiasaan merupakan aturan-aturan yang terbentuk oleh suatu kebiasaan di dalam masyarakat. Kebiasaan-kebiasaan tersebut membutuhkan waktu yang lama serta kontinuitas dalam pelaksanaannya sebelum menjadi kaidah.
Hukum adat merupakan bagian dari kaidah kebiasaan, oleh karenanya kaidah kebiasaan menjadi kaidah yang paling beragam seiring dengan beragamnya adat dan kebudayaan yang ada di Indonesia.

A. Perbedaan dalam kaidah-kaidah sosial

Sebelum mengetahui tentang perbedaan di antara kaidah-kaidah sosial, ada baiknya kita mengetahui tentang persamaan di antara kaidah-kaidah itu, yaitu semua kaidah-kaidah sosial sama-sama berisikan tentang aturanyang dimana di dalamnya berisikan tentang perintah dan larangan. Lalu sanksi yang timbul tidak jelas atau abstrak.
Ada beberapa perbedaan yang cukup signifikan diantara kaidah-kaidah sosial yang berlaku di Indonesia, dua diantaranya;
1. Sumber kaidah:

- kaidah agama bersumber kepada kitab suci.
- kaidah kesusilaan bersumber kepada hati nurani.
- kaidah kesopanan bersumber kepada masyarakat.
- kaidah kebiasaan bersumber kepada kebiasaan maupun adat istiadat.

2. Sanksi:

- kaidah agama memiliki sanksi dosa.
- kaidah kesusilaan memiliki sanksi ketenangan jiwa yang terganggu.
- kaidah kesopanan memiliki sanksi citra buruk di masyarakat.
- kaidah kebiasaan memiliki sanksi beragam, tergantung pada adatnya.

Walaupun berbeda, kaidah sosial merupakan suatu bagian yang utuh dalam sistem hukum yang berlaku di Indonesia.

B. Fungsi dan Peran Kaidah Sosial Dalam Kehidupan Bermasyarakat

Fungsi dan peran kaidah sosial di dalam kehidupan bermasyarakat adalah sesuai dengan PP No.25 tahun 2000, yaitu aturan atau ketentuan yang menjadi pedoman masyarakat tersebut dalam melaksanakan setiap kegiatannya. Diharapkan dengan adanya kaidah sosial ini kehidupan masyarakat dapat berjalan dengan tertib.
Kaidah sosial menjadi aturan hukum lain disamping hukum nasional yang berupa hukum perdata, hukum pidana, ataupun aturan-aturan hukum yang lainnya, dengan harapan dapat melengkapi ataupun menjadi hukum yang lebih jelas bagi kalangan tertentu.

C. Konstribusi kaidah sosial/ hukum adat dalam hukum nasional.

Konstribusi kaidah sosial/ hukum adat dalam hukum nasional adalah sebagai hukum yang mencerminkan kepribadian/ jiwa sebuah bangsa[1][1]. Kaidah sosial yang tidak menghambat tercapainya masyarakat sosialis pancasila yang dari dulu sampai sekarang menjadi pengatur- pengatur hidup bermasyarakat kita, harus menjadi dasar- dasar elemen, unsur- unsur, hukum yang kita masukan dalam hukum nasional kita yang baru.

Profesor soepomo dalam pidato Dies Natalis di UGM pada tgl 17 maret 1947 menegaskan sebagai berikut:

Ø Bahwa dalam lapangan hidup kekeluargaan, hukum adat masih akan menguasai masyarakat Indonesia.

Ø Bahwa hukum pidana dari suatu negara wajib sesuai dengan corak dan sifat- sifat bangsanya atau masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu, maka hukum adat pidana akan memberi bahan- bahan yang sangat berharga dalam pembentukan KUHP pidana baru untuk negara kita.

Ø Bahwa hukum adat sebagai hukum kebiasaan yang tak tertulis akan tetap emnjadi sumber hukum baru dalam hal- hal yang belum atau tidak ditetapkan oleh undang- undang.[2][2]

Dari berbagai uraian tersebut maka sungguh vital peranan hukum ada/ kaidah sosial dalam merumuskan hukum nasional sebuah negara. Karena jika hukum sebuah negara tidak sesuai dengan sifat atau karakter suatu bangsa maka akan sangat sulit hukum itu bisa dijalankan. Sebagai contoh adalah ketika hukum syari’at Islam di terapkan di Indonesia maka akan sangat sukit itu bisa berjalan. Karena masyarakat Indonesia bukanlah sluruhnya beragama Islam, selain itu dari segi sosio- historisnya masyarakat Indonesia erupakan masyarakat yang kental dengan corak budaya hindu dan budha.

3.2. Contoh Kaidah Sosial Yang Dijadikan Sebagai Hukum Nasional

A. Larangan merokok di tempat umum dan bagi anak- anak.

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menggagas perlunya suatu Undang-undang (UU) menyangkut larangan merokok bagi anak-anak karena peredaran rokok di Indonesia semakin tidak terkendali.
"Para perokok pemula semakin berusia muda," kata Sekretaris KPAI Hadi Supeno di Magelang, Sabtu
Pada Tahun 1970, katanya, perokok pemula berusia 15 tahun, tahun 2004 berusia tujuh tahun sedangkan sekarang berusia antara 5 tahun hingga 9 tahun.
Ia mengatakan, hingga saat ini Indonesia merupakan satu-satunya negara anggota Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) di Asia yang belum meratifikasi "Framework on Tobacco Control".
Pada Tahun 1993, katanya, sebanyak 192 negara anggota WHO menetapkan konvensi pengendalian tembakau. Hingga saat ini sebanyak 137 negara telah meratifikasinya sedangkan lainnya termasuk Indonesia belum meratifikasi.
"Akibatnya peredaran rokok di Indonesia tidak terkendali, dan itu berbahaya bagi anak-anak," katanya.
Ia mengatakan, hasil penelitian KPAI perokok aktif di Indonesia sekitar 141,4 juta orang sedangkan jumlah penduduk Indonesia sekitar 220 juta orang. Cina dengan penduduk sekitar 1,2 miliar jiwa, perokoknya sekitar 300 juta.

Ia mengatakan, sekitar 80 persen dari total perokok Indonesia itu warga miskin dengan penghasilan sekitar Rp20 ribu per hari.
Sebanyak 2.846 tayangan di semua stasiun televisi di Indonesia selama 1 tahun, katanya, disponsori rokok, sedangkan 1.350 kegiatan nasional juga disponsori rokok.
Total produksi rokok pada tahun 1970 sekitar 33 miliar batang sedangkan tahun 2006 sekitar 230 miliar batang.
"Akibatnya sekitar 43 juta anak usia hingga 18 tahun terancam penyakit mematikan," katanya.
Ia menyatakan pentingnya pemerintah menekan perokok guna mencegah pengaruh buruk rokok bagi anak-anak.
Negara-negara maju seperti, Jepang, Inggris, dan Amerika Serikat berhasil menekan angka perokok secara signifikan. Tetapi di Indonesia justru mengalami peningkatan pesat.
Menurut dia, kebijakan pemerintah tidak mampu mengendalikan peredaran rokok karena rokok menjadi sumber pembiayaan pembangunan. Tahun 2007 cukai rokok mencapai sekitar Rp57 triliun.
Selain itu, katanya, Kementerian Perindustrian menjadikan rokok sebagai industri utama yang menyangga industri nasional, bahkan akan terus dikembangkan hingga Tahun 2020.
"Seharusnya jangan produksi rokok yang dinaikan tetapi cukai rokok yang dinaikan sehingga rokok menjadi barang mahal dan tidak bisa dicapai anak-anak," katanya.
Pemerintah, katanya, juga harus segera meratifikasi konvensi pengendilan tembakau karena di dalamnya mengatur larangan iklan rokok.
Ia juga mengatakan, rancangan amandeman undang-undang tentang kesehatan yang dalam pembahasan saat ini antara lain mengatur larangan rokok bagi anak-anak.
"Merokok bagi anak mengganggu pertumbuhan jaringan tubuhnya," katanya.
Hingga saat ini KPAI melakukan survei tentang rokok, menggalang kerjasama dengan lembaga swadaya masyarakat antirokok, melakukan lobi dengan berbagai pihak terkait, serta menggalang aliansi dengan pemangku kepentingan atas larangan merokok bagi anak, kata Hadi Supeno.

Jadi dari kutipan diatas dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa merokok lebih banyak bahayanya dari pada manfaatnya. Sehingga sekarang telah diterbitkan undang- undang yang melarang untuk merokok ditempat umum dan bagi anak- anak kecil. Sebagai contoh adalah kejadian di Surabaya dimana seorang penumpang para pemilik jasa angkutan umum dipaksa oleh pemda agar memaksa turun orang/ penumpang yang merokok didalam bis (http://www.tempointeraktif.com/hg/nusa/2009/10/22/brk,20091022-203923,id.html) sedangkan sebenarnya merokok adalah bukan sebuah larangan akan tetapi kalau menurut kaidah social merokok di tempat umum dan anak- anak kecil yang merokok itu kurang etis sehingga terkesan tidak baik akan tetapi sekarang kaidah social tersebut telah diubah menjadi peraturan dalam hukum nasional.

B. Larangan meminta- minta

Pengemis sering kali kita jumpai di beberapa jalan di ibu kota atau daerah- daerah lainnya akan tetapi sekarang telah dikeluarkan undang- undang tentang larangan memberi apapun kepada para pengemis dengan alas an tidak mendidik dan sebagainya sebagaimana Dikutip dari republika.co.id dan beberapa sumber lainnya,baru – baru ini terdapat berita yang mengejutkan, Bersadarkan Peraturan Daerah (Perda) Provinsi DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum, pada pasal 40 huruf c disebutkan setiap orang atau badan dilarang memberikan sejumlah uang atau barang kepada pengemis, pengamen, dan pengelap mobil. Berikut ini adalah kutipannya di pasal 40, yang menjerat pemberi sedekah.
Setiap orang atau badan dilarang
a. Menjadi pengemis, pengamen, pedagang asongan, dan pengelap mobil.
b. Menyuruh orang lain untuk menjadi pengemis, pengamen, pedagang asongan, dan pengelap mobil.
c. membeli kepada pedagang asongan atau memberikan sejumlah uang atau barang kepada pengemis, pengamen, dan pengelap mobil.
Sedangkan ketentuan pidananya tercantum di Pasal 61.
Setiap orang atau badan yang melanggar ketentuan Pasal 2 ayat (1), ayat (2), ayat (3), Pasal 3 huruf i, Pasal 4 ayat (2), Pasal 5 huruf a, Pasal 1 ayat (1), Pasal 8, Pasal 9, Pasal 11 ayat (2), Pasal 12 huruf a, huruf e, huruf h, Pasal 14 ayat (1), ayat (2), Pasal 17 ayat (2), ayat (3), Pasal 19 huruf b, Pasal 21 huruf a, huruf b, huruf c, Pasal 25 ayat (2), ayat (3), Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), Pasal 28 ayat (2), Pasal 29 ayat (3), Pasal 31 ayat (1), Pasal 38 huruf a, huruf b, Pasal 39 ayat (1), Pasal 40 huruf a, huruf c, Pasal 51, Pasal 54 ayat (2) dan Pasal 57 dikenakan ancaman pidana kurungan paling singkat 10 (sepuluh) hari dan paling lama 60 (enam puluh) hari atau denda paling sedikit Rp. 100.000,- (Seratus Ribu Rupiah) dan paling banyak Rp. 20.000.000,- (Dua Puluh Juta Rupiah). Dalam hal ini sama juga dengan permasalahan dalam rokok. Mengemis atau mengamen sebenarnya bukan lah pekerjaan yang melanggar hokum, akan tetapi dengan berjalannya waktu demi keteriban bersama akhirnya diberlakukan larangan memberi pengamen atau pengemis dalam hokum nasional.

C. larangan membuang sampah disembarang tempat

Pasal 25 UU Pengelolaan Sampah menyebutkan, masyarakat dapat memperoleh kompensasi dari pemerintah jika mengalami kerugian akibat pengelolaan sampah yang buruk. Bentuk kompensasi dapat berupa direlokasi, pemulihan lingkungan, serta biaya kesehatan dan pengobatan.

UU Pengelolaan Sampah juga mengatur larangan membuang sampah sembarangan. Warga masyarakat yang melanggar dapat dikenai hukuman pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 9 tahun. "Sejak diberlakukannya UU ini, masyarakat tidak boleh membuang sampah sembarangan. Ada hukumannya," kata Wakil Ketua Panitia Khusus RUU Pengelola Sampah, Syamsul Bachri, Rabu (8/4).

UU tersebut juga mewajibkan setiap pelaku usaha meminimalkan pengunaan bahan baku yang menghasilkan sampah. Pelaku usaha agar sedapat mungkin menggunakan bahan baku yang sampahnya dapat didaur ulang atau mudah diurai oleh alam.

Selain itu, UU Pengelolaan Sampah melarang pembuangan sampah di tempat terbuka. UU ini mewajibkan pengelola sampah membuang sampah di tempat pembuangan terakhir. Hal ini termasuk pelayanan pengelolaan sampah terhadap masyarakat.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

4. KESIMPULAN

Dari semua penjelasan diatas kita dapat menyimpulkan bahwa banyak sekali- aturan- aturan, norma- norma ataupun kaidah- kaidah yang dapat dijadikan sebagai seumber dari hukum nasional. Karena bagaimanapun semua aturan atau hukum nasional berasal dari kebiasaan masyarakat.

Dan sebuah hukum suatu negara tidaklah dapat berjalan apabila tidak sesuai dengan karakter dan sifat- sifat masyarakat dari suatu negara tersebut, karena dalam hal ini masyarakat merupakan objek dari hukum tersebut.

Disamping itu ada beberapa hukum adat / kaidah sosial yang telah benar- benar disahkan oleh pemerintah menjadi sebuah hukum tetulis di Negara Indonesia.

Diantaranya adalah larangan mengenai maslah rokok, untuk saat ini pemerintah telah menetapkan pasal akan larangan merokok di tempat umum dan bagi anak- anak.

Selain itu tentang masalah peminta- minta yang sering kita jumpai dijalan- jalan, beberapa perda saat ini telah mengesahkan bahwa dilarang memberi peminta- minta dijalanan.

Begitu juga dengan masalah sampah, pemerintah telah mengeluarkan hukum tertulis mengenai pengelolaan sampah.

Akan tetapi semua itu tidaklah bisa berjalan apabila kita sebgai masyarakat yang menjdi subyek hukum tersebut tidak mematuhi hukum- hukum tersebut. Kesadaran akan hukum sangat diperlukan dalam melancarkan proses penegakan hukum di Indonesia, demi mewujudkan ketertiban dan kenyamanan bersama.

 

 

 

 

 

  1. DAFTAR PUSTAKA

Mertokusumo, sudikno. Mengenal Hukum.penerbit Lyberti .Jogjakarta.2002

Wignjodipuro, surojo. Pengantar dan asas- asas hukum adat.gunung agung. Jakarta 1967.

http://www.indoskripsi.com

http://www.wikipedia.com

http://www.google.com

 



 

 

In reply to Ita Prihantika

Re: PIH ANE (Kelas A)

by Etika bayu pratiwi -

 

TUGAS PENGANTAR ILMU HUKUM

KELOMPOK 9

 

 
   

 

 

 

 

 

 

 

 

 

            Nama Kelompok :

  1. 1.      Ana Zaskia Anwar (1516041105)
  2. 2.      Bestha Lady (1516041101)
  3. 3.      Elma Sismi (1516041041)
  4. 4.      Etika Bayu Pratiwi (1516041031)
  5. 5.      Evi Okta Mayasari (1516041033)
  6. 6.      Nila Arsita (1516041013)

 

 

 

                                                   1. PENDAHULUAN

Dalam Pergaulan hidup manusia diatur oleh berbagai macam kaidah (Norma), yang tujuannya untuk menciptakan kehidupan yang lebih aman dan tertib. Pergaulan hidup manusia dapat mempengaruhi pola – pola berpikir manusia dan akan disalurkan dengan sifat dan karakter yang negative maupun positif. Kaidah disini difungsikan sebagai aturan untuk memberikan arahan dalam pergaulan hidup manusia yang diklasifikasikan dalam kaidah – kaidah kepercayaan dan kaidah – kaidah kesusilaan. Kaidah kepercayaan ditujukan untuk mencapai kehidupan yang beriman, sedangkan kaidah kesusilaan sendiri bertujuan agar manusia hidup berakhlak/ mempunyai hati nurani yang bersih. Dalam sosiologi hukum, kaidah yang didukung oleh kekuasaan pusat diterapkan dalam bentuk hukum, namun terdapat pertentangan diantara para ahli hukum dimana terdapat perbedaan dari sumber sanksinya dan pelaksanaanya.

Walaupun terdapat perbedaan namun inti dari sistem hukum sendiri sebenarnya terletak pada kesatuan aturan primer dan aturan sekunder. Aturan primer hanya merupaka ketentuan – ketentuan informal tetapi kehidupan manusia terus berkembang dan semakin kompleks sehingga kosekwensinya dapat menjadikan aturan primer tersebut menjadi pudar dan disini peraturan sekunder menjadi peran yang sangat penting yang hal ini dapat dilihat bahwa aturan sekunder meruapak rules of recognition, rules of change, dan rules of adjudication. Adalah hal yang sulit dalam membedakan antara hukum dan kaidah – kaidah secara tegas, namun terdapat cirri – cirri khusus di dalam hukum dimana hukum bertindak sebagai alat kekuasaan pusat untuk menciptakan keseimbangan didalam kehidupan bernegara. Sekiranya semua hal ini dapat dipahami bahwa hukum digunakan untuk tujuan perdamaian.

Dalam makalah ini akan lebih ditekankan tentang pembahasan masalah kaidah social karena kaidah social merupakan sebuah kaidah yang sangat erat dengan kehidupan masyarakat karena kaidah social berasal dari kebiasaan masyarakat.

2. PERMASALAHAN

  1. Apa pengertian kaidah sosial?
  2. Apa Fungsi dan Peran Kaidah Sosial Dalam Kehidupan Bermasyarakat?
  3. Apa konstribusi kaidah sosial dalam penciptaan hukum nasional?
  4. Apa contoh kaidah sosial yang dirubah menjadi hukum nasional?

3. PEMBAHASAN

3.1. Kaidah Sosial
Dalam sistem hukum yang berlaku di Indonesia pada saat ini, ada empat jenis kaidah sosial, yaitu;
1. Kaidah agama
Kaidah agama merupakan aturan-aturan yang berisi perintah maupun larangan yang besumber pada kitab suci masing-masing agama. Misalnya saja, bagi umat Islam, kaidah agama bersumber pada Al-Qur’an, atau injilyang menjadi sumber kaidah agama bagi yang memeluk agama Kristen.
Kaidah agama bukanlah kaidah yang bersifat mengikat kepada seluruh warga Negara Indonesia, kaidah ini tergantung pada agama apa yang dianut oleh warga tersebut. Oleh karenanya kaidah agama Islam tidak dapat diterapkan kepada individu atau masyarakat yang beragama Kristen, ataupun sebaliknya.

2. Kaidah kesusilaan
Kaidah kesusilaan adalah suatu keadaan dimana manusia secara naluriah dapat mengetahui dan membedakan tindakan yang baik dan tindakan yang buruk, hal itu dikarenakan kaidah kesusilaan bersumber dari naluri manusia tersebut.
Naluri manusia yang demikian itu menjadikannya aturan-aturan tersendiri dalam berperilaku, khususnya dalam menjaga diri dari tindakan-tindakan burukyang dapat merugikan diri sendiri.

3. Kaidah kesopanan
Kaidah kesopanan ialah aturan-aturan dalam bertingkah laku di dalam kehidupan bermasyarakat. Kaidah ini berisikan perintah maupun larangan untuk agar ketertiban dalam masyarakat tetap terjaga, baik itu berupa keamananmaupun kenyamanan.
Sopan santun merupakan salah satu sikap yang diperlukan seseorang untuk dapat diterima dengan baik oleh masyarakatnya, di samping sikap-sikap yang nebjadi syarat lainnya.

4. Kaidah Kebiasaan.
Kaidah kebiasaan merupakan aturan-aturan yang terbentuk oleh suatu kebiasaan di dalam masyarakat. Kebiasaan-kebiasaan tersebut membutuhkan waktu yang lama serta kontinuitas dalam pelaksanaannya sebelum menjadi kaidah.
Hukum adat merupakan bagian dari kaidah kebiasaan, oleh karenanya kaidah kebiasaan menjadi kaidah yang paling beragam seiring dengan beragamnya adat dan kebudayaan yang ada di Indonesia.

A. Perbedaan dalam kaidah-kaidah sosial

Sebelum mengetahui tentang perbedaan di antara kaidah-kaidah sosial, ada baiknya kita mengetahui tentang persamaan di antara kaidah-kaidah itu, yaitu semua kaidah-kaidah sosial sama-sama berisikan tentang aturanyang dimana di dalamnya berisikan tentang perintah dan larangan. Lalu sanksi yang timbul tidak jelas atau abstrak.
Ada beberapa perbedaan yang cukup signifikan diantara kaidah-kaidah sosial yang berlaku di Indonesia, dua diantaranya;
1. Sumber kaidah:

- kaidah agama bersumber kepada kitab suci.
- kaidah kesusilaan bersumber kepada hati nurani.
- kaidah kesopanan bersumber kepada masyarakat.
- kaidah kebiasaan bersumber kepada kebiasaan maupun adat istiadat.

2. Sanksi:

- kaidah agama memiliki sanksi dosa.
- kaidah kesusilaan memiliki sanksi ketenangan jiwa yang terganggu.
- kaidah kesopanan memiliki sanksi citra buruk di masyarakat.
- kaidah kebiasaan memiliki sanksi beragam, tergantung pada adatnya.

Walaupun berbeda, kaidah sosial merupakan suatu bagian yang utuh dalam sistem hukum yang berlaku di Indonesia.

B. Fungsi dan Peran Kaidah Sosial Dalam Kehidupan Bermasyarakat

Fungsi dan peran kaidah sosial di dalam kehidupan bermasyarakat adalah sesuai dengan PP No.25 tahun 2000, yaitu aturan atau ketentuan yang menjadi pedoman masyarakat tersebut dalam melaksanakan setiap kegiatannya. Diharapkan dengan adanya kaidah sosial ini kehidupan masyarakat dapat berjalan dengan tertib.
Kaidah sosial menjadi aturan hukum lain disamping hukum nasional yang berupa hukum perdata, hukum pidana, ataupun aturan-aturan hukum yang lainnya, dengan harapan dapat melengkapi ataupun menjadi hukum yang lebih jelas bagi kalangan tertentu.

C. Konstribusi kaidah sosial/ hukum adat dalam hukum nasional.

Konstribusi kaidah sosial/ hukum adat dalam hukum nasional adalah sebagai hukum yang mencerminkan kepribadian/ jiwa sebuah bangsa[1][1]. Kaidah sosial yang tidak menghambat tercapainya masyarakat sosialis pancasila yang dari dulu sampai sekarang menjadi pengatur- pengatur hidup bermasyarakat kita, harus menjadi dasar- dasar elemen, unsur- unsur, hukum yang kita masukan dalam hukum nasional kita yang baru.

Profesor soepomo dalam pidato Dies Natalis di UGM pada tgl 17 maret 1947 menegaskan sebagai berikut:

Ø Bahwa dalam lapangan hidup kekeluargaan, hukum adat masih akan menguasai masyarakat Indonesia.

Ø Bahwa hukum pidana dari suatu negara wajib sesuai dengan corak dan sifat- sifat bangsanya atau masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu, maka hukum adat pidana akan memberi bahan- bahan yang sangat berharga dalam pembentukan KUHP pidana baru untuk negara kita.

Ø Bahwa hukum adat sebagai hukum kebiasaan yang tak tertulis akan tetap emnjadi sumber hukum baru dalam hal- hal yang belum atau tidak ditetapkan oleh undang- undang.[2][2]

Dari berbagai uraian tersebut maka sungguh vital peranan hukum ada/ kaidah sosial dalam merumuskan hukum nasional sebuah negara. Karena jika hukum sebuah negara tidak sesuai dengan sifat atau karakter suatu bangsa maka akan sangat sulit hukum itu bisa dijalankan. Sebagai contoh adalah ketika hukum syari’at Islam di terapkan di Indonesia maka akan sangat sukit itu bisa berjalan. Karena masyarakat Indonesia bukanlah sluruhnya beragama Islam, selain itu dari segi sosio- historisnya masyarakat Indonesia erupakan masyarakat yang kental dengan corak budaya hindu dan budha.

3.2. Contoh Kaidah Sosial Yang Dijadikan Sebagai Hukum Nasional

A. Larangan merokok di tempat umum dan bagi anak- anak.

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menggagas perlunya suatu Undang-undang (UU) menyangkut larangan merokok bagi anak-anak karena peredaran rokok di Indonesia semakin tidak terkendali.
"Para perokok pemula semakin berusia muda," kata Sekretaris KPAI Hadi Supeno di Magelang, Sabtu
Pada Tahun 1970, katanya, perokok pemula berusia 15 tahun, tahun 2004 berusia tujuh tahun sedangkan sekarang berusia antara 5 tahun hingga 9 tahun.
Ia mengatakan, hingga saat ini Indonesia merupakan satu-satunya negara anggota Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) di Asia yang belum meratifikasi "Framework on Tobacco Control".
Pada Tahun 1993, katanya, sebanyak 192 negara anggota WHO menetapkan konvensi pengendalian tembakau. Hingga saat ini sebanyak 137 negara telah meratifikasinya sedangkan lainnya termasuk Indonesia belum meratifikasi.
"Akibatnya peredaran rokok di Indonesia tidak terkendali, dan itu berbahaya bagi anak-anak," katanya.
Ia mengatakan, hasil penelitian KPAI perokok aktif di Indonesia sekitar 141,4 juta orang sedangkan jumlah penduduk Indonesia sekitar 220 juta orang. Cina dengan penduduk sekitar 1,2 miliar jiwa, perokoknya sekitar 300 juta.

Ia mengatakan, sekitar 80 persen dari total perokok Indonesia itu warga miskin dengan penghasilan sekitar Rp20 ribu per hari.
Sebanyak 2.846 tayangan di semua stasiun televisi di Indonesia selama 1 tahun, katanya, disponsori rokok, sedangkan 1.350 kegiatan nasional juga disponsori rokok.
Total produksi rokok pada tahun 1970 sekitar 33 miliar batang sedangkan tahun 2006 sekitar 230 miliar batang.
"Akibatnya sekitar 43 juta anak usia hingga 18 tahun terancam penyakit mematikan," katanya.
Ia menyatakan pentingnya pemerintah menekan perokok guna mencegah pengaruh buruk rokok bagi anak-anak.
Negara-negara maju seperti, Jepang, Inggris, dan Amerika Serikat berhasil menekan angka perokok secara signifikan. Tetapi di Indonesia justru mengalami peningkatan pesat.
Menurut dia, kebijakan pemerintah tidak mampu mengendalikan peredaran rokok karena rokok menjadi sumber pembiayaan pembangunan. Tahun 2007 cukai rokok mencapai sekitar Rp57 triliun.
Selain itu, katanya, Kementerian Perindustrian menjadikan rokok sebagai industri utama yang menyangga industri nasional, bahkan akan terus dikembangkan hingga Tahun 2020.
"Seharusnya jangan produksi rokok yang dinaikan tetapi cukai rokok yang dinaikan sehingga rokok menjadi barang mahal dan tidak bisa dicapai anak-anak," katanya.
Pemerintah, katanya, juga harus segera meratifikasi konvensi pengendilan tembakau karena di dalamnya mengatur larangan iklan rokok.
Ia juga mengatakan, rancangan amandeman undang-undang tentang kesehatan yang dalam pembahasan saat ini antara lain mengatur larangan rokok bagi anak-anak.
"Merokok bagi anak mengganggu pertumbuhan jaringan tubuhnya," katanya.
Hingga saat ini KPAI melakukan survei tentang rokok, menggalang kerjasama dengan lembaga swadaya masyarakat antirokok, melakukan lobi dengan berbagai pihak terkait, serta menggalang aliansi dengan pemangku kepentingan atas larangan merokok bagi anak, kata Hadi Supeno.

Jadi dari kutipan diatas dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa merokok lebih banyak bahayanya dari pada manfaatnya. Sehingga sekarang telah diterbitkan undang- undang yang melarang untuk merokok ditempat umum dan bagi anak- anak kecil. Sebagai contoh adalah kejadian di Surabaya dimana seorang penumpang para pemilik jasa angkutan umum dipaksa oleh pemda agar memaksa turun orang/ penumpang yang merokok didalam bis (http://www.tempointeraktif.com/hg/nusa/2009/10/22/brk,20091022-203923,id.html) sedangkan sebenarnya merokok adalah bukan sebuah larangan akan tetapi kalau menurut kaidah social merokok di tempat umum dan anak- anak kecil yang merokok itu kurang etis sehingga terkesan tidak baik akan tetapi sekarang kaidah social tersebut telah diubah menjadi peraturan dalam hukum nasional.

B. Larangan meminta- minta

Pengemis sering kali kita jumpai di beberapa jalan di ibu kota atau daerah- daerah lainnya akan tetapi sekarang telah dikeluarkan undang- undang tentang larangan memberi apapun kepada para pengemis dengan alas an tidak mendidik dan sebagainya sebagaimana Dikutip dari republika.co.id dan beberapa sumber lainnya,baru – baru ini terdapat berita yang mengejutkan, Bersadarkan Peraturan Daerah (Perda) Provinsi DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum, pada pasal 40 huruf c disebutkan setiap orang atau badan dilarang memberikan sejumlah uang atau barang kepada pengemis, pengamen, dan pengelap mobil. Berikut ini adalah kutipannya di pasal 40, yang menjerat pemberi sedekah.
Setiap orang atau badan dilarang
a. Menjadi pengemis, pengamen, pedagang asongan, dan pengelap mobil.
b. Menyuruh orang lain untuk menjadi pengemis, pengamen, pedagang asongan, dan pengelap mobil.
c. membeli kepada pedagang asongan atau memberikan sejumlah uang atau barang kepada pengemis, pengamen, dan pengelap mobil.
Sedangkan ketentuan pidananya tercantum di Pasal 61.
Setiap orang atau badan yang melanggar ketentuan Pasal 2 ayat (1), ayat (2), ayat (3), Pasal 3 huruf i, Pasal 4 ayat (2), Pasal 5 huruf a, Pasal 1 ayat (1), Pasal 8, Pasal 9, Pasal 11 ayat (2), Pasal 12 huruf a, huruf e, huruf h, Pasal 14 ayat (1), ayat (2), Pasal 17 ayat (2), ayat (3), Pasal 19 huruf b, Pasal 21 huruf a, huruf b, huruf c, Pasal 25 ayat (2), ayat (3), Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), Pasal 28 ayat (2), Pasal 29 ayat (3), Pasal 31 ayat (1), Pasal 38 huruf a, huruf b, Pasal 39 ayat (1), Pasal 40 huruf a, huruf c, Pasal 51, Pasal 54 ayat (2) dan Pasal 57 dikenakan ancaman pidana kurungan paling singkat 10 (sepuluh) hari dan paling lama 60 (enam puluh) hari atau denda paling sedikit Rp. 100.000,- (Seratus Ribu Rupiah) dan paling banyak Rp. 20.000.000,- (Dua Puluh Juta Rupiah). Dalam hal ini sama juga dengan permasalahan dalam rokok. Mengemis atau mengamen sebenarnya bukan lah pekerjaan yang melanggar hokum, akan tetapi dengan berjalannya waktu demi keteriban bersama akhirnya diberlakukan larangan memberi pengamen atau pengemis dalam hokum nasional.

C. larangan membuang sampah disembarang tempat

Pasal 25 UU Pengelolaan Sampah menyebutkan, masyarakat dapat memperoleh kompensasi dari pemerintah jika mengalami kerugian akibat pengelolaan sampah yang buruk. Bentuk kompensasi dapat berupa direlokasi, pemulihan lingkungan, serta biaya kesehatan dan pengobatan.

UU Pengelolaan Sampah juga mengatur larangan membuang sampah sembarangan. Warga masyarakat yang melanggar dapat dikenai hukuman pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 9 tahun. "Sejak diberlakukannya UU ini, masyarakat tidak boleh membuang sampah sembarangan. Ada hukumannya," kata Wakil Ketua Panitia Khusus RUU Pengelola Sampah, Syamsul Bachri, Rabu (8/4).

UU tersebut juga mewajibkan setiap pelaku usaha meminimalkan pengunaan bahan baku yang menghasilkan sampah. Pelaku usaha agar sedapat mungkin menggunakan bahan baku yang sampahnya dapat didaur ulang atau mudah diurai oleh alam.

Selain itu, UU Pengelolaan Sampah melarang pembuangan sampah di tempat terbuka. UU ini mewajibkan pengelola sampah membuang sampah di tempat pembuangan terakhir. Hal ini termasuk pelayanan pengelolaan sampah terhadap masyarakat.

4. KESIMPULAN

Dari semua penjelasan diatas kita dapat menyimpulkan bahwa banyak sekali- aturan- aturan, norma- norma ataupun kaidah- kaidah yang dapat dijadikan sebagai seumber dari hukum nasional. Karena bagaimanapun semua aturan atau hukum nasional berasal dari kebiasaan masyarakat.

Dan sebuah hukum suatu negara tidaklah dapat berjalan apabila tidak sesuai dengan karakter dan sifat- sifat masyarakat dari suatu negara tersebut, karena dalam hal ini masyarakat merupakan objek dari hukum tersebut.

Disamping itu ada beberapa hukum adat / kaidah sosial yang telah benar- benar disahkan oleh pemerintah menjadi sebuah hukum tetulis di Negara Indonesia.

Diantaranya adalah larangan mengenai maslah rokok, untuk saat ini pemerintah telah menetapkan pasal akan larangan merokok di tempat umum dan bagi anak- anak.

Selain itu tentang masalah peminta- minta yang sering kita jumpai dijalan- jalan, beberapa perda saat ini telah mengesahkan bahwa dilarang memberi peminta- minta dijalanan.

Begitu juga dengan masalah sampah, pemerintah telah mengeluarkan hukum tertulis mengenai pengelolaan sampah.

Akan tetapi semua itu tidaklah bisa berjalan apabila kita sebgai masyarakat yang menjdi subyek hukum tersebut tidak mematuhi hukum- hukum tersebut. Kesadaran akan hukum sangat diperlukan dalam melancarkan proses penegakan hukum di Indonesia, demi mewujudkan ketertiban dan kenyamanan bersama.

 

  1. DAFTAR PUSTAKA

Mertokusumo, sudikno. Mengenal Hukum.penerbit Lyberti .Jogjakarta.2002

Wignjodipuro, surojo. Pengantar dan asas- asas hukum adat.gunung agung. Jakarta 1967.

http://www.indoskripsi.com

http://www.wikipedia.com

http://www.google.com

 



 

 

In reply to Ita Prihantika

Re: PIH ANE (Kelas A)

by nisa wijiwati -

 

TUGAS PENGANTAR ILMU HUKUM

KELOMPOK 10

 

 

 
   

 

 

 

 

 

 

 

 

 

                                                            Nama Kelompok :

  1. 1.      Maulidya Agustina                                                                (1516041037)
  2. 2.      Galuh tri wahyuning tyas                                                     (1516041025)
  3. 3.      Wendy nurzahroh puspitarini                                             (1516041103)
  4. 4.      Intan purnama sari                                                               (1516041019)
  5. 5.      Shinta arista lamsi                                                                 (1516041023)
  6. 6.      Nisa wiji wati                                                                         (1516041049)
  7. 7.      Dedi sonata                                                                            (1516041005)

 

 

 

                                              

                                               1. PENDAHULUAN

         Dalam Pergaulan hidup manusia diatur oleh berbagai macam kaidah (Norma), yang tujuannya untuk menciptakan kehidupan yang lebih aman dan tertib. Pergaulan hidup manusia dapat mempengaruhi pola – pola berpikir manusia dan akan disalurkan dengan sifat dan karakter yang negative maupun positif. Kaidah disini difungsikan sebagai aturan untuk memberikan arahan dalam pergaulan hidup manusia yang diklasifikasikan dalam kaidah – kaidah kepercayaan dan kaidah – kaidah kesusilaan. Kaidah kepercayaan ditujukan untuk mencapai kehidupan yang beriman, sedangkan kaidah kesusilaan sendiri bertujuan agar manusia hidup berakhlak/ mempunyai hati nurani yang bersih. Dalam sosiologi hukum, kaidah yang didukung oleh kekuasaan pusat diterapkan dalam bentuk hukum, namun terdapat pertentangan diantara para ahli hukum dimana terdapat perbedaan dari sumber sanksinya dan pelaksanaanya.

Walaupun terdapat perbedaan namun inti dari sistem hukum sendiri sebenarnya terletak pada kesatuan aturan primer dan aturan sekunder. Aturan primer hanya merupaka ketentuan – ketentuan informal tetapi kehidupan manusia terus berkembang dan semakin kompleks sehingga kosekwensinya dapat menjadikan aturan primer tersebut menjadi pudar dan disini peraturan sekunder menjadi peran yang sangat penting yang hal ini dapat dilihat bahwa aturan sekunder meruapak rules of recognition, rules of change, dan rules of adjudication. Adalah hal yang sulit dalam membedakan antara hukum dan kaidah – kaidah secara tegas, namun terdapat cirri – cirri khusus di dalam hukum dimana hukum bertindak sebagai alat kekuasaan pusat untuk menciptakan keseimbangan didalam kehidupan bernegara. Sekiranya semua hal ini dapat dipahami bahwa hukum digunakan untuk tujuan perdamaian.

Dalam makalah ini akan lebih ditekankan tentang pembahasan masalah kaidah social karena kaidah social merupakan sebuah kaidah yang sangat erat dengan kehidupan masyarakat karena kaidah social berasal dari kebiasaan masyarakat.

 

 

 

2. PERMASALAHAN

  1. Apa pengertian kaidah sosial?
  2. Apa Fungsi dan Peran Kaidah Sosial Dalam Kehidupan Bermasyarakat?
  3. Apa konstribusi kaidah sosial dalam penciptaan hukum nasional?
  4. Apa contoh kaidah sosial yang dirubah menjadi hukum nasional?

3. PEMBAHASAN

3.1. Kaidah Sosial
Dalam sistem hukum yang berlaku di Indonesia pada saat ini, ada empat jenis kaidah sosial, yaitu;
1. Kaidah agama
Kaidah agama merupakan aturan-aturan yang berisi perintah maupun larangan yang besumber pada kitab suci masing-masing agama. Misalnya saja, bagi umat Islam, kaidah agama bersumber pada Al-Qur’an, atau injilyang menjadi sumber kaidah agama bagi yang memeluk agama Kristen.
Kaidah agama bukanlah kaidah yang bersifat mengikat kepada seluruh warga Negara Indonesia, kaidah ini tergantung pada agama apa yang dianut oleh warga tersebut. Oleh karenanya kaidah agama Islam tidak dapat diterapkan kepada individu atau masyarakat yang beragama Kristen, ataupun sebaliknya.

2. Kaidah kesusilaan
Kaidah kesusilaan adalah suatu keadaan dimana manusia secara naluriah dapat mengetahui dan membedakan tindakan yang baik dan tindakan yang buruk, hal itu dikarenakan kaidah kesusilaan bersumber dari naluri manusia tersebut.
Naluri manusia yang demikian itu menjadikannya aturan-aturan tersendiri dalam berperilaku, khususnya dalam menjaga diri dari tindakan-tindakan burukyang dapat merugikan diri sendiri.

3. Kaidah kesopanan
Kaidah kesopanan ialah aturan-aturan dalam bertingkah laku di dalam kehidupan bermasyarakat. Kaidah ini berisikan perintah maupun larangan untuk agar ketertiban dalam masyarakat tetap terjaga, baik itu berupa keamananmaupun kenyamanan.
Sopan santun merupakan salah satu sikap yang diperlukan seseorang untuk dapat diterima dengan baik oleh masyarakatnya, di samping sikap-sikap yang nebjadi syarat lainnya.

4. Kaidah Kebiasaan.
Kaidah kebiasaan merupakan aturan-aturan yang terbentuk oleh suatu kebiasaan di dalam masyarakat. Kebiasaan-kebiasaan tersebut membutuhkan waktu yang lama serta kontinuitas dalam pelaksanaannya sebelum menjadi kaidah.
Hukum adat merupakan bagian dari kaidah kebiasaan, oleh karenanya kaidah kebiasaan menjadi kaidah yang paling beragam seiring dengan beragamnya adat dan kebudayaan yang ada di Indonesia.

A. Perbedaan dalam kaidah-kaidah sosial

Sebelum mengetahui tentang perbedaan di antara kaidah-kaidah sosial, ada baiknya kita mengetahui tentang persamaan di antara kaidah-kaidah itu, yaitu semua kaidah-kaidah sosial sama-sama berisikan tentang aturanyang dimana di dalamnya berisikan tentang perintah dan larangan. Lalu sanksi yang timbul tidak jelas atau abstrak.
Ada beberapa perbedaan yang cukup signifikan diantara kaidah-kaidah sosial yang berlaku di Indonesia, dua diantaranya;
1. Sumber kaidah:

- kaidah agama bersumber kepada kitab suci.
- kaidah kesusilaan bersumber kepada hati nurani.
- kaidah kesopanan bersumber kepada masyarakat.
- kaidah kebiasaan bersumber kepada kebiasaan maupun adat istiadat.

2. Sanksi:

- kaidah agama memiliki sanksi dosa.
- kaidah kesusilaan memiliki sanksi ketenangan jiwa yang terganggu.
- kaidah kesopanan memiliki sanksi citra buruk di masyarakat.
- kaidah kebiasaan memiliki sanksi beragam, tergantung pada adatnya.

Walaupun berbeda, kaidah sosial merupakan suatu bagian yang utuh dalam sistem hukum yang berlaku di Indonesia.

 

 

B. Fungsi dan Peran Kaidah Sosial Dalam Kehidupan Bermasyarakat

Fungsi dan peran kaidah sosial di dalam kehidupan bermasyarakat adalah sesuai dengan PP No.25 tahun 2000, yaitu aturan atau ketentuan yang menjadi pedoman masyarakat tersebut dalam melaksanakan setiap kegiatannya. Diharapkan dengan adanya kaidah sosial ini kehidupan masyarakat dapat berjalan dengan tertib.
Kaidah sosial menjadi aturan hukum lain disamping hukum nasional yang berupa hukum perdata, hukum pidana, ataupun aturan-aturan hukum yang lainnya, dengan harapan dapat melengkapi ataupun menjadi hukum yang lebih jelas bagi kalangan tertentu.

C. Konstribusi kaidah sosial/ hukum adat dalam hukum nasional.

Konstribusi kaidah sosial/ hukum adat dalam hukum nasional adalah sebagai hukum yang mencerminkan kepribadian/ jiwa sebuah bangsa[1][1]. Kaidah sosial yang tidak menghambat tercapainya masyarakat sosialis pancasila yang dari dulu sampai sekarang menjadi pengatur- pengatur hidup bermasyarakat kita, harus menjadi dasar- dasar elemen, unsur- unsur, hukum yang kita masukan dalam hukum nasional kita yang baru.

Profesor soepomo dalam pidato Dies Natalis di UGM pada tgl 17 maret 1947 menegaskan sebagai berikut:

Ø Bahwa dalam lapangan hidup kekeluargaan, hukum adat masih akan menguasai masyarakat Indonesia.

Ø Bahwa hukum pidana dari suatu negara wajib sesuai dengan corak dan sifat- sifat bangsanya atau masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu, maka hukum adat pidana akan memberi bahan- bahan yang sangat berharga dalam pembentukan KUHP pidana baru untuk negara kita.

Ø Bahwa hukum adat sebagai hukum kebiasaan yang tak tertulis akan tetap emnjadi sumber hukum baru dalam hal- hal yang belum atau tidak ditetapkan oleh undang- undang.[2][2]

Dari berbagai uraian tersebut maka sungguh vital peranan hukum ada/ kaidah sosial dalam merumuskan hukum nasional sebuah negara. Karena jika hukum sebuah negara tidak sesuai dengan sifat atau karakter suatu bangsa maka akan sangat sulit hukum itu bisa dijalankan. Sebagai contoh adalah ketika hukum syari’at Islam di terapkan di Indonesia maka akan sangat sukit itu bisa berjalan. Karena masyarakat Indonesia bukanlah sluruhnya beragama Islam, selain itu dari segi sosio- historisnya masyarakat Indonesia erupakan masyarakat yang kental dengan corak budaya hindu dan budha.

3.2. Contoh Kaidah Sosial Yang Dijadikan Sebagai Hukum Nasional

A. Larangan merokok di tempat umum dan bagi anak- anak.

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menggagas perlunya suatu Undang-undang (UU) menyangkut larangan merokok bagi anak-anak karena peredaran rokok di Indonesia semakin tidak terkendali.
"Para perokok pemula semakin berusia muda," kata Sekretaris KPAI Hadi Supeno di Magelang, Sabtu
Pada Tahun 1970, katanya, perokok pemula berusia 15 tahun, tahun 2004 berusia tujuh tahun sedangkan sekarang berusia antara 5 tahun hingga 9 tahun.
Ia mengatakan, hingga saat ini Indonesia merupakan satu-satunya negara anggota Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) di Asia yang belum meratifikasi "Framework on Tobacco Control".
Pada Tahun 1993, katanya, sebanyak 192 negara anggota WHO menetapkan konvensi pengendalian tembakau. Hingga saat ini sebanyak 137 negara telah meratifikasinya sedangkan lainnya termasuk Indonesia belum meratifikasi.
"Akibatnya peredaran rokok di Indonesia tidak terkendali, dan itu berbahaya bagi anak-anak," katanya.
Ia mengatakan, hasil penelitian KPAI perokok aktif di Indonesia sekitar 141,4 juta orang sedangkan jumlah penduduk Indonesia sekitar 220 juta orang. Cina dengan penduduk sekitar 1,2 miliar jiwa, perokoknya sekitar 300 juta.

Ia mengatakan, sekitar 80 persen dari total perokok Indonesia itu warga miskin dengan penghasilan sekitar Rp20 ribu per hari.
Sebanyak 2.846 tayangan di semua stasiun televisi di Indonesia selama 1 tahun, katanya, disponsori rokok, sedangkan 1.350 kegiatan nasional juga disponsori rokok.
Total produksi rokok pada tahun 1970 sekitar 33 miliar batang sedangkan tahun 2006 sekitar 230 miliar batang.
"Akibatnya sekitar 43 juta anak usia hingga 18 tahun terancam penyakit mematikan," katanya.
Ia menyatakan pentingnya pemerintah menekan perokok guna mencegah pengaruh buruk rokok bagi anak-anak.
Negara-negara maju seperti, Jepang, Inggris, dan Amerika Serikat berhasil menekan angka perokok secara signifikan. Tetapi di Indonesia justru mengalami peningkatan pesat.
Menurut dia, kebijakan pemerintah tidak mampu mengendalikan peredaran rokok karena rokok menjadi sumber pembiayaan pembangunan. Tahun 2007 cukai rokok mencapai sekitar Rp57 triliun.
Selain itu, katanya, Kementerian Perindustrian menjadikan rokok sebagai industri utama yang menyangga industri nasional, bahkan akan terus dikembangkan hingga Tahun 2020.
"Seharusnya jangan produksi rokok yang dinaikan tetapi cukai rokok yang dinaikan sehingga rokok menjadi barang mahal dan tidak bisa dicapai anak-anak," katanya.
Pemerintah, katanya, juga harus segera meratifikasi konvensi pengendilan tembakau karena di dalamnya mengatur larangan iklan rokok.
Ia juga mengatakan, rancangan amandeman undang-undang tentang kesehatan yang dalam pembahasan saat ini antara lain mengatur larangan rokok bagi anak-anak.
"Merokok bagi anak mengganggu pertumbuhan jaringan tubuhnya," katanya.
Hingga saat ini KPAI melakukan survei tentang rokok, menggalang kerjasama dengan lembaga swadaya masyarakat antirokok, melakukan lobi dengan berbagai pihak terkait, serta menggalang aliansi dengan pemangku kepentingan atas larangan merokok bagi anak, kata Hadi Supeno.

Jadi dari kutipan diatas dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa merokok lebih banyak bahayanya dari pada manfaatnya. Sehingga sekarang telah diterbitkan undang- undang yang melarang untuk merokok ditempat umum dan bagi anak- anak kecil. Sebagai contoh adalah kejadian di Surabaya dimana seorang penumpang para pemilik jasa angkutan umum dipaksa oleh pemda agar memaksa turun orang/ penumpang yang merokok didalam bis (http://www.tempointeraktif.com/hg/nusa/2009/10/22/brk,20091022-203923,id.html) sedangkan sebenarnya merokok adalah bukan sebuah larangan akan tetapi kalau menurut kaidah social merokok di tempat umum dan anak- anak kecil yang merokok itu kurang etis sehingga terkesan tidak baik akan tetapi sekarang kaidah social tersebut telah diubah menjadi peraturan dalam hukum nasional.

B. Larangan meminta- minta

Pengemis sering kali kita jumpai di beberapa jalan di ibu kota atau daerah- daerah lainnya akan tetapi sekarang telah dikeluarkan undang- undang tentang larangan memberi apapun kepada para pengemis dengan alas an tidak mendidik dan sebagainya sebagaimana Dikutip dari republika.co.id dan beberapa sumber lainnya,baru – baru ini terdapat berita yang mengejutkan, Bersadarkan Peraturan Daerah (Perda) Provinsi DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum, pada pasal 40 huruf c disebutkan setiap orang atau badan dilarang memberikan sejumlah uang atau barang kepada pengemis, pengamen, dan pengelap mobil. Berikut ini adalah kutipannya di pasal 40, yang menjerat pemberi sedekah.
Setiap orang atau badan dilarang
a. Menjadi pengemis, pengamen, pedagang asongan, dan pengelap mobil.
b. Menyuruh orang lain untuk menjadi pengemis, pengamen, pedagang asongan, dan pengelap mobil.
c. membeli kepada pedagang asongan atau memberikan sejumlah uang atau barang kepada pengemis, pengamen, dan pengelap mobil.
Sedangkan ketentuan pidananya tercantum di Pasal 61.
Setiap orang atau badan yang melanggar ketentuan Pasal 2 ayat (1), ayat (2), ayat (3), Pasal 3 huruf i, Pasal 4 ayat (2), Pasal 5 huruf a, Pasal 1 ayat (1), Pasal 8, Pasal 9, Pasal 11 ayat (2), Pasal 12 huruf a, huruf e, huruf h, Pasal 14 ayat (1), ayat (2), Pasal 17 ayat (2), ayat (3), Pasal 19 huruf b, Pasal 21 huruf a, huruf b, huruf c, Pasal 25 ayat (2), ayat (3), Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), Pasal 28 ayat (2), Pasal 29 ayat (3), Pasal 31 ayat (1), Pasal 38 huruf a, huruf b, Pasal 39 ayat (1), Pasal 40 huruf a, huruf c, Pasal 51, Pasal 54 ayat (2) dan Pasal 57 dikenakan ancaman pidana kurungan paling singkat 10 (sepuluh) hari dan paling lama 60 (enam puluh) hari atau denda paling sedikit Rp. 100.000,- (Seratus Ribu Rupiah) dan paling banyak Rp. 20.000.000,- (Dua Puluh Juta Rupiah). Dalam hal ini sama juga dengan permasalahan dalam rokok. Mengemis atau mengamen sebenarnya bukan lah pekerjaan yang melanggar hokum, akan tetapi dengan berjalannya waktu demi keteriban bersama akhirnya diberlakukan larangan memberi pengamen atau pengemis dalam hokum nasional.

 

 

 

C. larangan membuang sampah disembarang tempat

Pasal 25 UU Pengelolaan Sampah menyebutkan, masyarakat dapat memperoleh kompensasi dari pemerintah jika mengalami kerugian akibat pengelolaan sampah yang buruk. Bentuk kompensasi dapat berupa direlokasi, pemulihan lingkungan, serta biaya kesehatan dan pengobatan.

UU Pengelolaan Sampah juga mengatur larangan membuang sampah sembarangan. Warga masyarakat yang melanggar dapat dikenai hukuman pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 9 tahun. "Sejak diberlakukannya UU ini, masyarakat tidak boleh membuang sampah sembarangan. Ada hukumannya," kata Wakil Ketua Panitia Khusus RUU Pengelola Sampah, Syamsul Bachri, Rabu (8/4).

UU tersebut juga mewajibkan setiap pelaku usaha meminimalkan pengunaan bahan baku yang menghasilkan sampah. Pelaku usaha agar sedapat mungkin menggunakan bahan baku yang sampahnya dapat didaur ulang atau mudah diurai oleh alam.

Selain itu, UU Pengelolaan Sampah melarang pembuangan sampah di tempat terbuka. UU ini mewajibkan pengelola sampah membuang sampah di tempat pembuangan terakhir. Hal ini termasuk pelayanan pengelolaan sampah terhadap masyarakat.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

4. KESIMPULAN

Dari semua penjelasan diatas kita dapat menyimpulkan bahwa banyak sekali- aturan- aturan, norma- norma ataupun kaidah- kaidah yang dapat dijadikan sebagai seumber dari hukum nasional. Karena bagaimanapun semua aturan atau hukum nasional berasal dari kebiasaan masyarakat.

Dan sebuah hukum suatu negara tidaklah dapat berjalan apabila tidak sesuai dengan karakter dan sifat- sifat masyarakat dari suatu negara tersebut, karena dalam hal ini masyarakat merupakan objek dari hukum tersebut.

Disamping itu ada beberapa hukum adat / kaidah sosial yang telah benar- benar disahkan oleh pemerintah menjadi sebuah hukum tetulis di Negara Indonesia.

Diantaranya adalah larangan mengenai maslah rokok, untuk saat ini pemerintah telah menetapkan pasal akan larangan merokok di tempat umum dan bagi anak- anak.

Selain itu tentang masalah peminta- minta yang sering kita jumpai dijalan- jalan, beberapa perda saat ini telah mengesahkan bahwa dilarang memberi peminta- minta dijalanan.

Begitu juga dengan masalah sampah, pemerintah telah mengeluarkan hukum tertulis mengenai pengelolaan sampah.

Akan tetapi semua itu tidaklah bisa berjalan apabila kita sebgai masyarakat yang menjdi subyek hukum tersebut tidak mematuhi hukum- hukum tersebut. Kesadaran akan hukum sangat diperlukan dalam melancarkan proses penegakan hukum di Indonesia, demi mewujudkan ketertiban dan kenyamanan bersama.

 

 

 

 

 

  1. DAFTAR PUSTAKA

Mertokusumo, sudikno. Mengenal Hukum.penerbit Lyberti .Jogjakarta.2002

Wignjodipuro, surojo. Pengantar dan asas- asas hukum adat.gunung agung. Jakarta 1967.

http://www.indoskripsi.com

http://www.wikipedia.com

http://www.google.com

 



 

 

In reply to Ita Prihantika

Re: PIH ANE (Kelas A)

by Intan Purnamasari -

 

TUGAS PENGANTAR ILMU HUKUM

KELOMPOK 10

 

 

 
   

 

 

 

 

 

 

 

 

 

                                                            Nama Kelompok :

  1. 1.      Maulidya Agustina                                                                (1516041037)
  2. 2.      Galuh tri wahyuning tyas                                                     (1516041025)
  3. 3.      Wendy nurzahroh puspitarini                                             (1516041103)
  4. 4.      Intan purnama sari                                                               (1516041019)
  5. 5.      Shinta arista lamsi                                                                 (1516041023)
  6. 6.      Nisa wiji wati                                                                         (1516041049)
  7. 7.      Dedi sonata                                                                            (1516041005)

 

 

 

                                              

                                               1. PENDAHULUAN

         Dalam Pergaulan hidup manusia diatur oleh berbagai macam kaidah (Norma), yang tujuannya untuk menciptakan kehidupan yang lebih aman dan tertib. Pergaulan hidup manusia dapat mempengaruhi pola – pola berpikir manusia dan akan disalurkan dengan sifat dan karakter yang negative maupun positif. Kaidah disini difungsikan sebagai aturan untuk memberikan arahan dalam pergaulan hidup manusia yang diklasifikasikan dalam kaidah – kaidah kepercayaan dan kaidah – kaidah kesusilaan. Kaidah kepercayaan ditujukan untuk mencapai kehidupan yang beriman, sedangkan kaidah kesusilaan sendiri bertujuan agar manusia hidup berakhlak/ mempunyai hati nurani yang bersih. Dalam sosiologi hukum, kaidah yang didukung oleh kekuasaan pusat diterapkan dalam bentuk hukum, namun terdapat pertentangan diantara para ahli hukum dimana terdapat perbedaan dari sumber sanksinya dan pelaksanaanya.

Walaupun terdapat perbedaan namun inti dari sistem hukum sendiri sebenarnya terletak pada kesatuan aturan primer dan aturan sekunder. Aturan primer hanya merupaka ketentuan – ketentuan informal tetapi kehidupan manusia terus berkembang dan semakin kompleks sehingga kosekwensinya dapat menjadikan aturan primer tersebut menjadi pudar dan disini peraturan sekunder menjadi peran yang sangat penting yang hal ini dapat dilihat bahwa aturan sekunder meruapak rules of recognition, rules of change, dan rules of adjudication. Adalah hal yang sulit dalam membedakan antara hukum dan kaidah – kaidah secara tegas, namun terdapat cirri – cirri khusus di dalam hukum dimana hukum bertindak sebagai alat kekuasaan pusat untuk menciptakan keseimbangan didalam kehidupan bernegara. Sekiranya semua hal ini dapat dipahami bahwa hukum digunakan untuk tujuan perdamaian.

Dalam makalah ini akan lebih ditekankan tentang pembahasan masalah kaidah social karena kaidah social merupakan sebuah kaidah yang sangat erat dengan kehidupan masyarakat karena kaidah social berasal dari kebiasaan masyarakat.

 

 

 

2. PERMASALAHAN

  1. Apa pengertian kaidah sosial?
  2. Apa Fungsi dan Peran Kaidah Sosial Dalam Kehidupan Bermasyarakat?
  3. Apa konstribusi kaidah sosial dalam penciptaan hukum nasional?
  4. Apa contoh kaidah sosial yang dirubah menjadi hukum nasional?

3. PEMBAHASAN

3.1. Kaidah Sosial
Dalam sistem hukum yang berlaku di Indonesia pada saat ini, ada empat jenis kaidah sosial, yaitu;
1. Kaidah agama
Kaidah agama merupakan aturan-aturan yang berisi perintah maupun larangan yang besumber pada kitab suci masing-masing agama. Misalnya saja, bagi umat Islam, kaidah agama bersumber pada Al-Qur’an, atau injilyang menjadi sumber kaidah agama bagi yang memeluk agama Kristen.
Kaidah agama bukanlah kaidah yang bersifat mengikat kepada seluruh warga Negara Indonesia, kaidah ini tergantung pada agama apa yang dianut oleh warga tersebut. Oleh karenanya kaidah agama Islam tidak dapat diterapkan kepada individu atau masyarakat yang beragama Kristen, ataupun sebaliknya.

2. Kaidah kesusilaan
Kaidah kesusilaan adalah suatu keadaan dimana manusia secara naluriah dapat mengetahui dan membedakan tindakan yang baik dan tindakan yang buruk, hal itu dikarenakan kaidah kesusilaan bersumber dari naluri manusia tersebut.
Naluri manusia yang demikian itu menjadikannya aturan-aturan tersendiri dalam berperilaku, khususnya dalam menjaga diri dari tindakan-tindakan burukyang dapat merugikan diri sendiri.

3. Kaidah kesopanan
Kaidah kesopanan ialah aturan-aturan dalam bertingkah laku di dalam kehidupan bermasyarakat. Kaidah ini berisikan perintah maupun larangan untuk agar ketertiban dalam masyarakat tetap terjaga, baik itu berupa keamananmaupun kenyamanan.
Sopan santun merupakan salah satu sikap yang diperlukan seseorang untuk dapat diterima dengan baik oleh masyarakatnya, di samping sikap-sikap yang nebjadi syarat lainnya.

4. Kaidah Kebiasaan.
Kaidah kebiasaan merupakan aturan-aturan yang terbentuk oleh suatu kebiasaan di dalam masyarakat. Kebiasaan-kebiasaan tersebut membutuhkan waktu yang lama serta kontinuitas dalam pelaksanaannya sebelum menjadi kaidah.
Hukum adat merupakan bagian dari kaidah kebiasaan, oleh karenanya kaidah kebiasaan menjadi kaidah yang paling beragam seiring dengan beragamnya adat dan kebudayaan yang ada di Indonesia.

A. Perbedaan dalam kaidah-kaidah sosial

Sebelum mengetahui tentang perbedaan di antara kaidah-kaidah sosial, ada baiknya kita mengetahui tentang persamaan di antara kaidah-kaidah itu, yaitu semua kaidah-kaidah sosial sama-sama berisikan tentang aturanyang dimana di dalamnya berisikan tentang perintah dan larangan. Lalu sanksi yang timbul tidak jelas atau abstrak.
Ada beberapa perbedaan yang cukup signifikan diantara kaidah-kaidah sosial yang berlaku di Indonesia, dua diantaranya;
1. Sumber kaidah:

- kaidah agama bersumber kepada kitab suci.
- kaidah kesusilaan bersumber kepada hati nurani.
- kaidah kesopanan bersumber kepada masyarakat.
- kaidah kebiasaan bersumber kepada kebiasaan maupun adat istiadat.

2. Sanksi:

- kaidah agama memiliki sanksi dosa.
- kaidah kesusilaan memiliki sanksi ketenangan jiwa yang terganggu.
- kaidah kesopanan memiliki sanksi citra buruk di masyarakat.
- kaidah kebiasaan memiliki sanksi beragam, tergantung pada adatnya.

Walaupun berbeda, kaidah sosial merupakan suatu bagian yang utuh dalam sistem hukum yang berlaku di Indonesia.

 

 

B. Fungsi dan Peran Kaidah Sosial Dalam Kehidupan Bermasyarakat

Fungsi dan peran kaidah sosial di dalam kehidupan bermasyarakat adalah sesuai dengan PP No.25 tahun 2000, yaitu aturan atau ketentuan yang menjadi pedoman masyarakat tersebut dalam melaksanakan setiap kegiatannya. Diharapkan dengan adanya kaidah sosial ini kehidupan masyarakat dapat berjalan dengan tertib.
Kaidah sosial menjadi aturan hukum lain disamping hukum nasional yang berupa hukum perdata, hukum pidana, ataupun aturan-aturan hukum yang lainnya, dengan harapan dapat melengkapi ataupun menjadi hukum yang lebih jelas bagi kalangan tertentu.

C. Konstribusi kaidah sosial/ hukum adat dalam hukum nasional.

Konstribusi kaidah sosial/ hukum adat dalam hukum nasional adalah sebagai hukum yang mencerminkan kepribadian/ jiwa sebuah bangsa[1][1]. Kaidah sosial yang tidak menghambat tercapainya masyarakat sosialis pancasila yang dari dulu sampai sekarang menjadi pengatur- pengatur hidup bermasyarakat kita, harus menjadi dasar- dasar elemen, unsur- unsur, hukum yang kita masukan dalam hukum nasional kita yang baru.

Profesor soepomo dalam pidato Dies Natalis di UGM pada tgl 17 maret 1947 menegaskan sebagai berikut:

Ø Bahwa dalam lapangan hidup kekeluargaan, hukum adat masih akan menguasai masyarakat Indonesia.

Ø Bahwa hukum pidana dari suatu negara wajib sesuai dengan corak dan sifat- sifat bangsanya atau masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu, maka hukum adat pidana akan memberi bahan- bahan yang sangat berharga dalam pembentukan KUHP pidana baru untuk negara kita.

Ø Bahwa hukum adat sebagai hukum kebiasaan yang tak tertulis akan tetap emnjadi sumber hukum baru dalam hal- hal yang belum atau tidak ditetapkan oleh undang- undang.[2][2]

Dari berbagai uraian tersebut maka sungguh vital peranan hukum ada/ kaidah sosial dalam merumuskan hukum nasional sebuah negara. Karena jika hukum sebuah negara tidak sesuai dengan sifat atau karakter suatu bangsa maka akan sangat sulit hukum itu bisa dijalankan. Sebagai contoh adalah ketika hukum syari’at Islam di terapkan di Indonesia maka akan sangat sukit itu bisa berjalan. Karena masyarakat Indonesia bukanlah sluruhnya beragama Islam, selain itu dari segi sosio- historisnya masyarakat Indonesia erupakan masyarakat yang kental dengan corak budaya hindu dan budha.

3.2. Contoh Kaidah Sosial Yang Dijadikan Sebagai Hukum Nasional

A. Larangan merokok di tempat umum dan bagi anak- anak.

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menggagas perlunya suatu Undang-undang (UU) menyangkut larangan merokok bagi anak-anak karena peredaran rokok di Indonesia semakin tidak terkendali.
"Para perokok pemula semakin berusia muda," kata Sekretaris KPAI Hadi Supeno di Magelang, Sabtu
Pada Tahun 1970, katanya, perokok pemula berusia 15 tahun, tahun 2004 berusia tujuh tahun sedangkan sekarang berusia antara 5 tahun hingga 9 tahun.
Ia mengatakan, hingga saat ini Indonesia merupakan satu-satunya negara anggota Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) di Asia yang belum meratifikasi "Framework on Tobacco Control".
Pada Tahun 1993, katanya, sebanyak 192 negara anggota WHO menetapkan konvensi pengendalian tembakau. Hingga saat ini sebanyak 137 negara telah meratifikasinya sedangkan lainnya termasuk Indonesia belum meratifikasi.
"Akibatnya peredaran rokok di Indonesia tidak terkendali, dan itu berbahaya bagi anak-anak," katanya.
Ia mengatakan, hasil penelitian KPAI perokok aktif di Indonesia sekitar 141,4 juta orang sedangkan jumlah penduduk Indonesia sekitar 220 juta orang. Cina dengan penduduk sekitar 1,2 miliar jiwa, perokoknya sekitar 300 juta.

Ia mengatakan, sekitar 80 persen dari total perokok Indonesia itu warga miskin dengan penghasilan sekitar Rp20 ribu per hari.
Sebanyak 2.846 tayangan di semua stasiun televisi di Indonesia selama 1 tahun, katanya, disponsori rokok, sedangkan 1.350 kegiatan nasional juga disponsori rokok.
Total produksi rokok pada tahun 1970 sekitar 33 miliar batang sedangkan tahun 2006 sekitar 230 miliar batang.
"Akibatnya sekitar 43 juta anak usia hingga 18 tahun terancam penyakit mematikan," katanya.
Ia menyatakan pentingnya pemerintah menekan perokok guna mencegah pengaruh buruk rokok bagi anak-anak.
Negara-negara maju seperti, Jepang, Inggris, dan Amerika Serikat berhasil menekan angka perokok secara signifikan. Tetapi di Indonesia justru mengalami peningkatan pesat.
Menurut dia, kebijakan pemerintah tidak mampu mengendalikan peredaran rokok karena rokok menjadi sumber pembiayaan pembangunan. Tahun 2007 cukai rokok mencapai sekitar Rp57 triliun.
Selain itu, katanya, Kementerian Perindustrian menjadikan rokok sebagai industri utama yang menyangga industri nasional, bahkan akan terus dikembangkan hingga Tahun 2020.
"Seharusnya jangan produksi rokok yang dinaikan tetapi cukai rokok yang dinaikan sehingga rokok menjadi barang mahal dan tidak bisa dicapai anak-anak," katanya.
Pemerintah, katanya, juga harus segera meratifikasi konvensi pengendilan tembakau karena di dalamnya mengatur larangan iklan rokok.
Ia juga mengatakan, rancangan amandeman undang-undang tentang kesehatan yang dalam pembahasan saat ini antara lain mengatur larangan rokok bagi anak-anak.
"Merokok bagi anak mengganggu pertumbuhan jaringan tubuhnya," katanya.
Hingga saat ini KPAI melakukan survei tentang rokok, menggalang kerjasama dengan lembaga swadaya masyarakat antirokok, melakukan lobi dengan berbagai pihak terkait, serta menggalang aliansi dengan pemangku kepentingan atas larangan merokok bagi anak, kata Hadi Supeno.

Jadi dari kutipan diatas dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa merokok lebih banyak bahayanya dari pada manfaatnya. Sehingga sekarang telah diterbitkan undang- undang yang melarang untuk merokok ditempat umum dan bagi anak- anak kecil. Sebagai contoh adalah kejadian di Surabaya dimana seorang penumpang para pemilik jasa angkutan umum dipaksa oleh pemda agar memaksa turun orang/ penumpang yang merokok didalam bis (http://www.tempointeraktif.com/hg/nusa/2009/10/22/brk,20091022-203923,id.html) sedangkan sebenarnya merokok adalah bukan sebuah larangan akan tetapi kalau menurut kaidah social merokok di tempat umum dan anak- anak kecil yang merokok itu kurang etis sehingga terkesan tidak baik akan tetapi sekarang kaidah social tersebut telah diubah menjadi peraturan dalam hukum nasional.

B. Larangan meminta- minta

Pengemis sering kali kita jumpai di beberapa jalan di ibu kota atau daerah- daerah lainnya akan tetapi sekarang telah dikeluarkan undang- undang tentang larangan memberi apapun kepada para pengemis dengan alas an tidak mendidik dan sebagainya sebagaimana Dikutip dari republika.co.id dan beberapa sumber lainnya,baru – baru ini terdapat berita yang mengejutkan, Bersadarkan Peraturan Daerah (Perda) Provinsi DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum, pada pasal 40 huruf c disebutkan setiap orang atau badan dilarang memberikan sejumlah uang atau barang kepada pengemis, pengamen, dan pengelap mobil. Berikut ini adalah kutipannya di pasal 40, yang menjerat pemberi sedekah.
Setiap orang atau badan dilarang
a. Menjadi pengemis, pengamen, pedagang asongan, dan pengelap mobil.
b. Menyuruh orang lain untuk menjadi pengemis, pengamen, pedagang asongan, dan pengelap mobil.
c. membeli kepada pedagang asongan atau memberikan sejumlah uang atau barang kepada pengemis, pengamen, dan pengelap mobil.
Sedangkan ketentuan pidananya tercantum di Pasal 61.
Setiap orang atau badan yang melanggar ketentuan Pasal 2 ayat (1), ayat (2), ayat (3), Pasal 3 huruf i, Pasal 4 ayat (2), Pasal 5 huruf a, Pasal 1 ayat (1), Pasal 8, Pasal 9, Pasal 11 ayat (2), Pasal 12 huruf a, huruf e, huruf h, Pasal 14 ayat (1), ayat (2), Pasal 17 ayat (2), ayat (3), Pasal 19 huruf b, Pasal 21 huruf a, huruf b, huruf c, Pasal 25 ayat (2), ayat (3), Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), Pasal 28 ayat (2), Pasal 29 ayat (3), Pasal 31 ayat (1), Pasal 38 huruf a, huruf b, Pasal 39 ayat (1), Pasal 40 huruf a, huruf c, Pasal 51, Pasal 54 ayat (2) dan Pasal 57 dikenakan ancaman pidana kurungan paling singkat 10 (sepuluh) hari dan paling lama 60 (enam puluh) hari atau denda paling sedikit Rp. 100.000,- (Seratus Ribu Rupiah) dan paling banyak Rp. 20.000.000,- (Dua Puluh Juta Rupiah). Dalam hal ini sama juga dengan permasalahan dalam rokok. Mengemis atau mengamen sebenarnya bukan lah pekerjaan yang melanggar hokum, akan tetapi dengan berjalannya waktu demi keteriban bersama akhirnya diberlakukan larangan memberi pengamen atau pengemis dalam hokum nasional.

 

 

 

C. larangan membuang sampah disembarang tempat

Pasal 25 UU Pengelolaan Sampah menyebutkan, masyarakat dapat memperoleh kompensasi dari pemerintah jika mengalami kerugian akibat pengelolaan sampah yang buruk. Bentuk kompensasi dapat berupa direlokasi, pemulihan lingkungan, serta biaya kesehatan dan pengobatan.

UU Pengelolaan Sampah juga mengatur larangan membuang sampah sembarangan. Warga masyarakat yang melanggar dapat dikenai hukuman pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 9 tahun. "Sejak diberlakukannya UU ini, masyarakat tidak boleh membuang sampah sembarangan. Ada hukumannya," kata Wakil Ketua Panitia Khusus RUU Pengelola Sampah, Syamsul Bachri, Rabu (8/4).

UU tersebut juga mewajibkan setiap pelaku usaha meminimalkan pengunaan bahan baku yang menghasilkan sampah. Pelaku usaha agar sedapat mungkin menggunakan bahan baku yang sampahnya dapat didaur ulang atau mudah diurai oleh alam.

Selain itu, UU Pengelolaan Sampah melarang pembuangan sampah di tempat terbuka. UU ini mewajibkan pengelola sampah membuang sampah di tempat pembuangan terakhir. Hal ini termasuk pelayanan pengelolaan sampah terhadap masyarakat.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

4. KESIMPULAN

Dari semua penjelasan diatas kita dapat menyimpulkan bahwa banyak sekali- aturan- aturan, norma- norma ataupun kaidah- kaidah yang dapat dijadikan sebagai seumber dari hukum nasional. Karena bagaimanapun semua aturan atau hukum nasional berasal dari kebiasaan masyarakat.

Dan sebuah hukum suatu negara tidaklah dapat berjalan apabila tidak sesuai dengan karakter dan sifat- sifat masyarakat dari suatu negara tersebut, karena dalam hal ini masyarakat merupakan objek dari hukum tersebut.

Disamping itu ada beberapa hukum adat / kaidah sosial yang telah benar- benar disahkan oleh pemerintah menjadi sebuah hukum tetulis di Negara Indonesia.

Diantaranya adalah larangan mengenai maslah rokok, untuk saat ini pemerintah telah menetapkan pasal akan larangan merokok di tempat umum dan bagi anak- anak.

Selain itu tentang masalah peminta- minta yang sering kita jumpai dijalan- jalan, beberapa perda saat ini telah mengesahkan bahwa dilarang memberi peminta- minta dijalanan.

Begitu juga dengan masalah sampah, pemerintah telah mengeluarkan hukum tertulis mengenai pengelolaan sampah.

Akan tetapi semua itu tidaklah bisa berjalan apabila kita sebgai masyarakat yang menjdi subyek hukum tersebut tidak mematuhi hukum- hukum tersebut. Kesadaran akan hukum sangat diperlukan dalam melancarkan proses penegakan hukum di Indonesia, demi mewujudkan ketertiban dan kenyamanan bersama.

 

 

 

 

 

  1. DAFTAR PUSTAKA

Mertokusumo, sudikno. Mengenal Hukum.penerbit Lyberti .Jogjakarta.2002

Wignjodipuro, surojo. Pengantar dan asas- asas hukum adat.gunung agung. Jakarta 1967.

http://www.indoskripsi.com

http://www.wikipedia.com

http://www.google.com

 



 

 

In reply to Ita Prihantika

Re: PIH ANE (Kelas A)

by Dwi Yan Alfino -

Dwi Yan Alfino (1516041091)

Aldino Usama(1516041091)

Anggi Pramesti(1516041121)

Dani Rosadi(1516041089)

Irena Relani(1516041091)

Pandu Julian(1516041053)

Realita Utama(1516041109)

pengertian hukum adalah keseluruhan norma oleh penguasa masyarakat yang berwenang menetapkan hukum, dinyatakan atau dianggap sebagai peraturan.

fungsi hukum

1. sebagai perlindungan: melindungi masyarakat dari bahaya

2.sebagai keadilan: hukum sebagai penjaga, pelindung dan memberikan keadilan bagi manusia

3. dalam pembangunan : hukum dipergunaka sebagai acuan tujuan negara 

hukum juga mengatur manusia sebagai makhluk sosial artinya manusia memilii kebutuhan dan kemampuan serta kebiasaan untuk berkomunikasi.

hukum sebagai kaidah sosial hukum yang mengatur berbagai kepentingan norma dalam masayrakat agar kepentingan saling bersesuaian dan tidak menimbulkan konflik.

Sumber-sumber hukum
Sumber hukum adalah segala sesuatu yang menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat memaksa, yaitu aturan-aturan yang jika di langgar mengakitbatkan sanksi tegas dan nyata
Sumber hukum ada 2 yaitu:
1.      Suber hukum materiil: tempat dari mana materi hukum di ambil, jadi merupakan faktor pembantu permbertukan hukum, dapat di tinjau dari berbagai sudut.
2.      Sumber hukum formil ada 5 yaitu:
1)      UU (statute)
2)      Kebiasaan (custom)
3)      Keputusan hakim (jurisprudentie)
4)      Trakta
5)      Pendapat sarjana hukum (doktrin)

 

Berdasarkan klasifikasi lapangan-lapangan hukum secara tradisional yang sudah dikenal dibanyak tata hukum (hukum positif) di negara-negara Eropa yang menganut sistem hukum kontinental (civil law sistem) termasuk juga di negara Belanda dan jajahannya (Hindia Belanda/Indonesia) dikenal adanya lapangan-lapangan hukum sebagai berikut:
1.             Lapangan hukum Publik, antara lain meliputi:
a.              Hukum Pidana (material) atau (ius poenale/strafrecht/  criminal law) adalah keseluruhan peraturan atau norma hukum yang mengatur perbuatan-perbuatan yang dapat dipidana  karena melanggar peraturan pidana. Dengan kata lain adalah keseluruhan peraturan atau norma hukum yang berisi perintah dan larangan, dan barang siapa yang melanggarnya dapat dijatuhi sanksi pidana;
b.             Hukum Tata Negara (material) atau (Staatsrecht/Vervassungsrecht atauConstitutional law/droit constitutionel) adalah keseluruhan peraturan atau norma hukum yang mengatur tentang dasar dan tujuan negara, bentuk negara, bentuk pemerintahan, sistem pemerintahan dan pembagian tugas kekuasaan organisasi negara serta kewenangannya. Singkatnya HTN (material) mengatur tentang   kewajiban  dan kewenangan lembaga-lembaga negara yang diatur dalam konstitusi suatu negara dalam hubungan dengan warganegara dan Hak Asasi Manusia;
c.              Hukum Tata Usaha Negara (material) atau (Administratief recht/verwaltungsrecht atau droit administratif/ administrative law) adalah keseluruhan peraturan atau norma hukum yang mengatur tentang tatacara atau prosedur aparatur  negara  dalam melaksanakan tugas kewajiban penyelenggaraan   pemerintahan dalam hubungannya dengan pelayanan terhadap  masyarakat;
d.             Hukum Internasional (Internationaal recht/internationaal public recht atauInternational law/droit international) adalah keseluruhan peraturan atau norma hukum dan asas-asas hukum yang mengatur hubungan antara negara dan atau lembaga internasional;
e.              Hukum Acara  (hukum formal) atau (Proces recht atau Proces law) adalah keseluruhan peraturan atau norma hukum yang mengatur bagaimana cara melaksanakan dan mempertahankan hukum material yang dilanggar;
f.              Hukum Acara Pidana (hukum pidana formal/straf proces recht) adalah keseluruhan peraturan atau norma hukum yang mengatur prosedur tindakan aparat pelaksana atau penegak hukum karena diduga terjadi pelanggaran undang-undang/peraturan pidana. Dengan kata lain adalah keseluruhan peraturan hukum yang mengatur tentang cara melaksanakan dan  mempertahanan  hukum pidana material yang  dilanggar;
g.             Hukum Acara Tata Usaha Negara (HTUN Formal/administratief proces recht) adalah keseluruhan peraturan atau norma hukum yang mengatur tentang cara bagaimana menyelesaikan sengketa tata usaha negara antara perseorangan atau badan pribadi dengan pejabat tata usaha negara akibat dilanggarnya peraturan tata usaha negara; atau hukum yang mengatur tata cara bersengketa di peradilan tata usaha negara.
h.             Hukum Acara Tata Negara (HTN formal/ Proces constitusional law/costitutioneel proces recht) adalah keseluruhan  peraturan atau norma hukum yang mengatur prosedur atau cara untuk melaksanakan dan mempertahankan HTN material (konstitusi)  bilamanana dilanggar. Hukum Acara Tata Negara di Indonesia dikenal dengan Hukum Acara Mahkamah Konstitusi adalah keseluruhan peraturan atau norma hukum yang mengatur tata cara orang atau badan perdata/publik mempertahankan dan melaksanakan hak-haknya di Mahkamah Konstitusi; atau hukum yang mengatur tata cara bersengketa di  Mahkamah Konstitusi.
 
asas adalah sebuah konsep dan tidak mempunyai sanksi.
Fungsi dan Pembagian Asas Hukum
Asas hukum mempunyai dua fungsi, yakni:
1. Asas hukum dalam, asas ini mendasarkan eksistensinya pada rumusan pembentukan undang-undang dan hakim (yang bersifat mengesahkan) dan mengikat para pihak.
2. Asas dalam ilmu hukum, asas ini hanya bersifat mengatur dan menjelaskan.
Sedangkan asas hukum sendiri dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Asas hukum umum, ialah asas yang berhubungan dengan seluruh bidang hukum, seperti: asas bahwa apa yang lahir tampak benar, untuk sementara harus dianggap demikian sampai diputuskan yang lain oleh pengadilan.
b. Asas hukum khusus, asas ini bergungsi dalam bidang yang lebih sempit, seperti dalam hukum pidata, hukum pidana dan sebagainya. Yang mana merupakan penjabaran dari asas hukum umum.
Sedangkan asas hukum yang berlaku di Indonesia adalah:
1) Geen straf zonder schuld, yaitu tiada hukuman tanpa kesalahan.
2) Audi et altera partem, adalah bahwa para pihak harus di dengar.
3) Lex mininem cogit ad impossibilia, Undang-undang tidak memaksa seseorang untuk melakukan yang tidak mungkin; dan masih banyak lagi.
 
Hukum merupakan sebuah sistem. Hal ini mengandung arti bahwa hukum itu merupakan suatu tatanan dan merupakan satu kesatuan yang untuh, yang mana terdiri dari bagian-bagian atau unsur-unsur yang saling berkaitan erat satu sama lain.
Macam-Macam Sistem Hukum
Sistem hukum terdiri dari beberapa macam, yakni:
1. Sistem Hukum Eropa Kontinental.
Sistem hukum ini berkembang di Eropa. Prinsip utama dari sistem ini adalah hukum memperoleh kekuatan mengikat, karena diwujudkan dalam bentuk peraturan undang-undang yang menjadi sumber hukum. Dalam sistem ini hakim tidak dapat menciptakan suatu hukum, karena hakim hanya berfungsi untuk menetapkan dan mentafsirkan peraturan dalam batas wewenangnya.
2. Sistem Hukum Anglo Saxon.
Sistem hukum ini berkembang di Inggris. Sumber hukum dalam sistem ini adalah putusan-putusan hakim atau pengadilan. Dalam sistem ini hakim tidak hanya berfungsi sebagai pihak yang menetapkan dan mentafsirkan perautan saja, tetapi hakim juga berperan bsar dalam membentuk seluruh tata kehidupan masyarakat.
3. Sistem Hukum Adat.
Sistem hukum ini hanya terdapat dalam lingkungan sosial Negara Indonesia dan negara-negara Asia lainnya. Sistem hukum adapt ini bersumber dari peraturan-peraturan hukum yang tidak tertulis dan berkembang dan diperahankan dengan kesadaran hukum masyarakat. Hukum adat ini dapat menunjukkan kesanggupannya untuk menyesuaikan diri dan mampu bertahan. Namun sejak penjajahan Belanda, hukum adat ini banyak mengalami perubahan akibat dari politik hukum yang dibuat oleh pemeintah perjajah itu.
4. Sistem Hukum Islam.
Sistem hukum ini semula dianut oleh masyarakat Arab sebagai awal dari penyebaran agama Islam. Hingga kemudian berkembang ke negara-negara lain di Asia, Afrika, Eropa, dan Amerika. Di Negara Indonesia, walaupun mayoritas warga negaranya beragama Islam, namun pengaruh sistem hukum itu tidaklah besar dalam bernegara. Hal ini dikarenakan asas pembentukan negara bukanlah menganut ajaran Islam. Adapun sumber hukum dalam sistem hukum ini adalah: al-Quran, as-Sunnah, Ijma' dan Qiyas.

 

In reply to Ita Prihantika

Re: PIH ANE (Kelas A)

by wiwik sukatmi shuhrotul aminin -

Nama Kelompok :

1. Wiwik Sukatmi S.A 1516041115

2. Desta Rapanca 1516041065

3. Diantika Arum L 1516041075

4. Farida Rahmawati 1516041015

5. Tyas Ajeng M.P1516041099

6. Sonia Gusti M 1516041125

7. Voni Leorna 1516041073

 

Kaidah Sosial

BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang

Dalam masyarakat terdapat berbagai golongan dan aliran. Namun, walaupun golongan dan aliran itu beranekaragam dan masing-masing mempunyai kepentingan sendiri-sendiri, akan tetapi kepentingan bersama harus mengharuskan adanya ketertiban dalam kehidupan masyarakat itu.
Adapun orang yang memimpin kehidupan bersama yang mengatur tingkah laku manusia dalam masyarakat ialah peraturan hidup. Agar dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhannya dengan aman dan tentram tanpa gangguan, maka bagi tiap manusia perlu adanya suatu tata (orde = ordnung). Tata ini berwujud aturan-aturan yang menjadi pedoman bagi segala tingkah laku manusia dalam pergaulan hidup, sehingga kepentingan masing-masing dapat terpelihara dan terjamin. Setiap anggota masyarakat mengetahui hak dan kewajiban masing-masing. Tata itu lazim disebut Kaedah (berasal dari bahasa arab) atau Norma (berasal dari bahasa latin) atau Ukuran-Ukuran. Norma itu mempunyai dua macam isi, dan menurut isinya berwujud:
a. Perintah adalah keharusan bagi seseorang untuk berbuat sesuatu oleh karena akibat-akibatnya dipandang baik.
b. Larangan adalah keharusan bagi seseorang untuk tidak berbuat sesuatu oleh karena akibat-akibatnya dipandang tidak baik.


B. Rumusan Masalah

  1.  Apa yang dimaksud dengan kaidah sosial?
  2.  Apa saja jenis-jenis Kaidah Sosial itu?
  3. Bagaimana Perbedaan antara Kaidah Hukum dengan Kaidah-kaidah Sosial lainnya?
  4. Bagaimana Relevansi antara kaidah hukum dengan kaidah sosial lainnya?

 

 

BAB II
PEMBAHASAN

  1.  Pengertian Kaidah Sosial
    Kaidah sosial pada hakikatnya merupakan perumusan suatu pandangan mengenai perilaku atau sikap yang seyogyanya dilakukan. Hal ini telah dijelaskan oleh Purnadi Purbacaraka dan Soekanto bahwa Kaedah adalah patokan atau ukuran ataupun pedoman untuk berperikelakuan atau sikap tindak dalam hidup.
    Sifat kaidah sosial yaitu deskriptif, preskriptif dan normatif; sedangkan kaidah sosial itu terdiri dari kaidah agama, kaidah kesusilaan, kaidah kesopanan dan kaidah hukum. Dalam masyarakat sifat hubungannya adalah saling membutuhkan, pengaruh mempengaruhi dan tergantung satu sama lain. Hidup bermasyarakat agar kepentingan pribadi dan sosial terpenuhi dan terlindungi. Kedamaian dalam masyarakat terealisasi apabila ada ketenteraman dan ketertiban. Perilaku yang biasa dilakukan dalam kurun waktu yang lama dan diterima masyarakat dapat menjadi kaidah. Kaidah hukum perumusannya tegas dan disertai sanksi yang tegas dan dapat dipaksakan oleh instansi resmi. Orang bunuh diri menggambarkan, bagi yang bersangkutan sanksi dari kaidah kesusilaan lebih berat dibanding sanksi yang berasal dari kaidah hukum.
    Apa yang kita lihat sebagai suatu tatanan dalam masyarakat yaitu yang menciptakan hubungan-hubungan yang tetap dan teratur antara anggota-anggota masyarakat, sesungguhnya tidak merupakan suatu konsep yang tunggal yang kita lihat sebagai tatanan dari luar, pada hakikatnya di dalamnya terdiri dari suatu kompleks tatanan. Kita biasa menyebut tentang adanya suatu tatanan yang terdiri dari sub-sub tatanan. Sub-sub tatanan itu ialah : kebiasaan, hukum dan kesusilaan.
    Dengan demikian, maka ketertiban yang terdapat dalam masyarakat itu didukung oleh ketiga tatanan tersebut, yaitu:
    1.  Tatanan Kebiasaan yang terdiri dari norma-norma yang dekat sekali kenyataan.Kaidah ini tidak lain diangkat dari dunia kenyataan juga. Apa yang biasa dilakukan orang-orang kemudian menjelma menjadi norma kebiasaan,melalui ujian keteraturan , keajegan dan kesadaran untuk menerimanya sebagai kaidah oleh masyarakat.
    2.  Tatanan Hukum yang berpegangan kepada tatanan yang mulai menjauh daari pegangan kenyataan sehari-hari. Namun, proses penjauhan dan pelepasan diri itu belum berjalan secara seksama. Pada proses pembuatan hukum ini kita mulai melihat,bahwa tatanan ini didukung oleh norma-norma yang secara sengaja dan sadar dibuat untuk menegakkan suatu jenis ketertiban tertentu dalam masyarakat. Kehendak manusia merupakan faktor sentral yang memberikan ciri kepada tatanan hukum. Sebagai unsur pengambil keputusan, maka kehendak manusia ini bisa menerima dan juga bisa menolak.
    3. Tatanan Kesusilaan yang sama mutlaknya dengan kebiasaan hanya saja dalam kedudukannya terbalik. Kalau tatanan kebiasaan mutlak berpegangan pada kenyataan tingkah laku orang-orang, maka kesusilaan justru berpegangan pada ideal yang masih harus diwujudkan dalam masyarakat. Ideal-lah yang merupakan tolak ukur tatanan ini bagi menilai tingkah laku anggota-anggota masyarakat.
      Adapun perbedaan antara kesusilaan dan hukum terletak pada otoritas yang memutuskan apa yang akan diterima sebagai norma. Norma kesusilaan bukanlah sesuatu yang diciptakan oleh kehendak manusia, melainkan yang tinggal diterima begitu saja olehnya. Berbeda dengan hukum, maka bagi tatanan kesusilaan tidak ada unsur-unsur yang harus diramu.
      Sedangkan hukum mengikatkan diri kepada masyarakat sebagai basis sosialnya. Berarti ia harus memperhatikan kebutuham dan kepentingan-kepentingan anggota-anggota masyarakat serta memberikan pelayanan kepadanya. Dalam rangka proses memberikan perhatian terhadap penciptaan keadilan dalam masyarakat serta memberikan pelayanan terhadap kepentingan-kepentingan masyarakat. Hukum tidak selalu bisa memberikan keputusannya dengan segera, ia membutuhkan waktu untuk menimbang-nimbang, yang biasa memaka waktu lama sekali.
      Ketertiban masyarakat yang tampak dari luar itu, dari dalam didukung oleh lebih dari satu macam tatanan. Keadaan yang demikian itu memberikan pengaruhnya sendiri terhadap masalah efektifitas tatanan dalam masyarakat. Tetapi, dalam uraian di atas dapat diketahui bahwa masyarakat kita sesungguhnya merupakan suatu rimba tatanan, Karena di dalamnya tidak hanya terdapat satu macam tatanan. Sifat majemuk ini dilukiskan oleh Chambliss & Seidman sebagai berikut:
    4.  Jenis-jenis Kaidah Sosial
      Norma-norma yang mengatur segala macam hubungan antar-individu dalam masyarakat ada 3 macam, yaitu sebagai berikut:
      1.  Kaidah Agama atau kaidah kepercayaan
        Kaidah kepercayaan yaitu kaidah social yang asalnya dari Tuhan dan berisikan larangan-larangan, perintah-perintah dan anjuran-anjuran. Kaidah ini merupakan tuntunan hidup manusia untuk menuju ke arah yang baik dan benar. Kaidah agama mengatur tentang kewajiban-kewajiban manusia kepada Tuhan dan kepada dirinya sendiri. kaidah yang berpangkal pada kepercayaan adanya Yang Maha Kuasa. Pelanggaran terhadap kaidah agama berarti pelanggaran terhadap perintah Tuhan, yang akan mendapat hukum di akhirat kelak.
        Agama dalam arti sempit adalah hubungan antara Tuhan dan manusia.
        Hubungan itu mengandung kewajiban-kewajiban terhadap Tuhan,sebagai cinta terhadap Tuhan, dan percaya kepada Tuhan. Kewajiban-kewajiban itu benar-benar bersifat keagamaan sejati,yang karena isinya,diperbedakan baik dari kewajiban moril maupun dari kewajiban-kewajiban hukum. Tetapi hubungan antara Tuhan dan manusia, membawa juga kewajiban untuk menuruti kehendak Tuhan. Karena itu maka agama meliputi lapangan yang lebih luas daripada semata-mata hubungan antara Tuhan dan manusia.
        Kaidah agama terbagi dua, yaitu agama wahyu (samawi, sama’i, langit) dan agama budaya. Agama Wahyu adalah suatu ajaran Allah yang berisi perintah,larangan,dan kebolehan yang disampaikan kepada umat manusia berupa wahyu melalui Malaikat dan Rasul-Nya. Sedangkan agama budaya adalah ajaran yang dihasilkan oleh pikiran dan perasaan manusia secara kumulatif.
        Pada garis besarnya dan pada umumnya isi norma agama terdiri dari 3 hubungan, yakni: pertama peratura-peraturan yang memuat tata hubungan manusia dengan Tuhan secara vertical. Kedua, peraturan-peraturan yang memuat tata hubungan manusia dengan sesama manusia secara horizontal. Ketiga, peraturan-peraturan yang memuat tata hubungan manusia dengan alam sekitar.
        Tujuan dari kaidah kepercayaan ialah untuk menyempurnakan hidup manusia dan melarang manusia berbuat jahat/dosa. Kaidah ini hanya membebani kewajiban menurut perintah Tuhan dan tidak memberi hak. Kaidah Agama merupakan tuntunan hidup manusia untuk menuju kepada perbuatan dan kehidupan yang baik dan benar. Ia mengatur tentang kewajiban-kewajiban manusia kepada Tuhan dan pada dirinya sendiri.
        Contoh-contoh kaidah : Jangan menyekutukan Allah, Laksanakan shalat, Hormati dan berbaktilah kepada ibu-bapakmu, Jangan berlaku zalim di muka bumi, Jangan membunuh, Jangan berbuat cabul, dan lain-lain.
      2. Kaidah Kesusilaan
        Kaidah kesusilaan adalah kaidah/peraturan hidup yang berpangkal pada hati nurani manusia sendiri, yang membisikkan agar melakukan perbuatan-perbuatan yang baik dan meninggalkan perbuatan-perbuatan yang tercela, oleh karenanya kaidah kesusilaan bergantung pada setiap individu manusia masing-masing. Manusia itu berbuat baik atau berbuat buruk karena bisikan suara hatinya. Pelanggaran terhadap norma susila berarti melanggar perasaan baiknya sendiri yang berakibat penyesalan. Perbuatan yang tidak mengindahkan norma susila disebut asusila. Kaidah Kesusilaan ini ditujukan kepada sikap batin manusia, asalnya dari manusia itu sendiri,dan ancaman atas pelanggaran kaidah kesusilaan adalah dari batin manusia itu sendiri berupa rasa penyesalan. Oleh sebab itu kaidah kesusilaan bersifat Otonom, bukan meruppakan paksaan dari luar dirinya.
        Kesusilaan memberikan peraturan-peraturan kepada manusia agar ia menjadi manusia yang sempurna. Hasil dari perintah dan larangan yang timbul dari norma kesusilaan itu pada manusia bergantung pada pribadi orang-seorang.Isi hatinya akan mengatakan perbuatan mana yang jahat. Hati nuraninya akan menentukan apakah ia akan melakukan sesuatu perbuatan. Misalnya: Hendaknya engkau berlaku jujur, hendaklah engkau berbuat baik terhadap sesama manusia, dll.
        Kaidah ini merupakan kaidah yang tertua dan menyangkut kehidupan pribadi manusia,bukan dalam kualitasnya sebagai makhluk sosial. Kaidah Kesusilaan ini bertujuan agar manusia memiliki akhlak yang baik demi mencapai kesempurnaan hidup manusia itu sendiri. Penerapan sanksinya berasal dari dalam diri manusia itu sendiri, bukan paksaan dari luar. Suara hati manusia menentukan perilaku mana yang baik dan perilaku mana yang tidak baik untuk dilakukan, sehingga kaidah kesusilaan ini bergantung pada pribadi manusia. Kaidah Kesusilaan mendorong manusia untuk berahklak mulia, juga melarang manusia mencuri, berbuat zina, dsb. Ia berasal dari dalam diri manusia sendiri, maka ancaman atas pelanggaran kaidah sosial adalah batin manusia.
        Agar manusia menjadi makhluk sempurna maka salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah mematuhi dan mentaati peraturan-peraturan yang bersumber dari hati sanubari. Akan tetapi tiap setiap yang keluar dari hari nurani dapat diakui sebagai norma kasusilaan, sebab hanya norma-norma kehidupan yang berupa bisikan hati sanubari (insan kamil) yang diakui dan diinsyafi oleh semua orang sebagai pedoman sikap dan perbuatan sehari-hari.kesusilaan memberikan peraturan-peraturan kepada manusia agar menjadi manusia yang sempurna.
      3.  Kaidah kesopanan
        Kaidah kesopanan adalah peraturan hidup yang timbul atau diadakan dalam suatu masyarakat, yang mengatur sopan santun dan perilaku dalam pergaulan hidup antar-sesama anggota masyarakat tertentu. Kaidah kesopanan ini didasarkan pada kebiasaan, kepantasan, atau kepatuhan yang berlaku dalam suatu masyarakat. Oleh karena itu kaidah kesopanan dinamakan pula kaidah sopan santun tata karma atau adat. Orang yang melakukan pelanggaran terhadap norma kesopanan akan dicela oleh sesame anggota masyarakatnya. Celaan itu tidak selalu dengan mulut, tetapi bisa dengan cara lain dan bentuk lain. Misalnya dibenci, dijauhi, dipandang tidak tahu tata karma, dll.
        Landasan kaidah kesopanan adalah kepatutan, kepantasan, dan kebiasaan yang berlaku pada masyarakat yang bersangkutan. Oleh sebab itu kaidah kesopanan seringkali disamkan dengan kaidah sopan santun, tata karma, atau adat, walaupun ada pakar hukum yang tidak mau menyamakan pengertian kebiasaan dengan adat dan sopan santun. Kaidah ini ditujukan pada sikap lahir manusia (sama dengan kaidah hukum) yang ditujukan pada pelakunya agar terwujud ketertiban masyarakat dan suasana keakraban dalam pergaulan. Tujuannya, pada hakikatnya bukan pada manusia sebagai pribadi, melainkan manusia sebagai makhluk sosial yang hidup bersama dalam kelompok masyarakat.
        Contoh-contoh kaidah kesopanan misalnya: Orang muda wajib menghormati orang yang lebih tua, Jika seseorang akan memasuki rumah orang lain harus minta izin lebih dahulu, Mempersilahkan duduk seorang wanita hamil yang berada dalam kendaraan umum yang sarat penumpang, Mengenakan pakaian pantas jika menghadiri pesta, dan lain lain.
      4.  Kaidah Hukum
        Kaidah Hukum adalah peraturan-peraturan yang dibuat atau yang dipositifkan secara resmi oleh penguasa masyarakat atau penguasa Negara, mengikat setiap orang dan berlakunya dapat dipaksakan oleh aparat masyarakat atau aparat Negara, sehingga berlakunya kaidah hukum dapat dipertahankan. Kaidah hukum ditujukan kepada sikap lahir manusia atau perbuatan konkrit yang dilakukan oleh manusia.
        Kaidah hukum tidak mempersoalkan apakah apakah sikap batin seseorang itu baik atau buruk, yang diperhatikannya adalah bagaimana perbuatan lahiriah orang itu. Kaidah hukum tidak akan member sanksi kepada seseorang yang mempunyai sikap batin yang buruk, tetapi yang akan diberi sanksi oleh kaidah hukum adalah perwujudan sikap batin yang buruk itu menjadi perbuatan nyata atau perbuatan konkrit. Namun demikian kaidah hukum tidak hanya memberikan kewajiban saja tetapi juga memberikan hak. Asal mula dan sanksi bagi pelanggar kaidah hukum datang dari luar diri manusia. Misalnya:
        • Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya (ps. 2 ayat 1 UU No. 1/1974).
        • Barang siapa sengaja merampas nyawa orang lain tanpa hak, diancam karena pembunuhan, dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun (ps. 338 KUHP)
        • Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lamalima tahun atau denda paling banyak enam puluh juta rupiah (ps. 362 KUHP).
        Ditinjau dari segi isinya kaidah hukum dapat dibagi dua, yaitu:
        a. Kaidah hukum yang berarti perintah, yang mau tidak mau harus di jalankan atau di taati seperti misalnya ketentuan dalam pasal 1 UU no.1 tahun 1947 yang menentukan, bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang berbahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang maha Esa.
        b. Kaidah hukum yang berisi larangan , seperti yang tercantum dalam pasal 8 UU no.1 tahun 1974 mengenai larangan perkawinan antara dua orang laki-laki dan perempuan dalam keadaan tertentu.
        Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, SH menggolongkan ke empat macam kaidah sosial di atas menjadi dua golongan yaitu:
        a. Tata kaidah dengan aspek pribadi, termasuk kelompok ini adalah kaidah agama atau kepercayaandan kaidah kesusilaan.
        b. Tata kaidah dengan aspek kehidupan antarpribadi, termasuk di dalamnya adalah kaidah kesopanan dan kaidah hukum.
        Kaidah agama atau kepercayaan sanksinya akan diterima oleh pelanggar kaidah ini nanti di akhirat, sehingga sanksi ini kurang berpengaruh kepada mereka yang tidak menganut agama atau kepercayyan tertentu. Kaidah kesusilaan sanksi-sanksinya akan dialami oleh pelanggarnya bila kemudian sadar bahwa ia melanggar kesusilaan, sehingga sanksi kaidah kesusilaanpun kurang berpengaruh bagi mereka yang tidak sadar akan perbuatannya.
        Kaidah kesopanan sanksinya memang dapat dialami oleh pelanggar kaidah ini, karena mereka yang melanggar kaidah kesopanan akan dikucilkan oleh masyarakat di mana mereka bertempat tinggal. Namun bagi mereka yang tidak perduli akan sanksi demikian tidak akan terpengaruh oleh sanksi tersebut sehinggga perbuatan mereka tidak akan diperbaiki.
        Oleh karena ketiga kaidah sosial tersebut di atas sanksinya kurang tegas maka kurang dapat menjamin ketertiban dan keteraturan masyarakat. Oleh karena itu sangat diperlukan kaidah hukum. Masalah yang diatur dalam kaidah hukum lebih lengkap jika dibandingkan dengan hal-hal yang diatur dalam ketiga kaidah sosial lainnya. Sanksi dari kaidah hukum relatif lebih tegas dan dapat dipaksakan oleh penguasa, sehingga kaidah sosial terakhir ini diharapkan dapat menjamin terciptanya ketertiban dan keadilan dalam masyarakat. Dengan adanya kaidah hukum diharapkan keamanan dan ketentraman masyarakat dapat diwujudkan.
      5. Perbedaan antara Kaidah Hukum dengan Kaidah-kaidah Sosial lainnya.
        Adapun perbedaan antara kaidah hukum dengan kaidah sosial lainnya dapat dilihat dari beberapa sudut, yaitu sebagai berikut:
        1.  Tujuan
          Kaidah hukum bertujuan untuk menciptakan tata tertib masyarakat dan memberi perlindungan terhadap manusia beserta kepentingannya. Kaidah agama, kaidah kesusilaaan bertujuan untuk memperbaiki pribadi manusia agar menjadi manusia baik.
          Kaidah kesopanan bertujuan untuk menertibkanmasyarakat agar tidak ada korban.
        2.  Isi
          Kaidah hukum memberikan hak dan kewajiban. Mengatur tingkah laku dan perbuatan lahir manusia di dalam hukum akan dirasakan puas kalau perbuatan manusia itu sudah sesuai dengan peraturan hukum. Kaidah agama, kaidah kesusilaan hanya memberikan kewajiban saja, dan berisi aturan yang ditujukan kepada sikap batin manusia. Kaidah kesopanan juga hanya memberikan kewajiban saja, yang isi aturannya ditujukan kepada sikap lahir manusia.
        3.  Asal usul sanksinya
          Kaidah hukum asal-usul sanksinya berasal dari luar dan dipaksakan oleh kekuasaan dari luar diri manusia, yaitu alat perlengkapan negara. Kaidah agama asal-usul sanksinya berasal dari luar dan dipaksakan oleh kekuasaan dari luar diri manusia, yaitu dari Tuhan.
          Kaidah kesusilaan asal-usul sanksinya berasal dari diri sendiri dan dipaksakan oleh suara hati masing-masing pelanggarnya. Kaidah kesopanan asal-usul sanksinya juga berasal dari kekuasaan luar yang memaksa, yaitu masyarakat.
        4. Sanksi
          Kaidah hukum sanksinya dipaksakan oleh masyarakat secara resmi.
          Kaidah agama sanksinya dipaksakan oleh Tuhan. Kaidah kesusilaan sanksinya dipaksakan oleh diri sendiri. Kaidah kesopanan sanksinya dipaksakan oleh masyarakat secara tidak resmi.
        5.  Sasarannya
          Kaidah hukum dan kaidah kesopanan sasaran aturannya ditujukan kepada perbuatan konkret (lahiriah). Kaidah agama dan kaidah kesusilaan sasaran aturannya ditujukan kepada sikap batin.
        6.  Relevansi antara kaidah hukum dengan kaidah sosial lainnya.
          Ada dua sifat dari hubungan kaidah hukum dengan kaidah sosial lainnya, yaitu hubungan yang bersifat positif dan yang bersifat negatif. Yang dimaksud dngan hubungan yang bersifat positif yaitu suatu hubungan yang saling mempengaruhi dan memperkuat diantara keduanya. Secara sederhana dapat kita ambil contoh sebagai berikut:
          Pertama, hubungan antara kaidah hukum dengan kaidah agama. Di dalam hal ini akan terlihat adanya hubungan yang erat diantara keduanya. Contoh kaidah agama yang menunjang tercapainya tujuan kaidah hukum. Jika manusia mematuhi kaidah agama, maka tidak akan ada manusia yang mempunyai sikap batin yang buruk hingga merencanakan perbuatan yang jahat. Dampak positifnya hubungan antara anggota masyarakat menjadi aman, tertib dan adil. Dengan demikian tujuan kaidah hukum akan tercapai. Sebaliknya jika sejak awal manusia itu jahat, maka manusia akan gampang melakukan pelanggaran terhadap kaidah hukum, dan apabila diketahui aparat penegak hukum maka kemungkinan besar ia akan menerima sanksi hukum. Lalu kemungkinan ia akan taubat dan apabila orang itu telah bertaubat maka sikap batinnya akan berubah mnjadi baik yang pada akhirnya ia akan patuh terhadap perintah Tuhan. Dengan demikian kaidah hukum mendukung tercapainya kaidah agama.
          Kedua, hubungan antara kaidah hukum dan kaidah kesusilaan. Kedua kaidah ini mempunyai hubungan yang erat, sebab keduanya saling melengkapi. Contohnya apabila suara hati setiap pribadi manusia menghendaki agar manusia itu selalu berbuat yang baik, maka pribadi manusia sebagai anggota masyarakat cenderung akan baik pula sehingga akan terjalin kehidupan masyarakat yang tertib dan damai. Dengan demikian tujuan hukum demi mewujudkan masyarakat yang tertib dan damai akan tercapai sebaliknya apabila seseorang pribadinya cenderung tidak baik, maka ia akan cenderung melakukan perbuatan yang tidak baik. Apabila pribadi yang tidak baik itu terwujud melalui perbuatan melanggar hukum, seharusnya ia mendapat sanksi yang tegas berupa hukuman. Disinilah letak hubungan yang saling melengkapi dan saling menunjang demi tercapainya tujuan masing-masing kaidah hukum dan kaidah kesusilaan.
          Ketiga, hubungan antara kaidah hukum dengan kaidah kesopanan. Kedua kaidah ini mempunyai hubungan yang saling mengisi dan saling melengkapi. Contohnya apabila anggota masyarakat dapat menerapkan kaidah kesopanan, maka ia akan berlaku dan bersikap sopan terhadap siapapun. Dampak positifnya setiap orang akan saling menghargai dan tidak saling mengganggu sehingga kehidupan masyarakar akan tertib dan damai pada akhirnya tujuan kaidah hukum akan tercapai. Sebaliknya apabila seseorang selalu melanggar kesopanan, kemungkinan besar dirnya akan dikucilkan. Keterasingannya dapat saja mengiring dia ke arah perbuatan yang dapat dikategorikan sebagai perbuatan melanggar hukum dan dia dapat dihukum. Dengan demikian, kaidah hukum juga dapat mendukung tercapainya kaidah kesopanan.
          Disamping hubungan yang positif tadi terdapat pula hubungan hukum dengan kaidah lainnya yang bersifat negatif. Istilah negatif dapat dartikan sebagai hubungan yang saling melemahkan atau bertentangan. Contohnya dalam salah satu agama saling membunuh itu dilarang, sebab ada anggapan bahwa mencabut nyawa seseorang itu adalah hak Tuhan bukan hak manusia. Akan tetapi dalam hukum perang dan undang-undang wajib militer menghancurkan dan membunuh musuh dibolehkan bahkan diharuskan.

 

 

 

 

 

BAB III
PENUTUP


A. Kesimpulan
1. Kaidah sosial pada hakikatnya merupakan perumusan suatu pandangan mengenai perilaku atau sikap yang seyogyanya dilakukan. Hal ini telah dijelaskan oleh Purnadi Purbacaraka dan Soekanto bahwa Kaedah adalah patokan atau ukuran ataupun pedoman untuk berperikelakuan atau sikap tindak dalam hidup.
2. Jenis-jenis kaidah sosial :
a. Kaidah Agama atau kaidah kepercayaan
b. Kaidah Kesusilaan
c. Kaidah Kesopanan
d. Kaidah hukum
3. Perbedaan antara kaidah hukum dengan kaidah sosial lainnya dapat dilihat dari beberapa sudut, yaitu sebagai berikut:
a. Tujuan
Kaedah hukum bertujuan untuk menciptakan tata tertib masyarakat dan memberi perlindungan terhadap manusia beserta kepentingannya. Kaidah agama, kaidah kesusilaaan bertujuan untuk memperbaiki pribadi manusia agar menjadi manusia baik.
Kaidah kesopanan bertujuan untuk menertibkanmasyarakat agar tidak ada korban.
b. Isi
Kaidah hukum memberikan hak dan kewajiban. Mengatur tingkah laku dan perbuatan lahir manusia di dalam hukum akan dirasakan puas kalau perbuatan manusia itu sudah sesuai dengan peraturan hukum. Kaidah agama, kaidah kesusilaan hanya memberikan kewajiban saja, dan berisi aturan yang ditujukan kepada sikap batin manusia. Kaidah kesopanan juga hanya memberikan kewajiban saja, yang isi aturannya ditujukan kepada sikap lahir manusia.
c. Asal usul sanksinya
Kaidah hukum asal-usul sanksinya berasal dari luar dan dipaksakan oleh kekuasaan dari luar diri manusia, yaitu alat perlengkapan negara. Kaidah agama asal-usul sanksinya berasal dari luar dan dipaksakan oleh kekuasaan dari luar diri manusia, yaitu dari Tuhan.
Kaidah kesusilaan asal-usul sanksinya berasal dari diri sendiri dan dipaksakan oleh suara hati masing-masing pelanggarnya. Kaidah kesopanan asal-usul sanksinya juga berasal dari kekuasaan luar yang memaksa, yaitu masyarakat.
d. Sanksi
Kaidah hukum sanksinya dipaksakan oleh masyarakat secara resmi.
Kaidah agama sanksinya dipaksakan oleh Tuhan. Kaidah kesusilaan sanksinya dipaksakan oleh diri sendiri. Kaidah kesopanan sanksinya dipaksakan oleh masyarakat secara tidak resmi.
e. Sasarannya
Kaidah hukum dan kaidah kesopanan sasaran aturannya ditujukan kepada perbuatan konkret (lahiriah). Kaidah agama dan kaidah kesusilaan sasaran aturannya ditujukan kepada sikap batin.
4. Relevansi antara kaidah hukum dengan kaidah sosial lainnya.
Ada dua sifat dari hubungan kaidah hukum dengan kaidah sosial lainnya, yaitu hubungan yang bersifat positif dan yang bersifat negatif. Yang dimaksud dngan hubungan yang bersifat positif yaitu suatu hubungan yang saling mempengaruhi dan memperkuat diantara keduanya. Contohnya apabila anggota masyarakat dapat menerapkan kaidah kesopanan, maka ia akan berlaku dan bersikap sopan terhadap siapapun. Dampak positifnya setiap orang akan saling menghargai dan tidak saling mengganggu sehingga kehidupan masyarakar akan tertib dan damai pada akhirnya tujuan kaidah hukum akan tercapai. dan hubungan hukum yang bersifat negatif dapat di artikan sebagai hubungan yang saling melemahkan atau bertentangan. Contohnya dalam salah satu agama saling membunuh itu dilarang, sebab ada anggapan bahwa mencabut nyawa seseorang itu adalah hak Tuhan bukan hak manusia. Akan tetapi dalam hukum perang dan undang-undang wajib militer menghancurkan dan membunuh musuh dibolehkan bahkan diharuskan.

by: wiwik sukatmisa

 

In reply to Ita Prihantika

Re: PIH ANE (Kelas A)

by Desta Rapanca -

Kelompok 6 :

  1.  Diantika Arum Legawati 1516041075
  2. Tyas Ajeng M.P 1516041099
  3. Wiwik S.S.A 1516041115
  4. Desta Rapanca 1516041065
  5. Farida Rahmawati 1516041015
  6. Sonia Gusti Mauliza 1516041125
  7. Voni Leorna 1516041073

 

Kaidah Sosial

BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang

Dalam masyarakat terdapat berbagai golongan dan aliran. Namun, walaupun golongan dan aliran itu beranekaragam dan masing-masing mempunyai kepentingan sendiri-sendiri, akan tetapi kepentingan bersama harus mengharuskan adanya ketertiban dalam kehidupan masyarakat itu.
Adapun orang yang memimpin kehidupan bersama yang mengatur tingkah laku manusia dalam masyarakat ialah peraturan hidup. Agar dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhannya dengan aman dan tentram tanpa gangguan, maka bagi tiap manusia perlu adanya suatu tata (orde = ordnung). Tata ini berwujud aturan-aturan yang menjadi pedoman bagi segala tingkah laku manusia dalam pergaulan hidup, sehingga kepentingan masing-masing dapat terpelihara dan terjamin. Setiap anggota masyarakat mengetahui hak dan kewajiban masing-masing. Tata itu lazim disebut Kaedah (berasal dari bahasa arab) atau Norma (berasal dari bahasa latin) atau Ukuran-Ukuran. Norma itu mempunyai dua macam isi, dan menurut isinya berwujud:
a. Perintah adalah keharusan bagi seseorang untuk berbuat sesuatu oleh karena akibat-akibatnya dipandang baik.
b. Larangan adalah keharusan bagi seseorang untuk tidak berbuat sesuatu oleh karena akibat-akibatnya dipandang tidak baik.


B. Rumusan Masalah

  1.  Apa yang dimaksud dengan kaidah sosial?
  2.  Apa saja jenis-jenis Kaidah Sosial itu?
  3. Bagaimana Perbedaan antara Kaidah Hukum dengan Kaidah-kaidah Sosial lainnya?
  4. Bagaimana Relevansi antara kaidah hukum dengan kaidah sosial lainnya?

 

 

BAB II
PEMBAHASAN

  1.  Pengertian Kaidah Sosial
    Kaidah sosial pada hakikatnya merupakan perumusan suatu pandangan mengenai perilaku atau sikap yang seyogyanya dilakukan. Hal ini telah dijelaskan oleh Purnadi Purbacaraka dan Soekanto bahwa Kaedah adalah patokan atau ukuran ataupun pedoman untuk berperikelakuan atau sikap tindak dalam hidup.
    Sifat kaidah sosial yaitu deskriptif, preskriptif dan normatif; sedangkan kaidah sosial itu terdiri dari kaidah agama, kaidah kesusilaan, kaidah kesopanan dan kaidah hukum. Dalam masyarakat sifat hubungannya adalah saling membutuhkan, pengaruh mempengaruhi dan tergantung satu sama lain. Hidup bermasyarakat agar kepentingan pribadi dan sosial terpenuhi dan terlindungi. Kedamaian dalam masyarakat terealisasi apabila ada ketenteraman dan ketertiban. Perilaku yang biasa dilakukan dalam kurun waktu yang lama dan diterima masyarakat dapat menjadi kaidah. Kaidah hukum perumusannya tegas dan disertai sanksi yang tegas dan dapat dipaksakan oleh instansi resmi. Orang bunuh diri menggambarkan, bagi yang bersangkutan sanksi dari kaidah kesusilaan lebih berat dibanding sanksi yang berasal dari kaidah hukum.
    Apa yang kita lihat sebagai suatu tatanan dalam masyarakat yaitu yang menciptakan hubungan-hubungan yang tetap dan teratur antara anggota-anggota masyarakat, sesungguhnya tidak merupakan suatu konsep yang tunggal yang kita lihat sebagai tatanan dari luar, pada hakikatnya di dalamnya terdiri dari suatu kompleks tatanan. Kita biasa menyebut tentang adanya suatu tatanan yang terdiri dari sub-sub tatanan. Sub-sub tatanan itu ialah : kebiasaan, hukum dan kesusilaan.
    Dengan demikian, maka ketertiban yang terdapat dalam masyarakat itu didukung oleh ketiga tatanan tersebut, yaitu:
    1.  Tatanan Kebiasaan yang terdiri dari norma-norma yang dekat sekali kenyataan.Kaidah ini tidak lain diangkat dari dunia kenyataan juga. Apa yang biasa dilakukan orang-orang kemudian menjelma menjadi norma kebiasaan,melalui ujian keteraturan , keajegan dan kesadaran untuk menerimanya sebagai kaidah oleh masyarakat.
    2.  Tatanan Hukum yang berpegangan kepada tatanan yang mulai menjauh daari pegangan kenyataan sehari-hari. Namun, proses penjauhan dan pelepasan diri itu belum berjalan secara seksama. Pada proses pembuatan hukum ini kita mulai melihat,bahwa tatanan ini didukung oleh norma-norma yang secara sengaja dan sadar dibuat untuk menegakkan suatu jenis ketertiban tertentu dalam masyarakat. Kehendak manusia merupakan faktor sentral yang memberikan ciri kepada tatanan hukum. Sebagai unsur pengambil keputusan, maka kehendak manusia ini bisa menerima dan juga bisa menolak.
    3. Tatanan Kesusilaan yang sama mutlaknya dengan kebiasaan hanya saja dalam kedudukannya terbalik. Kalau tatanan kebiasaan mutlak berpegangan pada kenyataan tingkah laku orang-orang, maka kesusilaan justru berpegangan pada ideal yang masih harus diwujudkan dalam masyarakat. Ideal-lah yang merupakan tolak ukur tatanan ini bagi menilai tingkah laku anggota-anggota masyarakat.
      Adapun perbedaan antara kesusilaan dan hukum terletak pada otoritas yang memutuskan apa yang akan diterima sebagai norma. Norma kesusilaan bukanlah sesuatu yang diciptakan oleh kehendak manusia, melainkan yang tinggal diterima begitu saja olehnya. Berbeda dengan hukum, maka bagi tatanan kesusilaan tidak ada unsur-unsur yang harus diramu.
      Sedangkan hukum mengikatkan diri kepada masyarakat sebagai basis sosialnya. Berarti ia harus memperhatikan kebutuham dan kepentingan-kepentingan anggota-anggota masyarakat serta memberikan pelayanan kepadanya. Dalam rangka proses memberikan perhatian terhadap penciptaan keadilan dalam masyarakat serta memberikan pelayanan terhadap kepentingan-kepentingan masyarakat. Hukum tidak selalu bisa memberikan keputusannya dengan segera, ia membutuhkan waktu untuk menimbang-nimbang, yang biasa memaka waktu lama sekali.
      Ketertiban masyarakat yang tampak dari luar itu, dari dalam didukung oleh lebih dari satu macam tatanan. Keadaan yang demikian itu memberikan pengaruhnya sendiri terhadap masalah efektifitas tatanan dalam masyarakat. Tetapi, dalam uraian di atas dapat diketahui bahwa masyarakat kita sesungguhnya merupakan suatu rimba tatanan, Karena di dalamnya tidak hanya terdapat satu macam tatanan. Sifat majemuk ini dilukiskan oleh Chambliss & Seidman sebagai berikut:
    4.  Jenis-jenis Kaidah Sosial
      Norma-norma yang mengatur segala macam hubungan antar-individu dalam masyarakat ada 3 macam, yaitu sebagai berikut:
      1.  Kaidah Agama atau kaidah kepercayaan
        Kaidah kepercayaan yaitu kaidah social yang asalnya dari Tuhan dan berisikan larangan-larangan, perintah-perintah dan anjuran-anjuran. Kaidah ini merupakan tuntunan hidup manusia untuk menuju ke arah yang baik dan benar. Kaidah agama mengatur tentang kewajiban-kewajiban manusia kepada Tuhan dan kepada dirinya sendiri. kaidah yang berpangkal pada kepercayaan adanya Yang Maha Kuasa. Pelanggaran terhadap kaidah agama berarti pelanggaran terhadap perintah Tuhan, yang akan mendapat hukum di akhirat kelak.
        Agama dalam arti sempit adalah hubungan antara Tuhan dan manusia.
        Hubungan itu mengandung kewajiban-kewajiban terhadap Tuhan,sebagai cinta terhadap Tuhan, dan percaya kepada Tuhan. Kewajiban-kewajiban itu benar-benar bersifat keagamaan sejati,yang karena isinya,diperbedakan baik dari kewajiban moril maupun dari kewajiban-kewajiban hukum. Tetapi hubungan antara Tuhan dan manusia, membawa juga kewajiban untuk menuruti kehendak Tuhan. Karena itu maka agama meliputi lapangan yang lebih luas daripada semata-mata hubungan antara Tuhan dan manusia.
        Kaidah agama terbagi dua, yaitu agama wahyu (samawi, sama’i, langit) dan agama budaya. Agama Wahyu adalah suatu ajaran Allah yang berisi perintah,larangan,dan kebolehan yang disampaikan kepada umat manusia berupa wahyu melalui Malaikat dan Rasul-Nya. Sedangkan agama budaya adalah ajaran yang dihasilkan oleh pikiran dan perasaan manusia secara kumulatif.
        Pada garis besarnya dan pada umumnya isi norma agama terdiri dari 3 hubungan, yakni: pertama peratura-peraturan yang memuat tata hubungan manusia dengan Tuhan secara vertical. Kedua, peraturan-peraturan yang memuat tata hubungan manusia dengan sesama manusia secara horizontal. Ketiga, peraturan-peraturan yang memuat tata hubungan manusia dengan alam sekitar.
        Tujuan dari kaidah kepercayaan ialah untuk menyempurnakan hidup manusia dan melarang manusia berbuat jahat/dosa. Kaidah ini hanya membebani kewajiban menurut perintah Tuhan dan tidak memberi hak. Kaidah Agama merupakan tuntunan hidup manusia untuk menuju kepada perbuatan dan kehidupan yang baik dan benar. Ia mengatur tentang kewajiban-kewajiban manusia kepada Tuhan dan pada dirinya sendiri.
        Contoh-contoh kaidah : Jangan menyekutukan Allah, Laksanakan shalat, Hormati dan berbaktilah kepada ibu-bapakmu, Jangan berlaku zalim di muka bumi, Jangan membunuh, Jangan berbuat cabul, dan lain-lain.
      2. Kaidah Kesusilaan
        Kaidah kesusilaan adalah kaidah/peraturan hidup yang berpangkal pada hati nurani manusia sendiri, yang membisikkan agar melakukan perbuatan-perbuatan yang baik dan meninggalkan perbuatan-perbuatan yang tercela, oleh karenanya kaidah kesusilaan bergantung pada setiap individu manusia masing-masing. Manusia itu berbuat baik atau berbuat buruk karena bisikan suara hatinya. Pelanggaran terhadap norma susila berarti melanggar perasaan baiknya sendiri yang berakibat penyesalan. Perbuatan yang tidak mengindahkan norma susila disebut asusila. Kaidah Kesusilaan ini ditujukan kepada sikap batin manusia, asalnya dari manusia itu sendiri,dan ancaman atas pelanggaran kaidah kesusilaan adalah dari batin manusia itu sendiri berupa rasa penyesalan. Oleh sebab itu kaidah kesusilaan bersifat Otonom, bukan meruppakan paksaan dari luar dirinya.
        Kesusilaan memberikan peraturan-peraturan kepada manusia agar ia menjadi manusia yang sempurna. Hasil dari perintah dan larangan yang timbul dari norma kesusilaan itu pada manusia bergantung pada pribadi orang-seorang.Isi hatinya akan mengatakan perbuatan mana yang jahat. Hati nuraninya akan menentukan apakah ia akan melakukan sesuatu perbuatan. Misalnya: Hendaknya engkau berlaku jujur, hendaklah engkau berbuat baik terhadap sesama manusia, dll.
        Kaidah ini merupakan kaidah yang tertua dan menyangkut kehidupan pribadi manusia,bukan dalam kualitasnya sebagai makhluk sosial. Kaidah Kesusilaan ini bertujuan agar manusia memiliki akhlak yang baik demi mencapai kesempurnaan hidup manusia itu sendiri. Penerapan sanksinya berasal dari dalam diri manusia itu sendiri, bukan paksaan dari luar. Suara hati manusia menentukan perilaku mana yang baik dan perilaku mana yang tidak baik untuk dilakukan, sehingga kaidah kesusilaan ini bergantung pada pribadi manusia. Kaidah Kesusilaan mendorong manusia untuk berahklak mulia, juga melarang manusia mencuri, berbuat zina, dsb. Ia berasal dari dalam diri manusia sendiri, maka ancaman atas pelanggaran kaidah sosial adalah batin manusia.
        Agar manusia menjadi makhluk sempurna maka salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah mematuhi dan mentaati peraturan-peraturan yang bersumber dari hati sanubari. Akan tetapi tiap setiap yang keluar dari hari nurani dapat diakui sebagai norma kasusilaan, sebab hanya norma-norma kehidupan yang berupa bisikan hati sanubari (insan kamil) yang diakui dan diinsyafi oleh semua orang sebagai pedoman sikap dan perbuatan sehari-hari.kesusilaan memberikan peraturan-peraturan kepada manusia agar menjadi manusia yang sempurna.
      3.  Kaidah kesopanan
        Kaidah kesopanan adalah peraturan hidup yang timbul atau diadakan dalam suatu masyarakat, yang mengatur sopan santun dan perilaku dalam pergaulan hidup antar-sesama anggota masyarakat tertentu. Kaidah kesopanan ini didasarkan pada kebiasaan, kepantasan, atau kepatuhan yang berlaku dalam suatu masyarakat. Oleh karena itu kaidah kesopanan dinamakan pula kaidah sopan santun tata karma atau adat. Orang yang melakukan pelanggaran terhadap norma kesopanan akan dicela oleh sesame anggota masyarakatnya. Celaan itu tidak selalu dengan mulut, tetapi bisa dengan cara lain dan bentuk lain. Misalnya dibenci, dijauhi, dipandang tidak tahu tata karma, dll.
        Landasan kaidah kesopanan adalah kepatutan, kepantasan, dan kebiasaan yang berlaku pada masyarakat yang bersangkutan. Oleh sebab itu kaidah kesopanan seringkali disamkan dengan kaidah sopan santun, tata karma, atau adat, walaupun ada pakar hukum yang tidak mau menyamakan pengertian kebiasaan dengan adat dan sopan santun. Kaidah ini ditujukan pada sikap lahir manusia (sama dengan kaidah hukum) yang ditujukan pada pelakunya agar terwujud ketertiban masyarakat dan suasana keakraban dalam pergaulan. Tujuannya, pada hakikatnya bukan pada manusia sebagai pribadi, melainkan manusia sebagai makhluk sosial yang hidup bersama dalam kelompok masyarakat.
        Contoh-contoh kaidah kesopanan misalnya: Orang muda wajib menghormati orang yang lebih tua, Jika seseorang akan memasuki rumah orang lain harus minta izin lebih dahulu, Mempersilahkan duduk seorang wanita hamil yang berada dalam kendaraan umum yang sarat penumpang, Mengenakan pakaian pantas jika menghadiri pesta, dan lain lain.
      4.  Kaidah Hukum
        Kaidah Hukum adalah peraturan-peraturan yang dibuat atau yang dipositifkan secara resmi oleh penguasa masyarakat atau penguasa Negara, mengikat setiap orang dan berlakunya dapat dipaksakan oleh aparat masyarakat atau aparat Negara, sehingga berlakunya kaidah hukum dapat dipertahankan. Kaidah hukum ditujukan kepada sikap lahir manusia atau perbuatan konkrit yang dilakukan oleh manusia.
        Kaidah hukum tidak mempersoalkan apakah apakah sikap batin seseorang itu baik atau buruk, yang diperhatikannya adalah bagaimana perbuatan lahiriah orang itu. Kaidah hukum tidak akan member sanksi kepada seseorang yang mempunyai sikap batin yang buruk, tetapi yang akan diberi sanksi oleh kaidah hukum adalah perwujudan sikap batin yang buruk itu menjadi perbuatan nyata atau perbuatan konkrit. Namun demikian kaidah hukum tidak hanya memberikan kewajiban saja tetapi juga memberikan hak. Asal mula dan sanksi bagi pelanggar kaidah hukum datang dari luar diri manusia. Misalnya:
        • Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya (ps. 2 ayat 1 UU No. 1/1974).
        • Barang siapa sengaja merampas nyawa orang lain tanpa hak, diancam karena pembunuhan, dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun (ps. 338 KUHP)
        • Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lamalima tahun atau denda paling banyak enam puluh juta rupiah (ps. 362 KUHP).
        Ditinjau dari segi isinya kaidah hukum dapat dibagi dua, yaitu:
        a. Kaidah hukum yang berarti perintah, yang mau tidak mau harus di jalankan atau di taati seperti misalnya ketentuan dalam pasal 1 UU no.1 tahun 1947 yang menentukan, bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang berbahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang maha Esa.
        b. Kaidah hukum yang berisi larangan , seperti yang tercantum dalam pasal 8 UU no.1 tahun 1974 mengenai larangan perkawinan antara dua orang laki-laki dan perempuan dalam keadaan tertentu.
        Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, SH menggolongkan ke empat macam kaidah sosial di atas menjadi dua golongan yaitu:
        a. Tata kaidah dengan aspek pribadi, termasuk kelompok ini adalah kaidah agama atau kepercayaandan kaidah kesusilaan.
        b. Tata kaidah dengan aspek kehidupan antarpribadi, termasuk di dalamnya adalah kaidah kesopanan dan kaidah hukum.
        Kaidah agama atau kepercayaan sanksinya akan diterima oleh pelanggar kaidah ini nanti di akhirat, sehingga sanksi ini kurang berpengaruh kepada mereka yang tidak menganut agama atau kepercayyan tertentu. Kaidah kesusilaan sanksi-sanksinya akan dialami oleh pelanggarnya bila kemudian sadar bahwa ia melanggar kesusilaan, sehingga sanksi kaidah kesusilaanpun kurang berpengaruh bagi mereka yang tidak sadar akan perbuatannya.
        Kaidah kesopanan sanksinya memang dapat dialami oleh pelanggar kaidah ini, karena mereka yang melanggar kaidah kesopanan akan dikucilkan oleh masyarakat di mana mereka bertempat tinggal. Namun bagi mereka yang tidak perduli akan sanksi demikian tidak akan terpengaruh oleh sanksi tersebut sehinggga perbuatan mereka tidak akan diperbaiki.
        Oleh karena ketiga kaidah sosial tersebut di atas sanksinya kurang tegas maka kurang dapat menjamin ketertiban dan keteraturan masyarakat. Oleh karena itu sangat diperlukan kaidah hukum. Masalah yang diatur dalam kaidah hukum lebih lengkap jika dibandingkan dengan hal-hal yang diatur dalam ketiga kaidah sosial lainnya. Sanksi dari kaidah hukum relatif lebih tegas dan dapat dipaksakan oleh penguasa, sehingga kaidah sosial terakhir ini diharapkan dapat menjamin terciptanya ketertiban dan keadilan dalam masyarakat. Dengan adanya kaidah hukum diharapkan keamanan dan ketentraman masyarakat dapat diwujudkan.
      5. Perbedaan antara Kaidah Hukum dengan Kaidah-kaidah Sosial lainnya.
        Adapun perbedaan antara kaidah hukum dengan kaidah sosial lainnya dapat dilihat dari beberapa sudut, yaitu sebagai berikut:
        1.  Tujuan
          Kaidah hukum bertujuan untuk menciptakan tata tertib masyarakat dan memberi perlindungan terhadap manusia beserta kepentingannya. Kaidah agama, kaidah kesusilaaan bertujuan untuk memperbaiki pribadi manusia agar menjadi manusia baik.
          Kaidah kesopanan bertujuan untuk menertibkanmasyarakat agar tidak ada korban.
        2.  Isi
          Kaidah hukum memberikan hak dan kewajiban. Mengatur tingkah laku dan perbuatan lahir manusia di dalam hukum akan dirasakan puas kalau perbuatan manusia itu sudah sesuai dengan peraturan hukum. Kaidah agama, kaidah kesusilaan hanya memberikan kewajiban saja, dan berisi aturan yang ditujukan kepada sikap batin manusia. Kaidah kesopanan juga hanya memberikan kewajiban saja, yang isi aturannya ditujukan kepada sikap lahir manusia.
        3.  Asal usul sanksinya
          Kaidah hukum asal-usul sanksinya berasal dari luar dan dipaksakan oleh kekuasaan dari luar diri manusia, yaitu alat perlengkapan negara. Kaidah agama asal-usul sanksinya berasal dari luar dan dipaksakan oleh kekuasaan dari luar diri manusia, yaitu dari Tuhan.
          Kaidah kesusilaan asal-usul sanksinya berasal dari diri sendiri dan dipaksakan oleh suara hati masing-masing pelanggarnya. Kaidah kesopanan asal-usul sanksinya juga berasal dari kekuasaan luar yang memaksa, yaitu masyarakat.
        4. Sanksi
          Kaidah hukum sanksinya dipaksakan oleh masyarakat secara resmi.
          Kaidah agama sanksinya dipaksakan oleh Tuhan. Kaidah kesusilaan sanksinya dipaksakan oleh diri sendiri. Kaidah kesopanan sanksinya dipaksakan oleh masyarakat secara tidak resmi.
        5.  Sasarannya
          Kaidah hukum dan kaidah kesopanan sasaran aturannya ditujukan kepada perbuatan konkret (lahiriah). Kaidah agama dan kaidah kesusilaan sasaran aturannya ditujukan kepada sikap batin.
        6.  Relevansi antara kaidah hukum dengan kaidah sosial lainnya.
          Ada dua sifat dari hubungan kaidah hukum dengan kaidah sosial lainnya, yaitu hubungan yang bersifat positif dan yang bersifat negatif. Yang dimaksud dngan hubungan yang bersifat positif yaitu suatu hubungan yang saling mempengaruhi dan memperkuat diantara keduanya. Secara sederhana dapat kita ambil contoh sebagai berikut:
          Pertama, hubungan antara kaidah hukum dengan kaidah agama. Di dalam hal ini akan terlihat adanya hubungan yang erat diantara keduanya. Contoh kaidah agama yang menunjang tercapainya tujuan kaidah hukum. Jika manusia mematuhi kaidah agama, maka tidak akan ada manusia yang mempunyai sikap batin yang buruk hingga merencanakan perbuatan yang jahat. Dampak positifnya hubungan antara anggota masyarakat menjadi aman, tertib dan adil. Dengan demikian tujuan kaidah hukum akan tercapai. Sebaliknya jika sejak awal manusia itu jahat, maka manusia akan gampang melakukan pelanggaran terhadap kaidah hukum, dan apabila diketahui aparat penegak hukum maka kemungkinan besar ia akan menerima sanksi hukum. Lalu kemungkinan ia akan taubat dan apabila orang itu telah bertaubat maka sikap batinnya akan berubah mnjadi baik yang pada akhirnya ia akan patuh terhadap perintah Tuhan. Dengan demikian kaidah hukum mendukung tercapainya kaidah agama.
          Kedua, hubungan antara kaidah hukum dan kaidah kesusilaan. Kedua kaidah ini mempunyai hubungan yang erat, sebab keduanya saling melengkapi. Contohnya apabila suara hati setiap pribadi manusia menghendaki agar manusia itu selalu berbuat yang baik, maka pribadi manusia sebagai anggota masyarakat cenderung akan baik pula sehingga akan terjalin kehidupan masyarakat yang tertib dan damai. Dengan demikian tujuan hukum demi mewujudkan masyarakat yang tertib dan damai akan tercapai sebaliknya apabila seseorang pribadinya cenderung tidak baik, maka ia akan cenderung melakukan perbuatan yang tidak baik. Apabila pribadi yang tidak baik itu terwujud melalui perbuatan melanggar hukum, seharusnya ia mendapat sanksi yang tegas berupa hukuman. Disinilah letak hubungan yang saling melengkapi dan saling menunjang demi tercapainya tujuan masing-masing kaidah hukum dan kaidah kesusilaan.
          Ketiga, hubungan antara kaidah hukum dengan kaidah kesopanan. Kedua kaidah ini mempunyai hubungan yang saling mengisi dan saling melengkapi. Contohnya apabila anggota masyarakat dapat menerapkan kaidah kesopanan, maka ia akan berlaku dan bersikap sopan terhadap siapapun. Dampak positifnya setiap orang akan saling menghargai dan tidak saling mengganggu sehingga kehidupan masyarakar akan tertib dan damai pada akhirnya tujuan kaidah hukum akan tercapai. Sebaliknya apabila seseorang selalu melanggar kesopanan, kemungkinan besar dirnya akan dikucilkan. Keterasingannya dapat saja mengiring dia ke arah perbuatan yang dapat dikategorikan sebagai perbuatan melanggar hukum dan dia dapat dihukum. Dengan demikian, kaidah hukum juga dapat mendukung tercapainya kaidah kesopanan.
          Disamping hubungan yang positif tadi terdapat pula hubungan hukum dengan kaidah lainnya yang bersifat negatif. Istilah negatif dapat dartikan sebagai hubungan yang saling melemahkan atau bertentangan. Contohnya dalam salah satu agama saling membunuh itu dilarang, sebab ada anggapan bahwa mencabut nyawa seseorang itu adalah hak Tuhan bukan hak manusia. Akan tetapi dalam hukum perang dan undang-undang wajib militer menghancurkan dan membunuh musuh dibolehkan bahkan diharuskan.

 

 

 

 

 

BAB III
PENUTUP


A. Kesimpulan
1. Kaidah sosial pada hakikatnya merupakan perumusan suatu pandangan mengenai perilaku atau sikap yang seyogyanya dilakukan. Hal ini telah dijelaskan oleh Purnadi Purbacaraka dan Soekanto bahwa Kaedah adalah patokan atau ukuran ataupun pedoman untuk berperikelakuan atau sikap tindak dalam hidup.
2. Jenis-jenis kaidah sosial :
a. Kaidah Agama atau kaidah kepercayaan
b. Kaidah Kesusilaan
c. Kaidah Kesopanan
d. Kaidah hukum
3. Perbedaan antara kaidah hukum dengan kaidah sosial lainnya dapat dilihat dari beberapa sudut, yaitu sebagai berikut:
a. Tujuan
Kaedah hukum bertujuan untuk menciptakan tata tertib masyarakat dan memberi perlindungan terhadap manusia beserta kepentingannya. Kaidah agama, kaidah kesusilaaan bertujuan untuk memperbaiki pribadi manusia agar menjadi manusia baik.
Kaidah kesopanan bertujuan untuk menertibkanmasyarakat agar tidak ada korban.
b. Isi
Kaidah hukum memberikan hak dan kewajiban. Mengatur tingkah laku dan perbuatan lahir manusia di dalam hukum akan dirasakan puas kalau perbuatan manusia itu sudah sesuai dengan peraturan hukum. Kaidah agama, kaidah kesusilaan hanya memberikan kewajiban saja, dan berisi aturan yang ditujukan kepada sikap batin manusia. Kaidah kesopanan juga hanya memberikan kewajiban saja, yang isi aturannya ditujukan kepada sikap lahir manusia.
c. Asal usul sanksinya
Kaidah hukum asal-usul sanksinya berasal dari luar dan dipaksakan oleh kekuasaan dari luar diri manusia, yaitu alat perlengkapan negara. Kaidah agama asal-usul sanksinya berasal dari luar dan dipaksakan oleh kekuasaan dari luar diri manusia, yaitu dari Tuhan.
Kaidah kesusilaan asal-usul sanksinya berasal dari diri sendiri dan dipaksakan oleh suara hati masing-masing pelanggarnya. Kaidah kesopanan asal-usul sanksinya juga berasal dari kekuasaan luar yang memaksa, yaitu masyarakat.
d. Sanksi
Kaidah hukum sanksinya dipaksakan oleh masyarakat secara resmi.
Kaidah agama sanksinya dipaksakan oleh Tuhan. Kaidah kesusilaan sanksinya dipaksakan oleh diri sendiri. Kaidah kesopanan sanksinya dipaksakan oleh masyarakat secara tidak resmi.
e. Sasarannya
Kaidah hukum dan kaidah kesopanan sasaran aturannya ditujukan kepada perbuatan konkret (lahiriah). Kaidah agama dan kaidah kesusilaan sasaran aturannya ditujukan kepada sikap batin.
4. Relevansi antara kaidah hukum dengan kaidah sosial lainnya.
Ada dua sifat dari hubungan kaidah hukum dengan kaidah sosial lainnya, yaitu hubungan yang bersifat positif dan yang bersifat negatif. Yang dimaksud dngan hubungan yang bersifat positif yaitu suatu hubungan yang saling mempengaruhi dan memperkuat diantara keduanya. Contohnya apabila anggota masyarakat dapat menerapkan kaidah kesopanan, maka ia akan berlaku dan bersikap sopan terhadap siapapun. Dampak positifnya setiap orang akan saling menghargai dan tidak saling mengganggu sehingga kehidupan masyarakar akan tertib dan damai pada akhirnya tujuan kaidah hukum akan tercapai. dan hubungan hukum yang bersifat negatif dapat di artikan sebagai hubungan yang saling melemahkan atau bertentangan. Contohnya dalam salah satu agama saling membunuh itu dilarang, sebab ada anggapan bahwa mencabut nyawa seseorang itu adalah hak Tuhan bukan hak manusia. Akan tetapi dalam hukum perang dan undang-undang wajib militer menghancurkan dan membunuh musuh dibolehkan bahkan diharuskan.

 

In reply to Ita Prihantika

Re: PIH ANE (Kelas A)

by Diantika Arum -

Kelompok 6 :

  1.  Diantika Arum Legawati 1516041075
  2. Tyas Ajeng M.P 1516041099
  3. Wiwik S.S.A 1516041115
  4. Desta Rapanca 1516041065
  5. Farida Rahmawati 1516041015
  6. Sonia Gusti Mauliza 1516041125
  7. Voni Leorna 1516041073

 

Kaidah Sosial

BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang

Dalam masyarakat terdapat berbagai golongan dan aliran. Namun, walaupun golongan dan aliran itu beranekaragam dan masing-masing mempunyai kepentingan sendiri-sendiri, akan tetapi kepentingan bersama harus mengharuskan adanya ketertiban dalam kehidupan masyarakat itu.
Adapun orang yang memimpin kehidupan bersama yang mengatur tingkah laku manusia dalam masyarakat ialah peraturan hidup. Agar dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhannya dengan aman dan tentram tanpa gangguan, maka bagi tiap manusia perlu adanya suatu tata (orde = ordnung). Tata ini berwujud aturan-aturan yang menjadi pedoman bagi segala tingkah laku manusia dalam pergaulan hidup, sehingga kepentingan masing-masing dapat terpelihara dan terjamin. Setiap anggota masyarakat mengetahui hak dan kewajiban masing-masing. Tata itu lazim disebut Kaedah (berasal dari bahasa arab) atau Norma (berasal dari bahasa latin) atau Ukuran-Ukuran. Norma itu mempunyai dua macam isi, dan menurut isinya berwujud:
a. Perintah adalah keharusan bagi seseorang untuk berbuat sesuatu oleh karena akibat-akibatnya dipandang baik.
b. Larangan adalah keharusan bagi seseorang untuk tidak berbuat sesuatu oleh karena akibat-akibatnya dipandang tidak baik.


B. Rumusan Masalah

  1.  Apa yang dimaksud dengan kaidah sosial?
  2.  Apa saja jenis-jenis Kaidah Sosial itu?
  3. Bagaimana Perbedaan antara Kaidah Hukum dengan Kaidah-kaidah Sosial lainnya?
  4. Bagaimana Relevansi antara kaidah hukum dengan kaidah sosial lainnya?

 

 

BAB II
PEMBAHASAN

  1.  Pengertian Kaidah Sosial
    Kaidah sosial pada hakikatnya merupakan perumusan suatu pandangan mengenai perilaku atau sikap yang seyogyanya dilakukan. Hal ini telah dijelaskan oleh Purnadi Purbacaraka dan Soekanto bahwa Kaedah adalah patokan atau ukuran ataupun pedoman untuk berperikelakuan atau sikap tindak dalam hidup.
    Sifat kaidah sosial yaitu deskriptif, preskriptif dan normatif; sedangkan kaidah sosial itu terdiri dari kaidah agama, kaidah kesusilaan, kaidah kesopanan dan kaidah hukum. Dalam masyarakat sifat hubungannya adalah saling membutuhkan, pengaruh mempengaruhi dan tergantung satu sama lain. Hidup bermasyarakat agar kepentingan pribadi dan sosial terpenuhi dan terlindungi. Kedamaian dalam masyarakat terealisasi apabila ada ketenteraman dan ketertiban. Perilaku yang biasa dilakukan dalam kurun waktu yang lama dan diterima masyarakat dapat menjadi kaidah. Kaidah hukum perumusannya tegas dan disertai sanksi yang tegas dan dapat dipaksakan oleh instansi resmi. Orang bunuh diri menggambarkan, bagi yang bersangkutan sanksi dari kaidah kesusilaan lebih berat dibanding sanksi yang berasal dari kaidah hukum.
    Apa yang kita lihat sebagai suatu tatanan dalam masyarakat yaitu yang menciptakan hubungan-hubungan yang tetap dan teratur antara anggota-anggota masyarakat, sesungguhnya tidak merupakan suatu konsep yang tunggal yang kita lihat sebagai tatanan dari luar, pada hakikatnya di dalamnya terdiri dari suatu kompleks tatanan. Kita biasa menyebut tentang adanya suatu tatanan yang terdiri dari sub-sub tatanan. Sub-sub tatanan itu ialah : kebiasaan, hukum dan kesusilaan.
    Dengan demikian, maka ketertiban yang terdapat dalam masyarakat itu didukung oleh ketiga tatanan tersebut, yaitu:
    1.  Tatanan Kebiasaan yang terdiri dari norma-norma yang dekat sekali kenyataan.Kaidah ini tidak lain diangkat dari dunia kenyataan juga. Apa yang biasa dilakukan orang-orang kemudian menjelma menjadi norma kebiasaan,melalui ujian keteraturan , keajegan dan kesadaran untuk menerimanya sebagai kaidah oleh masyarakat.
    2.  Tatanan Hukum yang berpegangan kepada tatanan yang mulai menjauh daari pegangan kenyataan sehari-hari. Namun, proses penjauhan dan pelepasan diri itu belum berjalan secara seksama. Pada proses pembuatan hukum ini kita mulai melihat,bahwa tatanan ini didukung oleh norma-norma yang secara sengaja dan sadar dibuat untuk menegakkan suatu jenis ketertiban tertentu dalam masyarakat. Kehendak manusia merupakan faktor sentral yang memberikan ciri kepada tatanan hukum. Sebagai unsur pengambil keputusan, maka kehendak manusia ini bisa menerima dan juga bisa menolak.
    3. Tatanan Kesusilaan yang sama mutlaknya dengan kebiasaan hanya saja dalam kedudukannya terbalik. Kalau tatanan kebiasaan mutlak berpegangan pada kenyataan tingkah laku orang-orang, maka kesusilaan justru berpegangan pada ideal yang masih harus diwujudkan dalam masyarakat. Ideal-lah yang merupakan tolak ukur tatanan ini bagi menilai tingkah laku anggota-anggota masyarakat.
      Adapun perbedaan antara kesusilaan dan hukum terletak pada otoritas yang memutuskan apa yang akan diterima sebagai norma. Norma kesusilaan bukanlah sesuatu yang diciptakan oleh kehendak manusia, melainkan yang tinggal diterima begitu saja olehnya. Berbeda dengan hukum, maka bagi tatanan kesusilaan tidak ada unsur-unsur yang harus diramu.
      Sedangkan hukum mengikatkan diri kepada masyarakat sebagai basis sosialnya. Berarti ia harus memperhatikan kebutuham dan kepentingan-kepentingan anggota-anggota masyarakat serta memberikan pelayanan kepadanya. Dalam rangka proses memberikan perhatian terhadap penciptaan keadilan dalam masyarakat serta memberikan pelayanan terhadap kepentingan-kepentingan masyarakat. Hukum tidak selalu bisa memberikan keputusannya dengan segera, ia membutuhkan waktu untuk menimbang-nimbang, yang biasa memaka waktu lama sekali.
      Ketertiban masyarakat yang tampak dari luar itu, dari dalam didukung oleh lebih dari satu macam tatanan. Keadaan yang demikian itu memberikan pengaruhnya sendiri terhadap masalah efektifitas tatanan dalam masyarakat. Tetapi, dalam uraian di atas dapat diketahui bahwa masyarakat kita sesungguhnya merupakan suatu rimba tatanan, Karena di dalamnya tidak hanya terdapat satu macam tatanan. Sifat majemuk ini dilukiskan oleh Chambliss & Seidman sebagai berikut:
    4.  Jenis-jenis Kaidah Sosial
      Norma-norma yang mengatur segala macam hubungan antar-individu dalam masyarakat ada 3 macam, yaitu sebagai berikut:
      1.  Kaidah Agama atau kaidah kepercayaan
        Kaidah kepercayaan yaitu kaidah social yang asalnya dari Tuhan dan berisikan larangan-larangan, perintah-perintah dan anjuran-anjuran. Kaidah ini merupakan tuntunan hidup manusia untuk menuju ke arah yang baik dan benar. Kaidah agama mengatur tentang kewajiban-kewajiban manusia kepada Tuhan dan kepada dirinya sendiri. kaidah yang berpangkal pada kepercayaan adanya Yang Maha Kuasa. Pelanggaran terhadap kaidah agama berarti pelanggaran terhadap perintah Tuhan, yang akan mendapat hukum di akhirat kelak.
        Agama dalam arti sempit adalah hubungan antara Tuhan dan manusia.
        Hubungan itu mengandung kewajiban-kewajiban terhadap Tuhan,sebagai cinta terhadap Tuhan, dan percaya kepada Tuhan. Kewajiban-kewajiban itu benar-benar bersifat keagamaan sejati,yang karena isinya,diperbedakan baik dari kewajiban moril maupun dari kewajiban-kewajiban hukum. Tetapi hubungan antara Tuhan dan manusia, membawa juga kewajiban untuk menuruti kehendak Tuhan. Karena itu maka agama meliputi lapangan yang lebih luas daripada semata-mata hubungan antara Tuhan dan manusia.
        Kaidah agama terbagi dua, yaitu agama wahyu (samawi, sama’i, langit) dan agama budaya. Agama Wahyu adalah suatu ajaran Allah yang berisi perintah,larangan,dan kebolehan yang disampaikan kepada umat manusia berupa wahyu melalui Malaikat dan Rasul-Nya. Sedangkan agama budaya adalah ajaran yang dihasilkan oleh pikiran dan perasaan manusia secara kumulatif.
        Pada garis besarnya dan pada umumnya isi norma agama terdiri dari 3 hubungan, yakni: pertama peratura-peraturan yang memuat tata hubungan manusia dengan Tuhan secara vertical. Kedua, peraturan-peraturan yang memuat tata hubungan manusia dengan sesama manusia secara horizontal. Ketiga, peraturan-peraturan yang memuat tata hubungan manusia dengan alam sekitar.
        Tujuan dari kaidah kepercayaan ialah untuk menyempurnakan hidup manusia dan melarang manusia berbuat jahat/dosa. Kaidah ini hanya membebani kewajiban menurut perintah Tuhan dan tidak memberi hak. Kaidah Agama merupakan tuntunan hidup manusia untuk menuju kepada perbuatan dan kehidupan yang baik dan benar. Ia mengatur tentang kewajiban-kewajiban manusia kepada Tuhan dan pada dirinya sendiri.
        Contoh-contoh kaidah : Jangan menyekutukan Allah, Laksanakan shalat, Hormati dan berbaktilah kepada ibu-bapakmu, Jangan berlaku zalim di muka bumi, Jangan membunuh, Jangan berbuat cabul, dan lain-lain.
      2. Kaidah Kesusilaan
        Kaidah kesusilaan adalah kaidah/peraturan hidup yang berpangkal pada hati nurani manusia sendiri, yang membisikkan agar melakukan perbuatan-perbuatan yang baik dan meninggalkan perbuatan-perbuatan yang tercela, oleh karenanya kaidah kesusilaan bergantung pada setiap individu manusia masing-masing. Manusia itu berbuat baik atau berbuat buruk karena bisikan suara hatinya. Pelanggaran terhadap norma susila berarti melanggar perasaan baiknya sendiri yang berakibat penyesalan. Perbuatan yang tidak mengindahkan norma susila disebut asusila. Kaidah Kesusilaan ini ditujukan kepada sikap batin manusia, asalnya dari manusia itu sendiri,dan ancaman atas pelanggaran kaidah kesusilaan adalah dari batin manusia itu sendiri berupa rasa penyesalan. Oleh sebab itu kaidah kesusilaan bersifat Otonom, bukan meruppakan paksaan dari luar dirinya.
        Kesusilaan memberikan peraturan-peraturan kepada manusia agar ia menjadi manusia yang sempurna. Hasil dari perintah dan larangan yang timbul dari norma kesusilaan itu pada manusia bergantung pada pribadi orang-seorang.Isi hatinya akan mengatakan perbuatan mana yang jahat. Hati nuraninya akan menentukan apakah ia akan melakukan sesuatu perbuatan. Misalnya: Hendaknya engkau berlaku jujur, hendaklah engkau berbuat baik terhadap sesama manusia, dll.
        Kaidah ini merupakan kaidah yang tertua dan menyangkut kehidupan pribadi manusia,bukan dalam kualitasnya sebagai makhluk sosial. Kaidah Kesusilaan ini bertujuan agar manusia memiliki akhlak yang baik demi mencapai kesempurnaan hidup manusia itu sendiri. Penerapan sanksinya berasal dari dalam diri manusia itu sendiri, bukan paksaan dari luar. Suara hati manusia menentukan perilaku mana yang baik dan perilaku mana yang tidak baik untuk dilakukan, sehingga kaidah kesusilaan ini bergantung pada pribadi manusia. Kaidah Kesusilaan mendorong manusia untuk berahklak mulia, juga melarang manusia mencuri, berbuat zina, dsb. Ia berasal dari dalam diri manusia sendiri, maka ancaman atas pelanggaran kaidah sosial adalah batin manusia.
        Agar manusia menjadi makhluk sempurna maka salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah mematuhi dan mentaati peraturan-peraturan yang bersumber dari hati sanubari. Akan tetapi tiap setiap yang keluar dari hari nurani dapat diakui sebagai norma kasusilaan, sebab hanya norma-norma kehidupan yang berupa bisikan hati sanubari (insan kamil) yang diakui dan diinsyafi oleh semua orang sebagai pedoman sikap dan perbuatan sehari-hari.kesusilaan memberikan peraturan-peraturan kepada manusia agar menjadi manusia yang sempurna.
      3.  Kaidah kesopanan
        Kaidah kesopanan adalah peraturan hidup yang timbul atau diadakan dalam suatu masyarakat, yang mengatur sopan santun dan perilaku dalam pergaulan hidup antar-sesama anggota masyarakat tertentu. Kaidah kesopanan ini didasarkan pada kebiasaan, kepantasan, atau kepatuhan yang berlaku dalam suatu masyarakat. Oleh karena itu kaidah kesopanan dinamakan pula kaidah sopan santun tata karma atau adat. Orang yang melakukan pelanggaran terhadap norma kesopanan akan dicela oleh sesame anggota masyarakatnya. Celaan itu tidak selalu dengan mulut, tetapi bisa dengan cara lain dan bentuk lain. Misalnya dibenci, dijauhi, dipandang tidak tahu tata karma, dll.
        Landasan kaidah kesopanan adalah kepatutan, kepantasan, dan kebiasaan yang berlaku pada masyarakat yang bersangkutan. Oleh sebab itu kaidah kesopanan seringkali disamkan dengan kaidah sopan santun, tata karma, atau adat, walaupun ada pakar hukum yang tidak mau menyamakan pengertian kebiasaan dengan adat dan sopan santun. Kaidah ini ditujukan pada sikap lahir manusia (sama dengan kaidah hukum) yang ditujukan pada pelakunya agar terwujud ketertiban masyarakat dan suasana keakraban dalam pergaulan. Tujuannya, pada hakikatnya bukan pada manusia sebagai pribadi, melainkan manusia sebagai makhluk sosial yang hidup bersama dalam kelompok masyarakat.
        Contoh-contoh kaidah kesopanan misalnya: Orang muda wajib menghormati orang yang lebih tua, Jika seseorang akan memasuki rumah orang lain harus minta izin lebih dahulu, Mempersilahkan duduk seorang wanita hamil yang berada dalam kendaraan umum yang sarat penumpang, Mengenakan pakaian pantas jika menghadiri pesta, dan lain lain.
      4.  Kaidah Hukum
        Kaidah Hukum adalah peraturan-peraturan yang dibuat atau yang dipositifkan secara resmi oleh penguasa masyarakat atau penguasa Negara, mengikat setiap orang dan berlakunya dapat dipaksakan oleh aparat masyarakat atau aparat Negara, sehingga berlakunya kaidah hukum dapat dipertahankan. Kaidah hukum ditujukan kepada sikap lahir manusia atau perbuatan konkrit yang dilakukan oleh manusia.
        Kaidah hukum tidak mempersoalkan apakah apakah sikap batin seseorang itu baik atau buruk, yang diperhatikannya adalah bagaimana perbuatan lahiriah orang itu. Kaidah hukum tidak akan member sanksi kepada seseorang yang mempunyai sikap batin yang buruk, tetapi yang akan diberi sanksi oleh kaidah hukum adalah perwujudan sikap batin yang buruk itu menjadi perbuatan nyata atau perbuatan konkrit. Namun demikian kaidah hukum tidak hanya memberikan kewajiban saja tetapi juga memberikan hak. Asal mula dan sanksi bagi pelanggar kaidah hukum datang dari luar diri manusia. Misalnya:
        • Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya (ps. 2 ayat 1 UU No. 1/1974).
        • Barang siapa sengaja merampas nyawa orang lain tanpa hak, diancam karena pembunuhan, dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun (ps. 338 KUHP)
        • Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lamalima tahun atau denda paling banyak enam puluh juta rupiah (ps. 362 KUHP).
        Ditinjau dari segi isinya kaidah hukum dapat dibagi dua, yaitu:
        a. Kaidah hukum yang berarti perintah, yang mau tidak mau harus di jalankan atau di taati seperti misalnya ketentuan dalam pasal 1 UU no.1 tahun 1947 yang menentukan, bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang berbahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang maha Esa.
        b. Kaidah hukum yang berisi larangan , seperti yang tercantum dalam pasal 8 UU no.1 tahun 1974 mengenai larangan perkawinan antara dua orang laki-laki dan perempuan dalam keadaan tertentu.
        Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, SH menggolongkan ke empat macam kaidah sosial di atas menjadi dua golongan yaitu:
        a. Tata kaidah dengan aspek pribadi, termasuk kelompok ini adalah kaidah agama atau kepercayaandan kaidah kesusilaan.
        b. Tata kaidah dengan aspek kehidupan antarpribadi, termasuk di dalamnya adalah kaidah kesopanan dan kaidah hukum.
        Kaidah agama atau kepercayaan sanksinya akan diterima oleh pelanggar kaidah ini nanti di akhirat, sehingga sanksi ini kurang berpengaruh kepada mereka yang tidak menganut agama atau kepercayyan tertentu. Kaidah kesusilaan sanksi-sanksinya akan dialami oleh pelanggarnya bila kemudian sadar bahwa ia melanggar kesusilaan, sehingga sanksi kaidah kesusilaanpun kurang berpengaruh bagi mereka yang tidak sadar akan perbuatannya.
        Kaidah kesopanan sanksinya memang dapat dialami oleh pelanggar kaidah ini, karena mereka yang melanggar kaidah kesopanan akan dikucilkan oleh masyarakat di mana mereka bertempat tinggal. Namun bagi mereka yang tidak perduli akan sanksi demikian tidak akan terpengaruh oleh sanksi tersebut sehinggga perbuatan mereka tidak akan diperbaiki.
        Oleh karena ketiga kaidah sosial tersebut di atas sanksinya kurang tegas maka kurang dapat menjamin ketertiban dan keteraturan masyarakat. Oleh karena itu sangat diperlukan kaidah hukum. Masalah yang diatur dalam kaidah hukum lebih lengkap jika dibandingkan dengan hal-hal yang diatur dalam ketiga kaidah sosial lainnya. Sanksi dari kaidah hukum relatif lebih tegas dan dapat dipaksakan oleh penguasa, sehingga kaidah sosial terakhir ini diharapkan dapat menjamin terciptanya ketertiban dan keadilan dalam masyarakat. Dengan adanya kaidah hukum diharapkan keamanan dan ketentraman masyarakat dapat diwujudkan.
      5. Perbedaan antara Kaidah Hukum dengan Kaidah-kaidah Sosial lainnya.
        Adapun perbedaan antara kaidah hukum dengan kaidah sosial lainnya dapat dilihat dari beberapa sudut, yaitu sebagai berikut:
        1.  Tujuan
          Kaidah hukum bertujuan untuk menciptakan tata tertib masyarakat dan memberi perlindungan terhadap manusia beserta kepentingannya. Kaidah agama, kaidah kesusilaaan bertujuan untuk memperbaiki pribadi manusia agar menjadi manusia baik.
          Kaidah kesopanan bertujuan untuk menertibkanmasyarakat agar tidak ada korban.
        2.  Isi
          Kaidah hukum memberikan hak dan kewajiban. Mengatur tingkah laku dan perbuatan lahir manusia di dalam hukum akan dirasakan puas kalau perbuatan manusia itu sudah sesuai dengan peraturan hukum. Kaidah agama, kaidah kesusilaan hanya memberikan kewajiban saja, dan berisi aturan yang ditujukan kepada sikap batin manusia. Kaidah kesopanan juga hanya memberikan kewajiban saja, yang isi aturannya ditujukan kepada sikap lahir manusia.
        3.  Asal usul sanksinya
          Kaidah hukum asal-usul sanksinya berasal dari luar dan dipaksakan oleh kekuasaan dari luar diri manusia, yaitu alat perlengkapan negara. Kaidah agama asal-usul sanksinya berasal dari luar dan dipaksakan oleh kekuasaan dari luar diri manusia, yaitu dari Tuhan.
          Kaidah kesusilaan asal-usul sanksinya berasal dari diri sendiri dan dipaksakan oleh suara hati masing-masing pelanggarnya. Kaidah kesopanan asal-usul sanksinya juga berasal dari kekuasaan luar yang memaksa, yaitu masyarakat.
        4. Sanksi
          Kaidah hukum sanksinya dipaksakan oleh masyarakat secara resmi.
          Kaidah agama sanksinya dipaksakan oleh Tuhan. Kaidah kesusilaan sanksinya dipaksakan oleh diri sendiri. Kaidah kesopanan sanksinya dipaksakan oleh masyarakat secara tidak resmi.
        5.  Sasarannya
          Kaidah hukum dan kaidah kesopanan sasaran aturannya ditujukan kepada perbuatan konkret (lahiriah). Kaidah agama dan kaidah kesusilaan sasaran aturannya ditujukan kepada sikap batin.
        6.  Relevansi antara kaidah hukum dengan kaidah sosial lainnya.
          Ada dua sifat dari hubungan kaidah hukum dengan kaidah sosial lainnya, yaitu hubungan yang bersifat positif dan yang bersifat negatif. Yang dimaksud dngan hubungan yang bersifat positif yaitu suatu hubungan yang saling mempengaruhi dan memperkuat diantara keduanya. Secara sederhana dapat kita ambil contoh sebagai berikut:
          Pertama, hubungan antara kaidah hukum dengan kaidah agama. Di dalam hal ini akan terlihat adanya hubungan yang erat diantara keduanya. Contoh kaidah agama yang menunjang tercapainya tujuan kaidah hukum. Jika manusia mematuhi kaidah agama, maka tidak akan ada manusia yang mempunyai sikap batin yang buruk hingga merencanakan perbuatan yang jahat. Dampak positifnya hubungan antara anggota masyarakat menjadi aman, tertib dan adil. Dengan demikian tujuan kaidah hukum akan tercapai. Sebaliknya jika sejak awal manusia itu jahat, maka manusia akan gampang melakukan pelanggaran terhadap kaidah hukum, dan apabila diketahui aparat penegak hukum maka kemungkinan besar ia akan menerima sanksi hukum. Lalu kemungkinan ia akan taubat dan apabila orang itu telah bertaubat maka sikap batinnya akan berubah mnjadi baik yang pada akhirnya ia akan patuh terhadap perintah Tuhan. Dengan demikian kaidah hukum mendukung tercapainya kaidah agama.
          Kedua, hubungan antara kaidah hukum dan kaidah kesusilaan. Kedua kaidah ini mempunyai hubungan yang erat, sebab keduanya saling melengkapi. Contohnya apabila suara hati setiap pribadi manusia menghendaki agar manusia itu selalu berbuat yang baik, maka pribadi manusia sebagai anggota masyarakat cenderung akan baik pula sehingga akan terjalin kehidupan masyarakat yang tertib dan damai. Dengan demikian tujuan hukum demi mewujudkan masyarakat yang tertib dan damai akan tercapai sebaliknya apabila seseorang pribadinya cenderung tidak baik, maka ia akan cenderung melakukan perbuatan yang tidak baik. Apabila pribadi yang tidak baik itu terwujud melalui perbuatan melanggar hukum, seharusnya ia mendapat sanksi yang tegas berupa hukuman. Disinilah letak hubungan yang saling melengkapi dan saling menunjang demi tercapainya tujuan masing-masing kaidah hukum dan kaidah kesusilaan.
          Ketiga, hubungan antara kaidah hukum dengan kaidah kesopanan. Kedua kaidah ini mempunyai hubungan yang saling mengisi dan saling melengkapi. Contohnya apabila anggota masyarakat dapat menerapkan kaidah kesopanan, maka ia akan berlaku dan bersikap sopan terhadap siapapun. Dampak positifnya setiap orang akan saling menghargai dan tidak saling mengganggu sehingga kehidupan masyarakar akan tertib dan damai pada akhirnya tujuan kaidah hukum akan tercapai. Sebaliknya apabila seseorang selalu melanggar kesopanan, kemungkinan besar dirnya akan dikucilkan. Keterasingannya dapat saja mengiring dia ke arah perbuatan yang dapat dikategorikan sebagai perbuatan melanggar hukum dan dia dapat dihukum. Dengan demikian, kaidah hukum juga dapat mendukung tercapainya kaidah kesopanan.
          Disamping hubungan yang positif tadi terdapat pula hubungan hukum dengan kaidah lainnya yang bersifat negatif. Istilah negatif dapat dartikan sebagai hubungan yang saling melemahkan atau bertentangan. Contohnya dalam salah satu agama saling membunuh itu dilarang, sebab ada anggapan bahwa mencabut nyawa seseorang itu adalah hak Tuhan bukan hak manusia. Akan tetapi dalam hukum perang dan undang-undang wajib militer menghancurkan dan membunuh musuh dibolehkan bahkan diharuskan.

 

 

 

 

 

BAB III
PENUTUP


A. Kesimpulan
1. Kaidah sosial pada hakikatnya merupakan perumusan suatu pandangan mengenai perilaku atau sikap yang seyogyanya dilakukan. Hal ini telah dijelaskan oleh Purnadi Purbacaraka dan Soekanto bahwa Kaedah adalah patokan atau ukuran ataupun pedoman untuk berperikelakuan atau sikap tindak dalam hidup.
2. Jenis-jenis kaidah sosial :
a. Kaidah Agama atau kaidah kepercayaan
b. Kaidah Kesusilaan
c. Kaidah Kesopanan
d. Kaidah hukum
3. Perbedaan antara kaidah hukum dengan kaidah sosial lainnya dapat dilihat dari beberapa sudut, yaitu sebagai berikut:
a. Tujuan
Kaedah hukum bertujuan untuk menciptakan tata tertib masyarakat dan memberi perlindungan terhadap manusia beserta kepentingannya. Kaidah agama, kaidah kesusilaaan bertujuan untuk memperbaiki pribadi manusia agar menjadi manusia baik.
Kaidah kesopanan bertujuan untuk menertibkanmasyarakat agar tidak ada korban.
b. Isi
Kaidah hukum memberikan hak dan kewajiban. Mengatur tingkah laku dan perbuatan lahir manusia di dalam hukum akan dirasakan puas kalau perbuatan manusia itu sudah sesuai dengan peraturan hukum. Kaidah agama, kaidah kesusilaan hanya memberikan kewajiban saja, dan berisi aturan yang ditujukan kepada sikap batin manusia. Kaidah kesopanan juga hanya memberikan kewajiban saja, yang isi aturannya ditujukan kepada sikap lahir manusia.
c. Asal usul sanksinya
Kaidah hukum asal-usul sanksinya berasal dari luar dan dipaksakan oleh kekuasaan dari luar diri manusia, yaitu alat perlengkapan negara. Kaidah agama asal-usul sanksinya berasal dari luar dan dipaksakan oleh kekuasaan dari luar diri manusia, yaitu dari Tuhan.
Kaidah kesusilaan asal-usul sanksinya berasal dari diri sendiri dan dipaksakan oleh suara hati masing-masing pelanggarnya. Kaidah kesopanan asal-usul sanksinya juga berasal dari kekuasaan luar yang memaksa, yaitu masyarakat.
d. Sanksi
Kaidah hukum sanksinya dipaksakan oleh masyarakat secara resmi.
Kaidah agama sanksinya dipaksakan oleh Tuhan. Kaidah kesusilaan sanksinya dipaksakan oleh diri sendiri. Kaidah kesopanan sanksinya dipaksakan oleh masyarakat secara tidak resmi.
e. Sasarannya
Kaidah hukum dan kaidah kesopanan sasaran aturannya ditujukan kepada perbuatan konkret (lahiriah). Kaidah agama dan kaidah kesusilaan sasaran aturannya ditujukan kepada sikap batin.
4. Relevansi antara kaidah hukum dengan kaidah sosial lainnya.
Ada dua sifat dari hubungan kaidah hukum dengan kaidah sosial lainnya, yaitu hubungan yang bersifat positif dan yang bersifat negatif. Yang dimaksud dngan hubungan yang bersifat positif yaitu suatu hubungan yang saling mempengaruhi dan memperkuat diantara keduanya. Contohnya apabila anggota masyarakat dapat menerapkan kaidah kesopanan, maka ia akan berlaku dan bersikap sopan terhadap siapapun. Dampak positifnya setiap orang akan saling menghargai dan tidak saling mengganggu sehingga kehidupan masyarakar akan tertib dan damai pada akhirnya tujuan kaidah hukum akan tercapai. dan hubungan hukum yang bersifat negatif dapat di artikan sebagai hubungan yang saling melemahkan atau bertentangan. Contohnya dalam salah satu agama saling membunuh itu dilarang, sebab ada anggapan bahwa mencabut nyawa seseorang itu adalah hak Tuhan bukan hak manusia. Akan tetapi dalam hukum perang dan undang-undang wajib militer menghancurkan dan membunuh musuh dibolehkan bahkan diharuskan.

 

In reply to Ita Prihantika

Re: PIH ANE (Kelas A)

by voni leorna -

Kelompok 6 : 1. Diantika Arum Legawati 1516041075 2. Tyas Ajeng M.P 1516041099 3. Wiwik S.S.A 1516041115 4. Desta Rapanca 1516041065 5. Farida Rahmawati 1516041015 6. Sonia Gusti Mauliza 1516041125 7. Voni Leorna 1516041073 Kaidah Sosial BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam masyarakat terdapat berbagai golongan dan aliran. Namun, walaupun golongan dan aliran itu beranekaragam dan masing-masing mempunyai kepentingan sendiri-sendiri, akan tetapi kepentingan bersama harus mengharuskan adanya ketertiban dalam kehidupan masyarakat itu. Adapun orang yang memimpin kehidupan bersama yang mengatur tingkah laku manusia dalam masyarakat ialah peraturan hidup. Agar dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhannya dengan aman dan tentram tanpa gangguan, maka bagi tiap manusia perlu adanya suatu tata (orde = ordnung). Tata ini berwujud aturan-aturan yang menjadi pedoman bagi segala tingkah laku manusia dalam pergaulan hidup, sehingga kepentingan masing-masing dapat terpelihara dan terjamin. Setiap anggota masyarakat mengetahui hak dan kewajiban masing-masing. Tata itu lazim disebut Kaedah (berasal dari bahasa arab) atau Norma (berasal dari bahasa latin) atau Ukuran-Ukuran. Norma itu mempunyai dua macam isi, dan menurut isinya berwujud: a. Perintah adalah keharusan bagi seseorang untuk berbuat sesuatu oleh karena akibat-akibatnya dipandang baik. b. Larangan adalah keharusan bagi seseorang untuk tidak berbuat sesuatu oleh karena akibat-akibatnya dipandang tidak baik. B. Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud dengan kaidah sosial? 2. Apa saja jenis-jenis Kaidah Sosial itu? 3. Bagaimana Perbedaan antara Kaidah Hukum dengan Kaidah-kaidah Sosial lainnya? 4. Bagaimana Relevansi antara kaidah hukum dengan kaidah sosial lainnya? BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Kaidah Sosial Kaidah sosial pada hakikatnya merupakan perumusan suatu pandangan mengenai perilaku atau sikap yang seyogyanya dilakukan. Hal ini telah dijelaskan oleh Purnadi Purbacaraka dan Soekanto bahwa Kaedah adalah patokan atau ukuran ataupun pedoman untuk berperikelakuan atau sikap tindak dalam hidup. Sifat kaidah sosial yaitu deskriptif, preskriptif dan normatif; sedangkan kaidah sosial itu terdiri dari kaidah agama, kaidah kesusilaan, kaidah kesopanan dan kaidah hukum. Dalam masyarakat sifat hubungannya adalah saling membutuhkan, pengaruh mempengaruhi dan tergantung satu sama lain. Hidup bermasyarakat agar kepentingan pribadi dan sosial terpenuhi dan terlindungi. Kedamaian dalam masyarakat terealisasi apabila ada ketenteraman dan ketertiban. Perilaku yang biasa dilakukan dalam kurun waktu yang lama dan diterima masyarakat dapat menjadi kaidah. Kaidah hukum perumusannya tegas dan disertai sanksi yang tegas dan dapat dipaksakan oleh instansi resmi. Orang bunuh diri menggambarkan, bagi yang bersangkutan sanksi dari kaidah kesusilaan lebih berat dibanding sanksi yang berasal dari kaidah hukum. Apa yang kita lihat sebagai suatu tatanan dalam masyarakat yaitu yang menciptakan hubungan-hubungan yang tetap dan teratur antara anggota-anggota masyarakat, sesungguhnya tidak merupakan suatu konsep yang tunggal yang kita lihat sebagai tatanan dari luar, pada hakikatnya di dalamnya terdiri dari suatu kompleks tatanan. Kita biasa menyebut tentang adanya suatu tatanan yang terdiri dari sub-sub tatanan. Sub-sub tatanan itu ialah : kebiasaan, hukum dan kesusilaan. Dengan demikian, maka ketertiban yang terdapat dalam masyarakat itu didukung oleh ketiga tatanan tersebut, yaitu: 1. Tatanan Kebiasaan yang terdiri dari norma-norma yang dekat sekali kenyataan.Kaidah ini tidak lain diangkat dari dunia kenyataan juga. Apa yang biasa dilakukan orang-orang kemudian menjelma menjadi norma kebiasaan,melalui ujian keteraturan , keajegan dan kesadaran untuk menerimanya sebagai kaidah oleh masyarakat. 2. Tatanan Hukum yang berpegangan kepada tatanan yang mulai menjauh daari pegangan kenyataan sehari-hari. Namun, proses penjauhan dan pelepasan diri itu belum berjalan secara seksama. Pada proses pembuatan hukum ini kita mulai melihat,bahwa tatanan ini didukung oleh norma-norma yang secara sengaja dan sadar dibuat untuk menegakkan suatu jenis ketertiban tertentu dalam masyarakat. Kehendak manusia merupakan faktor sentral yang memberikan ciri kepada tatanan hukum. Sebagai unsur pengambil keputusan, maka kehendak manusia ini bisa menerima dan juga bisa menolak. 3. Tatanan Kesusilaan yang sama mutlaknya dengan kebiasaan hanya saja dalam kedudukannya terbalik. Kalau tatanan kebiasaan mutlak berpegangan pada kenyataan tingkah laku orang-orang, maka kesusilaan justru berpegangan pada ideal yang masih harus diwujudkan dalam masyarakat. Ideal-lah yang merupakan tolak ukur tatanan ini bagi menilai tingkah laku anggota-anggota masyarakat. Adapun perbedaan antara kesusilaan dan hukum terletak pada otoritas yang memutuskan apa yang akan diterima sebagai norma. Norma kesusilaan bukanlah sesuatu yang diciptakan oleh kehendak manusia, melainkan yang tinggal diterima begitu saja olehnya. Berbeda dengan hukum, maka bagi tatanan kesusilaan tidak ada unsur-unsur yang harus diramu. Sedangkan hukum mengikatkan diri kepada masyarakat sebagai basis sosialnya. Berarti ia harus memperhatikan kebutuham dan kepentingan-kepentingan anggota-anggota masyarakat serta memberikan pelayanan kepadanya. Dalam rangka proses memberikan perhatian terhadap penciptaan keadilan dalam masyarakat serta memberikan pelayanan terhadap kepentingan-kepentingan masyarakat. Hukum tidak selalu bisa memberikan keputusannya dengan segera, ia membutuhkan waktu untuk menimbang-nimbang, yang biasa memaka waktu lama sekali. Ketertiban masyarakat yang tampak dari luar itu, dari dalam didukung oleh lebih dari satu macam tatanan. Keadaan yang demikian itu memberikan pengaruhnya sendiri terhadap masalah efektifitas tatanan dalam masyarakat. Tetapi, dalam uraian di atas dapat diketahui bahwa masyarakat kita sesungguhnya merupakan suatu rimba tatanan, Karena di dalamnya tidak hanya terdapat satu macam tatanan. Sifat majemuk ini dilukiskan oleh Chambliss & Seidman sebagai berikut: B. Jenis-jenis Kaidah Sosial Norma-norma yang mengatur segala macam hubungan antar-individu dalam masyarakat ada 3 macam, yaitu sebagai berikut: 1. Kaidah Agama atau kaidah kepercayaan Kaidah kepercayaan yaitu kaidah social yang asalnya dari Tuhan dan berisikan larangan-larangan, perintah-perintah dan anjuran-anjuran. Kaidah ini merupakan tuntunan hidup manusia untuk menuju ke arah yang baik dan benar. Kaidah agama mengatur tentang kewajiban-kewajiban manusia kepada Tuhan dan kepada dirinya sendiri. kaidah yang berpangkal pada kepercayaan adanya Yang Maha Kuasa. Pelanggaran terhadap kaidah agama berarti pelanggaran terhadap perintah Tuhan, yang akan mendapat hukum di akhirat kelak. Agama dalam arti sempit adalah hubungan antara Tuhan dan manusia. Hubungan itu mengandung kewajiban-kewajiban terhadap Tuhan,sebagai cinta terhadap Tuhan, dan percaya kepada Tuhan. Kewajiban-kewajiban itu benar-benar bersifat keagamaan sejati,yang karena isinya,diperbedakan baik dari kewajiban moril maupun dari kewajiban-kewajiban hukum. Tetapi hubungan antara Tuhan dan manusia, membawa juga kewajiban untuk menuruti kehendak Tuhan. Karena itu maka agama meliputi lapangan yang lebih luas daripada semata-mata hubungan antara Tuhan dan manusia. Kaidah agama terbagi dua, yaitu agama wahyu (samawi, sama’i, langit) dan agama budaya. Agama Wahyu adalah suatu ajaran Allah yang berisi perintah,larangan,dan kebolehan yang disampaikan kepada umat manusia berupa wahyu melalui Malaikat dan Rasul-Nya. Sedangkan agama budaya adalah ajaran yang dihasilkan oleh pikiran dan perasaan manusia secara kumulatif. Pada garis besarnya dan pada umumnya isi norma agama terdiri dari 3 hubungan, yakni: pertama peratura-peraturan yang memuat tata hubungan manusia dengan Tuhan secara vertical. Kedua, peraturan-peraturan yang memuat tata hubungan manusia dengan sesama manusia secara horizontal. Ketiga, peraturan-peraturan yang memuat tata hubungan manusia dengan alam sekitar. Tujuan dari kaidah kepercayaan ialah untuk menyempurnakan hidup manusia dan melarang manusia berbuat jahat/dosa. Kaidah ini hanya membebani kewajiban menurut perintah Tuhan dan tidak memberi hak. Kaidah Agama merupakan tuntunan hidup manusia untuk menuju kepada perbuatan dan kehidupan yang baik dan benar. Ia mengatur tentang kewajiban-kewajiban manusia kepada Tuhan dan pada dirinya sendiri. Contoh-contoh kaidah : Jangan menyekutukan Allah, Laksanakan shalat, Hormati dan berbaktilah kepada ibu-bapakmu, Jangan berlaku zalim di muka bumi, Jangan membunuh, Jangan berbuat cabul, dan lain-lain. 2. Kaidah Kesusilaan Kaidah kesusilaan adalah kaidah/peraturan hidup yang berpangkal pada hati nurani manusia sendiri, yang membisikkan agar melakukan perbuatan-perbuatan yang baik dan meninggalkan perbuatan-perbuatan yang tercela, oleh karenanya kaidah kesusilaan bergantung pada setiap individu manusia masing-masing. Manusia itu berbuat baik atau berbuat buruk karena bisikan suara hatinya. Pelanggaran terhadap norma susila berarti melanggar perasaan baiknya sendiri yang berakibat penyesalan. Perbuatan yang tidak mengindahkan norma susila disebut asusila. Kaidah Kesusilaan ini ditujukan kepada sikap batin manusia, asalnya dari manusia itu sendiri,dan ancaman atas pelanggaran kaidah kesusilaan adalah dari batin manusia itu sendiri berupa rasa penyesalan. Oleh sebab itu kaidah kesusilaan bersifat Otonom, bukan meruppakan paksaan dari luar dirinya. Kesusilaan memberikan peraturan-peraturan kepada manusia agar ia menjadi manusia yang sempurna. Hasil dari perintah dan larangan yang timbul dari norma kesusilaan itu pada manusia bergantung pada pribadi orang-seorang.Isi hatinya akan mengatakan perbuatan mana yang jahat. Hati nuraninya akan menentukan apakah ia akan melakukan sesuatu perbuatan. Misalnya: Hendaknya engkau berlaku jujur, hendaklah engkau berbuat baik terhadap sesama manusia, dll. Kaidah ini merupakan kaidah yang tertua dan menyangkut kehidupan pribadi manusia,bukan dalam kualitasnya sebagai makhluk sosial. Kaidah Kesusilaan ini bertujuan agar manusia memiliki akhlak yang baik demi mencapai kesempurnaan hidup manusia itu sendiri. Penerapan sanksinya berasal dari dalam diri manusia itu sendiri, bukan paksaan dari luar. Suara hati manusia menentukan perilaku mana yang baik dan perilaku mana yang tidak baik untuk dilakukan, sehingga kaidah kesusilaan ini bergantung pada pribadi manusia. Kaidah Kesusilaan mendorong manusia untuk berahklak mulia, juga melarang manusia mencuri, berbuat zina, dsb. Ia berasal dari dalam diri manusia sendiri, maka ancaman atas pelanggaran kaidah sosial adalah batin manusia. Agar manusia menjadi makhluk sempurna maka salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah mematuhi dan mentaati peraturan-peraturan yang bersumber dari hati sanubari. Akan tetapi tiap setiap yang keluar dari hari nurani dapat diakui sebagai norma kasusilaan, sebab hanya norma-norma kehidupan yang berupa bisikan hati sanubari (insan kamil) yang diakui dan diinsyafi oleh semua orang sebagai pedoman sikap dan perbuatan sehari-hari.kesusilaan memberikan peraturan-peraturan kepada manusia agar menjadi manusia yang sempurna. 3. Kaidah kesopanan Kaidah kesopanan adalah peraturan hidup yang timbul atau diadakan dalam suatu masyarakat, yang mengatur sopan santun dan perilaku dalam pergaulan hidup antar-sesama anggota masyarakat tertentu. Kaidah kesopanan ini didasarkan pada kebiasaan, kepantasan, atau kepatuhan yang berlaku dalam suatu masyarakat. Oleh karena itu kaidah kesopanan dinamakan pula kaidah sopan santun tata karma atau adat. Orang yang melakukan pelanggaran terhadap norma kesopanan akan dicela oleh sesame anggota masyarakatnya. Celaan itu tidak selalu dengan mulut, tetapi bisa dengan cara lain dan bentuk lain. Misalnya dibenci, dijauhi, dipandang tidak tahu tata karma, dll. Landasan kaidah kesopanan adalah kepatutan, kepantasan, dan kebiasaan yang berlaku pada masyarakat yang bersangkutan. Oleh sebab itu kaidah kesopanan seringkali disamkan dengan kaidah sopan santun, tata karma, atau adat, walaupun ada pakar hukum yang tidak mau menyamakan pengertian kebiasaan dengan adat dan sopan santun. Kaidah ini ditujukan pada sikap lahir manusia (sama dengan kaidah hukum) yang ditujukan pada pelakunya agar terwujud ketertiban masyarakat dan suasana keakraban dalam pergaulan. Tujuannya, pada hakikatnya bukan pada manusia sebagai pribadi, melainkan manusia sebagai makhluk sosial yang hidup bersama dalam kelompok masyarakat. Contoh-contoh kaidah kesopanan misalnya: Orang muda wajib menghormati orang yang lebih tua, Jika seseorang akan memasuki rumah orang lain harus minta izin lebih dahulu, Mempersilahkan duduk seorang wanita hamil yang berada dalam kendaraan umum yang sarat penumpang, Mengenakan pakaian pantas jika menghadiri pesta, dan lain lain. 4. Kaidah Hukum Kaidah Hukum adalah peraturan-peraturan yang dibuat atau yang dipositifkan secara resmi oleh penguasa masyarakat atau penguasa Negara, mengikat setiap orang dan berlakunya dapat dipaksakan oleh aparat masyarakat atau aparat Negara, sehingga berlakunya kaidah hukum dapat dipertahankan. Kaidah hukum ditujukan kepada sikap lahir manusia atau perbuatan konkrit yang dilakukan oleh manusia. Kaidah hukum tidak mempersoalkan apakah apakah sikap batin seseorang itu baik atau buruk, yang diperhatikannya adalah bagaimana perbuatan lahiriah orang itu. Kaidah hukum tidak akan member sanksi kepada seseorang yang mempunyai sikap batin yang buruk, tetapi yang akan diberi sanksi oleh kaidah hukum adalah perwujudan sikap batin yang buruk itu menjadi perbuatan nyata atau perbuatan konkrit. Namun demikian kaidah hukum tidak hanya memberikan kewajiban saja tetapi juga memberikan hak. Asal mula dan sanksi bagi pelanggar kaidah hukum datang dari luar diri manusia. Misalnya: • Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya (ps. 2 ayat 1 UU No. 1/1974). • Barang siapa sengaja merampas nyawa orang lain tanpa hak, diancam karena pembunuhan, dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun (ps. 338 KUHP) • Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lamalima tahun atau denda paling banyak enam puluh juta rupiah (ps. 362 KUHP). Ditinjau dari segi isinya kaidah hukum dapat dibagi dua, yaitu: a. Kaidah hukum yang berarti perintah, yang mau tidak mau harus di jalankan atau di taati seperti misalnya ketentuan dalam pasal 1 UU no.1 tahun 1947 yang menentukan, bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang berbahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang maha Esa. b. Kaidah hukum yang berisi larangan , seperti yang tercantum dalam pasal 8 UU no.1 tahun 1974 mengenai larangan perkawinan antara dua orang laki-laki dan perempuan dalam keadaan tertentu. Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, SH menggolongkan ke empat macam kaidah sosial di atas menjadi dua golongan yaitu: a. Tata kaidah dengan aspek pribadi, termasuk kelompok ini adalah kaidah agama atau kepercayaandan kaidah kesusilaan. b. Tata kaidah dengan aspek kehidupan antarpribadi, termasuk di dalamnya adalah kaidah kesopanan dan kaidah hukum. Kaidah agama atau kepercayaan sanksinya akan diterima oleh pelanggar kaidah ini nanti di akhirat, sehingga sanksi ini kurang berpengaruh kepada mereka yang tidak menganut agama atau kepercayyan tertentu. Kaidah kesusilaan sanksi-sanksinya akan dialami oleh pelanggarnya bila kemudian sadar bahwa ia melanggar kesusilaan, sehingga sanksi kaidah kesusilaanpun kurang berpengaruh bagi mereka yang tidak sadar akan perbuatannya. Kaidah kesopanan sanksinya memang dapat dialami oleh pelanggar kaidah ini, karena mereka yang melanggar kaidah kesopanan akan dikucilkan oleh masyarakat di mana mereka bertempat tinggal. Namun bagi mereka yang tidak perduli akan sanksi demikian tidak akan terpengaruh oleh sanksi tersebut sehinggga perbuatan mereka tidak akan diperbaiki. Oleh karena ketiga kaidah sosial tersebut di atas sanksinya kurang tegas maka kurang dapat menjamin ketertiban dan keteraturan masyarakat. Oleh karena itu sangat diperlukan kaidah hukum. Masalah yang diatur dalam kaidah hukum lebih lengkap jika dibandingkan dengan hal-hal yang diatur dalam ketiga kaidah sosial lainnya. Sanksi dari kaidah hukum relatif lebih tegas dan dapat dipaksakan oleh penguasa, sehingga kaidah sosial terakhir ini diharapkan dapat menjamin terciptanya ketertiban dan keadilan dalam masyarakat. Dengan adanya kaidah hukum diharapkan keamanan dan ketentraman masyarakat dapat diwujudkan. C. Perbedaan antara Kaidah Hukum dengan Kaidah-kaidah Sosial lainnya. Adapun perbedaan antara kaidah hukum dengan kaidah sosial lainnya dapat dilihat dari beberapa sudut, yaitu sebagai berikut: 1. Tujuan Kaidah hukum bertujuan untuk menciptakan tata tertib masyarakat dan memberi perlindungan terhadap manusia beserta kepentingannya. Kaidah agama, kaidah kesusilaaan bertujuan untuk memperbaiki pribadi manusia agar menjadi manusia baik. Kaidah kesopanan bertujuan untuk menertibkanmasyarakat agar tidak ada korban. 2. Isi Kaidah hukum memberikan hak dan kewajiban. Mengatur tingkah laku dan perbuatan lahir manusia di dalam hukum akan dirasakan puas kalau perbuatan manusia itu sudah sesuai dengan peraturan hukum. Kaidah agama, kaidah kesusilaan hanya memberikan kewajiban saja, dan berisi aturan yang ditujukan kepada sikap batin manusia. Kaidah kesopanan juga hanya memberikan kewajiban saja, yang isi aturannya ditujukan kepada sikap lahir manusia. 3. Asal usul sanksinya Kaidah hukum asal-usul sanksinya berasal dari luar dan dipaksakan oleh kekuasaan dari luar diri manusia, yaitu alat perlengkapan negara. Kaidah agama asal-usul sanksinya berasal dari luar dan dipaksakan oleh kekuasaan dari luar diri manusia, yaitu dari Tuhan. Kaidah kesusilaan asal-usul sanksinya berasal dari diri sendiri dan dipaksakan oleh suara hati masing-masing pelanggarnya. Kaidah kesopanan asal-usul sanksinya juga berasal dari kekuasaan luar yang memaksa, yaitu masyarakat. 4. Sanksi Kaidah hukum sanksinya dipaksakan oleh masyarakat secara resmi. Kaidah agama sanksinya dipaksakan oleh Tuhan. Kaidah kesusilaan sanksinya dipaksakan oleh diri sendiri. Kaidah kesopanan sanksinya dipaksakan oleh masyarakat secara tidak resmi. 5. Sasarannya Kaidah hukum dan kaidah kesopanan sasaran aturannya ditujukan kepada perbuatan konkret (lahiriah). Kaidah agama dan kaidah kesusilaan sasaran aturannya ditujukan kepada sikap batin. D. Relevansi antara kaidah hukum dengan kaidah sosial lainnya. Ada dua sifat dari hubungan kaidah hukum dengan kaidah sosial lainnya, yaitu hubungan yang bersifat positif dan yang bersifat negatif. Yang dimaksud dngan hubungan yang bersifat positif yaitu suatu hubungan yang saling mempengaruhi dan memperkuat diantara keduanya. Secara sederhana dapat kita ambil contoh sebagai berikut: Pertama, hubungan antara kaidah hukum dengan kaidah agama. Di dalam hal ini akan terlihat adanya hubungan yang erat diantara keduanya. Contoh kaidah agama yang menunjang tercapainya tujuan kaidah hukum. Jika manusia mematuhi kaidah agama, maka tidak akan ada manusia yang mempunyai sikap batin yang buruk hingga merencanakan perbuatan yang jahat. Dampak positifnya hubungan antara anggota masyarakat menjadi aman, tertib dan adil. Dengan demikian tujuan kaidah hukum akan tercapai. Sebaliknya jika sejak awal manusia itu jahat, maka manusia akan gampang melakukan pelanggaran terhadap kaidah hukum, dan apabila diketahui aparat penegak hukum maka kemungkinan besar ia akan menerima sanksi hukum. Lalu kemungkinan ia akan taubat dan apabila orang itu telah bertaubat maka sikap batinnya akan berubah mnjadi baik yang pada akhirnya ia akan patuh terhadap perintah Tuhan. Dengan demikian kaidah hukum mendukung tercapainya kaidah agama. Kedua, hubungan antara kaidah hukum dan kaidah kesusilaan. Kedua kaidah ini mempunyai hubungan yang erat, sebab keduanya saling melengkapi. Contohnya apabila suara hati setiap pribadi manusia menghendaki agar manusia itu selalu berbuat yang baik, maka pribadi manusia sebagai anggota masyarakat cenderung akan baik pula sehingga akan terjalin kehidupan masyarakat yang tertib dan damai. Dengan demikian tujuan hukum demi mewujudkan masyarakat yang tertib dan damai akan tercapai sebaliknya apabila seseorang pribadinya cenderung tidak baik, maka ia akan cenderung melakukan perbuatan yang tidak baik. Apabila pribadi yang tidak baik itu terwujud melalui perbuatan melanggar hukum, seharusnya ia mendapat sanksi yang tegas berupa hukuman. Disinilah letak hubungan yang saling melengkapi dan saling menunjang demi tercapainya tujuan masing-masing kaidah hukum dan kaidah kesusilaan. Ketiga, hubungan antara kaidah hukum dengan kaidah kesopanan. Kedua kaidah ini mempunyai hubungan yang saling mengisi dan saling melengkapi. Contohnya apabila anggota masyarakat dapat menerapkan kaidah kesopanan, maka ia akan berlaku dan bersikap sopan terhadap siapapun. Dampak positifnya setiap orang akan saling menghargai dan tidak saling mengganggu sehingga kehidupan masyarakar akan tertib dan damai pada akhirnya tujuan kaidah hukum akan tercapai. Sebaliknya apabila seseorang selalu melanggar kesopanan, kemungkinan besar dirnya akan dikucilkan. Keterasingannya dapat saja mengiring dia ke arah perbuatan yang dapat dikategorikan sebagai perbuatan melanggar hukum dan dia dapat dihukum. Dengan demikian, kaidah hukum juga dapat mendukung tercapainya kaidah kesopanan. Disamping hubungan yang positif tadi terdapat pula hubungan hukum dengan kaidah lainnya yang bersifat negatif. Istilah negatif dapat dartikan sebagai hubungan yang saling melemahkan atau bertentangan. Contohnya dalam salah satu agama saling membunuh itu dilarang, sebab ada anggapan bahwa mencabut nyawa seseorang itu adalah hak Tuhan bukan hak manusia. Akan tetapi dalam hukum perang dan undang-undang wajib militer menghancurkan dan membunuh musuh dibolehkan bahkan diharuskan. BAB III PENUTUP A. Kesimpulan 1. Kaidah sosial pada hakikatnya merupakan perumusan suatu pandangan mengenai perilaku atau sikap yang seyogyanya dilakukan. Hal ini telah dijelaskan oleh Purnadi Purbacaraka dan Soekanto bahwa Kaedah adalah patokan atau ukuran ataupun pedoman untuk berperikelakuan atau sikap tindak dalam hidup. 2. Jenis-jenis kaidah sosial : a. Kaidah Agama atau kaidah kepercayaan b. Kaidah Kesusilaan c. Kaidah Kesopanan d. Kaidah hukum 3. Perbedaan antara kaidah hukum dengan kaidah sosial lainnya dapat dilihat dari beberapa sudut, yaitu sebagai berikut: a. Tujuan Kaedah hukum bertujuan untuk menciptakan tata tertib masyarakat dan memberi perlindungan terhadap manusia beserta kepentingannya. Kaidah agama, kaidah kesusilaaan bertujuan untuk memperbaiki pribadi manusia agar menjadi manusia baik. Kaidah kesopanan bertujuan untuk menertibkanmasyarakat agar tidak ada korban. b. Isi Kaidah hukum memberikan hak dan kewajiban. Mengatur tingkah laku dan perbuatan lahir manusia di dalam hukum akan dirasakan puas kalau perbuatan manusia itu sudah sesuai dengan peraturan hukum. Kaidah agama, kaidah kesusilaan hanya memberikan kewajiban saja, dan berisi aturan yang ditujukan kepada sikap batin manusia. Kaidah kesopanan juga hanya memberikan kewajiban saja, yang isi aturannya ditujukan kepada sikap lahir manusia. c. Asal usul sanksinya Kaidah hukum asal-usul sanksinya berasal dari luar dan dipaksakan oleh kekuasaan dari luar diri manusia, yaitu alat perlengkapan negara. Kaidah agama asal-usul sanksinya berasal dari luar dan dipaksakan oleh kekuasaan dari luar diri manusia, yaitu dari Tuhan. Kaidah kesusilaan asal-usul sanksinya berasal dari diri sendiri dan dipaksakan oleh suara hati masing-masing pelanggarnya. Kaidah kesopanan asal-usul sanksinya juga berasal dari kekuasaan luar yang memaksa, yaitu masyarakat. d. Sanksi Kaidah hukum sanksinya dipaksakan oleh masyarakat secara resmi. Kaidah agama sanksinya dipaksakan oleh Tuhan. Kaidah kesusilaan sanksinya dipaksakan oleh diri sendiri. Kaidah kesopanan sanksinya dipaksakan oleh masyarakat secara tidak resmi. e. Sasarannya Kaidah hukum dan kaidah kesopanan sasaran aturannya ditujukan kepada perbuatan konkret (lahiriah). Kaidah agama dan kaidah kesusilaan sasaran aturannya ditujukan kepada sikap batin. 4. Relevansi antara kaidah hukum dengan kaidah sosial lainnya. Ada dua sifat dari hubungan kaidah hukum dengan kaidah sosial lainnya, yaitu hubungan yang bersifat positif dan yang bersifat negatif. Yang dimaksud dngan hubungan yang bersifat positif yaitu suatu hubungan yang saling mempengaruhi dan memperkuat diantara keduanya. Contohnya apabila anggota masyarakat dapat menerapkan kaidah kesopanan, maka ia akan berlaku dan bersikap sopan terhadap siapapun. Dampak positifnya setiap orang akan saling menghargai dan tidak saling mengganggu sehingga kehidupan masyarakar akan tertib dan damai pada akhirnya tujuan kaidah hukum akan tercapai. dan hubungan hukum yang bersifat negatif dapat di artikan sebagai hubungan yang saling melemahkan atau bertentangan. Contohnya dalam salah satu agama saling membunuh itu dilarang, sebab ada anggapan bahwa mencabut nyawa seseorang itu adalah hak Tuhan bukan hak manusia. Akan tetapi dalam hukum perang dan undang-undang wajib militer menghancurkan dan membunuh musuh dibolehkan bahkan diharuskan.

In reply to Ita Prihantika

Re: PIH ANE (Kelas A)

by voni leorna -

Kelompok 6 :

  1.  Diantika Arum Legawati 1516041075
  2. Tyas Ajeng M.P 1516041099
  3. Wiwik S.S.A 1516041115
  4. Desta Rapanca 1516041065
  5. Farida Rahmawati 1516041015
  6. Sonia Gusti Mauliza 1516041125
  7. Voni Leorna 1516041073

 

Kaidah Sosial

BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang

Dalam masyarakat terdapat berbagai golongan dan aliran. Namun, walaupun golongan dan aliran itu beranekaragam dan masing-masing mempunyai kepentingan sendiri-sendiri, akan tetapi kepentingan bersama harus mengharuskan adanya ketertiban dalam kehidupan masyarakat itu.
Adapun orang yang memimpin kehidupan bersama yang mengatur tingkah laku manusia dalam masyarakat ialah peraturan hidup. Agar dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhannya dengan aman dan tentram tanpa gangguan, maka bagi tiap manusia perlu adanya suatu tata (orde = ordnung). Tata ini berwujud aturan-aturan yang menjadi pedoman bagi segala tingkah laku manusia dalam pergaulan hidup, sehingga kepentingan masing-masing dapat terpelihara dan terjamin. Setiap anggota masyarakat mengetahui hak dan kewajiban masing-masing. Tata itu lazim disebut Kaedah (berasal dari bahasa arab) atau Norma (berasal dari bahasa latin) atau Ukuran-Ukuran. Norma itu mempunyai dua macam isi, dan menurut isinya berwujud:
a. Perintah adalah keharusan bagi seseorang untuk berbuat sesuatu oleh karena akibat-akibatnya dipandang baik.
b. Larangan adalah keharusan bagi seseorang untuk tidak berbuat sesuatu oleh karena akibat-akibatnya dipandang tidak baik.


B. Rumusan Masalah

  1.  Apa yang dimaksud dengan kaidah sosial?
  2.  Apa saja jenis-jenis Kaidah Sosial itu?
  3. Bagaimana Perbedaan antara Kaidah Hukum dengan Kaidah-kaidah Sosial lainnya?
  4. Bagaimana Relevansi antara kaidah hukum dengan kaidah sosial lainnya?

 

 

BAB II
PEMBAHASAN

  1.  Pengertian Kaidah Sosial
    Kaidah sosial pada hakikatnya merupakan perumusan suatu pandangan mengenai perilaku atau sikap yang seyogyanya dilakukan. Hal ini telah dijelaskan oleh Purnadi Purbacaraka dan Soekanto bahwa Kaedah adalah patokan atau ukuran ataupun pedoman untuk berperikelakuan atau sikap tindak dalam hidup.
    Sifat kaidah sosial yaitu deskriptif, preskriptif dan normatif; sedangkan kaidah sosial itu terdiri dari kaidah agama, kaidah kesusilaan, kaidah kesopanan dan kaidah hukum. Dalam masyarakat sifat hubungannya adalah saling membutuhkan, pengaruh mempengaruhi dan tergantung satu sama lain. Hidup bermasyarakat agar kepentingan pribadi dan sosial terpenuhi dan terlindungi. Kedamaian dalam masyarakat terealisasi apabila ada ketenteraman dan ketertiban. Perilaku yang biasa dilakukan dalam kurun waktu yang lama dan diterima masyarakat dapat menjadi kaidah. Kaidah hukum perumusannya tegas dan disertai sanksi yang tegas dan dapat dipaksakan oleh instansi resmi. Orang bunuh diri menggambarkan, bagi yang bersangkutan sanksi dari kaidah kesusilaan lebih berat dibanding sanksi yang berasal dari kaidah hukum.
    Apa yang kita lihat sebagai suatu tatanan dalam masyarakat yaitu yang menciptakan hubungan-hubungan yang tetap dan teratur antara anggota-anggota masyarakat, sesungguhnya tidak merupakan suatu konsep yang tunggal yang kita lihat sebagai tatanan dari luar, pada hakikatnya di dalamnya terdiri dari suatu kompleks tatanan. Kita biasa menyebut tentang adanya suatu tatanan yang terdiri dari sub-sub tatanan. Sub-sub tatanan itu ialah : kebiasaan, hukum dan kesusilaan.
    Dengan demikian, maka ketertiban yang terdapat dalam masyarakat itu didukung oleh ketiga tatanan tersebut, yaitu:
    1.  Tatanan Kebiasaan yang terdiri dari norma-norma yang dekat sekali kenyataan.Kaidah ini tidak lain diangkat dari dunia kenyataan juga. Apa yang biasa dilakukan orang-orang kemudian menjelma menjadi norma kebiasaan,melalui ujian keteraturan , keajegan dan kesadaran untuk menerimanya sebagai kaidah oleh masyarakat.
    2.  Tatanan Hukum yang berpegangan kepada tatanan yang mulai menjauh daari pegangan kenyataan sehari-hari. Namun, proses penjauhan dan pelepasan diri itu belum berjalan secara seksama. Pada proses pembuatan hukum ini kita mulai melihat,bahwa tatanan ini didukung oleh norma-norma yang secara sengaja dan sadar dibuat untuk menegakkan suatu jenis ketertiban tertentu dalam masyarakat. Kehendak manusia merupakan faktor sentral yang memberikan ciri kepada tatanan hukum. Sebagai unsur pengambil keputusan, maka kehendak manusia ini bisa menerima dan juga bisa menolak.
    3. Tatanan Kesusilaan yang sama mutlaknya dengan kebiasaan hanya saja dalam kedudukannya terbalik. Kalau tatanan kebiasaan mutlak berpegangan pada kenyataan tingkah laku orang-orang, maka kesusilaan justru berpegangan pada ideal yang masih harus diwujudkan dalam masyarakat. Ideal-lah yang merupakan tolak ukur tatanan ini bagi menilai tingkah laku anggota-anggota masyarakat.
      Adapun perbedaan antara kesusilaan dan hukum terletak pada otoritas yang memutuskan apa yang akan diterima sebagai norma. Norma kesusilaan bukanlah sesuatu yang diciptakan oleh kehendak manusia, melainkan yang tinggal diterima begitu saja olehnya. Berbeda dengan hukum, maka bagi tatanan kesusilaan tidak ada unsur-unsur yang harus diramu.
      Sedangkan hukum mengikatkan diri kepada masyarakat sebagai basis sosialnya. Berarti ia harus memperhatikan kebutuham dan kepentingan-kepentingan anggota-anggota masyarakat serta memberikan pelayanan kepadanya. Dalam rangka proses memberikan perhatian terhadap penciptaan keadilan dalam masyarakat serta memberikan pelayanan terhadap kepentingan-kepentingan masyarakat. Hukum tidak selalu bisa memberikan keputusannya dengan segera, ia membutuhkan waktu untuk menimbang-nimbang, yang biasa memaka waktu lama sekali.
      Ketertiban masyarakat yang tampak dari luar itu, dari dalam didukung oleh lebih dari satu macam tatanan. Keadaan yang demikian itu memberikan pengaruhnya sendiri terhadap masalah efektifitas tatanan dalam masyarakat. Tetapi, dalam uraian di atas dapat diketahui bahwa masyarakat kita sesungguhnya merupakan suatu rimba tatanan, Karena di dalamnya tidak hanya terdapat satu macam tatanan. Sifat majemuk ini dilukiskan oleh Chambliss & Seidman sebagai berikut:
    4.  Jenis-jenis Kaidah Sosial
      Norma-norma yang mengatur segala macam hubungan antar-individu dalam masyarakat ada 3 macam, yaitu sebagai berikut:
      1.  Kaidah Agama atau kaidah kepercayaan
        Kaidah kepercayaan yaitu kaidah social yang asalnya dari Tuhan dan berisikan larangan-larangan, perintah-perintah dan anjuran-anjuran. Kaidah ini merupakan tuntunan hidup manusia untuk menuju ke arah yang baik dan benar. Kaidah agama mengatur tentang kewajiban-kewajiban manusia kepada Tuhan dan kepada dirinya sendiri. kaidah yang berpangkal pada kepercayaan adanya Yang Maha Kuasa. Pelanggaran terhadap kaidah agama berarti pelanggaran terhadap perintah Tuhan, yang akan mendapat hukum di akhirat kelak.
        Agama dalam arti sempit adalah hubungan antara Tuhan dan manusia.
        Hubungan itu mengandung kewajiban-kewajiban terhadap Tuhan,sebagai cinta terhadap Tuhan, dan percaya kepada Tuhan. Kewajiban-kewajiban itu benar-benar bersifat keagamaan sejati,yang karena isinya,diperbedakan baik dari kewajiban moril maupun dari kewajiban-kewajiban hukum. Tetapi hubungan antara Tuhan dan manusia, membawa juga kewajiban untuk menuruti kehendak Tuhan. Karena itu maka agama meliputi lapangan yang lebih luas daripada semata-mata hubungan antara Tuhan dan manusia.
        Kaidah agama terbagi dua, yaitu agama wahyu (samawi, sama’i, langit) dan agama budaya. Agama Wahyu adalah suatu ajaran Allah yang berisi perintah,larangan,dan kebolehan yang disampaikan kepada umat manusia berupa wahyu melalui Malaikat dan Rasul-Nya. Sedangkan agama budaya adalah ajaran yang dihasilkan oleh pikiran dan perasaan manusia secara kumulatif.
        Pada garis besarnya dan pada umumnya isi norma agama terdiri dari 3 hubungan, yakni: pertama peratura-peraturan yang memuat tata hubungan manusia dengan Tuhan secara vertical. Kedua, peraturan-peraturan yang memuat tata hubungan manusia dengan sesama manusia secara horizontal. Ketiga, peraturan-peraturan yang memuat tata hubungan manusia dengan alam sekitar.
        Tujuan dari kaidah kepercayaan ialah untuk menyempurnakan hidup manusia dan melarang manusia berbuat jahat/dosa. Kaidah ini hanya membebani kewajiban menurut perintah Tuhan dan tidak memberi hak. Kaidah Agama merupakan tuntunan hidup manusia untuk menuju kepada perbuatan dan kehidupan yang baik dan benar. Ia mengatur tentang kewajiban-kewajiban manusia kepada Tuhan dan pada dirinya sendiri.
        Contoh-contoh kaidah : Jangan menyekutukan Allah, Laksanakan shalat, Hormati dan berbaktilah kepada ibu-bapakmu, Jangan berlaku zalim di muka bumi, Jangan membunuh, Jangan berbuat cabul, dan lain-lain.
      2. Kaidah Kesusilaan
        Kaidah kesusilaan adalah kaidah/peraturan hidup yang berpangkal pada hati nurani manusia sendiri, yang membisikkan agar melakukan perbuatan-perbuatan yang baik dan meninggalkan perbuatan-perbuatan yang tercela, oleh karenanya kaidah kesusilaan bergantung pada setiap individu manusia masing-masing. Manusia itu berbuat baik atau berbuat buruk karena bisikan suara hatinya. Pelanggaran terhadap norma susila berarti melanggar perasaan baiknya sendiri yang berakibat penyesalan. Perbuatan yang tidak mengindahkan norma susila disebut asusila. Kaidah Kesusilaan ini ditujukan kepada sikap batin manusia, asalnya dari manusia itu sendiri,dan ancaman atas pelanggaran kaidah kesusilaan adalah dari batin manusia itu sendiri berupa rasa penyesalan. Oleh sebab itu kaidah kesusilaan bersifat Otonom, bukan meruppakan paksaan dari luar dirinya.
        Kesusilaan memberikan peraturan-peraturan kepada manusia agar ia menjadi manusia yang sempurna. Hasil dari perintah dan larangan yang timbul dari norma kesusilaan itu pada manusia bergantung pada pribadi orang-seorang.Isi hatinya akan mengatakan perbuatan mana yang jahat. Hati nuraninya akan menentukan apakah ia akan melakukan sesuatu perbuatan. Misalnya: Hendaknya engkau berlaku jujur, hendaklah engkau berbuat baik terhadap sesama manusia, dll.
        Kaidah ini merupakan kaidah yang tertua dan menyangkut kehidupan pribadi manusia,bukan dalam kualitasnya sebagai makhluk sosial. Kaidah Kesusilaan ini bertujuan agar manusia memiliki akhlak yang baik demi mencapai kesempurnaan hidup manusia itu sendiri. Penerapan sanksinya berasal dari dalam diri manusia itu sendiri, bukan paksaan dari luar. Suara hati manusia menentukan perilaku mana yang baik dan perilaku mana yang tidak baik untuk dilakukan, sehingga kaidah kesusilaan ini bergantung pada pribadi manusia. Kaidah Kesusilaan mendorong manusia untuk berahklak mulia, juga melarang manusia mencuri, berbuat zina, dsb. Ia berasal dari dalam diri manusia sendiri, maka ancaman atas pelanggaran kaidah sosial adalah batin manusia.
        Agar manusia menjadi makhluk sempurna maka salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah mematuhi dan mentaati peraturan-peraturan yang bersumber dari hati sanubari. Akan tetapi tiap setiap yang keluar dari hari nurani dapat diakui sebagai norma kasusilaan, sebab hanya norma-norma kehidupan yang berupa bisikan hati sanubari (insan kamil) yang diakui dan diinsyafi oleh semua orang sebagai pedoman sikap dan perbuatan sehari-hari.kesusilaan memberikan peraturan-peraturan kepada manusia agar menjadi manusia yang sempurna.
      3.  Kaidah kesopanan
        Kaidah kesopanan adalah peraturan hidup yang timbul atau diadakan dalam suatu masyarakat, yang mengatur sopan santun dan perilaku dalam pergaulan hidup antar-sesama anggota masyarakat tertentu. Kaidah kesopanan ini didasarkan pada kebiasaan, kepantasan, atau kepatuhan yang berlaku dalam suatu masyarakat. Oleh karena itu kaidah kesopanan dinamakan pula kaidah sopan santun tata karma atau adat. Orang yang melakukan pelanggaran terhadap norma kesopanan akan dicela oleh sesame anggota masyarakatnya. Celaan itu tidak selalu dengan mulut, tetapi bisa dengan cara lain dan bentuk lain. Misalnya dibenci, dijauhi, dipandang tidak tahu tata karma, dll.
        Landasan kaidah kesopanan adalah kepatutan, kepantasan, dan kebiasaan yang berlaku pada masyarakat yang bersangkutan. Oleh sebab itu kaidah kesopanan seringkali disamkan dengan kaidah sopan santun, tata karma, atau adat, walaupun ada pakar hukum yang tidak mau menyamakan pengertian kebiasaan dengan adat dan sopan santun. Kaidah ini ditujukan pada sikap lahir manusia (sama dengan kaidah hukum) yang ditujukan pada pelakunya agar terwujud ketertiban masyarakat dan suasana keakraban dalam pergaulan. Tujuannya, pada hakikatnya bukan pada manusia sebagai pribadi, melainkan manusia sebagai makhluk sosial yang hidup bersama dalam kelompok masyarakat.
        Contoh-contoh kaidah kesopanan misalnya: Orang muda wajib menghormati orang yang lebih tua, Jika seseorang akan memasuki rumah orang lain harus minta izin lebih dahulu, Mempersilahkan duduk seorang wanita hamil yang berada dalam kendaraan umum yang sarat penumpang, Mengenakan pakaian pantas jika menghadiri pesta, dan lain lain.
      4.  Kaidah Hukum
        Kaidah Hukum adalah peraturan-peraturan yang dibuat atau yang dipositifkan secara resmi oleh penguasa masyarakat atau penguasa Negara, mengikat setiap orang dan berlakunya dapat dipaksakan oleh aparat masyarakat atau aparat Negara, sehingga berlakunya kaidah hukum dapat dipertahankan. Kaidah hukum ditujukan kepada sikap lahir manusia atau perbuatan konkrit yang dilakukan oleh manusia.
        Kaidah hukum tidak mempersoalkan apakah apakah sikap batin seseorang itu baik atau buruk, yang diperhatikannya adalah bagaimana perbuatan lahiriah orang itu. Kaidah hukum tidak akan member sanksi kepada seseorang yang mempunyai sikap batin yang buruk, tetapi yang akan diberi sanksi oleh kaidah hukum adalah perwujudan sikap batin yang buruk itu menjadi perbuatan nyata atau perbuatan konkrit. Namun demikian kaidah hukum tidak hanya memberikan kewajiban saja tetapi juga memberikan hak. Asal mula dan sanksi bagi pelanggar kaidah hukum datang dari luar diri manusia. Misalnya:
        • Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya (ps. 2 ayat 1 UU No. 1/1974).
        • Barang siapa sengaja merampas nyawa orang lain tanpa hak, diancam karena pembunuhan, dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun (ps. 338 KUHP)
        • Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lamalima tahun atau denda paling banyak enam puluh juta rupiah (ps. 362 KUHP).
        Ditinjau dari segi isinya kaidah hukum dapat dibagi dua, yaitu:
        a. Kaidah hukum yang berarti perintah, yang mau tidak mau harus di jalankan atau di taati seperti misalnya ketentuan dalam pasal 1 UU no.1 tahun 1947 yang menentukan, bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang berbahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang maha Esa.
        b. Kaidah hukum yang berisi larangan , seperti yang tercantum dalam pasal 8 UU no.1 tahun 1974 mengenai larangan perkawinan antara dua orang laki-laki dan perempuan dalam keadaan tertentu.
        Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, SH menggolongkan ke empat macam kaidah sosial di atas menjadi dua golongan yaitu:
        a. Tata kaidah dengan aspek pribadi, termasuk kelompok ini adalah kaidah agama atau kepercayaandan kaidah kesusilaan.
        b. Tata kaidah dengan aspek kehidupan antarpribadi, termasuk di dalamnya adalah kaidah kesopanan dan kaidah hukum.
        Kaidah agama atau kepercayaan sanksinya akan diterima oleh pelanggar kaidah ini nanti di akhirat, sehingga sanksi ini kurang berpengaruh kepada mereka yang tidak menganut agama atau kepercayyan tertentu. Kaidah kesusilaan sanksi-sanksinya akan dialami oleh pelanggarnya bila kemudian sadar bahwa ia melanggar kesusilaan, sehingga sanksi kaidah kesusilaanpun kurang berpengaruh bagi mereka yang tidak sadar akan perbuatannya.
        Kaidah kesopanan sanksinya memang dapat dialami oleh pelanggar kaidah ini, karena mereka yang melanggar kaidah kesopanan akan dikucilkan oleh masyarakat di mana mereka bertempat tinggal. Namun bagi mereka yang tidak perduli akan sanksi demikian tidak akan terpengaruh oleh sanksi tersebut sehinggga perbuatan mereka tidak akan diperbaiki.
        Oleh karena ketiga kaidah sosial tersebut di atas sanksinya kurang tegas maka kurang dapat menjamin ketertiban dan keteraturan masyarakat. Oleh karena itu sangat diperlukan kaidah hukum. Masalah yang diatur dalam kaidah hukum lebih lengkap jika dibandingkan dengan hal-hal yang diatur dalam ketiga kaidah sosial lainnya. Sanksi dari kaidah hukum relatif lebih tegas dan dapat dipaksakan oleh penguasa, sehingga kaidah sosial terakhir ini diharapkan dapat menjamin terciptanya ketertiban dan keadilan dalam masyarakat. Dengan adanya kaidah hukum diharapkan keamanan dan ketentraman masyarakat dapat diwujudkan.
      5. Perbedaan antara Kaidah Hukum dengan Kaidah-kaidah Sosial lainnya.
        Adapun perbedaan antara kaidah hukum dengan kaidah sosial lainnya dapat dilihat dari beberapa sudut, yaitu sebagai berikut:
        1.  Tujuan
          Kaidah hukum bertujuan untuk menciptakan tata tertib masyarakat dan memberi perlindungan terhadap manusia beserta kepentingannya. Kaidah agama, kaidah kesusilaaan bertujuan untuk memperbaiki pribadi manusia agar menjadi manusia baik.
          Kaidah kesopanan bertujuan untuk menertibkanmasyarakat agar tidak ada korban.
        2.  Isi
          Kaidah hukum memberikan hak dan kewajiban. Mengatur tingkah laku dan perbuatan lahir manusia di dalam hukum akan dirasakan puas kalau perbuatan manusia itu sudah sesuai dengan peraturan hukum. Kaidah agama, kaidah kesusilaan hanya memberikan kewajiban saja, dan berisi aturan yang ditujukan kepada sikap batin manusia. Kaidah kesopanan juga hanya memberikan kewajiban saja, yang isi aturannya ditujukan kepada sikap lahir manusia.
        3.  Asal usul sanksinya
          Kaidah hukum asal-usul sanksinya berasal dari luar dan dipaksakan oleh kekuasaan dari luar diri manusia, yaitu alat perlengkapan negara. Kaidah agama asal-usul sanksinya berasal dari luar dan dipaksakan oleh kekuasaan dari luar diri manusia, yaitu dari Tuhan.
          Kaidah kesusilaan asal-usul sanksinya berasal dari diri sendiri dan dipaksakan oleh suara hati masing-masing pelanggarnya. Kaidah kesopanan asal-usul sanksinya juga berasal dari kekuasaan luar yang memaksa, yaitu masyarakat.
        4. Sanksi
          Kaidah hukum sanksinya dipaksakan oleh masyarakat secara resmi.
          Kaidah agama sanksinya dipaksakan oleh Tuhan. Kaidah kesusilaan sanksinya dipaksakan oleh diri sendiri. Kaidah kesopanan sanksinya dipaksakan oleh masyarakat secara tidak resmi.
        5.  Sasarannya
          Kaidah hukum dan kaidah kesopanan sasaran aturannya ditujukan kepada perbuatan konkret (lahiriah). Kaidah agama dan kaidah kesusilaan sasaran aturannya ditujukan kepada sikap batin.
        6.  Relevansi antara kaidah hukum dengan kaidah sosial lainnya.
          Ada dua sifat dari hubungan kaidah hukum dengan kaidah sosial lainnya, yaitu hubungan yang bersifat positif dan yang bersifat negatif. Yang dimaksud dngan hubungan yang bersifat positif yaitu suatu hubungan yang saling mempengaruhi dan memperkuat diantara keduanya. Secara sederhana dapat kita ambil contoh sebagai berikut:
          Pertama, hubungan antara kaidah hukum dengan kaidah agama. Di dalam hal ini akan terlihat adanya hubungan yang erat diantara keduanya. Contoh kaidah agama yang menunjang tercapainya tujuan kaidah hukum. Jika manusia mematuhi kaidah agama, maka tidak akan ada manusia yang mempunyai sikap batin yang buruk hingga merencanakan perbuatan yang jahat. Dampak positifnya hubungan antara anggota masyarakat menjadi aman, tertib dan adil. Dengan demikian tujuan kaidah hukum akan tercapai. Sebaliknya jika sejak awal manusia itu jahat, maka manusia akan gampang melakukan pelanggaran terhadap kaidah hukum, dan apabila diketahui aparat penegak hukum maka kemungkinan besar ia akan menerima sanksi hukum. Lalu kemungkinan ia akan taubat dan apabila orang itu telah bertaubat maka sikap batinnya akan berubah mnjadi baik yang pada akhirnya ia akan patuh terhadap perintah Tuhan. Dengan demikian kaidah hukum mendukung tercapainya kaidah agama.
          Kedua, hubungan antara kaidah hukum dan kaidah kesusilaan. Kedua kaidah ini mempunyai hubungan yang erat, sebab keduanya saling melengkapi. Contohnya apabila suara hati setiap pribadi manusia menghendaki agar manusia itu selalu berbuat yang baik, maka pribadi manusia sebagai anggota masyarakat cenderung akan baik pula sehingga akan terjalin kehidupan masyarakat yang tertib dan damai. Dengan demikian tujuan hukum demi mewujudkan masyarakat yang tertib dan damai akan tercapai sebaliknya apabila seseorang pribadinya cenderung tidak baik, maka ia akan cenderung melakukan perbuatan yang tidak baik. Apabila pribadi yang tidak baik itu terwujud melalui perbuatan melanggar hukum, seharusnya ia mendapat sanksi yang tegas berupa hukuman. Disinilah letak hubungan yang saling melengkapi dan saling menunjang demi tercapainya tujuan masing-masing kaidah hukum dan kaidah kesusilaan.
          Ketiga, hubungan antara kaidah hukum dengan kaidah kesopanan. Kedua kaidah ini mempunyai hubungan yang saling mengisi dan saling melengkapi. Contohnya apabila anggota masyarakat dapat menerapkan kaidah kesopanan, maka ia akan berlaku dan bersikap sopan terhadap siapapun. Dampak positifnya setiap orang akan saling menghargai dan tidak saling mengganggu sehingga kehidupan masyarakar akan tertib dan damai pada akhirnya tujuan kaidah hukum akan tercapai. Sebaliknya apabila seseorang selalu melanggar kesopanan, kemungkinan besar dirnya akan dikucilkan. Keterasingannya dapat saja mengiring dia ke arah perbuatan yang dapat dikategorikan sebagai perbuatan melanggar hukum dan dia dapat dihukum. Dengan demikian, kaidah hukum juga dapat mendukung tercapainya kaidah kesopanan.
          Disamping hubungan yang positif tadi terdapat pula hubungan hukum dengan kaidah lainnya yang bersifat negatif. Istilah negatif dapat dartikan sebagai hubungan yang saling melemahkan atau bertentangan. Contohnya dalam salah satu agama saling membunuh itu dilarang, sebab ada anggapan bahwa mencabut nyawa seseorang itu adalah hak Tuhan bukan hak manusia. Akan tetapi dalam hukum perang dan undang-undang wajib militer menghancurkan dan membunuh musuh dibolehkan bahkan diharuskan.

 

 

 

 

 

BAB III
PENUTUP


A. Kesimpulan
1. Kaidah sosial pada hakikatnya merupakan perumusan suatu pandangan mengenai perilaku atau sikap yang seyogyanya dilakukan. Hal ini telah dijelaskan oleh Purnadi Purbacaraka dan Soekanto bahwa Kaedah adalah patokan atau ukuran ataupun pedoman untuk berperikelakuan atau sikap tindak dalam hidup.
2. Jenis-jenis kaidah sosial :
a. Kaidah Agama atau kaidah kepercayaan
b. Kaidah Kesusilaan
c. Kaidah Kesopanan
d. Kaidah hukum
3. Perbedaan antara kaidah hukum dengan kaidah sosial lainnya dapat dilihat dari beberapa sudut, yaitu sebagai berikut:
a. Tujuan
Kaedah hukum bertujuan untuk menciptakan tata tertib masyarakat dan memberi perlindungan terhadap manusia beserta kepentingannya. Kaidah agama, kaidah kesusilaaan bertujuan untuk memperbaiki pribadi manusia agar menjadi manusia baik.
Kaidah kesopanan bertujuan untuk menertibkanmasyarakat agar tidak ada korban.
b. Isi
Kaidah hukum memberikan hak dan kewajiban. Mengatur tingkah laku dan perbuatan lahir manusia di dalam hukum akan dirasakan puas kalau perbuatan manusia itu sudah sesuai dengan peraturan hukum. Kaidah agama, kaidah kesusilaan hanya memberikan kewajiban saja, dan berisi aturan yang ditujukan kepada sikap batin manusia. Kaidah kesopanan juga hanya memberikan kewajiban saja, yang isi aturannya ditujukan kepada sikap lahir manusia.
c. Asal usul sanksinya
Kaidah hukum asal-usul sanksinya berasal dari luar dan dipaksakan oleh kekuasaan dari luar diri manusia, yaitu alat perlengkapan negara. Kaidah agama asal-usul sanksinya berasal dari luar dan dipaksakan oleh kekuasaan dari luar diri manusia, yaitu dari Tuhan.
Kaidah kesusilaan asal-usul sanksinya berasal dari diri sendiri dan dipaksakan oleh suara hati masing-masing pelanggarnya. Kaidah kesopanan asal-usul sanksinya juga berasal dari kekuasaan luar yang memaksa, yaitu masyarakat.
d. Sanksi
Kaidah hukum sanksinya dipaksakan oleh masyarakat secara resmi.
Kaidah agama sanksinya dipaksakan oleh Tuhan. Kaidah kesusilaan sanksinya dipaksakan oleh diri sendiri. Kaidah kesopanan sanksinya dipaksakan oleh masyarakat secara tidak resmi.
e. Sasarannya
Kaidah hukum dan kaidah kesopanan sasaran aturannya ditujukan kepada perbuatan konkret (lahiriah). Kaidah agama dan kaidah kesusilaan sasaran aturannya ditujukan kepada sikap batin.
4. Relevansi antara kaidah hukum dengan kaidah sosial lainnya.
Ada dua sifat dari hubungan kaidah hukum dengan kaidah sosial lainnya, yaitu hubungan yang bersifat positif dan yang bersifat negatif. Yang dimaksud dngan hubungan yang bersifat positif yaitu suatu hubungan yang saling mempengaruhi dan memperkuat diantara keduanya. Contohnya apabila anggota masyarakat dapat menerapkan kaidah kesopanan, maka ia akan berlaku dan bersikap sopan terhadap siapapun. Dampak positifnya setiap orang akan saling menghargai dan tidak saling mengganggu sehingga kehidupan masyarakar akan tertib dan damai pada akhirnya tujuan kaidah hukum akan tercapai. dan hubungan hukum yang bersifat negatif dapat di artikan sebagai hubungan yang saling melemahkan atau bertentangan. Contohnya dalam salah satu agama saling membunuh itu dilarang, sebab ada anggapan bahwa mencabut nyawa seseorang itu adalah hak Tuhan bukan hak manusia. Akan tetapi dalam hukum perang dan undang-undang wajib militer menghancurkan dan membunuh musuh dibolehkan bahkan diharuskan.

 

In reply to Ita Prihantika

Re: PIH ANE (Kelas A)

by farida rahmawati -

Kelompok 6 :

  1.  Diantika Arum Legawati 1516041075
  2. Tyas Ajeng M.P 1516041099
  3. Wiwik S.S.A 1516041115
  4. Desta Rapanca 1516041065
  5. Farida Rahmawati 1516041015
  6. Sonia Gusti Mauliza 1516041125
  7. Voni Leorna 1516041073

 

Kaidah Sosial

BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang

Dalam masyarakat terdapat berbagai golongan dan aliran. Namun, walaupun golongan dan aliran itu beranekaragam dan masing-masing mempunyai kepentingan sendiri-sendiri, akan tetapi kepentingan bersama harus mengharuskan adanya ketertiban dalam kehidupan masyarakat itu.
Adapun orang yang memimpin kehidupan bersama yang mengatur tingkah laku manusia dalam masyarakat ialah peraturan hidup. Agar dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhannya dengan aman dan tentram tanpa gangguan, maka bagi tiap manusia perlu adanya suatu tata (orde = ordnung). Tata ini berwujud aturan-aturan yang menjadi pedoman bagi segala tingkah laku manusia dalam pergaulan hidup, sehingga kepentingan masing-masing dapat terpelihara dan terjamin. Setiap anggota masyarakat mengetahui hak dan kewajiban masing-masing. Tata itu lazim disebut Kaedah (berasal dari bahasa arab) atau Norma (berasal dari bahasa latin) atau Ukuran-Ukuran. Norma itu mempunyai dua macam isi, dan menurut isinya berwujud:
a. Perintah adalah keharusan bagi seseorang untuk berbuat sesuatu oleh karena akibat-akibatnya dipandang baik.
b. Larangan adalah keharusan bagi seseorang untuk tidak berbuat sesuatu oleh karena akibat-akibatnya dipandang tidak baik.


B. Rumusan Masalah

  1.  Apa yang dimaksud dengan kaidah sosial?
  2.  Apa saja jenis-jenis Kaidah Sosial itu?
  3. Bagaimana Perbedaan antara Kaidah Hukum dengan Kaidah-kaidah Sosial lainnya?
  4. Bagaimana Relevansi antara kaidah hukum dengan kaidah sosial lainnya?

 

 

BAB II
PEMBAHASAN

  1.  Pengertian Kaidah Sosial
    Kaidah sosial pada hakikatnya merupakan perumusan suatu pandangan mengenai perilaku atau sikap yang seyogyanya dilakukan. Hal ini telah dijelaskan oleh Purnadi Purbacaraka dan Soekanto bahwa Kaedah adalah patokan atau ukuran ataupun pedoman untuk berperikelakuan atau sikap tindak dalam hidup.
    Sifat kaidah sosial yaitu deskriptif, preskriptif dan normatif; sedangkan kaidah sosial itu terdiri dari kaidah agama, kaidah kesusilaan, kaidah kesopanan dan kaidah hukum. Dalam masyarakat sifat hubungannya adalah saling membutuhkan, pengaruh mempengaruhi dan tergantung satu sama lain. Hidup bermasyarakat agar kepentingan pribadi dan sosial terpenuhi dan terlindungi. Kedamaian dalam masyarakat terealisasi apabila ada ketenteraman dan ketertiban. Perilaku yang biasa dilakukan dalam kurun waktu yang lama dan diterima masyarakat dapat menjadi kaidah. Kaidah hukum perumusannya tegas dan disertai sanksi yang tegas dan dapat dipaksakan oleh instansi resmi. Orang bunuh diri menggambarkan, bagi yang bersangkutan sanksi dari kaidah kesusilaan lebih berat dibanding sanksi yang berasal dari kaidah hukum.
    Apa yang kita lihat sebagai suatu tatanan dalam masyarakat yaitu yang menciptakan hubungan-hubungan yang tetap dan teratur antara anggota-anggota masyarakat, sesungguhnya tidak merupakan suatu konsep yang tunggal yang kita lihat sebagai tatanan dari luar, pada hakikatnya di dalamnya terdiri dari suatu kompleks tatanan. Kita biasa menyebut tentang adanya suatu tatanan yang terdiri dari sub-sub tatanan. Sub-sub tatanan itu ialah : kebiasaan, hukum dan kesusilaan.
    Dengan demikian, maka ketertiban yang terdapat dalam masyarakat itu didukung oleh ketiga tatanan tersebut, yaitu:
    1.  Tatanan Kebiasaan yang terdiri dari norma-norma yang dekat sekali kenyataan.Kaidah ini tidak lain diangkat dari dunia kenyataan juga. Apa yang biasa dilakukan orang-orang kemudian menjelma menjadi norma kebiasaan,melalui ujian keteraturan , keajegan dan kesadaran untuk menerimanya sebagai kaidah oleh masyarakat.
    2.  Tatanan Hukum yang berpegangan kepada tatanan yang mulai menjauh daari pegangan kenyataan sehari-hari. Namun, proses penjauhan dan pelepasan diri itu belum berjalan secara seksama. Pada proses pembuatan hukum ini kita mulai melihat,bahwa tatanan ini didukung oleh norma-norma yang secara sengaja dan sadar dibuat untuk menegakkan suatu jenis ketertiban tertentu dalam masyarakat. Kehendak manusia merupakan faktor sentral yang memberikan ciri kepada tatanan hukum. Sebagai unsur pengambil keputusan, maka kehendak manusia ini bisa menerima dan juga bisa menolak.
    3. Tatanan Kesusilaan yang sama mutlaknya dengan kebiasaan hanya saja dalam kedudukannya terbalik. Kalau tatanan kebiasaan mutlak berpegangan pada kenyataan tingkah laku orang-orang, maka kesusilaan justru berpegangan pada ideal yang masih harus diwujudkan dalam masyarakat. Ideal-lah yang merupakan tolak ukur tatanan ini bagi menilai tingkah laku anggota-anggota masyarakat.
      Adapun perbedaan antara kesusilaan dan hukum terletak pada otoritas yang memutuskan apa yang akan diterima sebagai norma. Norma kesusilaan bukanlah sesuatu yang diciptakan oleh kehendak manusia, melainkan yang tinggal diterima begitu saja olehnya. Berbeda dengan hukum, maka bagi tatanan kesusilaan tidak ada unsur-unsur yang harus diramu.
      Sedangkan hukum mengikatkan diri kepada masyarakat sebagai basis sosialnya. Berarti ia harus memperhatikan kebutuham dan kepentingan-kepentingan anggota-anggota masyarakat serta memberikan pelayanan kepadanya. Dalam rangka proses memberikan perhatian terhadap penciptaan keadilan dalam masyarakat serta memberikan pelayanan terhadap kepentingan-kepentingan masyarakat. Hukum tidak selalu bisa memberikan keputusannya dengan segera, ia membutuhkan waktu untuk menimbang-nimbang, yang biasa memaka waktu lama sekali.
      Ketertiban masyarakat yang tampak dari luar itu, dari dalam didukung oleh lebih dari satu macam tatanan. Keadaan yang demikian itu memberikan pengaruhnya sendiri terhadap masalah efektifitas tatanan dalam masyarakat. Tetapi, dalam uraian di atas dapat diketahui bahwa masyarakat kita sesungguhnya merupakan suatu rimba tatanan, Karena di dalamnya tidak hanya terdapat satu macam tatanan. Sifat majemuk ini dilukiskan oleh Chambliss & Seidman sebagai berikut:
    4.  Jenis-jenis Kaidah Sosial
      Norma-norma yang mengatur segala macam hubungan antar-individu dalam masyarakat ada 3 macam, yaitu sebagai berikut:
      1.  Kaidah Agama atau kaidah kepercayaan
        Kaidah kepercayaan yaitu kaidah social yang asalnya dari Tuhan dan berisikan larangan-larangan, perintah-perintah dan anjuran-anjuran. Kaidah ini merupakan tuntunan hidup manusia untuk menuju ke arah yang baik dan benar. Kaidah agama mengatur tentang kewajiban-kewajiban manusia kepada Tuhan dan kepada dirinya sendiri. kaidah yang berpangkal pada kepercayaan adanya Yang Maha Kuasa. Pelanggaran terhadap kaidah agama berarti pelanggaran terhadap perintah Tuhan, yang akan mendapat hukum di akhirat kelak.
        Agama dalam arti sempit adalah hubungan antara Tuhan dan manusia.
        Hubungan itu mengandung kewajiban-kewajiban terhadap Tuhan,sebagai cinta terhadap Tuhan, dan percaya kepada Tuhan. Kewajiban-kewajiban itu benar-benar bersifat keagamaan sejati,yang karena isinya,diperbedakan baik dari kewajiban moril maupun dari kewajiban-kewajiban hukum. Tetapi hubungan antara Tuhan dan manusia, membawa juga kewajiban untuk menuruti kehendak Tuhan. Karena itu maka agama meliputi lapangan yang lebih luas daripada semata-mata hubungan antara Tuhan dan manusia.
        Kaidah agama terbagi dua, yaitu agama wahyu (samawi, sama’i, langit) dan agama budaya. Agama Wahyu adalah suatu ajaran Allah yang berisi perintah,larangan,dan kebolehan yang disampaikan kepada umat manusia berupa wahyu melalui Malaikat dan Rasul-Nya. Sedangkan agama budaya adalah ajaran yang dihasilkan oleh pikiran dan perasaan manusia secara kumulatif.
        Pada garis besarnya dan pada umumnya isi norma agama terdiri dari 3 hubungan, yakni: pertama peratura-peraturan yang memuat tata hubungan manusia dengan Tuhan secara vertical. Kedua, peraturan-peraturan yang memuat tata hubungan manusia dengan sesama manusia secara horizontal. Ketiga, peraturan-peraturan yang memuat tata hubungan manusia dengan alam sekitar.
        Tujuan dari kaidah kepercayaan ialah untuk menyempurnakan hidup manusia dan melarang manusia berbuat jahat/dosa. Kaidah ini hanya membebani kewajiban menurut perintah Tuhan dan tidak memberi hak. Kaidah Agama merupakan tuntunan hidup manusia untuk menuju kepada perbuatan dan kehidupan yang baik dan benar. Ia mengatur tentang kewajiban-kewajiban manusia kepada Tuhan dan pada dirinya sendiri.
        Contoh-contoh kaidah : Jangan menyekutukan Allah, Laksanakan shalat, Hormati dan berbaktilah kepada ibu-bapakmu, Jangan berlaku zalim di muka bumi, Jangan membunuh, Jangan berbuat cabul, dan lain-lain.
      2. Kaidah Kesusilaan
        Kaidah kesusilaan adalah kaidah/peraturan hidup yang berpangkal pada hati nurani manusia sendiri, yang membisikkan agar melakukan perbuatan-perbuatan yang baik dan meninggalkan perbuatan-perbuatan yang tercela, oleh karenanya kaidah kesusilaan bergantung pada setiap individu manusia masing-masing. Manusia itu berbuat baik atau berbuat buruk karena bisikan suara hatinya. Pelanggaran terhadap norma susila berarti melanggar perasaan baiknya sendiri yang berakibat penyesalan. Perbuatan yang tidak mengindahkan norma susila disebut asusila. Kaidah Kesusilaan ini ditujukan kepada sikap batin manusia, asalnya dari manusia itu sendiri,dan ancaman atas pelanggaran kaidah kesusilaan adalah dari batin manusia itu sendiri berupa rasa penyesalan. Oleh sebab itu kaidah kesusilaan bersifat Otonom, bukan meruppakan paksaan dari luar dirinya.
        Kesusilaan memberikan peraturan-peraturan kepada manusia agar ia menjadi manusia yang sempurna. Hasil dari perintah dan larangan yang timbul dari norma kesusilaan itu pada manusia bergantung pada pribadi orang-seorang.Isi hatinya akan mengatakan perbuatan mana yang jahat. Hati nuraninya akan menentukan apakah ia akan melakukan sesuatu perbuatan. Misalnya: Hendaknya engkau berlaku jujur, hendaklah engkau berbuat baik terhadap sesama manusia, dll.
        Kaidah ini merupakan kaidah yang tertua dan menyangkut kehidupan pribadi manusia,bukan dalam kualitasnya sebagai makhluk sosial. Kaidah Kesusilaan ini bertujuan agar manusia memiliki akhlak yang baik demi mencapai kesempurnaan hidup manusia itu sendiri. Penerapan sanksinya berasal dari dalam diri manusia itu sendiri, bukan paksaan dari luar. Suara hati manusia menentukan perilaku mana yang baik dan perilaku mana yang tidak baik untuk dilakukan, sehingga kaidah kesusilaan ini bergantung pada pribadi manusia. Kaidah Kesusilaan mendorong manusia untuk berahklak mulia, juga melarang manusia mencuri, berbuat zina, dsb. Ia berasal dari dalam diri manusia sendiri, maka ancaman atas pelanggaran kaidah sosial adalah batin manusia.
        Agar manusia menjadi makhluk sempurna maka salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah mematuhi dan mentaati peraturan-peraturan yang bersumber dari hati sanubari. Akan tetapi tiap setiap yang keluar dari hari nurani dapat diakui sebagai norma kasusilaan, sebab hanya norma-norma kehidupan yang berupa bisikan hati sanubari (insan kamil) yang diakui dan diinsyafi oleh semua orang sebagai pedoman sikap dan perbuatan sehari-hari.kesusilaan memberikan peraturan-peraturan kepada manusia agar menjadi manusia yang sempurna.
      3.  Kaidah kesopanan
        Kaidah kesopanan adalah peraturan hidup yang timbul atau diadakan dalam suatu masyarakat, yang mengatur sopan santun dan perilaku dalam pergaulan hidup antar-sesama anggota masyarakat tertentu. Kaidah kesopanan ini didasarkan pada kebiasaan, kepantasan, atau kepatuhan yang berlaku dalam suatu masyarakat. Oleh karena itu kaidah kesopanan dinamakan pula kaidah sopan santun tata karma atau adat. Orang yang melakukan pelanggaran terhadap norma kesopanan akan dicela oleh sesame anggota masyarakatnya. Celaan itu tidak selalu dengan mulut, tetapi bisa dengan cara lain dan bentuk lain. Misalnya dibenci, dijauhi, dipandang tidak tahu tata karma, dll.
        Landasan kaidah kesopanan adalah kepatutan, kepantasan, dan kebiasaan yang berlaku pada masyarakat yang bersangkutan. Oleh sebab itu kaidah kesopanan seringkali disamkan dengan kaidah sopan santun, tata karma, atau adat, walaupun ada pakar hukum yang tidak mau menyamakan pengertian kebiasaan dengan adat dan sopan santun. Kaidah ini ditujukan pada sikap lahir manusia (sama dengan kaidah hukum) yang ditujukan pada pelakunya agar terwujud ketertiban masyarakat dan suasana keakraban dalam pergaulan. Tujuannya, pada hakikatnya bukan pada manusia sebagai pribadi, melainkan manusia sebagai makhluk sosial yang hidup bersama dalam kelompok masyarakat.
        Contoh-contoh kaidah kesopanan misalnya: Orang muda wajib menghormati orang yang lebih tua, Jika seseorang akan memasuki rumah orang lain harus minta izin lebih dahulu, Mempersilahkan duduk seorang wanita hamil yang berada dalam kendaraan umum yang sarat penumpang, Mengenakan pakaian pantas jika menghadiri pesta, dan lain lain.
      4.  Kaidah Hukum
        Kaidah Hukum adalah peraturan-peraturan yang dibuat atau yang dipositifkan secara resmi oleh penguasa masyarakat atau penguasa Negara, mengikat setiap orang dan berlakunya dapat dipaksakan oleh aparat masyarakat atau aparat Negara, sehingga berlakunya kaidah hukum dapat dipertahankan. Kaidah hukum ditujukan kepada sikap lahir manusia atau perbuatan konkrit yang dilakukan oleh manusia.
        Kaidah hukum tidak mempersoalkan apakah apakah sikap batin seseorang itu baik atau buruk, yang diperhatikannya adalah bagaimana perbuatan lahiriah orang itu. Kaidah hukum tidak akan member sanksi kepada seseorang yang mempunyai sikap batin yang buruk, tetapi yang akan diberi sanksi oleh kaidah hukum adalah perwujudan sikap batin yang buruk itu menjadi perbuatan nyata atau perbuatan konkrit. Namun demikian kaidah hukum tidak hanya memberikan kewajiban saja tetapi juga memberikan hak. Asal mula dan sanksi bagi pelanggar kaidah hukum datang dari luar diri manusia. Misalnya:
        • Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya (ps. 2 ayat 1 UU No. 1/1974).
        • Barang siapa sengaja merampas nyawa orang lain tanpa hak, diancam karena pembunuhan, dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun (ps. 338 KUHP)
        • Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lamalima tahun atau denda paling banyak enam puluh juta rupiah (ps. 362 KUHP).
        Ditinjau dari segi isinya kaidah hukum dapat dibagi dua, yaitu:
        a. Kaidah hukum yang berarti perintah, yang mau tidak mau harus di jalankan atau di taati seperti misalnya ketentuan dalam pasal 1 UU no.1 tahun 1947 yang menentukan, bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang berbahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang maha Esa.
        b. Kaidah hukum yang berisi larangan , seperti yang tercantum dalam pasal 8 UU no.1 tahun 1974 mengenai larangan perkawinan antara dua orang laki-laki dan perempuan dalam keadaan tertentu.
        Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, SH menggolongkan ke empat macam kaidah sosial di atas menjadi dua golongan yaitu:
        a. Tata kaidah dengan aspek pribadi, termasuk kelompok ini adalah kaidah agama atau kepercayaandan kaidah kesusilaan.
        b. Tata kaidah dengan aspek kehidupan antarpribadi, termasuk di dalamnya adalah kaidah kesopanan dan kaidah hukum.
        Kaidah agama atau kepercayaan sanksinya akan diterima oleh pelanggar kaidah ini nanti di akhirat, sehingga sanksi ini kurang berpengaruh kepada mereka yang tidak menganut agama atau kepercayyan tertentu. Kaidah kesusilaan sanksi-sanksinya akan dialami oleh pelanggarnya bila kemudian sadar bahwa ia melanggar kesusilaan, sehingga sanksi kaidah kesusilaanpun kurang berpengaruh bagi mereka yang tidak sadar akan perbuatannya.
        Kaidah kesopanan sanksinya memang dapat dialami oleh pelanggar kaidah ini, karena mereka yang melanggar kaidah kesopanan akan dikucilkan oleh masyarakat di mana mereka bertempat tinggal. Namun bagi mereka yang tidak perduli akan sanksi demikian tidak akan terpengaruh oleh sanksi tersebut sehinggga perbuatan mereka tidak akan diperbaiki.
        Oleh karena ketiga kaidah sosial tersebut di atas sanksinya kurang tegas maka kurang dapat menjamin ketertiban dan keteraturan masyarakat. Oleh karena itu sangat diperlukan kaidah hukum. Masalah yang diatur dalam kaidah hukum lebih lengkap jika dibandingkan dengan hal-hal yang diatur dalam ketiga kaidah sosial lainnya. Sanksi dari kaidah hukum relatif lebih tegas dan dapat dipaksakan oleh penguasa, sehingga kaidah sosial terakhir ini diharapkan dapat menjamin terciptanya ketertiban dan keadilan dalam masyarakat. Dengan adanya kaidah hukum diharapkan keamanan dan ketentraman masyarakat dapat diwujudkan.
      5. Perbedaan antara Kaidah Hukum dengan Kaidah-kaidah Sosial lainnya.
        Adapun perbedaan antara kaidah hukum dengan kaidah sosial lainnya dapat dilihat dari beberapa sudut, yaitu sebagai berikut:
        1.  Tujuan
          Kaidah hukum bertujuan untuk menciptakan tata tertib masyarakat dan memberi perlindungan terhadap manusia beserta kepentingannya. Kaidah agama, kaidah kesusilaaan bertujuan untuk memperbaiki pribadi manusia agar menjadi manusia baik.
          Kaidah kesopanan bertujuan untuk menertibkanmasyarakat agar tidak ada korban.
        2.  Isi
          Kaidah hukum memberikan hak dan kewajiban. Mengatur tingkah laku dan perbuatan lahir manusia di dalam hukum akan dirasakan puas kalau perbuatan manusia itu sudah sesuai dengan peraturan hukum. Kaidah agama, kaidah kesusilaan hanya memberikan kewajiban saja, dan berisi aturan yang ditujukan kepada sikap batin manusia. Kaidah kesopanan juga hanya memberikan kewajiban saja, yang isi aturannya ditujukan kepada sikap lahir manusia.
        3.  Asal usul sanksinya
          Kaidah hukum asal-usul sanksinya berasal dari luar dan dipaksakan oleh kekuasaan dari luar diri manusia, yaitu alat perlengkapan negara. Kaidah agama asal-usul sanksinya berasal dari luar dan dipaksakan oleh kekuasaan dari luar diri manusia, yaitu dari Tuhan.
          Kaidah kesusilaan asal-usul sanksinya berasal dari diri sendiri dan dipaksakan oleh suara hati masing-masing pelanggarnya. Kaidah kesopanan asal-usul sanksinya juga berasal dari kekuasaan luar yang memaksa, yaitu masyarakat.
        4. Sanksi
          Kaidah hukum sanksinya dipaksakan oleh masyarakat secara resmi.
          Kaidah agama sanksinya dipaksakan oleh Tuhan. Kaidah kesusilaan sanksinya dipaksakan oleh diri sendiri. Kaidah kesopanan sanksinya dipaksakan oleh masyarakat secara tidak resmi.
        5.  Sasarannya
          Kaidah hukum dan kaidah kesopanan sasaran aturannya ditujukan kepada perbuatan konkret (lahiriah). Kaidah agama dan kaidah kesusilaan sasaran aturannya ditujukan kepada sikap batin.
        6.  Relevansi antara kaidah hukum dengan kaidah sosial lainnya.
          Ada dua sifat dari hubungan kaidah hukum dengan kaidah sosial lainnya, yaitu hubungan yang bersifat positif dan yang bersifat negatif. Yang dimaksud dngan hubungan yang bersifat positif yaitu suatu hubungan yang saling mempengaruhi dan memperkuat diantara keduanya. Secara sederhana dapat kita ambil contoh sebagai berikut:
          Pertama, hubungan antara kaidah hukum dengan kaidah agama. Di dalam hal ini akan terlihat adanya hubungan yang erat diantara keduanya. Contoh kaidah agama yang menunjang tercapainya tujuan kaidah hukum. Jika manusia mematuhi kaidah agama, maka tidak akan ada manusia yang mempunyai sikap batin yang buruk hingga merencanakan perbuatan yang jahat. Dampak positifnya hubungan antara anggota masyarakat menjadi aman, tertib dan adil. Dengan demikian tujuan kaidah hukum akan tercapai. Sebaliknya jika sejak awal manusia itu jahat, maka manusia akan gampang melakukan pelanggaran terhadap kaidah hukum, dan apabila diketahui aparat penegak hukum maka kemungkinan besar ia akan menerima sanksi hukum. Lalu kemungkinan ia akan taubat dan apabila orang itu telah bertaubat maka sikap batinnya akan berubah mnjadi baik yang pada akhirnya ia akan patuh terhadap perintah Tuhan. Dengan demikian kaidah hukum mendukung tercapainya kaidah agama.
          Kedua, hubungan antara kaidah hukum dan kaidah kesusilaan. Kedua kaidah ini mempunyai hubungan yang erat, sebab keduanya saling melengkapi. Contohnya apabila suara hati setiap pribadi manusia menghendaki agar manusia itu selalu berbuat yang baik, maka pribadi manusia sebagai anggota masyarakat cenderung akan baik pula sehingga akan terjalin kehidupan masyarakat yang tertib dan damai. Dengan demikian tujuan hukum demi mewujudkan masyarakat yang tertib dan damai akan tercapai sebaliknya apabila seseorang pribadinya cenderung tidak baik, maka ia akan cenderung melakukan perbuatan yang tidak baik. Apabila pribadi yang tidak baik itu terwujud melalui perbuatan melanggar hukum, seharusnya ia mendapat sanksi yang tegas berupa hukuman. Disinilah letak hubungan yang saling melengkapi dan saling menunjang demi tercapainya tujuan masing-masing kaidah hukum dan kaidah kesusilaan.
          Ketiga, hubungan antara kaidah hukum dengan kaidah kesopanan. Kedua kaidah ini mempunyai hubungan yang saling mengisi dan saling melengkapi. Contohnya apabila anggota masyarakat dapat menerapkan kaidah kesopanan, maka ia akan berlaku dan bersikap sopan terhadap siapapun. Dampak positifnya setiap orang akan saling menghargai dan tidak saling mengganggu sehingga kehidupan masyarakar akan tertib dan damai pada akhirnya tujuan kaidah hukum akan tercapai. Sebaliknya apabila seseorang selalu melanggar kesopanan, kemungkinan besar dirnya akan dikucilkan. Keterasingannya dapat saja mengiring dia ke arah perbuatan yang dapat dikategorikan sebagai perbuatan melanggar hukum dan dia dapat dihukum. Dengan demikian, kaidah hukum juga dapat mendukung tercapainya kaidah kesopanan.
          Disamping hubungan yang positif tadi terdapat pula hubungan hukum dengan kaidah lainnya yang bersifat negatif. Istilah negatif dapat dartikan sebagai hubungan yang saling melemahkan atau bertentangan. Contohnya dalam salah satu agama saling membunuh itu dilarang, sebab ada anggapan bahwa mencabut nyawa seseorang itu adalah hak Tuhan bukan hak manusia. Akan tetapi dalam hukum perang dan undang-undang wajib militer menghancurkan dan membunuh musuh dibolehkan bahkan diharuskan.

 

 

 

 

 

BAB III
PENUTUP


A. Kesimpulan
1. Kaidah sosial pada hakikatnya merupakan perumusan suatu pandangan mengenai perilaku atau sikap yang seyogyanya dilakukan. Hal ini telah dijelaskan oleh Purnadi Purbacaraka dan Soekanto bahwa Kaedah adalah patokan atau ukuran ataupun pedoman untuk berperikelakuan atau sikap tindak dalam hidup.
2. Jenis-jenis kaidah sosial :
a. Kaidah Agama atau kaidah kepercayaan
b. Kaidah Kesusilaan
c. Kaidah Kesopanan
d. Kaidah hukum
3. Perbedaan antara kaidah hukum dengan kaidah sosial lainnya dapat dilihat dari beberapa sudut, yaitu sebagai berikut:
a. Tujuan
Kaedah hukum bertujuan untuk menciptakan tata tertib masyarakat dan memberi perlindungan terhadap manusia beserta kepentingannya. Kaidah agama, kaidah kesusilaaan bertujuan untuk memperbaiki pribadi manusia agar menjadi manusia baik.
Kaidah kesopanan bertujuan untuk menertibkanmasyarakat agar tidak ada korban.
b. Isi
Kaidah hukum memberikan hak dan kewajiban. Mengatur tingkah laku dan perbuatan lahir manusia di dalam hukum akan dirasakan puas kalau perbuatan manusia itu sudah sesuai dengan peraturan hukum. Kaidah agama, kaidah kesusilaan hanya memberikan kewajiban saja, dan berisi aturan yang ditujukan kepada sikap batin manusia. Kaidah kesopanan juga hanya memberikan kewajiban saja, yang isi aturannya ditujukan kepada sikap lahir manusia.
c. Asal usul sanksinya
Kaidah hukum asal-usul sanksinya berasal dari luar dan dipaksakan oleh kekuasaan dari luar diri manusia, yaitu alat perlengkapan negara. Kaidah agama asal-usul sanksinya berasal dari luar dan dipaksakan oleh kekuasaan dari luar diri manusia, yaitu dari Tuhan.
Kaidah kesusilaan asal-usul sanksinya berasal dari diri sendiri dan dipaksakan oleh suara hati masing-masing pelanggarnya. Kaidah kesopanan asal-usul sanksinya juga berasal dari kekuasaan luar yang memaksa, yaitu masyarakat.
d. Sanksi
Kaidah hukum sanksinya dipaksakan oleh masyarakat secara resmi.
Kaidah agama sanksinya dipaksakan oleh Tuhan. Kaidah kesusilaan sanksinya dipaksakan oleh diri sendiri. Kaidah kesopanan sanksinya dipaksakan oleh masyarakat secara tidak resmi.
e. Sasarannya
Kaidah hukum dan kaidah kesopanan sasaran aturannya ditujukan kepada perbuatan konkret (lahiriah). Kaidah agama dan kaidah kesusilaan sasaran aturannya ditujukan kepada sikap batin.
4. Relevansi antara kaidah hukum dengan kaidah sosial lainnya.
Ada dua sifat dari hubungan kaidah hukum dengan kaidah sosial lainnya, yaitu hubungan yang bersifat positif dan yang bersifat negatif. Yang dimaksud dngan hubungan yang bersifat positif yaitu suatu hubungan yang saling mempengaruhi dan memperkuat diantara keduanya. Contohnya apabila anggota masyarakat dapat menerapkan kaidah kesopanan, maka ia akan berlaku dan bersikap sopan terhadap siapapun. Dampak positifnya setiap orang akan saling menghargai dan tidak saling mengganggu sehingga kehidupan masyarakar akan tertib dan damai pada akhirnya tujuan kaidah hukum akan tercapai. dan hubungan hukum yang bersifat negatif dapat di artikan sebagai hubungan yang saling melemahkan atau bertentangan. Contohnya dalam salah satu agama saling membunuh itu dilarang, sebab ada anggapan bahwa mencabut nyawa seseorang itu adalah hak Tuhan bukan hak manusia. Akan tetapi dalam hukum perang dan undang-undang wajib militer menghancurkan dan membunuh musuh dibolehkan bahkan diharuskan.

 

In reply to Ita Prihantika

Re: PIH ANE (Kelas A)

by Sonia Gusti Mauliza -

Kelompok 6 :

  1.  Diantika Arum Legawati 1516041075
  2. Tyas Ajeng M.P 1516041099
  3. Wiwik S.S.A 1516041115
  4. Desta Rapanca 1516041065
  5. Farida Rahmawati 1516041015
  6. Sonia Gusti Mauliza 1516041125
  7. Voni Leorna 1516041073

 

Kaidah Sosial

BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang

Dalam masyarakat terdapat berbagai golongan dan aliran. Namun, walaupun golongan dan aliran itu beranekaragam dan masing-masing mempunyai kepentingan sendiri-sendiri, akan tetapi kepentingan bersama harus mengharuskan adanya ketertiban dalam kehidupan masyarakat itu.
Adapun orang yang memimpin kehidupan bersama yang mengatur tingkah laku manusia dalam masyarakat ialah peraturan hidup. Agar dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhannya dengan aman dan tentram tanpa gangguan, maka bagi tiap manusia perlu adanya suatu tata (orde = ordnung). Tata ini berwujud aturan-aturan yang menjadi pedoman bagi segala tingkah laku manusia dalam pergaulan hidup, sehingga kepentingan masing-masing dapat terpelihara dan terjamin. Setiap anggota masyarakat mengetahui hak dan kewajiban masing-masing. Tata itu lazim disebut Kaedah (berasal dari bahasa arab) atau Norma (berasal dari bahasa latin) atau Ukuran-Ukuran. Norma itu mempunyai dua macam isi, dan menurut isinya berwujud:
a. Perintah adalah keharusan bagi seseorang untuk berbuat sesuatu oleh karena akibat-akibatnya dipandang baik.
b. Larangan adalah keharusan bagi seseorang untuk tidak berbuat sesuatu oleh karena akibat-akibatnya dipandang tidak baik.


B. Rumusan Masalah

  1.  Apa yang dimaksud dengan kaidah sosial?
  2.  Apa saja jenis-jenis Kaidah Sosial itu?
  3. Bagaimana Perbedaan antara Kaidah Hukum dengan Kaidah-kaidah Sosial lainnya?
  4. Bagaimana Relevansi antara kaidah hukum dengan kaidah sosial lainnya?

 

 

BAB II
PEMBAHASAN

  1.  Pengertian Kaidah Sosial
    Kaidah sosial pada hakikatnya merupakan perumusan suatu pandangan mengenai perilaku atau sikap yang seyogyanya dilakukan. Hal ini telah dijelaskan oleh Purnadi Purbacaraka dan Soekanto bahwa Kaedah adalah patokan atau ukuran ataupun pedoman untuk berperikelakuan atau sikap tindak dalam hidup.
    Sifat kaidah sosial yaitu deskriptif, preskriptif dan normatif; sedangkan kaidah sosial itu terdiri dari kaidah agama, kaidah kesusilaan, kaidah kesopanan dan kaidah hukum. Dalam masyarakat sifat hubungannya adalah saling membutuhkan, pengaruh mempengaruhi dan tergantung satu sama lain. Hidup bermasyarakat agar kepentingan pribadi dan sosial terpenuhi dan terlindungi. Kedamaian dalam masyarakat terealisasi apabila ada ketenteraman dan ketertiban. Perilaku yang biasa dilakukan dalam kurun waktu yang lama dan diterima masyarakat dapat menjadi kaidah. Kaidah hukum perumusannya tegas dan disertai sanksi yang tegas dan dapat dipaksakan oleh instansi resmi. Orang bunuh diri menggambarkan, bagi yang bersangkutan sanksi dari kaidah kesusilaan lebih berat dibanding sanksi yang berasal dari kaidah hukum.
    Apa yang kita lihat sebagai suatu tatanan dalam masyarakat yaitu yang menciptakan hubungan-hubungan yang tetap dan teratur antara anggota-anggota masyarakat, sesungguhnya tidak merupakan suatu konsep yang tunggal yang kita lihat sebagai tatanan dari luar, pada hakikatnya di dalamnya terdiri dari suatu kompleks tatanan. Kita biasa menyebut tentang adanya suatu tatanan yang terdiri dari sub-sub tatanan. Sub-sub tatanan itu ialah : kebiasaan, hukum dan kesusilaan.
    Dengan demikian, maka ketertiban yang terdapat dalam masyarakat itu didukung oleh ketiga tatanan tersebut, yaitu:
    1.  Tatanan Kebiasaan yang terdiri dari norma-norma yang dekat sekali kenyataan.Kaidah ini tidak lain diangkat dari dunia kenyataan juga. Apa yang biasa dilakukan orang-orang kemudian menjelma menjadi norma kebiasaan,melalui ujian keteraturan , keajegan dan kesadaran untuk menerimanya sebagai kaidah oleh masyarakat.
    2.  Tatanan Hukum yang berpegangan kepada tatanan yang mulai menjauh daari pegangan kenyataan sehari-hari. Namun, proses penjauhan dan pelepasan diri itu belum berjalan secara seksama. Pada proses pembuatan hukum ini kita mulai melihat,bahwa tatanan ini didukung oleh norma-norma yang secara sengaja dan sadar dibuat untuk menegakkan suatu jenis ketertiban tertentu dalam masyarakat. Kehendak manusia merupakan faktor sentral yang memberikan ciri kepada tatanan hukum. Sebagai unsur pengambil keputusan, maka kehendak manusia ini bisa menerima dan juga bisa menolak.
    3. Tatanan Kesusilaan yang sama mutlaknya dengan kebiasaan hanya saja dalam kedudukannya terbalik. Kalau tatanan kebiasaan mutlak berpegangan pada kenyataan tingkah laku orang-orang, maka kesusilaan justru berpegangan pada ideal yang masih harus diwujudkan dalam masyarakat. Ideal-lah yang merupakan tolak ukur tatanan ini bagi menilai tingkah laku anggota-anggota masyarakat.
      Adapun perbedaan antara kesusilaan dan hukum terletak pada otoritas yang memutuskan apa yang akan diterima sebagai norma. Norma kesusilaan bukanlah sesuatu yang diciptakan oleh kehendak manusia, melainkan yang tinggal diterima begitu saja olehnya. Berbeda dengan hukum, maka bagi tatanan kesusilaan tidak ada unsur-unsur yang harus diramu.
      Sedangkan hukum mengikatkan diri kepada masyarakat sebagai basis sosialnya. Berarti ia harus memperhatikan kebutuham dan kepentingan-kepentingan anggota-anggota masyarakat serta memberikan pelayanan kepadanya. Dalam rangka proses memberikan perhatian terhadap penciptaan keadilan dalam masyarakat serta memberikan pelayanan terhadap kepentingan-kepentingan masyarakat. Hukum tidak selalu bisa memberikan keputusannya dengan segera, ia membutuhkan waktu untuk menimbang-nimbang, yang biasa memaka waktu lama sekali.
      Ketertiban masyarakat yang tampak dari luar itu, dari dalam didukung oleh lebih dari satu macam tatanan. Keadaan yang demikian itu memberikan pengaruhnya sendiri terhadap masalah efektifitas tatanan dalam masyarakat. Tetapi, dalam uraian di atas dapat diketahui bahwa masyarakat kita sesungguhnya merupakan suatu rimba tatanan, Karena di dalamnya tidak hanya terdapat satu macam tatanan. Sifat majemuk ini dilukiskan oleh Chambliss & Seidman sebagai berikut:
    4.  Jenis-jenis Kaidah Sosial
      Norma-norma yang mengatur segala macam hubungan antar-individu dalam masyarakat ada 3 macam, yaitu sebagai berikut:
      1.  Kaidah Agama atau kaidah kepercayaan
        Kaidah kepercayaan yaitu kaidah social yang asalnya dari Tuhan dan berisikan larangan-larangan, perintah-perintah dan anjuran-anjuran. Kaidah ini merupakan tuntunan hidup manusia untuk menuju ke arah yang baik dan benar. Kaidah agama mengatur tentang kewajiban-kewajiban manusia kepada Tuhan dan kepada dirinya sendiri. kaidah yang berpangkal pada kepercayaan adanya Yang Maha Kuasa. Pelanggaran terhadap kaidah agama berarti pelanggaran terhadap perintah Tuhan, yang akan mendapat hukum di akhirat kelak.
        Agama dalam arti sempit adalah hubungan antara Tuhan dan manusia.
        Hubungan itu mengandung kewajiban-kewajiban terhadap Tuhan,sebagai cinta terhadap Tuhan, dan percaya kepada Tuhan. Kewajiban-kewajiban itu benar-benar bersifat keagamaan sejati,yang karena isinya,diperbedakan baik dari kewajiban moril maupun dari kewajiban-kewajiban hukum. Tetapi hubungan antara Tuhan dan manusia, membawa juga kewajiban untuk menuruti kehendak Tuhan. Karena itu maka agama meliputi lapangan yang lebih luas daripada semata-mata hubungan antara Tuhan dan manusia.
        Kaidah agama terbagi dua, yaitu agama wahyu (samawi, sama’i, langit) dan agama budaya. Agama Wahyu adalah suatu ajaran Allah yang berisi perintah,larangan,dan kebolehan yang disampaikan kepada umat manusia berupa wahyu melalui Malaikat dan Rasul-Nya. Sedangkan agama budaya adalah ajaran yang dihasilkan oleh pikiran dan perasaan manusia secara kumulatif.
        Pada garis besarnya dan pada umumnya isi norma agama terdiri dari 3 hubungan, yakni: pertama peratura-peraturan yang memuat tata hubungan manusia dengan Tuhan secara vertical. Kedua, peraturan-peraturan yang memuat tata hubungan manusia dengan sesama manusia secara horizontal. Ketiga, peraturan-peraturan yang memuat tata hubungan manusia dengan alam sekitar.
        Tujuan dari kaidah kepercayaan ialah untuk menyempurnakan hidup manusia dan melarang manusia berbuat jahat/dosa. Kaidah ini hanya membebani kewajiban menurut perintah Tuhan dan tidak memberi hak. Kaidah Agama merupakan tuntunan hidup manusia untuk menuju kepada perbuatan dan kehidupan yang baik dan benar. Ia mengatur tentang kewajiban-kewajiban manusia kepada Tuhan dan pada dirinya sendiri.
        Contoh-contoh kaidah : Jangan menyekutukan Allah, Laksanakan shalat, Hormati dan berbaktilah kepada ibu-bapakmu, Jangan berlaku zalim di muka bumi, Jangan membunuh, Jangan berbuat cabul, dan lain-lain.
      2. Kaidah Kesusilaan
        Kaidah kesusilaan adalah kaidah/peraturan hidup yang berpangkal pada hati nurani manusia sendiri, yang membisikkan agar melakukan perbuatan-perbuatan yang baik dan meninggalkan perbuatan-perbuatan yang tercela, oleh karenanya kaidah kesusilaan bergantung pada setiap individu manusia masing-masing. Manusia itu berbuat baik atau berbuat buruk karena bisikan suara hatinya. Pelanggaran terhadap norma susila berarti melanggar perasaan baiknya sendiri yang berakibat penyesalan. Perbuatan yang tidak mengindahkan norma susila disebut asusila. Kaidah Kesusilaan ini ditujukan kepada sikap batin manusia, asalnya dari manusia itu sendiri,dan ancaman atas pelanggaran kaidah kesusilaan adalah dari batin manusia itu sendiri berupa rasa penyesalan. Oleh sebab itu kaidah kesusilaan bersifat Otonom, bukan meruppakan paksaan dari luar dirinya.
        Kesusilaan memberikan peraturan-peraturan kepada manusia agar ia menjadi manusia yang sempurna. Hasil dari perintah dan larangan yang timbul dari norma kesusilaan itu pada manusia bergantung pada pribadi orang-seorang.Isi hatinya akan mengatakan perbuatan mana yang jahat. Hati nuraninya akan menentukan apakah ia akan melakukan sesuatu perbuatan. Misalnya: Hendaknya engkau berlaku jujur, hendaklah engkau berbuat baik terhadap sesama manusia, dll.
        Kaidah ini merupakan kaidah yang tertua dan menyangkut kehidupan pribadi manusia,bukan dalam kualitasnya sebagai makhluk sosial. Kaidah Kesusilaan ini bertujuan agar manusia memiliki akhlak yang baik demi mencapai kesempurnaan hidup manusia itu sendiri. Penerapan sanksinya berasal dari dalam diri manusia itu sendiri, bukan paksaan dari luar. Suara hati manusia menentukan perilaku mana yang baik dan perilaku mana yang tidak baik untuk dilakukan, sehingga kaidah kesusilaan ini bergantung pada pribadi manusia. Kaidah Kesusilaan mendorong manusia untuk berahklak mulia, juga melarang manusia mencuri, berbuat zina, dsb. Ia berasal dari dalam diri manusia sendiri, maka ancaman atas pelanggaran kaidah sosial adalah batin manusia.
        Agar manusia menjadi makhluk sempurna maka salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah mematuhi dan mentaati peraturan-peraturan yang bersumber dari hati sanubari. Akan tetapi tiap setiap yang keluar dari hari nurani dapat diakui sebagai norma kasusilaan, sebab hanya norma-norma kehidupan yang berupa bisikan hati sanubari (insan kamil) yang diakui dan diinsyafi oleh semua orang sebagai pedoman sikap dan perbuatan sehari-hari.kesusilaan memberikan peraturan-peraturan kepada manusia agar menjadi manusia yang sempurna.
      3.  Kaidah kesopanan
        Kaidah kesopanan adalah peraturan hidup yang timbul atau diadakan dalam suatu masyarakat, yang mengatur sopan santun dan perilaku dalam pergaulan hidup antar-sesama anggota masyarakat tertentu. Kaidah kesopanan ini didasarkan pada kebiasaan, kepantasan, atau kepatuhan yang berlaku dalam suatu masyarakat. Oleh karena itu kaidah kesopanan dinamakan pula kaidah sopan santun tata karma atau adat. Orang yang melakukan pelanggaran terhadap norma kesopanan akan dicela oleh sesame anggota masyarakatnya. Celaan itu tidak selalu dengan mulut, tetapi bisa dengan cara lain dan bentuk lain. Misalnya dibenci, dijauhi, dipandang tidak tahu tata karma, dll.
        Landasan kaidah kesopanan adalah kepatutan, kepantasan, dan kebiasaan yang berlaku pada masyarakat yang bersangkutan. Oleh sebab itu kaidah kesopanan seringkali disamkan dengan kaidah sopan santun, tata karma, atau adat, walaupun ada pakar hukum yang tidak mau menyamakan pengertian kebiasaan dengan adat dan sopan santun. Kaidah ini ditujukan pada sikap lahir manusia (sama dengan kaidah hukum) yang ditujukan pada pelakunya agar terwujud ketertiban masyarakat dan suasana keakraban dalam pergaulan. Tujuannya, pada hakikatnya bukan pada manusia sebagai pribadi, melainkan manusia sebagai makhluk sosial yang hidup bersama dalam kelompok masyarakat.
        Contoh-contoh kaidah kesopanan misalnya: Orang muda wajib menghormati orang yang lebih tua, Jika seseorang akan memasuki rumah orang lain harus minta izin lebih dahulu, Mempersilahkan duduk seorang wanita hamil yang berada dalam kendaraan umum yang sarat penumpang, Mengenakan pakaian pantas jika menghadiri pesta, dan lain lain.
      4.  Kaidah Hukum
        Kaidah Hukum adalah peraturan-peraturan yang dibuat atau yang dipositifkan secara resmi oleh penguasa masyarakat atau penguasa Negara, mengikat setiap orang dan berlakunya dapat dipaksakan oleh aparat masyarakat atau aparat Negara, sehingga berlakunya kaidah hukum dapat dipertahankan. Kaidah hukum ditujukan kepada sikap lahir manusia atau perbuatan konkrit yang dilakukan oleh manusia.
        Kaidah hukum tidak mempersoalkan apakah apakah sikap batin seseorang itu baik atau buruk, yang diperhatikannya adalah bagaimana perbuatan lahiriah orang itu. Kaidah hukum tidak akan member sanksi kepada seseorang yang mempunyai sikap batin yang buruk, tetapi yang akan diberi sanksi oleh kaidah hukum adalah perwujudan sikap batin yang buruk itu menjadi perbuatan nyata atau perbuatan konkrit. Namun demikian kaidah hukum tidak hanya memberikan kewajiban saja tetapi juga memberikan hak. Asal mula dan sanksi bagi pelanggar kaidah hukum datang dari luar diri manusia. Misalnya:
        • Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya (ps. 2 ayat 1 UU No. 1/1974).
        • Barang siapa sengaja merampas nyawa orang lain tanpa hak, diancam karena pembunuhan, dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun (ps. 338 KUHP)
        • Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lamalima tahun atau denda paling banyak enam puluh juta rupiah (ps. 362 KUHP).
        Ditinjau dari segi isinya kaidah hukum dapat dibagi dua, yaitu:
        a. Kaidah hukum yang berarti perintah, yang mau tidak mau harus di jalankan atau di taati seperti misalnya ketentuan dalam pasal 1 UU no.1 tahun 1947 yang menentukan, bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang berbahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang maha Esa.
        b. Kaidah hukum yang berisi larangan , seperti yang tercantum dalam pasal 8 UU no.1 tahun 1974 mengenai larangan perkawinan antara dua orang laki-laki dan perempuan dalam keadaan tertentu.
        Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, SH menggolongkan ke empat macam kaidah sosial di atas menjadi dua golongan yaitu:
        a. Tata kaidah dengan aspek pribadi, termasuk kelompok ini adalah kaidah agama atau kepercayaandan kaidah kesusilaan.
        b. Tata kaidah dengan aspek kehidupan antarpribadi, termasuk di dalamnya adalah kaidah kesopanan dan kaidah hukum.
        Kaidah agama atau kepercayaan sanksinya akan diterima oleh pelanggar kaidah ini nanti di akhirat, sehingga sanksi ini kurang berpengaruh kepada mereka yang tidak menganut agama atau kepercayyan tertentu. Kaidah kesusilaan sanksi-sanksinya akan dialami oleh pelanggarnya bila kemudian sadar bahwa ia melanggar kesusilaan, sehingga sanksi kaidah kesusilaanpun kurang berpengaruh bagi mereka yang tidak sadar akan perbuatannya.
        Kaidah kesopanan sanksinya memang dapat dialami oleh pelanggar kaidah ini, karena mereka yang melanggar kaidah kesopanan akan dikucilkan oleh masyarakat di mana mereka bertempat tinggal. Namun bagi mereka yang tidak perduli akan sanksi demikian tidak akan terpengaruh oleh sanksi tersebut sehinggga perbuatan mereka tidak akan diperbaiki.
        Oleh karena ketiga kaidah sosial tersebut di atas sanksinya kurang tegas maka kurang dapat menjamin ketertiban dan keteraturan masyarakat. Oleh karena itu sangat diperlukan kaidah hukum. Masalah yang diatur dalam kaidah hukum lebih lengkap jika dibandingkan dengan hal-hal yang diatur dalam ketiga kaidah sosial lainnya. Sanksi dari kaidah hukum relatif lebih tegas dan dapat dipaksakan oleh penguasa, sehingga kaidah sosial terakhir ini diharapkan dapat menjamin terciptanya ketertiban dan keadilan dalam masyarakat. Dengan adanya kaidah hukum diharapkan keamanan dan ketentraman masyarakat dapat diwujudkan.
      5. Perbedaan antara Kaidah Hukum dengan Kaidah-kaidah Sosial lainnya.
        Adapun perbedaan antara kaidah hukum dengan kaidah sosial lainnya dapat dilihat dari beberapa sudut, yaitu sebagai berikut:
        1.  Tujuan
          Kaidah hukum bertujuan untuk menciptakan tata tertib masyarakat dan memberi perlindungan terhadap manusia beserta kepentingannya. Kaidah agama, kaidah kesusilaaan bertujuan untuk memperbaiki pribadi manusia agar menjadi manusia baik.
          Kaidah kesopanan bertujuan untuk menertibkanmasyarakat agar tidak ada korban.
        2.  Isi
          Kaidah hukum memberikan hak dan kewajiban. Mengatur tingkah laku dan perbuatan lahir manusia di dalam hukum akan dirasakan puas kalau perbuatan manusia itu sudah sesuai dengan peraturan hukum. Kaidah agama, kaidah kesusilaan hanya memberikan kewajiban saja, dan berisi aturan yang ditujukan kepada sikap batin manusia. Kaidah kesopanan juga hanya memberikan kewajiban saja, yang isi aturannya ditujukan kepada sikap lahir manusia.
        3.  Asal usul sanksinya
          Kaidah hukum asal-usul sanksinya berasal dari luar dan dipaksakan oleh kekuasaan dari luar diri manusia, yaitu alat perlengkapan negara. Kaidah agama asal-usul sanksinya berasal dari luar dan dipaksakan oleh kekuasaan dari luar diri manusia, yaitu dari Tuhan.
          Kaidah kesusilaan asal-usul sanksinya berasal dari diri sendiri dan dipaksakan oleh suara hati masing-masing pelanggarnya. Kaidah kesopanan asal-usul sanksinya juga berasal dari kekuasaan luar yang memaksa, yaitu masyarakat.
        4. Sanksi
          Kaidah hukum sanksinya dipaksakan oleh masyarakat secara resmi.
          Kaidah agama sanksinya dipaksakan oleh Tuhan. Kaidah kesusilaan sanksinya dipaksakan oleh diri sendiri. Kaidah kesopanan sanksinya dipaksakan oleh masyarakat secara tidak resmi.
        5.  Sasarannya
          Kaidah hukum dan kaidah kesopanan sasaran aturannya ditujukan kepada perbuatan konkret (lahiriah). Kaidah agama dan kaidah kesusilaan sasaran aturannya ditujukan kepada sikap batin.
        6.  Relevansi antara kaidah hukum dengan kaidah sosial lainnya.
          Ada dua sifat dari hubungan kaidah hukum dengan kaidah sosial lainnya, yaitu hubungan yang bersifat positif dan yang bersifat negatif. Yang dimaksud dngan hubungan yang bersifat positif yaitu suatu hubungan yang saling mempengaruhi dan memperkuat diantara keduanya. Secara sederhana dapat kita ambil contoh sebagai berikut:
          Pertama, hubungan antara kaidah hukum dengan kaidah agama. Di dalam hal ini akan terlihat adanya hubungan yang erat diantara keduanya. Contoh kaidah agama yang menunjang tercapainya tujuan kaidah hukum. Jika manusia mematuhi kaidah agama, maka tidak akan ada manusia yang mempunyai sikap batin yang buruk hingga merencanakan perbuatan yang jahat. Dampak positifnya hubungan antara anggota masyarakat menjadi aman, tertib dan adil. Dengan demikian tujuan kaidah hukum akan tercapai. Sebaliknya jika sejak awal manusia itu jahat, maka manusia akan gampang melakukan pelanggaran terhadap kaidah hukum, dan apabila diketahui aparat penegak hukum maka kemungkinan besar ia akan menerima sanksi hukum. Lalu kemungkinan ia akan taubat dan apabila orang itu telah bertaubat maka sikap batinnya akan berubah mnjadi baik yang pada akhirnya ia akan patuh terhadap perintah Tuhan. Dengan demikian kaidah hukum mendukung tercapainya kaidah agama.
          Kedua, hubungan antara kaidah hukum dan kaidah kesusilaan. Kedua kaidah ini mempunyai hubungan yang erat, sebab keduanya saling melengkapi. Contohnya apabila suara hati setiap pribadi manusia menghendaki agar manusia itu selalu berbuat yang baik, maka pribadi manusia sebagai anggota masyarakat cenderung akan baik pula sehingga akan terjalin kehidupan masyarakat yang tertib dan damai. Dengan demikian tujuan hukum demi mewujudkan masyarakat yang tertib dan damai akan tercapai sebaliknya apabila seseorang pribadinya cenderung tidak baik, maka ia akan cenderung melakukan perbuatan yang tidak baik. Apabila pribadi yang tidak baik itu terwujud melalui perbuatan melanggar hukum, seharusnya ia mendapat sanksi yang tegas berupa hukuman. Disinilah letak hubungan yang saling melengkapi dan saling menunjang demi tercapainya tujuan masing-masing kaidah hukum dan kaidah kesusilaan.
          Ketiga, hubungan antara kaidah hukum dengan kaidah kesopanan. Kedua kaidah ini mempunyai hubungan yang saling mengisi dan saling melengkapi. Contohnya apabila anggota masyarakat dapat menerapkan kaidah kesopanan, maka ia akan berlaku dan bersikap sopan terhadap siapapun. Dampak positifnya setiap orang akan saling menghargai dan tidak saling mengganggu sehingga kehidupan masyarakar akan tertib dan damai pada akhirnya tujuan kaidah hukum akan tercapai. Sebaliknya apabila seseorang selalu melanggar kesopanan, kemungkinan besar dirnya akan dikucilkan. Keterasingannya dapat saja mengiring dia ke arah perbuatan yang dapat dikategorikan sebagai perbuatan melanggar hukum dan dia dapat dihukum. Dengan demikian, kaidah hukum juga dapat mendukung tercapainya kaidah kesopanan.
          Disamping hubungan yang positif tadi terdapat pula hubungan hukum dengan kaidah lainnya yang bersifat negatif. Istilah negatif dapat dartikan sebagai hubungan yang saling melemahkan atau bertentangan. Contohnya dalam salah satu agama saling membunuh itu dilarang, sebab ada anggapan bahwa mencabut nyawa seseorang itu adalah hak Tuhan bukan hak manusia. Akan tetapi dalam hukum perang dan undang-undang wajib militer menghancurkan dan membunuh musuh dibolehkan bahkan diharuskan.

 

 

 

 

 

BAB III
PENUTUP


A. Kesimpulan
1. Kaidah sosial pada hakikatnya merupakan perumusan suatu pandangan mengenai perilaku atau sikap yang seyogyanya dilakukan. Hal ini telah dijelaskan oleh Purnadi Purbacaraka dan Soekanto bahwa Kaedah adalah patokan atau ukuran ataupun pedoman untuk berperikelakuan atau sikap tindak dalam hidup.
2. Jenis-jenis kaidah sosial :
a. Kaidah Agama atau kaidah kepercayaan
b. Kaidah Kesusilaan
c. Kaidah Kesopanan
d. Kaidah hukum
3. Perbedaan antara kaidah hukum dengan kaidah sosial lainnya dapat dilihat dari beberapa sudut, yaitu sebagai berikut:
a. Tujuan
Kaedah hukum bertujuan untuk menciptakan tata tertib masyarakat dan memberi perlindungan terhadap manusia beserta kepentingannya. Kaidah agama, kaidah kesusilaaan bertujuan untuk memperbaiki pribadi manusia agar menjadi manusia baik.
Kaidah kesopanan bertujuan untuk menertibkanmasyarakat agar tidak ada korban.
b. Isi
Kaidah hukum memberikan hak dan kewajiban. Mengatur tingkah laku dan perbuatan lahir manusia di dalam hukum akan dirasakan puas kalau perbuatan manusia itu sudah sesuai dengan peraturan hukum. Kaidah agama, kaidah kesusilaan hanya memberikan kewajiban saja, dan berisi aturan yang ditujukan kepada sikap batin manusia. Kaidah kesopanan juga hanya memberikan kewajiban saja, yang isi aturannya ditujukan kepada sikap lahir manusia.
c. Asal usul sanksinya
Kaidah hukum asal-usul sanksinya berasal dari luar dan dipaksakan oleh kekuasaan dari luar diri manusia, yaitu alat perlengkapan negara. Kaidah agama asal-usul sanksinya berasal dari luar dan dipaksakan oleh kekuasaan dari luar diri manusia, yaitu dari Tuhan.
Kaidah kesusilaan asal-usul sanksinya berasal dari diri sendiri dan dipaksakan oleh suara hati masing-masing pelanggarnya. Kaidah kesopanan asal-usul sanksinya juga berasal dari kekuasaan luar yang memaksa, yaitu masyarakat.
d. Sanksi
Kaidah hukum sanksinya dipaksakan oleh masyarakat secara resmi.
Kaidah agama sanksinya dipaksakan oleh Tuhan. Kaidah kesusilaan sanksinya dipaksakan oleh diri sendiri. Kaidah kesopanan sanksinya dipaksakan oleh masyarakat secara tidak resmi.
e. Sasarannya
Kaidah hukum dan kaidah kesopanan sasaran aturannya ditujukan kepada perbuatan konkret (lahiriah). Kaidah agama dan kaidah kesusilaan sasaran aturannya ditujukan kepada sikap batin.
4. Relevansi antara kaidah hukum dengan kaidah sosial lainnya.
Ada dua sifat dari hubungan kaidah hukum dengan kaidah sosial lainnya, yaitu hubungan yang bersifat positif dan yang bersifat negatif. Yang dimaksud dngan hubungan yang bersifat positif yaitu suatu hubungan yang saling mempengaruhi dan memperkuat diantara keduanya. Contohnya apabila anggota masyarakat dapat menerapkan kaidah kesopanan, maka ia akan berlaku dan bersikap sopan terhadap siapapun. Dampak positifnya setiap orang akan saling menghargai dan tidak saling mengganggu sehingga kehidupan masyarakar akan tertib dan damai pada akhirnya tujuan kaidah hukum akan tercapai. dan hubungan hukum yang bersifat negatif dapat di artikan sebagai hubungan yang saling melemahkan atau bertentangan. Contohnya dalam salah satu agama saling membunuh itu dilarang, sebab ada anggapan bahwa mencabut nyawa seseorang itu adalah hak Tuhan bukan hak manusia. Akan tetapi dalam hukum perang dan undang-undang wajib militer menghancurkan dan membunuh musuh dibolehkan bahkan diharuskan.

 

In reply to Ita Prihantika

Re: PIH ANE (Kelas A)

by Tyas Ajeng Martha Palupi -

Kelompok 6 :

  1.  Diantika Arum Legawati 1516041075
  2. Tyas Ajeng M.P 1516041099
  3. Wiwik S.S.A 1516041115
  4. Desta Rapanca 1516041065
  5. Farida Rahmawati 1516041015
  6. Sonia Gusti Mauliza 1516041125
  7. Voni Leorna 1516041073

 

Kaidah Sosial

BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang

Dalam masyarakat terdapat berbagai golongan dan aliran. Namun, walaupun golongan dan aliran itu beranekaragam dan masing-masing mempunyai kepentingan sendiri-sendiri, akan tetapi kepentingan bersama harus mengharuskan adanya ketertiban dalam kehidupan masyarakat itu.
Adapun orang yang memimpin kehidupan bersama yang mengatur tingkah laku manusia dalam masyarakat ialah peraturan hidup. Agar dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhannya dengan aman dan tentram tanpa gangguan, maka bagi tiap manusia perlu adanya suatu tata (orde = ordnung). Tata ini berwujud aturan-aturan yang menjadi pedoman bagi segala tingkah laku manusia dalam pergaulan hidup, sehingga kepentingan masing-masing dapat terpelihara dan terjamin. Setiap anggota masyarakat mengetahui hak dan kewajiban masing-masing. Tata itu lazim disebut Kaedah (berasal dari bahasa arab) atau Norma (berasal dari bahasa latin) atau Ukuran-Ukuran. Norma itu mempunyai dua macam isi, dan menurut isinya berwujud:
a. Perintah adalah keharusan bagi seseorang untuk berbuat sesuatu oleh karena akibat-akibatnya dipandang baik.
b. Larangan adalah keharusan bagi seseorang untuk tidak berbuat sesuatu oleh karena akibat-akibatnya dipandang tidak baik.


B. Rumusan Masalah

  1.  Apa yang dimaksud dengan kaidah sosial?
  2.  Apa saja jenis-jenis Kaidah Sosial itu?
  3. Bagaimana Perbedaan antara Kaidah Hukum dengan Kaidah-kaidah Sosial lainnya?
  4. Bagaimana Relevansi antara kaidah hukum dengan kaidah sosial lainnya?

 

 

BAB II
PEMBAHASAN

  1.  Pengertian Kaidah Sosial
    Kaidah sosial pada hakikatnya merupakan perumusan suatu pandangan mengenai perilaku atau sikap yang seyogyanya dilakukan. Hal ini telah dijelaskan oleh Purnadi Purbacaraka dan Soekanto bahwa Kaedah adalah patokan atau ukuran ataupun pedoman untuk berperikelakuan atau sikap tindak dalam hidup.
    Sifat kaidah sosial yaitu deskriptif, preskriptif dan normatif; sedangkan kaidah sosial itu terdiri dari kaidah agama, kaidah kesusilaan, kaidah kesopanan dan kaidah hukum. Dalam masyarakat sifat hubungannya adalah saling membutuhkan, pengaruh mempengaruhi dan tergantung satu sama lain. Hidup bermasyarakat agar kepentingan pribadi dan sosial terpenuhi dan terlindungi. Kedamaian dalam masyarakat terealisasi apabila ada ketenteraman dan ketertiban. Perilaku yang biasa dilakukan dalam kurun waktu yang lama dan diterima masyarakat dapat menjadi kaidah. Kaidah hukum perumusannya tegas dan disertai sanksi yang tegas dan dapat dipaksakan oleh instansi resmi. Orang bunuh diri menggambarkan, bagi yang bersangkutan sanksi dari kaidah kesusilaan lebih berat dibanding sanksi yang berasal dari kaidah hukum.
    Apa yang kita lihat sebagai suatu tatanan dalam masyarakat yaitu yang menciptakan hubungan-hubungan yang tetap dan teratur antara anggota-anggota masyarakat, sesungguhnya tidak merupakan suatu konsep yang tunggal yang kita lihat sebagai tatanan dari luar, pada hakikatnya di dalamnya terdiri dari suatu kompleks tatanan. Kita biasa menyebut tentang adanya suatu tatanan yang terdiri dari sub-sub tatanan. Sub-sub tatanan itu ialah : kebiasaan, hukum dan kesusilaan.
    Dengan demikian, maka ketertiban yang terdapat dalam masyarakat itu didukung oleh ketiga tatanan tersebut, yaitu:
    1.  Tatanan Kebiasaan yang terdiri dari norma-norma yang dekat sekali kenyataan.Kaidah ini tidak lain diangkat dari dunia kenyataan juga. Apa yang biasa dilakukan orang-orang kemudian menjelma menjadi norma kebiasaan,melalui ujian keteraturan , keajegan dan kesadaran untuk menerimanya sebagai kaidah oleh masyarakat.
    2.  Tatanan Hukum yang berpegangan kepada tatanan yang mulai menjauh daari pegangan kenyataan sehari-hari. Namun, proses penjauhan dan pelepasan diri itu belum berjalan secara seksama. Pada proses pembuatan hukum ini kita mulai melihat,bahwa tatanan ini didukung oleh norma-norma yang secara sengaja dan sadar dibuat untuk menegakkan suatu jenis ketertiban tertentu dalam masyarakat. Kehendak manusia merupakan faktor sentral yang memberikan ciri kepada tatanan hukum. Sebagai unsur pengambil keputusan, maka kehendak manusia ini bisa menerima dan juga bisa menolak.
    3. Tatanan Kesusilaan yang sama mutlaknya dengan kebiasaan hanya saja dalam kedudukannya terbalik. Kalau tatanan kebiasaan mutlak berpegangan pada kenyataan tingkah laku orang-orang, maka kesusilaan justru berpegangan pada ideal yang masih harus diwujudkan dalam masyarakat. Ideal-lah yang merupakan tolak ukur tatanan ini bagi menilai tingkah laku anggota-anggota masyarakat.
      Adapun perbedaan antara kesusilaan dan hukum terletak pada otoritas yang memutuskan apa yang akan diterima sebagai norma. Norma kesusilaan bukanlah sesuatu yang diciptakan oleh kehendak manusia, melainkan yang tinggal diterima begitu saja olehnya. Berbeda dengan hukum, maka bagi tatanan kesusilaan tidak ada unsur-unsur yang harus diramu.
      Sedangkan hukum mengikatkan diri kepada masyarakat sebagai basis sosialnya. Berarti ia harus memperhatikan kebutuham dan kepentingan-kepentingan anggota-anggota masyarakat serta memberikan pelayanan kepadanya. Dalam rangka proses memberikan perhatian terhadap penciptaan keadilan dalam masyarakat serta memberikan pelayanan terhadap kepentingan-kepentingan masyarakat. Hukum tidak selalu bisa memberikan keputusannya dengan segera, ia membutuhkan waktu untuk menimbang-nimbang, yang biasa memaka waktu lama sekali.
      Ketertiban masyarakat yang tampak dari luar itu, dari dalam didukung oleh lebih dari satu macam tatanan. Keadaan yang demikian itu memberikan pengaruhnya sendiri terhadap masalah efektifitas tatanan dalam masyarakat. Tetapi, dalam uraian di atas dapat diketahui bahwa masyarakat kita sesungguhnya merupakan suatu rimba tatanan, Karena di dalamnya tidak hanya terdapat satu macam tatanan. Sifat majemuk ini dilukiskan oleh Chambliss & Seidman sebagai berikut:
    4.  Jenis-jenis Kaidah Sosial
      Norma-norma yang mengatur segala macam hubungan antar-individu dalam masyarakat ada 3 macam, yaitu sebagai berikut:
      1.  Kaidah Agama atau kaidah kepercayaan
        Kaidah kepercayaan yaitu kaidah social yang asalnya dari Tuhan dan berisikan larangan-larangan, perintah-perintah dan anjuran-anjuran. Kaidah ini merupakan tuntunan hidup manusia untuk menuju ke arah yang baik dan benar. Kaidah agama mengatur tentang kewajiban-kewajiban manusia kepada Tuhan dan kepada dirinya sendiri. kaidah yang berpangkal pada kepercayaan adanya Yang Maha Kuasa. Pelanggaran terhadap kaidah agama berarti pelanggaran terhadap perintah Tuhan, yang akan mendapat hukum di akhirat kelak.
        Agama dalam arti sempit adalah hubungan antara Tuhan dan manusia.
        Hubungan itu mengandung kewajiban-kewajiban terhadap Tuhan,sebagai cinta terhadap Tuhan, dan percaya kepada Tuhan. Kewajiban-kewajiban itu benar-benar bersifat keagamaan sejati,yang karena isinya,diperbedakan baik dari kewajiban moril maupun dari kewajiban-kewajiban hukum. Tetapi hubungan antara Tuhan dan manusia, membawa juga kewajiban untuk menuruti kehendak Tuhan. Karena itu maka agama meliputi lapangan yang lebih luas daripada semata-mata hubungan antara Tuhan dan manusia.
        Kaidah agama terbagi dua, yaitu agama wahyu (samawi, sama’i, langit) dan agama budaya. Agama Wahyu adalah suatu ajaran Allah yang berisi perintah,larangan,dan kebolehan yang disampaikan kepada umat manusia berupa wahyu melalui Malaikat dan Rasul-Nya. Sedangkan agama budaya adalah ajaran yang dihasilkan oleh pikiran dan perasaan manusia secara kumulatif.
        Pada garis besarnya dan pada umumnya isi norma agama terdiri dari 3 hubungan, yakni: pertama peratura-peraturan yang memuat tata hubungan manusia dengan Tuhan secara vertical. Kedua, peraturan-peraturan yang memuat tata hubungan manusia dengan sesama manusia secara horizontal. Ketiga, peraturan-peraturan yang memuat tata hubungan manusia dengan alam sekitar.
        Tujuan dari kaidah kepercayaan ialah untuk menyempurnakan hidup manusia dan melarang manusia berbuat jahat/dosa. Kaidah ini hanya membebani kewajiban menurut perintah Tuhan dan tidak memberi hak. Kaidah Agama merupakan tuntunan hidup manusia untuk menuju kepada perbuatan dan kehidupan yang baik dan benar. Ia mengatur tentang kewajiban-kewajiban manusia kepada Tuhan dan pada dirinya sendiri.
        Contoh-contoh kaidah : Jangan menyekutukan Allah, Laksanakan shalat, Hormati dan berbaktilah kepada ibu-bapakmu, Jangan berlaku zalim di muka bumi, Jangan membunuh, Jangan berbuat cabul, dan lain-lain.
      2. Kaidah Kesusilaan
        Kaidah kesusilaan adalah kaidah/peraturan hidup yang berpangkal pada hati nurani manusia sendiri, yang membisikkan agar melakukan perbuatan-perbuatan yang baik dan meninggalkan perbuatan-perbuatan yang tercela, oleh karenanya kaidah kesusilaan bergantung pada setiap individu manusia masing-masing. Manusia itu berbuat baik atau berbuat buruk karena bisikan suara hatinya. Pelanggaran terhadap norma susila berarti melanggar perasaan baiknya sendiri yang berakibat penyesalan. Perbuatan yang tidak mengindahkan norma susila disebut asusila. Kaidah Kesusilaan ini ditujukan kepada sikap batin manusia, asalnya dari manusia itu sendiri,dan ancaman atas pelanggaran kaidah kesusilaan adalah dari batin manusia itu sendiri berupa rasa penyesalan. Oleh sebab itu kaidah kesusilaan bersifat Otonom, bukan meruppakan paksaan dari luar dirinya.
        Kesusilaan memberikan peraturan-peraturan kepada manusia agar ia menjadi manusia yang sempurna. Hasil dari perintah dan larangan yang timbul dari norma kesusilaan itu pada manusia bergantung pada pribadi orang-seorang.Isi hatinya akan mengatakan perbuatan mana yang jahat. Hati nuraninya akan menentukan apakah ia akan melakukan sesuatu perbuatan. Misalnya: Hendaknya engkau berlaku jujur, hendaklah engkau berbuat baik terhadap sesama manusia, dll.
        Kaidah ini merupakan kaidah yang tertua dan menyangkut kehidupan pribadi manusia,bukan dalam kualitasnya sebagai makhluk sosial. Kaidah Kesusilaan ini bertujuan agar manusia memiliki akhlak yang baik demi mencapai kesempurnaan hidup manusia itu sendiri. Penerapan sanksinya berasal dari dalam diri manusia itu sendiri, bukan paksaan dari luar. Suara hati manusia menentukan perilaku mana yang baik dan perilaku mana yang tidak baik untuk dilakukan, sehingga kaidah kesusilaan ini bergantung pada pribadi manusia. Kaidah Kesusilaan mendorong manusia untuk berahklak mulia, juga melarang manusia mencuri, berbuat zina, dsb. Ia berasal dari dalam diri manusia sendiri, maka ancaman atas pelanggaran kaidah sosial adalah batin manusia.
        Agar manusia menjadi makhluk sempurna maka salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah mematuhi dan mentaati peraturan-peraturan yang bersumber dari hati sanubari. Akan tetapi tiap setiap yang keluar dari hari nurani dapat diakui sebagai norma kasusilaan, sebab hanya norma-norma kehidupan yang berupa bisikan hati sanubari (insan kamil) yang diakui dan diinsyafi oleh semua orang sebagai pedoman sikap dan perbuatan sehari-hari.kesusilaan memberikan peraturan-peraturan kepada manusia agar menjadi manusia yang sempurna.
      3.  Kaidah kesopanan
        Kaidah kesopanan adalah peraturan hidup yang timbul atau diadakan dalam suatu masyarakat, yang mengatur sopan santun dan perilaku dalam pergaulan hidup antar-sesama anggota masyarakat tertentu. Kaidah kesopanan ini didasarkan pada kebiasaan, kepantasan, atau kepatuhan yang berlaku dalam suatu masyarakat. Oleh karena itu kaidah kesopanan dinamakan pula kaidah sopan santun tata karma atau adat. Orang yang melakukan pelanggaran terhadap norma kesopanan akan dicela oleh sesame anggota masyarakatnya. Celaan itu tidak selalu dengan mulut, tetapi bisa dengan cara lain dan bentuk lain. Misalnya dibenci, dijauhi, dipandang tidak tahu tata karma, dll.
        Landasan kaidah kesopanan adalah kepatutan, kepantasan, dan kebiasaan yang berlaku pada masyarakat yang bersangkutan. Oleh sebab itu kaidah kesopanan seringkali disamkan dengan kaidah sopan santun, tata karma, atau adat, walaupun ada pakar hukum yang tidak mau menyamakan pengertian kebiasaan dengan adat dan sopan santun. Kaidah ini ditujukan pada sikap lahir manusia (sama dengan kaidah hukum) yang ditujukan pada pelakunya agar terwujud ketertiban masyarakat dan suasana keakraban dalam pergaulan. Tujuannya, pada hakikatnya bukan pada manusia sebagai pribadi, melainkan manusia sebagai makhluk sosial yang hidup bersama dalam kelompok masyarakat.
        Contoh-contoh kaidah kesopanan misalnya: Orang muda wajib menghormati orang yang lebih tua, Jika seseorang akan memasuki rumah orang lain harus minta izin lebih dahulu, Mempersilahkan duduk seorang wanita hamil yang berada dalam kendaraan umum yang sarat penumpang, Mengenakan pakaian pantas jika menghadiri pesta, dan lain lain.
      4.  Kaidah Hukum
        Kaidah Hukum adalah peraturan-peraturan yang dibuat atau yang dipositifkan secara resmi oleh penguasa masyarakat atau penguasa Negara, mengikat setiap orang dan berlakunya dapat dipaksakan oleh aparat masyarakat atau aparat Negara, sehingga berlakunya kaidah hukum dapat dipertahankan. Kaidah hukum ditujukan kepada sikap lahir manusia atau perbuatan konkrit yang dilakukan oleh manusia.
        Kaidah hukum tidak mempersoalkan apakah apakah sikap batin seseorang itu baik atau buruk, yang diperhatikannya adalah bagaimana perbuatan lahiriah orang itu. Kaidah hukum tidak akan member sanksi kepada seseorang yang mempunyai sikap batin yang buruk, tetapi yang akan diberi sanksi oleh kaidah hukum adalah perwujudan sikap batin yang buruk itu menjadi perbuatan nyata atau perbuatan konkrit. Namun demikian kaidah hukum tidak hanya memberikan kewajiban saja tetapi juga memberikan hak. Asal mula dan sanksi bagi pelanggar kaidah hukum datang dari luar diri manusia. Misalnya:
        • Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya (ps. 2 ayat 1 UU No. 1/1974).
        • Barang siapa sengaja merampas nyawa orang lain tanpa hak, diancam karena pembunuhan, dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun (ps. 338 KUHP)
        • Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lamalima tahun atau denda paling banyak enam puluh juta rupiah (ps. 362 KUHP).
        Ditinjau dari segi isinya kaidah hukum dapat dibagi dua, yaitu:
        a. Kaidah hukum yang berarti perintah, yang mau tidak mau harus di jalankan atau di taati seperti misalnya ketentuan dalam pasal 1 UU no.1 tahun 1947 yang menentukan, bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang berbahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang maha Esa.
        b. Kaidah hukum yang berisi larangan , seperti yang tercantum dalam pasal 8 UU no.1 tahun 1974 mengenai larangan perkawinan antara dua orang laki-laki dan perempuan dalam keadaan tertentu.
        Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, SH menggolongkan ke empat macam kaidah sosial di atas menjadi dua golongan yaitu:
        a. Tata kaidah dengan aspek pribadi, termasuk kelompok ini adalah kaidah agama atau kepercayaandan kaidah kesusilaan.
        b. Tata kaidah dengan aspek kehidupan antarpribadi, termasuk di dalamnya adalah kaidah kesopanan dan kaidah hukum.
        Kaidah agama atau kepercayaan sanksinya akan diterima oleh pelanggar kaidah ini nanti di akhirat, sehingga sanksi ini kurang berpengaruh kepada mereka yang tidak menganut agama atau kepercayyan tertentu. Kaidah kesusilaan sanksi-sanksinya akan dialami oleh pelanggarnya bila kemudian sadar bahwa ia melanggar kesusilaan, sehingga sanksi kaidah kesusilaanpun kurang berpengaruh bagi mereka yang tidak sadar akan perbuatannya.
        Kaidah kesopanan sanksinya memang dapat dialami oleh pelanggar kaidah ini, karena mereka yang melanggar kaidah kesopanan akan dikucilkan oleh masyarakat di mana mereka bertempat tinggal. Namun bagi mereka yang tidak perduli akan sanksi demikian tidak akan terpengaruh oleh sanksi tersebut sehinggga perbuatan mereka tidak akan diperbaiki.
        Oleh karena ketiga kaidah sosial tersebut di atas sanksinya kurang tegas maka kurang dapat menjamin ketertiban dan keteraturan masyarakat. Oleh karena itu sangat diperlukan kaidah hukum. Masalah yang diatur dalam kaidah hukum lebih lengkap jika dibandingkan dengan hal-hal yang diatur dalam ketiga kaidah sosial lainnya. Sanksi dari kaidah hukum relatif lebih tegas dan dapat dipaksakan oleh penguasa, sehingga kaidah sosial terakhir ini diharapkan dapat menjamin terciptanya ketertiban dan keadilan dalam masyarakat. Dengan adanya kaidah hukum diharapkan keamanan dan ketentraman masyarakat dapat diwujudkan.
      5. Perbedaan antara Kaidah Hukum dengan Kaidah-kaidah Sosial lainnya.
        Adapun perbedaan antara kaidah hukum dengan kaidah sosial lainnya dapat dilihat dari beberapa sudut, yaitu sebagai berikut:
        1.  Tujuan
          Kaidah hukum bertujuan untuk menciptakan tata tertib masyarakat dan memberi perlindungan terhadap manusia beserta kepentingannya. Kaidah agama, kaidah kesusilaaan bertujuan untuk memperbaiki pribadi manusia agar menjadi manusia baik.
          Kaidah kesopanan bertujuan untuk menertibkanmasyarakat agar tidak ada korban.
        2.  Isi
          Kaidah hukum memberikan hak dan kewajiban. Mengatur tingkah laku dan perbuatan lahir manusia di dalam hukum akan dirasakan puas kalau perbuatan manusia itu sudah sesuai dengan peraturan hukum. Kaidah agama, kaidah kesusilaan hanya memberikan kewajiban saja, dan berisi aturan yang ditujukan kepada sikap batin manusia. Kaidah kesopanan juga hanya memberikan kewajiban saja, yang isi aturannya ditujukan kepada sikap lahir manusia.
        3.  Asal usul sanksinya
          Kaidah hukum asal-usul sanksinya berasal dari luar dan dipaksakan oleh kekuasaan dari luar diri manusia, yaitu alat perlengkapan negara. Kaidah agama asal-usul sanksinya berasal dari luar dan dipaksakan oleh kekuasaan dari luar diri manusia, yaitu dari Tuhan.
          Kaidah kesusilaan asal-usul sanksinya berasal dari diri sendiri dan dipaksakan oleh suara hati masing-masing pelanggarnya. Kaidah kesopanan asal-usul sanksinya juga berasal dari kekuasaan luar yang memaksa, yaitu masyarakat.
        4. Sanksi
          Kaidah hukum sanksinya dipaksakan oleh masyarakat secara resmi.
          Kaidah agama sanksinya dipaksakan oleh Tuhan. Kaidah kesusilaan sanksinya dipaksakan oleh diri sendiri. Kaidah kesopanan sanksinya dipaksakan oleh masyarakat secara tidak resmi.
        5.  Sasarannya
          Kaidah hukum dan kaidah kesopanan sasaran aturannya ditujukan kepada perbuatan konkret (lahiriah). Kaidah agama dan kaidah kesusilaan sasaran aturannya ditujukan kepada sikap batin.
        6.  Relevansi antara kaidah hukum dengan kaidah sosial lainnya.
          Ada dua sifat dari hubungan kaidah hukum dengan kaidah sosial lainnya, yaitu hubungan yang bersifat positif dan yang bersifat negatif. Yang dimaksud dngan hubungan yang bersifat positif yaitu suatu hubungan yang saling mempengaruhi dan memperkuat diantara keduanya. Secara sederhana dapat kita ambil contoh sebagai berikut:
          Pertama, hubungan antara kaidah hukum dengan kaidah agama. Di dalam hal ini akan terlihat adanya hubungan yang erat diantara keduanya. Contoh kaidah agama yang menunjang tercapainya tujuan kaidah hukum. Jika manusia mematuhi kaidah agama, maka tidak akan ada manusia yang mempunyai sikap batin yang buruk hingga merencanakan perbuatan yang jahat. Dampak positifnya hubungan antara anggota masyarakat menjadi aman, tertib dan adil. Dengan demikian tujuan kaidah hukum akan tercapai. Sebaliknya jika sejak awal manusia itu jahat, maka manusia akan gampang melakukan pelanggaran terhadap kaidah hukum, dan apabila diketahui aparat penegak hukum maka kemungkinan besar ia akan menerima sanksi hukum. Lalu kemungkinan ia akan taubat dan apabila orang itu telah bertaubat maka sikap batinnya akan berubah mnjadi baik yang pada akhirnya ia akan patuh terhadap perintah Tuhan. Dengan demikian kaidah hukum mendukung tercapainya kaidah agama.
          Kedua, hubungan antara kaidah hukum dan kaidah kesusilaan. Kedua kaidah ini mempunyai hubungan yang erat, sebab keduanya saling melengkapi. Contohnya apabila suara hati setiap pribadi manusia menghendaki agar manusia itu selalu berbuat yang baik, maka pribadi manusia sebagai anggota masyarakat cenderung akan baik pula sehingga akan terjalin kehidupan masyarakat yang tertib dan damai. Dengan demikian tujuan hukum demi mewujudkan masyarakat yang tertib dan damai akan tercapai sebaliknya apabila seseorang pribadinya cenderung tidak baik, maka ia akan cenderung melakukan perbuatan yang tidak baik. Apabila pribadi yang tidak baik itu terwujud melalui perbuatan melanggar hukum, seharusnya ia mendapat sanksi yang tegas berupa hukuman. Disinilah letak hubungan yang saling melengkapi dan saling menunjang demi tercapainya tujuan masing-masing kaidah hukum dan kaidah kesusilaan.
          Ketiga, hubungan antara kaidah hukum dengan kaidah kesopanan. Kedua kaidah ini mempunyai hubungan yang saling mengisi dan saling melengkapi. Contohnya apabila anggota masyarakat dapat menerapkan kaidah kesopanan, maka ia akan berlaku dan bersikap sopan terhadap siapapun. Dampak positifnya setiap orang akan saling menghargai dan tidak saling mengganggu sehingga kehidupan masyarakar akan tertib dan damai pada akhirnya tujuan kaidah hukum akan tercapai. Sebaliknya apabila seseorang selalu melanggar kesopanan, kemungkinan besar dirnya akan dikucilkan. Keterasingannya dapat saja mengiring dia ke arah perbuatan yang dapat dikategorikan sebagai perbuatan melanggar hukum dan dia dapat dihukum. Dengan demikian, kaidah hukum juga dapat mendukung tercapainya kaidah kesopanan.
          Disamping hubungan yang positif tadi terdapat pula hubungan hukum dengan kaidah lainnya yang bersifat negatif. Istilah negatif dapat dartikan sebagai hubungan yang saling melemahkan atau bertentangan. Contohnya dalam salah satu agama saling membunuh itu dilarang, sebab ada anggapan bahwa mencabut nyawa seseorang itu adalah hak Tuhan bukan hak manusia. Akan tetapi dalam hukum perang dan undang-undang wajib militer menghancurkan dan membunuh musuh dibolehkan bahkan diharuskan.

 

 

 

 

 

BAB III
PENUTUP


A. Kesimpulan
1. Kaidah sosial pada hakikatnya merupakan perumusan suatu pandangan mengenai perilaku atau sikap yang seyogyanya dilakukan. Hal ini telah dijelaskan oleh Purnadi Purbacaraka dan Soekanto bahwa Kaedah adalah patokan atau ukuran ataupun pedoman untuk berperikelakuan atau sikap tindak dalam hidup.
2. Jenis-jenis kaidah sosial :
a. Kaidah Agama atau kaidah kepercayaan
b. Kaidah Kesusilaan
c. Kaidah Kesopanan
d. Kaidah hukum
3. Perbedaan antara kaidah hukum dengan kaidah sosial lainnya dapat dilihat dari beberapa sudut, yaitu sebagai berikut:
a. Tujuan
Kaedah hukum bertujuan untuk menciptakan tata tertib masyarakat dan memberi perlindungan terhadap manusia beserta kepentingannya. Kaidah agama, kaidah kesusilaaan bertujuan untuk memperbaiki pribadi manusia agar menjadi manusia baik.
Kaidah kesopanan bertujuan untuk menertibkanmasyarakat agar tidak ada korban.
b. Isi
Kaidah hukum memberikan hak dan kewajiban. Mengatur tingkah laku dan perbuatan lahir manusia di dalam hukum akan dirasakan puas kalau perbuatan manusia itu sudah sesuai dengan peraturan hukum. Kaidah agama, kaidah kesusilaan hanya memberikan kewajiban saja, dan berisi aturan yang ditujukan kepada sikap batin manusia. Kaidah kesopanan juga hanya memberikan kewajiban saja, yang isi aturannya ditujukan kepada sikap lahir manusia.
c. Asal usul sanksinya
Kaidah hukum asal-usul sanksinya berasal dari luar dan dipaksakan oleh kekuasaan dari luar diri manusia, yaitu alat perlengkapan negara. Kaidah agama asal-usul sanksinya berasal dari luar dan dipaksakan oleh kekuasaan dari luar diri manusia, yaitu dari Tuhan.
Kaidah kesusilaan asal-usul sanksinya berasal dari diri sendiri dan dipaksakan oleh suara hati masing-masing pelanggarnya. Kaidah kesopanan asal-usul sanksinya juga berasal dari kekuasaan luar yang memaksa, yaitu masyarakat.
d. Sanksi
Kaidah hukum sanksinya dipaksakan oleh masyarakat secara resmi.
Kaidah agama sanksinya dipaksakan oleh Tuhan. Kaidah kesusilaan sanksinya dipaksakan oleh diri sendiri. Kaidah kesopanan sanksinya dipaksakan oleh masyarakat secara tidak resmi.
e. Sasarannya
Kaidah hukum dan kaidah kesopanan sasaran aturannya ditujukan kepada perbuatan konkret (lahiriah). Kaidah agama dan kaidah kesusilaan sasaran aturannya ditujukan kepada sikap batin.
4. Relevansi antara kaidah hukum dengan kaidah sosial lainnya.
Ada dua sifat dari hubungan kaidah hukum dengan kaidah sosial lainnya, yaitu hubungan yang bersifat positif dan yang bersifat negatif. Yang dimaksud dngan hubungan yang bersifat positif yaitu suatu hubungan yang saling mempengaruhi dan memperkuat diantara keduanya. Contohnya apabila anggota masyarakat dapat menerapkan kaidah kesopanan, maka ia akan berlaku dan bersikap sopan terhadap siapapun. Dampak positifnya setiap orang akan saling menghargai dan tidak saling mengganggu sehingga kehidupan masyarakar akan tertib dan damai pada akhirnya tujuan kaidah hukum akan tercapai. dan hubungan hukum yang bersifat negatif dapat di artikan sebagai hubungan yang saling melemahkan atau bertentangan. Contohnya dalam salah satu agama saling membunuh itu dilarang, sebab ada anggapan bahwa mencabut nyawa seseorang itu adalah hak Tuhan bukan hak manusia. Akan tetapi dalam hukum perang dan undang-undang wajib militer menghancurkan dan membunuh musuh dibolehkan bahkan diharuskan.

 

In reply to Ita Prihantika

Re: PIH ANE (Kelas A)

by wiwik sukatmi shuhrotul aminin -

Kelompok 6 :

  1.  Diantika Arum Legawati 1516041075
  2. Tyas Ajeng M.P 1516041099
  3. Wiwik S.S.A 1516041115
  4. Desta Rapanca 1516041065
  5. Farida Rahmawati 1516041015
  6. Sonia Gusti Mauliza 1516041125
  7. Voni Leorna 1516041073

 

Kaidah Sosial

BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang

Dalam masyarakat terdapat berbagai golongan dan aliran. Namun, walaupun golongan dan aliran itu beranekaragam dan masing-masing mempunyai kepentingan sendiri-sendiri, akan tetapi kepentingan bersama harus mengharuskan adanya ketertiban dalam kehidupan masyarakat itu.
Adapun orang yang memimpin kehidupan bersama yang mengatur tingkah laku manusia dalam masyarakat ialah peraturan hidup. Agar dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhannya dengan aman dan tentram tanpa gangguan, maka bagi tiap manusia perlu adanya suatu tata (orde = ordnung). Tata ini berwujud aturan-aturan yang menjadi pedoman bagi segala tingkah laku manusia dalam pergaulan hidup, sehingga kepentingan masing-masing dapat terpelihara dan terjamin. Setiap anggota masyarakat mengetahui hak dan kewajiban masing-masing. Tata itu lazim disebut Kaedah (berasal dari bahasa arab) atau Norma (berasal dari bahasa latin) atau Ukuran-Ukuran. Norma itu mempunyai dua macam isi, dan menurut isinya berwujud:
a. Perintah adalah keharusan bagi seseorang untuk berbuat sesuatu oleh karena akibat-akibatnya dipandang baik.
b. Larangan adalah keharusan bagi seseorang untuk tidak berbuat sesuatu oleh karena akibat-akibatnya dipandang tidak baik.


B. Rumusan Masalah

  1.  Apa yang dimaksud dengan kaidah sosial?
  2.  Apa saja jenis-jenis Kaidah Sosial itu?
  3. Bagaimana Perbedaan antara Kaidah Hukum dengan Kaidah-kaidah Sosial lainnya?
  4. Bagaimana Relevansi antara kaidah hukum dengan kaidah sosial lainnya?

 

 

BAB II
PEMBAHASAN

  1.  Pengertian Kaidah Sosial
    Kaidah sosial pada hakikatnya merupakan perumusan suatu pandangan mengenai perilaku atau sikap yang seyogyanya dilakukan. Hal ini telah dijelaskan oleh Purnadi Purbacaraka dan Soekanto bahwa Kaedah adalah patokan atau ukuran ataupun pedoman untuk berperikelakuan atau sikap tindak dalam hidup.
    Sifat kaidah sosial yaitu deskriptif, preskriptif dan normatif; sedangkan kaidah sosial itu terdiri dari kaidah agama, kaidah kesusilaan, kaidah kesopanan dan kaidah hukum. Dalam masyarakat sifat hubungannya adalah saling membutuhkan, pengaruh mempengaruhi dan tergantung satu sama lain. Hidup bermasyarakat agar kepentingan pribadi dan sosial terpenuhi dan terlindungi. Kedamaian dalam masyarakat terealisasi apabila ada ketenteraman dan ketertiban. Perilaku yang biasa dilakukan dalam kurun waktu yang lama dan diterima masyarakat dapat menjadi kaidah. Kaidah hukum perumusannya tegas dan disertai sanksi yang tegas dan dapat dipaksakan oleh instansi resmi. Orang bunuh diri menggambarkan, bagi yang bersangkutan sanksi dari kaidah kesusilaan lebih berat dibanding sanksi yang berasal dari kaidah hukum.
    Apa yang kita lihat sebagai suatu tatanan dalam masyarakat yaitu yang menciptakan hubungan-hubungan yang tetap dan teratur antara anggota-anggota masyarakat, sesungguhnya tidak merupakan suatu konsep yang tunggal yang kita lihat sebagai tatanan dari luar, pada hakikatnya di dalamnya terdiri dari suatu kompleks tatanan. Kita biasa menyebut tentang adanya suatu tatanan yang terdiri dari sub-sub tatanan. Sub-sub tatanan itu ialah : kebiasaan, hukum dan kesusilaan.
    Dengan demikian, maka ketertiban yang terdapat dalam masyarakat itu didukung oleh ketiga tatanan tersebut, yaitu:
    1.  Tatanan Kebiasaan yang terdiri dari norma-norma yang dekat sekali kenyataan.Kaidah ini tidak lain diangkat dari dunia kenyataan juga. Apa yang biasa dilakukan orang-orang kemudian menjelma menjadi norma kebiasaan,melalui ujian keteraturan , keajegan dan kesadaran untuk menerimanya sebagai kaidah oleh masyarakat.
    2.  Tatanan Hukum yang berpegangan kepada tatanan yang mulai menjauh daari pegangan kenyataan sehari-hari. Namun, proses penjauhan dan pelepasan diri itu belum berjalan secara seksama. Pada proses pembuatan hukum ini kita mulai melihat,bahwa tatanan ini didukung oleh norma-norma yang secara sengaja dan sadar dibuat untuk menegakkan suatu jenis ketertiban tertentu dalam masyarakat. Kehendak manusia merupakan faktor sentral yang memberikan ciri kepada tatanan hukum. Sebagai unsur pengambil keputusan, maka kehendak manusia ini bisa menerima dan juga bisa menolak.
    3. Tatanan Kesusilaan yang sama mutlaknya dengan kebiasaan hanya saja dalam kedudukannya terbalik. Kalau tatanan kebiasaan mutlak berpegangan pada kenyataan tingkah laku orang-orang, maka kesusilaan justru berpegangan pada ideal yang masih harus diwujudkan dalam masyarakat. Ideal-lah yang merupakan tolak ukur tatanan ini bagi menilai tingkah laku anggota-anggota masyarakat.
      Adapun perbedaan antara kesusilaan dan hukum terletak pada otoritas yang memutuskan apa yang akan diterima sebagai norma. Norma kesusilaan bukanlah sesuatu yang diciptakan oleh kehendak manusia, melainkan yang tinggal diterima begitu saja olehnya. Berbeda dengan hukum, maka bagi tatanan kesusilaan tidak ada unsur-unsur yang harus diramu.
      Sedangkan hukum mengikatkan diri kepada masyarakat sebagai basis sosialnya. Berarti ia harus memperhatikan kebutuham dan kepentingan-kepentingan anggota-anggota masyarakat serta memberikan pelayanan kepadanya. Dalam rangka proses memberikan perhatian terhadap penciptaan keadilan dalam masyarakat serta memberikan pelayanan terhadap kepentingan-kepentingan masyarakat. Hukum tidak selalu bisa memberikan keputusannya dengan segera, ia membutuhkan waktu untuk menimbang-nimbang, yang biasa memaka waktu lama sekali.
      Ketertiban masyarakat yang tampak dari luar itu, dari dalam didukung oleh lebih dari satu macam tatanan. Keadaan yang demikian itu memberikan pengaruhnya sendiri terhadap masalah efektifitas tatanan dalam masyarakat. Tetapi, dalam uraian di atas dapat diketahui bahwa masyarakat kita sesungguhnya merupakan suatu rimba tatanan, Karena di dalamnya tidak hanya terdapat satu macam tatanan. Sifat majemuk ini dilukiskan oleh Chambliss & Seidman sebagai berikut:
    4.  Jenis-jenis Kaidah Sosial
      Norma-norma yang mengatur segala macam hubungan antar-individu dalam masyarakat ada 3 macam, yaitu sebagai berikut:
      1.  Kaidah Agama atau kaidah kepercayaan
        Kaidah kepercayaan yaitu kaidah social yang asalnya dari Tuhan dan berisikan larangan-larangan, perintah-perintah dan anjuran-anjuran. Kaidah ini merupakan tuntunan hidup manusia untuk menuju ke arah yang baik dan benar. Kaidah agama mengatur tentang kewajiban-kewajiban manusia kepada Tuhan dan kepada dirinya sendiri. kaidah yang berpangkal pada kepercayaan adanya Yang Maha Kuasa. Pelanggaran terhadap kaidah agama berarti pelanggaran terhadap perintah Tuhan, yang akan mendapat hukum di akhirat kelak.
        Agama dalam arti sempit adalah hubungan antara Tuhan dan manusia.
        Hubungan itu mengandung kewajiban-kewajiban terhadap Tuhan,sebagai cinta terhadap Tuhan, dan percaya kepada Tuhan. Kewajiban-kewajiban itu benar-benar bersifat keagamaan sejati,yang karena isinya,diperbedakan baik dari kewajiban moril maupun dari kewajiban-kewajiban hukum. Tetapi hubungan antara Tuhan dan manusia, membawa juga kewajiban untuk menuruti kehendak Tuhan. Karena itu maka agama meliputi lapangan yang lebih luas daripada semata-mata hubungan antara Tuhan dan manusia.
        Kaidah agama terbagi dua, yaitu agama wahyu (samawi, sama’i, langit) dan agama budaya. Agama Wahyu adalah suatu ajaran Allah yang berisi perintah,larangan,dan kebolehan yang disampaikan kepada umat manusia berupa wahyu melalui Malaikat dan Rasul-Nya. Sedangkan agama budaya adalah ajaran yang dihasilkan oleh pikiran dan perasaan manusia secara kumulatif.
        Pada garis besarnya dan pada umumnya isi norma agama terdiri dari 3 hubungan, yakni: pertama peratura-peraturan yang memuat tata hubungan manusia dengan Tuhan secara vertical. Kedua, peraturan-peraturan yang memuat tata hubungan manusia dengan sesama manusia secara horizontal. Ketiga, peraturan-peraturan yang memuat tata hubungan manusia dengan alam sekitar.
        Tujuan dari kaidah kepercayaan ialah untuk menyempurnakan hidup manusia dan melarang manusia berbuat jahat/dosa. Kaidah ini hanya membebani kewajiban menurut perintah Tuhan dan tidak memberi hak. Kaidah Agama merupakan tuntunan hidup manusia untuk menuju kepada perbuatan dan kehidupan yang baik dan benar. Ia mengatur tentang kewajiban-kewajiban manusia kepada Tuhan dan pada dirinya sendiri.
        Contoh-contoh kaidah : Jangan menyekutukan Allah, Laksanakan shalat, Hormati dan berbaktilah kepada ibu-bapakmu, Jangan berlaku zalim di muka bumi, Jangan membunuh, Jangan berbuat cabul, dan lain-lain.
      2. Kaidah Kesusilaan
        Kaidah kesusilaan adalah kaidah/peraturan hidup yang berpangkal pada hati nurani manusia sendiri, yang membisikkan agar melakukan perbuatan-perbuatan yang baik dan meninggalkan perbuatan-perbuatan yang tercela, oleh karenanya kaidah kesusilaan bergantung pada setiap individu manusia masing-masing. Manusia itu berbuat baik atau berbuat buruk karena bisikan suara hatinya. Pelanggaran terhadap norma susila berarti melanggar perasaan baiknya sendiri yang berakibat penyesalan. Perbuatan yang tidak mengindahkan norma susila disebut asusila. Kaidah Kesusilaan ini ditujukan kepada sikap batin manusia, asalnya dari manusia itu sendiri,dan ancaman atas pelanggaran kaidah kesusilaan adalah dari batin manusia itu sendiri berupa rasa penyesalan. Oleh sebab itu kaidah kesusilaan bersifat Otonom, bukan meruppakan paksaan dari luar dirinya.
        Kesusilaan memberikan peraturan-peraturan kepada manusia agar ia menjadi manusia yang sempurna. Hasil dari perintah dan larangan yang timbul dari norma kesusilaan itu pada manusia bergantung pada pribadi orang-seorang.Isi hatinya akan mengatakan perbuatan mana yang jahat. Hati nuraninya akan menentukan apakah ia akan melakukan sesuatu perbuatan. Misalnya: Hendaknya engkau berlaku jujur, hendaklah engkau berbuat baik terhadap sesama manusia, dll.
        Kaidah ini merupakan kaidah yang tertua dan menyangkut kehidupan pribadi manusia,bukan dalam kualitasnya sebagai makhluk sosial. Kaidah Kesusilaan ini bertujuan agar manusia memiliki akhlak yang baik demi mencapai kesempurnaan hidup manusia itu sendiri. Penerapan sanksinya berasal dari dalam diri manusia itu sendiri, bukan paksaan dari luar. Suara hati manusia menentukan perilaku mana yang baik dan perilaku mana yang tidak baik untuk dilakukan, sehingga kaidah kesusilaan ini bergantung pada pribadi manusia. Kaidah Kesusilaan mendorong manusia untuk berahklak mulia, juga melarang manusia mencuri, berbuat zina, dsb. Ia berasal dari dalam diri manusia sendiri, maka ancaman atas pelanggaran kaidah sosial adalah batin manusia.
        Agar manusia menjadi makhluk sempurna maka salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah mematuhi dan mentaati peraturan-peraturan yang bersumber dari hati sanubari. Akan tetapi tiap setiap yang keluar dari hari nurani dapat diakui sebagai norma kasusilaan, sebab hanya norma-norma kehidupan yang berupa bisikan hati sanubari (insan kamil) yang diakui dan diinsyafi oleh semua orang sebagai pedoman sikap dan perbuatan sehari-hari.kesusilaan memberikan peraturan-peraturan kepada manusia agar menjadi manusia yang sempurna.
      3.  Kaidah kesopanan
        Kaidah kesopanan adalah peraturan hidup yang timbul atau diadakan dalam suatu masyarakat, yang mengatur sopan santun dan perilaku dalam pergaulan hidup antar-sesama anggota masyarakat tertentu. Kaidah kesopanan ini didasarkan pada kebiasaan, kepantasan, atau kepatuhan yang berlaku dalam suatu masyarakat. Oleh karena itu kaidah kesopanan dinamakan pula kaidah sopan santun tata karma atau adat. Orang yang melakukan pelanggaran terhadap norma kesopanan akan dicela oleh sesame anggota masyarakatnya. Celaan itu tidak selalu dengan mulut, tetapi bisa dengan cara lain dan bentuk lain. Misalnya dibenci, dijauhi, dipandang tidak tahu tata karma, dll.
        Landasan kaidah kesopanan adalah kepatutan, kepantasan, dan kebiasaan yang berlaku pada masyarakat yang bersangkutan. Oleh sebab itu kaidah kesopanan seringkali disamkan dengan kaidah sopan santun, tata karma, atau adat, walaupun ada pakar hukum yang tidak mau menyamakan pengertian kebiasaan dengan adat dan sopan santun. Kaidah ini ditujukan pada sikap lahir manusia (sama dengan kaidah hukum) yang ditujukan pada pelakunya agar terwujud ketertiban masyarakat dan suasana keakraban dalam pergaulan. Tujuannya, pada hakikatnya bukan pada manusia sebagai pribadi, melainkan manusia sebagai makhluk sosial yang hidup bersama dalam kelompok masyarakat.
        Contoh-contoh kaidah kesopanan misalnya: Orang muda wajib menghormati orang yang lebih tua, Jika seseorang akan memasuki rumah orang lain harus minta izin lebih dahulu, Mempersilahkan duduk seorang wanita hamil yang berada dalam kendaraan umum yang sarat penumpang, Mengenakan pakaian pantas jika menghadiri pesta, dan lain lain.
      4.  Kaidah Hukum
        Kaidah Hukum adalah peraturan-peraturan yang dibuat atau yang dipositifkan secara resmi oleh penguasa masyarakat atau penguasa Negara, mengikat setiap orang dan berlakunya dapat dipaksakan oleh aparat masyarakat atau aparat Negara, sehingga berlakunya kaidah hukum dapat dipertahankan. Kaidah hukum ditujukan kepada sikap lahir manusia atau perbuatan konkrit yang dilakukan oleh manusia.
        Kaidah hukum tidak mempersoalkan apakah apakah sikap batin seseorang itu baik atau buruk, yang diperhatikannya adalah bagaimana perbuatan lahiriah orang itu. Kaidah hukum tidak akan member sanksi kepada seseorang yang mempunyai sikap batin yang buruk, tetapi yang akan diberi sanksi oleh kaidah hukum adalah perwujudan sikap batin yang buruk itu menjadi perbuatan nyata atau perbuatan konkrit. Namun demikian kaidah hukum tidak hanya memberikan kewajiban saja tetapi juga memberikan hak. Asal mula dan sanksi bagi pelanggar kaidah hukum datang dari luar diri manusia. Misalnya:
        • Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya (ps. 2 ayat 1 UU No. 1/1974).
        • Barang siapa sengaja merampas nyawa orang lain tanpa hak, diancam karena pembunuhan, dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun (ps. 338 KUHP)
        • Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lamalima tahun atau denda paling banyak enam puluh juta rupiah (ps. 362 KUHP).
        Ditinjau dari segi isinya kaidah hukum dapat dibagi dua, yaitu:
        a. Kaidah hukum yang berarti perintah, yang mau tidak mau harus di jalankan atau di taati seperti misalnya ketentuan dalam pasal 1 UU no.1 tahun 1947 yang menentukan, bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang berbahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang maha Esa.
        b. Kaidah hukum yang berisi larangan , seperti yang tercantum dalam pasal 8 UU no.1 tahun 1974 mengenai larangan perkawinan antara dua orang laki-laki dan perempuan dalam keadaan tertentu.
        Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, SH menggolongkan ke empat macam kaidah sosial di atas menjadi dua golongan yaitu:
        a. Tata kaidah dengan aspek pribadi, termasuk kelompok ini adalah kaidah agama atau kepercayaandan kaidah kesusilaan.
        b. Tata kaidah dengan aspek kehidupan antarpribadi, termasuk di dalamnya adalah kaidah kesopanan dan kaidah hukum.
        Kaidah agama atau kepercayaan sanksinya akan diterima oleh pelanggar kaidah ini nanti di akhirat, sehingga sanksi ini kurang berpengaruh kepada mereka yang tidak menganut agama atau kepercayyan tertentu. Kaidah kesusilaan sanksi-sanksinya akan dialami oleh pelanggarnya bila kemudian sadar bahwa ia melanggar kesusilaan, sehingga sanksi kaidah kesusilaanpun kurang berpengaruh bagi mereka yang tidak sadar akan perbuatannya.
        Kaidah kesopanan sanksinya memang dapat dialami oleh pelanggar kaidah ini, karena mereka yang melanggar kaidah kesopanan akan dikucilkan oleh masyarakat di mana mereka bertempat tinggal. Namun bagi mereka yang tidak perduli akan sanksi demikian tidak akan terpengaruh oleh sanksi tersebut sehinggga perbuatan mereka tidak akan diperbaiki.
        Oleh karena ketiga kaidah sosial tersebut di atas sanksinya kurang tegas maka kurang dapat menjamin ketertiban dan keteraturan masyarakat. Oleh karena itu sangat diperlukan kaidah hukum. Masalah yang diatur dalam kaidah hukum lebih lengkap jika dibandingkan dengan hal-hal yang diatur dalam ketiga kaidah sosial lainnya. Sanksi dari kaidah hukum relatif lebih tegas dan dapat dipaksakan oleh penguasa, sehingga kaidah sosial terakhir ini diharapkan dapat menjamin terciptanya ketertiban dan keadilan dalam masyarakat. Dengan adanya kaidah hukum diharapkan keamanan dan ketentraman masyarakat dapat diwujudkan.
      5. Perbedaan antara Kaidah Hukum dengan Kaidah-kaidah Sosial lainnya.
        Adapun perbedaan antara kaidah hukum dengan kaidah sosial lainnya dapat dilihat dari beberapa sudut, yaitu sebagai berikut:
        1.  Tujuan
          Kaidah hukum bertujuan untuk menciptakan tata tertib masyarakat dan memberi perlindungan terhadap manusia beserta kepentingannya. Kaidah agama, kaidah kesusilaaan bertujuan untuk memperbaiki pribadi manusia agar menjadi manusia baik.
          Kaidah kesopanan bertujuan untuk menertibkanmasyarakat agar tidak ada korban.
        2.  Isi
          Kaidah hukum memberikan hak dan kewajiban. Mengatur tingkah laku dan perbuatan lahir manusia di dalam hukum akan dirasakan puas kalau perbuatan manusia itu sudah sesuai dengan peraturan hukum. Kaidah agama, kaidah kesusilaan hanya memberikan kewajiban saja, dan berisi aturan yang ditujukan kepada sikap batin manusia. Kaidah kesopanan juga hanya memberikan kewajiban saja, yang isi aturannya ditujukan kepada sikap lahir manusia.
        3.  Asal usul sanksinya
          Kaidah hukum asal-usul sanksinya berasal dari luar dan dipaksakan oleh kekuasaan dari luar diri manusia, yaitu alat perlengkapan negara. Kaidah agama asal-usul sanksinya berasal dari luar dan dipaksakan oleh kekuasaan dari luar diri manusia, yaitu dari Tuhan.
          Kaidah kesusilaan asal-usul sanksinya berasal dari diri sendiri dan dipaksakan oleh suara hati masing-masing pelanggarnya. Kaidah kesopanan asal-usul sanksinya juga berasal dari kekuasaan luar yang memaksa, yaitu masyarakat.
        4. Sanksi
          Kaidah hukum sanksinya dipaksakan oleh masyarakat secara resmi.
          Kaidah agama sanksinya dipaksakan oleh Tuhan. Kaidah kesusilaan sanksinya dipaksakan oleh diri sendiri. Kaidah kesopanan sanksinya dipaksakan oleh masyarakat secara tidak resmi.
        5.  Sasarannya
          Kaidah hukum dan kaidah kesopanan sasaran aturannya ditujukan kepada perbuatan konkret (lahiriah). Kaidah agama dan kaidah kesusilaan sasaran aturannya ditujukan kepada sikap batin.
        6.  Relevansi antara kaidah hukum dengan kaidah sosial lainnya.
          Ada dua sifat dari hubungan kaidah hukum dengan kaidah sosial lainnya, yaitu hubungan yang bersifat positif dan yang bersifat negatif. Yang dimaksud dngan hubungan yang bersifat positif yaitu suatu hubungan yang saling mempengaruhi dan memperkuat diantara keduanya. Secara sederhana dapat kita ambil contoh sebagai berikut:
          Pertama, hubungan antara kaidah hukum dengan kaidah agama. Di dalam hal ini akan terlihat adanya hubungan yang erat diantara keduanya. Contoh kaidah agama yang menunjang tercapainya tujuan kaidah hukum. Jika manusia mematuhi kaidah agama, maka tidak akan ada manusia yang mempunyai sikap batin yang buruk hingga merencanakan perbuatan yang jahat. Dampak positifnya hubungan antara anggota masyarakat menjadi aman, tertib dan adil. Dengan demikian tujuan kaidah hukum akan tercapai. Sebaliknya jika sejak awal manusia itu jahat, maka manusia akan gampang melakukan pelanggaran terhadap kaidah hukum, dan apabila diketahui aparat penegak hukum maka kemungkinan besar ia akan menerima sanksi hukum. Lalu kemungkinan ia akan taubat dan apabila orang itu telah bertaubat maka sikap batinnya akan berubah mnjadi baik yang pada akhirnya ia akan patuh terhadap perintah Tuhan. Dengan demikian kaidah hukum mendukung tercapainya kaidah agama.
          Kedua, hubungan antara kaidah hukum dan kaidah kesusilaan. Kedua kaidah ini mempunyai hubungan yang erat, sebab keduanya saling melengkapi. Contohnya apabila suara hati setiap pribadi manusia menghendaki agar manusia itu selalu berbuat yang baik, maka pribadi manusia sebagai anggota masyarakat cenderung akan baik pula sehingga akan terjalin kehidupan masyarakat yang tertib dan damai. Dengan demikian tujuan hukum demi mewujudkan masyarakat yang tertib dan damai akan tercapai sebaliknya apabila seseorang pribadinya cenderung tidak baik, maka ia akan cenderung melakukan perbuatan yang tidak baik. Apabila pribadi yang tidak baik itu terwujud melalui perbuatan melanggar hukum, seharusnya ia mendapat sanksi yang tegas berupa hukuman. Disinilah letak hubungan yang saling melengkapi dan saling menunjang demi tercapainya tujuan masing-masing kaidah hukum dan kaidah kesusilaan.
          Ketiga, hubungan antara kaidah hukum dengan kaidah kesopanan. Kedua kaidah ini mempunyai hubungan yang saling mengisi dan saling melengkapi. Contohnya apabila anggota masyarakat dapat menerapkan kaidah kesopanan, maka ia akan berlaku dan bersikap sopan terhadap siapapun. Dampak positifnya setiap orang akan saling menghargai dan tidak saling mengganggu sehingga kehidupan masyarakar akan tertib dan damai pada akhirnya tujuan kaidah hukum akan tercapai. Sebaliknya apabila seseorang selalu melanggar kesopanan, kemungkinan besar dirnya akan dikucilkan. Keterasingannya dapat saja mengiring dia ke arah perbuatan yang dapat dikategorikan sebagai perbuatan melanggar hukum dan dia dapat dihukum. Dengan demikian, kaidah hukum juga dapat mendukung tercapainya kaidah kesopanan.
          Disamping hubungan yang positif tadi terdapat pula hubungan hukum dengan kaidah lainnya yang bersifat negatif. Istilah negatif dapat dartikan sebagai hubungan yang saling melemahkan atau bertentangan. Contohnya dalam salah satu agama saling membunuh itu dilarang, sebab ada anggapan bahwa mencabut nyawa seseorang itu adalah hak Tuhan bukan hak manusia. Akan tetapi dalam hukum perang dan undang-undang wajib militer menghancurkan dan membunuh musuh dibolehkan bahkan diharuskan.

 

 

 

 

 

BAB III
PENUTUP


A. Kesimpulan
1. Kaidah sosial pada hakikatnya merupakan perumusan suatu pandangan mengenai perilaku atau sikap yang seyogyanya dilakukan. Hal ini telah dijelaskan oleh Purnadi Purbacaraka dan Soekanto bahwa Kaedah adalah patokan atau ukuran ataupun pedoman untuk berperikelakuan atau sikap tindak dalam hidup.
2. Jenis-jenis kaidah sosial :
a. Kaidah Agama atau kaidah kepercayaan
b. Kaidah Kesusilaan
c. Kaidah Kesopanan
d. Kaidah hukum
3. Perbedaan antara kaidah hukum dengan kaidah sosial lainnya dapat dilihat dari beberapa sudut, yaitu sebagai berikut:
a. Tujuan
Kaedah hukum bertujuan untuk menciptakan tata tertib masyarakat dan memberi perlindungan terhadap manusia beserta kepentingannya. Kaidah agama, kaidah kesusilaaan bertujuan untuk memperbaiki pribadi manusia agar menjadi manusia baik.
Kaidah kesopanan bertujuan untuk menertibkanmasyarakat agar tidak ada korban.
b. Isi
Kaidah hukum memberikan hak dan kewajiban. Mengatur tingkah laku dan perbuatan lahir manusia di dalam hukum akan dirasakan puas kalau perbuatan manusia itu sudah sesuai dengan peraturan hukum. Kaidah agama, kaidah kesusilaan hanya memberikan kewajiban saja, dan berisi aturan yang ditujukan kepada sikap batin manusia. Kaidah kesopanan juga hanya memberikan kewajiban saja, yang isi aturannya ditujukan kepada sikap lahir manusia.
c. Asal usul sanksinya
Kaidah hukum asal-usul sanksinya berasal dari luar dan dipaksakan oleh kekuasaan dari luar diri manusia, yaitu alat perlengkapan negara. Kaidah agama asal-usul sanksinya berasal dari luar dan dipaksakan oleh kekuasaan dari luar diri manusia, yaitu dari Tuhan.
Kaidah kesusilaan asal-usul sanksinya berasal dari diri sendiri dan dipaksakan oleh suara hati masing-masing pelanggarnya. Kaidah kesopanan asal-usul sanksinya juga berasal dari kekuasaan luar yang memaksa, yaitu masyarakat.
d. Sanksi
Kaidah hukum sanksinya dipaksakan oleh masyarakat secara resmi.
Kaidah agama sanksinya dipaksakan oleh Tuhan. Kaidah kesusilaan sanksinya dipaksakan oleh diri sendiri. Kaidah kesopanan sanksinya dipaksakan oleh masyarakat secara tidak resmi.
e. Sasarannya
Kaidah hukum dan kaidah kesopanan sasaran aturannya ditujukan kepada perbuatan konkret (lahiriah). Kaidah agama dan kaidah kesusilaan sasaran aturannya ditujukan kepada sikap batin.
4. Relevansi antara kaidah hukum dengan kaidah sosial lainnya.
Ada dua sifat dari hubungan kaidah hukum dengan kaidah sosial lainnya, yaitu hubungan yang bersifat positif dan yang bersifat negatif. Yang dimaksud dngan hubungan yang bersifat positif yaitu suatu hubungan yang saling mempengaruhi dan memperkuat diantara keduanya. Contohnya apabila anggota masyarakat dapat menerapkan kaidah kesopanan, maka ia akan berlaku dan bersikap sopan terhadap siapapun. Dampak positifnya setiap orang akan saling menghargai dan tidak saling mengganggu sehingga kehidupan masyarakar akan tertib dan damai pada akhirnya tujuan kaidah hukum akan tercapai. dan hubungan hukum yang bersifat negatif dapat di artikan sebagai hubungan yang saling melemahkan atau bertentangan. Contohnya dalam salah satu agama saling membunuh itu dilarang, sebab ada anggapan bahwa mencabut nyawa seseorang itu adalah hak Tuhan bukan hak manusia. Akan tetapi dalam hukum perang dan undang-undang wajib militer menghancurkan dan membunuh musuh dibolehkan bahkan diharuskan.

 

In reply to Ita Prihantika

Re: PIH ANE (Kelas A)

by Bima Bagus Triadi -

Kelompok 1 :

  1. Muhammad Riswan 1516041083 (Ketua)
  2. Bima Bagus Triadi 1516041029 (Anggota)
  3. Dharma Afwa Geraldo 1516041063 (Anggota)
  4. Dinda Gita Cahyani 1516041113 (Anggota)
  5. Naurah Nazhifah 1516041039 (Anggota)
  6. Bayu Saputra IB 1516041079 (Anggota)
  7. Rahmat Sanjaya 1516041111 (Anggota)

 

Manusia Dan Masyarakat

1. Manusia

1.1. Hakikat Manusia

Hidup atau kehidupan adalah anugerah terbesar dari Tuhan bagi setiap insan manusia. Setiap anugerah selalu mengandung suatu tugas, yaitu memelihara dan mengembangkan sebaik-baiknya apa yang sudah diterima itu. Apalagi jika anugerah itu sangat berharga, seperti kehidupan. Manusia hidup untuk berkembang sebaikbaiknya merupakan bagian dari hakikat yang harus dijaga. Maka dari itu, rasa syukur dan tanggung jawab kita terhadap Sang Pencipta diamalkan dan diwujudkan dengan memelihara ciptaan-Nya dengan bijaksana dan hormat.     

Manusia adalah imago dei atau God’s image, arinya manusia sebagai citra Allah, manusia diciptakan menurut gambar Allah. Manusia sebagai citra Allah berbeda dengan mahkluk lainnya, karena manusia memiliki tiga kemampuan dasariah, yakni memiliki akal budi, punya hati nurani dan kehendak bebas. Sadar akan eksistensi/hakikat manusia sebagai Citra Allah, kita harus merenung secara mendalam, membangun kesadaran yang jernih dan berkemauan yang baik dan kuat untuk mengemban tugas ini; kagum dan hormat terhadap kehidupan, khususnya kehidupan manusia. Manusia sebagai citra Allah yang dipanggil untuk bersama Dia memelihara dan mengembangkan kehidupan di dunia dan kelak menikmati kebahagiaan abadi dengan-Nya di surga.  Kita berkeyakinan bahwa Allah menciptakan dan mencintai tiap-tiap orang secara pribadi, karena itu, setiap manusia haruslah saling menghormati, mencintai dan melindungi hidup sesamanya tanpa mengenal status sosial atau kedudukan apa pun. Kita harus sadar bahwa setiap orang memiliki hak asasi untuk hidup. Hak hidup manusia harus dilindungi sejak dari awal (dalam kandungan).

1.2. Martabat Manusia

Pandangan masyarakat tentang seksualitas sering tidak terlalu tepat dan baik, oleh sebab itu, seksualitas sering disalahgunakan. Seksualitas merupakan salah satu daya terbesar dalam diri setiap makhluk hidup di bumi ini, termasuk manusia. Orang tak dapat melepaskan diri dari pengaruhnya. Fakta bahwa kita ini pria dan wanita sangat menentukan keberadaan diri kita, mewarnai segala sikap kita, memberi pengalaman dasar yang khas bagi hidup kita di tengah masyarakat. Seksualitas memang merasuki seluruh pribadi manusia secara fundamental. Seksualitas tidak hanya sekadar mempengaruhi modus essendi (pola berada) manusia, tetapi sering kali dilihat sebagai modus essendi itu sendiri. Maka seorang pria seharusnya hidup sebagai seorang pria dan wanita hidup sebagai seorang wanita. 

Jadi seksualitas hendaknya dipahami secara luas, tidak terbatas pada perkelaminan saja. Seksualitas adalah keseluruhan daya tarik antara pria dan wanita untuk bersatu, dan dalam persatuan/keterpaduan itu mereka mendapat kepenuhan dan kebahagiaannya. Hubungan antara pria dan wanita sebagai makhluk seksual harus diwarnai oleh prinsip-prinsip cinta kasih, personal, sosial dan terarah kepada keibuan dan kebapakan.  

1.3. Tanggung Jawab Manusia

Tanggung jawab manusia yang pokok adalah keluarga. Keluarga menjadi perwujudan pertama dan utama dari martabatnya sebagai manusia. Keluarga menjadi awal pengembangan martabat manusia sebagai manusia sekaligus pengembangan citra diri sebagai manusia. Citra diri manusia adalah sebagai citra Allah. Manusia mengembangkan citra diri itu pertama-tama di keluarga. Keluarga dalam arti sempit (keluarga inti) mencakup suami-istri dengan anak-anaknya. Dalam arti luas, keluarga juga mencakup seluruh sanak-saudara (famili). Keluarga merupakan kesatuan sosial berdasarkan hubungan biologis, ekonomis, emosional dan rohani yang bertujuan mendidik dan mendewasakan anak-anak sebagai anggota aneka masyarakat luas dan terbatas. Dasarnya adalah ikatan perkawinan ayah-ibu.  Hidup keluarga itu merupakan suatu karier pokok dan suatu panggilan. Suami-istri dan anak-anak hendaknya tahu akan tugas dan kewajibannya dalam keluarga walaupun hendaknya senantiasa berlandaskan kasih. Komunikasi yang baik dalam keluarga akan menambahkan suasana kasih dan mengelakkan setiap bencana yang dapat muncul karena prasangka dan salah pengertian.  

 

 

2. Masyarakat

2.1. Masyarakat Beradab dan Sejahtera

Masyarakat beradab dan sejahtera ditandai baik oleh yang bersifat batiniah maupun lahiriah. Batiniah berarti manusia perlu meningkatkan keimanan dan ketakwaannya lahiriah merupakan kesatuan dengan yang batiniah. Perwujudan batiniah yang sejati seyogianya nampak dalam hidup yang lahirnya. Demikian sebaliknya, orang tidak bisa memisahkan secara tegas begitu saja antarkeduanya. Demikian menjadi anggota Gereja Katolik juga tidak berarti lepas menjadi anggota masyarakat. Mereka tetap warga masyarakat, warga bangsa yang juga dipanggil untuk membangun kesejahteraan bersama. 

2.2. Peran Umat Beragama dalam Mewujudkan Masyarakat Beradab dan Sejahtera

Pengalaman membuktikan bahwa manusia mengabadikan saat-saat penting dalam hidupnya dengan suatu perayaan atau bentuk lain yang berarti. Apabila seorang lahir dan menjadi dewasa, kawin atau mati, saat-saat semacam itu dirayakan, diperingati yang kiranya kontras berbeda dengan hidup rutin setiap hari. Pengalaman-pengalaman tersebut adalah hal biasa yang terjadi di dalam masyarakat. Setiap peristiwa dalam masyarakat mempunyai makna dan kisahnya. Makna dan kisah inilah yang sering kali dirayakan, diingat dan dibuat suatu acara-acara tertentu.

2.3. Hak Asasi Manusia dan Demokrasi

Pendahulu-pendahulu kita telah membuat sejarah, baik itu sebagai umat beriman membuat “sejarah agama” maupun sebagai warga masyarakat membuat “sejarah bangsa dan negara”. Hak azasi sebagai hak dasar manusia, misalnya hak hidup, hak untuk beragama dan berkeyakinan, hak mengemukakan pendapat dan pikiran. Hak asasi adalah hak yang melekat pada diri manusia sebagai insan ciptaan Tuhan.  Hak ini tidak diberikan kepada seseorang karena kedudukan, pangkat atau situasi. Hak ini dimiliki setiap orang sejak lahir karena dia seorang manusia, Hak ini bersifat asasi bagi manusia karena kalau hak ini diambil, ia tidak dapat hidup sebagai manusia lagi, Hak asasi manusia merupakan tolok ukur dan pedoman yang tidak dapat diganggu gugat dan harus ditempatkan di atas segala aturan hukum.

Kita sekarang sedang melanjutkan sejarah yang telah dibuat pendahulu-pendahulu kita tadi. Kita berharap bahwa iman kita makin mantap dan semakin dapat merasuki seluruh realitas kehidupan kita. Situasi kita sekarang memang lain, tetapi dengan pengenalan akan apa yang telah dijumpai para pendahulu kita dalam menghayati iman dalam situasi zamannya, dapat pula menjadi pelajaran ataupun peringatan bagi kita. Paling tidak pengenalan tersebut dapat menjadi bahan refleksi yang dapat ditimba manfaatnya bagi kita sendiri, yang hidup dalam zaman ini. 

In reply to Ita Prihantika

Re: PIH ANE (Kelas A)

by Muhammad Riswan -

Kelompok 1 :

  1. Muhammad Riswan 1516041083 (Ketua)
  2. Bima Bagus Triadi 1516041029 (Anggota)
  3. Dharma Afwa Geraldo 1516041063 (Anggota)
  4. Dinda Gita Cahyani 1516041113 (Anggota)
  5. Naurah Nazhifah 1516041039 (Anggota)
  6. Bayu Saputra IB 1516041079 (Anggota)
  7. Rahmat Sanjaya 1516041111 (Anggota)

 

Manusia Dan Masyarakat

1. Manusia

1.1. Hakikat Manusia

Hidup atau kehidupan adalah anugerah terbesar dari Tuhan bagi setiap insan manusia. Setiap anugerah selalu mengandung suatu tugas, yaitu memelihara dan mengembangkan sebaik-baiknya apa yang sudah diterima itu. Apalagi jika anugerah itu sangat berharga, seperti kehidupan. Manusia hidup untuk berkembang sebaikbaiknya merupakan bagian dari hakikat yang harus dijaga. Maka dari itu, rasa syukur dan tanggung jawab kita terhadap Sang Pencipta diamalkan dan diwujudkan dengan memelihara ciptaan-Nya dengan bijaksana dan hormat.     

Manusia adalah imago dei atau God’s image, arinya manusia sebagai citra Allah, manusia diciptakan menurut gambar Allah. Manusia sebagai citra Allah berbeda dengan mahkluk lainnya, karena manusia memiliki tiga kemampuan dasariah, yakni memiliki akal budi, punya hati nurani dan kehendak bebas. Sadar akan eksistensi/hakikat manusia sebagai Citra Allah, kita harus merenung secara mendalam, membangun kesadaran yang jernih dan berkemauan yang baik dan kuat untuk mengemban tugas ini; kagum dan hormat terhadap kehidupan, khususnya kehidupan manusia. Manusia sebagai citra Allah yang dipanggil untuk bersama Dia memelihara dan mengembangkan kehidupan di dunia dan kelak menikmati kebahagiaan abadi dengan-Nya di surga.  Kita berkeyakinan bahwa Allah menciptakan dan mencintai tiap-tiap orang secara pribadi, karena itu, setiap manusia haruslah saling menghormati, mencintai dan melindungi hidup sesamanya tanpa mengenal status sosial atau kedudukan apa pun. Kita harus sadar bahwa setiap orang memiliki hak asasi untuk hidup. Hak hidup manusia harus dilindungi sejak dari awal (dalam kandungan).

1.2. Martabat Manusia

Pandangan masyarakat tentang seksualitas sering tidak terlalu tepat dan baik, oleh sebab itu, seksualitas sering disalahgunakan. Seksualitas merupakan salah satu daya terbesar dalam diri setiap makhluk hidup di bumi ini, termasuk manusia. Orang tak dapat melepaskan diri dari pengaruhnya. Fakta bahwa kita ini pria dan wanita sangat menentukan keberadaan diri kita, mewarnai segala sikap kita, memberi pengalaman dasar yang khas bagi hidup kita di tengah masyarakat. Seksualitas memang merasuki seluruh pribadi manusia secara fundamental. Seksualitas tidak hanya sekadar mempengaruhi modus essendi (pola berada) manusia, tetapi sering kali dilihat sebagai modus essendi itu sendiri. Maka seorang pria seharusnya hidup sebagai seorang pria dan wanita hidup sebagai seorang wanita. 

Jadi seksualitas hendaknya dipahami secara luas, tidak terbatas pada perkelaminan saja. Seksualitas adalah keseluruhan daya tarik antara pria dan wanita untuk bersatu, dan dalam persatuan/keterpaduan itu mereka mendapat kepenuhan dan kebahagiaannya. Hubungan antara pria dan wanita sebagai makhluk seksual harus diwarnai oleh prinsip-prinsip cinta kasih, personal, sosial dan terarah kepada keibuan dan kebapakan.  

1.3. Tanggung Jawab Manusia

Tanggung jawab manusia yang pokok adalah keluarga. Keluarga menjadi perwujudan pertama dan utama dari martabatnya sebagai manusia. Keluarga menjadi awal pengembangan martabat manusia sebagai manusia sekaligus pengembangan citra diri sebagai manusia. Citra diri manusia adalah sebagai citra Allah. Manusia mengembangkan citra diri itu pertama-tama di keluarga. Keluarga dalam arti sempit (keluarga inti) mencakup suami-istri dengan anak-anaknya. Dalam arti luas, keluarga juga mencakup seluruh sanak-saudara (famili). Keluarga merupakan kesatuan sosial berdasarkan hubungan biologis, ekonomis, emosional dan rohani yang bertujuan mendidik dan mendewasakan anak-anak sebagai anggota aneka masyarakat luas dan terbatas. Dasarnya adalah ikatan perkawinan ayah-ibu.  Hidup keluarga itu merupakan suatu karier pokok dan suatu panggilan. Suami-istri dan anak-anak hendaknya tahu akan tugas dan kewajibannya dalam keluarga walaupun hendaknya senantiasa berlandaskan kasih. Komunikasi yang baik dalam keluarga akan menambahkan suasana kasih dan mengelakkan setiap bencana yang dapat muncul karena prasangka dan salah pengertian.  

 

 

2. Masyarakat

2.1. Masyarakat Beradab dan Sejahtera

Masyarakat beradab dan sejahtera ditandai baik oleh yang bersifat batiniah maupun lahiriah. Batiniah berarti manusia perlu meningkatkan keimanan dan ketakwaannya lahiriah merupakan kesatuan dengan yang batiniah. Perwujudan batiniah yang sejati seyogianya nampak dalam hidup yang lahirnya. Demikian sebaliknya, orang tidak bisa memisahkan secara tegas begitu saja antarkeduanya. Demikian menjadi anggota Gereja Katolik juga tidak berarti lepas menjadi anggota masyarakat. Mereka tetap warga masyarakat, warga bangsa yang juga dipanggil untuk membangun kesejahteraan bersama. 

2.2. Peran Umat Beragama dalam Mewujudkan Masyarakat Beradab dan Sejahtera

Pengalaman membuktikan bahwa manusia mengabadikan saat-saat penting dalam hidupnya dengan suatu perayaan atau bentuk lain yang berarti. Apabila seorang lahir dan menjadi dewasa, kawin atau mati, saat-saat semacam itu dirayakan, diperingati yang kiranya kontras berbeda dengan hidup rutin setiap hari. Pengalaman-pengalaman tersebut adalah hal biasa yang terjadi di dalam masyarakat. Setiap peristiwa dalam masyarakat mempunyai makna dan kisahnya. Makna dan kisah inilah yang sering kali dirayakan, diingat dan dibuat suatu acara-acara tertentu.

2.3. Hak Asasi Manusia dan Demokrasi

Pendahulu-pendahulu kita telah membuat sejarah, baik itu sebagai umat beriman membuat “sejarah agama” maupun sebagai warga masyarakat membuat “sejarah bangsa dan negara”. Hak azasi sebagai hak dasar manusia, misalnya hak hidup, hak untuk beragama dan berkeyakinan, hak mengemukakan pendapat dan pikiran. Hak asasi adalah hak yang melekat pada diri manusia sebagai insan ciptaan Tuhan.  Hak ini tidak diberikan kepada seseorang karena kedudukan, pangkat atau situasi. Hak ini dimiliki setiap orang sejak lahir karena dia seorang manusia, Hak ini bersifat asasi bagi manusia karena kalau hak ini diambil, ia tidak dapat hidup sebagai manusia lagi, Hak asasi manusia merupakan tolok ukur dan pedoman yang tidak dapat diganggu gugat dan harus ditempatkan di atas segala aturan hukum.

Kita sekarang sedang melanjutkan sejarah yang telah dibuat pendahulu-pendahulu kita tadi. Kita berharap bahwa iman kita makin mantap dan semakin dapat merasuki seluruh realitas kehidupan kita. Situasi kita sekarang memang lain, tetapi dengan pengenalan akan apa yang telah dijumpai para pendahulu kita dalam menghayati iman dalam situasi zamannya, dapat pula menjadi pelajaran ataupun peringatan bagi kita. Paling tidak pengenalan tersebut dapat menjadi bahan refleksi yang dapat ditimba manfaatnya bagi kita sendiri, yang hidup dalam zaman ini. 

In reply to Ita Prihantika

Re: PIH ANE (Kelas A)

by RAHMAT SANJAYA -

Kelompok 1 :

  1. Muhammad Riswan 1516041083 (Ketua)
  2. Bima Bagus Triadi 1516041029 (Anggota)
  3. Dharma Afwa Geraldo 1516041063 (Anggota)
  4. Dinda Gita Cahyani 1516041113 (Anggota)
  5. Naurah Nazhifah 1516041039 (Anggota)
  6. Bayu Saputra IB 1516041079 (Anggota)
  7. Rahmat Sanjaya 1516041111 (Anggota)

 

Manusia Dan Masyarakat

1. Manusia

1.1. Hakikat Manusia

Hidup atau kehidupan adalah anugerah terbesar dari Tuhan bagi setiap insan manusia. Setiap anugerah selalu mengandung suatu tugas, yaitu memelihara dan mengembangkan sebaik-baiknya apa yang sudah diterima itu. Apalagi jika anugerah itu sangat berharga, seperti kehidupan. Manusia hidup untuk berkembang sebaikbaiknya merupakan bagian dari hakikat yang harus dijaga. Maka dari itu, rasa syukur dan tanggung jawab kita terhadap Sang Pencipta diamalkan dan diwujudkan dengan memelihara ciptaan-Nya dengan bijaksana dan hormat.     

Manusia adalah imago dei atau God’s image, arinya manusia sebagai citra Allah, manusia diciptakan menurut gambar Allah. Manusia sebagai citra Allah berbeda dengan mahkluk lainnya, karena manusia memiliki tiga kemampuan dasariah, yakni memiliki akal budi, punya hati nurani dan kehendak bebas. Sadar akan eksistensi/hakikat manusia sebagai Citra Allah, kita harus merenung secara mendalam, membangun kesadaran yang jernih dan berkemauan yang baik dan kuat untuk mengemban tugas ini; kagum dan hormat terhadap kehidupan, khususnya kehidupan manusia. Manusia sebagai citra Allah yang dipanggil untuk bersama Dia memelihara dan mengembangkan kehidupan di dunia dan kelak menikmati kebahagiaan abadi dengan-Nya di surga.  Kita berkeyakinan bahwa Allah menciptakan dan mencintai tiap-tiap orang secara pribadi, karena itu, setiap manusia haruslah saling menghormati, mencintai dan melindungi hidup sesamanya tanpa mengenal status sosial atau kedudukan apa pun. Kita harus sadar bahwa setiap orang memiliki hak asasi untuk hidup. Hak hidup manusia harus dilindungi sejak dari awal (dalam kandungan).

1.2. Martabat Manusia

Pandangan masyarakat tentang seksualitas sering tidak terlalu tepat dan baik, oleh sebab itu, seksualitas sering disalahgunakan. Seksualitas merupakan salah satu daya terbesar dalam diri setiap makhluk hidup di bumi ini, termasuk manusia. Orang tak dapat melepaskan diri dari pengaruhnya. Fakta bahwa kita ini pria dan wanita sangat menentukan keberadaan diri kita, mewarnai segala sikap kita, memberi pengalaman dasar yang khas bagi hidup kita di tengah masyarakat. Seksualitas memang merasuki seluruh pribadi manusia secara fundamental. Seksualitas tidak hanya sekadar mempengaruhi modus essendi (pola berada) manusia, tetapi sering kali dilihat sebagai modus essendi itu sendiri. Maka seorang pria seharusnya hidup sebagai seorang pria dan wanita hidup sebagai seorang wanita. 

Jadi seksualitas hendaknya dipahami secara luas, tidak terbatas pada perkelaminan saja. Seksualitas adalah keseluruhan daya tarik antara pria dan wanita untuk bersatu, dan dalam persatuan/keterpaduan itu mereka mendapat kepenuhan dan kebahagiaannya. Hubungan antara pria dan wanita sebagai makhluk seksual harus diwarnai oleh prinsip-prinsip cinta kasih, personal, sosial dan terarah kepada keibuan dan kebapakan.  

1.3. Tanggung Jawab Manusia

Tanggung jawab manusia yang pokok adalah keluarga. Keluarga menjadi perwujudan pertama dan utama dari martabatnya sebagai manusia. Keluarga menjadi awal pengembangan martabat manusia sebagai manusia sekaligus pengembangan citra diri sebagai manusia. Citra diri manusia adalah sebagai citra Allah. Manusia mengembangkan citra diri itu pertama-tama di keluarga. Keluarga dalam arti sempit (keluarga inti) mencakup suami-istri dengan anak-anaknya. Dalam arti luas, keluarga juga mencakup seluruh sanak-saudara (famili). Keluarga merupakan kesatuan sosial berdasarkan hubungan biologis, ekonomis, emosional dan rohani yang bertujuan mendidik dan mendewasakan anak-anak sebagai anggota aneka masyarakat luas dan terbatas. Dasarnya adalah ikatan perkawinan ayah-ibu.  Hidup keluarga itu merupakan suatu karier pokok dan suatu panggilan. Suami-istri dan anak-anak hendaknya tahu akan tugas dan kewajibannya dalam keluarga walaupun hendaknya senantiasa berlandaskan kasih. Komunikasi yang baik dalam keluarga akan menambahkan suasana kasih dan mengelakkan setiap bencana yang dapat muncul karena prasangka dan salah pengertian.  

 

 

2. Masyarakat

2.1. Masyarakat Beradab dan Sejahtera

Masyarakat beradab dan sejahtera ditandai baik oleh yang bersifat batiniah maupun lahiriah. Batiniah berarti manusia perlu meningkatkan keimanan dan ketakwaannya lahiriah merupakan kesatuan dengan yang batiniah. Perwujudan batiniah yang sejati seyogianya nampak dalam hidup yang lahirnya. Demikian sebaliknya, orang tidak bisa memisahkan secara tegas begitu saja antarkeduanya. Demikian menjadi anggota Gereja Katolik juga tidak berarti lepas menjadi anggota masyarakat. Mereka tetap warga masyarakat, warga bangsa yang juga dipanggil untuk membangun kesejahteraan bersama. 

2.2. Peran Umat Beragama dalam Mewujudkan Masyarakat Beradab dan Sejahtera

Pengalaman membuktikan bahwa manusia mengabadikan saat-saat penting dalam hidupnya dengan suatu perayaan atau bentuk lain yang berarti. Apabila seorang lahir dan menjadi dewasa, kawin atau mati, saat-saat semacam itu dirayakan, diperingati yang kiranya kontras berbeda dengan hidup rutin setiap hari. Pengalaman-pengalaman tersebut adalah hal biasa yang terjadi di dalam masyarakat. Setiap peristiwa dalam masyarakat mempunyai makna dan kisahnya. Makna dan kisah inilah yang sering kali dirayakan, diingat dan dibuat suatu acara-acara tertentu.

2.3. Hak Asasi Manusia dan Demokrasi

Pendahulu-pendahulu kita telah membuat sejarah, baik itu sebagai umat beriman membuat “sejarah agama” maupun sebagai warga masyarakat membuat “sejarah bangsa dan negara”. Hak azasi sebagai hak dasar manusia, misalnya hak hidup, hak untuk beragama dan berkeyakinan, hak mengemukakan pendapat dan pikiran. Hak asasi adalah hak yang melekat pada diri manusia sebagai insan ciptaan Tuhan.  Hak ini tidak diberikan kepada seseorang karena kedudukan, pangkat atau situasi. Hak ini dimiliki setiap orang sejak lahir karena dia seorang manusia, Hak ini bersifat asasi bagi manusia karena kalau hak ini diambil, ia tidak dapat hidup sebagai manusia lagi, Hak asasi manusia merupakan tolok ukur dan pedoman yang tidak dapat diganggu gugat dan harus ditempatkan di atas segala aturan hukum.

Kita sekarang sedang melanjutkan sejarah yang telah dibuat pendahulu-pendahulu kita tadi. Kita berharap bahwa iman kita makin mantap dan semakin dapat merasuki seluruh realitas kehidupan kita. Situasi kita sekarang memang lain, tetapi dengan pengenalan akan apa yang telah dijumpai para pendahulu kita dalam menghayati iman dalam situasi zamannya, dapat pula menjadi pelajaran ataupun peringatan bagi kita. Paling tidak pengenalan tersebut dapat menjadi bahan refleksi yang dapat ditimba manfaatnya bagi kita sendiri, yang hidup dalam zaman ini. 

In reply to Ita Prihantika

Re: Tugas Vclass PIH ANE (Kelas A)

by Bayu Saputra Ib -
Kelompok 1 :
1. Muhammad Riswan 1516041083 (Ketua)
2. Bayu Saputra Ib 1516041079 (Anggota)
3. Dharma Afwa Geraldo 1516041063 (Anggota)
4. Dinda Gita Cahyani 1516041113 (Anggota)
5. Naurah Nazhifah 1516041039 (Anggota)
6. Bima Bagus Triadi 1516041029 (Anggota)
7. Rahmat Sanjaya 1516041111 (Anggota)

Manusia Dan Masyarakat
1. Manusia
1.1. Hakikat Manusia
Hidup atau kehidupan adalah anugerah terbesar dari Tuhan bagi setiap insan manusia. Setiap anugerah selalu mengandung suatu tugas, yaitu memelihara dan mengembangkan sebaik-baiknya apa yang sudah diterima itu. Apalagi jika anugerah itu sangat berharga, seperti kehidupan. Manusia hidup untuk berkembang sebaikbaiknya merupakan bagian dari hakikat yang harus dijaga. Maka dari itu, rasa syukur dan tanggung jawab kita terhadap Sang Pencipta diamalkan dan diwujudkan dengan memelihara ciptaan-Nya dengan bijaksana dan hormat.
Manusia adalah imago dei atau God’s image, arinya manusia sebagai citra Allah, manusia diciptakan menurut gambar Allah. Manusia sebagai citra Allah berbeda dengan mahkluk lainnya, karena manusia memiliki tiga kemampuan dasariah, yakni memiliki akal budi, punya hati nurani dan kehendak bebas. Sadar akan eksistensi/hakikat manusia sebagai Citra Allah, kita harus merenung secara mendalam, membangun kesadaran yang jernih dan berkemauan yang baik dan kuat untuk mengemban tugas ini; kagum dan hormat terhadap kehidupan, khususnya kehidupan manusia. Manusia sebagai citra Allah yang dipanggil untuk bersama Dia memelihara dan mengembangkan kehidupan di dunia dan kelak menikmati kebahagiaan abadi dengan-Nya di surga. Kita berkeyakinan bahwa Allah menciptakan dan mencintai tiap-tiap orang secara pribadi, karena itu, setiap manusia haruslah saling menghormati, mencintai dan melindungi hidup sesamanya tanpa mengenal status sosial atau kedudukan apa pun. Kita harus sadar bahwa setiap orang memiliki hak asasi untuk hidup. Hak hidup manusia harus dilindungi sejak dari awal (dalam kandungan).
1.2. Martabat Manusia
Pandangan masyarakat tentang seksualitas sering tidak terlalu tepat dan baik, oleh sebab itu, seksualitas sering disalahgunakan. Seksualitas merupakan salah satu daya terbesar dalam diri setiap makhluk hidup di bumi ini, termasuk manusia. Orang tak dapat melepaskan diri dari pengaruhnya. Fakta bahwa kita ini pria dan wanita sangat menentukan keberadaan diri kita, mewarnai segala sikap kita, memberi pengalaman dasar yang khas bagi hidup kita di tengah masyarakat. Seksualitas memang merasuki seluruh pribadi manusia secara fundamental. Seksualitas tidak hanya sekadar mempengaruhi modus essendi (pola berada) manusia, tetapi sering kali dilihat sebagai modus essendi itu sendiri. Maka seorang pria seharusnya hidup sebagai seorang pria dan wanita hidup sebagai seorang wanita.
Jadi seksualitas hendaknya dipahami secara luas, tidak terbatas pada perkelaminan saja. Seksualitas adalah keseluruhan daya tarik antara pria dan wanita untuk bersatu, dan dalam persatuan/keterpaduan itu mereka mendapat kepenuhan dan kebahagiaannya. Hubungan antara pria dan wanita sebagai makhluk seksual harus diwarnai oleh prinsip-prinsip cinta kasih, personal, sosial dan terarah kepada keibuan dan kebapakan.
1.3. Tanggung Jawab Manusia
Tanggung jawab manusia yang pokok adalah keluarga. Keluarga menjadi perwujudan pertama dan utama dari martabatnya sebagai manusia. Keluarga menjadi awal pengembangan martabat manusia sebagai manusia sekaligus pengembangan citra diri sebagai manusia. Citra diri manusia adalah sebagai citra Allah. Manusia mengembangkan citra diri itu pertama-tama di keluarga. Keluarga dalam arti sempit (keluarga inti) mencakup suami-istri dengan anak-anaknya. Dalam arti luas, keluarga juga mencakup seluruh sanak-saudara (famili). Keluarga merupakan kesatuan sosial berdasarkan hubungan biologis, ekonomis, emosional dan rohani yang bertujuan mendidik dan mendewasakan anak-anak sebagai anggota aneka masyarakat luas dan terbatas. Dasarnya adalah ikatan perkawinan ayah-ibu. Hidup keluarga itu merupakan suatu karier pokok dan suatu panggilan. Suami-istri dan anak-anak hendaknya tahu akan tugas dan kewajibannya dalam keluarga walaupun hendaknya senantiasa berlandaskan kasih. Komunikasi yang baik dalam keluarga akan menambahkan suasana kasih dan mengelakkan setiap bencana yang dapat muncul karena prasangka dan salah pengertian.


2. Masyarakat
2.1. Masyarakat Beradab dan Sejahtera
Masyarakat beradab dan sejahtera ditandai baik oleh yang bersifat batiniah maupun lahiriah. Batiniah berarti manusia perlu meningkatkan keimanan dan ketakwaannya lahiriah merupakan kesatuan dengan yang batiniah. Perwujudan batiniah yang sejati seyogianya nampak dalam hidup yang lahirnya. Demikian sebaliknya, orang tidak bisa memisahkan secara tegas begitu saja antarkeduanya. Demikian menjadi anggota Gereja Katolik juga tidak berarti lepas menjadi anggota masyarakat. Mereka tetap warga masyarakat, warga bangsa yang juga dipanggil untuk membangun kesejahteraan bersama.
2.2. Peran Umat Beragama dalam Mewujudkan Masyarakat Beradab dan Sejahtera
Pengalaman membuktikan bahwa manusia mengabadikan saat-saat penting dalam hidupnya dengan suatu perayaan atau bentuk lain yang berarti. Apabila seorang lahir dan menjadi dewasa, kawin atau mati, saat-saat semacam itu dirayakan, diperingati yang kiranya kontras berbeda dengan hidup rutin setiap hari. Pengalaman-pengalaman tersebut adalah hal biasa yang terjadi di dalam masyarakat. Setiap peristiwa dalam masyarakat mempunyai makna dan kisahnya. Makna dan kisah inilah yang sering kali dirayakan, diingat dan dibuat suatu acara-acara tertentu.
2.3. Hak Asasi Manusia dan Demokrasi
Pendahulu-pendahulu kita telah membuat sejarah, baik itu sebagai umat beriman membuat “sejarah agama” maupun sebagai warga masyarakat membuat “sejarah bangsa dan negara”. Hak azasi sebagai hak dasar manusia, misalnya hak hidup, hak untuk beragama dan berkeyakinan, hak mengemukakan pendapat dan pikiran. Hak asasi adalah hak yang melekat pada diri manusia sebagai insan ciptaan Tuhan. Hak ini tidak diberikan kepada seseorang karena kedudukan, pangkat atau situasi. Hak ini dimiliki setiap orang sejak lahir karena dia seorang manusia, Hak ini bersifat asasi bagi manusia karena kalau hak ini diambil, ia tidak dapat hidup sebagai manusia lagi, Hak asasi manusia merupakan tolok ukur dan pedoman yang tidak dapat diganggu gugat dan harus ditempatkan di atas segala aturan hukum.
Kita sekarang sedang melanjutkan sejarah yang telah dibuat pendahulu-pendahulu kita tadi. Kita berharap bahwa iman kita makin mantap dan semakin dapat merasuki seluruh realitas kehidupan kita. Situasi kita sekarang memang lain, tetapi dengan pengenalan akan apa yang telah dijumpai para pendahulu kita dalam menghayati iman dalam situasi zamannya, dapat pula menjadi pelajaran ataupun peringatan bagi kita. Paling tidak pengenalan tersebut dapat menjadi bahan refleksi yang dapat ditimba manfaatnya bagi kita sendiri, yang hidup dalam zaman ini.
In reply to Ita Prihantika

Re: Tugas Vclass PIH ANE (Kelas A)

by Dharma Geraldo -

Kelompok 1 :

  1. Muhammad Riswan 1516041083 (Ketua)
  2. Bayu Saputra Ib 1516041079 (Anggota)
  3. Dharma Afwa Geraldo 1516041063 (Anggota)
  4. Dinda Gita Cahyani 1516041113 (Anggota)
  5. Naurah Nazhifah 1516041039 (Anggota)
  6. Bima Bagus Triadi 1516041029 (Anggota)
  7. Rahmat Sanjaya 1516041111 (Anggota)

 

Manusia Dan Masyarakat

1. Manusia

1.1. Hakikat Manusia

Hidup atau kehidupan adalah anugerah terbesar dari Tuhan bagi setiap insan manusia. Setiap anugerah selalu mengandung suatu tugas, yaitu memelihara dan mengembangkan sebaik-baiknya apa yang sudah diterima itu. Apalagi jika anugerah itu sangat berharga, seperti kehidupan. Manusia hidup untuk berkembang sebaikbaiknya merupakan bagian dari hakikat yang harus dijaga. Maka dari itu, rasa syukur dan tanggung jawab kita terhadap Sang Pencipta diamalkan dan diwujudkan dengan memelihara ciptaan-Nya dengan bijaksana dan hormat.     

Manusia adalah imago dei atau God’s image, arinya manusia sebagai citra Allah, manusia diciptakan menurut gambar Allah. Manusia sebagai citra Allah berbeda dengan mahkluk lainnya, karena manusia memiliki tiga kemampuan dasariah, yakni memiliki akal budi, punya hati nurani dan kehendak bebas. Sadar akan eksistensi/hakikat manusia sebagai Citra Allah, kita harus merenung secara mendalam, membangun kesadaran yang jernih dan berkemauan yang baik dan kuat untuk mengemban tugas ini; kagum dan hormat terhadap kehidupan, khususnya kehidupan manusia. Manusia sebagai citra Allah yang dipanggil untuk bersama Dia memelihara dan mengembangkan kehidupan di dunia dan kelak menikmati kebahagiaan abadi dengan-Nya di surga.  Kita berkeyakinan bahwa Allah menciptakan dan mencintai tiap-tiap orang secara pribadi, karena itu, setiap manusia haruslah saling menghormati, mencintai dan melindungi hidup sesamanya tanpa mengenal status sosial atau kedudukan apa pun. Kita harus sadar bahwa setiap orang memiliki hak asasi untuk hidup. Hak hidup manusia harus dilindungi sejak dari awal (dalam kandungan).

1.2. Martabat Manusia

Pandangan masyarakat tentang seksualitas sering tidak terlalu tepat dan baik, oleh sebab itu, seksualitas sering disalahgunakan. Seksualitas merupakan salah satu daya terbesar dalam diri setiap makhluk hidup di bumi ini, termasuk manusia. Orang tak dapat melepaskan diri dari pengaruhnya. Fakta bahwa kita ini pria dan wanita sangat menentukan keberadaan diri kita, mewarnai segala sikap kita, memberi pengalaman dasar yang khas bagi hidup kita di tengah masyarakat. Seksualitas memang merasuki seluruh pribadi manusia secara fundamental. Seksualitas tidak hanya sekadar mempengaruhi modus essendi (pola berada) manusia, tetapi sering kali dilihat sebagai modus essendi itu sendiri. Maka seorang pria seharusnya hidup sebagai seorang pria dan wanita hidup sebagai seorang wanita. 

Jadi seksualitas hendaknya dipahami secara luas, tidak terbatas pada perkelaminan saja. Seksualitas adalah keseluruhan daya tarik antara pria dan wanita untuk bersatu, dan dalam persatuan/keterpaduan itu mereka mendapat kepenuhan dan kebahagiaannya. Hubungan antara pria dan wanita sebagai makhluk seksual harus diwarnai oleh prinsip-prinsip cinta kasih, personal, sosial dan terarah kepada keibuan dan kebapakan.  

1.3. Tanggung Jawab Manusia

Tanggung jawab manusia yang pokok adalah keluarga. Keluarga menjadi perwujudan pertama dan utama dari martabatnya sebagai manusia. Keluarga menjadi awal pengembangan martabat manusia sebagai manusia sekaligus pengembangan citra diri sebagai manusia. Citra diri manusia adalah sebagai citra Allah. Manusia mengembangkan citra diri itu pertama-tama di keluarga. Keluarga dalam arti sempit (keluarga inti) mencakup suami-istri dengan anak-anaknya. Dalam arti luas, keluarga juga mencakup seluruh sanak-saudara (famili). Keluarga merupakan kesatuan sosial berdasarkan hubungan biologis, ekonomis, emosional dan rohani yang bertujuan mendidik dan mendewasakan anak-anak sebagai anggota aneka masyarakat luas dan terbatas. Dasarnya adalah ikatan perkawinan ayah-ibu.  Hidup keluarga itu merupakan suatu karier pokok dan suatu panggilan. Suami-istri dan anak-anak hendaknya tahu akan tugas dan kewajibannya dalam keluarga walaupun hendaknya senantiasa berlandaskan kasih. Komunikasi yang baik dalam keluarga akan menambahkan suasana kasih dan mengelakkan setiap bencana yang dapat muncul karena prasangka dan salah pengertian.  

 

 

2. Masyarakat

2.1. Masyarakat Beradab dan Sejahtera

Masyarakat beradab dan sejahtera ditandai baik oleh yang bersifat batiniah maupun lahiriah. Batiniah berarti manusia perlu meningkatkan keimanan dan ketakwaannya lahiriah merupakan kesatuan dengan yang batiniah. Perwujudan batiniah yang sejati seyogianya nampak dalam hidup yang lahirnya. Demikian sebaliknya, orang tidak bisa memisahkan secara tegas begitu saja antarkeduanya. Demikian menjadi anggota Gereja Katolik juga tidak berarti lepas menjadi anggota masyarakat. Mereka tetap warga masyarakat, warga bangsa yang juga dipanggil untuk membangun kesejahteraan bersama. 

2.2. Peran Umat Beragama dalam Mewujudkan Masyarakat Beradab dan Sejahtera

Pengalaman membuktikan bahwa manusia mengabadikan saat-saat penting dalam hidupnya dengan suatu perayaan atau bentuk lain yang berarti. Apabila seorang lahir dan menjadi dewasa, kawin atau mati, saat-saat semacam itu dirayakan, diperingati yang kiranya kontras berbeda dengan hidup rutin setiap hari. Pengalaman-pengalaman tersebut adalah hal biasa yang terjadi di dalam masyarakat. Setiap peristiwa dalam masyarakat mempunyai makna dan kisahnya. Makna dan kisah inilah yang sering kali dirayakan, diingat dan dibuat suatu acara-acara tertentu.

2.3. Hak Asasi Manusia dan Demokrasi

Pendahulu-pendahulu kita telah membuat sejarah, baik itu sebagai umat beriman membuat “sejarah agama” maupun sebagai warga masyarakat membuat “sejarah bangsa dan negara”. Hak azasi sebagai hak dasar manusia, misalnya hak hidup, hak untuk beragama dan berkeyakinan, hak mengemukakan pendapat dan pikiran. Hak asasi adalah hak yang melekat pada diri manusia sebagai insan ciptaan Tuhan.  Hak ini tidak diberikan kepada seseorang karena kedudukan, pangkat atau situasi. Hak ini dimiliki setiap orang sejak lahir karena dia seorang manusia, Hak ini bersifat asasi bagi manusia karena kalau hak ini diambil, ia tidak dapat hidup sebagai manusia lagi, Hak asasi manusia merupakan tolok ukur dan pedoman yang tidak dapat diganggu gugat dan harus ditempatkan di atas segala aturan hukum.

Kita sekarang sedang melanjutkan sejarah yang telah dibuat pendahulu-pendahulu kita tadi. Kita berharap bahwa iman kita makin mantap dan semakin dapat merasuki seluruh realitas kehidupan kita. Situasi kita sekarang memang lain, tetapi dengan pengenalan akan apa yang telah dijumpai para pendahulu kita dalam menghayati iman dalam situasi zamannya, dapat pula menjadi pelajaran ataupun peringatan bagi kita. Paling tidak pengenalan tersebut dapat menjadi bahan refleksi yang dapat ditimba manfaatnya bagi kita sendiri, yang hidup dalam zaman ini. 

In reply to Ita Prihantika

Re: Tugas Vclass PIH ANE (Kelas A)

by Naurah Nazhifah -

Kelompok 1 :

  1. Muhammad Riswan 1516041083 (Ketua)
  2. Bayu Saputra Ib 1516041079 (Anggota)
  3. Dharma Afwa Geraldo 1516041063 (Anggota)
  4. Dinda Gita Cahyani 1516041113 (Anggota)
  5. Naurah Nazhifah 1516041039 (Anggota)
  6. Bima Bagus Triadi 1516041029 (Anggota)
  7. Rahmat Sanjaya 1516041111 (Anggota)

 

Manusia Dan Masyarakat

1. Manusia

1.1. Hakikat Manusia

Hidup atau kehidupan adalah anugerah terbesar dari Tuhan bagi setiap insan manusia. Setiap anugerah selalu mengandung suatu tugas, yaitu memelihara dan mengembangkan sebaik-baiknya apa yang sudah diterima itu. Apalagi jika anugerah itu sangat berharga, seperti kehidupan. Manusia hidup untuk berkembang sebaikbaiknya merupakan bagian dari hakikat yang harus dijaga. Maka dari itu, rasa syukur dan tanggung jawab kita terhadap Sang Pencipta diamalkan dan diwujudkan dengan memelihara ciptaan-Nya dengan bijaksana dan hormat.     

Manusia adalah imago dei atau God’s image, arinya manusia sebagai citra Allah, manusia diciptakan menurut gambar Allah. Manusia sebagai citra Allah berbeda dengan mahkluk lainnya, karena manusia memiliki tiga kemampuan dasariah, yakni memiliki akal budi, punya hati nurani dan kehendak bebas. Sadar akan eksistensi/hakikat manusia sebagai Citra Allah, kita harus merenung secara mendalam, membangun kesadaran yang jernih dan berkemauan yang baik dan kuat untuk mengemban tugas ini; kagum dan hormat terhadap kehidupan, khususnya kehidupan manusia. Manusia sebagai citra Allah yang dipanggil untuk bersama Dia memelihara dan mengembangkan kehidupan di dunia dan kelak menikmati kebahagiaan abadi dengan-Nya di surga.  Kita berkeyakinan bahwa Allah menciptakan dan mencintai tiap-tiap orang secara pribadi, karena itu, setiap manusia haruslah saling menghormati, mencintai dan melindungi hidup sesamanya tanpa mengenal status sosial atau kedudukan apa pun. Kita harus sadar bahwa setiap orang memiliki hak asasi untuk hidup. Hak hidup manusia harus dilindungi sejak dari awal (dalam kandungan).

1.2. Martabat Manusia

Pandangan masyarakat tentang seksualitas sering tidak terlalu tepat dan baik, oleh sebab itu, seksualitas sering disalahgunakan. Seksualitas merupakan salah satu daya terbesar dalam diri setiap makhluk hidup di bumi ini, termasuk manusia. Orang tak dapat melepaskan diri dari pengaruhnya. Fakta bahwa kita ini pria dan wanita sangat menentukan keberadaan diri kita, mewarnai segala sikap kita, memberi pengalaman dasar yang khas bagi hidup kita di tengah masyarakat. Seksualitas memang merasuki seluruh pribadi manusia secara fundamental. Seksualitas tidak hanya sekadar mempengaruhi modus essendi (pola berada) manusia, tetapi sering kali dilihat sebagai modus essendi itu sendiri. Maka seorang pria seharusnya hidup sebagai seorang pria dan wanita hidup sebagai seorang wanita. 

Jadi seksualitas hendaknya dipahami secara luas, tidak terbatas pada perkelaminan saja. Seksualitas adalah keseluruhan daya tarik antara pria dan wanita untuk bersatu, dan dalam persatuan/keterpaduan itu mereka mendapat kepenuhan dan kebahagiaannya. Hubungan antara pria dan wanita sebagai makhluk seksual harus diwarnai oleh prinsip-prinsip cinta kasih, personal, sosial dan terarah kepada keibuan dan kebapakan.  

1.3. Tanggung Jawab Manusia

Tanggung jawab manusia yang pokok adalah keluarga. Keluarga menjadi perwujudan pertama dan utama dari martabatnya sebagai manusia. Keluarga menjadi awal pengembangan martabat manusia sebagai manusia sekaligus pengembangan citra diri sebagai manusia. Citra diri manusia adalah sebagai citra Allah. Manusia mengembangkan citra diri itu pertama-tama di keluarga. Keluarga dalam arti sempit (keluarga inti) mencakup suami-istri dengan anak-anaknya. Dalam arti luas, keluarga juga mencakup seluruh sanak-saudara (famili). Keluarga merupakan kesatuan sosial berdasarkan hubungan biologis, ekonomis, emosional dan rohani yang bertujuan mendidik dan mendewasakan anak-anak sebagai anggota aneka masyarakat luas dan terbatas. Dasarnya adalah ikatan perkawinan ayah-ibu.  Hidup keluarga itu merupakan suatu karier pokok dan suatu panggilan. Suami-istri dan anak-anak hendaknya tahu akan tugas dan kewajibannya dalam keluarga walaupun hendaknya senantiasa berlandaskan kasih. Komunikasi yang baik dalam keluarga akan menambahkan suasana kasih dan mengelakkan setiap bencana yang dapat muncul karena prasangka dan salah pengertian.  

 

 

2. Masyarakat

2.1. Masyarakat Beradab dan Sejahtera

Masyarakat beradab dan sejahtera ditandai baik oleh yang bersifat batiniah maupun lahiriah. Batiniah berarti manusia perlu meningkatkan keimanan dan ketakwaannya lahiriah merupakan kesatuan dengan yang batiniah. Perwujudan batiniah yang sejati seyogianya nampak dalam hidup yang lahirnya. Demikian sebaliknya, orang tidak bisa memisahkan secara tegas begitu saja antarkeduanya. Demikian menjadi anggota Gereja Katolik juga tidak berarti lepas menjadi anggota masyarakat. Mereka tetap warga masyarakat, warga bangsa yang juga dipanggil untuk membangun kesejahteraan bersama. 

2.2. Peran Umat Beragama dalam Mewujudkan Masyarakat Beradab dan Sejahtera

Pengalaman membuktikan bahwa manusia mengabadikan saat-saat penting dalam hidupnya dengan suatu perayaan atau bentuk lain yang berarti. Apabila seorang lahir dan menjadi dewasa, kawin atau mati, saat-saat semacam itu dirayakan, diperingati yang kiranya kontras berbeda dengan hidup rutin setiap hari. Pengalaman-pengalaman tersebut adalah hal biasa yang terjadi di dalam masyarakat. Setiap peristiwa dalam masyarakat mempunyai makna dan kisahnya. Makna dan kisah inilah yang sering kali dirayakan, diingat dan dibuat suatu acara-acara tertentu.

2.3. Hak Asasi Manusia dan Demokrasi

Pendahulu-pendahulu kita telah membuat sejarah, baik itu sebagai umat beriman membuat “sejarah agama” maupun sebagai warga masyarakat membuat “sejarah bangsa dan negara”. Hak azasi sebagai hak dasar manusia, misalnya hak hidup, hak untuk beragama dan berkeyakinan, hak mengemukakan pendapat dan pikiran. Hak asasi adalah hak yang melekat pada diri manusia sebagai insan ciptaan Tuhan.  Hak ini tidak diberikan kepada seseorang karena kedudukan, pangkat atau situasi. Hak ini dimiliki setiap orang sejak lahir karena dia seorang manusia, Hak ini bersifat asasi bagi manusia karena kalau hak ini diambil, ia tidak dapat hidup sebagai manusia lagi, Hak asasi manusia merupakan tolok ukur dan pedoman yang tidak dapat diganggu gugat dan harus ditempatkan di atas segala aturan hukum.

Kita sekarang sedang melanjutkan sejarah yang telah dibuat pendahulu-pendahulu kita tadi. Kita berharap bahwa iman kita makin mantap dan semakin dapat merasuki seluruh realitas kehidupan kita. Situasi kita sekarang memang lain, tetapi dengan pengenalan akan apa yang telah dijumpai para pendahulu kita dalam menghayati iman dalam situasi zamannya, dapat pula menjadi pelajaran ataupun peringatan bagi kita. Paling tidak pengenalan tersebut dapat menjadi bahan refleksi yang dapat ditimba manfaatnya bagi kita sendiri, yang hidup dalam zaman ini. 

In reply to Ita Prihantika

Re:Tugas Vclass PIH ANE (Kelas A)

by dinda gita cahyani -

Kelompok 1 :

  1. Muhammad Riswan 1516041083 (Ketua)
  2. Bayu Saputra Ib 1516041079 (Anggota)
  3. Dharma Afwa Geraldo 1516041063 (Anggota)
  4. Dinda Gita Cahyani 1516041113 (Anggota)
  5. Naurah Nazhifah 1516041039 (Anggota)
  6. Bima Bagus Triadi 1516041029 (Anggota)
  7. Rahmat Sanjaya 1516041111 (Anggota)

 

Manusia Dan Masyarakat

1. Manusia

1.1. Hakikat Manusia

Hidup atau kehidupan adalah anugerah terbesar dari Tuhan bagi setiap insan manusia. Setiap anugerah selalu mengandung suatu tugas, yaitu memelihara dan mengembangkan sebaik-baiknya apa yang sudah diterima itu. Apalagi jika anugerah itu sangat berharga, seperti kehidupan. Manusia hidup untuk berkembang sebaikbaiknya merupakan bagian dari hakikat yang harus dijaga. Maka dari itu, rasa syukur dan tanggung jawab kita terhadap Sang Pencipta diamalkan dan diwujudkan dengan memelihara ciptaan-Nya dengan bijaksana dan hormat.     

Manusia adalah imago dei atau God’s image, arinya manusia sebagai citra Allah, manusia diciptakan menurut gambar Allah. Manusia sebagai citra Allah berbeda dengan mahkluk lainnya, karena manusia memiliki tiga kemampuan dasariah, yakni memiliki akal budi, punya hati nurani dan kehendak bebas. Sadar akan eksistensi/hakikat manusia sebagai Citra Allah, kita harus merenung secara mendalam, membangun kesadaran yang jernih dan berkemauan yang baik dan kuat untuk mengemban tugas ini; kagum dan hormat terhadap kehidupan, khususnya kehidupan manusia. Manusia sebagai citra Allah yang dipanggil untuk bersama Dia memelihara dan mengembangkan kehidupan di dunia dan kelak menikmati kebahagiaan abadi dengan-Nya di surga.  Kita berkeyakinan bahwa Allah menciptakan dan mencintai tiap-tiap orang secara pribadi, karena itu, setiap manusia haruslah saling menghormati, mencintai dan melindungi hidup sesamanya tanpa mengenal status sosial atau kedudukan apa pun. Kita harus sadar bahwa setiap orang memiliki hak asasi untuk hidup. Hak hidup manusia harus dilindungi sejak dari awal (dalam kandungan).

1.2. Martabat Manusia

Pandangan masyarakat tentang seksualitas sering tidak terlalu tepat dan baik, oleh sebab itu, seksualitas sering disalahgunakan. Seksualitas merupakan salah satu daya terbesar dalam diri setiap makhluk hidup di bumi ini, termasuk manusia. Orang tak dapat melepaskan diri dari pengaruhnya. Fakta bahwa kita ini pria dan wanita sangat menentukan keberadaan diri kita, mewarnai segala sikap kita, memberi pengalaman dasar yang khas bagi hidup kita di tengah masyarakat. Seksualitas memang merasuki seluruh pribadi manusia secara fundamental. Seksualitas tidak hanya sekadar mempengaruhi modus essendi (pola berada) manusia, tetapi sering kali dilihat sebagai modus essendi itu sendiri. Maka seorang pria seharusnya hidup sebagai seorang pria dan wanita hidup sebagai seorang wanita. 

Jadi seksualitas hendaknya dipahami secara luas, tidak terbatas pada perkelaminan saja. Seksualitas adalah keseluruhan daya tarik antara pria dan wanita untuk bersatu, dan dalam persatuan/keterpaduan itu mereka mendapat kepenuhan dan kebahagiaannya. Hubungan antara pria dan wanita sebagai makhluk seksual harus diwarnai oleh prinsip-prinsip cinta kasih, personal, sosial dan terarah kepada keibuan dan kebapakan.  

1.3. Tanggung Jawab Manusia

Tanggung jawab manusia yang pokok adalah keluarga. Keluarga menjadi perwujudan pertama dan utama dari martabatnya sebagai manusia. Keluarga menjadi awal pengembangan martabat manusia sebagai manusia sekaligus pengembangan citra diri sebagai manusia. Citra diri manusia adalah sebagai citra Allah. Manusia mengembangkan citra diri itu pertama-tama di keluarga. Keluarga dalam arti sempit (keluarga inti) mencakup suami-istri dengan anak-anaknya. Dalam arti luas, keluarga juga mencakup seluruh sanak-saudara (famili). Keluarga merupakan kesatuan sosial berdasarkan hubungan biologis, ekonomis, emosional dan rohani yang bertujuan mendidik dan mendewasakan anak-anak sebagai anggota aneka masyarakat luas dan terbatas. Dasarnya adalah ikatan perkawinan ayah-ibu.  Hidup keluarga itu merupakan suatu karier pokok dan suatu panggilan. Suami-istri dan anak-anak hendaknya tahu akan tugas dan kewajibannya dalam keluarga walaupun hendaknya senantiasa berlandaskan kasih. Komunikasi yang baik dalam keluarga akan menambahkan suasana kasih dan mengelakkan setiap bencana yang dapat muncul karena prasangka dan salah pengertian.  

 

 

2. Masyarakat

2.1. Masyarakat Beradab dan Sejahtera

Masyarakat beradab dan sejahtera ditandai baik oleh yang bersifat batiniah maupun lahiriah. Batiniah berarti manusia perlu meningkatkan keimanan dan ketakwaannya lahiriah merupakan kesatuan dengan yang batiniah. Perwujudan batiniah yang sejati seyogianya nampak dalam hidup yang lahirnya. Demikian sebaliknya, orang tidak bisa memisahkan secara tegas begitu saja antarkeduanya. Demikian menjadi anggota Gereja Katolik juga tidak berarti lepas menjadi anggota masyarakat. Mereka tetap warga masyarakat, warga bangsa yang juga dipanggil untuk membangun kesejahteraan bersama. 

2.2. Peran Umat Beragama dalam Mewujudkan Masyarakat Beradab dan Sejahtera

Pengalaman membuktikan bahwa manusia mengabadikan saat-saat penting dalam hidupnya dengan suatu perayaan atau bentuk lain yang berarti. Apabila seorang lahir dan menjadi dewasa, kawin atau mati, saat-saat semacam itu dirayakan, diperingati yang kiranya kontras berbeda dengan hidup rutin setiap hari. Pengalaman-pengalaman tersebut adalah hal biasa yang terjadi di dalam masyarakat. Setiap peristiwa dalam masyarakat mempunyai makna dan kisahnya. Makna dan kisah inilah yang sering kali dirayakan, diingat dan dibuat suatu acara-acara tertentu.

2.3. Hak Asasi Manusia dan Demokrasi

Pendahulu-pendahulu kita telah membuat sejarah, baik itu sebagai umat beriman membuat “sejarah agama” maupun sebagai warga masyarakat membuat “sejarah bangsa dan negara”. Hak azasi sebagai hak dasar manusia, misalnya hak hidup, hak untuk beragama dan berkeyakinan, hak mengemukakan pendapat dan pikiran. Hak asasi adalah hak yang melekat pada diri manusia sebagai insan ciptaan Tuhan.  Hak ini tidak diberikan kepada seseorang karena kedudukan, pangkat atau situasi. Hak ini dimiliki setiap orang sejak lahir karena dia seorang manusia, Hak ini bersifat asasi bagi manusia karena kalau hak ini diambil, ia tidak dapat hidup sebagai manusia lagi, Hak asasi manusia merupakan tolok ukur dan pedoman yang tidak dapat diganggu gugat dan harus ditempatkan di atas segala aturan hukum.

Kita sekarang sedang melanjutkan sejarah yang telah dibuat pendahulu-pendahulu kita tadi. Kita berharap bahwa iman kita makin mantap dan semakin dapat merasuki seluruh realitas kehidupan kita. Situasi kita sekarang memang lain, tetapi dengan pengenalan akan apa yang telah dijumpai para pendahulu kita dalam menghayati iman dalam situasi zamannya, dapat pula menjadi pelajaran ataupun peringatan bagi kita. Paling tidak pengenalan tersebut dapat menjadi bahan refleksi yang dapat ditimba manfaatnya bagi kita sendiri, yang hidup dalam zaman ini.